oleh : Raditya Chema
--
“Mimpi adalah
kebohongan yang manis,
dan realita adalah
kenyataan yang pahit”
-Anonymous
Mimpi, siapa yang
tidak suka mimpi? kita di mimpi bisa mendapat apa yang kita inginkan seperti
memimpikan orang yang kita sayang, uang yang berlimpah, atau jadi raja
termahsyur pun bisa. Tapi tak selamanya mimpi itu indah, kita bisa mendapat
mimpi buruk. Tapi mimpi itu membantu kita, seperti menghilangkan rasa takut
pada sesuatu, merasakan sebuah kepuasan tersendiri, atau bisa juga mengingat
memori yang telah lama hilang. Ya, mengingat memori yang telah lama hilang, aku
harap aku bisa mengingat memori bersama ayahku….
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab 1 : Kenyataan
Pahit Realita-
“Zaima!! Kenapa
makanan untuk meja nomer 32 belum siap?!” Teriak seorang paman tua yang sedang
memasak di sebuah restoran yang cukup besar.
“I-iya, sebentar
paman Maz, sebentar lagi siap!” Teriakku sambil mengambil 2 piring berisi
makanan dari meja dekat paman Maz dan berjalan cepat ke arah meja dengan sebuah
hologram di tengahnya bertuliskan angka 32.
“Ini pesanan anda
nyonya.” Kataku lembut sambil meletakan piring itu ke meja.
“Apa-apaan ini?!
Kenapa sausnya diatas pudingnya?! aku sudah bilang dipinggir saja!” Teriak
perempuan bertubuh besar yang duduk di meja 32.
“Ah maaf, saya tidak
ta-
“Cepatlah Zaima! Meja
nomer 34 dan nomer 12 butuh bantuanmu! Dan antar 9 makanan ini ke meja nomer 9,
7, dan 5!!” Teriak paman Maz dari dapur.
“Iya pam-
“Hei! fokus dong!
saya ini pembeli!” Protes perempuan tadi.
“Ah, iya maaf
nyonya.” Kataku sambil menunduk dan kebingungan.
Beginilah hiruk pikuk
di restoran terbesar di planet Chikyuu, restoran Prena. Restoran swasta yang
dikelola kerajaan Jakiro dengan juru masaknya yang handal bernama paman Maz.
Ibuku meninggal saat
aku kecil dan ayahku meninggalkanku di dimensi ini. Untuk saat ini aku tinggal
sendirian di planet ini, karena satu-satunya keluargaku yang tersisa adalah
pamanku yang bahkan aku lupa namanya tinggal di planet lain bernama planet
Kasei. Karena aku hidup sendiri, aku harus mencari uang sendiri juga, sehingga
aku memutuskan kerja magang di restoran ini.
Saat pagi hingga
siang hari, aku sekolah di sekolah kerajaan Wonheim. Di sekolah itu, aku
mendapat ranking 1 dari semua penyihir yang ada di dimensi ini, sehingga aku
dinobatkan menjadi The Grand Magus.
Walaupun aku menjadi
penyihir yang terbaik di dimensiku dan membuat aku terkenal, aku tidak
mempunyai orang yang benar-benar dekat denganku. Di sekolah aku dikagumi dan di
sukai oleh teman-temanku, namun aku tidak benar-benar dekat dengan mereka
karena siswi sekolah kerajaan Wonheim 80% dari keseluruhan siswa. Hal ini
dikarenakan kebanyakan laki-laki akan menjadi perajurit pedang, pemanah, atau
yang lainnya. Sedangkan perempuan banyak yang menjadi penyihir. Karena aku
memiliki fisik yang lemah dan kemampuan sihir yang jauh diatas normal, aku
memutuskan menjadi penyihir juga.
Sonne, bintang utama
dari realm ini mulai turun untuk berganti bulan, waktu sebelum senja sudah
tiba. Waktunya aku pulang ke asrama dari tempat magangku.
“Paman! aku pulang
duluan ya!” Teriakku sambil melambaikan tangan ke arah paman.
“Ah, baiklah,
hati-hati dijalan.” Jawab paman yang masih mencuci piring di dapur.
Aku berjalan menuju
ke sebuah mini market. Aku membutuhkan beberapa bahan makanan dan mungkin
sebuah roti.
Setelah selesai
membeli beberapa benda, aku langsung menuju ke asramaku yang bersebelahan
dengan bangunan kerajaan. Aku menaiki tangga menuju lantai teratas asrama yaitu
lantai 9. Setelah aku menginjakan kaki di lantai teratas, aku melihat ke kanan
dan kiriku melihat kamar-kamar sebelahku. Dan yang kulihat selalu sama, kosong
dan sepi. Aku adalah satu-satunya orang yang tinggal di lantai teratas tanpa
alasan yang jelas. Pihak sekolah menganggapku spesial dan memutuskan untuk
membedakanku dari yang lain. Aku terkadang heran, kenapa aku dikirim ke sini?
kenapa aku dibedakan? kenapa ayahku meninggalkanku disini? dan kenapa dia pergi
begitu saja tanpa bekal apapun yang diberikan ke aku?
Besok harinya aku
terbangun dengan mimpiku yang normal. Karena hari ini hari minggu, sekolah
diliburkan dan restoran paman Maz juga ditutup. Aku memutuskan hanya akan
dirumah saja dan tidak melakukan apapun.
*Ting-tong*
“Eh? tamu? tumben…,
aku datang!”
Biasanya aku tidak
kedatangan tamu di asramaku ini, setidaknya tidak ada yang datang akhir-akhir
ini. Terakhir kali aku kedatangan tamu adalah sekitar 4 bulan lalu saat pamanku
datang dari desanya untuk menjemputku.
“Ada yang bisa saya
ban….tu ?” Kataku halus sambil membuka pintu kamarku.
“Halo zaima.”
Terlihat seorang pria yang terlihat tidak gagah lagi, tersenyum ramah dengan
rambutnya yang putih memakai jubah cokelat dengan tongkat kayu di punggungnya.
Tidak salah lagi kalau itu-
“Paman!!” Teriakku
kegirangan.
“Wah paman sudah lama
paman tidak mampir ke sini.” Kataku dengan mata yang berbinar-binar.
“Ah iya, paman sedang
tidak sibuk, jadi paman memutuskan untuk mampir kesini.” Kata pamanku sambil
berjalan masuk kamarku dan duduk di kursi yang ada di kamarku.
Kami asik
berbincang-bincang tentang apapun yang ada di dalam pikiran kita, tentang apa
yang terjadi baru-baru ini, sejauh mana kekuatanku, atau apapun saja. Tidak
terasa senja tiba lagi dan bulan sudah mulai terlihat. Tiba-tiba aku ingin
menanyakan tentang ayahku walaupun sebenarnya aku merasa tidak enak dan kurang
yakin. Tapi karena aku sudah tidak tahan lagi, aku memutuskan tentang ayahku.
“Pa-paman, tolong
ceritakan ke aku, sebenarnya apa yang terjadi pada ayah.” Tanyaku gugup
bercampur ketakutan.
“Hmmm…. Memang sudah
saatnya kamu tau tentang ini, kejadian ini berlangsung 16 tahun yang lalu,
tahun kamu lahir. Seperti yang kamu tau, fallen mage penyihir
yang dulunya baik dan berubah menjadi jahat akan dinobatkan menjadi lucias
mage. Dulu ada lucias mage yang terkenal kekuatannya karena dia adalah The
Grand Magus pada masa itu, dia bernama Agma Kawanagi, kakak dari ayahmu.
