oleh : Nibelhero
--
--
Prolog
Berulang kali pisau itu melukai tangan Men. Setiap kali mencoba mengiris bahan makanan apapun, mau itu dilakukan secara pelan, ataupun cepat. Men seakan tidak mampu mengendalikan pisau itu secara penuh.
Hal yang sama terjadi saat Men mencoba menggunakan alat masak lainnya. Mencoba tangkas hanya menambah luka, memperlambat tempo hanya membuatnya makin frustrasi. Dia seakan kehilangan kemampuan masaknya secara total.
Semua kondisi ini membuatnya berakhir dalam tekanan emosional yang belum pernah dirasakannya. Bahkan lebih parah dibanding saat dia mencari impian baru di titik puncak kuasanya.
Yang bisa dia lakukan sekarang? Membanting pisau itu dan menghempaskan semua yang ada di meja persiapan ke lantai.
Teriak, lalu hening. Hanya nafasnya yang tak teratur terdengar di ruangan kosong itu. Dia menjatuhkan dirinya, terduduk bersandar pada meja dapur.
"Pandragon, wujud semula."
Meja persiapan dan seluruh meja dapur itu merombak diri dan berubah menajdi sebuah naga besi yang sangat besar. Dengan satu dengusan, seluruh peralatan masak masuk ke tubuhnya. Kembali rapi. Hanya sampah-sampah bahan makanan yang tercecer di lantai saat ini.
"Maafkan aku, kembalilah ke tempatmu. Aku perlu menenangkan diri. Mungkin belum waktunya memasak dan menggunakanmu saat ini."
Ucapan Men sangat pilu, membuat naga besi itu menunjukkan ekspresi sedih yang jarang diperlihatkannya.
"Maafkan aku," Ujar Men sambil menunduk.
Pandragon melayang pergi, menghilang dalam kegelapan.
Men hanya bersila, lalu meringkuk terjatuh sambil menutupi kepalanya. Tak ingin siapapun melihat kondisinya saat ini yang kacau.
Tetesan air mata dari si pemimpin bertangan besi. Bahkan Men tidak ingin nafasnya tau dia menangis.
"Apakah pilihan jalanku sudah tepat? Kenapa jadi begini? Apa yang harus kulakukan...? Dewa...."
***
1st Thread
Kehitaman
"Seperti ini yang terjadi sekarang." Ungkap Onya.
Setelah apa yang terjadi pada Men, Beberapa area yang dikenal sebagai bingkai mimpi berubah menjadi hitam kelam. Walaupun setiap benda masih tampak bentuk dan dimensi yang ditandai denga garis. Warnanya seperti tidak hidup.
Bayangkan film hitam putih dengan nuansa horor. Seperti itulah kondisi semesta yang ditinggali Men sekarang.
"Setelah Bapak dibawa oleh Kurator dan si kecil berkepala bantal. Entah kenapa kondisi di sini menjadi seperti ini."
Onya sendiri terkejut saat dia disadarkan kembali oleh Kamian – Salah satu OldGod dari Semesta Kuliner, kemudian mendapatkan cerita yang rasanya tidak masuk akal. Bagi dia sendiri bisa bertemu dengan salah satu OldGod saja sudah di luar kemampuannya berimajinasi.
Men sudah tak bisa lagi lebih terkejut daripada ini. Sebelumnya pun dia sudah melihat yang lebih...entah kata apa yang cocok untuk menggambarkannya.
Men masih mengingat kejadian itu dengan jelas.
Men yang menang berhasil melewati Ujian dari sang kehendak akhirnya dibawa ke sebuah ruangan besar, kata sang kurator, itu adalah Aula dari Museum Semesta. Di aula tersebut mereka ditunjukkan beberapa hal. Salah satunya adalah, ujian yang mereka jalani, terpampang di dinding Aula tersebut. Katanya, itu menjadi karya dengan bahan utama: Para Reverier dan impian mereka.
Jadi apapun yang dilakukan para Reverier akan terekam di dinding aula ini, dikonverasikan dengan baik, menjadi sebuah karya. Tapi belum termasuk mahakarya yang bagus. Mereka harus menjalani beberapa "perjalanan lagi."
"Tapi, dari 66 karya yang masuk. Ada 5 yang...bagaimana ya harus kubilang..." Zainurma memikirkan kata yang diusahakan tidak menyinggung para Reverier, tapi sepertinya tak bisa,"...Katakan saja, kualitasnya rendah. Buruk sekali."
Aula bergertar, berguncang, seperti terkena hantaman gempa bumi dengan skala yang besar. Tapi tak runtuh.
Zainurma berbalik bersama satu rekannya –seorang wanita berbaju zirah emas dengan tombak dan perisai ala prajurit Yunani, Mirabelle sang penjaga aula. Ekspresi mereka meringis. Ada kesedihan dan ketidaktegaan, tapi mereka tak mampu berbuat apa-apa.
Para reverier, termasuk Men melihat ke arah pandangan Zainurma dan Mirabelle tertuju.
5 reverier yang karyanya dipandang buruk, seperti dicengkram sesuatu. Tubuh mereka terangkat, mereka menjerit kesakitan. Siapapun yang melihatnya di situ, takkan tahan. Tapi tak ada yang bisa mereka lakukan untuk menolong. Karena tepat setelah sebuah cahaya silau membutakan pandangan mereka sekejap. Semuanya berakhir.
