VERSUS
FATANIR
LAZUARDI
ALSHAIN KAIROS
[Tantangan V1]
oleh: Andry Chang
---
"DI ATAS SEMESTA, ADA SEMESTA"
Hidup Alistair Kane adalah
sebuah pencarian tanpa henti.
Baru saja beristirahat
sejenak setelah kembali dari sebuah dimensi antah-berantah, ada saja yang harus
Alistair kerjakan untuk memastikan segala sesuatunya kembali ke jalur semula.
Tepatnya, segala sesuatu yang sempat ia ubah untuk suatu tujuan atau misi
tertentu. Kali ini, yang harus diluruskan pria berambut, berkumis dan
berjanggut serba putih padahal memiliki fisik setara manusia berusia genap
empat puluh tahun ini adalah nasib dan takdir seorang manusia.
Seorang pria muda berambut
hijau panjang bernama Raditha Ananta.
Untuk itulah Alistair
sengaja "hadir" saat Radith kembali ke ranahnya sendiri. Radith telah
menyelamatkan dirinya yang terjebak dan jadi lemah bagai manusia biasa di
sebuah ranah asing. Dengan menggunakan sebuah mustika bernama Kotak Laplace,
Radith mengembalikan kekuatan sejati Alistair sehingga keduanya dapat kembali
ke ranah mereka masing-masing. Kebetulan Alistair memutuskan "mampir"
sejenak di Bumi, menuntaskan pelbagai urusan penting termasuk satu yang
terpenting, memastikan Vajra, pahlawan super dalam diri Radith bangkit kembali.
Namun, masih ada satu
ganjalan terakhir.
Ganjalan itulah yang
membuat Alistair Kane berujar, "Radith, mengingat kondisimu sekarang ini,
sebaiknya kau menyerahkan Kotak Laplace padaku."
"Apa!?" Radith
menggeleng tak mengerti. "Bukankah aku yang seharusnya menjaga kotak
pengacau itu agar tak ada lagi yang bisa menyalahgunakannya? Itu keputusan Mima
Shiki Reid, pemegang Laplace sebelumnya yang menyerahkan benda itu padaku lewat
undian."
"Aku tahu. Hanya
saja, kekuatanmu yang kini telah berkurang separuhnya saat kau tiba di Bumi ini
takkan cukup untuk membendung daya Laplace bila benda itu sampai beraksi lagi
kelak. Lagipula, penggunaan Laplace di Bumi pasti akan mengundang kutukan
berupa maut abadi dari Yang Maha Kuasa. Tentunya kau tak ingin itu terjadi
padamu, bukan?"
Radith terpaku seketika.
Ia memang baru sadar bahwa ia bukan pemilik sejati kotak penentu takdir yang
menampung kekuatan mahakuasa itu. Lagipula, Bumi bukan tempat yang cocok bagi
Laplace, yang sebenarnya adalah sebuah pelanggaran terparah, baik terhadap
hukum alam mauapun hukum ilahi.
Jadi, uluran tangan
Alistair Kane itu malah menerbitkan satu pertanyaan dari bibir Radith,
"Lantas, mengapa harus kau yang mengemban Laplace? Siapa kau sebenarnya,
Alistair?"
Alistair menghela napas.
"Terpaksa aku harus berterus-terang. Sebenarnya aku adalah sebuah entitas
yang berasal dari dimensi yang berbeda dari Bumi dan semesta ini, yaitu Semesta
Omnia. Tanah airku adalah Terra Everna, sebuah planet mirip Bumi dalam Dimensi
Omnia itu. Aku adalah seorang musafir, yang bepergian ke ranah-ranah
antah-berantah untuk mengukir atau menyebarkan legenda-legenda di setiap ranah
itu. Tentu saja, untuk pekerjaan itu aku dibekali kekuatan tak terbatas, yang
harus kusesuaikan dan kubatasi sendiri untuk menjaga keseimbangan alam di dunia
yang kudatangi."
"Ah, pantas saja kau mampu berpindah ranah dan mengembalikanku ke
duniaku sendiri," ujar Radith sambil mengangguk dan tersenyum lega.
"Jadi, silakan ambil Kotak Laplace, asal kau bersumpah untuk menjaganya
baik-baik dan tidak menyalahgunakannya." Ia mengulurkan tangannya ke arah
pria berpakaian serba putih itu.
"Tentu saja," ujar Alistair sambil menempelkan telapak tangannya
dengan telapak tangan Radith. Seketika, seberkas cahaya putih dari tubuh Radith
mengalir terus dan merasuki tubuh Alistair.
"Nah, sekali lagi terima kasih atas pertolonganmu, Radith," ujar
Alistair Kane. "Sampai jumpa di lain kesempatan, dan teruskanlah
perjuanganmu."
"Sama-sama. Sampai jumpa lagi, Sang Musafir." Seiring kata-kata
Radith itu, citra Radith berangsur-angsur lenyap dari pandangan Alistair.
Ternyata tadi Alistair dan Radith hadir dengan cara holografis di mata satu
sama lain.
Kekuatan gaib yang diam-diam dikerahkan Alistair saat mereka berinteraksi
tadi membuat benda atau energi, dalam kasus ini Kotak Laplace berpindah secara
nyata dari tubuh Radith ke tubuh Alistair Kane. Intisari energi Laplace
seketika melebur dan menyatu dalam tubuh Alistair, takkan pernah berpindah lagi
ke tubuh lain selama entitas bernama Alistair Kane masih ada.
Satu hal yang tak Radith ketahui, kekuatan Kotak Laplace hanya akan jadi
bagian yang tak kentara dari kekuatan Alistair yang sebenarnya. Kekuatan yang
selama keberadaan Alistair Kane ini selalu ia batasi dan kekang agar tak
mengusik arus alam, waktu dan takdir.
Alistair Kane lantas tersenyum dan bicara pada dirinya sendiri, "Ah,
senangnya bila segala sesuatunya telah kembali ke jalur semula. Semua senang,
dan aku bisa beristirahat dengan tenang." Ia duduk di kursi kerja kulitnya
yang teramat nyaman, menyeruput Triple Macchiato Aceh hangatnya
sampai cangkir kecilnya tandas. Dengan kopi sekuat itu, sepertinya Alistair
berniat untuk begadang semalaman dalam apartemen penthouse super
mewahnya ini.
Tiba-tiba, ponsel kristal Alistair mendendangkan ringtone "One
of Us" – Joan Osborne. Si pria berjanggut putih lantas menekan
layar sentuh ponsel itu. "Alistair di sini. Ada apa?"
"Maaf mengganggu, Pak Alistair!" seru suara dari ponsel itu. "Server Everna Online tiba-tiba crash, dan
program game tak bisa dijalankan sama sekali! Kami telah mengaktifkan program backup,
anti-virus dan melakukan scripting darurat untuk
menangkal hacker. Akhirnya kami berhasil masuk dalam program,
tapi tak ada apapun di sana! Yang ada hanya layar hitam dan teks putih di
tengah-tengah bertuliskan satu kata, 'NIR'!"
Alistair terkejut bukan kepalang. "Apa!?" Ia lalu cepat-cepat
menguasai dirinya dan bicara dengan nada setenang mungkin, "Jangan matikan
servernya, biar kutangani sendiri di sini."
Sekali menjentikkan jari, Alistair menampilkan sebuah layar holografis yang
sangat besar di hadapannya. Ia lalu memain-mainkan jarinya di udara, menggeser
atau menekan citra-citra pada layar itu. Anehnya, setelah Alistair melakukan
perbaikan secepat kilatpun, tampilan game Everna Online di
layarpun tetap gelap, dan teks kata "NIR" tetap terpampang di sana.
Nir... Nir... jangan-jangan itu ulah... Alistair terkesiap, ia baru menyadari siapa biang keladi perusakan ini.Tapi,
bukankah menurut realita yang ada, seharusnya segalanya kembali seperti
sediakala, bahkan lebih baik lagi, bukan musnah tanpa sisa? Ini pasti sebuah
pergesekan, tumpang-tindih antara dua realita yang berbeda dalam dimensi yang
sama, dan yang terjadi saat ini adalah realita yang sepertinya lebih kuat
daripada realita yang kupilih. Ini amat gawat!
Alistair Kane mengelus-elus janggutnya, dahinya berkerut dan mulai
berpeluh.
Tak lama kemudian, sebentuk portal sihir berupa bintang bersudut enam dalam
lingkaran berpendar di lantai tepat di depan meja kerja Alistair. Alistair
mematikan layar hologram komputernya untuk melihat lebih jelas makhluk yang
seakan terangkat keluar dari portal itu.
Perawakan makhluk itu seperti seorang gadis kecil yang mengenakan baju rok
terusan panjang yang tampak seperti jas hujan. Ia membawa sebuah tongkat
warna-warni yang mirip sebatang permen raksasa. Yang paling unik, kepala
makhluk ini ternyata berbentuk sebuah bantal kepala, polos dan tak berwajah.
Suara makhluk itu juga seperti suara anak gadis kecil. "Halo, om ini
Alistair Kane, bukan?"
Karena telah banyak bertemu makhluk-makhluk aneh bin ajaib, wajah Alistair
tak tempak heran. Kedatangan yang mendadak inipun tak membuatnya terkejut. Ia
hanya menjawab, "Ya, akulah dia. Siapakah kau, anak muda, dan apa yang
membawamu menemui om-om sepertiku?"
Gadis kepala bantal itu tertunduk malu-malu. "Namaku Ratu Huban.
Kudengar om sedang dalam kesulitan, jadi aku datang menemui om untuk menawarkan
satu pemecahan jitu."
"Oh ya?" Alistair mendelik penuh minat. "Coba kautebak, apa
masalah yang sedang kuhadapi?"
"Om sedang gelisah dan merasa serba-salah. Ada perbenturan dua realita
yang berbeda, antara kenyataan yang om alami dengan satu kenyataan lain yang lebih
kuat. Namun bila om mengakui kenyataan yang lebih kuat itu, om takut om akan
musnah bersama sebuah dimensi sekaligus."
"Ya, sangat ironis, bukan?"
"Tidak juga. Kabar baiknya, kekuatan sejati om telah pulih dan om
telah kembali ke salah satu 'rumah' om di dimensi lain, yaitu Bumi. Anomali
realita 'NIR' itu terjadi setelahnya, sehingga om dipastikan lolos dari
penghancuran total."
Alistair menghela napas lega. "Ah, kalau itu kabar baiknya, apakah ada
kabar buruknya?"
"Ada. Semua insan di Ranah Sol Shefra, termasuk para petarung dari
ranah-ranah lain yang tak sempat dipulangkan ke ranah masing-masing saat
meletusnya Pertempuran Laplace-Dragunir terjebak dalam kehancuran itu, dan kini
eksistensi mereka berada dalam ranah antara ada dan tiada, yang disebut
Limbo."
"Termasuk Radith?"
"Ya, termasuk Radith."
"Astaga. Aku harus kembali ke dimensi tempat Sol Shefra berada,
menyelamatkan semua orang dan mengembalikan para petarung antar-dimensi ke
ranah mereka masing-masing!"
"Itu saja, om?"
"Ya, itu prioritas utamaku! Aku harus memastikan Sol Shefra kembali nyata,
utuh seperti sediakala, bukan hanya sebuah rangkaian data dalam server belaka!
Tentu kau bisa membantuku 'kan, Ratu Huban?"
"Ya, karena itulah aku kemari. Tapi aneh, kok om tadi bilang ingin
memulihkan dimensi tempat Sol Shefra berada? Apakah om ini dewa atau lebih dari
itu?"
Alistair malah tertawa kecil. "Sebagai seorang penjelajah dimensi, aku
harus membatasi kekuatanku demi menjaga keseimbangan alam di ranah yang
kudatangi. Tapi dalam kasus ini, aku terpaksa harus menembus batasan itu dan
menggunakan kekuatan penuh."
"Karena 'para pengacau' yang akan om hadapi itu juga punya kekuatan
menghancurkan atau mengacaukan semesta." Huban sengaja memberikan tekanan
pada kata "para pengacau".
Alistair mengangguk. "Tepat sekali. Jadi, solusi apa yang hendak
kautawarkan padaku?"
"Aku menawarkan om satu kesempatan untuk menghadapi para biang keladi
kehancuran itu, serta memulihkan segalanya. Namun, pertama-tama aku harus
bertanya, beranikah om bermimpi?"
"Maksudmu?"
