oleh : Penulis Dadakan
--
BAB I
BAG 1. MUSUH LAMA
Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang menjadi sebuah kota metropolitan. Sebagai sebuah kota yang baru berkembang, aktifitas kota Bandung hampir tidak mengenal waktu. Siang dan malam hampir tidak ada bedanya, kota Bandung tetap ramai oleh orang-orang yang beraktifitas.
Seperti pada malam-malam sebelumnya, pusat kota Bandung selalu ramai oleh orang-orang yang sedang mencari hiburan malam. Dari sekian banyak tempat hiburan malam di kota Bandung ada sebuah tempat hiburan besar yang terkenal. Tapi keramaian malam ini tidaklah biasa, karena keramaian malam ini di dominasi oleh suara sirene polisi dan ambulan.
Pita kuning bertulisakan "garis polisi" melintang mengelilingi sebuah pub terbesar di kota Bandung. Ada banyak polisi, wartawan dan para petugas medis sibuk bertugas di tempat tersebut. Wargapun tidak ingin ketinggalan momen tersebut dan beberapa orang melakukan selfie atau hanya menonton saja. Di tempat parkir pub tergeletak seorang pemuda berjaket hitam dan bertopi koboi, sedangkan dari dalam pub para petugas medis menggotong keluar mayat-mayat yang sudah terbungkus plastik hitam.
4 Jam sebelumnya…
Night's Pub adalah Salah satu pub terkenal dan besar di Bandung. Seperti pub malam pada umumnya yang selalu ramai oleh banyak orang menari tidak jelas serta musik disco yang menghentak keras. Pub itu dimasuki 20 orang pria berwajah garang dan berbadan kekar. Dari penampilannya orang-orang sudah dapat menebak bahwa mereka adalah anggota mafia. Mereka semua berjas hitam dengan sebuah simbol naga dipunggungnya. Mata pria-pria itu menatap ke setiap sudut pub dan membuat beberapa orang ketakutan.
Orang yang ketakutan segera pergi dengan terburu-buru sedangkan yang lainnya tidak memperdulikannya. Salah satu pria berjas hitam itu menatap seorang pria berjaket hitam panjang yang sedang duduk santai di sofa panjang sambil ditemani oleh dua orang wanita cantik dan seksi. Mereka semua segera bergerak menuju tempat si pria berjaket hitam.
Sang pria berjaket hitam itu menatap mereka dari tempat duduknya lalu menyuruh para wanita itu pergi. Dengan patuh kedua wanita itu pergi, kemudia pria berjaket hitam menyandarkan tubuhnya ke kursi sofa yang empuk dengan santai dan memakai topi koboinya. Para pria kekar itu segera mengerumuni si pria berjaket hitam.
"Jadi maneh nu ngarana Arca? (Jadi kamu yang bernama Arca?)" tanya salah satu dari pria kekar tersebut.
"Bener, urang nu ngarana Arca. Aya naon maraneh neangan urang? (Benar, aku yang bernama Arca. Ada apa kalian mencariku?)" Balas Arca kembali bertanya.
Para pria kekar berjas hitam itu saling menatap satu sama lain kemudian mengangguk. Arca melihat salah satu dari pria berjas hitam mengeluarkan sebuah golok panjang dari balik jasnya. Masih dalam posisi duduk santai Arca menendang meja dihadapannya ke atas. Meja itu terpelanting dan berputar di udara membuat jarak sekaligus penghalang antara Arca dan para pria kekar tersebut, seolah waktu melambat Arca segera berdiri lalu menendang meja itu ke depan.
Meja itu melayang cepat dan menghantam pria kekar yang baru saja mengeluarkan goloknya hingga meja tersebut hancur. Kejadian tersebut membuat orang-orang dalam pub menjadi panik dan mulai berlarian keluar pub. Para penjaga pub tidak dapat berbuat banyak sehingga mereka hanya bisa mengatur para pengunjung yang sibuk melarikan diri. Para penjaga itu sudah tahu bahwa mereka bukanlah orang-orang biasa dan para penjaga pub tidak ingin ikut campur masalah tersebut.
Sang penjaga sudah tahu bahwa mereka adalah anggota mafia yang menguasi beberapa pub dan daerah di wilayah Bandung ini. Sehingga lebih baik mereka tidak ikut campur masalah ini. Yang mereka bingung adalah sangat jarang sekali mereka datang berbondong-bondong ke pub tersebut kalau bukan ada acara khusus.
Para penjaga itu mencoba mengintip dari luar jendela dan akhirnya mereka tahu kenapa para mafia itu berdatangan. Di hadapan para mafia itu berdiri seorang pria bertopi koboi dan mengenakan jaket coat hitam panjang. Pria itu menengadah dan tampak wajah seorang pemuda berusia sekitar 20 tahunan menatap dengan angkuh sambil menyeringai.
Si penjaga hanya bisa diam dan pasrah melihatnya. Penjaga itu berpikir bahwa si pemuda tersebut telah membuat masalah besar kepada orang-orang mafia tersebut. Sungguh malang nasib pemuda itu pikirnya.
Salah seorang dari pria kekar itu melepaskan sebuah tembakan ke arah Arca. Sebuah peluru berhasil menembus dada kanan Arca hingga ke sofa. Para mafia itu berpikir bahwa itu sudah selesai, tapi sampai asap pada mocong pistol itu hilang Arca masih tetap berdiri. Para mafia itu diam terpaku melihat kejadian tersebut, seharusnya Arca sudah tumbang dengan tembakan sedekat itu.
Para mafia itu diam dalam kebingungan dan saling memandang satu sama lain. Sampai si penembak itu berjalan mendekati Arca yang masih berdiri. Betapa terkejutnya si penembak saat mendekat Arca mendongkakan kepalanya menatap si penembak dengan senyum setannya. Dengan gerakan cepat dan kekuatan penuh Arca menarik lalu memelintir tangan si penembak dan suara derakan mengerikan terdengar dengan jelas. Kemudian dengan pukulan tepat ke jantung si penembak langsung roboh tak bernyawa.
Melihat salah satu temannya mati membuat orang-orang itu segera mengeluarkan berbagai macam senjata. Para mafia itu menjadi murka lalu menyerang Arca secara serampak. Arca segera bersalto ke belakang, lalu dengan memanfaatkan dinding untuk menguatkan hentakannya. Dinding itu retak dan Arca meluncur cepat ke depan. Sambil meluncur Arca melemparkan beberapa buah kartu ke arah para penyerang.