Gempa menghilang, 5 sosok reverier tadi berganti menjadi sebuah karya. Mereka menjadi guci tanah liat yang bahkan mungkin tak ada nilainya sama sekali.
Bingung.
Panik.
Kecemasan meningkat.
Pertahanan diri para reverier mulai membuncah. Ketidak tahuan mereka berubah jadi amarah.
Mereka berteriak, mempertanyakan, ingin menyerang. Yang berikutnya semua perasaan teror itu terhempas mengikuti tubuh mereka yang melayang lalu membentur dinding akibat ayunan tombak Mirabelle.
"Ketahuilah, ini bukan keinginan kami. tapi tak ada yang bisa kami lakukan. Begitu juga kalian."
Bisa dibayangkan, jika 5 orang yang karya impiannya dianggap rendah saja menjadi guci tanah liat abal-abal, apa jadinya dengan 25 orang yang karyanya bahkan tak masuk sama sekali ke aula ini, padahal mereka Reverier?
Men paham ini bukan lagi kejadian yang bisa ditanggapi dengan kewaspadaan tinggi saat menghadapi musuh luar biasa, tapi harus lebih dari itu. Ini cakupannya semesta yang berbeda.
Di balik cahaya terang itu, Men dan beberapa Reverier merasakan dan melihat sosok itu. Patung raksasa yang tak bisa dilihat kesluruhan bentuknya. Entah apa bentuk aslinya. Tapi mereka paham, sosok itu memiliki kekuasaan dan kekuatan yang setara dengan dewa-dewi mereka di semesta masing-masing.
Namun, karena ini bukan semesta mereka –bahkan semesta mereka ikut terombang-ambing karena ini, pastilah sesuatu yang disebut sang kehendak ini, tak bisa disangkal keberadaannya.
Men yang melihat bingkai mimpinya menghitam pun mulai menyadari. Mungkin ini bukan sekedar kehitaman. Ini cerminan atas diri reverier. Ini sama seperti impian kosong. Tak ada rasa hidup. Tak ada warna kebebasan.
Kelam layaknya kekosongan. Kehitaman ini menyesakkan. Dia tahu ada hal yang akan bisa memberikan setitik cahaya lagi di sini. Tapi tak ada percikan ide apapun yang keluar.
"Aku harus berjalan," pikir Men.
Tepat setelahnya, alat komunikasi milik Men berbunyi.
"Kalian harus bersiap, berikut akan kubagikan informasi mengenai apa yang harus kalian lakukan. Jika sudah siap, Domba kalian akan membantu kalian segera."
***
2nd thread
Hitung Domba
"Pak, Pandragon sudah ditingkatkan, semua performansi mencapai 100%. Semua bahan-bahan masakan yang dibutuhkan juga alat masak sudah dipersiapkan penuh." Onya melaporkan.
Men bersiap. Meski dia masih merasakan kegudahan akibat kondisinya sekarang. Dia tetapharus maju.
"Terima kasih Onya."
"Baik, kita siap berangkat." Onya berjalan menuju domba untuk membuka portal.
"Tidak."
"Eh?"
"Onya, saya butuh kamu untuk tetap di sini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini selama saya pergi." Men memegang bahu Onya, "saya ingin kamu berjaga di sini, demi keamanan Ambrossia."
"Tapi, ...pak.."
"Ini perintah," ujar Men sambil matanya menyiratkan dirinya tersenyum.
Onya terdiam. Dia khawatir. Dia tahu pimpinannya sedang dalam kondisi terparah yang pernah dia alami. Karena selama dia berada di bawah pengawasan Men, men tidak pernah seperti ini sebelumnya."
"Tidak usah khawatir, ini perjalanan saya, tapi saya tak bisa ada di dua tempat sekaligus. Saya percayakan tampuk kekuasaan padamu untuk sekarang. Bisa kan?" Men mengelus pipi Onya.
Dada Onya berdegup kencang. Perasaan yang samar-samar dirasakannya selama ini muncul kembali. Dia memegang tangan Men. Mengangguk.
"Terima kasih."
Men menyentuh domba itu, kemudian domba itu mulai bercahaya dan mengeluarkan portal.
"Portal akan tertutup dalam 5 detik. 5...mbeeek...4....mbeeeek", Domba itu menghitung mundur sambil seluruh tubuhnya berkedip-kedip.
Men tertelan dalam portal tersebut, menuju bingkai mimpi yang lain.
"1...mbeeek...portal ditutup, sampai ketemu lagi. Mbeeeek."
***
3rd thread
Air Seni
Sudah lebih dari 24 jam Men berada di sini. Di negeri tanpa seni.
Awalnya negeri ini dikenal sebagai ibukota seni dimana para seniman berkumpul dan memberikan karya mereka sebagai persembahan atas kebahagiaan dan kesejahteraan pada semua orang di dunia.
Namun, kesenangan itu perlahan lenyap. Sejak Raja sebelumnya wafat dan digantikan oleh anaknya,Vanart, semuanya menjadi mengerikan.
Setiap seniman yang berusaha untuk menunjukkan karya seninya ke siapapun, akan langsung ditangkap, dipenjarakan atau kalau tidak, dibunuh.
Negeri itu perlahan berubah menjadi sebuah penjara beton, tak ada orang yang keluar masuk membawa karya seni. Semuanya harus dimusnahkan.
Negeri ini seakan menajdi kota mati. Kusam.
Tak ada yang tau apa alasan Vanart berperilaku begitu.
Akhirnya yang ada hanyalah konflik antara Vanart dengan para rakyat yang ingin memberontak.
