VERSUS
RENA CHRONOSS
ROGER DANIEL
SANELIA NUR FIANI
SANELIA NUR FIANI
[Tantangan NV4]
oleh: Andreawan Penulis Dadakan
---
Hari ini kota metropolitan tidak seperti biasanya.
Jalan-jalan di tutup dan sepanjang jalan di beri pita pembatas jalan. Hari ini
kota metropolitan akan dikunjungi oleh seorang puteri dari negeri seberang,
seorang puteri yang terkenal akan kecantikannya. Dialah puteri dari negeri
bernama Land of Chronoss yang bernama Rena Chronoss.
Di pinggir jalan orang-orang sudah berkumpul untuk
menyaksikan kedatangan sang puteri kerajaan Barbatos. Walaupun kerajaan itu
tidak dikenal oleh masyarakat luas, namun isu kecantikan sang puteri sudah
menyebar dari mulut ke mulut.
Dari jauh iringan musik marching band sudah terdengar dan
orang-orang yang berada di sekitar jalan sudah mulai ramai dan saling
berbisik-bisik. Suara iringan musik makin terdengar kencang dan iringan pemain
marching band sudah terlihat. Tampak barisan polisi mengelilingi sebuah mobil
hitam mewah dengan kap terbuka. Di mobil itu tampak seorang wanita cantik
berwajah dingin menatap ke depan tanpa memperdulikan sekelilingnya yang ramai
meneriaki namanya.
Di samping wanita itu seorang pemuda berambut hijau
melambai-lambaikan tangannya menyapa para penonton. Tampaknya pemuda itu
kebalikan dari sang wanita, pemuda itu tertawa, tersenyum, kadang sesekali
menyenggol sang puteri untuk mengikuti gerakannya. Tapi sepertinya sang puteri
tidak memperdulikannya, dia tetap saja bersikap dingin.
Dari keramaian tanpa mereka sadari seorang pria bermantel
hitam mengawasi mereka berdua. Orang bermantel hitam itu mengeluarkan tiga buah
foto bergambar sang puteri, pemuda berambut hijau dan seorang wanita berambut
biru bermata hijau.
"Satu lagi tidak ada," gumamnya.
Iring-iringan itu terus bergerak dan akhirnya berlalu
sambil diikuti oleh orang-orang yang masih penasaran atau menikmati parade
terdebut. Pria bermantel itu bergerak cepat menyelinap diantara kerumunan lalu
pria itu hilang tenggelam dalam keramaian.
Tidak berapa lama akhirnya Iring-iringan itupun berlalu dan
berhenti di depan sebuah gedung opera mewah bergaya kolonial belanda. Para
penonton yang ramai mengikuti segera di tahan oleh pasukan keamanan untuk
mengendalikan situasi. Tidak lama beberapa bus muncul dan turunlah beberapa
orang pemusik dengan membawa koper-koper berbagai ukuran. Satu per satu
orang-orang tersebut mulai memasuki gedung dengan pemeriksaan ketat. Setelah
semua masuk, tiba-tiba datang seorang pria yang juga membawa koper besar.
"Maaf, aku terlambat," kata pria itu.
"Tolong tanda pengenalnya dan kartu masuknya,"
kata penjaga pintu.
Pria itu mengeluarkan kartu dan sebuah tanda pengenal dari
balik pakaian jasnya. Penjaga itu menerima lalu memeriksanya, kemudian tidak
lupa para penjaga itu melakukan body check dan koper yang dibawanya. Setelah
pemeriksaan yang cukup lama akhirnya pria itu diperbolehkan masuk.
"Silahkan masuk, Tuan Arya," kata penjaga pintu.
"Ya, terima kasih," sambil mengangguk.
Setelah berhasil masuk, Arya adalah Arca segera pergi ke
toilet untuk melakukan aksinya. Dengan melihat kondisi sekelilingnya Arca
segera membuka kopernya yang berisi sebuah alat musik Cello. Arca membuka
cellonya dan mengeluarkan sebuah pedang mirip samurai. Tapi pedang itu bukanlah
samurai melainkan pedang jenawi. Sebuah pedang rampasan dari seorang pendekar
dari daerah Riau. Selain itu di samping-samping koper terselip pisau-pisau
lempar mirip kunai berjumlah sepuluh buah. Pedang jenawi untuk saat ini di
simpan di punggung, lalu pisau lemparnya dimasukan ke balik jasnya.
Arca segera menyembunyikan koper besar itu di bawah
wastafel agar tidak terlihat mencolok, lalu bergerak cepat menuju pintu. Tapi
tiba-tiba saja seorang petugas kebersihan masuk dan dengan cepat Arca melompat
ke atas menempel di langit-langit. Petugas berjalan masuk sambil bersiul-siul
dan sebelum pintu toilet tertutup Arca segera menyelinap keluar. Tengok kiri
dan kanan semua aman. Arca dengan cepat bergerak menuju sebuah pintu darurat
dan terus bergerak ke atas menelusuri tangga.
