REA BENEVENTUM
VERSUS
FATANIR
[Tantangan NV6]
VERSUS
FATANIR
[Tantangan NV6]
oleh: Anastasia Inocencio
---
Kerajaan Dalam Mimpi
"Apakah ini pertama kalinya untukmu?" bisik Fata dalam desah tertahan.
Rea mengangguk. Aliran darah menjalar ke pipinya, melukiskan semburat merah pada wajahnya yang terpahat dengan begitu cantik.
"Apakah kau sungguh yakin bahwa kau menginginkanku sama seperti aku menginginkanmu?" suara Fata yang dalam menembus dinginnya angin malam yang masuk melalui celah jendela.
Rea tidak menjawab. Matanya nanar menatap mata Fata yang berkilau diterpa cahaya lilin. Jemari lentiknya menyentuh bibir Fata, merasakan bibir itu menghangat, dan menciumnya dalam satu tarikan napas.
Kedua lengan Fata yang berotot berada di sisi wajah Rea, menekan ranjang dengan kuat seraya memperdalam ciuman yang semakin melenakan. Fata memejamkan mata, menikmati sensasi hangat ketika lidah mereka bertemu, menggeliat, dan saling mengait satu sama lain.
Tangan Rea menggapai ke bawah tubuh Fata, membelainya dengan lembut seolah menyulam sutra. Fata melepaskan ciuman, menegakkan tubuh untuk melepas kemeja dan celana yang dikenakannya. Mata hijau Rea memandangi tubuh Fata yang tanpa sehelai benang itu, mengagumi setiap lekuk tubuhnya yang tegap dan kokoh.
Fata merebahkan dirinya dengan punggung berada di atas ranjang, sementara Rea bergerak mendekati tubuh Fata. Rea mencondongkan tubuhnya untuk mengecup paha Fata bagian dalam, jemarinya membelai lembut paha bagian luar.
Kecupan hangat itu naik ke atas, berhenti pada pusar Fata untuk menjilatinya. Jilatan basah itu naik ke atas, mengeksplorasi dada Fata yang bidang hingga ke leher jenjangnya.
Kedua tangan Fata terulur untuk menangkup payudara Rea dan merasakan puncak dada yang mengeras di balik gaun. Jempolnya menekan puncak dada tersebut, diiringi dengan benda di pangkal pahanya yang semakin mengeras.
"Tanggalkan pakaianmu...." bisik Fata.
Rea menghentikan cumbuannya. Tubuhnya berlutut di atas Fata. Bros emas di kedua bahu yang menyangga tuniknya dilepaskan. Perlahan-lahan membuka tunik, melepaskan pakaian dalam, sehingga ketelanjangannya hanya terlindungi oleh rambut hitam panjang yang tergerai.
Dekapan hangat mendarat di tubuh Rea. Fata bergerak pelan membalik posisi tubuh mereka. "Awalnya sakit. Kau bisa minta berhenti jika sudah tidak tahan..." Fata mendesah.
Bibir mereka kembali bertemu. Fata melahap bibir mungil itu dengan liar, napasnya memburu. Secara perlahan kejantanannya masuk ke pintu yang berada di pangkal paha Rea. Begitu pintu berlapis baja telah didobraknya, Fata mendorong pinggulnya agar mereka segera bersatu.
Rea memeluk tubuh Fata yang bergerak di atasnya. Ia tak mampu menahan desahan kala kulit mereka saling bersentuhan. Sensasi membakar yang awalnya terasa sakit telah berubah menjadi kenikmatan.
"Aku mencintaimu, Rea..."
"Aku juga mencintaimu, Fata..."
BAB I
Awal Mula
Semua berawal ketika seorang gadis kecil berkepala bantal hadir di mimpinya. Seorang gadis kecil yang memakai jas hujan berwarna kuning lemon. Seorang gadis kecil yang memakai sarung tangan karet dan sepatu boot plastik berwarna kuning kehijauan. Seorang gadis kecil karena saat ia membuka suara, terdengar seperti suara anak perempuan.
"Halo.. Kau punya impian yang menarik..." suaranya terasa begitu dekat.
Gadis kecil itu tidak punya kepala. Alih-alih kepala, pada bagian atas tubuhnya terdapat bantal dengan sarung berwarna ungu. Suaranya berasal dari sana. Di tangannya ada sebuah tongkat yang terlihat seperti permen.
"Siapa kamu?" Rea mencoba bersuara dalam mimpi. Terdengar.
"Panggil saja Ratu Huban. Aku akan membawamu ke Alam Mimpi. Di sana kau bisa mewujudkan impianmu dan bertarung dengan orang-orang kuat..." tidak dapat diprediksi apakah gadis kecil berkepala bantal itu berbohong atau jujur.
Rea mendesah, "Jika itu bisa membuatku lebih kuat, aku bersedia."
Sebelah tangan Ratu Huban menekan ujung longkat. Tiba-tiba muncul kembang api warna-warni yang menyerupai payung, berpusar dan berkerlip dengan indah. Kembang api payung tersebut kira-kira berdiameter satu meter. Bunga api memercik keluar serupa kembang api sungguhan.
"Mari melangkah menuju Alam Mimpi..." tangan kiri Ratu Huban terulur. Dengan ragu-ragu, Rea meyambut uluran tangan tersebut.