Kartu itu melesat cepat tanpa terlihat dan menancap di kening, di mata, di leher para penyerang. Dalam sekejap 5 orang tumbang, Arca tanpa henti melemparkan kartu-kartunya membuat para mafia itu bergerak menyebar. Lemparan kartu itu sangat kuat sampai kartu yang terbuat dari kertas karton itu mampu menancap kuat di dinding tembok. Beberapa preman yang berhasil selamat dari lemparan kartunya segera menembaki Arca.
Arca menghentikan lemparan kartunya lalu menyeringai seperti setan. Arca melompat tapi ada yang aneh dengan lompatannya. Dari kedua samping tubuh Arca terlihat ada dua bayangan hitam yang juga ikut melompat. Arca membelah dirinya menjadi 3 bagian. Ketiga Arca segera menyerang mereka semua tanpa ampun dengan jurus-jurusnya yang mematikan. Arca 1 segera menyerang dan membanting salah salah satu penyerangnya ke meja hingga meja itu hancur berantakan. Kemudian dengan keji menginjak leher orang tersebut hingga patah.
Arca 2 pun tidak kalah mengerikan dia berhasil memelintir tangan salah satu penyerangnya hingga tulang tangannya mencuat. Dan Arca yang asli pun melakukan hal yang sama semua penyerang berakhir dengan patah tulang dan luka dalam. Walaupun seperti itu Arca tetap kalah jumlah mendapatkan beberapa serangan seperti tertusuk dipunggung oleh pisau, terkena sabetan golok, bahkan beberapa kali terkena tembakan. Serangan-serangan seperti itu tentu saja bukan apa-apa baginya karena dalam beberapa saat luka-luka akibat serangan tersebut akan segera sembuh. Semua itu berkat batu keabadian yang tertanam di dadanya.
Para penjaga hanya diam melongo melihat kejadian tersebut. Rasa takut dan kagum bercampur aduk menjadi satu saat melihat pertempuran tersebut. Suara-suara tulang patah, jeritan memilukan, letusan tembakan dan suara benda-benda hancur menghiasi pub tersebut. Arca 1 dan Arca 2 sudah mati dan kembali menjadi abu menyisakan Arca asli yang masih bertarung dengan 1 orang mafia yang tersisa.
Mafia itu bergerak mundur menjauh dengan kondisi yang sudah babak belur sedangkan Arca masih terlihat bugar.
"Jadi bener, maneh geus lain jelema deui Arca (Jadi benar, kau sudah bukan manusia lagi Arca)," Katanya sambil mundur dan menghunuskan pisau.
Arca tersenyum lalu mengeluarkan sebuah kartu remi bergambar king kipas. Dengan gerakan cepat Arca mengibaskan tangannya dan kartu itu sudah menancap dalam di leher si mafia terakhir. Orang itu memegang lehernya, kemudian mencabut kartu yang nenancap dilehernya. Seketika itu juga cairan merah kental menyembur dari leher si mafia. Mafia itupun segera ambruk dengan cairan merah menggenangi lantai pub.
"Ha…ha…ha…ha… wanian neang masalah jeung aing! (beraninya cari masalah denganku)" Kata Arca sambil tertawa.
Arca berjalan menuju pintu keluar pub dan tidak sengaja melihat sebuah gelas berisi bir di meja bartender. Tanpa basa basi Arca mengambil gelas tersebut dan menenggak habis birnya. Para penjaga yang melihat Arca berjalan kearahnya segera menyingkir dari pintu. Dengan angkuh Arca keluar dari pub tersebut lalu berjalan menuju parkiran. Sambil berjalan dia mengeluarkan beberapa peluru yang bersarang di tubuhnya.
Arca menyisir sekelilingnya dan menemukan sebuah mobil sedan hitam mengkilat. Tanpa pikir panjang Arca berjalan menuju mobil itu, tapi tiba-tiba pandangannya menjadi kabur. Arca berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk, kemudian ambruk. Arca mencoba menahannya, sudah lama dia tidak merasakan kantuk seperti ini. Sudah lama dirinya tidak tidur, seingatnya terakhir kali tidur adalah sekitar 300 tahun lalu. Pandangannya semakin kabur dan akhirnya menjadi gelap. Dalam kegelapan matanya menangkap sosok yang samar, dia mengatakan sesuatu yang tidak jelas.
"Reveriers…"
"Mahakarya…"
"Alam mimpi…"
Hanya kata-kata itu yang terdengar jelas olehnya, selain itu semuanya tidak jelas. Kemudian suasana menjadi hening dan gelap. Tapi kegelapan itu tidak berlangsung lama, berlahan pandangannya kembali jelas dan rasa kantuk yang berat tadi tiba-tiba hilang. Arca segera bangkit dan melihat sekelilingnya menjadi sepi serta sunyi.
Tidak ada suara bising, Tidak ada orang, bahkan suara anginpun tidak terdengar. Arca menengadah ke langit, tidak ada bintang, tidak ada bulan. Langit tampak hitam pekat. Dia merasakan sesuatu yang aneh, padahal tempat itu sama percis dengan tempat dimana dia ambruk. Di ujung jalan seharusnya tampak bangunan-bangunan tapi kali ini tidak ada bangunan yang ada hanyalah warna hitam pekat.
Arca merasa tempat ini seperti sedang diselubungi oleh kotak hitam yang besar. Sejauh mata memandang latar belakang kota berwarna hitam. Arca menyisir sekelilingnya dan mendapati seorang pria yang tidak asing baginya. Seorang pemuda tampan berkemeja putih dan bercelana hitam sedang duduk santai di sebuah kursi kayu. Di kiri dan kanan kursi itu menancap dua buah pedang mirip katana.
"Lama tak jumpa Arca," kata pria itu.
"Oh Chandra, anak sulung pendekar dari Riau. Bukankah seharusnya kau sudah mati," kata Arca.
"Ya, aku kembali dari kematian untuk mengirim kau ke neraka," kata Chandra sambil menatap tajam.
"HA…HA…HA…HA…, kau lucu sekali Chandra," Arca tertawa mendengarnya.
"Kenapa kita tak buktikan saja," balas Chandra menyeringai.
Chandra langsung melompat dari kursinya seraya mencabut kedua pedang yang menancap disampingnya. Arca segera membalasnya dengan melemparkan banyak kartu padanya. Seperti sebuah tarian indah, Chandra memainkan pedangnya dan dengan mudah menangkis kartu-kartu tersebut. Beberapa terbelah dan beberapa terpantul ke dinding bangunan, ke jalan aspal, dan ke tiang-tiang lampu. Chandra segera melancarkan berbagai sabetan pedangnya dengan ganas ke arah Arca. Arca menghindarinya dengan mudah lalu mencoba menyerang balik dengan tangan kosong.