"Kekuatan gaibku berhubungan erat dengan alam mimpi. Aku dapat
mengunjungi mimpi siapapun, juga mengirim siapapun ke dalam sebuah mimpi.
Namun, ada satu hal teramat penting yang perlu om perhatikan."
"Apa itu?"
"Siapapun yang memasuki dunia mimpi, bahkan entah ia dewa atau
semacamnya mungkin bakal bertarung atau menghadapi bahaya. Bila ia sampai tewas
dalam mimpinya, atau tak terbangun dari mimpi sesaat sebelum tewas,
eksistensinya di dunia nyata akan ikut lenyap bersama dengan yang di dunia
mimpi."
"Bahkan dewapun tak luput dari kematian seperti itu?"
"Persis, om. Nah, kalau begitu aku bertanya sekali lagi, beranikah om
bermimpi demi mewujudkan satu kenyataan terbaik?"
==oOo==
Saat Alistair Kane membuka matanya, pikiran pertama yang muncul dalam
benaknya adalah, Benarkah aku sedang bermimpi saat ini? Segala
sesuatunya tampak begitu nyata.
Padahal, hal terakhir yang ia ingat adalah si gadis kepala bantal
berputar-putar di tempat, lalu menyentuh dahi Alistair dengan tongkat
permennya. Segala pemandangan yang ia lihat berangsur kabur, meredup dan
akhirnya gelap.
Rupanya Alistair kini sedang melayang-layang di ruang angkasa tanpa gaya
gravitasi. Mengenakan kostum musafirnya, ia tampak amat rapi dengan satu
setelan jas, kemeja dan celana panjang serba putih. Untuk menegaskan tekad
Alistair membatasi kekuatannya, ia mengenakan hiasan leher semacam dasi alaWild
West berwarna coklat bertatahkan batu mirah bulat dan sepatu kulit
coklat. Alistair mengenakan sebuah jubah putih bertepi merah dengan tudung yang
menutupi rambut putihnya. Kadang ia menurunkan tudung itu hingga menutupi mata
bila sedang dalam misi rahasia.
Kali ini, Alistair tak menyembunyikan matanya yang terbelalak. Ia sungguh
mengenali hamparan planet, matahari, bintang dan galaksi yang tak terhitung di
sekitarnya. Ini adalah tempat asal Alistair Kane yang sejati, yaitu Semesta
Omnia.
Planet biru yang tampak paling besar, paling dekat dengan posisi Alistair
saat ini bernama Terra Everna, dunia paralel yang sangat mirip Bumi. Pantas
saja game Everna Online dibuat dengan teramat detil dan
kompleks, sehingga harus ditampung dalam server-server super yang setara dengan
pusat-pusat data berkapasitas terbesar dan berkecepatan tertinggi di Bumi saat
ini.
Tiba-tiba, suara seorang pemuda bernada santai menyapa Alistair Kane,
"Hei, hei, kau ini utusan Sang Pencipta untuk menimpakan murkanya padaku,
ya?"
"Tidak persis begitu," ujar Alistair sambil menoleh pada si
pembicara. "Aku kemari hanya untuk memperbaiki segala sesuatunya hingga
kembali seperti semula. Apa kabar, Fatanir?"
Fatanir, si pemuda berjambul kribo dengan kulit berwarna sawo matang itu
terperanjat melihat wajah di balik tudung itu. "L-lu ini...? Bukankah lu
udah...?" Raut dan ekspresi wajahnya dibuat-buat sedemikian rupa, sehingga
bahkan Alistairpun merasa ingin tersenyum sekaligus menampar si "Kribo
Mantap" itu.
"Nama asliku Alistair Kane, dan ya, aku masih hidup." Alistair
tersenyum kebapakan. "Pertama-tama kuucapkan selamat, Fatanir. Kau sudah
dinobatkan sebagai juara turnamen antar-ranah, Battle of Realms."
"Beneran?" Fatanir mengernyitkan dahi. "Setahu gue, gue baru
saja mulai mencoba membangun sebuah dimensi baru setelah terpaksa gue rombak.
Tapi ternyata seseorang udah selesaikan itu buat gue, dan Kana, gadis yang
beserta gue tadi itu lenyap."
"A-apa?" Kali ini giliran Alistair ternganga. "Jadi Planet
Sol Shefra serta Ranah Alforea, Amatsu, Nanthara dan sebagainya itu termasuk
dalam... Semesta Omnia?" Ironis, Alistair tak tahu tentang itu. Apakah
karena ia sempat "dilemahkan" di Alforea, pengetahuan tentang
keberadaan Sol Shefra di Omnia sempat "dihapus" dari benaknya?
"Oh, nama semesta ini Omnia, ya." Fatanir mengorek telinganya.
"Kalau Omnia muncul kembali, berarti Sol Shefra, planet penuh pengacau
yang memperebutkan Kotak Laplace itu juga muncul kembali dan menjadi nyata,
lagi-lagi melanggar takdir kemusnahannya. Kalau begini jadinya, gue harus
kembali menjadi Fatashura Dragunir, merombak ulang seluruh dimensi ini sekali
lagi!"
"Maaf, tapi aku tak bisa membiarkanmu melakukannya," ujar
Alistair Kane.
"Heh? Atas dasar apa? Kekuatan lu? Ooo-oh, ada dewa sungguhan di sini!
Ampun, ampun, hamba jadi takut... NGGAK!" Polah Fatanir yang berubah-ubah
itu menebar kesan, ia sedang menyindir dan memancing emosi lawannya.
Dengan tenang Alistair mengeluarkan tiga buah bola dari kantung jasnya.
Bola-bola yang tampaknya terbuat dari kristal namun elastis itu berpendar
lembut, masing-masing berwarna merah, hijau dan biru. Melihat itu, Fatanir
kembali menyindir, "Haha, buat apa sih bola-bola itu? Lu mau main juggling seperti
badut sirkus?"
"Yeah, benar. Terserah apapun anggapanmu, kita harus tentukan sekali
lagi takdir mana yang lebih kuat." Alistair lalu menunjuk ke dadanya
sendiri. "Lewat takdir dan rentetan kenyataan lain milik Mima Shiki Reid,
Mima telah menyerahkan Kotak Laplace ke tangan sobatku, Radith. Radith lalu
mengembalikan kekuatan sejatiku dan aku memulangkan Radith, Mima, bahkan semua
peserta Battle of Realms lainnya, hidup atau mati, termasuk
dirimu dan diriku sendiri ke ranah masing-masing dalam keadaan hidup.
Sekembalinya di ranahnya, Radith menyerahkan Laplace padaku. Namun, tak lama
kemudian kenyataan versi dirimu menyeruak, dan semua malah harus musnah...
kecuali diriku. Maka, kini aku, mewakili semua yang lain akan melumpuhkanmu,
memusnahkan Dragunir dan kembali mendayagunakan Laplace untuk mengembalikan
semuanya seperti semula!"
Fatanir malah menepuk jidatnya. "Aduh, si om ini! Kalau nggak suka
ending cerita dan kenyataan versiku bilang aja langsung, nggak usah bikin rematch segala!"
"Memangnya kalau hanya bilang saja, kau akan mengembalikan semuanya
seperti semula?"
"Nggak. Gue mau bikin dimensi baru sendiri, suka-suka gue."
"Tuh 'kan! Bicaramu berputar-putar, apa kau ingin memancing emosiku
atau sengaja mengulur waktu?" Sambil memutar-mutar ketiga bolanya di satu
telapak tangan, Alistair diam-diam menghimpun energi cahaya yang sumbernya
terutama dari matahari terdekat.
"Lho, lu tuh yang lagi mengulur waktu, lu sangka gue gak tau lu lagi
ngapain? Jawab aja tadi lu utusan Tuhan buat menghukum gue, beres 'kan? Kita
tinggal gebug-gebugan!" Padahal Fatanir sendiri juga sedang mengakses
segala teknologi di Planet Everna, yang saat ini kira-kira setara dengan Bumi
Abad Keduapuluhenam Masehi. "Udahlah, gak usah bersilat lidah! Biar gue
paksa lu balik aja ke tempat asal lu, dan gue rombak tempat ini seenak jidat
gue! Makan nih!"
Fatanir mengayunkan kedua tangannya yang menyamping ke depan. Sejenis roda
bergerigi berwarna emas yang menempel di dadanya yang bernama Ashura berputar
cepat, memancarkan kilau keemasan laksana cahaya dewata. Seketika itu pula,
tampak pelbagai wahana termasuk pesawat tempur, rudal, bahkan kapal perang dan
kapal selam yang tak terhitung jumlahnya meluncur dari Planet Everna, menyerbu
ke arah Alistair Kane. Ternyata kekuatan teknopati Fatanir saat ini setara,
bahkan lebih mengerikan daripada kekuatan dewa.
Alistair Kane telah siap-sedia. "Lihatlah cara Kekuatan Trinitas
Semesta menangkal jurusmu." Dengan cepat ia menebar ketiga Bola Mustika
Trinitas Semesta. Bola-bola gaib itu melayang-layang di ruang hampa tanpa
gravitasi ini. Jari-jari Alitair mengendalikan ketiganya dari jauh sambil
mengalirkan energi tak kasat mata.
Segala wahana Fatanir cepat membidik, lalu menembakkan rentetan peluru,
rudal dan sinar laser. Semua itu melesat bagai curahan hujan tanpa henti ke
arah Alistair.
Ketiga bola gaib lantas membentuk sebuah medan perisai berbentuk segitiga
sama sisi beberapa langkah di depan tubuh Alistair, terus berputar melindungi
penggunanya dengan energi cahaya matahari, sempurna menangkal hujan tembakan.
Namun, sebuah rudal raksasa berhulu ledak nuklir meledak saat membentur
medan pelindung. Imbas daya benturan yang mampu meluluhlantakkan sebuah kota
itu membuat Alistair terpental mundur. Sedikit darah segar mengalir dari sudut
mulut Alistair, menandakan ialah yang pertama mendapat luka dalam gebrakan
pertama ini.
"Huh, duta Tuhan apaan?" ejek Fatanir. "Biar kuhabisi saja
kau dengan ini! Kamikaze!"
Setelah menghabiskan seluruh amunisi tadi, semua wahana yang digerakkan
teknopati Fatanir serempak melaju maju, siap menabrakan diri ke satu titik sasaran,
yaitu Alistair.
Melihat itu, Alistair malah tersenyum dan melambai-lambaikan tangan.
Bola-bola gaib lantas terbang dalam kendalinya menuju sasaran. Lantas energi
serapan matahari yang masih berlimpah diproses dengan kecepatan cahaya dalam
tiap bola. Bola merah memproses energi menjadi Cahaya Negatif Semesta, bola
biru menembakkan Cahaya Positif Semesta, sementara Cahaya
Netral Semesta dihasilkan bola hijau.
Ketiga Bola Trinitas Semesta menembakkan ribuan larik cahaya
penghancur setiap detiknya. Semuanya tepat menghancurkan semua sasaran, tak
satupun energi tembakan itu terbuang sia-sia.
Balas ditembaki, wahana-wahana Fatanir berledakan. Banyak sekali di antara
wahana-wahana itu yang sedang dikendarai dan ditumpangi manusia. Melihat itu,
Alistair terperanjat dan menghentikan serangannya. "Gila! Kejam kau,
Fatanir!"
"Siapa suruh manusia mengeksploitasi teknologi? Mereka pantas
mendapatkannya! Tenang, Al, gue masih punya banyak 'peluru'!" Fatanir
menunjuk ke arah Alistair bagai Panglima memerintahkan pasukannya maju
menyerang. Makin banyak pesawat tempur, tank dan wahana tempur lainnya muncul
dan langsung menyerang.
"Kalau ingin menang, lu harus berani bersikap kejam! Kalau nggak,
pulang aja lu ke alam lu, main game sana!" Ejekan-ejekan Fatanir tepat
sasaran, namun makin keterlaluan. Ini setara dengan serangannya yang makin
menggila. Kali ini, tiga rudal berhulu ledak nuklir ditembakkan dari
kapal-kapal selam.
"Aha!" Alistair lantas mendekatkan ketiga bolanya pada ketiga
rudal itu. Dari bola-bola itu terpancarlah larik-larik sinar putih yang seakan
"mengikat" rudal-rudal itu. Sambil terus melesat terbang menghindari
serbuan wahana-wahana, Alistair mengendalikan dan mengubah arah ketiga rudal,
yang berbalik menyerang Fatanir.
