oleh : Supernovablaze
--
EPISODE II : A Space
Oddity.
(Warning!
Tema Sugestif di awal. Tidak eksplisit, cuma untuk jaga-jaga.)
“Aku rasa ada
kesalahan. Aku tidak pernah setuju untuk mengikuti kegiatan ini!”
“Dengan sangat
menyesal kukatakan Nona, tidak ada kesalahan. Aku sendiri yang memilih Anda.”
“Aku tidak pernah
setuju untuk diubah menjadi tembikar jelek!”
“Maka kusarankan Anda
untuk berjuang sangat-sangat keras!”
“.... ”
“Dengar, seperti yang
aku katakan tadi, kita sama-sama tak punya pilihan, Nona Fort. Semoga
beruntung.”
“Ini tidak bisa
diterima! Tunggu! TUAN ZAINURMA!!”
*
*
*
Cahaya buatan dari luar menerangi sebuah kabin metal kecil
dan menyinarinya dengan semburat jingga yang hangat.
Di tengah ruangan tersebut terdapat sebuah ranjang dan di
atasnya, dua orang sedang bergulat penuh gairah. Dengan hanya dibungkus sehelai selimut, dua sejoli tersebut saling
bersilat lidah dan beradu mulut.
Secara harfiah.
Demi mendapatkan udara, Day melepaskan dekapan dan mulutnya
dari pria di bawahnya. Keringat mereka telah kering karena pendingin ruangan.
Tetapi napas mereka masih memburu karena ‘kegiatan’ yang baru saja selesai.
Day menatap pria yang sedang ia kangkangi. Tampan, pirang,
dan bermata biru. Saat ini ia sedang tersenyum lebar memamerkan dua lesung pipi
yang menawan.
Untuk sedetik Day teringat seseorang yang juga punya lesung
pipi. Camden.
Ia menyibak selimut untuk kemudian bangkit dan berdiri
sembari bertolak pinggang di depan jendela. Telanjang seperti bayi.
Bayi yang punya bokong dan payudara yang hebat dan memakai
kalung hati.
Sekian kali ia melihat pemandangan ini, tetapi ia masih tak
percaya.
Sejauh mata memandang adalah lautan besi dan baja. Beberapa
mengkilat, beberapa sudah berkarat. Lalu di atas, alih-alih awan dan
langit, yang menaungi mereka ialah kubah
silinder transparan yang terbuat dari baja campuran terkuat sejagad (katanya).
Dibaliknya bukanlah biru, melainkan pekatnya ruang angkasa,
yang diinterupsi dengan kelap-kelip benda-benda langit.
Day berada di ruang angkasa.
Ralat. Day bercinta di ruang angkasa.
“Kau tahu kalau orang lain dapat melihatmu telanjang bulat
dari situ ‘kan?”
Gabriel Blackwood, hanya berkalang selimut, menyilangkan
kedua tangannya di belakang kepala. Gerakan itu membuat bisepnya yang masif
semakin mengesankan. Otot pectoralnya yang bidang bergerak sesuai napasnya.
Day tersenyum nakal, lalu berbalik dan merentangkan
tangannya seolah menantang.
“Seseorang yang hebat pernah memberiku saran. Jika alam
memberkatimu dengan keindahan, tunjukkanlah keindahan tersebut untuk memberkati
orang lain.”
Kali ini Gabe tergelak sembari menggelengkan kepalanya.
Alat telekomunikasi berbunyi dan membuyarkan momen kecil
mereka. Gabe menerimanya sementara Day berusaha mencari pakaian yang ia
tanggalkan setengah jam lalu.
Ia sedang memakai celana dalam saat Gabe selesai bicara
dengan siapapun di seberang sana.
”Cannon dan Gimpy menangkap dua antek Rha’Dhasa saat mencari
intel. Aku akan menanyai mereka. Mungkin meminta bantuan teman perimu.”
Day dan Revand Arsend tidak dapat disebut teman, tetapi ia
diam saja. Moodnya sedang bagus. Kopulasi adalah pelepas stress paling ampuh.
Gabe berpakaian dengan cepat dan dalam beberapa menit ia
kembali memakai T-shirt hitam ketat dan celana khaki sementara Day masih
berkutat dengan tank top-nya.
“Kekuatanmu akan sangat membantu jalannya misi ini. Shade
memang hebat, tetapi aku kurang mempercayainya tanpa orang yang lebih… dewasa.”
“Kalau aku tidak ingin ikut campur, apakah kau akan
membuangku? Tugasku hanyalah bertahan hidup. ”
Dahi Gabe berkerut. “Kau pikir aku mau melindungimu hanya
karena itu menguntungkan? Aku seorang prajurit, Day. Aku melindungi orang
karena itu adalah pekerjaanku.”
“Bagus. Karena jika aku ingin bertahan hidup, menangkap Rha’Dhasa
saat transaksi besar bukanlah hal yang bijaksana untuk dilakukan.”
“Lagipula, tempat ini penuh dengan baja berat. Tenagaku akan
habis sebelum melakukan sesuatu yang berarti.”, tambah Day selagi ia memasang
bot Prada-nya.
Mereka berdua akhirnya keluar dari kabin. Jika ada anak buah
Gabe yang melihat cupang di leher komandan mereka, tidak ada yang berani
berkomentar. Untung saja.
*
*
*
Sementara itu, di
dalam sebuah sebuah spaceship raksasa nan mewah di luar distrik...
Rha'Dhasa baru saja mendapat kabar bahwa anak buahnya yang sedang dalam perjalanan mengamankan tempat transaksi dicegat dan dilumpuhkan oleh Pasukan Pemerintah Interstellar.
Semua anak buahnya yang terlibat pingsan. Namun, dua orang menghilang. Yang artinya, waktu dan tempat transaksi telah diketahui.
Gabe Blackwood. Bocah itu tak pernah belajar.
Sebagai upaya pencegahan, Mulai bulan lalu semua anak buahnya ditanami chip GPS tanpa sepengetahuan mereka. Rha'Dhasa tahu di mana markas pasukan lawan sekarang.