Arca tahu Chandra bukanlah lawan yang mudah, dia tahu siapa Chandra. Pemuda yang dia lawan ini adalah anak sulung pendekar dari Daerah Riau. Pemuda itu mewarisi ilmu silat dari orang tuanya dengan sangat baik. Sebagai buktinya dia mampu menggunakan kedua pedang itu dengan baik. Kedua pedang yang digunakannya bukanlah pedang biasa, itu adalah pedang jenawi. Pedang yang hanya bisa digunakan oleh para petinggi di daerahnya.
Arca masih ingat pertemuan pertamanya dengan Chandra sekitar 390 tahun lalu saat dirinya sedang bertarung dengan kedua orang tua Chandra. Saat itu Chandra masih berusia 5 tahun dan dia sedang meringkuk ketakutan di bawah meja. Ketika Arca berhasil membunuh kedua orang tua Chandra dengan keji, Arca berjalan menuju ke tempat Chandra untuk membunuhnya, tapi dia gagal. Chandra sudah tidak ada di tempat itu.
20 tahun kemudian Chandra muncul dihadapannya sebagai seorang yang berbeda. Chandra menjadi seorang pendekar dan tentu saja dia ingin membalas dendam kematian orang tuanya. Pertarungan antara Chandra dan Arca sangat sengit. Saat itu Arca dalam perjalanan mencari wangsit untuk memperkuat ilmunya dan belum memiliki batu keabadian. Chandra muda berhasil memojokan Arca hingga sekarat, dan Arca memohon pengampun padanya. Chandra yang merasa iba mengabulkan permintaan Arca dan mengampuni nyawanya.
Tapi itu hanyalah sebuah siasat Arca agar selamat dari kematian. Dengan sumpah palsunya Arca menghasut Chandra untuk membantunya mencari batu keabadian. Chandrapun tertarik dan ikut serta dalam pengembaraan mencari batu keabadian bersama Arca. Dalam perjalanannya mereka berdua jatuh hati kepada seorang gadis cantik. Tapi sayang sang gadis lebih menyukai Chandra.
Hai ini menyebabkan Arca sakit hati dan semakin membenci Chandra. Rasa sakitnya semakin tumbuh saat mereka berdua menikah dan membangun kelurga. Arca pun memutuskan untuk pergi sendiri menyelesaikan misinya mencari batu keabadian. Waktu berlalu begitu cepat dan Arca sudah semakin tua. Dalam perjalannya Arca mendapatkan beberapa petunjuk tentang batu itu dan ternyata batu itu mengarah kepada sang gadis.
Arca yang mengetahui hal itu segera kembali menemui Chandra. Betapa terkejutnya Arca saat bertemu dengan Chandra. Dia sekarang memiliki padepokan yang cukup besar dan yang paling membuat Arca terkejut adalah kondisi fisik Chandra yang tidak nampak menua sedikitpun malah sebaliknya Chandra tampak lebih muda. Kedatangan Arca ke padepokan Chandra disambut hangat oleh Chandra dan mempersilahkan Arca tinggal bersama mereka.
Kebaikan Chandra tentu saja di manfaatkan oleh Arca yang semakin terobsesi dengan kondisi Chandra. Selama dipadepokan diam-diam Arca menyelidiki Chandra dan itu terbukti. Pada saat-saat tertentu Arca melihat sang gadis menyediakan minuman yang sudah diberikan tetesan darahnya kepada Chandra. Arca menjadi semakin yakin bahwa sumber keabadian itu berasal dari si gadis.
Arca menunggu kesempatan untuk membuktikan hal itu dan kesempatan itupun tiba. Salah satu kepada daerah datang kepada Chandra untuk membantunya membasmi para bandit di daerahnya. Chandra pun menyanggupi permintaan dari si kepala daerah dan segera pergi menuju kesana. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Arca dan segera bergegas menemui sang gadis.
Dengan sopan Arca meminta sang gadis menemuinya secara pribadi. Tanpa kecurigaan sedikitpun sang gadis menemui Arca. Nasib sial bagi si gadis, saat sang gadis menemuinya sesuatu tak terduga terjadi. Arca langsung melancarkan ajian rantai bumi yang sangat beresiko untuk dirinya karena mengkonsumsi energi yang sangat banyak.
Rantai-rantai hitam melilit dan mengunci tubuh si gadis. Gadis itu meronta mencoba melepaskan diri namun sia-sia rantai itu sangat kuat. Dengan pandangan buas Arca segera menerjang dan menusukan tangannya ke tubuh si gadis dan mencabut jantungnya. Tanpa sempat berteriak dan berkata apapun sang gadispun tewas. Arca melihat sebuah batu kristal merah sebesar bola mata menempel di jantung sang gadis lalu mengambilnya.
Kemudian Arca menusuk dadanya sendiri sambil meletakkan batu kristal tersebut. Tubuh Arca bergetar dan berlahan garis-garis merah merambat dari dadanya ke seluruh tubuhnya. Perlahan kulit keriput Arca mulai mengencang, rambutnya yang putih kembali menghitam, dan tubuhnya terasa semakin kuat. Dalam waktu yang singkat Arca kembali muda seperti pemuda berusia 20 tahunan.
Di saat itulah Chandra tiba dan sangat murka dengan apa yang terjadi pada istrinya. Dengan serangan yang membabi buta Chandra menyerang Arca. Tapi sekarang Arca bukanlah seorang pria tua yang lemah, dengan kekuatan barunya Arca berhasil membunuh Chandra.
Itu semua adalah kisah masa lalu dan sekarang Arca kembali berhadapan dengannya. Arca masih dengan mudah mengantisipasi setiap serangannya. Mereka berdua saling melancarkan serangan sampai keduanya saling menendang dan menjauh. Chandra tidak ingin membuang waktu dengan melihatnya, dia segera melompat sambil memutar tubuhnya menciptakan bor pedang.
Arca langsung bersalto sambil mengeluarkan jurus ajiannya.
"Ajian bayangan diri."
Di tengah udara tubuh Arca terbelah menjadi tiga bagian. Chandra menjadi bingung karena sekarang dia di kelilingi oleh tiga Arca. Masing-masing dari Arca melemparkan kartu-kartunya, dengan gerakan cepat Chandra memainkan pedangnya menangkis serangan itu.
Chandra mundur beberapa langkah sambil memainkan pedangnya menahan serangan kartu yang menghujaninya. Dan saat sebuah kesempatan datang Chandra segera melemparkan pedang di tangan kirinya pada salah satu Arca. Pedang itu langsung melesat menembus tubuh salah satu Arca dan Arca itu segera berubah menjadi debu. Dua Arca yang melihat hal itu segera melakukan serangan karena sekarang Chandra hanya memegang satu pedang.