Sadar tubuh manusianya takkan tahan terkena ledakan, apalagi ledakan
nuklir, Fatanir menarik banyak wahana yang ia panggil dan mengumpulkannya untuk
ia jadikan perisai atau benteng, sementara ia sendiri terbang menjauh.
Perisai "dadakan" itu membuat Alistair tak sempat lagi
membelokkan rudal-rudalnya ke arah lain. Terpaksa ia menabrakkan ketiga rudal
itu sekaligus ke satu titik pada "benteng wahana" Fatanir. Ledakan
nuklir yang tiga kali lebih dahsyat daripada sebelumnya berimbas ke segala
penjuru. Fatanir yang berjarak paling dekat dengan pusat ledakan terpental amat
jauh ke satu arah, dan Alistair ke arah berlawanan.
Aura pelindung tubuh ilahiah yang melambari seluruh tubuh Alistair membuat
Sang Musafir hanya terasa seperti terhantam tinju separuh tenaga saja. Namun,
ia butuh waktu beberapa detik untuk meredam daya imbas nuklir dan
menyeimbangkan posisi tubuhnya yang kini tak kenal atas-bawah, tak tentu arah.
Dengan aura gaibnya, Alistair lantas mencoba melacak keberadaan aura
Fatanir sejauh mungkin, sambil bergerak ke arah kira-kira dia pergi. Sayang,
keberadaan Si Kribo Mantap itu tak terdeteksi sedikitpun. Di manakah dia berada
di alam raya nan luas ini?
Alistair Kane lantas membatin, sorot matanya sarat murka mendalam. Kalau
sampai Semesta Omnia ikut musnah gara-gara Fatanir, awas kau, Huban.
==oOo==
Alistair Kane terbang dengan amat cepat, terus memburu Fatanir tanpa
berhenti sedetikpun. Planet demi planet, bintang demi bintang berkelebat amat
cepat dalam penglihatannya. Anehnya, ia tak kesulitan bernapas seperti manusia
pada umumnya dalam ruang angkasa yang seharusnya hampa udara ini. Seolah-olah
memang ada udara dalam Semesta Omnia ini.
Mata Alistair melacak, menerawang ke kejauhan, melacak tiap gugusan bintang
yang ia lewati. Hanya satu hal yang dipikirkannya, Aku harus
menghentikan kegilaan Fatanir! Orang gila yang ingin membunuh Tuhan dan
merombak semesta itu tak boleh menjadi Tuhan yang baru!
Tiba-tiba telinga super Alistair menangkap suara-suara pertarungan di
sebuah gugusan bintang di Caerver, sebuah galaksi berbentuk cakram bergigi lima
yang sedang ia lintasi ini. Mungkin Fatanir ada di sana, dan seorang tokoh
sesakti dewa lain tengah menghadangnya. Namun makin dekat ke tempat
pertarungan, Alistair mengenali aura masing-masing petarung itu bukanlah aura
Fatanir. Tetap saja, suatu firasat mendorongnya untuk terus mendekat.
Ternyata benar, tak satupun dari kedua sosok seperti pria yang sedang
bertarung sambil terbang di ruang angkasa itu adalah Fatanir. Salah satu dari
mereka adalah seorang pria muda berambut pendek berwarna putih, tebal,
bergelombang dan acak-acakan, mengenakan celana dan jas panjang berwarna serba
hitam.
Petarung kedua berwujud sangat aneh. Seluruh tubuhnya, dari ujung kepala
sampai ujung kaki berbentuk seperti manusia pria bertubuh kekar, namun hampir
sepenuhnya terdiri dari semacam zat biru terang, translusen yang lunak seperti
jeli atau puding. Ia tak mengenakan pakaian apapun, dan tak punya alat kelamin
di selangkangannya.
Melihat kedua petarung itu sedang jual-beli serangan dengan dahsyatnya,
Alistair tak langsung terjun dan ikut campur. Firasatnya berkata, kali ini ia
memutuskan sebaiknya mengamati dulu para petarung ini, kekuatan, kelemahan dan
tujuan mereka masing-masing, baru bertindak.
Si manusia jeli biru lantas mundur dan menjaga jarak. Di belakangnya tampak
sepasukan Enshaka, yaitu manusia jeli kloning yang bentuk dan ukurannya persis
dirinya. Sebaliknya, di sekitar Alshain Kairos tampak sepasukan pelbagai
makhluk termasuk manusia yang siap membantunya bertarung, yang ia panggil
dengan ilmu Tempus Vestigium. Alistair mengenali beberapa di antara
mereka, yaitu para peserta turnamen Battle of Realms. Yang
paling menarik perhatiannya, tentu saja Radith dalam wujud pahlawan supernya,
Vajra juga ada di sana.
"Bagaimana, Alshain Kairos? Berapa banyak lagi pasukanmu yang ingin
kuubah menjadi Enshaka?" Si manusia biru menantang.
"Dan berapa banyak lagi kloning parasitmu yang kubunuh dengan pedangku
ini, Lazuardi?" Alshain "Kai" Kairos mengacungkan benda yang ia
"pinjam" dari masa lalu dengan salah satu ilmunya, Tempus
Vestigium, yaitu pedang jenis Katana bernama Masamune. Tajam tanpa
tandingan, pedang ini dapat membelah tubuh sekeras apapun tanpa dilumuri darah,
jeli atau zat apapun dari korbannya.
"Sebanyak apapun yang kaubunuh, kau takkan pernah bisa membunuh diriku
yang asli," balas Lazuardi. "Setelah kubereskan kau, aku akan membunuh
Thurqk, dan Pulau Nanthara akhirnya akan menjadi milikku... selamanya!"
"Tidak kalau kuhancurkan Nanthara dulu bersama seluruh Planet Sol
Shefra!" Kai tampak sangat bernafsu sekali, seolah kenyataan bahwa
ranah-ranah yang seharusnya telah musnah lalu lahir kembali adalah kenajisan
baginya, Sang Pemeta Dimensi ini. Pasukan Kairos, serbu!"
Lazuardi ikut maju bersama pasukannya, "Pasukan Enshaka, tulari
mereka!"
Kejadian selanjutnya terlalu cepat dan terlalu banyak untuk dijabarkan
dengan kata-kata. Sesosok Enshaka berhasil menginfeksi salah satu pendekar
dalam Pasukan Kairos, hanya untuk dihancurkan oleh tinju petir Vajra. Lazu
sendiri mengubah bentuk tubuhnya menjadi bertangan raksasa dan menghantam Vajra
sampai terpental. Ia lantas menempelkan telapak tangannya di tubuh salah
seorang pendekar lain, mengubah orang itu menjadi manusia jeli persis Lazu.
"Parasit menyebalkan!" Wujud Kai seolah menghilang dengan ilmu
teleportasinya, Shortcut danTransporter, lalu saat
berikutnya muncul kembali di belakang tubuh Lazuardi dan mengayunkan pedangnya
secepat kilat.
Secepat kilat pula Lazu membengkokkan bentuk tubuh bagian atasnya hingga
tampak seakan-akan patah. Tak menguasai ilmu pedang apapun, bilah super tajam
pedang Kai hanya membelah ruang kosong saja. Tak berhenti di sana, Lazu kembali
mengubah bentuk lengannya jadi sangat besar. Ia menyarangkan satu tinju dahsyat
di perut lawan, sehingga Kai terpental ke arah atas.
Aksi Lazu itu membuat Alistair terkesiap. Apalagi yang Alistair lihat
berikutnya Lazu terbang dengan amat cepat ke arah dirinya.
"Hei, tunggu! Aku...!" Sebelum Alistair menyelesaikan kalimatnya,
tinju raksasa Lazu telah berdesir keras tepat ke arah wajahnya. Terpaksa ia
berkelit sambil bersalto ke belakang, menendang telak dagu Lazu.
Alistair cepat-cepat kembali ke posisi tegak lurus. Tampak olehnya tubuh
Lazu sedikit terdorong mundur, wajah dan kepalanya terdorong menyamping ke
atas.
"Hih, kaukira tendanganmu bisa mencederaiku, ya? Pikir lagi, Pak
Janggut!" Murka, Lazuardi mengubah bentuk kedua tangannya menjadi sepasang
golok biru nan tajam, lalu maju menyerang Alistair. Tak hanya itu, banyak
Enshaka alias kembaran Lazu lainnya juga ikut menyerang dengan lengan-lengan
golok yang sama. Alistair dalam bahaya dikeroyok pasukan manusia jeli.
Untunglah Alistair sempat menebar tiga Bola Trinitas Semestanya dan
menyerap banyak energi dalam perjalanan tadi. Kini bola-bola itu
melayang-layang, menembaki dan menebasi Lazu dan pasukannya dengan Cahaya
Suci Trinitas Semesta, sinar-sinar penghancur yang seperti bilah
pedang amat panjang. Karena cahaya suci tiga kutub itu juga tajam, tubuh para
manusia jeli itu jadi berlubang-lubang, tersayat-sayat dan bahkan ada yang
terpenggal-penggal.
Namun, banyak juga Enshaka yang walaupun sudah berlubang, terpenggal dan
seharusnya mati malah masih bergerak, maju menyerang dengan ganas. Mungkin itu
sisa letupan energi puncak yang mereka kerahkan habis-habisan sebelum mati
sebentar lagi.
Alistair bergerak mundur sambil terus mengendalikan bola-bolanya menyerang
musuh. Namun banyak Enshaka itu telah mengubah tubuh mereka menjadi lebih
ringan. Pergerakan mereka luar biasa cepat, dan saat Alistair masuk jarak
serang para manusia jeli bergantian menyerang Alistair dengan tangan-tangan
golok mereka. Alistair yang kewalahan terus bergerak mundur, namun darah mulai
bercipratan dari luka-luka sayatan baru di sekujur tubuhnya.
"Kau sungguh tangguh, bung, tapi Lazuardi jelas lebih kuat
darimu!" Menegaskan keunggulan fisiknya, Lazuardi induk menyeruak maju dan
memberondong tubuh Alistair dengan rentetan sayatan tangan golok dan tendangan
telak.
Alistair berteriak kesakitan, lapisan energi pelindung tubuhnya jebol dan
buyar. Satu sabetan golok lagi, tubuhnya yang kini rapuh pasti akan terluka
parah, bahkan Alistair bisa tewas.
"Eit, jangan mati dulu! Aku masih ingin memanfaatkanmu!" Lazuardi
mengubah satu tangan goloknya menjadi telapak tangan biasa, siap mengubah
Alistair menjadi anggota baru Pasukan Enshakanya, lalu melesatkan tapaknya
tepat ke dada lawan.
Wajah Alistair pucat-pasi seketika. Dalam kondisi terlemahnya ini, ia sulit
menghindari nasib menjadi manusia jeli budak Lazuardi...
Tiba-tiba, satu sabetan pedang memaksa Lazu menghentikan laju tapaknya dan
melayang mundur. Bilah Masamune menggores batang tubuh Lazu, amat memanjang
diagonal dari pinggang hingga bahu, darah biru muda translusen merembes keluar
dari luka besar itu.
Memegangi luka besarnya, Lazu menghardik, "Huh! Mencuri serang saat
aku hendak menginfeksi petarung terkuatmu? Busuk kau, Kai!"
Sementara si penyerang, Alshain Kairos hanya berdiri tenang di tempat,
mengetuk-ngetukkan sisi tumpul bilah Masamune di bahunya. "Terima kasih
untuk pujiannya, tapi si janggut putih itu bukan anggota pasukanku."
Alistair Kane baru sadar semua mata kini tertuju padanya. Namun ia memilih
diam saja dan diam-diam menghimpun energi.
Kata "terima kasih" atas pertolongan Kai yang tepat waktu
tertahan di bibir Alistair. Pasalnya, nuansa yang terpancar dari senyuman di
wajah tampan pemuda berinisial nama sama dengannya itu membuat Alistair merasa
bagai berhadapan dengan sisi gelap dirinya sendiri. Apapun yang ia katakan
mungkin bakal digunakan Kai untuk memanipulasinya.
Lazu lantas berseru, "Kalau begitu, ayo kita tuntaskan pertempuran
kita...!"
"Tunggu!" Kai tak mengubah gaya dan ekspresinya, hanya
mengacungkan telunjuknya. "Asal kalian tahu, tadi aku hanya pura-pura
terluka berat. Saat kau dan pasukanmu sibuk menginfeksi pasukanku, Lazu, aku
diam-diam berteleportasi mengerahkan Ilmu Omnicarta, memetakan
seluruh galaksi sebelah yang berbentuk piring terbang. Dan aku telah
menggunakan Path Bending untuk menggerakkan semua planet dan
bintang di galaksi itu dan menabrakkan mereka semua pada galaksi
cakram-bergerigi ini."