Pemberontakan sebelumnya dipimpin oleh Harun. Sudah entah yang keberapa kali pergerakan mereka dilakukan tapi berakhir gagal, bahkan naasnya, aksi pemberontakan terakhir membuat Harun Tewas dan mau tak mau para aktivis pemberontakan turun lagi ke pergerakan bawah tanah dan menyusun siasat.
Pemimpin mereka sekarang, Heil Steiner, yang baru bergabung beberapa hari lalu dalam pergerakan ini –dimana sebelumnya dia hanya bergerak secara individual, menyebarkan artikel bergambar untuk menekan pemerintahan dan menaikkan semangat dan kebencian para masyarakat terhadap kezaliman Vanart, mencoba mengusulkan siasat terakhir.
Mereka akan melakukan pertunjukan-demonstrasi besar-besaran di halaman istana, sebagai pengalih perhatian, agar Heilsteiner dan beberapa tim penyerang bisa menyusup ke istana.
Men, bergabung dengan para pemberontak ini, tapi tertangkap. Bersama salah satu Rekan reveriernya juga, olive, si gadis badut, mereka tak dapat melepaskan diri dari sergapan prajurit vanart yang sangat banyak.
Kini Men dan Olive berada di penjara, dan sedang berdialog dengan vanart yang dilindungi banyak Prajurit setianya.
***
Castor Flannel, seorang Reverier, entah kenapa dia yang kacau ini memilih untuk bekerja sama dengan Men dan bergabung bersama tim pemberontak.
"Aku suka kegiatan mereka. Walau aku tak suka pembicaraan politik yang mereka lakukan, aku suka dengan hal-hal keren yang mereka buat."
Castor bercerita saat beberapa seniman melakukan keahlian mereka. Ada yang sangat emosional, ada yang lucu sampai membuat Castor tertawa terbahak-bahak.
Ada satu yang jadi favorit dia. Waterbender. Seniman ini mampu memnaipulasi air dan menciptakan berbagai bentuk. Tariannya indah.
"Ini namanya Air Seni! HAHAHAHAHAH"
Terus dia mengungkapkan idenya, "Aku ingin dia bikin bola air raksasa, lalu aku bakal sentuh dengan TickBomb, 5-10 menit mungkin cukup. Kalau meledak, bakal jadi keren. Kunamai LEDAKAN AIR SENI. HAHAHAHAHAHAHAH"
Oke.
Mantap.
Yang jelas, Castor senang dengan faksi yang didukungnya sekarang dibanding sisi pemerintahan.
Mungkin sudah terbayang jelas apa yang akan dilakukannya saat pemberontakan terakhir berlangsung. Dia bakal pipis, ditaruh di wadah, lalu dijadikan tickbomb.
***
4th thread
Trauma
"Aku mendengar tentang Reverier ini dari song sang sing dan Marietta. Kalian orang-orang nyentrik, tapi berkekuatan hebat. Kenapa kalian tidak bergabung denganku seperti mereka berdua? Kita bisa memimpin negeri ini dengan penuh kekuasaan!"
Tawa penuh kekuasaan itu meledak, para pengikutnya pun melakukan hal yang sama.
Men dan Olive yang terikat di kursi memerhatikan mereka semua.
Olive hanya menggerak-gerakkan badannya seperti bosan. Sedangkan Men, walau tak bisa membaca pikiran Vanart, tapi paham betul dia ini orang yang seperti apa. tak percuma umurnya 200 tahun, apalagi dia juga menjadi salah satu pemimpin di negerinya sendiri.
"Kau, hanya anak-anak yang suka bermain seenaknya. Semua pengikutmu, alat-alat militermu hanyalah mainan yang kau warisi dari ayahmu."
"A-apa?! Diam kau!" satu hantaman dari Vanart melayang ke pipi Men. Oliver bergidik.
"Heh, tampuk kekuasaan yang kau pegang, kau pakai tanpa hukum yang jelas dan hanya kau gunakan untuk menutupi ketakutanmu kalau semua ini akan hilang."
"DIAM!" satu hantaman lagi. Hidung Men berdarah.
"Coba kutebak, aku mendengar kau memiliki ketakutan dengan gambar dan patung dari seniman jahat yang dulu menculikmu. Oh atau ada 1 rumor lagi, dulu para seniman anak-anak lain, membully-mu dan menjahilimu sampai kau ketakutan. Lalu kau menyimpan dendam pada mereka. Lalu akhirnya saat kau mempunyai kekuasaan besar, kau berjanji akan menghukum mereka, ya kan? generalisa---"
Belum sempat Men mencercanya, Vanart menghunus pedangnya dan menusukkan itu ke kaki Men. "DIAM KAU!! TAU APA KAU TENTANG AKU. SENI ITU TIDAK ADA GUNANYA! HANYA MEMBUANG-BUANG WAKTU. SENI ITU JAHAT! TAK ADA KEUNTUNGAN YANG DIDAPATKAN!"
Vanart murka.
"AYAHKU JUGA BODOH, ENTAH UNTUK APA MELINDUNGI DAN MENSEJAHTERAKAN MEREKA. YANG PENTING ITU KEKUATAN. KEKUASAAN. AGAR TAK ADA YANG MENYEPELAKANMU. DENGAN KEKUASAAN DAN KEKUATAN SEMUA BISA DILAKUKAN. SEMUA BISA KULARANG!" kembali dia memperdalam tusukannyake kaki Men.