Kerajaan memutuskan
memilih the grand magnus yang baru, yaitu ayahmu dan adik dari Agma, Shikawa
atau bisa dipanggil Shirawa Kawanagi. Dia punya julukan unik, yaitu grand
magnus paling lemah dari grand magnus sebelumnya dan sampai sekarang dia adalah
yang terlemah. Dia adalah masokis, masokis yang sangat aneh. Dia menyukai
kesakitan dan bahkan kekuatannya adalah membuat dirinya kesakit-.” Jelasnya
panjang lebar.
“Kenapa dia suka
sak-.” Tanyaku memotong pembicaraannya namun dia memotong juga pembicaraanku.
“Diamlah nak, ada
sesi pertanyaan di akhir cerita.” Jelasnya cepat.
“Ok lanjut, lalu pada
suatu hari Agma menyerang kerajaan Jakiro. Ayahmu selaku grand magnus harus
melawan kakaknya sendiri. Hari pertarungan itu adalah hari dimana kamu lahir.
Kekuatan shikawa yang terlalu lemah tidak bisa menandingi kekuatan Agma. Adikku
yang telah melahirkanmu memutuskan menggunakan kekuatan overdracht-nya
yang dapat menyalurkan kekuatan. Dia menyalurkan semua kekuatannya ke Shikawa
agar ayahmu dapat mengalahkan Agma. Pertarungan itu diakhiri kemenangan ayahmu.
Tapi ibumu yang kehabisan kekuatan, dia tidak dapat di tolong dan akhirnya dia
meninggal.” Jelasnya dengan raut wajah sedih.
“Wah…. Mereka
memanglah orang yang hebat. Walaupun tidak kuat, ayahku masihlah orang yang
hebat. Dia tetaplah ayahku.” jawabku dengan raut wajah yang sedih juga.
“Yah… begitulah…. Ah,
sudah malam. Paman harus pergi keluar kota lagi. Jaga dirimu baik-baik ya.”
Katanya sambil berdiri dari kursi dan menuju pintu.
“Paman, aku tidak
pernah tau nama lengkapmu, namamu lengkap paman apa?” Tanyaku.
“Ha? Kenapa tiba-tiba
bertanya itu? Nama lengkap paman Izayoi Nakama.” Jawabnya.
“Nggak papa, cuman
nanya aja kok, yasudahlah… sampai jumpa lagi paman.” Kataku sambil melambaikan
tangan.
Setelah paman membuka
pintu tiba-tiba dia berbalik ke arahku sambil mengatakan,
“Ah iya, Zainurma.
Titip salam untuknya.” Setelah itu paman langsung keluar dari kamarku dan
munutup pintu.
“Hah? Zainurma? siapa
itu? Namanya mirip denganku, Zai…nur….ma… hmmm… Tidak pernah dengar.” pikirku
sambil mencoba mengingat-ingat siapa itu Zainurma.
Jam sudah menunjukan
pukul 9 malam. Aku sudah merasa lelah dan ingin tidur di kasurku yang empuk.
Aku mulai tertidur
tanpa makan waktu yang lama. Mungkin memang karena faktor lelah habis bertemu
dengan pamanku yang sudah lama tidak bertemu.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab 2 : Mimpi adalah
Kebohongan-
“Reveriers….”
“Hah? Siapa itu yang
berbicara?”
“Mahakarya….”
“Hei! Siapa itu?!”
“Alam mimpi…”
“Apa?! Siapa itu….
Siapa… yang… berbi…. cara…….” Kataku di dalam hati namun terlelap tidur
kembali.
Aku terbangun dengan
merasakan pusing kepala dan rasa sakit di mata yang menyebabkanku tidak bisa
melihat dengan jelas. Setelah berdiri dari tempat tidurku, aku berjalan pelan
sambil memegang kepalaku yang pusing sekali menuju kamar mandi di kamarku.
“Uugh… kepalaku
pusing sekali….” Kataku sambil memegang kepala dan membasuh mukaku.
Tiba-tiba aku
merasakan hawa aneh, hawa yang tidak enak dan sama sekali tidak aku kenali. Aku
mencoba berjalan mendekati jendela. Aku menggapai gorden yang menutupi jendela
kamarku. Aku mengucek mataku dan mencoba melihat ke luar. Aku tidak melihat
apapun karena gelapnya malam. Aku melihat jam dinding di kamarku menunjukan
pukul 3 pagi. Aku memutuskan untuk olahraga pagi seperti biasa memutari
bangunan kerajaan. Aku mengambil jaketku dan keluar dari kamarku.
*Ctang*
“Siapa disana?!”
teriakku sambil melempar belatiku ke arah ujung lorong lantai
“Zrrrrrt…” terdengar
sosok hitam di ujung lorong lantai.
Tiba-tiba sosok hitam
itu berlari ke arahku membawa pedang katana yang cukup panjang.
*Zraaash…*
Aku merasakan sakit
yang teramat di perutku. Aku melihat ke arah rasa sakit itu dan melihat pedang
katana si sosok hitam itu menancap seluruhnya ke badanku hingga menembus
ke punggungku. Aku melihat wajah dari sosok itu yang memakai topeng tengkorak
dengan jubah seluruh badan berwarna hitam. Aku merasa tidak berdaya dan
aku pingsan di tempat itu.
“Hah! Ada apa?! Apa
yang terjadi?!” Teriakku di tempat tidur sambil merasa kaget setengah mati.
“Hah?! Apa itu
tadi?!” Kataku sambil mencoba memegang perutku yang tadinya terasa sakit
sekali.
Tidak ada bercak
darah atau bekas apapun yang terlihat di perutku. Aku mulai kebingungan dengan
apa yang terjadi sebelumnya.
“Tadi mimpi?! Tidak
mungkin, itu terasa sangat nyata” kataku.
Aku mencoba berlari
ke arah kamar mandi namun aku merasa sangat pusing dan merasa sangat lemah. Aku
melihat bayangan diriku di cermin dan mencoba muncubit pipiku apa terasa nyata.
Ternyata apapun yang aku lakukan terasa sakit dan nyata.
Aku mencoba berjalan
lagi ke arah jendela. Aku melihat hal yang sama, aku tidak dapat melihat apapun
di luar Karen gelapnya malam. Aku mengecek jam dinding di kamarku dan melihat
sesuatu yang persis sebelumnya. Jam yang menunjukan pukul 3 dini hari. Aku
langsung mengambil jaketku dan mencoba untuk keluar dari kamarku siapa tau
sosok itu masih ada.
Aku membuka pintu
dengan pelan-pelan dan mencoba melihat ke arah 2 ujung lorong. Aku tidak
melihat apapun. Aku mencoba berjalan pelan-pelan keluar kamar sambil memegang
belatiku dalam keadaan siap. Sekali lagi aku mencoba melihat kanan dan kiri
lorong dan tidak menemukan apapun.
“Zrrrrt…” terdengar
lagi suara dari sosok yang sama pada sebelumnya.
Sosok itu melakukan
hal yang sama seperti tadi. Dia berlari membawa katananya ke arahku. Namun
berbeda dengan sebelumnya, aku dengan cepat menangkis pedangnya dengan
belatiku.
*Ctaang*
“Hei! Siapa kamu?!”
teriakku ke arah sosok itu mencoba berkomunikasi dengannya.
“Ag………Ma……..” kata
sosok itu pelan seperti ketakutan lalu berlari ke arah jendela lorong dan
meloncat keluar.