Kai menunjuk ke belakangnya, tampak jutaan planet dan bintang tengah melaju
ke arah mereka. "Lihat, itu seranganku melaju sangat cepat ke arah kita.
Dijamin kalian semua, termasuk seluruh pasukan kalian akan lumat dilanda sebuah
galaksi, sebentar lagi. Oh ya, Planet Sol Shefra di Galaksi Caerver ini pasti
takkan luput dari penghancuran total, sekali lagi. Tak ada Sol Shefra, berarti
tak ada Ranah Nanthara yang dikelilingi lautan maha indah untuk kaukuasai,
Lazu!"
Menyadari penghancuran maha dahsyat yang bakal terjadi, Alistair Kane tak
bisa menahan diri lagi, air matanya berderai deras. "Apa?! Kau ingin
menghancurkan dua galaksi demi meraih kemenangan, Alshain
Kairos?"
"Yeah," jawab Kai enteng. "Memangnya kau siapa, Pak Janggut?
Tuhan?"
"Bukan. Tapi aku, Alistair Kane terpaksa harus membuka batasan
kekuatanku sendiri dan meminjam kekuatan ilahi, mewakili pencipta Semesta Omnia
untuk menghukummu!" Kali ini ia menebar ketiga bolanya yang lalu melayang
berputar-putar. Lantas, dengan kekuatan ilahinya ia baru dapat mengerahkan ilmu Pengukir
Selaksa Legenda, mengambil alih kendali segala energi dari setiap
planet dan bintang di Galaksi Caerver.
Alistair lalu menghembuskan napas, menghentakkan kedua tangannya lurus ke
depan. "Hah!" Galaksi Caerver kini seakan-akan jadi berjuta-juta Bola
Trinitas Semesta. Jutaan berkas cahaya dari intisari energi semua planet dan
bintang itu ditembakkan lurus ke arah jutaan benda langit lain yang hendak
melanda, menabrak galaksi ini. Berkas-berkas bagai sinar laser raksasa itu
lantas meluluhlantakkan setiap sasaran yang mereka tembusi. Berjuta-juta
ledakan membahana, memenuhi ruang angkasa.
Namun, ternyata tak semua benda langit itu hancur. Masih ada bintang dan
juga planet yang tak terhitung banyaknya yang masih meluncur. Tak terhitung
pula dari mereka yang menabrak bintang-bintang dan planet-planet terluar
Galaksi Caerver, ledakan-ledakan maha dahsyat kembali mengguncang antariksa.
Gilanya, kini satu bintang, tepatnya telah tampak sebagai sebuah matahari
dan dua planet meluncur tepat ke arah medan pertempuran Pasukan Lazuardi lawan
Pasukan Kairos. Lazuardi yang sedang sibuk bertarung melawan Kai untuk mencegah
Kai "mengganggu" Alistair tak ayal berteriak panik, "Semua
Enshaka, mundur sejauh-jauhnya!" Pasukan Enshaka lantas melayang pergi,
menyebar ke segala arah, diikuti oleh pasukan pendekar pendukung Kai yang
jumlahnya kini tak lebih dari sepertiga pasukan lawan.
Sebaliknya, Alshain Kairos sama sekali tak menunjukkan kepedulian pada
"pasukan panggilan"-nya. "Nah, karena nasib kalian semua pasti
berakhir di sini, saatnya aku pergi dari sini." Mendayagunakan ilmu
teleportasi yang disebut Shortcut, tubuh Kai lenyap seketika.
Ia berpindah ke suatu tempat lain, mungkin sebuah galaksi jauh yang sempat ia
petakan sebagai tempat pelariannya.
"Dasar pengecut si Kairos itu...! Mengorbankan seluruh pasukannya
sendiri dan melarikan diri begitu saja?! Bagaimana ini, Alistair Kane?"
Lazuardi berseru dengan nada panik.
"Perintahkan pasukanmu membidik tepat ke tengah matahari itu dengan
tangan mereka, Lazu! Biar kuurus sisanya!" Tanpa menunggu respon Lazu,
Alistair kembali menyerap energi dari Galaksi Caerver dan
menampungnya dalam ketiga bola Trinitas Semesta.
Tiga bola, merah, biru dan hijau lantas kembali membentuk formasi segitiga
sempurna di posisi ubun-ubun, dekat kaki kiri dan dekat kaki kanan Alistair.
Dengan satu entakan, Alistair menembakkan Cahaya Suci Trinitas Semesta yang
telah terpusat, terkonsentrasi dan dimampatkan dalam satu larik raksasa dari
formasi segitiga itu. Tak hanya itu, ada pula larik-larik cahaya lain dari
beberapa planet dan bintang Galaksi Caerver, ditembakkan, lalu dibiaskan,
dipantulkan dan diperkuat dayanya lewat tubuh-tubuh tranlusen para Enshaka
Lazuardi. Semua diarahkan ke satu titik, yaitu di titik tengah matahari
terdepan.
Alhasil, matahari yang jaraknya tinggal kira-kira satu juta kilometer lagi
pecah menjadi dua bagian. Lalu, bagai bola bilyar yang disodok oleh pemain
kawakan, kedua pecahan matahari itu menyebar ke arah kiri dan kanan, tepat
menghantam kedua planet yang meluncur di belakang matahari itu hingga ikut
hancur berkeping-keping.
Seluruh massa yang menyaksikan fenomena antariksa maha dahsyat ini ternganga.
Karena ditinggal pemimpin mereka, para pendekar Pasukan Kairos satu-persatu
lenyap, kembali ke alam dan ranah mereka masing-masing. Lazuardi yang sudah tak
berminat lagi melanjutkan pertarungan mengacungkan kedua tangannya. Zat jeli
Enshaka lantas luntur dari semua pendekar yang telah ia jadikan inangnya, lalu
kembali merasuk dalam tubuh Lazu yang berpendar kebiruan. Tubuh para pendekar
sakti yang kini terbebas dari infeksi Enshaka lenyap pula, nasib dan eksistensi
mereka kini sepenuhnya dikembalikan pada pencipta mereka masing-masing.
Namun, yang paling melegakan bagi Alistair adalah, Vajra Radith juga
termasuk para pendekar yang berhasil kembali ke ranah asal. Ia lantas bicara
pada Lazuardi, "Nah, apakah kau ingin kembali ke ranahmu sendiri pula,
Lazuardi?"
Lazuardi menggeleng. "Belum. Memang, karena Nanthara kini kembali
musnah, satu-satunya pilihan untukku pulang hanya planet serba lautan,
Aspermina, tanah airku yang sejati. Maaf ya tadi aku salah paham padamu,
Alistair Kane."
"Tak apa," tanggap Alistair. "Setidaknya kini kita berdua
masih tetap berdiri tegak, walau sama-sama terluka. Sekarang aku tahu bahwa
yang bersekongkol untuk memusnahkan seluruh dimensi tempat Sol Shefra berada
adalah Alshain Kairos dan Fatanir. Kita harus mencari dan menghentikan mereka,
bahkan memusnahkan mereka bila perlu. Aku tak ingin ada galaksi lain, bahkan
satu planetpun musnah gara-gara mereka berdua."
Kata Lazuardi sambil tertunduk, "Yang kutakutkan, firasatku berkata
bahkan seluruh semesta ini terancam hancur, hanya demi memuaskan keinginan
orang-orang yang ingin menjadi Tuhan."
==oOo==
Masalahnya sekarang, ke mana lagi Alistair Kane dan Lazuardi harus pergi
mengarungi semesta raya nan luas ini demi mencari Fatanir dan Alshain Kairos?
Kembali di dekat Planet Terra Everna, Lazuardi lantas mengajukan usul.
"Aku akan menggunakan jurus terkuatku, Enshaka Lamastu, melahirkan
parasit Enshaka yang tak terhitung jumlahnya. Lalu aku akan menyebarkan mereka
semua ke seluruh penjuru alam semesta, mencari Fatanir dan Alshain Kairos,
menyampaikan pesan bahwa kita menunggu mereka di sini untuk bertarung secara
frontal."
"Canggih juga usulmu, Lazu," jawab Alistair. "Tapi, bukankah
Enshakamu butuh tubuh-tubuh lain untuk dijadikan parasit?"
"Ya, begitulah. Aku perlu menciptakan zona-zona kelahiran di Planet
Everna, dan menggunakan tanah, air, udara dan jutaan populasi makhluknya untuk
membentuk pasukan baru."
Alistair langsung bereaksi. "Jangan! Bukankah tadi sudah kubilang aku
takkan membiarkan satu nyawapun di Semesta Omnia ini menjadi korban
berikutnya?!"
"Andai ada jalan lain yang lebih baik." Lazu menghela napas.
"Namun, seperti yang kita alami tadi, demi menyelamatkan satu semesta,
kita harus tega dan rela mengorbankan satu galaksi. Apalagi mengorbankan hanya
beberapa juta nyawa saja, itu belum seberapa dibanding galaksi yang sudah
musnah tadi."
Gigi Alistair gemeletak dalam dilemanya. Akhirnya ia tertunduk sambil
berkata, "Baiklah, lakukan saja sesuai usulmu itu, Lazu."
"Nah, tolong berjagalah selama aku menyerap energi yang
dibutuhkan," ujar Lazu.
Alistair mengangguk. Walau hatinya berat mengorbankan nyawa-nyawa di
Everna, ia terpaksa meluluskan usul Lazu yang kejam itu, dan memutuskan ikut
menyerap energi dari seluruh semesta, mempersiapkan dirinya sendiri pula.
Satu hal lagi yang Alistair baru sadari, bukankah penyerapan energi dari
inti tiap planet dan bintang juga adalah pengorbanan? Artinya, ada resiko
keseimbangan alam dan kosmik planet atau bintang itu mungkin bakal terganggu
karenanya. Akhirnya, gangguan itu bakal membahayakan, bahkan menghilangkan
jutaan, bahkan milyaran nyawa.
Tiba-tiba sebuah lubang portal gaib terbentuk di hadapan Alistair dan Lazu.
Seorang gadis belia berparas manis muncul dari dalam portal itu, lalu berdiri
dengan gaya sesopan mungkin di hadapan keduanya.
Dengan suara merdu dan nada sopan serta lembut, gadis itu ambil inisiatif
bicara, "Halo, kalian pasti Alistair dan Lazuardi, ya. Aku Kana, teman Kak
Fata. Kak Fata menyampaikan pesan, mengajak kalian berlaga dalam 'tanding
ulang' di dekat Planet Sol Shefra. Kudengar tarung ini bakal sangat seru, apa
memang begitu?"
"Yup, ini bakal seperti perang pamungkas dewa-dewa, Ragnarok!
Ayo!" sesumbar Lazu sambil melayang ke arah portal gaib.
"Tunggu, Lazu! Apa kau yakin gadis itu benar-benar teman Fatanir?
Lagipula, bagaimana dia bisa tahu kita ada di sini?" sergah Alistair.
Kanalah yang memberi tanggapan, "Setelah menentang Tuhan dan
menghancurkan sebuah dimensi untuk kelak ia bangun lagi sesuai keinginannya...
keinginan kami... Kak Fata jadi maha tahu. Ia sengaja menunggu hingga kekuatan
kalian mencapai taraf dewata agar dapat bertarung dengan adil dan
seimbang."
"Sudahlah Alistair, terima saja," timpal Lazu. "Kekuatanmu
kini sudah sampai taraf Maha Kuasa, Tak Terbatas, bukan? Jadi,
kalaupun si Fatanir itu ternyata bohong, menjebak kita pasti takkan mudah,
'kan? Atau, apa mungkin kau... takut pada mereka?"
Hati Alistair diam-diam terhentak. Ia bukan takut pada Kai, Lazu atau Fata,
melainkan takut kehilangan segalanya. Semesta tanah-airnya, yang
seharusnya ia jaga dan bela dengan segenap jiwa, raga dan kekuatannya.
"Baik, ayo kita temui Fatanir," sahut Alistair sambil melayang ke
arah portal gaib. Ia baru sadar, satu-satunya cara untuk mengatasi ketakutannya
itu adalah dengan menghadapi sumber ketakutan itu sendiri.
Lazuardi mendahului Alistair, tubuhnya tampak seakan lenyap dalam portal
gaib itu. Alistair menyusul kemudian, rasanya seperti sedang menyusuri
terowongan serba gelap, tanpa diterangi bintang satupun.