"Pejamkan matamu, kita akan melalui portal. Mungkin kau akan sedikit pusing..."
Rea meneguhkan hatinya, kedua kelopak matanya terpejam, dirasakannya tarikan dari Ratu Huban. Kaki kanan Rea melangkah melalui portal berbentuk kembang api payung. Sejurus kemudian, kepalanya terasa sangat pusing dan kesadarannya mengabur.
**
Silau. Punggung tangan kanan Rea menutupi matanya dari cahaya yang menyilaukan. Tubuhnya berguling ke kanan untuk menghindar dari terpaan matahari. Kelopak matanya terbuka, menampilkan sepasang mata hijau terang yang indah.
Ini kamarnya. Artinya Ratu Huban dan portal tadi hanyalah mimpi. Telunjuk kanannya bergerak di udara, melakukan sihir untuk membuat lumba-lumba kecil dari air yang melayang di udara.
"Selamat datang di Alam Mimpi, Rea Beneventum."
Lumba-lumbanya pecah, membasahi kasur. Rea bangkit dan duduk tegak. "Siapa itu?"
Seberkas cahaya muncul di hadapannya. Perlahan cahaya itu berubah menjadi domba putih yang berdiri di atas kasur.
"Aku adalah utusan Ratu Huban yang bertugas menyampaikan informasi untukmu," domba itu berbicara. Rea menatapnya nyaris tanpa berkedip. Artinya Ratu Huban dan portal tadi sungguh nyata.
"Informasi? Informasi apa?" Bohong jika Rea tidak merasa mual melihat domba yang bisa berbicara.
"Dengerin penjelasanku dulu dong. Ah capek ngomong formal. Jadi gini, sekarang kamu ada di Alam Mimpi. Bentuk Alam Mimpi yang kamu tempatin ini mirip sama duniamu, Gallia. Sekarang kamu nih ada di Kerajaan Gallia. Rajanya udah tua dan gak punya pewaris kan?" Rea mengangguk dan seksama mendengarkan penjelasan si domba yang berbicara cepat.
"Nah di sini nih kamu jadi pewaris Kerajaan Gallia. Mau ngapain aja terserah deh, tapi tentukan tujuanmu. Di dunia asalmu lagi ada pemberontakan kan? Di sini juga bisa terjadi pemberontakan. Bisa tuh dijadiin tujuan, membasmi kejahatan atau apa kek. Di sini orang-orangnya juga punya kemampuan sihir dalam ngendaliin api, air, tanah, udara dan es. Gak usah khawatir, kamu bebas pake kemampuan gravitasi kok. Ingat ini baik-baik, kamu gak bakalan bisa kembali ke dunia asalmu kalo tujuanmu belum tercapai. Dan kalo kamu mati di sini, tubuh aslimu yang lagi tertidur bakalan jadi serpihan mimpi dan ngilang."
Rea bergidik ngeri. "Jadi harus menentukan tujuan, bertarung untuk mewujudkan tujuan tersebut, lalu kembali ke dunia nyata?"
Si domba manggut-manggut. "Pinter gitu kok. Oh ada yang kelupaan. Namaku Shaun, kalo tujuanmu itu udah tercapai, panggil aja namaku delapan kali. Cuman kamu yang bisa ngelihat wujudku, tapi gak bisa bantu dalam pertarungan lho. Ngerti kan? Udah ya, bye bye~~"
Shaun si domba putih ditelan cahaya dan kemudian menghilang, meninggalkan Rea yang masih mencerna penjelasan tak masuk akal yang baru saja diterimanya.
Terdengar suara langkah memasuki kamarnya, sontak Rea menoleh. Seorang wanita muda berpakaian pelayan kerajaan membungkuk ke arahnya. "Selamat pagi Tuan Putri Rea. Saya Julia, pelayan pribadi Tuan Putri. Saya yang akan membantu mempersiapkan segala sesuatu mengenai Anda. Mohon maaf, Tuan Putri sudah ditunggu di Balai Utama untuk membantu mendengarkan dan menyetujui petisi."
Julia berkata dengan sangat lembut, raut wajahnya nampak ramah dan keibuan. Pikiran Rea masih kacau, jadi ia hanya tersenyum dan mengangguk. Setidaknya ada Julia yang akan berada di sisinya selama menyelami Alam Mimpi yang masih asing baginya.
BAB II
Jenderal Fatanir
Tiga jam sudah Rea berada di Balai Utama, duduk di belakang meja panjang bersama Raja Gallia yang untuk saat ini menjadi ayahnya. Ruang Balai Utama memiliki tiga meja panjang yang membentuk huruf U. Meja tinggi di tengah diduduki oleh Raja Gallia dan Rea, sedangkan meja bagian kanan dan kiri yang lebih rendah diduduki oleh petinggi kerajaan.
Para pemohon petisi masuk ke dalam Balai Utama dan menyerahkan lembar petisinya kepada salah satu petinggi kerajaan. Petinggi kerajaan memberi tanda pada lembar petisi yang menunjukkan kepada siapa petisi tersebut harus diajukan, kepada sang raja atau Rea. Lantas pemohon petisi menghadap sang raja atau Rea untuk mendapat persetujuan atau penolakan.