Men menggeram kesakitan. Tapi setelahnya hanya tertawa.
"Oh, benar-benar panik. Tak ada aspek kepimimpinan pada dirimu. Keadilan dalam dirimu sudah hilang!"
"aaaaaAAARRGH!" teriakan Vanart yang marah bercampur dengan teriakan kesakitan Men.
Teriakan mereka yang berbarengan itu terganggu oleh laporan salah satu pengawal.
"LAPOR RAJA! PARA PEMBERONTAK MELAKUKAN DEMONSTRASI KARAYA SENI DI HALAMAN ISTANA. ENTAH BAGAIMANA MEREKA BISA MASUK."
"APA?!" Vanart dan para pengawal bergegas keluar.
"Song, kau urus mereka berdua. Marietta kau ikut aku." Vanart memberikan perintahnya.
Mereka berdua mengangguk.
Song memulai menggunakan kemampuannya bernyanyi.
"Pertama kau, Men. Aku akan menggunakan Memoria padamu."
"Kenapa kau melakukan ini, kau tahu kan dia yang jahat?"
"Terserahku mau di pihak mana kan? bukan urusanmu."
Song mulai memasuki ingatan Men, dalam kondisi itu, Song dan Men menjadi hantu yang berada di dalam ingatan Men. Song berusaha merombak pikiran Men.
Namun, gagal.
Song tak sanggup melihat apa yang terjadi di ingatan Men. Malah Men yang membuat song seperti menderita di dalamnya.
Ingatan 200 tahun itu bukan mainan. Song yang masih muda takkan sanggup menahan beratnya beban Men.
Malahan, Men menjadi teringat beberapa hal di saat dia berlatih memasak. Inspirasinya kembali.
Olive yang melihat Song bernyanyi dan Men seperti tertidur, langsung membuka ikatannya, keahliannya sebagai escapist ternyata sangat berguna. Setelah lepas dari belenggu, dia menyerang Song.
Men pun terbangun.
"Terima kasih wahai sang Jester," ungkap Men.
Olive pun merasa tersanjung dan membungkukkan badannya layaknya putri.
"Aku juga berterima kasih padamu Song. Semoga kita bertemu lagi."
Men mengikat Song dalam kepompong Mienya. Keahliannya kembali, dan kepercayaan dirinya mulai tumbuh.
"Mari, kita mulai pertunjukannya." Ujar Men.
Olive setuju.
***
5th thread
Pertunjukan
Semua seniman yang tersisa mulai mengubah haluan, dari pertunjukan menjadi pergerakan ofensif ke arah istana.
Mereka sudah dapat tanda kalau Steiner dan tim penyerbu sudah masuk dan melacak keberadaan Vanart.
Semua mengerahkan kemampuan masing-masing. Ada yang memainkan alat musik dan mengeluarkan bunyi menyayat layaknya macan menyerbu kunyuk.
Ada yang menggunakan seni bacot, dengan mengeluarkan banyak filosofi membuat para pasukan terkantuk-kantuk.
Pihak istana balas menyerang, artileri lebih besar dan tank mulai dikeluarkan.
Mereka kewalahan. Di sinilah saat sang pahlawan—eh teroris ledakan muncul. Castor Flanel muncul dari angkasa. Dengan menumpang ahli seniman terbang, dan dengan bantuan seniman ahli seni melipat kertas, dia membuat bom yang unik. Berbagai macam origami berbentuk pesawat dan burung turun melayang dari angkasa.
Tapi tak ada yang menyangka, itu semua sudah menjadi bom dengan daya ledak yang besar.
Berikutnya suara ledakan dimana-mana puing-puing istana berjatuhan.
Dan Castor, bahagia. Tertawa dengan riang.
Sementara di dalam istana, Steiner dan beberapa orang yang tersisa dari tim, kewalahan melawan Pihak pengawal yang dibantu oleh Marietta.
Steiner sendiri harus berhadapan dengan vanart. Duel mereka tidak seimbang. Seteiner yang hanya bersenjatakan kopor ajaib yang tahan segala benturan, tak mampu menahan keahlian berpedang dan menembak Castor. Dia tersudut.
"Pemberontakanmu hanya sampai di sini seniman bodoh!"
***
Sebuah pisau melayang menepis hempasan pedang vanart.
"Cukup sampai di situ raja kekanakan."
"K-KAU!" bingung, Vanart tidak menyangka Men bisa lolos. Sikap meremehkannya membuatnya jatuh bebas kali ini. "Mati kau!" Tembakan Vanart meluncur ke Men.
Men menepisnya dengan kaki laba-laba miliknya.
"Saatnya kau kuajari bagaimana hukuman itu berlaku. Pandragon!"
Naga besi itu muncul dan merobohkan dinding istana dimana Men berada.
"Iron Wok!"
Naga besi itu bertransformasi menjadi sebuah meja persiapan dan meja dapur lengkap.
Steiner dan vanart bengong berbarengan, "WOI, INI LAGI PERANG, KOK MALAH MAU MASAK?!"
"Steiner, berlindung ke sini, cepat!"
Steiner tak berpikir dua kali, Vanart yang melihat Steiner bergerak ke arah Men mulai menembakinya. Kakinya kena, tapi Steiner berhasil bersembunyi di belakang meja Men.
"Steiner, aku akan menghidangkanmu makanan untuk mengisi staminamu. Sayangnya bukan mie yang jadi keahlianku, hanya beberapa bahan masakan yang bisa dimakan secara raw."