Saat keluar dari portal itu, tampaklah oleh Alistair planet hijau-dan-biru,
Sol Shefra. Tadi Alshain Kairos mengklaim telah menghancurkan planet itu
bersama galaksi yang ia gunakan untuk menghancurkan Galaksi Caerver tadi.
Ternyata Kai bohong, Sol Shefra masih ada.
Si gadis pengantar, Kana lalu mengangguk pada Fatanir di kejauhan. Dengan
terang-terangan, pemuda kribo yang kini mengenakan tuksedo hitam dan memamerkan
roda emas bergerigi, Ashura di dadanya itu maju, menyambut kedua pendatang itu.
"Selamat datang, Alistair Kane dan Lazuardi, di tempat segalanya berawal.
Di sebuah planet yang seharusnya telah hampir kosong karena empat ranah
besarnya telah musnah. Namun, dengan teknologi yang seharusnya berpihak pada
gue, ranah-ranah itu bangkit sebagai data dalam server-server komputer."
"Ya, sebuah langkah amat berani dari Hewanurma, Tamon Ruu, Netori dan
'Empat Besar' penguasa Sol Shefra," ujar Alistair.
Fatanir melanjutkan ulasannya. "Lantas mereka bermain sebagai Tuhan,
dengan cara mencari pewaris Kotak Laplace lewat turnamen Battle of
Realms, berharap ia akan menggunakan relik itu untuk mengembalikan
ranah-ranah data komputer itu ke kondisi nyata sebelum runtuh. Dan gue,
Fatashura Dragunir telah menggagalkan rencana mereka itu. Gue udah ngancurin
Sol Shefra, Laplace dan seluruh dimensi yang menaunginya! Puas gue!
Puass!"
Alistair Kane mengangkat bahu. "Nah, di sanalah masalahnya.
Server-server di Sol Shefra berhubungan erat dengan server utamanya yaitu game Everna
Online, produk perusahaanku. Jadi, setelah dipulihkan dengan Laplace,
ranah-ranah Alforea, Amatsu, Nanthara dan sebagainya kembali menjadi bagian Sol
Shefra sejati, salah satu planet di Semesta Omnia, tempat asalku. Itulah
kenyataan versi Mima Shiki Reid yang terjadi pula padaku, dan kuakui sebagai
kenyataan sejati. Parahnya, kau malah membuat kenyataan yang lebih kuat.
Akibatnya, segalanya hancur, termasuk server Everna Online dan
yang paling parah, Semesta Omnia pula. Maka, kini aku terpaksa turun tangan
untuk mengubah takdir 'Fata-Nir' ini dengan paksa."
"Maksa gue, lu bilang? Emangnya lu bisa, eh?"
"Tentu bisa. Pada bentrokan kita sebelumnya, aku sengaja menahan diri
dan membatasi kekuatanku sendiri. Kali ini, kau akan mencicipi kekuatan
pengubah takdir tanpa batas, yang melebihi Laplace atau apapun!"
Menegaskan ancamannya, Alistair kembali melayangkan bola-bola gaib
merah-biru-hijaunya. "Lazuardi, ayo kita beri pelajaran pada si penghancur
ini!"
Namun Lazuardi malah melayang, menjauhkan dirinya dari Alistair sambil
berujar, "Maaf, Alistair. Sebenarnya aku tak hanya menginginkan Nanthara,
melainkan seluruh dimensi ini. Seluruh planetnya akan terdiri seluruhnya dari
lautan, indah sekali!"
Alistair mendengus kesal. Mungkin karena pencipta mereka sama, Lazu dan
Fata sama-sama gila.
Menambah kerumitan konflik megakosmik ini, Alshain Kairos juga kembali
tampil dari portal gaib, tentunya ia diundang pula oleh Kana.
Kai lantas berujar, "Semesta Omnia telah cemar, karena Sol Shefra
mengubah masa lalu dan merekayasa takdir, membuat kenyataan-kenyataan yang
tumpang-tindih, mengacaukan aliran waktu. Jadi aku mendukung kenyataan versi
Fatanir dan bertekad merombak semesta ini sekali lagi untuk memperbaiki aliran
waktu menjadi seperti semula."
"Aku sendiri adalah Sang Musafir, duta dan nabi utusan pencipta dan
pemilik Semesta-Dimensi Omnia ini, yaitu Sang Sumber," balas Alistair.
"Sudah kehendak Sang Sumber memberikan kesempatan kedua pada Sol Shefra.
Jadi tak ada pilihan lain, aku harus menghentikan siapapun yang menentang
kehendak Sang Sumber, Tuhan mahatinggi di Omnia ini, memusnahkan kalian bertiga
bila perlu."
"Tidak sebelum kami menghancurkan Omnia lebih dahulu," ancam
Alshain Kairos. "Kita bertiga dapat melakukan itu tanpa harus menggunakan
Dragunir 'kan, Fata dan Lazu?" Kedua rekan Kai itu mengangguk mantap.
Jantung Alistair berdebar keras, hal yang paling ditakutkannya ini akan
terjadi sebentar lagi. Yang lebih dilematis lagi, ia harus mengerahkan kekuatan
maha kuasa pula, menyerap energi seluruh semesta untuk mengimbangi mereka
bertiga. Tentu dengan resiko keseimbangan alam semesta ini juga bakal
terganggu. Mencegah penghancuran dengan penghancuran, ironis bukan?
Para lawan beraksi seketika. Lazuardi lantas mengerahkan jurus
pamungkasnya, Enshaka Lamashtu. Ia menciptakan zona-zona yang
tak terhitung banyaknya, kira-kira milyaran dari segala tanah, air, udara dan
makhluk di tiap planet di seantero semesta. Semua zona itu bermetamorfosis
menjadi Enshaka, tubuh-tubuh parasit yang menjalar dan berakar bagai tumor.
Lalu para Enshaka melepaskan diri dari zona-zona itu dan mulai beterbangan ke
arah medan pertempuran dengan kecepatan beragam, ada yang mencapai kecepatan
cahaya. "Haha, sekarang ada begitu banyak aku!" sesumbar Lazu.
"Nah, biar segala waktu berbalik menentang penciptanya!" Tak
ketinggalan, Alshain Kairos mengulurkan tangannya dan mengerahkan sihir maha
kuasa pemanipulasi ruang dan waktu, Tempus Vestigium.Karena ia tadi
sempat memetakan seluruh Semesta Omnia dengan kemampuan Omnicarta, yang
tampil membela Kai kali ini adalah para pendekar sakti dari segala zaman dan
seantero Omnia. Tentunya mereka tak lebih dari budak-boneka yang telah dicuci
otaknya. Kalau tidak, mustahil insan-insan berakal sehat bersedia membantu
penghancuran alam semesta tempat tinggal mereka sendiri.
Fatanir tak mau kalah. "Kalau begini, gak perlu Dragunir, Teknopathia
Ashura Semesta aja udah cukup ngancurin segalanya!"
Mendayagunakan energi seluruh semesta yang telah ia serap sejak tadi, roda
gerigi Ashura di dada Fata kembali berputar kencang. Di setiap putaran itu
muncullah jutaan rudal kendali berteknologi tercanggih, masing-masing berhulu
ledak nuklir. Jadi, saat pengerahan rampung, milyaran rudal nuklir telah
memenuhi seluruh semesta.
Sebaliknya, wajah Alistair Kane malah tampak pucat dan berkeringat dingin.
"Tidak, tidak...! Jangan Omnia! Jangan hancurkan Omnia! Jangan paksa aku
mengorbankan Omnia...!" Di puncak tekanan batinnya, Alistair terpaksa
sekali lagi mengerahkan jurus maha kuasanya, Pengukir Segala Legenda.Ketiga
Bola Trinitas Semesta berputar, mendayagunakan energi inti semua planet dan
bintang di seantero semesta. Kedua mata Alistair kini menyorot tajam ke arah
ketiga lawannya, siap melakukan satu pertaruhan terakhir.
Kana, si gadis misterius tiba-tiba muncul dan berdiri di tengah medan
tarung antara keempat pria ini. Ia sengaja memberi aba-aba dengan berseru,
"Musnahlah!"
Hampir bersamaan, pasukan Enshaka Lazu dan pasukan pendekar Kai menyerbu ke
arah Alistair, sementara milyaran rudal Fata meluncur untuk meledakkan seluruh
planet dan bintang di Semesta Omnia. Alistair Kane harus memilih,
mempertahankan dirinya sendiri tapi kehilangan seluruh semesta, atau melindungi
seluruh semesta dengan harga pengorbanan nyawanya sendiri.
Namun Alistair sudah mengambil keputusan bahkan sebelum jurusnya
dikerahkan. Keputusan itu dinyatakan dengan tembakan-tembakan Cahaya
Suci Trinitas Semesta dari semua bintang dan planet di Omnia hampir
semuanya memberondongi Fata, Lazu, Kai dan seluruh pasukan yang menyerang
Alistair. Hanya sebagian kecil rudal Fata yang hancur oleh cahaya suci, dan
sisanya meluluhlantakkan dan meledakkan bintang-bintang dan planet-planet tanpa
ampun, tentunya termasuk Sol Shefra.
Seluruh Semesta Omnia musnah sudah.
Gegap-gempita rangkaian milyaran ledakan berangsur sirna, berujung
keheningan.
Kabar baiknya, Alistair Kane masih berdiri dan memegangi dadanya, tempat
jantungnya berada. Kabar buruknya, seluruh tubuh Alistair sempat terhantam
serangan yang tak terhitung banyaknya dari para pendekar boneka dan parasit
Enshaka. Medan Welas Asih Dewa Cahaya, aura pertahanan ilahi
yang melambari tubuhnya jebol dan buyar tak berbekas.
Sekali lagi, Alistair kini tak ubahnya manusia biasa berusia empat puluh
tahun, dengan tubuh amat rentan, tanpa pertahanan sama sekali. Jubah dan semua
pakaian putihnya kini berubah merah karena darah, sobek-sobek parah dan tampak
hampir compang-camping seperti pengemis. Luka-lukanya terlalu parah, manusia
biasa pasti sudah sekarat karenanya. Jadi Alistair sekarat.
Apalagi Alistair melihat Kana, si "penonton" serta ketiga lawan,
Kai, Fata dan Lazu masih berdiri tegak. Ya, mereka memang tampak
berdarah-darah, luka-luka dan terhuyung-huyung karena kehabisan daya dewata.
Namun itu berarti Alistair Kane telah gagal memusnahkan para konspirator
pemusnahan semesta itu. Betapapun mahakuasanya dia, Alistair, duta Sang Sumber
pencipta, pemilik dan pemelihara Semesta Omnia telah kalah.
Senyum mengembang di wajah Fatanir yang berlumuran darah. "Udah gue
bilang, semahakuasa apapun lu, lu gak mungkin bisa mencegah Omnia ancur di
tangan kami bertiga!" Ejeknya sambil mengacungkan jari tengah ke arah
Alistair. "Sekarang duduk tenang aja ya Pak Janggut. Nikmati saja
detik-detik menjelang ajal lu, biar gue bikin semesta baru dan jadi penguasanya
yang baru."
"Eh, enak saja! Aku sendiri saja yang harus jadi penguasa baru itu,
mengubah semua planetnya jadi planet-planet serba lautan!" sergah
Lazuardi. Darah biru translusen bercucuran di sekujur tubuhnya, yang kini
bentuknya sudah tak keruan. Satu lengannya menggantung hampir putus, sementara
batang tubuh dan kakinya tampak berlubang-lubang.
"Jangan lupa! Apapun yang ada di semesta baru itu, akulah yang
mengatur arus waktunya!" Alshain Kairos jelas-jelas ingin memantapkan
kedudukannya sebagai penguasa ruang dan waktu, yang bisa jadi memiliki peluang
mempengaruhi, bahkan memanipulasi dewa-dewa lainnya.
"Terserah lu, Kai, pokoknya sekarang gue musti abisin si muke jeli ini
dulu! Jangan seenaknya aja lu!" Fatanir mulai menghimpun energi lagi, dan
Lazu juga ikut menghimpun energi.
Segala pembicaraan ini sudah amat keterlaluan bagi Alistair Kane. Air mata bercucuran
keras di wajahnya, ia tertunduk dalam penyesalan mendalam dan rasa serba salah.