“Ah! Sialan, kemana
dia?!” teriakku sambil berlari ke arah jendela lorong.
Sosok itu sudah tidak
terlihat lagi menghilang di gelapnya malam. Dari yang kuamati, sosok itu
mempunyai kekuatan yang unik. Dia memliki kemampuan semacam membuat mimpi atau
bisa juga kemampuan manipulasi waktu.
Aku memutuskan untuk
mencari sosok itu di luar gedung asramaku. Di luar, sonne sudah tampak muncul
kembali dari arah timur. Aku terkejut melihat sesuatu yang berbeda, Sangat
berbeda. Aku melihat sungai dan rumah pamanku yang harusnya berada di planet
berbeda. Tiba-tiba rumah itu berada di tepat depan asramaku.
“A-apa yang
terjadi?!” tanyaku terkaget-kaget.
Aku berjalan pelan
mendekati rumah itu untuk mengecek apakah itu memanglah rumah pamanku. Pintu
kayu, dinding yang sudah retak-retak, jendela yang pecah, dan papan nama dari
kayu yang sudah tidak terlihat lagi tulisannya, semuanya sama dengan ciri-ciri
rumah pamanku di planet lain.
*tok-tok-tok*
Sudah menunggu lama,
namun pintu tetap saja tidak dibuka. Aku memilih untuk langsung masuk saja
jaga-jaga jika ternyata terjadi apa-apa pada paman. Aku membuka pintu yang
sudah reyot itu dan berjalan pelan-pelan memasuki ruang tamu.
Aku melihat
sekeliling dan semuanya persis seperti yang teringat di pikiranku tentang rumah
paman. Rumah kecil ini hanya memiliki 1 ruang tidur, 1 kamar mandi, dan 1
dapur. Aku berjalan kembali menuju ruang tidur satu-satunya di rumah ini. Aku
pelan-pelan membuka kamarnya berjaga-jaga siapa tau paman sedang tidur.
*Braak*
“Sial! Paman?! Paman
dimana?!” teriakku setelah melihat kamar paman yang berantakan seperti halnya
jika ada pencuri yang masuk ke rumah. Aku langsung berlari ke dapur mencari
dimana paman. Namun setelah mencari ke seluruh sudut rumah pun hasilnya tetap
nihil.
Aku mencoba mencari
di luar rumah paman. Namun anehnya lagi, aku merasa dilihat oleh orang-orang di
kota itu. Setelah beberapa lama berjalan dan sampai di depan istana, aku
melihat sebuah papan raksasa bertuliskan “Magic is a sin”. Yang artinya “Sihir
adalah dosa”. Sekarang aku tau kenapa orang-orang melihatku aneh. Kerajaan
disini berbeda dengan apa yang seharusnya. Entah kenapa disini sihir itu
dilarang. Aku langsung berlari kembali ke arah rumah paman sambil mencoba
menghindari kontak mata.
Aku duduk terdiam di
sofa ruang tengah untuk menenangkan pikiranku. Aku berpikir jika pikiranku
tenang maka jawaban apapun akan muncul sendirinya. Saat aku sedang menenangkan
diri, tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang ganjal, ada sebuah foto dua anak
kecil yang sedang berangkulan. Namun foto wajah dari salah satu anak kecil itu
dirobek yang terlihat dirobek secara sengaja. Aku mengambil foto itu dan
mengeluarkannya dari bingkainya yang sudah berdebu.
“Huh? Aku tidak
pernah sadar ada foto ini sebelumnya.” Kataku sambil membuka bingkainya.
Di foto itu terlihat
jelas kalau latar tempat foto itu di ambil adalah di depan rumah paman.
Terlihat wajah anak kecil yang tidak dirobek itu memakai kacamata. Entah kenapa
aku merasa sedikit ikut bahagia setelah melihat senyum anak kecil itu yang
sangat terlihat betapa dia sedang senang sekali. Aku melihat belakang foto itu.
Terlihat sebuah kata-kata yang aneh,
Meja yang terbakar dalam kamar
Janganlah kamu iri keatas
Tenang dan tetaplah bersyukur
“Meja yang terbakar?
Maksudnya apa coba?” tanyaku ke diriku sendiri.
Aku mencoba masuk ke
kamar paman yang mungkin dimaksudkan di kata-kata itu. Aku melihat sekeliling
kamar paman. Dikamar itu hanya terlihat satu meja yaitu meja yang berada di
samping tempat tidur. Tapi aku tidak mengerti maksud dari kata-kata “-yang terbakar”.
Meja di kamar paman terlihat biasa saja tanpa bekas apapun. Aku melihat isi
meja itu dari atas sampe bawah.
Aku menemukan sebuah
ukiran berbentuk lambang sekolah kerajaan yang berupa lambang api. Aku mencoba
menggosok dan menekan ukiran itu namun hasilnya nihil dan tidak terjadi
apa-apa.
“Hmmm…. Terbakar?
Harus aku bakar kah meja ini?” pikirku dalam hati sambil melihat ukiran lambang
itu.
“Tidak ada salahnya
mencoba.”
“Elementalion…” Pupil
mataku yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi putih polos tanpa corak
apapun.
“The fire elemen,
Flaren..” Setelah aku mengatakan itu, pupil mata kananku berubah menjadi
berwarna merah darah.
“Elemen basic,
Flaren” bisikku sambil mengedepankan tanganku kedepan. Muncul sebuah api kecil
di atas telapak tanganku.
“Fiuh, semoga ini
berhasil.” Kataku sambil pelan-pelan memegang logo itu dengan telapak tanganku.
Api dari tanganku
dengan cepat merambat ke meja kayu itu. Meja itu terbakar dengan cepat tapi
lambang itu terbakar. Lambang itu berubah menjadi merah. Namun tidak terjadi
apa-apa selain berubahnya lambang itu. Api yang masih menyala-nyala itu terus
merambat sampai ke tempat tidur.
“Aaah… bagaimana ini?
Kenapa tidak terjadi apapun dan apinya malah terus menjalar.
“Eeeh… oh tidak,
paman akan membunuhku.” Kataku dengan wajah yang ketakutan.
“Ah! Aku tau, Izas!”
mata kiriku yang tadinya putih berubah menjadi merah darah menggantikan mata
kananku. Sedangkan mata kananku yang tadinya merah berbubah menjadi biru muda.
“Elemen basic, Izas!”
teriakku sambil mengedepankan tanganku lagi. Lalu munculah sebuah bongkahan es
kecil di tangan kananku.
“Aaaah! Kemampuan
sialan! Kenapa cuman sekecil ini saja? Biasanya besar?!” teriakku.
“Tenanglah dan tetap
bersyukur? Benar, aku harus tetap tenang, pasti memang ada jawabannnya disini.”
Kataku dengan tenang dan menutup mataku.
“Ah! Iri kepada yang
lebih bagus, dan bersyukur daripada yang jelek!”
“Bawah?!” teriakku
sambil melihat bawah meja.
Terlihat sebuah
tombol dari kayu dengan lambang api yang sama dengan yang ada di atas meja.
Dengan cepat aku langsung mencoba menekan tombol itu sebelum apinya membesar.
Setelah aku menekan tombol itu, api di kamar tiba-tiba mati dan sebuah tangga
terbuka di bawah meja itu.
Terlihat sebuah
tangga ke bawah tanah yang gelap dan tidak terlihat ujungnya. Aku berjalan
perlahan menuruni tangga itu.