"Sudah selesai untuk hari ini, Rea. Pekerjaanmu sangat bagus..." sang raja dengan tulus memuji putrinya. Rea sendiri tidak terlalu yakin atas keputusannya pada petisi yang diajukan kepadanya.
Tiba-tiba pintu Balai Utama dibuka oleh seseorang yang berjalan tergesa-gesa ke tengah ruangan. Seorang pria berperawakan tinggi dengan tubuh tegap dan kekar. Kulit gelapnya menandakan bahwa pria ini sering terpapar sinar matahari. Rambutnya berwarna hitam legam dengan jambul kribo yang unik. Wajahnya tampan dengan tulang pipi dan rahang yang tegas. Pakaiannya sama seperti pakaian yang dikenakan oleh prajurit kerajaan, namun pria ini mengenakan jubah emas yang tergantung jatuh di punggungnya.
"Mohon maaf Yang Mulia, ada hal penting yang harus hamba sampaikan." Suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan. Rea menahan napas, tapi bukan karena penasaran.
"Katakan, Jenderal Fatanir," balas sang raja tak kalah berwibawa.
"Pasukan pemberontak telah menyerang daerah Iorin semalam. Jumlah korban jiwa belum kami ketahui. Mata-mata kami mengabarkan bahwa daerah Iorin kini tertutup salju akibat badai salju yang dilakukan para pemberontak. Hamba mohon ijin dari Yang Mulia untuk menghimpun pasukan menuju Iorin dan menghentikan badai salju di sana. Jika Yang Mulia berkenan, kami bersedia untuk mencari pemberontak tersebut dan memukul mundur mereka." Ucapannya tegas dan tidak bertele-tele. Sorot matanya yang tajam menunjukkan bahwa pria ini sudah melalui banyak pertempuran.
"Keputusan ini kuserahkan kepada putriku," kata sang raja.
Fata mengalihkan pandangannya kepada Rea. Mendapat tatapan mata setajam itu, darah mengalir ke pipinya, melukiskan rona kemerahan.
"A-ayah... Mengapa harus aku?" Rea bergerak gelisah, bukan karena keharusan memberi keputusan.
"Kau sudah dewasa dan mampu untuk memberikan keputusan terkait pertempuran," sang raja menatap putrinya dengan tatapan teduh.
"Jenderal Fatanir tidak keberatan kan jika putriku yang memberi keputusan?"
Fata membungkuk sopan kepada Rea. "Hamba dengan senang hati akan menerima segala keputusan dari Tuan Putri Rea."
Rea dapat mendengar degup jantungnya sendiri yang terlalu kencang. Dadanya serasa digedor-gedor oleh palu besar yang kapan saja bisa meremukkan tulang rusuknya.
"Jenderal Fatanir, aku akan ikut denganmu menuju daerah Iorin." Rea menahan napas ketika mengatakannya.
Bola mata Fata membesar karena terkejut dengan keputusan yang dianggapnya terlalu berani. Sedangkan sang raja mengangguk kecil tanda memberi persetujuan.
**
Rea mengikuti langkah-langkah kaki Fata yang lebar menyusuri lorong istana yang berada di luar. Cahaya matahari bersinar lembut dengan angin yang berhembus hangat, mengibarkan rambut panjang Rea dan satinnya yang jatuh hingga lantai. Jubah emas sang jenderal berkibar angkuh di depannya.
"Jenderal Fatanir, apa kau tidak suka jika aku ikut denganmu?"
Pertanyaan itu membuat Fata menghentikan langkahnya dan berbalik menghadapi sang putri, nyaris membuat Rea menabraknya. "Hamba dengan senang hati menerima keputusan Tuan Putri."
"Tapi sikapmu tidak menunjukkan seperti itu. Dan tatap mataku jika sedang berbicara denganku," Rea membentak, hatinya dipenuhi emosi yang meluap. Mata hijaunya terasa panas, dan setetes air jatuh dari pelupuk matanya. Sejak keluar berdua dari Balai Utama, Fata mengabaikan semua pertanyaan yang meluncur deras dari mulut sang putri.
"Mengapa kau mengabaikanku jika memang benar menerima keputusanku? Mengapa kau mengabaikanku Fata?" Bentakan Rea lebih terdengar seperti jeritan. Beberapa pelayan yang lewat memilih untuk cepat-cepat pergi sebelum ikut mendapat amukan dari sang putri. Air mata semakin mengalir melewati kedua pipinya.
Fata tak kuasa memandang wajah cantik sang putri yang basah oleh air mata. Ia tidak tahu mengapa Rea harus marah hanya karena sikap dinginnya. Sejak melihat sang putri di Balai Utama, Fata berusaha keras untuk tidak memandangnya terlalu sering. Wajah cantik sang putri dan suaranya yang halus telah mencairkan hati Fata yang lama membeku. Karena itulah Fata bersikap dingin untuk menutupinya. Namun melihat air mata sang putri sekarang, Fata semakin tak sanggup menolak perasaan asing yang tumbuh di hatinya.
Telunjuk Fata menghapus sungai yang mengalir di mata sang putri. "Tolong jangan menangis, Tuan Putri. Tolong jangan menyiksa saya dengan melihat Anda menangis."