Arca sudah sampai di lantai atas lalu bergerak cepat menuju
sebuah pintu bertuliskan "Staff only". Pintu itu menuju sebuah
belakan panggung tempat sebuah konser musik diadakan. Di depan panggung
terdapat sebuah tempat khusus seperti singgasana raja yang di duduki oleh sang
puteri Rena. Di sampingnya terdapat beberapa kursi yang di isi oleh para
pejabat setempat dan pengawal Puteri Rena sendiri. Arca mengintip dari balik
panggung untuk melihat posisi sang puteri.
"Disana kau rupanya," gumam Arca.
Saat lampu ruangan dimatikan dan semua cahaya fokus ke
panggung, Arca segera bergerak naik ke atas panggung lalu bergerak cepat dan
merayap di antara tiang-tiang penyangga atap. Kini posisi Arca tepat di atas
kepala puteri Rena. Arca mulai mengeluarkan pisau lemparnya dan segera
melemparkannya. Pisau hitam itu meluncur cepat ke arah Rena dan ternyata
insting Rena merespon ancaman dengan cepat. Rena segera melompat dari kursinya
sehingga pisau lempar Arca meleset dan menembus kursi. Rena segera melihat ke
atas dan mendapati Arca menatapnya. Arca terdiam sejenak lalu bergerak cepat
bagai bayangan.
"PENYUSUUUUPPP...!!!" teriak pemuda
berambut hijau sambil menunjuk bayangan hitam yang bergerak cepat menuju pintu
keluar.
Orang-orang di dalam gedung itu langsung panik dan mulai
berlarian, tapi dengan sigap para petugas keamanan segera memblokir semua pintu
keluar. Arca turun dan di salah satu sudut ruangan lalu bergerak menuju
kerumunan agar tidak dicurigai. Para petugas keamanan segera bergerak dan
mencoba menenangkan orang-orang yang panik.
"Semuanya harap tenang dan diam di tempat
masing-masing," sebuah suara pria terdengar dari pengeras suara.
Semua orang mulai diam dan bersikap tenang, walaupun
sebenarnya mereka semua tampak gugup dan ketakutan. Rena mulai menyisir para
penonton dan matanya segera tertuju tepat ke arah Arca.
"Dia pelakunya," kata Rena sambil menunjuk Arca.
Para penjaga segera bergerak menuju Arca. Arca berdiri diam
lalu melompat sambil melemparkan tiga buah pisau lempar. Dua menuju para
penjaga dan satu menuju Rena. Pisau yang satu tepat penusuk kening salah satu
penjaga, lalu pisau kedua tepat menembus jantung penjaga yang lain dan yang
satu lagi dengan mudah di tepis oleh Rena dengan tangan kosong. Orang-orang
sekitar yang melihat kedua penjaga jatuh tak bernyawa kembali panik dan
berteriak-teriak membuat suasana kembali kacau.
Arca memanfaatkan momen ini untuk segera menyerang Rena
dengan pedang yang menempel dipunggungnya. Rena tetap berdiri tenang seolah
menyambut serangan itu tapi..
"TRAAAANGGG..." pedang Arca beradu dengan sebuah
tonfa besi.
Arca segera bersalto ke belakang dan mendarat di antara
sandaran-sandaran kursi. Di hadapan Arca pemuda berambut hijau itu bersikap
kuda-kuda dengan sebuah tonfa listrik di tangan kanannya. Orang-orang sekitar
sudah tidak peduli dan segera menyelamatkan diri termasuk para pejabat negara.
Para petugas keamanan segera mengawal para pejabat termasuk Rena yang juga di
ajak pergi oleh para petugas.
"Pergilah Rena, biar aku lawan orang ini," kata
pemuda berambut hijau.
"Tidak, Roger. Aku ingin lihat pertarungan ini, lagi
pula kau pernah mengalahkanku bukan," kata Rena.
"Oh jadi kau yang bernama Roger Daniel, sang pemenang
Battle of Realm pertama," kata Arca.
"Wah ternyata aku terkenal juga ya," katanya
senang namun tetap menatap tajam ke arah Arca.
"Kalau begitu mari kita lihat sehebat apa
dirimu," kata Arca sambil bergerak menyerang maju.
Dengan sigap Roger menyambut serangan pedang Arca.
Dentingan pedang beradu dengan tonfa memecah keheningan ruangan. Para petugas
tidak berani mendekati pertempuran mereka berdua yang tampaknya bukan
pertempuran biasa.