Men mulai memainkan pisaunya, vanart yang merasa dilecehkan dengan sikap Men yang terlalu tenang itu mulai maju.
Tak diragukan lagi keahlian Vanart dalam memainkan pedang, tebas kanan, tebas kiri, perputaran tubuhnya, semuanya mengincar titik vital Men.
Tapi, bahkan Men, tak bergerak sedikitpun dari balik Pandragon yang menjadi meja dapur. Dia mengatasi semua serangan vanart dengan kaki laba-labanya.
Vanart terus menyerang sampai akhirnya menemukan celah. Tusukannya mengarah ke perut Men.
Men tak peduli, sigap, seakan menyingkirkan lalat yang menganggunya memasak, dia menepisnya dengan sedikit gerakan pisau lalu dilanjut dengan tinju dari kaki laba-labanya.
"Steiner, makan ini."
Steiner hanya terkagum melihat sosok di depannya. Bahkan di tengah gempuran serangan itu dia tetap tenang menyiapkan makanan. "salad dan tuna fillet setipis cermin. Dressing umum dengan minyak zaitun. Makanlah."
Steiner menerimanya dengan lahap. Vanart, makin terpancing amarahnya.
"Marietta, bantu aku!"
"Tak bisa, aku masih menghadapi si badut kerdil ini."
Olive yang mendengar dirinya disebut kerdil menggembungkan pipinya dan semakin menjadi-jadi serangannya. Semua serangan pisau belati milik Marietta dapat dihindarinya, bahkan tanpa teleport.
"Si-sial. Pengawal, lindungi aku sampai ke tempat perlindungan," teriak Vanart.
"Kita harus mengejarnya Steiner." Ujar Men.
6th thread
keadilan
Pertarungan di luar masih berlangsung sengit, korban berjatuhan di kedua pihak. Castor yang awalnya bersenang-senang pun mulai kehabisan tenaga. Tak ada senyum lagi di wajahnya.
Jika ini terus belanjut, mereka akan musnah semuanya, sedangkan pasukan kerajaan seakan tak ada habisnya.
Beberapa seniman mulai mempertanyakan apakah Steiner bisa berhasil atau tidak. Beberapa masih menguatkan diri dan meyakinkan rekannya untuk terus berjuang.
Vanart sendiri sampai di ruangan teratas, tempat persembunyian di istana.
"Si-sialan, dasar seniman-seniman bodoh! Sialaaaan!!!" nafasnya memburu. Kepanikan mulai menjalar di seluruh tubuhnya.
Dia tidak memiliki opsi apapun lagi, tapi juga tidak mau mati. Dia sebenarnya paham konsekuensi atas segala tindakanya.
"Seandainya saja para reverier ini tidak datang, mungkin tidak akan begini jadinya. Sial!"
Umpatan demi umpatan menghiasi mulut Vanart. Para pengawal pribadinya hanya diam, menunggu perintah selanjutnya.
***
"Kurasa di pintu ini, Pandragon dobrak pintu besi ini."
Tak perlu lama, pintu besi itu hancur terlontar karena tubrukan pandragon.
"Kita akhiri di sini sekarang Vanart."
"Tidak, kalian yang akan habis." Vanart mengeluarkan tenaga keputusasaannya.
Baku tembak terjadi, para pengawal pun ikut menyerang Men dan Steiner.
"Yin Yang, " bisik Men.
Pandragon mengubah dirinya menjadi sebuah kubah kecil dan melindungi kedua orang itu dari segala serangan. Sampai akhirnya semua kehabisan amunisi dan kelelahan.
Pertarungan ini menuju akhir.
"wujud semula, pandragon."
Men keluar dari kubah itu, dan berbicara pada para pengawal.
"Kalian, tak perlu mati di sini. Tak perlu lagi melindungi si raja tengil ini. Pergilah, biarkan kami selesaikan apa yang harus diselesaikan di sini."
Semua pengawal saling pandang.
"Pergilah, aku takkan mengatakan untuk yang ketiga kalinya."
Banyak pengawal yang pergi dan berhamburan keluar ruangan.
Sisanya...
"Kalian, benar-benar tidak mau menyerah?"
"Tidak, kami tidak mau kehilangan kekuasaan kami."
Men mendekati mereka. Tersenyum, lalu yang berikutnya terdengar hanya teriakan para pengawal itu menjelang ajal mereka.
Steiner yang melihatnya, terdiam. Vanart pun pucat.
"Steiner. Tangkap dia, selesaikan tugasmu."
Steiner yang tersadar, mulai merasakan emosinya kembali.
Dia menghampiri Vanart dan memukulinya berkali-kali sambil mengucapkan sumpah serapah. Kematian orang tua Steiner, keraba-kerabatnya, ditumpahkan semua melalui tumbukan kepalannya.
Steiner yang kalap mengambil pedang vanart dan berusaha menusukkannya ke jantung Vanart.
"Berhenti sampai di situ."
Steiner terhenyak. Tangannya yang sedikit lagi mampu menyelesaikan semua permasalahan ini, dihentikan.
"Apa maksudmu?!"
"Turunkan senjatamu terlebih dulu,"
"Tidak! Aku harus menyelesaikan ini sekarang! Dia membuat semua orang sengsara. Aku sudah sampai di sini, aku harus membunuhnya sekarang, kalau tidak semua perjuangan ini akan sia-sia!." S menambah tekanannya. Bagaimanapun dia tidak mau membuat semuanya kembali hancur.