"Tidak sebelum kau berjanji bahwa kau tidak akan mengabaikanku," kata Rea lirih, nyaris tidak terdengar.
"Saya berjanji tidak akan mengabaikan Tuan Putri."
Mata mereka bertemu, saling menjelajahi dunia masing-masing. Fata dan Rea sama-sama tahu bahwa mereka saling jatuh cinta.
BAB III
Pemberontakan
Daerah Iorin yang semula terkena badai salju kini sudah kembali seperti sedia kala. Daerah pertanian yang sejuk dan sepanjang mata memandang terhampar samudra hijau yang indah. Sudah dua minggu Rea, Fata dan pasukannya berada di daerah Iorin. Meredakan badai salju dan membantu membangun kembali rumah penduduk. Rea membantu memasak untuk konsumi penduduk selama berada dalam perkemahan darurat. Penduduk Iorin langsung menyukai sang putri yang anggun dan baik hati. Mereka memberikan sebuah rumah yang masih kokoh berdiri untuk ditinggali sang putri selama berada di Iorin.
Hubungan yang terjalin antara Rea dan Fata pun semakin erat. Rea menyuruh Fata untuk memanggilnya dengan nama tanpa perlu embel-embel tuan putri jika mereka hanya berdua saja.
Hingga pada suatu malam.....
"Apakah ini pertama kalinya untukmu?" bisik Fata dalam desah tertahan.
Rea mengangguk. Aliran darah menjalar ke pipinya, melukiskan semburat merah pada wajahnya yang terpahat dengan begitu cantik.
"Apakah kau sungguh yakin bahwa kau menginginkanku sama seperti aku menginginkanmu?" suara Fata yang dalam menembus dinginnya angin malam yang masuk melalui celah jendela.
[Shaun : Gak ada tayangan ulang]
Setelah sebulan berada di daerah Iorin, mereka kembali ke istana. Fata sering meninggalkan Rea untuk bertempur di daerah-daerah yang diserang oleh para pemberontak. Rea sangat takut jika terjadi sesuatu pada kekasih hatinya, sementara dirinya hanya berkutat dengan petisi-petisi yang diajukan setiap pagi.
Jika Fata kembali dari tugasnya, setiap malam ia menyusup ke dalam kamar Rea. Saling menghangatkan dan berbisik mesra dalam buaian malam. Rea mulai meminum ramuan dari Akasia buatan Julia agar dirinya tidak hamil. Julia juga semakin sering memberikan perawatan khusus pada tubuh sang putri agar bisa memberikan kepuasan untuk Jenderal Fatanir di tempat tidur.
"Rea, setelah pemberontakan ini selesai, aku ingin melamarmu menjadi istriku," bisik Fata pada suatu malam yang basah. Rintik hujan di luar bisa terdengar dari dalam.
"Menjadi istrimu Fata? Kau yakin? Kupikir aku tidak bisa menjadi istri yang baik," Rea tak mampu menghalau nada kebahagiaan dalam suaranya.
"Kau pikir aku hanya menginginkan tubuhmu? Tidak Rea. Aku menginginkanmu, menghabiskan sisa hidupku bersamamu," jemari Fata menari-nari di atas payudara Rea, membuat Rea mendesah kecil.
"Akan kutunggu hingga saat itu tiba." Rea mengulum bibir Fata dengan teramat lembut. Fata bergerak ke atas tubuh Rea, memasukkan kejantanannya yang sedari tadi sudah menegang ke dalam liang Rea yang sudah basah. Dan lenguhan dua anak manusia itu berbaur dengan rintik hujan yang tak kunjung berhenti.
**
"Tuan Putri... Tuan Putri...." Suara Julia mengalun lembut di gendang telinga Rea.
"Masih terlalu pagi untuk bangun, Julia." Rea merapatkan selimutnya.
Julia mencondongkan tubuhnya untuk berbisik di telinga sang putri. "Tuan Putri, para pemberontak telah sampai di istana."
Rea membuka mata, menatap pelayan pribadinya dengan tatapan tidak percaya. Tapi Julia mengangguk lemah. "Sepertinya ada beberapa pemberontak yang menyusup ke dalam istana. Mereka bekerja sebagai pelayan dan bahkan petinggi istana. Tuan Putri, mereka pasti ingin menculik dan menjadikan Anda sebagai tawanan."
Ada ketakutan yang terpancar dari mata Julia. Rea bangkit dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi. "Dimana Fata?"
"Jenderal Fatanir tadi sedang mengatur siasat untuk melumpuhkan
pemberontakan yang terjadi di dalam istana. Mungkin sekarang ikut bertempur untuk mempertahankan istana. Kita harus bergegas Tuan Putri. Kamar Anda tidak aman." Setelah mata, suara Julia juga menunjukkan ketakutan.
Selesai berbenah dan sarapan dengan cepat, Rea ditemani Julia menyusuri lorong istana yang kacau. Pilar-pilar pualam retak di sana-sini, patung-patung pecah berserakan di lantai. Lukisan-lukisan yang menghiasi dinding terbakar. Rea mengangkat gaun satinnya agar bisa berjalan cepat.
"Aku harus bertemu dengan ayah."