Arca bergerak lincah dan beberapa kali mengenai baju Roger
hingga robek. Namun gerakan Roger tidak kalah, walaupun memiliki satu tangan,
Roger terbilang cukup tanggung bertempur dengan Arca. Beberapa kursi mulai
terbelah dan Roger mulai terdesak dengan serangan-serangan dari Arca.
"Entah bagaimana, kau bisa mengalahkan gadis itu,
menurutku kau sangat payah," kata Arca.
Roger mundur beberapa langkah dan tersenyum lalu berkata
"Kau belum tahu siapa aku yang sebenarnya".
Roger memasangkan tonfa ke tangan kirinya yang buntung lalu
menekan beberapa tombol dan entah dari mana beberapa drone muncul dan langsung
menembaki Arca. Dengan gerakan cepat Arca segera melompat cepat sambil
menghindari serangan-serangan itu.
"Sebaiknya kau pergi dari sini Rena," kata Roger.
"Aku sudah bilang, aku tidak akan pergi," kata
Rena.
"Ya, sudah terserah kau sajalah," kata Roger
kesal.
Roger kembali berfokus menyerang Arca dengan
drone-dronenya.
"Sepertinya kau mulai terdesak orang tua," kata
Roger penuh kemenangan.
Drone-drone roger mulai mendesak gerakan Arca yang sudah
tampak kesulitan dan sebuah dron mengeluarkan sebuah pisau dari samping. Dengan
cepat drone itu bergerak dan menebas tubuh Arca. Tidak lama kemudian drone yang
lain segera menembakinya, Roger tersenyum penuh kemenangan.
"Lihatlah Rena, aku dapat mengata...." ucapan
Roger terputus saat berkata kepada Rena.
Sebuah pedang menembus jantungnya dari belakang.
Drone-drone langsung berjatuhan saat pedang itu dicabut lalu menebas kepala
Roger. Darah segera menyembur dari tubuh Roger tak berkepala dan jatuh
menampakan sosok Arca di belakang Roger. Rena menoleh ke arah dimana Arca di tebas
dan di tembaki oleh pasukan drone. Tubuh Arca telah hilang dan tanpa Rena
sadari ada Arca lain berdiri disampinya siap menyabetkan pedangnya. Seolah
waktu bergerak lambat Rena membelalakan matanya saat melihat Arca dengan senyum
iblisnya.
"BUUUUUFFFF..." Arca yang siap menebas kepala
Rena tiba-tiba hancur menjadi debu.
"Sepertinya tembakanku berhasil mengenainya,"
kata sebuah suara wanita di ear phone milik Rena.
"Fia?" kata Rena.
"Cepat pergi dari sana, sepertinya dia mengincar
sesuatu darimu, sesuatu yang berhubungan dengan Battle of Realms," kata
Fia dari ear phone.
Arca menoleh ke arah Rena dan langsung menyerang, tapi saat
pedangnya hampir mengenai Rena. Arca segera memutar tubuhnya menahan sebuah
serangan peluru tidak terlihat. Kesempatan itu segera diambil oleh Rena untuk
melarikan diri. Para petugas keamanan yang sedari tadi hanya diam menonton
segera merangsek ke arah Arca. Para petugas bersenjata lengkap segera masuk dan
Arca dengan beringas langsung menyerang para petugas itu dengan brutal.
Tembakan-tembakan dilepaskan, namun dengan cepat di hindari
bahkan di tahan oleh kemampuan pedang milik Arca. Melihat semakin banyak
petugas keamanan yang masuk Arca segera melompat dan di tengah udara tubuh Arca
terbelah menjadi tiga. Ketiganya bergerak ke berbagai arah membuat para petugas
menjadi bingung. Para petugas terpencar menjadi tiba bagian dan segera mengehar
masing-masing dari Arca.
Jauh di atas sebuah gedung, tampak seorang wanita seksi
tidur menelungkup dengan sebuah senapan laras panjang besar ditangannya.
Sebelah matanya menempel pada teropong di senapan tersebut.
"Fia, aku sudah diluar gedung," kata suara wanita
di ear phonenya.
"Bagus, Rena." Kata Fia.
Fia kembali melepaskan tembakan, angin tampak berputar
seolah di tembus oleh sebuah peluru tidak terlihat. Peluru itu melesat lurus
menembus berbagai material yang menghalanginya hingga akhirnya peluru itu
menembus kepala Arca yang sedang di kejar oleh banyak petugas keamanan. Tubuh
Arca terjatuh kesamping lalu hancur menjadi debu.
"Sial, lagi-lagi hanya sebuah bayangan," kata Fia
kesal. "Battle of Realm, kenapa aku harus kembali berpartisipasi dengan
hal seperti ini lagi?," sambungnya kesal.