"Berhenti, atau aku yang terpaksa membunuhmu." Men juga membalas dengan tekanan tenaga lebih besar pada cengkramannya.
"Kau! Kau membela dia?! Bukankah kau tau apa yang sudah dia lakukan. Kau sendiri pernah bilang apa yang dia lakukan sangat tidak beretika. Dia sudah membunuh semua seniman yang pernah ada! DIA MEMBUNUH SEMUA IMPIAN YANG ADA DI DUNIA INI!!!! KENAPA KAU MELINDUNGINYA?!"
Merasa rencananya bakal kacau jika tidak segera diselesaikan, Steiner kalap. Dia merogoh sakunya, masih ada Bom tinta yang dia tinggalkan.
"Pergi kau!" Lemparan Bomnya tepat mengarah ke Men.
Lengan laba-laba Men menghempaskan Bom itu jauh. Lalu melilit Steiner.
"Argh! Lepaskan!" Suara bergemeretak terdengar dari badan steiner.
"Kalau kau tidak mau dengar. Aku akan membunuhmu, bersama dengannya. Aku tidak berniat untuk menyelamatkan siapapun di sini."
"Ap-"Steiner bingung.
"Mau dengar, atau tidak? Jika jawabanmu tegas tidak, maka semua selesai di sini."
Steiner sekarang paham kalau Men serius. Steiner yang berada dalam kondisi antara marah dan kebingungan mulai mampu berpikir jernih. Kalau mau, Men sudah dari tadi membunuhnya. Dia harus mendengarkan Men.
"Baiklah...baik...Aku akan mendengarkanmu." Steiner menurunkan tenaganya. " Lepaskan aku."
"Bagus, dengarkan aku baik-baik."
Men menurunkan Steiner. Demi semua impian yang ada di dunia ini. Perubahan harus dilaksanakan. Itu yang akan disampaikan Men.
***
7th thread
Kepemiempinan
Pertunjukan pun selesai, banyak korban, namun hasil akhirnya sudah didapatkan. Istana hancur berantakan, Vanart tertangkap, para seniman berhasil meringkus yang tersisa dari para pengawal yang kabur.
Di sini, Steiner harus memikirkan semua dampak akibat tragedi kali ini. perubahan membutuhkan banyak aspek yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya agar perubahan itu bisa berjalan dengan efek baik dan manfaat yang lebih besar. Jika tidak, yang ada hanya akan mengulang pola tragedi setelahnya. Yang ada hanya kehancuran demi kehancuran yang akan berputar seperti roda yang terikat pada rantai.
Men ingin mengajarkan itu sekarang. Dia memberikan pengetahuan dan pengalaman pada Steiner. Kalau ingin impian itu terjaga, maka Steiner wajib berpikir lebih keras.
Hal pertama yang harus para seniman lakukan adalah, mengadili Vanart. Semua ini terjadi karenanya. Semua harus mampu memberikan keputusan yang jelas.
Saat pengadilan dilaksanakan, pilihannya hanya ada dua, membiarkan vanart hidup dan membaur dengan mereka, atau mati.
Tentunya, semuanya berpikir untuk menghilangkan nyawa Vanart. Nyawa dibayar nyawa. Tapi itu tidak bisa mengembalikan semua tragedi menjadi kenangan manis. Takkan mengembalikan nyawa siapapun. Takkan menimbulkan kelegaan apapun selain euphoria sementara. Kemenangan semu.
Di saat seperti itu, Men memberikan opsi ketiga. Dia akan membawa Vanart. Dengan kondisi, Song akan merombak ingatan vanart dan menjadikannya orang yang sedikit berbeda.
Semua setuju dengan hal itu. Mereka tak harus membunuh, mereka juga tak perlu membiarkannya hidup di tengah-tengah mereka.
Sebagai bukti pertukaran dan pertemanan antara para Reverier dan Penduduk Negeri Seni, Men memberikan buku.
"Pandragon, keluarkan buku pemerintahan Ambrossia."
Pandragon memuntahkan Buku setinggi 5 meter yang berisikan semua sejarah dan bentuk pemerintahan Ambrossia City. Mereka hanya ternganga.
Setidaknya mereka punya banyak waktu untuk membangun kembali semuanya dari awal. Karya-karya mereka akan lebih maju. Akan ada konflik lainnya, tapi semoga mereka lebih mampu menghadapinya. Dengan steiner sebagai pemimpin dengan impian dan karya yang lebih besar dari siapapun, dia pasti bisa menuntun yang lainnya.
***
Epilog
Para domba mengembik. Tugas selesai, waktunya kembali.
Tak ada Reverier yang mati di negeri ini. Mereka berangkat kembali ke bingkai mimpinya masing-masing untuk menerima "perintah" dari sang kehendak.
Sebagus apa karya mereka kali ini di pandangan sang kehendak?
--
>Cerita sebelumnya : [PRELIM] 55 - WAMENODO HUANG | APAKAH INI MIEMPI?
>Cerita selanjutnya : [ROUND 2] 14 - WAMENODO HUANG | MEMIENTAL MIEMPI
--
>Cerita sebelumnya : [PRELIM] 55 - WAMENODO HUANG | APAKAH INI MIEMPI?