Ini bukan pertama kalinya bocah Bumi itu mencoba, bukan pula terakhir kalinya ia akan gagal.
Kali ini Rha'Dhasa akan memastikan bahwa pelajaran itu akan
diterima.
Bukan, bukan diterima.
Lebih tepatnya, Ia akan memastikan bahwa Gabe Blackwood tidak akan ada untuk belajar apapun lagi.
Mungkin setelah itu, Aliansi Interstellar akan belajar untuk tidak mengganggu bisnisnya.
Sedikit berat rasanya harus membatalkan trade, apalagi karena ia dijanjikan seorang Mercurian terakhir dari spesiesnya. Namun ada hal yang lebih penting sekarang. Mercurian itu tidak akan kemana-mana.
Lagipula, pagi ini ia berhasil menangkap sesuatu yang lebih menarik. Seorang manusia yang dapat berganti wujud dan berubah menjadi asap. Tiga orang anteknya tewas, tetapi akhirnya ia berhasil dilumpuhkan. Harga yang sepadan untuk sesuatu yang maha langka.
Tentu, sekarang ia harus disuntik bius setiap jam, tetapi
masih banyak waktu di mana ia akan merancang sesuatu yang dapat... menahannya
secara permanen.
Kabar lebih baik lagi, konon Gabe mendapatkan beberapa bala
bantuan.
Salah satunya manusia betina pengendali tanah. Calon koleksi
yang sempurna untuk menemani bocah asap. Ia bergidik senang memikirkan
bagaimana dua superhero ini akan berada dalam kandang yang serasi. Cantik.
Sekarang, jalankan rencana. Rha'Dhasa jarang turun tangan dalam sebuah urusan. Tetapi sekali ia ikut turun tangan, semua masalah dijamin beres.
Kukunya yang lebar dan tebal memencet panel interkom di dinding sebelahnya.
"Ya?", sebuah suara yang serak keluar dari speaker.
"Ini Bos. Perintahkan anak-anak untuk bersiap-siap, tapi jangan bawa senjata berat. Kita akan ke pinggir distrik."
"Semuanya, Bos?"
"... Um, sisakan juga beberapa untuk menjaga kapal. "
"Oke, Bos."
"Satu lagi. Kau ingat anak baru itu? Terran berkacamata yang nihilis itu? "
"Adolf? "
"Iya, Adolf Castle. Suruh dia mendatangiku."
*
*
*
"Bertahan hidup? Hanya itu misimu?"
Day tahu bahwa kalimat seperti itu seharusnya mengandung emosi tertentu. Namun keluar dari mulut Shade, tanpa ekspresi dan nada yang berarti, membuat maknanya menjadi ambigu. Apa ia kaget? Iri? Day hanya bisa menebak.
"Asal kau tahu, aku juga cukup bingung mengapa kau diberi instruksi yang definitif untuk membantu Gabe, sementara milikku sangatlah... interpretatif."
Shade hanya mengangkat bahu.
“Tunjukkan padaku.”, celetuk pemuda berkulit eksotis
tersebut setelah sunyi beberapa lama.
“Apa?”
“Kekuatanmu. Bolehkah aku melihatnya?”, wajah dan nada
suaranya boleh netral, tetapi matanya yang berkilat ingin tahu tak dapat
berbohong.
Oh, well. Lagipula Day memang suka pamer.
Ia melirik sebuah pot tanaman yang berada di sudut ruangan.
Tembikar. Sebuah kontras dari keseluruhan tema logam di bangunan ini.
Ia memfokuskan pikiran dan tenaganya. Lalu perlahan, seperti
ditarik oleh benang, pot tersebut
meluncur pelan sehingga berhenti di dekat kaki Day.
Mata Shade berbinar takjub. Wajahnya memang terlihat seperti
pria dewasa. Namun sepasang mata gelapnya tersebut adalah mata anak-anak.
Polos. Belum ada tanda asam garam kehidupan di sana.
“Menakjubkan sekaligus mengherankan. Jika manusia di
planetmu sudah berevolusi sejauh ini, mengapa kalian sangat primitif di bidang
lain?”
Antara polos dan minta ditonjok memang beda tipis.
Pintu ruang santai terbuka dan masuklah Gabe disusul oleh
pemuda kurus berpakaian serba biru.
Revand Arsend adalah individu yang agak intens secara
tampang, karena ia adalah makhluk fantasi bertelinga lancip.
Rambutnya berwarna
putih nyaris perak dan matanya berwarna kuning menyala seperti emas, kau tak
akan sanggup menatapnya terlalu lama.
Secara personality, sayangnya, ia membosankan.
Seharusnya Day tidak berpikir seperti itu, karena Revand
bisa mendengarnya.
Betul, ia seorang mind
reader.
“Interogasi sukses.
Berkat teman ajaib kita ini.” Gabe tersenyum lebar sembari menepuk
pundak Revand yang kurus. Yang disebut hanya tersenyum kecil, lalu pergi duduk
di dekat jendela.
Dasar nerd, gerutu Day.
Gabe menarik salah satu kursi di dekat meja menghadap Shade.
Ini dia, perbincangan prajurit. Day menghela napas bosan, tetapi tetap
mendengarkan.
“Komandan, mengapa leher Anda memar?”, Oh, Shade, you precious baby.
“Aku punya cupang?! ”, Gabe yang kaget refleks memegang
lehernya sembari melotot ke arah Day yang sedang menahan tawa.
“Apa itu cupang?”
“Ehm, itu adalah serangga. Benar, aku digigit serangga nakal
yang tidak mau mendengarkan saat kubilang jangan tinggalkan bekas!”
Bahkan Revand pun tertawa kecil. Rupanya ia mendengarkan
juga.
“Cukup soal ini. Kembali ke urusan kita.”
Suasana kembali serius.