Julia menyusul di sisi kiri sang putri. "Yang Mulia berpesan agar Tuan Putri melarikan diri tanpa menunggu ayahanda Tuan Putri. Yang Mulia ingin agar para pemberontak tidak bisa mendapatkan keduanya, Yang Mulia dan Tuan Putri."
Harus tenang. Rea harus berpikir dengan tenang dalam keadaan seperti ini. Julia bilang para pemberontak telah menyusup ke tubuh istana, artinya ia tidak tahu siapa orang yang dapat dipercaya.
Penjaga istana dan beberapa pelayan melewati mereka dengan tergesa-gesa. Rea melihat sebagian dari mereka terluka. Penjaga istana membawa orang-orang yang terluka ke Balai Kesehatan untuk mendapatkan perawatan.
"Kita harus melihat orang-orang yang ter—" sebuah tombak es meluncur ke arah Rea dari depan. Dengan sigap Julia mendorong tubuhnya dan tubuh Rea ke samping kanan hingga mereka terjatuh. Tombak es terdengar membentur pilar di belakang mereka.
"Pemberontak?" Rea menatap Julia yang membantunya berdiri.
"Wah wah akhirnya kita bertemu, Tuan Putri. Cantik seperti yang dibicarakan." Seorang pria usia awal tiga puluhan mendekat ke arah Rea. Pria itu memakai baju berwarna hitam dengan jubah berukuran sedang berwarna merah.
"Jubah merah, lambang pemberontakan mereka," bisik Julia.
Rea menatap pria berbaju hitam itu lekat-lekat. "Berisik, biarkan kami lewat."
"Tidak semudah itu Tuan Putri."
Kedua tangan si pria terulur ke depan dengan bibir bergerak merapal mantra. Jaring berdiameter tiga meter yang terbentuk dari api meluncur cepat ke arah Rea dan Julia. Tapi Julia melakukan hal serupa, membentuk jaring berdiameter sama yang terbuat dari air untuk menerjang jaring api lawan. Alhasil kedua jaring tersebut bertubrukan di udara dan menciptakan ledakan.
Rea menghimpun manna pada kakinya, memanipulasi gravitasi pada kedua kakinya selama si pria menghindari efek ledakan. Ia memeluk pinggang Julia dan keduanya melayang setinggi setengah meter.
Rea berbalik arah dan melayang cepat, tapi si pria menyadarinya. "Kalian tidak akan bisa lari semudah itu."
Si pria berlari mengejar, menghunuskan puluhan tombak es untuk menjatuhkan mereka. Julia menoleh ke belakang dan merapal mantra, membentuk lima singa yang terbuat dari air untuk beradu dengan tombak es. "Saya akan berusaha menahannya. Tuan Putri tetaplah fokus pada penerbangan ini."
Terdengar ledakan di belakang. Rea membawa Julia melayang satu meter di atas tanah, melewati langit-langit istana yang runtuh akibat ledakan-ledakan yang terjadi. "Saya hanya bisa melakukan sihir air, Tuan Putri. Sepertinya pria itu menguasai sihir es dan api."
Rea menambah kecepatan terbangnya, sementara si pria dan Julia masih beradu tombak es dan singa air. "Tidak apa-apa Julia. Aku akan melindungimu." Julia tersenyum, ia sangat menyayangi Rea seperti adiknya sendiri.
Satu tombak es lolos dari cakaran singa air, menghantam punggung Rea dan membuatnya jatuh tersungkur, begitu pun dengan Julia. Tombak itu hancur menjadi kepingan es ketika menghantam punggung Rea, karena si pria menginginkan Rea hidup-hidup.
Kepala Rea berdarah akibat benturan dengan pilar, sedangkan punggungnya terasa sakit. Mungkin ada tulangnya yang patah. Lengan kiri Julia berdarah karena menabrak pecahan patung.
"Serahkan dirimu Tuan Putri. Kami tidak berniat untuk membunuhmu, setidaknya tidak untuk sekarang," si pria berjalan mendekat.
Julia membantu Rea untuk berdiri, menghapus darah di kepala sang putri dengan ibu jarinya.
"Tidak akan," Rea berteriak, marah pada semua yang terjadi.
Manna terkumpul pada kedua telapak tangannya, merapalkan mantra untuk menarik semua benda mati dengan berat tak lebih dari 100 kg dalam radius sepuluh meter untuk menyerang lawannya. Alhasil benda-benda di sekitar mereka melesat menuju si pria. Kursi-kursi di taman, air mancur kecil, pecahan patung, reruntuhan atap, maju menuruti perintah Rea.
Si pria membakar benda-benda yang melesat ke arahnya dengan bola-bola api. Sayang benda-benda mati itu menyerang si pria dari berbagai arah. Sebuah lampu gantung menghantam kepala belakang si pria, dan jatuh dengan bunyi berdebam. Si pria mengerang ketika darah segar mengalir dari kepalanya, kemudian jatuh terjerembab.
Rea menarik tangan Julia untuk berlari menyelamatkan diri. "Ayah pasti sedang bertarung bersama yang lain. Kita harus mencari Fata."
"Tuan Putri, ada yang mengatakan bahwa beberapa jenderal juga ikut terlibat dalam pemberontakan ini."