Fia kembali membidik sisi lain gedung dan mendapati Arca
sedang menebas pasukan-pasukan keamanan dengan mudahnya. Fia kembali menekan
pelatuknya, di ujung moncong senapan titik-titik energi kembali berkumpul. Kali
ini Fia menekan pelatuknya lebih lama dan pelatuk itu dilepaskan. Kembali
sebuah peluru tidak terlihat melesat menembus angin dengan sangat cepat.
Arca sudah tiba di luar sisi gedung dan melihat Rena
bergerak cepat melompati gedung-gedung dengan mudahnya. Saat hendak
melompat Arca merasakan sebuah ancaman dari arah Rena dan benar saja sebuah
peluru tidak terlihat melesat dan dengan cepat menahan dengan mengibaskan
pedangnya. Arca langsung terpental saat menebasnya dan jatuh dari gedung.
Untunglah segera mengendalikan keseimbangan tubuhnya dan berhasil
mendarat dengan selamat.
Arca segera pergi dari tempat itu dengan pergi menyelinap
ke jalan-jalan sempit di samping gedung tersebut. Para petugas yang masih
mengejar Arca yang satu langsung terheran-heran karena tiba-tiba saja Arca yang
dikejarnya berubah menjadi debu.
Dengan serangan itu membuat rapot keamanan negara menjadi
buruk dimata dunia. Berita tentang penyerangan itu menyebar dimana-mana dan
disiarkan hampir seluruh stasiun televisi negeri dan luar negeri. Arca menjadi
buronan dan keberadaan puteri Rena tidak diketahui seolah keduanya hilang di
telan bumi.
Tiga hari berlalu sejak kejadian itu, Arca berjalan-jalan
dikota dengan mengenakan jaket hoodie dan membungkus pedangnnya dengan kain.
Banyak sekali selebaran fotonya terpasang di tempat-tempat umum dan di
dinding-dinding gedung di pinggir jalan. Arca kembali berjalan menuju gedung
tempat membunuh Roger Daniel yang sudah di tutupi oleh garis polisi. Kemudian
dia pergi ke sisi lain gedung dan mengintipnya, ternyata di tempat itu sedang
banyak petugas yang sedang menyelidiki tempat itu.
Arca kembali berjalan menuju sebuah pertokoan dan melihat
deretan motor sport terparkir di tempat itu. Dengan santai Arca menaiki motor
tersebut lalu mengutak-atik motor itu sebentar dan dengan cepat Arca segera
membawa motor itu pergi.
"MALIIIINGGGG...MAAALIIIINGGG..." teriak pemilik
saat melihat motornya pergi dibawa orang.
Orang-orang segera berkumpul tapi apa daya mereka semua
tidak dapat mengejar Arca yang mengendarai motor itu dengan sangat cepat. Arca
mencoba menerka dan mengira-ngira dari mana penembak itu menembaknya.
"Ini akan sulit," Gumam Arca.
Arca kembali mengingat-ingat kejadian yang menimpanya.
Kenapa dia terlibat hal ini dan kenapa dia mau melakukan hal ini. Semua bermula
saat itu, saat di bar itu...
"BRAAAAAKKKK..." seorang pria berpakaian jas rapi
terlempat jatuh mendrobrak pintu.
"Ka...kau...monster....kau iblis," katanya.
Sebuah pisau lempar menancap tepat di antara kedua matanya
dan pria itu langsung diam tidak bergerak. Tidak lama kemudian seorang pria
keluar dari pintu ruangan yang pintunya hancur lalu mencabut pisau tersebut.
"Membosankan, sangat membosankan," kata pria itu.
"Apa kau punya impian melawan pasukan yang lebih
tangguh, Arca?" tiba-tiba sebuah suara gadis kecil muncul di belakang pria
tersebut.
Arca menoleh dan mendapati mahkluk aneh berkepala bantal.
"Siapa kau?" tanya Arca.
"Aku adalah Ratu Huban, sang mahkluk mimpi, lihatlah
mimpi-mimpi ini," katanya sambil mengibaskan tongkat permennya.
Tampak banyak sekali orang-orang bertarung satu sama lain
dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa, mulai dari gadis cantik yang mampu
memanggil binatang-binatang buas, pemuda dengan kepintaran luar biasa, robot,
binatang kecil yang memiliki sihir api, tabung gas, dan lain sebagainya. Mereka
bertarung dengan sangat luar biasa dengan kemampuan-kemampuan di luar akal
sehat.
"Apa kau tertarik mengikuti pertempuran seperti ini?
Apa kau tertarik mengalahkan mereka semua?" tanya Ratu Huban.
"Sepertinya ini sangat menarik," kata Arca.
"Apa kau ingin mewujudkan impianmu? Aku dapat
membawamu kesana," kata ratu Huban.