“Transaksi jual-beli dan pertukaran ‘koleksi’ akan diadakan
tiga jam dari sekarang di pusat distrik. Rencana A kita adalah silent operation. Kita akan pergi dalam
kelompok-kelompok kecil yang berusaha berbaur untuk menem? bus penjagaan dan
mengurangi jumlah lawan sesunyi mungkin dengan stealth. Jika sudah dekat, kita
akan all out. Shade, kau akan bersamaku.“
“Siap, komandan!”
Day memutar matanya.
“Ingat, objective kita adalah Arrest and Rescue, prioritaskan rescue.
Ada 33 sandera yang harus kita bebaskan kali ini, termasuk satu yang diculik
tadi pagi. Pastikan mereka semua aman, lalu kita akan kejar Rha’Dhasa.”
“Sekarang, rencana B adal--”
Suara yang memekakkan telinga mengagetkan mereka semua,
disusul dengan cahaya merah yang menerangi ruangan. Berkelap-kelip dengan
cepat.
Gabe terlihat pucat pasi. Ia terus bergumam dengan cepat.
Day tidak dapat mendengarnya karena telinganya sedang berdenging, namun ia
dapat membaca bibirnya.
No no no what the fuck
is this, kira-kira begitu.
Ia berlari keluar, masih sambil menggumam tidak jelas. Day
merasakan jantungnya berdebar tak karuan. Ia memandang Shade yang terlihat
tegang. Alert.
Semenit kemudian, Gabe kembali masuk. Kali ini dengan full space soldier regalia. Armament
suit yang lebih mirip E.V. A. suit
dari baja hitam mengkilap, lengkap dengan helm yang mirip helm astronot itu. Di
tangannya sebuah senjata api raksasa bertengger.
Ia pria yang besar, namun ditambah dengan lapisan sebanyak
itu, ia adalah raksasa.
Ia menekan sesuatu di balik telinganya dan faceplate helmnya
terbuka seperti sihir.
Ia terengah-engah. Mata birunya liar. “Kita diserang.
Rha’Dhasa dan anak buahnya berusaha mengambil alih markas.”
“A-aku tak mengerti. Bagaimana mereka bisa mengetahui tempat
ini.”, Pertama kalinya Shade terdengar gugup. Day mengepalkan tangannya yang
berkeringat. Ini tidak baik.
Revand yang hampir terlupakan menghampiri mereka sembari
menunduk. Berhati-hati agar tidak melakukan kontak mata.
“Rha’Dhasa mungkin melengkapi anak buahnya dengan pelacak.
Walaupun aku tidak dapat membacanya dari kepala mereka. Aku ragu kalau mereka
tahu telah dipasangi pemancar.”
“Shit! Kadal besar
yang pandai.”
Alarm sialan itu telah berhenti berbunyi, namun suaranya
digantikan oleh bising teriakan anak buah Gabe yang berkomunikasi dengan panik.
Gabe menatap Day seperti tersadar, lalu menggenggam kedua
bahunya. Ia berbicara dengan pelan, memastikan bahwa wanita itu mengerti setiap
kata.
“Kau. Pergilah ke lantai atas dan bersembunyilah di kabin.
Kunci pintunya. Jangan biarkan siapapun masuk.”
Pada kesempatan lain Day akan tersinggung dan berkata Aku bisa menjaga diriku sendiri, terimakasih,
namun sekarang ia hanya bisa mengangguk.
Gabe terlihat memikirkan sesuatu, lalu keluar dan menarik
prajurit pertama yang lewat koridor. Ia memakai rompi baja tipis yang kemudian
ia lepaskan setelah diperintah. Gabe memasang rompi itu di tubuh Day, lalu
entah dari mana mengeluarkan pistol laser mungil. Senjata pribadinya.
Ia meletakkannya di tangan Day.
“Kau akan membutuhkannya.”
“Aku tidak tahu cara memakainya.”
“Demi Tuhan, Day, tarik saja pelatuknya. ”
Day kembali mengangguk.
Suara dentuman keras yang mengguncangkan seluruh bangunan
menyadarkan mereka. Shade dan Revand menghambur keluar, tak diragukan lagi
melakukan hal tipikal pria yang heroik. Day menggigit bibir.
Surel dari Zainurma menetapkan bahwa Day hanya harus bertahan
hidup.
Ini bukan pertarungannya.
Ia dan Gabe saling memandang sejenak. Lalu keluar dari
ruangan. Gabe berlari ke luar, sementara Day menuju elevator ke lantai
selanjutnya.
Setelah mengunci pintu kabin, Day duduk di atas ranjang yang
masih berbau keringat dan….hal lain.
Pikirannya berkecamuk. Suara senjata api yang sahut menyahut
menandakan kekacauan.
Ia dapat menolong mereka. Sekecil apapun kontribusinya. Ia
menatap pistol mungil di tangannya.
Tidak. Ia tak boleh mengambil resiko. Ia tak punya
keuntungan apapun.
Kekuatannya nyaris tidak berguna di hutan baja campuran ini.
Ia bahkan tidak bisa menggunakan senjata api.
Day tidak ingin diubah menjadi tembikar jelek. Atau mati
konyol. Tidak ada hasil baik yang akan keluar jika ia ikut bertindak.
Sebuah pekikan keras membuatnya memegang pistolnya semakin
erat.
Alasan-alasan,
hati nuraninya mengejek. Akuilah, Semua tadi hanya alasan agar kau tidak harus
bertarung. Kau egois dan licik. Berhentilah mencari pembenaran. Kau bahkan
tidak ingin mengikuti turnamen ini ‘kan pada awalnya?
Tak usah berlagak jadi
pahlawan. Diam di sini dan tunggu seseorang menyelamatkanmu.
Ya. Day akan menunggu. Lagipula ia optimis bahwa Gabe dan
pasukannya akan menang dan berhasil.
Shade dan Revand ada bersamanya, mereka berdua sangat hebat.
Ia hanya akan menjadi beban.
Suara dari balkon membuatnya melompat berdiri dan menodongkan
pistolnya ke arah siapapun itu.