Setelah beberapa lama
menuruni tangga itu, aku akhirnya sampai di lantai terbawah ruangan itu.
“Basic Flaren.” Aku
mengeluarkan apiku agar dapat melihat jelas ruangan itu.
Yang terlihat
hanyalah sebuah kotak berwarna hitam. Aku mengambil kotak hitam itu dan
membukanya.
Di dalam kotak itu
berisi selembar kertas dan sebuah kacamata. Aku membuka kertas itu. Ternyata di
dalam kertas itu tertulis sebuah surat bertuliskan,
-+-
Hei, kita sudah lama tidak mengobrol. Bagaimana
kabarmu? Disana baik-baik saja? Apa…kau mempunyai teman? Bagaimana kabar
pamanmu? Dia baik saja kan?
Maafkan aku ya? Maafkan aku tidak pernah bertemu
denganmu…. Maafkan aku meninggalkanmu tanpa bekal apapun…. Maafkan aku telah
membuatmu bingung…. Maafkan aku ya, Zaima?
Kalau kau menemukan ini, berarti kamu sudah
benar-benar menguasai elementalionmu! Hore! Selamat! Maaf ya aku tidak bisa
ikut merayakannya… jaga dirimu baik-baik ya?
-+-
*Tes…*
Suara air mata yang
bergelinang di mataku. Aku tidak bisa menahan tangisku. Aku hanya bisa
merasakan bahwa aku sangat senang. Untuk pertama kalinya aku mendapatkan
sesuatu dari ayah. Aku memegang erat kertas itu lalu melipatnya dan
menyimpannya di saku celananya.
Dia mengambil
kacamata di dalam kotak itu. Terlihat sebuah kertas yang menggantung di
kacamata itu bertuliskan “Property of Shirawa Kawanagi.”
“Tentu, tidak masalah
kok. Aku baik-baik saja disini. Aku pasti memaafkanmu.” Kataku pelan sambil
mengusap air mataku.
Setelah itu aku masuk
ke ruangan di belakang kotak itu. Ruangan itu terlihat sangat besar dengan
sebuah peti mati ditengahnya. Tulisan di peti itu sudah berdebu dan tulisan
namanya sudah tidak jelas lagi.
Aku mengamati peti
mati itu dan membersihkannya. Sebuah kata-kata muncul di atas peti itu.
Disini berbaring,
Agma Kawanagi
The Lucias Mage | The Former Grand Magus
w/ mace of clarity
Ternyata peti mati
itu adalah peti mati milik pamanku, Agma. Di bawah tulisan itu terlihat sebuah
ukiran berbentuk lingakaran yang dibagi 4 berwarna biru, ungu, merah, dan
kuning. Memang sudah tertebak kalau 4 bagian lingkaran itu mewakili
elemen-elemen dari kemampuan elementalionku. Namun aku tidak mengerti apa
maksud dari lingkaran ini. Aku hanya berdiam dan melihat sekeliling peti itu.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab 3 : Mimpi oleh
waktu-
“Zrrrrt……”
“Kamu lagi! Tunjukan
dirimu!” Teriakku sambil melihat sekeliling ruangan dan memegang belatiku.
“Hohoho~ Zauber…
Magi… The grand magus abad ini.” Kata pria yang muncul dari kegelapan memakai
jubah abu-abu dan mahkota berlambang pedang di kepalanya.
Diiringi muncul
seseorang memakai jubah hitam di belakang pria tadi.
Aku mengenal betul
siapa pria itu, pria itu adalah patih Napo kerajaan Jakiro. Dia adalah patih
dan penasehat raja saat ini. Dia salah satu orang yang melindungi kerajaan saat
pamanku Agma menyerang kerajaan. Dia mantan jendral tertinggi di pasukan
kerajaan. Memiliki kemampuan bertarung pedang yang sangat tinggi.
“Patih Napo?! Apa
yang paman lakukan disini?” Teriakku sambil menurunkan belatiku.
“Halo Zaima…. betapa
terhormatnya saya bertemu dengan grand magus kerajaan~” Katanya halus sambil
menepukkan kedua tangannya.
“Tapi, saya tidak
sudi hormat kepada yang gagal!” Teriaknya sambil menunjuk ke arahku.
“Ahahahaha….
Keponakan dari Agma dan anak dari adiknya, Shira. Grand magus terbaik kerajaan,
atau bisa dibilang juga grand magus paling hina dan adiknya yaitu grand magus
yang paling lemah! Ahahaha!” Katanya sambil tertawa jahat.
“Apa maksudmu?!”
Teriakku sambil menaikkan belatiku kembali.
“Pamanmu! Adalah
orang yang gagal, Zaima! Kegagalan!” Teriaknya.
“Dan ayahmu juga!
Lemah sekali sampai gagal menjaga kerajaan! Ahahaha!”
“Apa yang kamu
lakukan ke kota ini? Apa kamu yang melakukannya?!” Teriakku.
“Lakukan apa? Tentang
entah kenapa banyak bangunan dari planet lain yang tercampur disini? Atau
tentang kerajaan yang sempurna dimana semua orang benci sihir?!” Tanya pria itu
sambil membuka jubahnya.
“Tentang bangunan…
entahlah, bukan aku yang pasti. Kalau tentang kerajaan yang benci sihir? Bisa
jadi? Ahahaha!” Teriak pria itu lagi.
“Raja itu! Raja
pengecut itu! Dia tidak pantas menjadi raja! Sudah jelas terlihat ada anak dari
si gagal itu, namun tidak melakukan apapun! Pengecut!” Teriaknya.
“Apa masalahmu?! Hal
yang normal membenci Agma, tapi kenapa kamu membenci ayahku juga?!” Teriakku.
“Agma menghancurkan
seluruh kota dan membunuh istriku! Sedangkan ayahmu tidak dapat melindungi kota
ini, hina!” Teriaknya lagi.
“Tapi belum
terlambat, orang disampingku ini bukanlah manusia biasa. Dia adalah sebuah
manusia yang di darahnya tercampur DNA milik Agma. Jadi dia juga mempunyai
kekuatan Agma juga. Dengan kekuatan itu, aku bisa menghentikan semua sihir di
dunia ini!” Katanya sambil menepuk pria di sebelahnya.
Pria disebelahnya itu
melepas jubahnya dan terlihat dia memiliki badan kekar yang terlihat sangat
kuat. Dia juga memiliki luka di seluruh wajahnya. Di dahinya terlihat lambang
jam berwarna biru.
“Manusia ini
mempunyai kekuatan yang sama dengan pamanmu, kekuatan manipulasi waktu. Namun
tentu belum sempurna sebelum dia memegang mace of clarity milik Agma.” Katanya.
“Diamlah sudah!”
Teriakku.
“Elementalion! Izas,
izas!” Mataku yang berubah putih berubah menjadi biru keduanya.
“Ice blast!” Teriakku
sambil mengarahkan tanganku ke arah patih itu.
*Claar*
Percikan es yang
meledak mengenai kedua orang itu.
“Zrrrt… Agma!” Teriak
pria yang memakai jubah itu.
Aku tiba-tiba melihat
cahaya yang sangat terang membuat mataku tidak dapat melihatn apapun. Aku
membuka kembali mataku melihat patih itu tidak terluka sama sekali. Dengan
sendirinya, mulutku tiba-tiba berkata dengan sendirinya.
“Elementalion! Izas,
izas!” Mataku yang kembali putih dan berubah menjadi biru kembali.