"Bawa aku ke tempat itu," kata Arca penuh percaya
diri.
Ratu Huban menekan sebuah tombol di tongkatnya dan kembang
api warna warni keluar dari tongkatnya kemudian membentuk sebuah portal
lingkaran.
"Masuklah kemari dan kau akan tiba disana," kata
Ratu Huban.
Tanpa ragu sedikitpun Arca masuk ketempat itu dan dia tiba
di sebuah puncak menara. Di hadapannya ada sebuah kursi singgasana yang megah.
Arca segera duduk dikursi itu dan melihat banyak sekali orang-orang mati,
sekarat, dan sebagian menunduk sujud padanya. Arca melihat dadanya sebuah batu
kristal merah terpasang disana.
"Batu keabadian," kata Arca.
"Ya kau dapat memilikinya," kata Ratu Huban
tiba-tiba muncul di samping Arca.
Dengan cepat Arca mengayunkan pedangnya menebas leher Ratu
Huban. Tubuh itu segera berubah menjadi serpihan bulu lalu terbang dan kembali
berkumpul membetuk kembali Ratu Huban.
"Uuuhhhh....menyeramkan," Ratu Huban bergidik
ngeri, "Kau dapat mewujudkan itu semua, dan menjadi sang penakluk,
bukankah itu impianmu?" kata Ratu Huban.
"Tunjukan apa yang harus kulakukan?" tanya Arca.
"Mudah saja, bila kau menginginkannya. Aku sudah
menciptakan sebuah kunci untuk menuju dunia itu," kata Ratu Huban.
"Berikan kunci itu padaku," kata Arca
"Sayang sekali, kuncinya tertanam di jantung seorang puteri
cantik salah satu peserta Battle of Realms yang pertama," kata Ratu Huban.
"Apa?" tanya Arca.
"Ya kunci itu ternaman di tubuh Rena Chronoss, dan
saat ini dia dikawal oleh dua orang peserta lainnya. Yang satu adalah Roger
Daniel, anak jenius yang berhasil menjadi pemenang Battle of Realms pertama dan
yang kedua adalah seorang gadis cantik bernama Fiani peserta Battle of Realms
kelima yang kini memiliki sihir tak terbatas," kata Ratu Huban.
"Tunjukan dimana mereka," kata Arca.
Ratu Huban kembali menekan tombol ditongkatnya dan kembang
api warna warni kembali keluar lalu membentuk portal. Arca segera melompat
masuk dan dia kembali ke kamarnya. Arca membuka matanya, semua tampak baik-baik
saja sama seperti hari-hari biasanya. Arca melihat sekelilingnya dan menemukan
sebuah surat di meja beserta tiga buah foto. Arca membaca surat itu dan
memperhatikan ketiga foto tersebut.
"Jadi mereka akan kemari," kata Arca.
Arca segera bergerak dan mencari informasi tentang
rombongan yang akan mendatangainya tersebut. Dengan koneksi yang cukup luas dan
uang Arca dengan mudah mendapatkan apa yang dibutuhkannya seperti ID palsu,
Kartu Undangan, dan pakaian resmi. Hal ini memudah Arca melakukan aksinya
walaupun akhirnya dia hanya berhasil membunuh salah satu dari tiga targetnya.
Arca tidak akan menyerah hingga dirinya berhasil dan mendapatkan kunci
tersebut.
Arca menghentikan motornya, tanpa disadari kini dia sudah
tiba di depan sebuah apartemen mewah yang tinggi. Arca memarkirkan motornya,
perasaannya mengatakan ada sesuatu di tempat ini yang dia cari. Arca menelusuri
setiap jendela di apartemen tersebut dan matanya menangkap seorang gadis seksi
sedang bersantai menikmati hebusan angin di lantai paling atas.
"Dia," kata Arca.
"Mas...Mas..." seseorang menepuk bahunya.
Arca segera menoleh dan melihat petugas satpam menepuk
bahunya. Petugas itu langsung terkejut saat melihat Arca.
"Kamu kan..."
Dengan gerakan sangat cepat Arca sudah mematahkan leher
petugas satpam tersebut. Malang benar nasibnya, kejadian itu dilihat oleh
seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat dan langsung berteriak histeris. Teriakan
sang ibu-ibu membuat gadis seksi yang tak lain adalah Fia menoleh dan melihat
Arca sedang bergerak cepat ke arahnya dengan menanjat tembok.
"Dia disini," kata Fia bergegas masuk.
Arca bergerak cepat dan dia sudah tiba di depan jendela
kamar Fia yang sedang diam dengan mulut berkomat-kamit.
"Iaculatio Fulgoris," ucapan terakhirnya.