Serangan dua orang Arca membuatnya semakin terpojok dan nasib sial datang bagi Chandra. Sebuah tendangan dari salah satu Arca berhasil mematahakn tulang tempurung kaki kirinya dan Arca yang asli berhasil mematahkan tangan Kanannya yang memegang pedang. Kemudian secara serempak kedua Arca menendang tubuh Chandra hingga terlempar cukup jauh dan menubruk tembok bangunan.
Arca mengambil pedang yang baru saja dijatuhkan oleh Chandra dan berjalan ke santai ke arahnya.
"Sepertinya aku tidak akan ikut denganmu ke neraka," kata Arca tersenyum penuh kemenangan.
Arca mengayunkan pedangnya tepat ke arah ubun-ubun Chandra.
"PRAAANGG…!!!"
Pedang itu membentur lapisan kaca tebal yang melindungi Chandra. Tidak lama kaca itu meledak membuat kedua Arca terpelanting cukup jauh. Arca yang asli segera bangkit dengan melakukan backlip, sedangkan Arca yang satu lagi hancur menjadi debu. Chandra kembali berdiri dan suara derakan tulang terdengar memilukan telinga. Tulang patah yang diderita oleh Chandra segera sembuh dengan cepat.
"Ajian benteng diri dan ajian rawa rontek," gumam Arca yang melihat musuhnya kembali berdiri dengan tenang.
"Sudah kubilang, aku akan mengirimu ke neraka. Bagaimanapun caranya," ucap Chandra.
Arca kembali berdiri dan senyuman terbentuk di bibirnya.
"Ini akan sangat menyenangkan," kata Arca.
Keduanya bergerak mengeliling sambil saling menatap tajam, lalu mulai saling mendekat dengan kuda-kuda silat siap bertarung dengan tangan kosong. Cukup lama keduanya saling menatap menunggu serangan, dan akhirnya Chandra memutuskan untuk menyerangnya terlebih dahulu dengan sebuah pukulan cepat.
Pukulan itu dengan mudah ditangkis oleh Arca dan segera membalasnya. Chandra pun mampun menangkisnya dan dilanjutkan dengan tendangan ke arah perut, tapi dengan sigap Chandra berhasil menahannya. Chandra segera melancarkan serangan balik dengan pukulan-pukulan yang sangat cepat. Arca menghindarinya dengan cepat juga, Lalu sebuah pukulan dari tangan kanannya berhasil memukul tepat ke bahu Arca. Suara tulang remuk terdengar saat pukulan keras itu berhasil mendarat.
Arca tergeser beberapa langkah, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Chandra yang langsung maju sambil melakukan sabetan dengan tangannya. Ujung kuku Chandra berhasil menggores pipi Arca. Arca memutar tubuhnya dan melakukan tendangan belakang, kembali sebuah kaca muncul melindungi tubuh Chandra. Walaupun begitu tekanan tendangan Arca berhasil mendorong Chandra beberapa langkah.
Keduanya kembali saling memasang kuda-kuda. Luka pada pipi Arca sudah sembuh begitu juga dengan bahunya yang mulai pulih dengan cepat. Chandra tidak ingin menunda waktu lagi sehingga langsung melakukan serangan bertubi-tubi ke arah Arca. Pukulan, tendangan, sabetan, kadekan, sikut, semuanya digerakan untuk mendesak Arca. Walaupun dengan satu tangan Arca masih dapat mengantisipasi serangan-serangan dari Chandra yang terus menerus.
Chandra terus melakukan serangan agar Arca tidak menggunakan ajian-ajiannya yang mungkin akan bisa mengancam dirinya. Arca semakin terdesak, walaupun sekarang bahunya sudah pulih. Untuk membalik keadaan Arca mengorbankan wajahnya terkena pukulan dan sebagai balasannya Arca berhasil menendang ulu hati Chandra. Tendangan itu berhasil membuat Chandra menjauh dan ini dimanfaatkan oleh Arca untuk melakukan serangan balik.
Arca segera melepaskan serangan-serangannya ke arah persendian dan titik-titik vital di tubuh Chandra. Akibat serangan balasan itu Chandra menderita patah tulang parah dan luka dalam. Arca melakukan serangan terakhir ke arah dagu dengan pukulannya. Chandra terpenlanting sampai tubuhnya berputar dan jatuh tertelungkup.
Serangan Arca tidak berhenti sampai di situ saja. Dengan cepat Arca kembali melancarkan sebuah pukulan ke arah kepala Chandra. Dengan kekuatan tangan kirinya Chandra mendorong tubuhnya ke samping sehingga selamat dari pukulan Arca yang mematikan. Chandra segera berdiri dan mundur beberapa langkah untuk memulihkan diri.
"Ternyata kau masih lincah seperti dulu Chandra," kata Arca.
Chandra tidak membalas perkataan Arca. Yang dia inginkan adalah membunuhnya sekarang juga. Chandra kembali memasang kuda-kuda siap bertarung. Arca pun kembali berdiri setelah menghajar jalan aspal hingga berlubang. Kali ini Arca yang menyerang duluan. Chandra memejamkan matanya menggunakan insting untuk bertarung.
Seolah waktu bergerak lambat, serangan Arca dapat di prediksi dengan tepat olah Chandra. Serangan demi serangan berhasil di tangkis dan di tahan oleh Chandra. Arca merasakan gaya bertarung Chandra mulai berubah. Arca tahu gaya bertarung seperti ini adalah gaya bertarung saat musuh mulai kehabisan tenaga dan menggandalkan insting untuk bertarung serta memanfaatkan tenaga lawan saat waktunya tepat. Pengalaman Arca dalam bertarung tidaklah sedikit dan dia tahu betul bagaimana mengatasi gaya bertarung seperti itu.
Seperti air mengalir mereka berdua bertarung tidak mengenal waktu dan tidak mengenal lelah. Mereka saling menyerang, saling menangkis hingga keduanya terlena dan menikmati pertarungan tersebut. Dari keduanya tidak ada yang mengeluarkan ajian-ajian maut seperti biasanya, keduanya bertarung secara kontak fisik seolah mereka telah lupa bahwa mereka memiliki ajian-ajian tersebut. Mereka bertarung hanya mengandalkan regenerasi tubuhnya yang sangat cepat pulih sehingga pertarungan itu seperti mustahil selesai.
Dari atas sebuah gedung tinggi pertarungan mereka berdua diperhatikan oleh dua orang misterius dan salah satunya berkata "Ini lebih seru daripada menonton film aksi, lihat gerakan itu."
"Tapi sampai kapan mereka bertarung seperti itu?"
"Ya, kita lihat saja nanti."