Day kau idiot, kau
lupa mengamankan jendela, kutuknya pada diri sendiri.
Pemuda berkacamata yang ia todong mengangkat tangannya. Ia
memakai rompi baja yang sama dengan Day, plus senapan di tangan dan seragam
yang sama dengan pasukan Gabe.
“Jangan tembak! Letnan Blackwood mengirimku!”. Logat British
yang tebal terdengar asing di luar angkasa.
Day bernapas lega, namun tetap waspada.
“Siapa kau.”
“Opsir Castle, Adolf Castle. Letnan menyuruhku memindahkan
Anda ke kapal induk.”
Dengan enggan Day menurunkan senjatanya.
“Bagaimana kau masuk?”
“Aku memanjat pipa di dinding luar. Kita harus cepat, Nona.”
Day mengangguk, lalu membuka pintu kabin. Suara pertarungan
menyeruak seketika. Senjata api dan teriakan memilukan.
Ia merasakan Adolf mendekatinya sebelum tangannya direnggut
dan hal berikutnya yang terjadi ialah tangannya diborgol.
Dengan borgol kayu. Brengsek.
Day yang mengamuk akan menendang kemaluan Adolf dengan
sepatu bot-nya yang keras saat mulut dan hidungnya ditutupi kain.
Day mencium bau manis. Chloroform.
Lalu semuanya gelap.
*
*
*
Yang menyambutnya saat ia sadar adalah moncong reptil.
Buaya lebih tepatnya. Dengan sisik mengkilap dan mata reptil
yang terlihat seperti tersenyum.
“Hello,my dear,
selamat bergabung.”
Buaya bipedal dengan aksen Inggris. Di mana Day sekarang?
Kartun Disney?
Reptil tersebut berbalik menjauhinya.
Ia monster yang besar sekali. Kaki belakangnya yang gemuk
ditutupi sepatu kombat yang terlihat berat. Bahkan ekornya yang panjang dan
berotot menyapu tanah juga dilapis armor. Day memperhatikan sekelilingnya dan
beberapa makhluk serupa bertebaran di tempat mirip ruang kontrol sebuah kapal
luar angkasa.
Oh, Shit. Mereka memang di dalam kapal ruang angkasa.
“Ini kapal induk milik kami.”
Day terkejut setengah mati. Di sebelahnya, juga berlutut dan
diborgol, adalah Gabriel Blackwood.
Salah satu matanya bengkak, tetapi ia masih tersenyum kepada
Day, meskipun senyumnya penuh kepahitan.
Day mengerti sekarang mengapa orang-orang memanggilnya The
Smiling Gabe.
“Sekali lagi aku gagal, Day, dan kali ini aku akan mati.”,
bisiknya penuh penyesalan. “Aku sama-sekali tidak siap untuk segala
kemungkinan.”
“Apa yang terjadi? di mana Shade dan yang lain.”
Senyum Gabe terlihat menyakitkan sekarang. Matanya sedikit
basah.
“Ternyata, Rha’Dhasa punya banyak pengalaman dalam
menghadapi banyak individual eksentrik, bahkan superhero seperti kalian. Mereka
akan dijual di slave auction. Ia hanya menginginkanmu.”
Perkataannya selanjutnya membuat jantung Day mencelos.
“Dan sekarang, Rha’ Dhasa akan menghubungi markas besar
Aliansi, dan membunuhku secara langsung di depan mereka.”
Tidak bisa diterima. Pasti ada yang dapat ia lakukan.
Lalu ia melihatnya.
Borgol Gabe adalah baja.
Baja kecil yang tidak memerlukan banyak tenaga untuk
ditaklukkan.
Ia menatap Gabe penuh arti sembari menggerakkan bibirnya.
“Diamlah, borgolnya akan aku lepas.”
Gabe membelalak dan mengangguk.
Day menatap ke arah borgol itu dan memfokuskan energinya
sedikiiit saja. Hanya untuk meregangkan bagian pergelangannya.
Gabe mengangguk. Ia berhasil.
Rha’Dhasa sibuk mengotak-atik tombol dan tuas di meja
kontrol.
Sekarang!
Gabe membebaskan
dirinya, mematahkan leher Dragnar muda di sampingnya, merebut plasma gun-nya
dan menghancurkan borgol Day.
Hanya dalam waktu beberapa detik.
Detik-detik selanjutnya ia gunakan untuk mengunci diri
mereka di ruang kontrol sehingga antek Rha ‘Dhasa yang di luar tidak bisa
masuk.
Lalu ia menghabisi semua pengawal reptil yang masih tersisa.
Day terkesan. Sungguh.
Sekarang tinggal mereka bertiga.
“Come on, kids,
aku yakin kita bisa membicarakan ini baik-baik.”
Ternyata tidak. Karena segera setelah berkata seperti itu ia
menerjang Gabe dengan tubuh raksasanya, lalu sembari mendekap enchanced human soldier tersebut, ia
berlari menghampiri Day yang berusaha menghindar.
Namun tidak ada tempat bersembunyi. Sebentar saja, dan Rha’Dhasa
menindih mereka berdua di jendela kapal. Kedua tangannya masing-masing menekan
leher kedua lawannya.
Day meringis. Dengan putus asa ia mencakar tangan raksasa
yang mencekiknya. Nihil.
“Aku ingin melihat kehidupan menghilang dari mata kalian,
lalu aku akan memakan kalian berdua sekaligus!”, pupil mata reptilnya
berkontraksi sehingga membentuk garis.
Dalam keputusasaan, Day menancapkan tangannya ke jendela
yang terbuat dari baja transparan dan sekuatnya berusaha untuk mendorong
jendela tersebut arah keluar, dengan harapan itu akan membuat sedikit celah
antara genggaman Rha’ Dhasa dan tenggorokannya.
Dinding itu tidak bergerak, sementara Day merasakan sesuatu
yang hangat dan amis mengucur dari hidungnya.
Darah. Ia mimisan.