“Ice bla-
*Syaat*
Tiba-tiba pria yang
memakai jubah itu ada di sebelahku dan menendang tubuhku. Aku terbanting ke
tanah dan mataku berubah menjadi hijau kembali. Pria itu dengan cepat menahan
tanganku agar tidak bisa bergerak.
“Ahahahaha! Lemah!
Sama dengan ayahnya!” Teriak patih itu melihat dari jauh.
“Yang aku butuhkan
sekarang adalah DNA murni keluarga Agma. Yap, darahmu.” Katanya sambil
menyuntik tanganku dan mengambil darahku.
Setelah mengambil
beberapa mili darahku, patih itu berjalan ke peti mati milik pamanku dan
meneteskan beberapa 4 tetes darah ke 4 bagian lingkaran itu.
Tiba-tiba peti mati
itu terbuka dengan ledakan yang sangat kuat membuatku terpental ke
dinging. Terlihat sebuah mayat yang dimumikan menutupi seluruh tubuhnya dengan
perban. Tidak salah lagi kalau itu mayat dari Agma pamanku. Mayat itu membawa
sebuah tongkat yang pendek dengan jam di ujungnya.
“Mace of clarity!
Senjata yang memiliki kekuatan asli dari Agma!” Katanya sambil mengambil
tongkat itu.
“Ambilah, dan
kekuatannya akan menjadi milikmu.” Katanya pelan sambil memberikannya ke arah
pria itu.
Pria itu terlihat
ragu-ragu untuk mengambil tongkat itu. Dia perlahan-lahan mendekatkan tangannya
ke tongkat itu.
Tanpa pikir panjang,
aku harus menghentikan pria itu mengambil tongkat itu.
“Elementalion!
Illuks, Flaren!” Teriakku sambil mengarahkan tangan kiriku ke arah tangan pria
itu.
“Pyrian Arrow!”
Teriakku sambil menarik tali menggunakan cincin crossbowku di tangan kiriku.
Panah yang terbakar
itu dengan cepat menuju tangan pria itu. Namun tiba-tiba 2 orang itu hilang dan
berpindah tempat. Panahku hanya mengenai dinding dan tidak berguna sama sekali.
“Ahahaha! Menembak
kemana? Ahahaha, kekuatan Agma tidak selalu membawamu ke beberapa saat yang
lalu, bisa juga hanya orang yang dipilih pengguna saja yang merasakan itu.”
Kata patih itu yang masih memegang tongkat itu.
“Zrrrt….aku tidak
butuh tongkat itu.” Kata pria itu.
“Apa?” Tanya si
patih.
“Aku sudah cukup
kuat.” Jawab pria itu.
“Hei! Turuti
perintahku!” Teriak patih itu.
Pria itu terlihat
kesal dan meninju patih itu sehingga patih itu terpental ke dinding dan
pingsan.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab 4 : Orang yang
sama-
Tiba-tiba pria itu
menggores tangan kirinya dengan katananya yang membuat darahnya mengalir di
tangannya. Dia berlari ke arahku dengan cepat dengan katana di tangan kanannya
dan darah yang masih mengalir di tangan kirinya.
Dia mencoba menyentuh
belakang leherku dengan tangan kirinya. Dia mengetahui dengan tepat apa
kelemahanku. Dengan cepat aku menghindar dengan cara menunduk lalu memukul dagu
pria itu. Namun karena fisikku yang lemah membuat pukulanku tidak terasa sama
sekali bagi pria itu. Pria itu masih mencoba mengenai belakang leherku. Dengan
refleks aku menyalakan skill cloud walk untuk menghindari pria itu.
“Izas Rox! Cloud
Walk!” Dengan cepat uap air menyelimuti tubuhku dan membuat aku tidak terlihat.
“Sial! Dimana kau!
Tunjukan dirimu dasar pecundang!” Teriak pria itu setelah kehilangan jejakku.
Aku langsung berlari
ke arah tiang terdekat karena waktuku hanya 20 detik saja. Aku melihat sebuah
tiang yang cukup tinggi sejauh 10 meter dari dari posisiku sekarang. Aku
mencoba berlari sekuat mungkin. Aku bersembunyi di tiang itu sampai waktu cloud
walkku habis.
“Ohohoho! Mau bermain
petak umpet?” Tanyanya halus sambil melihat dengan teliti ke seluruh sudut
ruangan.
“Kaget ya aku
mengetahui kelemahan fatalmu? Hahahaha! Ingatlah, kita ini memiliki DNA yang
sama, kita bagai orang yang yang sama!” Teriaknya terang-terangan.
“Sama? Artinya dia
memiliki kelemahan fatal yang sama denganku?” Pikirku dalam hati.
Aku mengintip melihat
pria itu yang kebetulan sedang memunggungi aku. Terlihat jelas bekas jahitan
vertikal yang mirip dengan milikku. Setelah berpikir panjang, aku mendapat
sebuah rencana untuk mengalahkannya.
“Baik, aku bisa,
Flaren Illuks.” Kataku dalam hati.
“Baiklah, aku
menyerah.” Kataku sambil berjalan memperlihatkan diriku.
“Ah! Disitu kau
rupanya.” Kata pria itu sambil melihat ke arahku.
“Ring of pyrian!”
Teriakku sambil melempar lingkaran api itu ke arah pria itu.
Dengan lincah pria
itu menghindar dari ketiga lingkaran api itu.
“Forward!” Teriak
pria itu sambil bersiap berlari ke arahku.
“Flaren Izas! Icarus
shell!” Teriakku membalas pria itu.
Pria itu hilang dari
pandangan lalu tiba-tiba muncul di hadapanku. Pria itu terlihat bersiap-siap
memukul telak di wajahku. Namun secara bersamaan sebuah pelindung dari lava
terbentuk di depanku namun anehnya, kekuatanku tidak kuat menahan pukulan itu
dan Icarus shellnya langsung hancur setelah di pukul.
Namun sebelum aku
terkena serangan telak di wajah, aku langsung melancarkan seranganku
selanjutnya dengan cepat.
“Tertangkap, rox rox!
Magnetic field!” Teriakku sambil tersenyum.
Sebuah persegi muncul
di lantai yang mengeluarkan sengat listrik yang bertubi-tubi menyerang pria
itu. Namun hal aneh yang sama terjadi lagi, daerah listrik yang harusnya 5
meter menjadi hanya 3 meter x 3 meter saja.
Walaupun daerahnya
mengecil, pria itu masih dalam jangkauan listrik itu dan mulai menyengat pria
itu. Tapi pria itu berhasil sekali lagi menghilang dan muncul di tempat awalnya
tadi yaitu di tengah ruangan. Aku hanya berdiam diri di atas daerah listrik itu
untuk beristirahat dan berpikir serangan selanjutnya.
10 detik berlalu,
daerah listrik itu mulai menghilang. Terlihat tanpa pikir panjang pria itu
muncul di belakangku dan menendangku ke depan sampai terguling.
“Sekarang, mana
ayahmu? Apa dia akan menyelamatkanmu? Ahahahaha!” Tertawanya kegirangan.
Aku mulai panik dan
membuatku tiba-tiba lupa semua kemampuanku atau blank. Pria itu yang
sudah mulai kewalahan juga mulai memegang katananya.
“Tenanglah Zaima,
tenaaang…” Pikirku dalam hati.
“Ah!” Tiba-tiba aku
mendapat ide.
“Ayahku memang tidak
ada disini, tapi aku masih ada!” Teriakku sambil menunjuk kaki pria itu.