Arca dan Chandra masih saja bertarung walaupun kedua pakaianya mereka sudah compang camping. Mereka berdua tidak mendapatkan luka yang berarti, karena sistem penyembuhan tubuhnya yang cepat. Mereka masih saling mencari celah kelemahan dan waktu yang tepat untuk melakukan serangan fatal.
Sampai akhirnya Arca –lah yang pertama kali berhasil menemukan celah itu. Sebuah serangan kuat disarangkan ke bawah tulang rusuk kiri Chandra. Tulang rusuk Chandra patah dan mulai menjalar ke bagian dada. Chandra meringis kesakitan dan konsentrasinya mulai buyar karena serangan mematikan itu. Tidak ingin momen itu hilang Arca segera melakukan serangan beruntun pada satu titik di bagian pinggang.
Serangan itu membuat tulang pinggul Chandra remuk. Akibat hal tersebut Chandra jatuh berlutut dan langsung di sambut oleh serangan dari lutut kanan Arca ke arah pipi Chandra. Chandra langsung jatuh ke samping dan ini menjadi kesempatan bagi Arca untuk segera menghabisi Chandra. Arca menyerang leher Chandra dengan sebuah injakan hingga leher itu patah lalu menginjak bahunya hingga remuk.
Chandra berteriak kesakitan, tapi Arca tidak peduli. Dia segera menarik kedua lengan Chandra lalu menendang kuat-kuat tubuh Chandra hingga tangannya putus. Arca melemparkan kedua tangan Chandra lalu kembali menyerangnya dengan tusukan ke arah jantung. Tusukan tangan Arca tepat mengenai jantung dan dengan kasar menarik jantung Chandra keluar dari tubuhnya. Chandra melihat Arca yang tersenyum seperti iblis saat jantungnya dijabut.
Arca melihat mata Chandra memancarkan kebencian yang besar kepadanya sebelum akhirnya ambruk dan mati. Setelah itu Arca mendengar tepukkan tangan dari arah belakang. Arca menoleh dan mendapati seorang pria berkacamata hitam dan seorang gadis kecil berkepala bantal. Sungguh pemandangan yang aneh.
"Siapa kalian?" tanya Arca.
Pria itu membungkuk memberi hormat lalu memperkenalkan diri.
"Aku adalah Zainurma dan anak ini adalah Ratu Huban, kami adalah penjelajah mimpi," kata Zainurma sopan.
"Tunggu, apa maksudmu penjelajah mimpi? Apa ini semua hanyalah mimpi?" tanya Arca bingung.
"Ya, apa anda tidak menyadarinya?" jawab Zainurma sekaligus kembali bertanya.
Arca menatapnya tajam ke arah Zainurma.
"Sepertinya kau mengetahui sesuatu hal yang tidak ku ketahui, jadi katakan tempat apa ini?" kata Arca dengan nada mengancam.
"Baiklah, aku akan menjelaskannya," jawab Zainurma.
Kemudian Zainurma mulai menjelaskan "Pertama-tama, saat ini anda sedang berada di sebuah tempat bernama bingkai mimpi. Biasanya tempat ini mengambil sebagian dari dunia anda,"
"Bingkai mimpi? Lalu bagaimana cara keluar dari tempat ini?" tanya Arca sambil memperhatikan gerak-gerik Zainurma dan Ratu Huban yang sedang berlari-lari kecil kesana kemari.
"Huff…" Zainurma menghela napas panjang lalu melanjutkan penjelasannya "… sayang sekali untuk keluar dari tempat ini hanya ada satu cara, anda harus menjadi satu-satu Reveriers yang bertahan hidup di dunia mimpi ini."
"Reveriers? Sepertinya aku pernah mendengar kata-kata itu," kata Arca.
"Benarkah? Dimana anda mendengarnya?" tanya Zainurma dengan wajah penasaran.
"Entahlah, aku tidak ingat," jawab Arca sambil menyentuh keningnya.
"Ah sayang sekali, andai saja anda ingat mungkin saja bisa menjadi sebuah petunjuk," kata Zainurma dengan wajah kecewa.
Tiba-tiba Arca memasang sikap waspada kepada Zainurma.
"Sepertinya sudah cukup basa-basinya, siapa kalian sebenarnya?" tanya Arca dengan tatapan tajam.
Sikap Arca yang tiba-tiba berubah membuat Zainurma sedikit kaget, tapi itu tidak berlangsung lama.
"Aaahhh… sudah kuduga, kau memang memiliki insting yang kuat Arca," kata Zainurma.
"Darimana kau tahu namaku?" tanya Arca semakin waspada.
"Tentu saja, aku mengetahui segalanya tentangmu. Aku ingin memberitahumu kenapa kau bisa terjebak di dunia ini, karena kau memiliki impian yang besar," jawab Zainurma.
"Impian yang besar?" Arca mengulang perkataan terakhir dari Zainurma.
"Ya, kau bermimpi untuk dapat lepas dari maut tanpa perlu khawatir kepalamu terpenggal atau kristal keabadian dalam tubuhmu hancur," jawab Zainurma.
Penjelasan itu malah membuat Arca semakin waspada terhadap Zainurma.
Zainurma melihat gelagat yang mulai tidak baik pada Arca dan segera melanjutkan kata-katanya "Aku yakin kau dapat melakukannya Arca. Kau hanya perlu menyingkirkan para Reveriers yang lain. Dan apa yang kau impikan akan terwujud."
Perkataan Zainurma membuat Arca terdiam sejenak.
"Bila yang dikatakannya benar, maka aku tidak perlu lagi takut pada kematian, tapi yang jadi masalah adalah para Reveriers yang lain yang aku tak ketahui," gumam Arca sambil melihat Chandra yang masih tergeletak mati. "Aku rasa Chandra adalah salah satu Reveriers. Ini seperti sebuah permainan maut." Sambungnya kembali.
"Bagaimana apa kau ingin melanjutkan ke tahap selanjutnya?" tanya Zainurma.
Arca menengadah sambil tersenyum sombong dan berkata dengan penuh keyakinan "Tentu saja aku akan melanjutkannya, sepertinya ini akan menyenangkan."
Zainurma tersenyum kemudian tidak lama seekor domba putih jantan keluar dari belakang Zainurma. Domba itu berlari kecil ke arah Arca.
"Apa ini?" tanya Arca sambil menunjuk domba tersebut.
"Ini adalah hadiah karena kau sudah menyingkirkan dia," kata Zainurma menunjuk Chandra. "Dia juga seorang Reveriers yang ingin mewujudkan mimpinya, tapi sepertinya mimpinya harus berhenti disini."
"Lalu apa yang harus kulakukan selanjutnya," Kata Arca.