Kepalanya mulai ringan. Bintik-bintik hitam putih mulai
berenang di dalam matanya.
Day baru saja mengucapkan goodbye cruel world di
dalam benaknya.
Krak!
Apa itu? Mungkinkah?
Tidak. Seharusnya bukan itu yang terjadi.
Rha’ Dhasa membelalak. Ia berusaha mundur, tetapi sudah
terlambat.
Berat badannya, ditambah dengan retakan yang dibuat Day,
membuat seluruh bagian dinding baja dari kapal induk tersebut ambyar ke
belakang.
Hasilnya adalah mereka bertiga dan serpihan panel dinding,
kini melayang dalam kehampaan ruang angkasa.
Di mana tidak ada udara.
Seharusnya bukan ini yang terjadi, ratap Day dalam hati. Ia
hanya ingin membengkokkan baja, bukan menghancurkannya.
Yah setidaknya Rha’Dhasa juga ikut mati bersama mereka.
Buaya itu tidak punya E. V. A. helmet pada armornya.
Day selau mengira bahwa terkurung di ruang hampa udara,
rasanya akan seperti dicekik, sesak dan sakit.
Kenyataannya, prosesnya sangat damai. Ia dapat bernapas
dengan lega. Hanya saja seiring waktu, tubuhnya tahu bahwa ia tidak mendapat
oksigen, dan ia merasa sangat kedinginan.
Daytona pun mulai shut
down. Di dalam momen-momen akhir ia teringat chorus lagu David Bowie yang
sangat terkenal. Itu.
This Is Major Tom to
Ground Control, I’m stepping through the door….
and I’m floating in
the most peculiar way~
and the stars look
very different today~
Hal terakhir yang dilihat Day sebelum menutup mata ialah
sosok berzirah hitam mengkilat, dengan helm E. V. A. yang cukup transparan
sehingga ia dapat melihat wajahnya.
Pria bintang berlesung pipi.
*
*
*
“Sepertinya kau sangat menikmati ini, Tuan Kurator.”
Mirabelle menyeletuk.
“Apa maksudmu? Aku menikmati cerita semua peserta, bukan hanya miliknya saja.”
Mirabelle menaruh tangan di dagunya.
“Aku mengerti. Kalian terlihat sebaya. Ia wanita yang sangat
menarik pula. Kau punya ketertarikan seksual dengannya?”
“Ecieeee, Paman!”
“Hentikan itu, Ratu Huban!”
“Selain itu, apalagi yang membuatnya begitu menarik bagimu
paman? Ia bukan satu-satunya penguasa elemen. Kita bahkan punya peserta yang
menguasai semua elemen.”
“Dewi Mirabelle--.”
“Ia bahkan belum yakin dengan mahakarya-nya sendiri.”
“Dew--”
“Belum punya Arsamagna.”
“Aku ta--”
“Sangat high maintenance.”
“DENGARKAN AKU DULU!”
Hening.
“Aku pikir sebagai seorang Dewi, kau akan mengerti untuk
tidak melihat buku dari sampulnya.”
Mirabelle terlihat agak malu.
“Ia akan membuka jalan bagi rencana kita. Aku tahu betul.”
“Asal Tuan Kurator yakin.”
*
*
*
“Baa~”
Sekali lagi, Day terbangun dan disambut oleh wajah binatang.
Kali ini bukan reptil, melainkan pemamah biak berbau seperti
anjing dan berbulu seperti awan.
Dan sesuatu tergantung di mulutnya. Sesuatu dari kulit
berwarna kemerahan dengan gesper kuningan yang mengkilap.
Day menjerit. Sepatu Bot Prada Amaranto-nya! Ia merebutnya
dari mulut domba sialan itu.
Domba sialan itu mengembik tak peduli dan pergi keluar dari
pintu apartement-nya.
Tunggu. Apartment-nya? Ia kembali ke Dallas?
Tentu saja tidak. Ini adalah replika persis yang ia temukan
di belakang panggung amphitheather bingkai mimpi saat Ratu Huban menurunkannya
kembali. Day sadar karena yang ia lihat dari balik jendela bukanlah pencakar
langit, melainkan gurun pasir.
Suara notifikasi dari komputer membuyarkan lamunannya. Ia
pun bangkit untuk melihatnya.
Nona Fort,
Selamat atas
keberhasilanmu dalam tugas kedua ini.
Aku harap kau mendapat
cukup istirahat. Dengan senang hati pula kukabarkan bahwa semua reverier yang
satu tim denganmu baik-baik saja.
Untuk sementara,
pulihkan dirimu sebelum mendapat tugas berikutnya. Ciao.
Zainurma.
Kurator angkuh. Day menghembuskan napas jengkel.
Ia ingin bertemu Gabe lagi.
Ia belum sempat berpamitan dan berterima kasih atas
segalanya. Seks, perlindungan, senjata…
Omong-omong senjata, Day teringat sesuatu.
Ia membuka koper kulit di kaki ranjangnya, dan voila! Sebuah pistol laser. Model lama.
Berwarna hitam dengan sulur hijau pemberian seorang Om Senang jaman kuliah
dulu.
Lalu ia teringat sesuatu lagi.
Dirinya adalah penembak yang hebat.
Menaruh senjata ke tempatnya semula, Day kembali merebahkan
diri ke tempat tidur.
Dallas Skyline
Apartment, Dallas.
Daytona
Lewis Fort terlihat sangat damai saat ia tertidur.
Mungkin
karena ia terlihat sangat rileks. Kernyitan kecil di antara dahinya pun hilang.
Mungkin juga karena matanya tertutup, pandangannya yang tajam menjadi tak
terlihat.
Ia
tidak sendiri. Dua orang pria berdiri di samping tempat tidurnya. Satunya muda,
dengan setelan kantor yang mahal. Satunya lagi lewat separuh baya, dengan kaos
polo dan celana kain murahan yang ditahan sabuk plastik melingkar di perut yang
masih cukup kencang, mengingat usianya. Topi baseball tua pun bertengger di
kepalanya yang mulai botak ditelan umur.