“Illuks izas! Ice
shard!” Teriakku lagi sambil meluncurkan es runcing ke arah pria itu.
Es runcing itu
menancap di kaki pria itu membuat kakinya tidak bisa diangkat.
“Sial! Lepaskan es sialan
ini!” teriak pria itu.
“Dan untuk serangan
terakhir.” Kataku sambil berusaha bangkit.
“Flaren…. Rox,
Phoenix meteor!” Teriakku sambil menunduk dan mengangkat tangan kananku ke
atas.
Sebuah meteor
terbentuk di atas tangan kananku dan mulai terbakar. Lalu aku mengangkat
kepalaku dan mengarahkan tangan kananku ke arah pria itu. Meteor itu mulai
perlahan jatuh ke atas pria itu.
Meteor itu hancur dan
membuat bekas terbakar di bawah pria itu dan perlahan membakar pria itu.
“Dasar bajingan! Aku
doakan kau akan mati! Pamanmu membunuh anakku! Pamanmu yang bajingan itu
membunuh anakku! Dasar bangsat!” Teriak pria itu sebelum dia mati.
“Paman-pamanku memang
tidak waras, maafkanlah mereka.” Kataku sambil mencoba tidak melihat kematian
pria itu.
Namun belum sampai
situ saja, aku mendengar sebuah gerakan di belakangku. Aku melihat kebelakang
dan terlihat patih itu terbangun dan mengambil pedangnya.
“Dia memang tidak
berguna, sekarang lawanmu aku, tanpa sihir.” Katanya tenang walaupun wajahnya
terlihat babak belur.
“Maafkan aku, aku
tidak punya waktu.” Kataku.
“Rox flaren, thunder
speed.” Lanjutku sambil mengambil belatiku.
Detak jantungku mulai
terasa lebih cepat dan dunia terasa lambat sekali. Aku bisa merasakan kecepatan
tubuh yang lebih dari biasanya. Aku langsung berlari ke arah patih itu dan
melukai tangannya dan kakinya agar tidak bisa bergerak. Karena kecepatanku 20%
dari biasanya. Kekuatan fisikku juga lebih kuat walaupun tidak terlalu kuat.
Aku menendang patih itu ke belakang membuatnya terjatuh di lantai.
“Katakan menyerah.”
Kataku sambil menunjuk belatiku ke arah patih itu.
“Baiklah, aku
menyerah. Tapi aku akan memberitahumu satu hal, mendekatlah.” Katanya.
Aku mendekatkan
kepalaku ke arah mulut patih itu.
“Dasar bodoh.”
Bisiknya sambil menempalkan tangannya yang berdarah ke belakang pundakku.
Darah dari patih itu
terkena lukaku dan mulai terhisap ke dalam tubuhku. Rasa sakit mulai menjalar
ke seluruh tubuhku termasuk mataku. Mataku yang tadinya berwarna ungu dan merah
bekas kemampuan thunder speed-ku berubah menjadi hijau kembali. Kemampuan elementalionku
ataupun fusion-ku telah hilang sama sekali untuk yang kedua kalinya.
“AAAAAAH! Sial!”
Teriakku sambil memegang mataku yang sakit sekali.
“Ahahaha… bodoh…”
Kata patih itu sebelum dia meninggal juga.
“Elementalion!”
teriakku berusaha mengaktifkan elementalion.
Namun mataku tetap
hijau dan tidak berubah menjadi putih seperti biasanya. Aku mulai pusing dan
terjatuh dikarenakan kesakitan yang cukup kuat di bagian kepala. Aku hanya
tertidur dan melihat ke atas atap sambil memegang kacamata dan surat milik
ayahku.
“Whoa, pertarungan
yang aneh.” Kataku sambil menutup mataku.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab 5 : Mimpi yang
sebenarnya-
Pusing kepalaku mulai
reda. Aku mulai membuka mataku dan melihat sekeliling. Aku hanya melihat sebuah
pria dengan rambut klimis dan sebuah mahluk berkepala bantal di kepalanya.
“Wah wah, sesuai
dugaanku, anak ini memang keren.” Kata pria dengan rambut klimis itu sambil
tepuk tangan dan berjalan mendekati aku.
“Butuh bantuan?”
Tanya pria itu sambil menawarkan pegangan tangan.
Aku langsung
memegangnya dan mencoba berdiri.
“Kalian siapa?”
Tanyaku tenang namun siaga dengan tangan di dekat kantong belatiku.
“Whoaa…. Kamu bisa
gabungin elemen-elemen ya? Kamu bisa gabungin tepung dan telur lalu membuat kue
tidak?” Tanya mahluk kepala bantal itu.
“Eeeh… wat?” Tanyaku
kebingungan.
“Aah sudahlah,
maafkan temanku yang satu ini.” Kata pria itu sambil menarik mahluk itu ke
belakang dengan memasang wajah poker face yang sangat buruk.
“Namaku Zainurma.”
Kata pria itu sambil menawarkan jabat tangan.
“Namaku itu namamu,
cuman tanpa cahaya.” Kataku tersenyum sambil menjabat tangan pria yang bernama
Zainurma ini.
“Zai…ma? Ya?” Tanya
Zainurma setelah berpikir beberapa saat.
“Zaima? Maksudnya
tanpa cahaya?” tanya mahluk berkepala bantal itu sambil menyodok pantat
Zainurma.
“Nur itu artinya kan
cahaya.” Kata Zainurma sambil berbalik badan.
“Hmm? Zai…ma… Wah
benar! Pintar sekali!” Teriak mahluk itu.
“Namaku Huban!” Kata
mahluk itu sambil mengangkat payungnya sebagai tanda jabat tangan.
“Ya, Zaima.” Jawabku
sambil memegang payung itu.
“Ini dimana?” Tanyaku
sambil melihat kanan dan kiri.
“Ini di bingkai
mimpi. Tempat dimana duniamu masuk ke sini dan membuat sebuah area yang mirip
dengan asalmu.” Jelas Zainurma.
“Woow, aku tidak
mengerti.” Kataku yang masih melihat sekeliling.
“Bodohnya.” Kata
Zainurma sambil menepuk wajahnya.
“Ah iya, pamanku
menitip salam.” Kataku sambil melihat ke arah Zainurma.
“Hah? Pamanmu
mengenal paman Nurma?” tanya Huban sambil melihatku lalu melihat Zainurma.
“Heh? Pamanmu? Kok
bisa tau soal aku? Siapa dia?” Tanya Zainurma.
“Entahlah, pamanku
bisa mengetahuimu dan menitip salam buatmu. Namanya Izayoi.” Kataku sambil
melihat Zainurma.
“Hah? Izayoi? Kau
keponakannya?! Wah pantas saja.” Katanya sambil terkaget.
“Izayoi itu siapa,
paman?” Tanya Huban ke Zainurma.
“Ah, dia cuman teman
lama.” Jelas singkat Zainurma.
“Hmm, baiklah,
sekarang waktunya kamu melanjutkan perjalananmu. Peganglah ini.” Kata Huban
sambil memberikan tali yang diikatkan ke sebuah domba.
“Jaga dia ya! Jangan
sakiti dia, dia agak sensitif” kata Huban berbisik-bisik.
“O-okay?” Kataku
kebingungan sambil memegang tali itu.
“Baiklah domba! Buka
portal!” Teriak Huban sambil mengelus domba itu.