Andai ia berani mengorbankan dirinya sendiri, Semesta Omnia pasti luput dari
penghancuran pertama, namun sama sekali tak punya pertahanan untuk penghancuran
berikutnya, andai ketiga "calon dewa" itu masih hidup dan kembali
pulih. Jadi, penyesalan itu ia tumpahkan sepenuhnya dengan satu raungan penuh
duka, "Omnia! Aku tak rela semesta asalku musnah begitu saja! Tak relaa!
Pasti ada kekuatan yang melebihi segala kemahakuasaan dan segala
ketakterbatasan! Pasti ada, dan aku pasti bisa mencapainya!"
Akhirnya, Alistair Kane meledakkan segenap rasa duka dan murka yang telah
memuncak dan melampaui titik jenuh itu. Tubuhnya kembali tegak, ia menegadah,
seolah menentang segalanya. Dewa, iblis, bahkan takdir itu sendiri. Seluruh
tubuhnya kini diliputi aura yang sama sekali beda, yaitu api murka dewata yang
berkobar-kobar dan bercahaya terik bagai sebuah matahari. Fatanir, Kairos,
Lazuardi dan Kana serempak menoleh ke arah Alistair, wajah mereka semua mulai
pucat diterpa tekanan energi Alistair itu.
Tangan Alshain Kairos bahkan menutupi sebagian wajah tepat di atas matanya
seperti kesilauan. "Astaga, inikah kekuatan yang melampaui kemahakuasaan
dan ketakterbatasan itu?" katanya. "Tingkat kekuatan yang hanya
dimiliki pencipta jagad raya, Selaksa Ketakterbatasan?!"
Tudung pada jubah Alistair Kane tersingkap dengan sendirinya, menampilkan
rambut putih panjang yang semuanya terangkat, berkobar-kobar bagai api di
kepala Sang Musafir itu. Sepasang matanya yang menyala-nyala bagai api menyorot
ke arah Lazu, Fata dan Kai seolah ingin menjatuhkan kiamat pada ketiganya.
Suara Alistairpun menggelegar, membahana, "Aku adalah Alistair Kane,
pengemban Mandat Sumber Semesta. Dengan ini, aku takkan takut
dan ragu lagi. Satu semesta musnah, selaksa semesta akan lahir menggantikannya!"
Ketiga Bola Trinitas Semesta kembali berputar mengelilingi tubuh Alistair
dengan jalur lintasan yang terkesan acak. Planet-planet dan bintang-bintang
kembali bermunculan memenuhi ruang angkasa. Bedanya, jumlah semesta itu kini
ribuan kali lipat lebih banyak daripada semesta yang tadi dihancurkan Fatanir.
Intinya, Semesta Omnia kini tak hanya satu, namun ribuan atau lebih.
"Menyerahlah, hai para penentang Sang Pencipta! Kalau tidak, tanpa
ragu akan kukorbankan selaksa semesta ini, menimpakan hukuman ilahi bagi
kalian!"
Namun Fatanir sama sekali tak tampak gentar dengan ancaman Alistair itu.
"Apa kau lupa, Alistair? Dragunir adalah relik penghancur segalanya,
termasuk takdir! Terserah mau satu, seratus, ribuan ataupun jutaan semesta
sekalipun, segalanya pasti lenyap olehnya!"
Fata kini mengenakan sebentuk zirah kristal hitam, Ashura emas tetap seakan
tersemat, menghiasi bagian dada zirah itu. Ia lantas menghimpun segala energi
negatif dari selaksa jagad itu dan memampatkannya di satu titik, Ashura di
Zirah Dragunir.
"Selaksa semesta lahir, Pasukan Enshaka Semestapun akan lahir selaksa
kali lipat!" ancam Lazuardi, tubuhnya mulai menyerap energi dari selaksa
semesta itu, bersiap mengerahkan jurus Enshaka Lamastusekali lagi
dengan daya ribuan kali lipat. Kali ini, setiap zona kelahiran akan langsung
meledakkan setiap planet yang dinaunginya.
"Dan segala sesuatu yang nyata dalam selaksa semesta ini pasti akan
tunduk pada kekuatan waktu!" Alshain Kairos juga menghimpun energi dan
mengucapkan sebuah mantra rumit, pertanda ia akan mengerahkan kemampuan
tertinggi Pemeta Dimensi Ruang dan Waktu, In Necis Renascor aliasPenguasaan
Mutlak Gravitasi, Ruang dan Waktu.
Lalu Fatanir bicara, "Mendingan, supaya adil, kita lepasin serangan
bersama-sama, gimana?"
"Ya, siapa takut?" ujar Lazuardi.
Kai menimpali, "Saatnya menentukan siapa yang terkuat di antara kita
berempat."
Alistair tak menjawab. Ia hanya menggeleng perlahan sambil bergumam pada
dirinya sendiri, "Siapa yang berani kehilangan akan mendapat, dan siapa
yang terlalu ingin mendapat akhirnya akan kehilangan. Akan kutunjukkan bukti
pencerahan yang baru kudapat ini pada kalian bertiga."
Kali ini Kana menempatkan dirinya di balik tubuh Fatanir. Sekali lagi,
gadis itu bertindak sebagai wasit dan memberi aba-aba.
"Tiga!"
Lazuardi telah tuntas menandai zona-zona kelahiran Enshaka Lamastu.
"Dua!"
Alshain Kairos merentangkan kedua tangan, entah manipulasi waktu apa yang
akan ia lakukan.
"Satu!"
Fatanir siap membenturkan kedua tinju kristal hitam Dragunir satu sama lain
sambil merapal, "DRAGUNIR-MAKIL...!"
"Mulai!"
"...NUNTAKIOKH!"
Semua terjadi persis bersamaan.
Enshaka Lamastu Lazuardi meledakkan
planet-planet, dan semua ledakan itu mengirimkan energi hayati biru langit ke
arah para lawannya.
Alshain Kairos mengacaukan aliran waktu hingga melambat dengan drastis dan
berhenti sama sekali di detik kedua.
Namun, dalam sedetik penentuan itu, Fatanir telah memancarkan daya pemusnah
Dragunir lewat benturan dua tinjunya, menyebar ke segala arah. Akankah pewaris
baru Laplace, Alistair Kane bernasib semengenaskan pendahulunya, Mima dalam
kenyataan versi Fatanir?
Dalam detik penentuan itu pula, Alistair menembakkan Cahaya Suci
Trinitas Semesta dari semua planet dan bintang di ribuan Semesta Omnia
ke arah ketiga lawannya.
Akibatnya, keempat energi hayati Lazu, waktu Kai, sains Fata dan ilahi
Alistair bertemu dan bertumbukan di satu titik. Di detik segala waktu terhenti,
hanya cahaya putih menyilaukan yang memenuhi seluruh penglihatan Alistair. Lalu
seketika itu pula berganti hitam, kegelapan absolut.
Inikah rasanya... maut?
==oOo==
Alistair Kane membuka matanya, penglihatannya kembali pulih sekejap demi
sekejap seperti baru bangun tidur. Namun, yang dilihatnya bukan kantor penthouse-nya.
Bukan pula Semesta Omnia yang telah jadi selaksa, melainkan satu Semesta Omnia
tunggal, alami dan nyata.
Yang membuat Alistair terkesiap, segala sesuatu di semesta asalnya ini
berjalan lancar seperti biasa. Seakan tak pernah ada seorangpun yang
menghentikan waktu atau menghancurkan bintang atau planet apapun di sana.
Yang lebih melegakan lagi, Ratu Huban kembali muncul di hadapan Alistair
sambil berkata, "Selamat, om telah memenangkan pertarungan
megakosmik."
Alistair bertanya, "Lho, bukankah tarung tadi telah mengakibatkan
ledakan setara Supernova di awal penciptaan Semesta Omnia?
Bagaimana aku menang...?"
"Kekuatan Selaksa Ketakterbatasan om telah berhasil
mengatasi Dragunir dan kekuatan-kekuatan maha kuasa lainnya, yaitu hayati dan
waktu. Sebagai hadiahnya, inilah Omnia sejati yang telah kembali seperti
semula."
"Benarkah? Jadi Omnia tadi hanyalah ingatanku yang jadi nyata di dunia
mimpi?"
Huban mengangguk.
"Tapi apa sebenarnya yang terjadi di detik penentuan itu?"
"Alshain Kairos menghentikan waktu tapi harus membayar harganya, yaitu
lenyap dari dimensi tempatnya berada itu, dalam hal ini dunia mimpi. Saat waktu
berhenti, konsentrasi Lazu dan Fata terganggu. Begitu waktu berjalan kembali,
mereka berdua terhantam telak imbas pertumbukan empat kekuatan itu. Untung om
punya ilmu khas sebagai Musafir Pengarung Semesta, dengan
refleks pindah ke dunia nyata, jadi om tak terkena imbas ledakan."
"Yah, saat mengerahkan jurus terakhir, aku sudah rela mengorbankan
selaksa Semesta Omnia. Demi menghentikan Kai, Fata dan Lazu agar tak bisa
memusnahkan dimensi lain demi memuaskan ambisi mereka."
Mendengar itu, Ratu Huban membungkuk hormat di hadapan Alistair. "Aku
sungguh kagum pada kebijaksanaan om. Nah, saatnya aku pamit dulu, Om Alistair.
Senang bisa membantu."
"Terima kasih atas bantuanmu, Ratu Huban. Sampai jumpa!"
Seketika, tubuh si gadis kepala bantal terbenam ke dalam portal teleportasi
di bawah kakinya.
Alistair Kane lalu berpindah ke Planet Sol Shefra, mengukirkan tanda
legendanya di sana.
==oOo==
Lazuardi, si manusia jeli matoi kembali dalam keadaan hidup di planet
asalnya, Aspermina. Ia tak lagi frustrasi sampai mati gara-gara kalah kontes
Mojang Jajaka, dan hidup bahagia bersama wanita matoi tercantik di Aspermina.
Alshain Kairos yang lenyap dari dunia mimpi "dimensi keenam"
setelah menghentikan waktu tak diketahui nasibnya. Mungkin ia terdampar di
sebuah dimensi lain, atau pulang ke Keluarga Alshain di ranahnya, Aquilla.
Hanya penciptanyalah yang tahu dan memegang kunci nasibnya.
Kana, gadis kecil yang bersama Fatanir tinggal di Planet Sol Shefra bersama
Tamon Ruu di Ranah Alforea.
Sedangkan Fatanir, setelah kehilangan kekuatan Dragunir pulang ke ranah
asalnya, yaitu Bumi di dimensi kedua. Mengetahui itu, Alistair Kane mengunjungi
Fata dan merekrutnya sebagai Chief Executive OfficerAltair,
perusahaan yang menaungi jaringan game Everna Online. Berkat
kekuatan teknopatinya, Fata menjalankan Altair dengan sangat
"canggih", memantapkan diri sebagai salah seorang milyarder paling
terkemuka di dunia.
Fatanir diketahui juga menjalin persahabatan dengan rekan-rekannya sesama
petarung dari Bumi dimensi kedua, yaitu Bu Mawar, Raditha Ananta dan Mima Shiki
Reid. Persahabatan mereka sangat erat sampai bertahun-tahun kemudian. Malah
Fatanir menikah dengan Bu Mawar, janda kembang yang usianya terpaut tujuh tahun
lebih tua dari Fata itu.
Semuanya kini baik-baik saja.
Inilah tanda legenda baru yang telah kuukirkan untuk dunia-dunia, dari
segala dimensi, ranah dan masa.
Salam, Sang Musafir.
Paragraf pengantar ceritanya agak membingungkan untuk diikuti.
BalasHapusMaksudnya, paragraf seperti belum tuntas bercerita sudah menceritakan hal lainnya.
Alistair mengungkapkan jati dirinya yang "wah" dengan cara biasa saja.
Seperti gak ngaruh ketika dia bilang dan jika dia tidak bilang.
Penokohannya belum terasa, tapi alurnya enak diikuti.
6
Maaf, maksudnya apa ya soal paragraf? Bisa tolong beri saya contoh dan petunjuk?
HapusMungkin saya sering bervariasi berdasarkan pengalaman dan ikuti gaya tulisan salah satu guru saya, jadi saya sadar mungkin format khas saya ini nggak memenuhi selera pembaca2 tertentu. Oh well :p
Fatanir Dragunir balakundir #Dibuang.
BalasHapusDewa vs Dewa, apadaya OC saya 1/3 Dewa belum kuat level segini #Sungkem.