“Kau
yakin kalau kita tidak perlu membawanya ke rumah sakit? Ia sudah tertidur
selama lebih dari 24 jam.”
“Ia
tidur, Cam. Hanya tertidur.” Aksen selatan khas daerah Florida yang charming terdengar dari pria paruh baya tersebut. “Ia akan bangun pada
waktunya.”
“Kalau
menurutmu begitu.”, Cam mengangkat bahunya.
“Well,
jika memang seperti itu percayakan dia padaku, sir. Aku akan meminta driver mengantar Anda ke hotel.”
“Aku
baru saja sampai, son! Mengapa kau cepat sekali ingin aku pergi?!” Pria tua itu
mulai kesal.
Camden
Scott Sang CEO gelagapan.
“Ma-maksudku,
sir, mengingat interaksi kalian yang terakhir, sepertinya akan lebih baik kalau
Anda tidak di sini saat ia bangun.”
Lelaki
paruh baya yang masih terlihat gagah itu tertawa sinis.
“Kau
pikir karena ia kadang berbagi tempat tidur denganmu, kau punya hak untuk
memutuskan sesuatu untuknya? Jangan bercanda! Ingat peranmu, boy!”
Camden
menunduk. Telinganya memerah entah karena marah atau malu.
“Kau
itu tidak lebih dari sebuah monitor. Aku mengatur semua hal untukmu agar kau
dapat terus mengalihkan perhatian Daytona dengan tujuan hidup yang remeh-temeh.
Agar ia tidak ‘matang’ sebelum waktunya.”
“Sebentar
lagi waktunya tiba, dan saat waktunya tiba,kau tidak akan lagi berguna.“
Camden
gemetar karena marah, tetapi ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.
“Wah,
sepertinya aku sedang menyela sesuatu.”
Seorang
wanita sebaya Day muncul di depan pintu. Ia memakai t-shirt putih yang semakin
menonjolkan rambut merahnya.
“Nona
Miller.” Pria tua mengangkat topinya sedikit. Senyum kecil terlihat dari
baliknya.
“Halo.”,
Miller menjawab.
“Hai,
Cammy. Keluarlah, kami akan berbicara empat mata. ”
“Miller,
jika ini menyangkut Day aku ingin tahu.”
Miller
tidak punya kata-kata untuk itu, tetapi ia meraih pisau lipat di saku celananya
dan tanpa tedeng aling-aling menebas tangan Camden yang bersandar di meja rias.
Memotong tiga jarinya.
Camden
menjerit tanpa suara. Ia memegang pergelangan tangannya. Darah mengucur deras
dan jari-jarinya tergeletak begitu saja di sebelah beragam eye shadow.
Namun,
beberapa derik kemudian, sesuatu tumbuh di tempat jari-jari tersebut dipotong.
Gumpalan jaringan yang secepat kilat berubah menjadi tulang, daging, otot, dan
kulit.
Sepuluh
detik kemudian, jari-jari baru telah tumbuh. Tidak ada tanda luka apapun
kecuali genangan darah dan jari-jari terlantar di atas meja rias.
“Kenapa
kau lakukan itu, jalang?! ”
“Apa
asiknya punya kekuatan regenerasi cepat kalau tak kau gunakan untuk mengetes
kecenderungan masokismu, Scott? Sekarang huss.”
Masih
melotot, Cam keluar kamar sembari mengumpat.
“Katakan
padaku kau tahu di mana ia berada.” Lelaki itu menyalakan cerutunya, lalu
menghisapnya dalam-dalam.
“Kurang
lebih. Masalahnya adalah, aku tidak yakin bisa membawanya kembali. Maksudku aku
bisa mencoba, tetapi aku tidak menjanjikan apa-apa.”
Pria
itu mengepulkan asap berbentuk donat sempurna “Tetapi kita membutuhkannya di
sini .”
“Bagaimana
kalau aku mencari cara agar dia bisa membantu kita dari sana.”
“Kau
bisa melakukan itu?”
“Yah,
bisa dibilang aku punya semacam koneksi di sana, mungkin dia bisa membantu.”
Pria
itu terdiam sebentar untuk menimbang-nimbang, sebelum mengangguk, “Lakukan itu.
Lakukan apa yang diperlukan untuk menjamin lancarnya rencana kita.”
“Baiklah.”
Wanita
berambut merah itu kemudian berdiri tegap. Jari telunjuknya ia gunakan untuk
menggambar semacam lingkarang di udara. Sekonyong-konyong, sebuah lubang hitam
seperti pusaran air muncul. Sebuah portal.
Perempuan
itu baru saja hendak melangkahkan kakinya saat pria tua tersebut memanggilnya.
“Nona
Miller. ”
Jenna
Miller menoleh dan membalas
“Tuan
Fort?”
“Bawa
putriku pulang.”
TO BE CONTINUED.
Yaah, Ian tau-tau dah ketangkep :"( dan kayaknya dikasih obat bius dosis tinggi, hiks..
BalasHapusWell, saya baru bisa menikmati cerita di pertengahan entri. Saya ga begitu paham dengan apa yang terjadi di awal dan akhir cerita.
Saya rasa juga cerita ini begitu singkat. Jadi ada rasa kurang puas habis bacanya. Padahal saya suka narasinya.
Overall score: 7
At last, greetings~
Tanz, Father of Adrian Vasilis
Saya merasakan adanya downgrade pada entri ini. Jujur, gak seperti prelim lalu, adegan-adegannya kurang tergambar dgn baik. Terutama pas berantemnya. Saya paham itu karena itu juga terjadi pada ceritaku sendiri. narasinya yang terlalu sedikit dan fast pace membuat saya kurang puas nikmatin ceritanya.