**
Raja sedang berjuang mempertahankan istana sisi timur. Sang putri tidak bersamanya, pasti masih berkeliaran di istana. Fata berusaha menahan pemberontak yang berada di sisi utara. Dua pedang api di tangannya menebas musuh-musuh yang mencoba mendekat, membakar serangan lawan dengan jilatan api di pedang.
"Pertahankan sisi utara, ingat raja juga sedang berjuang bersama kita. Aku harus mencari dan menyelamatkan tuan putri," perintah Fata kepada pasukannya.
"Baik, Jenderal. Tujuan mereka pasti untuk menculik Tuan Putri." Fata mengangguk dan berlari menuju istana. Kedua pedang apinya sudah lenyap. Hatinya berkecamuk. Ia ingin segera melihat sang putri dan menyentuhnya, memeriksa apakah pujaan hatinya terluka.
Fata melintasi sisi-sisi istana, membuka pintu-pintu ruangan yang digunakan sebagai evakuasi darurat. Tapi tak juga ia temukan gadis cantik dengan gaun satin berwarna biru dan rambut panjang yang indah. Ia terus berlari mencari, mengabaikan napasnya yang mulai terengah dan keringat yang membanjiri tubuhnya.
"Jenderal Fatanir......" Julia memekik kencang, membuat kaget Rea yang berada di sebelahnya. Julia dan Rea sedang berada taman kecil, beristirahat setelah cukup lama berlari.
Mata senja Fata segera menemukan sosok yang ia cari. Fata berlari menyongsongnya. Dipeluknya dengan erat tubuh Rea seolah mereka akan segera berpisah. Air mata menggenang di mata sang putri.
"Rea bagaimana keadaanmu? Apakah kau terluka?" Fata mencengkeram kedua bahu Rea dan mengamatinya lekat-lekat. "Astaga pelipismu terluka."
"Hanya luka kecil, Fata. Aku senang bisa menemukanmu. Aku dan Julia mencarimu kemana-mana sambil menghindari musuh yang sewaktu-waktu muncul," kata Rea seraya meraba wajah kekasihnya.
Namun Julia memandang Fata dengan tatapan curiga. Sang raja bertitah bahwa banyak petinggi istana dan jenderal yang ternyata berada di pihak musuh, melakukan penghianatan. Tidak terkecuali Jenderal Fatanir yang telah melakukan banyak pertempuran untuk Kerajaan Gallia.
"Kita harus pergi dari sini melewati sisi barat istana. Anak buahku mengatakan di sana para pemberontak sudah dilumpuhkan." Fata menggenggam tangan Rea untuk meyakinkannya. Tentu saja Rea percaya kepada Fata, pria yang sangat dicintainya.
Fata mengajak Rea dan Julia melintasi istana menuju sisi barat. Beberapa kali mereka bertemu dengan penjaga istana yang meminta saran kepada Fata. Ada juga penjaga yang memberikan informasi kepada mereka. Sisi selatan istana telah runtuh, para pemberontak bergerak menuju sisi timur tempat sang raja berada.
"Mereka tidak akan membunuh Yang Mulia, mereka menginginkanmu Rea," kata Fata. Rea tidak dapat berpikir jernih. Ingatannya tentang Shaun si domba putih muncul. Rea tidak boleh mati di sini atau tubuhnya di dunia nyata akan menghilang dalam serpihan cahaya.
Prajurit yang bertugas di sisi barat menyambut mereka ketika sampai. Pertukaran informasi segera terjadi. Mereka berdiskusi mengenai cara menyembunyikan Rea dan meredam serangan di dalam istana ini. Rea dan Julia saling berpandangan.
"Anda pasti akan selamat, Tuan Putri," bisik Julia.
Tiba-tiba Julia jatuh tersungkur. Detik berikutnya sebuah bola udara tak kasat mata menghantam dada Rea, membuatnya terpelanting ke belakang. Rea terbatuk, darah segar keluar dari mulutnya.
"Rea....." Fata berteriak, berusaha menyusul sang putri. Tapi bola udara tak kasat mata juga menghantam tubuhnya dan membuat Fata terjerembab ke belakang.
Dua orang prajurit mencengkeram lengan Rea dan menariknya secara paksa, begitu juga dengan Julia.
"Fata.... Fata...." Rea berteriak.
"Brengsek!! Jangan sentuh Rea!!" Fata berusaha bangkit, tapi sebuah benda tumpul menghantam tengkuknya. Pandangannya kabur. Samar-samar ia melihat Rea meronta dan menangis. Samar-samar didengarnya Rea berseru memanggil namanya.
"Fata.... Fata.... Tolong aku Fata.... Fata...." Rea berteriak hingga tenggorokannya sakit dan meronta sekuat tenaga. Tapi dua penjaga yang menariknya terlalu kuat, membuat lengannya sakit.
"Fata.... Fataaaa......."
Teriakan Rea terhenti ketika salah satu prajurit memukul tengkuk Rea dengan lututnya. Kesadarannya memudar. Akankah ia mati di tempat ini. Akankah tubuhnya lenyap dalam serpihan cahaya. Ratu Huban dan Shaun, benarkah mereka nyata?