>Cerita selanjutnya : [ROUND 2] 14 - WAMENODO HUANG | MEMIENTAL MIEMPI
meskipun ada battlenya tp pada akhirnya konflik diakhiri dg diplomasi. kombinasi yg bgus. dan keputusan membiarkan Vanart bebas dg merombak ingatan, sepertinya men orang yang tak akan membiarnya nyawa melayang begituan saja. yeah smua demi kebaikan dan kesejahteraan bersama. kesempatan kedua bolehlah diberikan.
BalasHapusdan saya baru tau kalo song bisa ngerombak ingatan. mungkin pas prelim saya kurang merhatiin kemampuannya.
tapi rasanya saya pengen bagian battlenya digambarkan dg lebih seru lg dan lebih menegangkan.
8
Cerita menarik biarpun sebenarnya ada banyak yang bisa diceritakan antara chapter 2 dan 3 yang mungkin bisa membuat ceritanya terasa alurnya lebih utuh.
BalasHapusAga kurang mengerti soal pendagron (mungkin karena saya kurang membaca latar belakangnya). Apakah dia semacam kantong ajaib doraemon yang menyimpan banyak benda? atau semacam portal yang terhubung dengan storage yang luas?
Konflik selama battle sudah cukup menarik, scene battle juga sudah digambarkan cukup menarik biarpun terasa terlalu singkat. Mungkin pendalaman character VanArt (dalam hal trauma atau kekejamannya) lebih lanjut dan penjabaran battle yang lebih kompleks bisa menghasilkan bacaan yang jauh lebih menarik.
Endingnya cukup memberikan petunjuk, bahwa karya yang diminta dihasilkan para reiner tampaknya tidak selalu dalam wujud benda abstrak, perubahan suatu bangsa pun bisa dianggap suatu karya.
Nilai Akhir 8/10
Hm...
BalasHapusSaya agak bingung dengan motif kenapa Men bergabung dengan para pemberontak/seniman? Apakah karena memang mereka yang pertama ditemui Men setibanya di bingkai mimpi ini, atau itu memang pilihan Men?
Soalnya saat Men tiba, Vanart adalah penguasa saat itu, dan ia yang menentukan aturan. Sedangkan para pemberontak adalah para pelanggar aturan.
Memang Men tidak suka dengan perubahan tradisi, tapi tradisi tersebut sudah tidak ada saat Men tiba.
Menurutku alasannya akan lebih solid kalau Vanart menyinggung Men secara langsung, terutama dengan cara menistakan seni memasak dengan seni lainnya.
Anyway, lawful evil Men tidak terlalu kelihatan di sini.
Meskipun saya ingin beri nilai tujuh setengah, tapi karena pembulatan, 8 poin dari saya.
Asibikaashi
==Riilme's POWER Scale==
BalasHapusPlot points : C
Overall character usage : C
Writing techs : C
Engaging battle : C
Reading enjoyment : C
Penjelasan setting di bagian ke3 beneran full tell ya... Apa sengaja begitu biar ringkas dan langsung to the point?
Terus, kenapa Men kayak tau banyak soal Vanart? Perasaan cuma berselang satu part aja dari dia sampe dan ditangkep. Belum lagi outburst Vanart berasa agak tiba"
Overall cerita ini berasa sebenernya bisa lebih dieksplor, tapi bacanya kayak nonton video yang difast-forward beberapa kali, jadi semua poin ceritanya disampein singkat" aja, berasa kurang nendang dan 'gitu aja'. Ga ada motivasi yang disinggung atau interaksi yang memorable dari setiap reverier, semuanya terjadi begitu cepat dan udah didesain sedemikian rupa untuk kelancaran Men nyampein apapun yang pengen dia sampein
==Final score: C (7)==
OC : Iris Lemma
Ada kesan buru-buru yang saya tangkap dari entri ini. Di mana waktu ada penceritaan ttg sejarah pemberontakan para senimana lalu dialihkan ke pembicaraan Men dan vanart yang sedikit janggal, karena Men kok mendadak tahu segalanya ttg Vanart. Padahal saya baca lagi, ga ada tuh adegan atau narasi gimana Men bisa mendapatkan semua informasi.
BalasHapusSecara konsep, saya akui cukup kreatif. Hanya saja delivernya kurang memuaskan saja. Andai “show”nya sedikit dominan, pasti ceritanya bakalan seru.
7
3600 Kata.
BalasHapusSaya jadi ingat entri Jane Cho yang kata-katanya terbatas tapi cukup deliver.
Sayangnya, kalau di entri Men ini, sepertinya perlu elaborasi yang lebih banyak dalam ceritanya, terutama di bagian sebab terjadinya keseluruhan cerita ini, yang saya rasa kurang wah.
Entrinya udah cukup deliver, sebenernya, cuma, ya, itu tadi. Masalahnya dalam keterbatasan kata yang cuma 3600, masih banyak space yang bisa dimanfaatin.
Adapun penyelesaian diplomasi yang cukup keren memberi finishing touch yang cukup oke, meskipun saya rasa sebenernya masih bisa dikembangkan lagi.
Nilai saya beri 7, tapi saya jadiin 8 karena bikin entri pendek yang deliver keseluruhan cerita itu ga gampang
err saya nangkep beberapa typo dan pemborosan kata @3@, tapi somehow tydac mengurangi bahasannya sih, tapi 3600 kata sumpah ini pendek banget tapi kerasa luas.. saya salut.. @3@ dan juga sya iri bisa kek gitu
BalasHapus8/10 dari saya
(Airi Einzworth)
Padat dan jelas itulah yang saya dapat dari entri ini.
BalasHapusSaya suka itu, tidak bertele-tele.