BalasHapus6
==Riilme's POWER Scale==
BalasHapusPlot points : C
Overall character usage : C
Writing techs : B
Engaging battle : C
Reading enjoyment : C
Cerita ini singkat, tapi langsung on-point. Semua yang ada di setting ini kayak udah ada perannya masing" dan tinggal jalan aja. Agak sayang sebenernya, padahal masih banyak yang keliatannya bisa dieksplor baik dari setting ataupun karakternya. Kayak Adrian cuma di-mention doang, atau Shade-Revand + Adolf ga ada kejelasan nasibnya
Dan saya bingung, kenapa bisa cuma Day yang misinya sekedar bertahan hidup?
==Final score: C (7)==
OC : Iris Lemma
Hmm ... saya setuju kata Kak Sam dan Agung. OC lain kurang atau malah sedikit banget diekspos. Battle-nya pun ... begitu. Dan selain itu, tanda bacanya masih, err, kayak prelim.
BalasHapusMisalnya:
"Sekali lagi aku gagal, Day, dan kali ini aku akan mati.”, ....
Harusnya kalo udah ada titik atau koma diikuti petik dua ya, jangan ada tanda baca lain.
Saya juga kurang ngeh sama yang terjadi di akhir. Itu kayaknya semacam clue buat babak mendatang--ngingetin sama entri sendiri yang malah bertabur foreshadow.
Jadi saya titip 7 deh. :3
-Sheraga Asher
Bagian dialog antara Gabe dan Day di awal setelah bercinta agak bikin bingung. Mereka saling berbincang tapi ngga ada kejelasan siapa yang bilang apa, jadi mungkin next time ditambahin senggaknya di salah satu biar ketahuan yang mulai bicara siapa ._.
BalasHapusPas ini: “Kekuatanmu akan sangat membantu jalannya misi ini. Shade memang hebat, tetapi aku kurang mempercayainya tanpa orang yang lebih… dewasa.” Awalnya kukira yang bicara Day, ternyata salah. Ini berpengaruh ke dialog setelahnya, harus baca ulang baru ngeh ._.
Oh iya, kamu nulis cerita ini dengan asumsi semua pembaca sudah baca semua charsheet kah? Soalnya saya kayak nggak nemu penjelasan mengenai karakter2nya, ini siapa itu siapa. Termasuk OC Tamu pun gak ada penjelasan. Tahu2 cerita dimulai dengan semua karakter sudah on board, sudah saling kenal, dan sudah saling interaksi.
Terus ini: “Pintu ruang santai terbuka dan masuklah Gabe disusul oleh pemuda kurus berpakaian serba biru.
Revand Arsend adalah individu yang agak intens secara tampang, karena ia adalah makhluk fantasi bertelinga lancip.”
Maksudnya si pemuda itu Revand? Soalnya gak dijelaskan ‘Pemuda kurus itu bernama Revand.’ gitu misalnya, atau sesuatu yang merujuk kalo pemuda itu adalah Revand. Tahu2 ini menjelaskan Revand itu siapa setelah bilang Gabe disusul pemuda kurus berpakaian serba biru .___.
Dan agak ga konsisten, ketika ada bahasa Inggris ga semuanya kamu miringkan .___. Apa gara2 deadline makanya ga sempet proofread?
Pas adegan tarung juga... agak2 susah aku menerjemahkan kata2 itu sebagai adegan yang tergambar di kepala... Gimana ya, narasinya agak mengambang kurasa sehingga aku beberapa ga paham mereka ngapain...
Pun sampe akhir gak ada kejelasan kenapa misi Day cuma bertahan hidup... untuk ini kayaknya ada di entri2 ke depannya, jadi ga masalah.
tl;dr
Aku susah menikmati cerita ini, narasi per adegannya agak berantakan (terutama pas battle) dan ceritanya sendiri not that good. Ditambah bebberapa minus di tanda baca dan narasi. Dari ceritanya, Ini kayak bagian kecil dari satu kesatuan buku yg cuma bisa dinikmati kalau dibaca secara keseluruhan, termasuk judul2 berikutnya. Kalo beneran kayak gini, susah untuk saya ngasih nilai lumayan krna yg harus dinilai cuma judul ini saja .___.
Therefore, 6/10
~Pencipta Kaleng Ajaib
Wah david bowie ya. Alih-alih lagu itu, saya malah ngebayangin lagu Pasangan Yang Pertama Kali Bercinta di Luar Angkasa dari Frau.
BalasHapusFavorit saya dari entri ini adalah penggambaran aftersexnya yang sangat rapi dan engaging di sini. jadi mulai dari situ udah bisa enak diikutin cerita ini.
Pendalam karakter lebih keliatan di karakter2 yang deket sama Daytona. Seperti gimana ga gada yang bakalan protes walaupun ada cupang di leher Gabe dan adegan di akhir tentang Day yang mau direbut balik sama ayahnya :3 ini sangat bikin penasaran.
Narasinya juga ngalir, kerasa cocok sama sifat Daytona. Kentara di "Memangnya ini Disney?" "Ralat" dll.
Kekurangannya cuma di pendalaman karakter yang lainnya cukup minim (yang berkesan dan untungnya bisa diselipin di narasi: kemampuan mind reader Revand), sama pembuatan rencana para reverier yang sayangnya ga keliatan jalannya karena emang keinterupsi offscreen biar mempercepat progres cerita.
7
PUCUNG
space oddity yg versi chris hadfield lebih enak tbh fam /abaikan
BalasHapusehm, gimana ya... saya seneng sebenernya karena ceritanya pendek =w=
tapi seperti yg disebutkan komen2 di atas, di entri ini memang banyak yg bisa dikembangkan. pacenya terlalu cepet sehingga setting dan karakter kurang dapet. mungkin bisa ditambah 1000-2000 kata buat pengenalan/pembangunan karakter.
selain itu... bagian miller itu lumayan bikin penasaran.
nilai: 7
oc: castor flannel
That soft (sex) naration ... oh mai god. Umi bacanya keinget sama narasih gaya Metropop. Khasa banget. Menggoda tappi tanggung. #ups
BalasHapus---------------------
Umi mulai review yah, ga banyak kok.
First, Apa yang Umi suka di cerita ini?