"Ratu Huban akan mengantarmu," balas Zainurma.
"Ayo kemarilah," kata Ratu Huban yang semenjak tadi bermain-main keliling bingkai mimpi.
Ratu Huban mengoyangkan tongkatnya, kemudian sebuah kembang api melucur dari tongkat tersebut. Kembang api itu menyebar dan membentuk sebuah lingkaran bercahaya putih. Arca sudah tahu itu pastilah sebuah pintu masuk. Dengan langkah yang mantap Arca berjalan menuju lingkaran putih tersebut.
"Akan ku singkirkan semua Reveriers yang menghalangi tujuan mimpiku," kata Arca dalam hati.
Tanpa dia sadari Arca telah melupakan semua ajian yang dimilikinya dan Zainurma hanya tersenyum mengetahui hal itu.
Di Dunia nyata para polisi masih menyelidiki kasus yang baru saja terjadi di Pub tersebut. Tubuh Arca dan mayat-mayat yang berada di pub sudah dipindahkan ke rumah sakit terdekat untuk keperluan autopsi. Semua mayat dimasukan ke ruang mayat sedangkan tubuh Arca dimasukan ke sebuah ruangan khusus untuk diselidiki lebih lanjut.
"Bagaimana? Apa tanda itu sudah muncul di tubuhnya?" tanya seorang pria bertopeng misterius berpakaian serba hitam.
"Ya, tanda itu sudah muncul, kemari dan lihatlah," balas seorang pria yang berpakaian seperti dokter.
Si pria bertopeng berjalan mendekat dan melihat sebuah simbol aneh terbentuk di kening Arca.
--
>Cerita selanjutnya : [ROUND 1 - 12L] 18 - ARCA | PENJAHAT SESUNGGUHNYA?
Kyaaaa Arca kereeeennnn <3 Arca kereeeennnn :*
BalasHapusSaya suka di bagian Arca membelah diri dan melawan pria-pria kekar dengan brutal menginjak-injak sampai tulangnya patah. Kartu-kartunya keren. Lalu Arca melawan Chandra juga kereeenn <3
Masa lalu mereka berdua diceritakan dengan baik, pertarungannya juga mudah dipahami. Arca ini melakukan apapun untuk mencapai tujuannya ya. Meskipun suka dengan si wanita, tapi lebih mengutamakan batu keabadian
Jadi makin cinta sama Arca <3
Nilai 10
Merald
Terima kasih nilai sempurnanya dan terima kasih juga sudah membacanya
HapusNg.. Impresi saya sepanjang baca ini berasa kayak makan nasi ga pake lauk. Datar dan rada hambar. Kayaknya penulis kurang eksperimen sehingga tulisannya ga keliatan variatif dari segi bahasa dan susunan kalimat. Tapi ini pendapat pribadi saya aja sih, mungkin saya emang kurang prefer model tulisan kayak gini
BalasHapusAda bagian yang redundan (berulang"), kayak :
'Para penjaga itu sudah tahu bahwa mereka bukanlah orang-orang biasa dan para penjaga pub tidak ingin ikut campur masalah tersebut.'
Terus di paragraf selanjutnya :
'Sang penjaga sudah tahu bahwa mereka adalah anggota mafia yang menguasi beberapa pub dan daerah di wilayah Bandung ini. Sehingga lebih baik mereka tidak ikut campur masalah ini.'
Saya bingung, kirain yang namanya mafia itu mestinya semacem elit, tapi ngeliat ngomongnya masih nyunda gini berasa aneh buat saya.
Keliatannya yang pengen ditekenin penulis di sini alur adegan battlenya ya, makanya jadi deskripsi panjang tiap paragraf, cuma ya itu tadi, karena pembawaannya datar, ketegangan dan keseruan aksinya gagal sampe ke saya
Shift ke dunia mimpinya rada canggung, dan kemunculan Chandra sebagai lawan masih berasa out of nowhere. Kayak tau" aja 'nih lawan, kalahin gih'
Dan habis mulai berantem baru tiba" flashback? Kayaknya mendingan dibalik, mereka ngobrol dulu atau apa gitu baru mulai berantem, daripada pindah fokus di tengah"
Sisanya, saya lebih capek baca ini ketimbang entri lain yang tembus 10k. Kemungkinan besar karena paragrafnya yang padet" dan panjang"
Nilai 7
Terima kasih kritiknya Bang, flashback di tengah2 pertarungan itu saya ngikutin alur di komik2 dan anime2. kayak naruto lagi bertarung inget masa lalu.
Hapusuntuk aksinya lebih merujuk ke film2 aksi kayak the raid dimana bertarung ya bertarung bak buk jadi gitu hasilnya full narasi ha...ha...ha...ha...
terima kasih sudah membacanya
pas lihat ini jd inget movie naruto yg carnival? lupa. yg sama2 pk bola kristal di dada. dan settingnya indonesia mafia2n jd di imajinasi saya kaya indonesia pas jaman penjajahan belanda. nggak tau knp, imajinasinya udah otomatis ke sana. hmm...mungkin biar narasi pertarungan nggak terus2n bs disisipin ntah itu dialog atau pemikiran tokoh gtu. tp kurang tau juga sih krn saya sndiri masih awam. tp sejauh membaca tidak ada kndala dlm memahami bhs.
BalasHapuskuro: protozoa? amoeba?
chou: bukan! tp itu jurus kagebunshin
ada yg kelupaan blm ditulis udah kepencet publish. hmm...buat nilainya 8
HapusSenada saya bikin cerita ini karena terinpirasi dari film2 naruto juga XD
Hapusterima kasih sudah membacanya
senada dengan mas sam, jadi saya tambahin dikit aja
BalasHapustiming antara narasi dan dialognya masih agak keteteran... bisa dilihat dari beberapa narasi yang terlalu yang mendominasi di awal cerita. dialognya justru terkonsentrasi di akhir cerita. bisa dibilang belum mix secara sempurna. padat di awal, mencair di akhir.. analoginya gitu menurut saya.
terus juga susunan kalimatnya masih kurang luwes. bagi penikmat entri full fight macam saya itu masih belum kerasa "berantemnya".
titip 7 dulu ya
Saya akan coba kembangkan lagi, mudah2an Arca lolos
Hapusterima kasih sudah membaca.
Pragrafnya padet banget ya. beruntung gak ada kata-kata yang ssuit dicerna dan gampang banget ikutin cerita ini.
BalasHapusTapi masalahnya ternyata ada di dialognya. coba liat deh, dialognya minim banget. udah gitu kebanyakan cuma sebaris doang dan gak ngasih feel ke pembaca seolah dialog yang ada cuma dipake buat majuin plot doang. jadi aku ngerasa seolah baca cerita kisah nabi atau wali songo. Itu aja sih yang paling aku liat kurang di entri ini.