BAB IV
Karena Aku Mencintaimu
Fata merasakan perih pada bagian belakang kepalanya. Perlahan-lahan ia membuka mata dan memandang sekeliling. Fata berada dalam ruangan yang diterangi oleh matahari. Sisi kanan dan sisi kiri ruangan terdapat kaca yang menjulang tinggi hingga langit-langit, karena itulah ruangan menjadi terang. Fata meregangkan tubuhnya agar bisa digunakan untuk bertempur kembali.
"Fata... Kau sudah sadar Fata?" Suara itu mengalun sangat lembut, suara Rea.
"Rea, apa kau baik-baik saja?" Fata berdiri, berusaha menyesuaikan penglihatannya dalam terang.
"Aku di sini, Fata...." Terdengar suara langkah kaki mendekat. Lambat laut sosok kekasihnya mulai terlihat. Rea nampak sangat cantik dalam siraman cahaya matahari. Ditambah dengan gaun satin biru yang membungkus tubuh indahnya, juga........ jubah merah panjang yang menggantung di punggungnya.
"Apa maksudnya ini Rea? Mengapa kau memakai jubah merah?" Fata sungguh tidak mengerti, seharusnya Rea memakai jubah panjang berwarna biru.
"Oh Fata, kau tahu apa artinya," balas Rea yang berhenti satu meter di hadapan Fata.
"Rea... Kau pemberontak? Kau memberontak pada kerajaanmu sendiri?"
Rea tertawa, "Lebih tepatnya, pemimpin pemberontak."
"Mengapa kau melakukan ini?" Fata berteriak, meluapkan emosinya. "Kau ini sudah gila atau apa?"
"Aku baik-baik saja. Anak buahku tidak bisa membunuhmu karena kau terlalu kuat untuk mereka. Jadi akulah yang akan membunuhmu, Fata." Dengan gerakan anggun Rea menyibakkan rambut panjangnya.
Fata merasakan bahwa Rea tidak main-main, jubah merah panjang itulah faktanya. Sejumlah manna terkumpul di tangan kanannya. Fata menciptakan burung rajawali dari api yang melesat menuju Rea.
Rea menarik sudut bibirnya. Bibir ranumnya merapal mantra, memanipulasi gravitasi untuk mengikat rajawali api milik Fata dan membelokkan serangannya. Rajawali api menabrak dinding kaca sebelah kanan. Terjadi ledakan yang memecahkan seluruh kaca sisi kanan. Serpihan-serpihan kaca berlompatan. Dua serpihan kaca merobek lengan kiri Rea, sedangkan Fata membakar serpihan-serpihan kaca yang datang ke arahnya dengan api.
Begitu ledakan selesai, Fata yang juga mampu mengendalikan udara terbang ke luar ruangan. Tidak mau lawannya kabur, Rea memusatkan gravitasi pada kedua kakinya dan terbang menyusul Fata. Jubah emas Fata melambai diterbangkan angin. Ia terbang pada ketinggian tiga puluh meter di atas tanah, di tangannya tercipta pedang kembar berwarna hitam yang mencipratkan lidah api.
Pada ketinggian delapan meter, Rea menarik dua pedang yang tergeletak di halaman istana. Rea melapisi kedua pedang itu dengan es dan naik pada ketinggian yang sama dengan Fata.
"Aku memang mencintaimu, Rea. Tapi aku tidak bisa memaafkan tindakanmu," seru Fata saat mereka berdua saling berhadapan di udara. Rea menanggapinya dengan kekehan.
Fata melesat dengan mengayunkan pedang kembarnya, Rea menangkisnya dengan pedang es berlawanan arah dengan pedang Fata. Suara besi beradu terdengar bersamaan dengan percikan api. Rea terhuyung ke belakang, ketinggiannya menurun.
Detik berikutnya mereka saling mengayunkan pedang pada ketinggian yang berubah-ubah. Percikan api dan serpihan es mewarnai benturan dari keempat pedang mereka. Jubah emas Fata dan jubah merah Rea berkibar di udara.
Rea kelelahan, ketinggiannya kerap turun, sedangkan Fata terus menyerangnya dengan brutal. Sebuah tebasan dari salah satu pedang Fata mengenai bahu kirinya. Rea mengerang, hal ini dimanfaatkan Fata dengan menebas perut Rea.
Dengan cepat Rea mundur ke belakang, naas pedang Fata menyerempet perutnya secara horizontal. Gaun satinnya berwarna merah oleh darah. Rea mengatur napas, turun lima meter lebih rendah, memegangi perutnya yang tergores.
Fata turun menerjang ke arah Rea. Rea terbang menghindari Fata menuju ketinggian tiga puluh meter.
Empat puluh meter.
Lima puluh meter.
Mereka berkejaran di udara. Fata melesatkan bola-bola api ke arah Rea yang membuat gadis itu harus meliuk-liukkan terbangnya untuk menghindar.
Kini Fata melesatkan puluhan jarum api ke tubuh Rea. Tiga jarum menusuk punggung Rea. Membuat punggungnya terasa terbakar dari dalam. Rea menghentikan terbangnya, darah merah keluar dari mulutnya. Ia berbalik menghadap Fata.
"Baiklah kita akhiri kejar-kejaran ini." Rea mengusap mulutnya dengan punggung tangan. "Sebaiknya kita—"
Rea terkesiap. "Eh?"