Narasi. Apalagi? Gaya cerita yang emang cocok banget untuk Day. Narasinya bagus dan ga bikin meleng. Kamu sukses bikin pergerakan semua tokoh kelihatan dan tergambar jelas di otak Umi.
Kamu juga berhasil bikin karakterisasi khas untuk Day sendiri. Umi ga baca Charsheet (jujur aja.), juga ga baca setting kamu sebenarnya gimana. Tapi ceritanya enjoyable terlepas kamu ga kasih intro untuk hubungan antar karakter.
Apa yang bisa kamu kembangkan untuk ceritamu?
Intro setting dan intro masuknya lawanmu ke cerita. Penting banget untuk ngasih kejelasan ke pembaca tentang intro cerita. atau apapun lah yang melatar belakangi ceritanya. Misal di sini, kamu pake setting apa, ceritanya suasana di cerita gimana, atau kenapa si Gabe main bobo-boboan sama Day.
Biar pembaca dapet jembatan antara cerita ini dengan cerita sebelumnya :)
------------------------
Nilai dari Umi 7
;)
OC lawan langsung disebut tanpa pakai perkenalan padahal ada beberapa peserta yang mungkin belum pernah baca entry OC-OC lain. Sepertinya ada beberapa typo. Mungkin karena baru pertama kali menghadapi OC lawan entry Daytona agak kurang sedikit. Masih ada kesempatan untuk improve di R2 kok dan aku masih mau melihat aksi Daytona, walau laptop bisa disita ortu kalau ketahuan baca yang bagian 'itu'.
BalasHapusNilai: 8
SERILDA ARTEMIA
Biar kepepet, author Daytona masih sakti juga.
BalasHapusMeski harus jujur kalau kualitasnya kurang se-wah di prelim, ciri khasnya masih ada di sana. Narasinya, karakterisasinya, penggambaran latarnya oke.
Tapi pengolahan plotnya saya rasa keburu-buru.
Itu aja sih kayaknya.
Still interesting tho, jadi saya kasih 7 buat Daytona.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
Day jangan kelamaan di luar angkasa.
BalasHapusWell, entah kenapa banyak dari para reverier yang mengalami sedikit penurunan skill menulisnya di R1 ini (termasuk aku). Ciri khas masih tetap ada, yah.. Walaupun aku merasa ada yang kurang karena ga semaksimal prelim kemaren. Karakterisasi dan plot lagi-lagi aman, tapi pengenalan konflik awal menurutku terlalu maksa dan jadinya ga enak. Setidaknya berikan perkenalan singkat atau celoteh khas Day, mungkin (?)
7
Jess Hutcherson
Deadliner go!
BalasHapusWell... Entri ini tidak seseru Entri Prelim Daytona, kemungkinan besar karena liburan effect. Meski beberapa adegan disingkat, tapi saya masih bisa menikmati entri ini. Erm... Saya nggak terlalu banyak komentar di entri ini, tapi saya tunggu entri berikutnya~
Terimakasih~
Nilai 7
OC : Nora
Fokus cerita ke Day, dan menurut saya bagus. Suasana dewasanya (apalah ini) selalu kental di entri Daytona ya XD
BalasHapusNarasinya enak, mudah dibaca, yg kurang paling di jalan cerita. Bagian awal kayaknya di-skip karena tiba-tiba aja Day udah ma Gabe aja, gak ada penjelasan soalnya Bingkai Mimpi ato semacamnya.
NILAI: 8
(Martha)
Saya setuju sama beberapa entri di atas, entri waktu prelim menurut saya jauh lebih menarik. Entri R1 ini rasanya terlalu cepat, adegan fighting juga sedikit. Walaupun gitu, buat saya entri ini masih cukup bisa dinikmati.
BalasHapusNilai dari saya 7
OC : Catherine Bloodsworth
Well rupanya komentar komentar diatas sudah mengutarakan apa yang mau saya bicarakan...
BalasHapusHanya saja ada beberapa hal yang akan saya ulas lagi.
Entri r1 nya benar benar kalah dengan prelimnya, karakterisasi disini sangat kurang diekspos.
Pembawaan authnya pun terasa diburu buru.
Battle nya tidak terasa, padahal saat prelim battlenya sangat menegangkan :(
Daytona Fort adalah jagoan saya saat prelim makanya saya kasih 10 saat itu, semoga kalau lolos Day bisa memberikan sesuatu yang lebih waw dari prelimnya. Ayo semangat!
Nilai 7
Wasalam
Ganzo Rashura
"Wah, tante Day asik juga 'maen'nya."
BalasHapus"Jangan OOC nak. Kau tidak semesum itu."
"Maaf, guru."
-Roan & Marikh
Entri ini yang ane tunggu selain Nazhme(yang WO) dan Olive(yang belum sempat dibaca)
+PROS
+Entri ini masih konsekuen dengan gayanya yang khas, unik sekaligus menarik.
+Konflik batin Day bener-bener digarap, yang beginian nih ane masih kurang jago.
-CONS
-Saya kira Day bakalan ngamuk sampai besi bergolak dan beterbangan, tapi rupanya belum saatnya, ya.
-Adegan melepas borgol menurutku sama seperti adegan menaikkab gesper di prelim, atau mungkin itu anggapan saya aja?
Entri solid dan khas, kesan terburu-buru tentu saja ada, karena saya pun begitu. 8 cukuplah untuk entri Daytona Fort :D
TTD
Dewa Arak Kolong Langit
Dari awal sya udh sneng bnget sma semua yg ad di cerita daytona ini. Sampai buat penasaran cerita selanjutny gimna.Tpi pas sya baca R1 ny agak sedikit mngecewakan. Krna terlalu cepat jalan ceritany membuat saya sedikit kebingungan di awal ketika membacany. Tpi sya akan memberi nilai daytona ini 9 krna ingin mnyelamatkan karakter daytona. Pesanny jgn terlalu singkat ceritany yaa. Klimaksny blum ketauan. Hehe
BalasHapus