Battlenya bagus, kemampuan dari arca diperlihatkan dengan baik. cuma saya gak nangkep maksud dari para mafia itu ngelawan Arca, dan kenapa Arca gak permasalahin dirinya di serang.
Saya kasih nilai 8/10 karena saya gak ada masalah buat baca ini, plotnya bisa saya baca dan karakter Arca nya bisa saya tangkep meskipun minim.
Arca itu memang target banyak orang termasuk para mafia, tidak perlu alasan buat cari masalah.
HapusArca punya kemampuan pasif regenerasi kayak wolverine ato deadpool jadi dia nggak terlalu mempermasalahkannya selama bukan luka fatal.
terima kasih sudah membaca
Holaa reveriers xD
BalasHapusWkwkwkwk
Baca Arca pas di awal-awal mengingatkan Umi pada sosok Kaito Kid xD itu looh yang di Conan. Pas dia lempar kartu itu, langsung kayak dziiiing, "Kaito!"
Nah, oke kembali ke fokus. Umi merasa cerita ini ada dan seru tapi ga hidup. Kenapa bisa gitu? Kurang emosional. Umi ga bisa ngerasain kebencian Chandra, Umi ga tahu gimana perasaan Arca. Cerita ini cuma cerita batle bak-bik-buk duerrr kedebum debash. Udah. Tapi apa yang mau disampein penulis yah cuma sampe battlenya aja. "Cerita"-nya sendiri? Ga ada.
Berasa cuma baca isi komentar dari komentator di liga champion,"yak Chandra memukul Arca di bagian perut, Arca membalas, apakah akan kena, yak yak yak daaaannn KENAAAA saudara-saudara." Gitu.
Pada dasarnya plotnya keren banget, susunan ceritanya juga xD jelas pula alur sebab-akibatnya.
Saran aja kali buat penulis, mungkin bisa (semoga lolos) tambahin emosi di cerita. Pelajari gimana caranya untuk memunculkan emosi dan membuat cerita jadi hidup. Drama dalam sebuah cerita itu penting looh ;)
Didramatisir aja dikit. Tulisan ini, kalau didramatisir dikit pake gaya bahasa yang ga berlebihan, endingnya bakal bagus bangeeet.
Akhirul kalam, semoga lolos xD
Nilai: 6.5/10
OC : Song Sang Sing
Mas Panitia, ralat nilai-nya yah,
Hapus7/10
lupa ga boleh koma ;)
Terima kasih sarannya... tadinya pingin masukin kata2 pas di setiap narasi battle tapi takut jadi janggal. gimana orang bisa mikir klo lagi bertarung? mungkin pikirannya cuma 1. gimana matiin tuh orang? ya itulah yang dipikiranku ^_^
Hapusterima kasih sudah membacanya
Yap, bener banget. Saat Battle, kita memang cenderung ga mikirin apa-apa kecuali menang. Untuk itu diperlukan gaya bahasa buat mendramakan cerita itu.
Hapusbtw, jangan takut bereskperimen di BOR xD
menang kalah ga jadi soal, yang penting belajarnya xD
Err.. sebenarnya banyak kesan kakunya. Terutama di bagian flashbacknya. Walau jadi paham jelas cerita masa lalu Arca, tetap saja ada sedikit kesan 'bosan' saat membacanya.
BalasHapusDialognya benar-benar ga ada espresi juga.
Beberapa pertarungannya juga hanya dijelaskan singkat, sampai 'kehebatan' pertarungan Arca tidak semua terdeskripsikan jelas.
Tapi harus ane akui.. gaya tarungnya ngeri *merinding*
Still.. i'm enjoy with those "crack crack" bones sound.
*ahem* Maksud ane, ane masih menikmati ceritanya, terutama bagian yg nyiksanya sampai, uuu~ brutality.
Oh, btw, ada pesan dari Ru-chan
Ru: "Hai kasep. Bade maen gapleh sareung abdi? Ieu aya kartuna, ngan hideung sareung sekeut hungkul."
N.V: "..sejak kapan kau bisa bahasa sunda?"
Rate: 8
Ru Ashiata (N.V)
Hayu atuh, tos teu sieun kanu sekeut2 kitu mah...
Hapusterima kasih sudah membaca
Plotnya Arca boleh juga.
BalasHapusTapi eksekusinya menurut saya masih kurang halus. Narasinya mudah dimengerti, tapi kalimatnya terlalu padat. Mungkin kurang efektif kalimatnya.
Walau begitu, adegan pertarungannya bagus juga, langsung terbayang menonton film silat modern seperti The Raid.
Yang disayangkan cerita ini kurang berkesan di dialognya. Emosi karakternya kurang dapet, tapi penokohannya dapet kok.
Saya titip 8 buat adegan berantem yang oke.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut.
Terima kasih banyak nilainya
HapusSaya akan coba perhalus lagi di babak selanjutnya klo Arca lolos
terima kasih sudah membaca
senjatanya kartu ya? mengingatkan saya akan karakter Gambit di X-men.
BalasHapusmaksud dari entry ini nggak terlalu saya dapet. cuma seorang yang punya batu keabadian saat mimpi ketemu lawan lama tapi langsung battle aja, nggak terasa ekspresi dari Arca dan Candra. saya cuma menggumam "oh" saat dijelaskan oleh author.
di salah satu kalimat ada "kartu king kipas", apa itu kartu king kipas? mungkin author ingin menyebutkan King Spade Card atau kartu king sekop. saya harap author tahu istilah-istilah dari kartu karena author yang membuat karakter menggunakan kartu remi sebagai senjatanya.
well, karena ceritanya yang menurut saya masih bisa digali lagi. saya kasih nilai 7. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
XD untuk nyebut kartunya kebiasaan di kampung kayak tempe, kriting, kipas sama eceng XD
Hapusuntuk nama kartunya memang merujuk ke kartu itu.
saya akan coba eksplor lagi istilah2 nama dan permainan kartunya.
terima kasih sudah membaca
Arca pas tarung keren abis. Langsung sikat mati semua. Bisa sembuh cepat. Punya aji-aji kuat. Cara bunuhnya gimana tuh? Nanti saya lihat CSnya aja.
BalasHapusMenurut saya cerita Arca ini punya plot yang keren. Mungkin kekurangannya hanya pada tengah cerita pas nyeritain masa lalu Arca. Kurang ngefeel gitu padahal ceritanya cukup memilukan.