Sebuah tobak petir langsung menyambar seiring dengan
lambaian tangannya. Petir itu menyambar tepat ke tubuh Arca hingga Arca
terpental jauh dan menyangkut di pohon seberang jalan. Fia segera mengambil
senapannya dan membidiknya, tapi tubuh Arca terbelah menjadi tiga
bagian. Fia membidik dan berpikir mana yang asli, karena tidak mau ambil pusing
akhirnya Fia memutuskan untuk menembak semuanya.
Satu tembakan dilepaskan, dan Arca yang berlari di samping
kiri hancur lebur. Lalu Fia melepaskan tembakannya yang kedua, dalam sekejap
tubuh Arca yang berada di tengahpun hancur lebur. Kini Fia hendak membidik Arca
yang terakhir tapi, dia tidak menemukannya.
"Sial, kemana dia?" tanya Fia.
Arca bergerak cepat di dalam apartemen dan menubruk
siapapun yang menghalangi jalannya, baik itu pria, wanita, anak kecil, tua,
muda, semua tidak dia pedulikan. Pikirannya hanya fokus untuk mengabisi salah
satu orang yang menggagalkan misinya untuk membunuh Rena. Arca belum dapat
menggunakan ajian bayang dirinya lagi sehingga dia tidak gegabah dalam
bertindak. Arca memperhatikan kira-kira pintu mana yang akan di jebolnya.
Pemikiran itu langsung terbaca saat tiba-tiba saja gedung
apartemen itu berguncang hebat. Hawa panas mulai terasa dan Arca mulai
merasakan ancaman yang sangat berbahaya. Dia segera melompat turun dengan cepat
dan segera meninggalkan gedung. Titik-titik api mulai terbentuk di sekeliling
apartemen. Orang-orang mulai jatuh pingsan dan kepanasan beberapa
berteriak-teriak dengan kulit melepuh lalu pusaran api mulai terbentuk dan Arca
segera melompat ke jalan.
Sebuah pusaran api besar terbentuk dalam radius 20 meter
persegi. Pusaran api yang sangat besar, apartemen itu mulai tampak seperti es
yang meleleh dan orang-orang yang tidak berhasil menyelamatkan diri hancur
menjadi debu. Arca sendiri merasakan panas yang luar biasa walaupun dirinya
berada jarak yang cukup jauh dari lokasi api tersebut. Kendaraan-kendaraan
tampak berhenti beberapa orang mengabadikan momen itu dengan kamera ponselnya.
Dari jauh terdengar sirene mobil kebakaran tapi mobil tersebut terhalang oleh
kendaraan-kendaraan yang menghalangi jalan.
Api itu berkobar cukup lama dan Arca memperhatikan api itu
lalu sebuah peluru api melesat menembus bahu Arca. Arca langsung jatuh dan
membuat orang-orang melihatnya.
"Diakan,"
"iya dia,"
"Ya, dia adalah pelaku penyerangan puteri Rena di
gedung opera," kata Fia sambil berjalan keluar dari kobaran api.
Orang-orang di sekeliling mulai menyingkir membuat jalan bagi Arca dan Fia.
"Ha...ha...ha...ha..., kau tidak menyadarinya, kaulah
penjahat di tempat ini, kau telah banyak membunuh banyak orang di apartemen
itu," kata Arca.
"Kau salah Arca, aku tidak membunuh siapapun, termasuk
orang-orang di sekelilingmu itu," Kata Fia.
Arca melihat sekelilingnya dan benar saja, semua orang di
tempat itu berwajah pucat termasuk Fia sendiri.
"Ternyata, kalian semua," kata Arca.
Lalu tidak lama seorang wanita wanita dengan tudung muncul
dibalik kerumunan orang-orang.
"Rena Chronoss, ternyata kau tidak jauh beda
denganku," kata Arca.
"Aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama, dimana
Roger mati konyol ditanganmu, oleh karena itu aku membunuh Fia dan orang-orang
di apartemen ini agar aku dapat mengendalikannya," kata Rena.
"Aku suka cara berpikirmu, tapi kau tidak akan dapat
mengalahkanku dengan mudah," kata Arca.
Rena tidak membalas kata-kata Arca dan langsung melambaikan
tangannya. Arca segera berdiri dan kembali membelah dirinya menjadi tiga dan
langsung menyerang orang-orang dengan jurus-jurus silat yang mematikan.
Sementara itu Fia kembali merapal mantra yang cukup panjang dan dengan cepat
Arca memerintahkan para bayangannya untuk menyerang Fia. Pukulan bayangan
pertama berhasil di tahan oleh perisai tak tampak, sedangkan pukulan bayangan
kedua berhasil mendarat diulu hati Fia.
"Uuhhhkk..." rapalan Fia terhenti dan ini membuat
Rena segera menyerang Arca.