Seperti di atas saya, Alistair terkesan agak plain, kurang impact ama ekspresi "Kaget"
seolah Everna Online, udh biasa error sih.
Agak tydac imbang, tapi ttep hrus ada yg menghentikan Fatanir.
7
OC: Kaede Hazuki
Well, si om emang konsisten MENYEMBUNYIKAN jati dirinya yg sebenarnya dengan bersikap biasa2 aja. Dan karakter seseorang yg sudah berpengalaman menangani krisis di dimensi2 lain spt si om biasanya gak langsung show panik, apalagi pas lihat Everna Online crash utk pertama kalinya gara2 NIR.
BalasHapusWhat? Fata x Bu Mawar? T-T *Ahrannangisdipojok*
BalasHapusBattle-nya megakosmis sekali. Pakai ancur-ancuran bintang. Tapi entah kenapa, saya masih kurang dapet nuansa latarnya. Kurang meriah mungkin, untuk skala megakosmis (?).
Dah gitu, dialognya kurang mengalir. Kayak Fata pakai lu-gue, tapi kalimatnya kaku.
Mungkin komen saya segini dulu, secara oke.
Titip ... 8 deh~
OC: Rebecca Friedmann
*secara teknis
HapusHaha, ketauan deh saya lupa masukin gaya slengean di dialognya Fata, dan baru diedit belakangan :p Pukpuk Ahran, abis situnya ngumpet melulu sih, padahal situ jauh lebih ganteng dan lebih solehah drpd Fata :p
HapusSoleha? xD
BalasHapusOops, maksudku rada saleh tapi grumpy like an old hermit.
HapusDia gak beneran pemarah kok. Cuman menguji kesabaran orang~
HapusKesenangan pembaca emang beda2, tapi saya senaaaaaaang baca ini~
BalasHapusRasanya nyaman dibaca pas hujan #curhat
Alistair Kane telah siap-sedia. "Lihatlah cara Kekuatan Trinitas Semesta menangkal jurusmu." Dengan cepat ia menebar ketiga Bola Mustika Trinitas Semesta. Bola-bola gaib itu melayang-layang di ruang hampa tanpa gravitasi ini. Jari-jari Alitair mengendalikan ketiganya dari jauh sambil mengalirkan energi tak kasat mata. >> paling suka bagian ini, bikin memacu adrenalin.
"Bukan. Tapi aku, Alistair Kane terpaksa harus membuka batasan kekuatanku sendiri dan meminjam kekuatan ilahi, mewakili pencipta Semesta Omnia untuk menghukummu!" >> entah kenapa jadi inget Sailor Moon
Nilai 8 dari saya....
OC : Anne Ezbari
Hehe, sengaja pinjam dulu dari Usagi. "Dengan kekuatan selaksa semesta, aku akan menghukummu!"
HapusUdah baca, tapi komennya nunggu bisa on pc. Huh bingung mau komen apa, ini pertaruangan antar dewa dan super epik. Mengapa epik? Karena happy ending yg dikemas dengan sangat baik setelah melewati pertarungan yg sampe menghancurkan bintang segala. Tapi kenapa Fata menikah sama Bu Mawar? Apakah Fata menyukai cewek yg lebih tua? :"
BalasHapus8 untuk Alistair
OC - Rea Beneventum
Sebenarnya cowok ideal Bu Mawar bukan Fata, tapi Ahran. Dan cewek ideal Fata itu Kana. But hell, mungkin keslengean Fata membuat Mawar kesengsem, walau kyknya Fata udah pernah ngomong kasar ke Mawar :p
HapusSlenge'an is the new sexy, ya nggak Slankers?
HapusOh... jadi ini to Megacosmic Battle... gak kebayang kalau Mawar Mulia ketimpa dalam situasi macam ini...
BalasHapusBintang, Galaksi, kekuatan tak terbatas... Imajinasi.
Tidak begitu bisa menangkap ini pertandingannya berada dalam Alam Mimpi atau Omnia, but whatever, tetep berantem dan keren.
Bener-bener keren, like bikin galaksi sendiri?
Maafkan atas bahasa saya yang hancur ini... (kopi membunuhku)
Anyway, titip 8.
Jawabnya ada di ujung langit
Kita ke sana dengan seorang paman
Paman yang tangkas dan juga pemberani
Perebutan Laplace Box
Dengan segala kemampuan yang ada
Bila kembali dari langit
S’moga hidup ‘kan jadi lebih baik
-GoldenRose-
OC : Mawar Mulia
Haha, theme song DBnya pas tuh :p
HapusWalau Huban udah bilang itu dunia mimpi, tapi segalanya (termasuk bisa hidup di ruang angkasa hampa udara) terasa sangat nyata, sehingga si om mengira semesta omnia yg jadi medan tempur ini yg sungguhan. Makanya saya sisipkan kalimat ini:
Alistair Kane lantas membatin, sorot matanya sarat murka mendalam. Kalau sampai Semesta Omnia ikut musnah gara-gara Fatanir, awas kau, Huban.
Tujuan cerita ini adalah "mengklaim" Sol Shefra dan dimasukkan dalam Semesta Omnia sungguhan, hak cipta tetap di tangan mereka yang bikin kanon lengkap sama terutama juara BoR, tentunya.
OC: Ghoul :=(D
BalasHapusHm ini bukannya typo, hanya aja tanda baca yang semestinya (em dash bukan koma-koma):
…memastikan Vajra—pahlawan super dalam diri Radith—bangkit kembali.
…Mima Shiki Reid—pemegang Laplace sebelumnya—yang menyerahkan benda itu padaku.
…bernama Terra Everna—dunia paralel yang sangat mirip Bumi.
Fatanir—si pemuda berjambul kribo dengan kulit berwarna sawo matang itu—terperanjat.
Kana—gadis yang beserta gue tadi itu—lenyap.
Dan masih banyak lagi… banyak banget :=(0
Kata “yang” ga pake koma sebelumnya karena kata penghubung.
…arus alam, waktu, dan takdir. (koma sebelum dan). Dan masih banyak tanda koma bentuk kalimat seperti ini yang kurang.
Semua senang dan aku bisa beristirahat dengan tenang (ga pake koma sebelum kata ‘dan’).
Opening menarik, hanya aja… :=(0
Aku suka ungkapan “jual-beli serangan”. b^0^d
Risiko (baku)
Ini very high fantasy—rumit banget buat otakku yang di bawah level fantasy T0T. menurutku fantasy level tinggi kayak gini nulisnya berat banget—heavy. Jadinya banyak istilah fantasy yang ga kupahami, jadinya ceritanya missing sana-sini T0T aku sangat lemah memahami fantasy level berat seperti ini, tapi kalo cerita detektif, anehnya otakku nyambung. :=(D
Aku nitip 8 karena ini jenis tulisan yang sangat berat menurutku karena banyak memakai istilah tertentu dengan penulisan yang sudah tepat (italic), jadinya penulisnya pasti punya daya fantasy tinggi akan kosa kata—tak hanya dari ceritanya doang :=(D
Yah, ini dilema juga sih, Mbak Aries. Pasalnya saya pernah sering pakai em-dash dalam cerita lain, malah dikritik musti pakai koma aja sama banyak orang.
BalasHapusBuat semua pembaca lain juga, mohon maklum yah karena entri ini sengaja disambungkan dengan ending Kanon Vajra (di Wattpad), Kanon Mima Shiki Reid dan Kanon Fatanir di http://battle-of-realms-5.blogspot.com. Sama backgroundnya blending antara Semesta Omnia di Everna Saga karya saya (alamnya Alistair Kane) dan background di Final BoR-5 Fatanir. Buat yang belum pernah baca, mungkin agak miss terutama di openingnya.
Setelah membaca entri ini, kesan yang saya dapat adalah:
BalasHapus1. Pemalsaan. Iya, pemaksaan. Pemaksaan agar Alistair bisa berlaga. Penyerahan Kotak Laplace ke Alistair oleh Radith dengan alasan yang diungkapkan Alistair, "Kekuatanmu belum cukup ... bla ... bla" Kesannya malah Alistair ini seorang pria tua naif yang beralgak suci dan meahan diri padahal haus kekuatan juga. Sebenernya Radith bisa aja ngejaga bumi atau alam semesta sekalian. Dia pemegang Kotak Laplace. Pemegang kekuatan tak terbatas. Dia tinggal bilang, "pulihkan kekuatanku dan lipat gandakan hingga ... tak terbatas." Selesai, bahkan Ki Rogoh Jiwo tinggal dia sentil dan barangkali 3 gurunya juga bisa dia bunuh. Jadi, saya nganggepnya alasan Alistair itu cuma akal (minyak) bulus, doang. Gak lebih.
2. Sebagai orang yang mengaku "Utusan Tuhan" Alistair malah bersikap dan seperti ingin menjadi "Tuhan" itu sendiri.Tuhan yang naif, tentu. Apalagi saya kebanting abis waktu ngebaca sikap si "Utusan Tuhan". Yang ada dalam pikiran saya dai orang bijak, sangat berhati-hati dalam berkata-kata, panjang akal, dan sifat2 lain yang mencermikan "Utusan Tuhan". Tapi gak taunya gak lebih dari orang tua narsis.
Sebagai "Utusan Tuhan" dia baiknya gak perlu banyak cakap. Langsung tindak dan semua orang terpana. Apalagi waktu ngebaca ini ...
"Lihatlah cara Kekuatan Trinitas Semesta menangkal jurusmu."
What?! Gak sama sekali mencerminkan apa yang digadang-gadangkan sebagai "Utusan Tuhan". Kesannya malah kayak bocah main perang2an, seperti manga. Sungguh kebanting saya. Masak seorang Dewa banyak cakap kayak gitu waktu mau makai jurus. Wiro Sableng aja waktu mau ngeluarin pukulan atau mainin jurus silat gak banyak cakap, cuma ngeluarin bentakan untuk nambah semangat aja.
3. Ini cuma masalah pribadi saya aja. Saya gak gitu suka sama gaya cerita ala Everna ini, apalagi pengulangan kata "ilahiah, semesta, dewata, trinitas, dsb." Karena terus diulang kesannya malah aneh dan janggal.
4. Plot oke. Gaya tarung oke. Cuma ketutupan sama sifat Alistair yang nggak banget.
5. Kairos juga di sini, disiksa abis. Gunai Tempus Vestigium secara berkala. What? Tempus Vestigium itu teknik kelasa atas milik Kairos yang kalau digunai bisa merusak mental, dan ini digunain secara intens untuk manggil pasukan banyak. Hah, dai mustinya gak mampu tarung sejak awal.
6. Kesan pertarungan Megakosmik-nya juga gak kerasa wah. Biasa aja.
So, nilai dari saya 7.
OC: Fionn Coileain na Claonai
1. Hm, mungkin perlu saya lampirkan link ke epilog canon Vajra, dimana kekuatan Radith pas kembali ke Bumi berkurang banyak karena dia kalah di R4.
HapusPemaksaan? Jelas ya, because I'm the author dan Alistair itu avatarku. Radith harus berjuang lagi menempa diri di bakal novel Adilaga Season 2: Vajrayana. Dan Alistair berfirasat ia akan memerlukan Laplace utk satu hal, dan ternyata ia benar.
2. Yeah, sbnrnya saya agak terbawa utk menggambarkan perbedaan kekuatan dan ingin menyadarkan Fatanir, because I like that OC. Utusan Tuhan nggak harus melulu menjatuhkan hukuman, kan?
3. Oh well, ini masalah selera. Saya nggak terpikir megakosmik yg lebih out-of-the-box lagi selain universe omnia yg telah saya bangun selama 15 tahun lebih.
4. Oh, baguslah ada yg perhatiin sifatnya Alistair, dia tuh orgnya emang kyk gitu.
5. Setting kekuatan Kai di sini adalah runut ke semifinal, andai dia gak WO. Mungkin dia sudah mengatasi kelemahan Tempus Vestigium. Lagipula semua OC di sini dijadikan imbang, kalau nggak kenapa Kai disebut OC paling OP di BoR?
Ini tarung super OP, so anything goes.
6. Wah, kalau urusan menghancurkan selaksa semesta sekali gebrak masih biasa saja, saya jadi ingin tahu yg luar biasa itu seperti apa. Pls advise.
Yah, anggaplah saya memang sengaja membebaskan batasan diri sendiri waktu membuat entri ini. Kalau jadinya OP, IMBA, OOC atau penuh kesalahan, ya sudahlah. Yg penting sudah tunjukkan ada yg lebih kuat daripada Laplace dan Dragunir dll. Puas!