Dan itu kartu kertas karton emangnya bisa nancap tembok? Kalau kartu dari mika yang biasanya ada di kasino saya baru percaya. Dan nyangkut komennya Bang Umroh di atas, pas lihat adegan si Arca lempar kartu saya juga keingat sama pistol kartunya Kaito Kid. Kaito Kid gunain kartu remi mika, jadi kartunya fleksibel dan tajam. Yang jelas bisa nancap jika dilempar kuat.
Semoga aja Arca ganti kartu, ya.
8 dariku
-=AI=-
Kartunya bakal pake yang biasa aja selain murah bawanya nggak berat juga XD (alasan apa ini).
Hapuslemparan kartu Arca itu bukan lemparan biasa, kemampuan ini terinspirasi dari beberapa film seperti hunter x hunter dimana kertas biasa bisa membelah kaleng minuman setelah dialiri energi Ki atau tenaga dalam. ato dalam mangan naruto pada kemampuan Conan, dimana kertas bisa menjadi sangat mematikan saat dialiri cakra.
begitulah kira-kira penjelasannya.
terima kasih sudah membaca
Gaya bertarung Arca sepertinya dipengaruhi oleh film, misal seperti adegan mengebrak lalu menendang meja dari matrix, dan bisa dieksekusi dengan bagus.
BalasHapusKemampuan Arca di sini adalah "Ajian" yang dijelaskan pada Charsheet hanya Rantai Bumi dan Bayangan diri. Melihat Arca bisa merubah kartunya menjadi sekeras besi, bukannya ini juga salah satu kemampuannya? apa tidak dimasukan sekalian?
Overall entri penuh dengan battle dan adegan flashback yang cukup panjang. Namun saya belum benar-benar menangkap keinginan Arca selain menjadi lebih kuat.
Arca seakan menjadi abadi karena mencuri jantung istri Chandra... dan ini mungkin hint kelemahan Arca juga, dimana kemampuan regenerasinya bisa menjadi senjata makan tuan.
Nilai : 8
OC : Nora
Sekian dan Terimakasih.
Penceritaan tergolong lancar dan enak dibaca walau kebanyakan deskripsi, tekniknya rada tell, dan ada beberapa eror. Juga, pola kalimatnya agak membosankan dan kurang variatif. It's okay. Gak perlu menilik banget buat ngerti kalimatnya. Ke depannya, diharap ada variasi dalam narasinya~
BalasHapusAh tapi makin ke bawah, kepadatan deskripsi itu berkurang. Banget. Kayak kata Mz Agung, jadi cair. Dan yah, pendalaman karakter masih terasa agak kurang. Datar saja kesannya. Tapi masa lalunya cukup menarik (dan bakal lebih menarik kalau dibuat agak 'perlahan', IMO. Biar makin awsom).
Endingnya agak bikin penasaran. Kalau kesadaran Arca ada di dunia mimpi, apa yang bakal terjadi IRL?
Nilai 7
-Sheraga Asher
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusGimana ya... narasinya simpel, mudah dimengerti dan mudah dibaca... tapi ya cuma kayak bubur gitu, mudah dimakan mudah dicerna tapi hambar kurang ada rasanya.. Mungkin efek aku habis membaca dua-tiga entri yang berkali2 membuatku kagum dengan gaya diksi dan narasi yang variatif dan terkadang berhias kiasan, maka membaca ini bikin aku agak2 jengah.. Apalagi gayanya yang sangat, sangat full tell.. Ga masalah sih full tell, tapi diksimu terlalu datar jadi buat aku agak bosan. Untung entrinya ga terlalu panjang, jd ga sempet ngerasain yang beneran jenuh gitu udah abis duluan.
BalasHapusBattle-nya terlalu penuh, ini kamu terjun cerita langsung ada battle terus2an. Aku agak heran aja mendadak dikasih Chandra dan mendadak mereka berantem, rasanya agak terlalu ngaget meski berikutny dijelasin by flashback. Agak rancu sih menurutku penempatan flashbacknya, jadi aku jg gatau mesti gimana.. Mungkin mending pas setelah ketemu Chandra langsung pindah setting ke beberapa tahun yang lalu terus dibalikin lagi ke masa sekarang.. Kalo kamu baca entri2 lain pasti tau juga kan ada banyak yg make Subbab buat ngasih jeda, itu jg bisa kamu pake biar ga kayak kereta gini ceritanya, jalan terus tapi lurus banget ga ada banyak variasi belokan..
Tapi... itu... endingnya kok bangke banget ada seseorang di dunia nyata yang tahu tentang BoR.. wtf dude, kamu jago banget naruhnya dia, bikin penasaran buat baca lanjutannya asli.
Aku biasanya bisa nulis banyak buat ngasih review, tapi baru ini aku cuma bisa point out dikit.. tapi gaya narasinya yang hambar ini tolong diperbaiki, soalnya pengaruh banget ke semuanya.. Kalau bukan karena plotnya, mungkin aku gak akan menikmati cerita ini.
8/10, bisa 10 kalau kamu memperbaiki narasinya biar nggak kayak kereta yg udah lajunya cepet tp ga ada belok2nya juga. Kurang rasa, imo.
-J. Fudo sang Pencipta Kaleng Ajaib-
Keren nih. Selain main kartu juga bisa silat. Walaupun akrab dg kehidupan malam Arca juga mencintai budaya lokal rupanya (Y)
BalasHapusMeski cerita dibuka dengan ... agak kurang mengundang minat baca, tapi waktu dibaca ke bawah jadi makin menarik. Zainurma di sini rada kaku yah? Cara ngomongnya
7 Olive
Ide : Baik = 1.5
BalasHapusPlot : lumayan = 1
Tingkat kemudahan di cerna : Sangat Baik = 2
EYD : Baik = 1.5
Usaha : Sangat Baik= 2
Nilai : 1.5 + 1 + 2 + 1.5 + 2 = 8
Yah semua kritik dan sarannya sudah di bahas oleh para penulis lainnya. Dan memang betul ini sangat seru tapi penempatan flashbacknya kurang tepat menurutku.
Nilai : 8
Newbiedraft / Revand Arsend
GHOUL : “Eh Arca, ketemu lagi. Asik! Moga bisa tanding ya…” :=(D
BalasHapusSHUI : “Ga ngebosenin, jadi mo kritikin apa ya?”
GHOUL : “Yah, tipe petarung yang natural dan lumayan realis sih memang tipe battle faveku, sih.” :=(D
SUNNY : “Typo-nya masih berserakan, tuh…
Memedulikan= baku.
Oh Chandra—anak sulung pendekar dari Riau= pake em-dash bukan tanda koma.
Anda pake awalan huruf ‘a’ besar.”
GHOUL : “Sebenarnya sih mau ngasih 8.” :=(D