Tapi terlambat. Dengan gerakan cepat Arca segera mematahkan
leher Fia.
"KAAAAUUUUU....!!!!" teriak Rena.
"Ajian Rantai Bumi." Kata Arca.
Rantai-rantai hitam segera membelit tubuh Rena walaupun
tidak menyelamatkannya dari tusukan pisaunya yang berhasil menusuk perutnya.
Walaupun terasa sakit tapi Arca tidak memperdulikannya dan dengan kekuatan
penuh Arca menusuk jantung Rena dengan tangan kosong dan menarik jantungnya
keluar. Rena segera jatuh tersungkur dan Arca melihat sebuah kunci segitiga
menempel di jantung itu.
Kunci itupun melayang dan Arca tersenyum lebar sambil
mencabut pisau yang menancap di perutnya.
"HA...ha...ha...ha...ha... mimpiku akan
terwujud," teriaknya.
Ah, Nely dipanggil Fia?
BalasHapusEEeeeeeeuh... saya bingung... asli bingung....
Ini settingannya udah di dalam alam mimpi, atau masih di dunia nyata? soalnya di tengah cerita, si Ratu Huban terlambat nongol dan malah ngoceh soal realita.
Battle scene-nye begitu intense, banyak kalimat langsung yang bikin otak ini lelah untuk mencernanya. Seakan pembaca nggak diberi jeda untuk memahami apa yang baru saja terjadi, eh sudah disambung dengan rangkaian adegan berikutnya. Saya harus balik lagi ngulang beberapa paragraf agar bisa paham apa yang penulis coba untuk utarakan.
Part yang membingungkan menurut saya itu waktu Arca keluar dari gedung, terus gedungnya kebakaran, terus ketawa ngakak sama Rena, tapi di lain pihak ada kalimat yang bilang 'ngorbanin warga'
------------
Api itu berkobar cukup lama dan Arca memperhatikan api itu lalu sebuah peluru api melesat menembus bahu Arca. Arca langsung jatuh dan membuat orang-orang melihatnya.
"Diakan,"
"iya dia,"
"Ya, dia adalah pelaku penyerangan puteri Rena di gedung opera," kata Fia sambil berjalan keluar dari kobaran api. Orang-orang di sekeliling mulai menyingkir membuat jalan bagi Arca dan Fia.
"Ha...ha...ha...ha..., kau tidak menyadarinya, kaulah penjahat di tempat ini, kau telah banyak membunuh banyak orang di apartemen itu," kata Arca.
-----------
ternyata missleadingnya karena nggak ada dialog tag, terus penjabaran karakter (narasinya) lompat-lompat. Hasilnya, saya gagal paham siapa-siapa yang ngomong apa.
Sekian dari saya~
Terima kasih banyak karena bersedia menantang Nely untuk FBC ini~
Point : 7
OC : Orchid Chocolatechan
Typo dikit, sejauh mata memandang hanya nangkap 2 biji, tapi gapapalah toh pembaca juga tahu apa yang betulnya. Lagian typo adalah takdir menurutku :v
BalasHapus--------
Banyak kesalahan dalam penggunaan imbuhan di- yang mestinya digabung malah dipisah dan sebaliknya. Kalau kata yang mengikuti menyatakan tempat dan waktu, maka dipisah, contoh di mana. Jika itu kata kerja/benda maka digabung, seperti ditembak. CMIIW~
-------
Arca membuka cellonya dan mengeluarkan sebuah pedang mirip samurai.
Ada pengertian yang miss tentang samurai di sini, mungkin maksudnya pedang mirip katana. Katana itu pedangnya, sedangkan samurai itu julukan untuk orangnya. Jadi kedengaran ganjil :v
-------
Ada beberapa kalimat yang sepertinya kurang tanda koma. Lalu ...
"Tunjukan apa yang harus kulakukan?" tanya Arca.
Kata 'tunjukan' lebih mengarah ke sifat perintah yang seharusnya diakhiri dengan tanda seru (!) daripada pertanyaan, contoh:
"Tunjukan apa yang harus kulakukan!" pinta Arca.
Atau lebih baik hilangkan kata 'tunjukan' biar bersifat pertanyaan.
--------
Plotnya bagus, narasinya Ok lah, cuma di bagian terakhir yang agak membingungkan.
"Ajian Rantai Bumi." Kata Arca.
Rantai-rantai hitam segera membelit tubuh Rena walaupun tidak menyelamatkannya dari tusukan pisaunya yang berhasil menusuk perutnya. Walaupun terasa sakit tapi Arca tidak memperdulikannya dan dengan kekuatan penuh Arca menusuk jantung Rena dengan tangan kosong dan menarik jantungnya keluar.
Kalimat pertamanya:
Rantai-rantai hitam segera membelit tubuh Rena walaupun tidak menyelamatkannya dari 'tusukan pisaunya' yang berhasil menusuk perutnya.