Tiba-tiba sebuah
portal muncul berbentuk pusaran yang mirip dengan black hole. Aku
berjalan pelan-pelan memasuki portal itu untuk melanjutkan petualanganku ini di
dunia mimpi.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-Bab Bonus : Obrolan
mimpi-
[Sebelum bab 1
terjadi]
[PoV Izayoi]
*Syuuut*
“Ada apa kau
memanggilku?” Tanyaku ke arah pria yang sedang memunggungiku.
“Oh, kau sudah
datang.” Kata pria itu sambil melihat kebelakang.
Pria itu adalah teman
lama yang sudah lama tidak aku kunjungi, Zainurma. Dulu kita pernah bertemu
saat aku 18 tahun. Sudah bertahun-tahun lamanya terlewati. Aku mulai menua dan
sudah cukup tua untuk tertidur di peti, sedangkan Zainurma masihlah sehat dan umurnya
tidak bertambah tua.
“Kudengar temanmu itu
punya anak ya?” Tanya Zainurma sambil mengelap kacamatanya.
“Iya, dia memiliki
kemampuan yang unik.” Kataku.
“Hooo… elementalion
ya? Menarik.” Kata Zainurma sambil melihat sebuah kertas di tangannya.
“Kamu mau apa dari
keponakanku?!” Teriakku.
“Ohoho, aku tidak mau
macam-macam. Aku hanya mau mimpinya.” Kata Zainurma sambil tersenyum.
“Hah? Mimpinya
bertemu ayahnya? Hilang dimana? Di mall?” Tanya Zainurma.
“Dia memanglah tidak
pernah bertemu ayahnya. Hal yang wajar bagi dirinya untuk ingin bertemu
ayahnya.” Kataku.
“Oooh…. Baiklah, aku
pinjam keponakanmu sebentar ya?” Katanya sambil menggulung kertas di tangannya.
“Jagalah dia. Aku
mohon.” Kataku singkat.
“Tidak masalah, dia
akan baik-baik saja!” Kata Zainurma sambil berjalan menjauh dari pandangan dan
mulai tidak terlihat.
—Zauber Magi, Battle
of Realms 6—
-End-
Patih? apa nggak sebaiknya pake panglima? karena bagi saya agak aneh pake Patih buat jabatan kerajaan pada umumnya.
BalasHapus"Meja itu terbakar dengan cepat tapi lambang itu terbakar." ada sedikit typo di kalimat ini. jadinya makna kalimat jadi rancu.
nilai 8 dari saya.
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
ngeliat ini jd pengen bntu jawab. nggak juga kalo aneh misalnya pada jaman2 kerajaan indonesia sdang berjaya. ada kok yang nerima jabatan sbg patih dan terkenal banget. yaitu, Patih Gajah Mada.
Hapusok ntar aku bc entry ini deh
mungkin orientasi kamu dan author beda makanya menurutmu ini aneh. ibarat kamu berorientasi ke kerajaan universe ala eropa-barat, sementara author orientasinya kerajaan indonesia-jawa
Hapusmaaf juga kalo salah dan kaya sok tau. hehehe
HapusUwaaah, iya ada typo. Terima kasih udah mau baca cerita saya dan makasih lagi buat ratingnya.
HapusSesuai ya dijawab kak Cloud Strife diatas, yap, saya memang mengingat Patih Gajah Mada saat membuat tulisan ini. Jadi saya memutuskan memakai istilah patih. Terima kasih.
HapusSaya bingung, sepanjang entri ini ocnya dipanggil Zaima, jadi Zauber Magi itu apa? Nama gelar?
BalasHapusPaling yang pengen saya kritisin soal kadang" penggunaan kapitalnya salah tempat, dan sfx (meski kalo soal sfx kayaknya terserah penulis sih). Ceritanya lumayan ngegambarin background si Zaima (Zauber?), cuma saya kurang nangkep kenapa cerita ini defy the tyranny - patihnya ga keliatan begitu berkuasa selain karena gelarnya patih
Spam kata 'orang itu'nya lumayan bikin jenuh juga. Mungkin coba variasi susunan katanya biar ga terlalu monoton. Berlaku juga buat setiap dialog, saya liat di sini hampir semua dialog seolah harus diikutin keterangan '-kata x' atau '-tanya y', padahal ga harus melulu begitu
Terus, saya ngerasa dialognya mestinya bisa lebih baik lagi. Di sini masih berkesan komikal, jadi berasa kurang natural (saya susah ngegambarin apa yang ngeganjel pas baca, tapi kira" begitulah)
Nilai 7
Halo kak Sam~ makasih udah baca cerita saya dan udah rating. Iya saya juga merasa dan bingung gimana caranya ngebuat kerasa di patihnya yang bekuasa. Saya awalnya mau buat ceritanya itu si rajanya itu semacam boneka yang di gerakin oleh si patih. Tapi kayaknya fail xD. Sarannya pasti saya pakai biar kedepannya lebih baik lagi, sekali lagi terima kasih.
HapusAh iya, Zaima itu berasal dari ZAuber MAgi, jadilah ZAIMA.
Halo radit, teman anda Rangga di sini akan mengomentari entrymu!
BalasHapus*suara tepuk tangan*
pertama, masih banyak typo di sana-sini seperti karena yang ditulis Karen dan lainnya
kedua, ada banyak pengulangan kata sosok itu, orang itu, dan lainnya yang bikin jenuh bacanya
ketiga, nggak tahu disengaja atau typo, tapi ada bagian yang ditulis 'Grand Magnus' yang bikin saya bingung itu typo, beda gelar, atau gelarnya diubah
tapi ceritanya mudah dipahami dan bikin enjoy pembaca (saya) meskipun agak terkadan agak bingung, bagian bertarungnya juga seru dengan template mainstream 'senjata makan tuan' ditambah 'antagonis menipu MC yang polos' yang membuat ceritanya tambah seru.
Nilai 8/10
OC: Snow Winterfeld
Terima kasih rangga~ xD
HapusMakasih masukannya dan sarannya. Pasti saya pakai untuk kedepannya lebih baik. Sekali lagi makasih~
Gak ada komentar apapun soal sosok 'Izayoi'?
Hapusini endingnya masih nggantung ya. itt musuhnya kan belum bnar2 nyerah kok tantangannya udah slsai gtu aja? bukannya berarti tantangannya belum selesai ya? tp, eh malah zainurma dan ratu huban keburu muncul. jd, 7
BalasHapusEh? Saya pengen menyampaikannya si patih setelah memegang belakang leher Zaima langsung pingsan. Apa nggak tersampaikan ya? Kalau gitu maaf >.<
HapusMakasih masukannya dan ratingnya kak Clood Strife~
Ehm. Halo. /plak
BalasHapusPenjelasan tentang mimpinya....saya mencium bau motivator disini(?)
Untuk awalnya bagus, saya sebagai pembaca jadi tau siapa si Zaima ini. Cuman, masuk chapter 2 mulai banyak typo sama penggunaan kata yang kurang efektif. Untuk battlenya, yah. Seperti yang sudah saya pribadi harapkan.
7/10
OC : Takase Kojou
Haihai kak Nakano~
HapusCerita ini pengerjaannya agak aneh emang. Setelah pengumuman babak preliminary ini muncul, saya langsung cepet-cepet ngerjain chapter 1 (santai). Lalu saya break lama soalnya ada ujian. Setelah itu, sisa 4 hari sampai babak ini ditutup jadinya saya panik. Tulisan mulai kacau. Ehh malah 1 hari sebelum babak ditutup nyadar kalau waktunya cukup. Jadinya inilah hasilnya~ /maaf curhat >.<
Makasih sarannya dan ratingnya kak Nakano~
Err ... yg paling ganggu itu pola kalimatnya. Depannya kebanyakan aku begini, aku begitu. Iya sih PoV orang pertama. Tapi coba kalimat depannya agak divariasikan misal: kuaktifkan sihir bla bla bla. Setelah itu kuambil bla bla bla.