Nilai 10
Penulis Dadakan / Arca
wame
BalasHapusterlalu... singkat? sepertinya lebih dielaborasi bakal lebih bagus
total:7
OC: Mia
Oke, entri ini cukup pendek ya. Seperti kata mas Enryuumaru, Deliver seluruh cerita dengan jumlah kata segini memang cukup sulit. Saya sendiri, mungkin setidak-tidaknya akan menyentuh 5000 kata.
BalasHapusTapi, jika dibandingkan dengan entri Jane Cho (karena sama pendek kata), entri ini malah terlihat seperti kesimpulan dari cerita itu sendiri. Tapi, gak sesimpel kesimpulan itu sendiri.
Maksudnya, Jika kesimpulan hanya ada beberapa paragraf, maka kesimpulan entri ini seperti memberi deskripsi pada setiap paragraf kesimpulan. Entahlah saya mau ngomong apa lagi. tapi jujur, enak kok dibaca.
Nilai: 8
OC: Satan Raizetsu
Songnya ga manis di sini xD tapu lawful good-nya kerasa. Dan itu buat Umi poin plus.
BalasHapus-------------------------
Review Umi mulai dari sini xD
Umi baca ini berasa lupa sama pizza boy. Narasinya beda banget, dalam arti yang bagus.
Umi geli waktu bayangin Song terjebak di tengah ingatan Men yang udah 200 tahun hidup wkwkwkwk padahal itu Song harusnya ngejebak cuma di satu bagian ingatan aja XD tapi ternyata sama Men dia dibuat berpetualang di dalam ingatan xD Umi ga kepikiran, tapi itu beneran menggelitik Umi xD
Umi suka resolusi cerita dimana VanArt akhirnya ga dibunuh. Penyelesaian konflik yang bener. Ga main bunuh-bunuhan xD
dan Umi berkali-kaali ketawa karena... Bang Kenapa Huang logatnya batak kali? wkqkwkjeqkjewhqjeh
------------------------------
Nilai dari Umi 8
Huang itu Cina medan dia um.
Hapuswkwkwkwkwkwkwkwkwk
Ringkas seringkas-ringkasnya, meski begitu sedikit banyak masih tersampaikan hanya saja kurang hidup karena berlalu gitu aja.
BalasHapusSeni itu jahat? Tidak! Seni itu ledakan. Katsu! #deidara
7
Samara Yesta~
Ringkas seringkas-ringkasnya, meski begitu sedikit banyak masih tersampaikan hanya saja kurang hidup karena berlalu gitu aja.
BalasHapusSeni itu jahat? Tidak! Seni itu ledakan. Katsu! #deidara
7
Samara Yesta~
Sebenernya idenya bagus, jalan ceritanya juga asyik. Yg jadi masalah cuma narasinya yg berasa kayak rangkuman. Apa krna deadline? Kurasa kalo adegan per adegan dijelaskan dengan lebih detil bakal lebih enak dibacanya, ga kayak gini. Aku suka sih plot, konsep, dan idenya, tapi tetep aja berasa baca rangkuman.
BalasHapus8/10 deh.
~Pencipta Kaleng Ajaib
Wahahahahah disini dombanya bisa berhitung yak xD
BalasHapusSebenernya udah bagus sih, hanya saja terlalu singkat. Battle yang di akhiri diplomasi (seperti yang dikatakan cloud) itu ide yang bagus juga melihat settingannya yang pas untuk hal itu.
Diluar itu sih hanya terlalu dipercepat saja...
Nilai 8
Wasalam
Ganzo Rashura
Wahahahahah disini dombanya bisa berhitung yak xD
BalasHapusSebenernya udah bagus sih, hanya saja terlalu singkat. Battle yang di akhiri diplomasi (seperti yang dikatakan cloud) itu ide yang bagus juga melihat settingannya yang pas untuk hal itu.
Diluar itu sih hanya terlalu dipercepat saja...
Nilai 8
Wasalam
Ganzo Rashura
...kok ane ngakak pas di bagian 3rd thread 'Air Seni'? x'D
BalasHapusSayang banyak adegan yang dipotong jadi serasa ada yg kurang. Dan beberapa yg dipotong itu adegan yang cukup penting, seperti bagaimana Men menangani masalah Steiner vs Vanart.
Peran OC lain disini juga kurang terasa.
Tapi kalo dari alurnya dah lumayan.
---------------
Rate: 7
Ru Ashiata(N.V)
Masih sama dengan BoR lalu, kali ini juru masak sakti lagi dengan nama Wamenodo Huang...
BalasHapusKarena aku pertamakalj baca, sempet nyari2 mana sih si Wamenodo, di kali ketiga nemu nama Men, baru sadar kalau itu Wamenodo... nggak baca CS nya sih, tapi sepertinya dia orang Asia bahkan Indonesia seperti Song-nya Umi?
Anyway, ada kemiripan dengan Pizza man di BoR lalu, Men suka semuanya berakhir baik. Netral, resolusi damai bahkan Pandragonnya kasih hadiah segala, Vanart & Steiner direset... namun rasanya Men jadi terasa kurang kuat karakternya. As if semuanga terasa begitu lancar dan mudah untuk dia. Hati2 dengan jebakan Gary Stu kalau gitu ya, Men..
Overall, enak dan cukup rapih dinikmati. Beberapa slip typo, tapi bukan karena tak terbiasa EYD.
8/10
Rakai Asaju,
OC Shade