Dari dialog di atasnya bisa diketahui kalau Arca yang mengeluarkan jurus. Nah ini yang bikin bingung, pas di bagian 'tusukan pisaunya' seolah pisau itu milik Rena dan dia terkena senjatanya sendiri, dan juga kata 'walaupun' agak sedikit mengganggu di sana. Mungkin bagusnya kek gini agar lebih mudah dipahami: Rantai-rantai hitam segera membelit tubuh Rena, walaupun dia terus meronta-ronta, hal itu tetap tidak menyelamatkannya dari tusukan pisau Arca yang berhasil menusuk perutnya.
Lalu kalimat kedua juga miss.
Walaupun terasa sakit tapi Arca tidak memperdulikannya dan dengan kekuatan penuh Arca menusuk jantung Rena dengan tangan kosong dan menarik jantungnya keluar.
Seakan-akan Arca yang merasa kesakitan -_-
Sedikit koreksi lagi: Walaupun Rena merintih kesakitan, Arca tidak memperdulikannya dan dengan kekuatan penuh, dia menusuk jantung wanita itu dengan tangan kosong dan menarik jantungnya keluar.
--------
Adegan battlenya cepet amet 'kurang pecah' kek komik yang cuma 1 chapter udah KO musuhnya, padahal baru keluarin jurus sekali. Kelar sih kelar battlenya tapi ceritanya jangan dikelarin juga. Alangkah bagusnya kalau diceritain apa yang terjadi setelahnya, kek ada narasi atau dialog dengan Ratu Huban atau apalah terserah :D
Overall 7
OC: Samara Yesta
OC: Ghoul :=(D
BalasHapusProlognya kaku sih, tapi sukurlah karna langsung ngos-ngosan battlenya di awal kisah n aku suka ga banyak basa-basinya. Langsung battle genjot aja…
Typo: Memedulikan bukan memperdulikan, silakan bukan silahkan. N banyak yang awalan di seharusnya dipisah malah disambung misalnya di ulu hati.
Plotnya murni, Endingnya bikin mau nambah hehe.
Kemudian kukeluarkan sesuatu dari tas laptopku dan mengeluarkan sebuah pedang yang mirip dengan angka 8. Eh, mang ada ya?
oke.
BalasHapusini entri agak kurang luwes. Tapi selebihnya saya bisa enjoy baca cerita ini.
Karakterisasi udah oke, dan permainan plotnya juga mantap. Sayang ending ngegantungnya masih terlalu abstrak. Minimal ngegantungnya bikin pembaca bisa menarik kesimpulan sendiri dari ending itu, kalau dalam perfilm-an sih, belum sampe ke akhir cerita udah dimatiin layarnya.
Terlepas dari masalah di ending, Entri ini saya rasa boleh dikasih 8
Salam hangat dari Enryuumaru dan Zarid Al-Farabi
Hmm ... yang paling kurang terasa dari cerita ini adalah nuansanya. Saran saya, kalau memang Arca ini seorang pembunuh bayaran, setidaknya kasih sejumlah narasi pengenalan dulu. Bangun suasana dan karakterisasi dalam nuansa narasi yang mendukung itu, sehingga pembaca bisa lebih mudah akrab dengan si karakter. Misal saya kasih contoh begini:
BalasHapus==
Menjadi seorang pembunuh itu bukan jalan hidup yang sedari awal ditempuhnya. Sayangnya, takdir selalu tertawa padanya. Ke manapun dia melangkah, pertarungan maut selalu mengiring. Bunuh atau terbunuh. Seperti yang terjadi padanya sekarang. Siapa yang menyangka kalau jawaban "Iya" untuk pertanyaan "Kau berani bermimpi?" akan membawa dia bertempur lagi untuk menghabisi tiga nyawa? Kegagalan mencapai itu berarti eksistensi hidupnya akan lenyap menjadi serpihan mimpi. Demi bertahan hidup, Arca harus menghabisi seorang Ratu dan dua pengawal tangguhnya.
Dan kisah ini bermulai dari bla-bla-bla ...
===
Yak, itu contoh sederhana saja untuk membangun suasana. Sebagai penulis, sudah seyogyanya kita memberikan spotlight terbaik untuk karakter yang kita bawakan~
Dan ada banyak sekali kesalahan teknis, typo, ketidaktepatan penggunaan tanda baca, ataupun susunan kalimat yang berantakan. Bisa coba dibaca-baca lagi karya penulis lain sebagai referensi. Semakin banyak membaca akan semakin ada banyak pembanding. Sukur-sukur kalau bisa jadi pelajaran buat terus memperbaiki teknik penulisan~
Ponten 6+
- hewan -