Fionn ini udah masukin entry, kah?
Hapuslihat pola komennya, jadi pingin baca entry-nya
tesssss
BalasHapusHalo om .... Rakai A disini, akhirnya bias on lewat laptop dan komen lancar jaya.
BalasHapuspertama-tama, kesannya Al (saya paggil gitu aja) disini beda banget dengan Radth yang polos, seperti pria paruh baya yang udah mateng, begitu, tapi justru, bahasa yang dipakai bang Andry lebih kasual, jauh kebih kasual dari etry-entry Radith, which is saya suka ini, apalagi dialog-dialg dengan Fata, "rematch"... wakakakakakakakakkk... jujur saya ngakak dan senyum2 di beberapa bagian.
(Canon saya, Fata suka daun muda om, dia tunangan sama Philla yang jauh lebih muda, tapi di sini, malah jodoh ama bu Mawar yang sepertinya older complex, another wahahahahahaha lagi di ending...)
Megakosmosnya kerasa banget, ergambar cukup seru dan detil menurut saya, at least setelah marathon baca 5 entry yang semuanya pendatang baru, battle ini yang menurut saya paling solid diantara semua. Hanya saja (setelah saya scroll komen sebelum ini), kayaknya masalah multidimensi dan ranah semesta itu agak sulit dimengerti oleh pembaca. Mungkin karena saya dan sering baca entry bang Andry dan entry BoR sebelumnya, jadi tidak asng dengan masalah itu. Untuk adegan battlenya, ganas banget, seperti "pukulan berkali-kali tanpa jeda", berdesing-desing dan nggak ngasih nafas atau jeda, beberapa pembaca mungkin jadi kesulingat ngikutinya.
oh well, yang jelas saya terhibur dan puas bacanya. Satu detail yang menurut saya genious dan memorable dari entry ini adalah.... ringer-nya si Al Kane "One of Us" by Joan Osborne, maknanya dalem banget dan sesuai konteks tokoh si Al Kane. Saya sampe buka google ngecek lagi lyricnya lagu ini...
titip 9... ah, 10 deh, karena lagunya Joan Osborne itu.
overall 10 karena ini etry paling rumit dengan battle paling seru sejauh yang saya baca di sini.
Rakai A
OC: Mima & Franka Zaitsev (di BoR6)
Terima kasih banyak, saya salut kamu memperhatikan setiap detil di entri saya ini. Apalagi kamu mau berusaha cari lirik lagu "One of Us" segala. Terlepas dari nilai yg diberikan, saya tetap respek sebesar-besarnya.
HapusYah, waktu yang Radith mungkin saya membiarkan diri saya sendiri terbawa suasana hati, jadi kadang2 cerita yang dihasilkan jadi rada-rada kaku. Kan beda langit-bumi antara R0-R1-R3 dan R2-R4. Gak konsisten. Lain kalau saya bikin novel atau cerpen lomba, digodok berulang2 walau harus makan waktu lebih lama dari biasa.
Dan yah, di entri Alistair ini saya sisipkan permainan parodi iseng-iseng, yang biarpun komentator lain malah bilang nggak perlu begitu tapi ya memang agak disengaja. Dan yah, ada sedikit sesal juga seharusnya Radith bisa lebih "luwes", tapi ya alasannya seperti di atas tadi.
"Untung bumi gak jadi tempat laga pertarungan keempat makhluk setara Dewa itu."
BalasHapusini hal yang pertama yang ingin saya syukuri :v
Tapi, memerangi sebuah identitas Dewa itu terlihat sangat menyenangkan. Aliran takdir, ruang, dan waktu. Inti dari sebuah semesta. Kekuatan yang menghilangkan keseimbangan semesta. Hingga, skenario yang sudah dibuat oleh para Dewa itu.
Apa yang terjadi jika seorang manusia biasa bernama Satan Raizetsu melawan mereka semua? Bukankah itu akan menyenangkan?!! AHAHAHAHAHAAHAHAH!!!!!!
Cerita macam inilah yang membuat gairahku naik tak terbendung!!!
meskipun Satan berhasil membunuh Kairos, itu hanya karena Kairos tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya dan hanya menganggap remeh lawannya. Tapi, ini akan berbeda soal jika keempat Dewa itu mengamuk dan Satan berada di tengah kekacauan itu.. Apa yang akan Satan lakukan? Saya sendiri tak tahu!!!!! HAHAHAHAAH
Overall nilai: 9
Semula saya ingin tampilkan lagi Vajra Radith utk challenge tipe lain, tapi karena agak penasaran dengan Fatanir-Lazu-Kai, saya jadi pilih OC saya yang paling OP.
HapusErr, sebenarnya menurut pendapat saya saja lho, akan lebih meyakinkan kalau Satan bunuh Kairos yang sudah mengerahkan seluruh kemampuannya, mengatasi segala kelemahan jurus2nya dan tidak meremehkan lawannya. Kan bisa disetting si Satan seimbang OP-nya dengan Kai.
Sayangnya Satan cuma manusia biasa -_-... ahahah
Hapuspertarungan selevel dewa yang menghancurkan semesta. cuma penggambaran tokoh Alistair Kane terkesan plain dan membingungkan. pria berambut dan berjenggot putih ingin disebut om oleh Ratu Huban. ending yang cukup epic dengan semua kembali seperti semula, tugas seorang "fixer" semesta.
BalasHapusnilai 8
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
Hmm, mungkin lebih persisnya si Huban dan si Fata bilang "om" duluan ke si Al, dan si Al nggak keberatan. Saya justru heran kalau si Al dibilangnya ingin dipanggil "om", justru seharusnya adalah "God Emperor of Epicness".
HapusJawaban saya yang lain sudah dijabarkan di komentar2 di atas ya.
Duelnya keren >< gatau kenapa saya malah lumayan dapet sama pertarungan megakosmik-nya.
BalasHapusSoal pembukaan cerita yang kesannya “gak fokus”, saya ngeliatnya sebagai cara lain dalam membuka cerita aja. Yang demikian “gak fokus”(dalam artian menyampaikan banyak hal sekaligus sementara pembaca masih samar-samar dengan keseluruhan ceritanya) sebenernya beberapa kali saya jumpai di novel/cerpen tertentu. Cuma, cara penyampaiannya yang mungkin perlu diubah, Mas Andry.
Kalo saran saya, ada baiknya Alistair ngasih jeda pas ngasih info tentang dirinya ke Radith. Satu dialog dipenuhin kosa-kata nan maha dahsyat itu kayaknya malah ngurangin efek dramatisnya.
Nilai 8 dari Edmund
Semua saran diterima, terima kasih. Mungkin kalau saya nggak lagi auto-writing (menuliskan apa yang pertamakali terbit di pikiran tanpa diedit lagi) saya pasti akan perhatikan banget2.
BalasHapusLagipula, sebenarnya ini bukan satu cerita mandiri, melainkan bab tambahan dari ending Canon Vajra di BoR-5. Dan keharusan saya untuk merahasiakan apa yang terjadi pada Alistair sebelumnya (kecuali buat yang udah baca di Wattpad) memang bikin para pembaca agak bingung. Kok tahu-tahu si om langsung datang dan bebenah selaksa semesta :p
Hmm...
BalasHapusSebelum komentar saya konfirmasi dulu. Bang Andry ini sering baca komik Long Hu Men atau karya-karya dar Tony Wong?
Perkara narasi ama battle saya udah ga perlu komentar lagi, udah oke dengan megakosmikal yang membahana sampe agak susah buat ngebayanginnya kalau gak sering-sering main Super Robot Wars :x
Paling yang saya mau komentari secara spesifik adalah dialog Fata yang terlalu formal untuk ukuran seorang Fatanir, karakterisasi Fata kan serampangan abis, seenggaknya kalau ngobrol ama orang lain itu macem gayanya orang-orang di terminal bis lah.
Sama... Alistair ini sempet amnesia kah? saya cuma mau konfirmasi aja karena untuk ukuran orang yang sudah lama hidup mengarungi semesta rasanya kok kurang "pengalaman", dalam artian kurang "bijak" serta kurang "tahu".
Ah, tunggu, baru ngeh saya. Ada cerita lain yang secara spesifik ngejelasin hal itu. Side/Extra material ini pedang bermata dua kalau menurut saya bang andry.
Kenapa bermata dua? Yang pertama, menurut saya, tidak semua orang mendalami universe yang kita dalami. Saya ambil contoh gampangnya lewat Universal Century di Gundam. UC Gundam ini kan extra/side materialnya BANYAK, BANGET. Dan semuanya juga macam-macam bentuknya, antara cerita sampingan, atau cerita yang memperjelas cerita utama. Nah, lagi, gak semua orang senang gundam kan? Atau mungkin ada orang yang gak gitu senang atau gak mau masuk dalam-dalam ke dunia itu, sehingga mungkin cuma ngikutin main series aja tanpa ngedalemin sampingannya.
Di sini letak mata dua dari extra/side material. Ketika side/extra material itu menjadi KUNCI dari misteri yang ada di main series, orang-orang yang membaca cuma punya dua kemungkinan: mengikuti terus karena penasaran, atau ga ngelanjutin karena mereka pusing dengan material sampingannya, sementara mereka menginginkan detail cerita di cerita utama.
Saran dari saya, detail cerita gak masalah dipisah di extra material, namun beberapa hal yang mungkin diperhatikan oleh pembaca kepo maksimal seperti detail kenapa Alistair amnesia dan semacamnya dijelaskan dalam cerita.
Side/Extra material bukan ide buruk, cuma resikonya adalah tidak semuanya mau mengikuti side material tersebut.
Well, ini saran dari saya sebagai pembaca saja, pilihan kembali lagi pada bang andry selaku penulis.
Tapi kalau entri ini disimpulkan sih, saya serasa baca narasi shounen manga dalam tema serius, hmm... mungkin mirip karya Seishi Kishimoto kali ya?(Blazer Drive, 666 Satan/Jio)
Soal nilai, saya kasih 8 karena eksekusi plot yang sudah oke.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Zarid Al-Farabi.
Yah, dilema juga sih, padahal memang niat awalnya adalah menuntaskan ++ extra canon Vajra plus gregetan setelah baca entri Final Fata-Nir. Sama pastinya saya tambahkan dari produk2 yang sudah ada (Everna-Omnia) supaya mendongkrak kepopuleran serial itu juga.
HapusSeperti halnya Gundam dkk yang universenya sudah banyak sekali detilnya, pemilihan setting Everna untuk kisah ekstra ini memang sudah disadari resikonya. Tapi pedang bermata dua kalau dimainkan dengan skill yang baik nggak bakal melukai diri sendiri kan?
Yah, sisanya kembali lagi ke selera pembaca. Ada yang nggak suka Gundam, dan kalau lihat komentar si Argim di atas dia kyknya nggak suka Everna. Ya mau bilang apa lagi, produk saya ya itu, tukang ngegundam aja nggak berhenti, dan saya juga nggak berhenti berkarya.
Harap aja bakal lebih banyak yang suka Everna daripada yang cuek dan nggak suka, tapi syarat utamanya supaya bisa bertahan lama seperti Gundam, Naruto dkk adalah universenya harus detil. Universe yang kurang detil itulah "penyakit" penulis fiksi fantasi Indonesia yang sebagian besar sudah saya teliti.
Salam sejahtera juga dari Sang Musafir.
Dan oh ya, komik-komik Tony Wong saya ada setengah lemari, tapi saya nggak ngumpulin Long Hu Men :p
HapusAlistair mendengus kesal. Mungkin karena pencipta mereka sama, Lazu dan Fata sama-sama gila.// LEL, ada mainan breaking the 4th wall juga :D
BalasHapusMungkin yang membuat entri ini berbeda dengan entri megakosmos satunya lagi adalah urgensi kehidupannya. Di sini bukan hanya hancur-hancuran planet galaksi skala ilahiah semata, tapi ada juga unsur "ingin melindungi", atau "ingin merombak ulang", bahkan "ingin menghancurkan segala". Ini poin yang bagus untuk memberi makna pada hancur-hancurannya itu.
Secara karakter sendiri, saya merasa Radith lebih menarik karena masih membumi. Mungkin untuk mengakrabkan Alistair ke pembaca perlu pendekatan yang jauh berbeda dengan Radith karena sosok Alistair, sekalipun tampak manusiawi, sebenarnya jauh di atas nalar manusia. Atau begitulah yang saya tangkap.
Ponten 9-
- hewan -