BalasHapusTerus, dunianya gak koheren. Nama planet dan beberapa orangnya semacam nama Jepang--tapi kok di tempat yg sama ada nama berbau Jerman, atau kata seperti sonne. Kalau buat saya itu, agak terasa aneh. ._.
Banyak typo dan pengulangan kata ganti orang. Samaa lah ya kayak kata suhu-suhu di atas.
Jadi saya titip 7.
-Sheraga Asher
Halo~
HapusSarannya mirip kayak diatas-atas, PoV sama typo. Saya pasti masukin sarannya biar selanjutnya lebih baik.
Soal nama-namanya, saya cuman milih random aja sih. Saya emang dari awalnya suka anime jadinya namanya jejepangan gitu. Tapi menurut saya terlalu 'anime' banget kalau semuanya jejepangan, jadi saya masukin Jerman biar keliatan gak polos banget.
Terima kasih saran dan ratingnya~
Ehm... sepertinya sudah banyak diatas yang bahas tentang pengulangan kata, dan typo yang buat pembaca kurang 'nikmat' baca cerita ini.
BalasHapusSaya akan menambahkan tentang jarak antar paragraf yang tidak konsisten. Di cerita ini banyak saya temukan enter tunggal dan dobel. Entah ini di sengaja oleh penulis atau tidak. Membuat saya kurang nyaman pas baca. Atau karena hp saya?
Secara keseluruhan ceritanya cukup menarik. Tapi battlenya kurang. Patihnya kalah enggak sih? Dan kalau cuma patih sepertinya kurang mencerminkan pemimpin yang jahat.
7 dariku
-=AI=-
Yap, PoV dan typo. Sudah pasti saya ingat sarannya.
HapusSaya juga agak bingung kenapa jadi kelihatan kayak gitu, space antar paragrafnya 1 kok. Kalau di blok (di drag pake kursor atau hp) keliatan yang terblok cuman 1 spasi di antara paragraf. Tapi saya coba hindari untuk kedepannya.
Terima kasih saran dan ratingnya~
Cerita yang tergolong ringan menurut saya. :s
BalasHapusAda banyak potensi di cerita Zauber. Tapi kayaknya kurang terjelajahi. Seperti konfliknya kurang memuaskan, baik dari sebab-akibat dan cara menyelesaikan konfliknya, dan juga adegan berantemnya masih terlalu biasa. Menurut saya adegan berantemnya padahal bisa dibuat lebih wah.
PoV 1 nya masih biasa aja, karena terlalu monoton kalau menurut saya. Mungkin bisa dicoba bentuk penyampaian yang lain kalau maju ke R1 nanti.
Saya titip 7 dulu deh untuk Zaima. Semoga bisa bertemu kedepannya :s
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
Haloo~
HapusFun Fact : Kalau seandainya gak sadar, ini lanjutan cerita saya dari BOR tahun lalu. Jadi ini universe dan ceritanya emang besar banget dan saya coba eksplor sebaik mungkin. Tapi makasih sarannya.
Yap, PoV. Sudah saya ingat~
Terima kasih sarannya dan ratingnya~
penggunaan kata 'aku' harus ditekan lagi sebanyak mgkn biar gk terlalu merejalela, itu yg harus diperhatikan dr penggunaan pov 1 biar gk jenuh baca aku aku mulu.
BalasHapustata bahasa sedikit berantakan di bbrp bagian jadi rancu bacanya.
'suara air mata bergelinang di mata' < ini terlalu hiperbola, itu mata atau keran emang ampe ada suara? LOL
sfx mengganggu ditambah bbrp yg sgt tidak sesuai dgn penggambaran yg semestinya. *syatt < lbh cocok untuk adegan tertebas atau sejenisnya, tapi di sini malah suara tubuh yg tertendang -_- aneh
dialog dari 1 org yang sama mestinya digabung aja dalam 1 paragraf tidak usah dipisah jadi 2, malah terkesan org lain yg bicara. Untungnya masih ada penjelasan siapa yg ngomong.
suara hari pakai italic aja atau petik satu, bedain ama yg ngomong bersuara langsung
7
Samara Yesta~
Halo halo~~
BalasHapusCerita pakai POV 1 memang paling mudah untuk mnceritakan apa yang dirasakan sama OC. Tapi di sini kesannya kurang, entahlah. Mungkin karena terlalu banyak penggunaan kata 'Aku'.
Untuk villainnya terlalu bangak ketawa #lah :))) untuk plotnya oke, saya bisa ngikutin.
Oke. Skor dari saya 7 ya~~
Oc: Ulrich Schmidt
Kaminari: Another Magi. Zauber Magi. Zauber is magic, from Germany. Zauber Magi, Magi the Magician? Zaima the Magician. Kenapa dia magic. Kenapa dia Zauber? like, a fuhrer, with, Her #Halah
BalasHapusPutting aside, pembawaan konotasi "aku" membuat monoton. Tapi basis sihirnya relatable as a magician itself. Masih menganut konsep "Good Magician" dimana memanggil sumber segala sumber kekuatan.
Basic Elementalion, Flaren. Flaren ada, next spell. Runtut, but not fast enough untuk narasi diatas.
Enjoy lumayan
7
OC: Kaminari Hazuki
ini author izayoi nakama, ya? saya denger dia ikut lagi dgn oc zauber magi.
BalasHapusimpresi saya.. plotnya ringan dan mudah dicerna. cuma cara penyajiannya musti ditingkatkan lagi. saya saranin sih riset secara mendalam ke beberapa entri yang tulisannya rapih dari beberapa veteran. tapi perkembangannya perlu diacungi jempol
7
Ketika saya menemukan Dr. John, saya sangat membutuhkan untuk membawa mantan kekasih saya kembali. Dia meninggalkanku untuk wanita lain. Itu terjadi begitu cepat dan saya tidak punya suara dalam situasi sama sekali. Dia baru saja mencampakkan saya setelah 4 tahun tanpa penjelasan. Saya menghubungi Dr.John melalui situs webnya dan Dia memberi tahu saya apa yang harus saya lakukan sebelum dia dapat membantu saya dan saya melakukan apa yang dia katakan kepada saya, setelah saya memberikan apa yang dia inginkan, dia mengucapkan mantra cinta untuk membantu kami kembali bersama. . Tak lama setelah dia melakukan mantranya, pacar saya mulai mengirimi saya pesan lagi dan merasa tidak enak atas apa yang baru saja ia lakukan. Dia mengatakan bahwa saya adalah orang yang paling penting dalam hidupnya dan dia tahu itu sekarang. Kami pindah bersama dan dia lebih terbuka kepada saya daripada sebelumnya dan kemudian dia mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan saya daripada sebelumnya. Sejak Dr. John membantu saya, pasangan saya sangat stabil, setia dan lebih dekat dengan saya daripada sebelumnya. Saya sangat merekomendasikan Dr. John kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Email: drjohnsoco@gmail.com ATAU drjohnsoco@outlook.com, Panggil dia atau tambahkan dia di Whatsapp melalui: +2348147766277
BalasHapus