Tubuh Rea meluncur turun dengan cepat dari ketinggian lima puluh meter. Waktu terbangnya telah habis. Rea panik, tubuhnya bisa hancur jika menghantam tanah. Ditambah Fata yang masih berlanjut mengejarnya.
Empat puluh meter. Rea kehilangan pedangnya.
Tiga puluh meter. Rea merapal mantra.
Dua puluh meter. Rea menurunkan gravitasi radius satu meter di sekitarnya agar tubuhnya tidak mengahantam tanah.
Sepuluh meter. Kecepatan turunnya berkurang.
Satu meter. Rea jatuh terduduk. Pantatnya terasa ngilu.
Nyawanya selamat. Namun hawa panas terasa dari atas. Rea mendonggakan kepalanya. Fata menciptakan burung rajawali dari api yang siap melahapnya. Bibir Rea bergerak cepat mengucap mantra yang paling ia kuasai. Sebuah penjara es setinggi dua meter melindungi tubuh Rea. Rajawali api menabrak penjara es yang langsung meledak, Rea menutup telinganya, rajawali api dan penjara es telah raib.
Fata mendarat dengan mulus. "Aku kecewa padamu, Rea. Jadi selama ini kau berbohong? Kesetiaanmu pada kerajaan? Cintamu kepadaku?" Hati Fata terluka oleh cinta dan penghianatan.
Rea bangkit berdiri, mengumpulkan manna ke perut, bahu kiri dan punggungnya yang terluka untuk melakukan penyembuhan ala kadarnya. "Aku mencintaimu, Fata. Maka dari itu hanya aku yang boleh membunuhmu."
Sang jenderal murka. Ia menciptakan sepuluh rajawali api yang melesat cepat menuju Rea. Bola mata Rea melebar, tak menyangka Fata berniat untuk membunuhnya. Rea merapal mantra, namun dua rajawali semakin dekat dengannya.
"Sial sial sial...." Rea berlari menghindar. Dua rajawali api menabrak patung setinggi dua meter yang langsung meledak dan hancur. Rea berusaha mengamati pola gerakan rajawali dan berhasil mengecohnya. Kesepuluh rajawali berhasil ia lewati. Tapi Fata sudah bersiap untuk menciptakan sepuluh rajawali api lagi.
Rea bersembunyi di balik semak bunga dan merapal mantra, berlomba dengan Fata. Sepuluh rajawali api milik Fata meluncur ke arahnya. Rea keluar dari semak, kedua tangannya terulur ke depan. Ia mengikat kesepuluh rajawali api dengan manipulasi gravitasi, sepuluh rajawali itu tertahan di udara.
Manna yang dimiliki Rea ada batasnya, ia harus melakukan perjudian. Rea mengendalikan kesepuluh rajawali api milik Fata. Rajawali-rajawali itu berbalik ke arah Fata, kemudian melesat untuk menyerang pemiliknya.
Fata terkejut, bersiap untuk lari menghindar. Namun Rea melakukan sihir yang lain, menaikkan tingkat gravitasi di sekitar mereka. Fata tidak bisa bergerak, begitu pun dengan Rea, hanya kesepuluh rajawali api yang tidak terpengaruh.
Pedang kembar Fata yang tadi lenyap kini tercipta kembali. Fata berusaha menebas rajawali-rajawali api yang mendekat, namun gerakan pedangnya melambat. Akibatnya Fata hanya mampu menebas tujuh rajawali api, tiga rajawali api yang lain berhasil mengenai tubuhnya.
Fata jatuh terduduk, darah segar keluar dari mulutnya dan dari beberapa bagian tubuh yang koyak akibat serangan rajawali api. Pakaian kebesarannya bersimbah darah. Manna yang dimiliki oleh Fata juga sudah berada di ambang batas.
Di sisi lain, Rea juga jatuh terduduk. Darah keluar dari mulut dan hidungnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut menyakitkan. Melakukan dua jenis sihir secara bersamaan membuat mannanya terkuras lebih cepat.
Manna Fata yang tersisa digunakan untuk melemparkan salah satu pedang Fata ke arah Rea dengan bantuan pengendalian udara. Rea mengerjap, tubuhnya sulit bergerak, jadi ia mengumpulkan manna di kedua telapak tangannya, berusaha menangkap pedang hitam Fata.
Pedang hitam itu berhenti, kedua tangan Rea memegangi kedua sisinya yang tajam. Tangannya berdarah dan rasa sakit menjalar dengan begitu cepat. Rasa sakit seolah terbakar dari dalam. Namun ujung pedang menancap di perutnya, meski ia berhasil menahannya agar tidak mencapai area vital.
Rea muntah darah, perutnya koyak dan mengeluarkan banyak darah. Sekuat tenaga ia menarik pedang yang menghunjam perutnya. Jerit kesakitan keluar dari mulutnya. Jerit kesakitan yang membuat hati Fata perih.
Pedang hitam Fata dipeganganya di tangan kanan, sedang tangan kirinya memegangi perut. Napasnya tersendat-sendat.
"Selamat tinggal Fata..." Salah satu sudut bibir Rea ditarik membentuk senyuman kecil.
Fata tidak tahu bahwa Rea telah mengikat satu pedang hitam yang berada di sebelahnya dengan manipulasi gravitasi. Pedang itu menusuk perut Fata, menghunjam dalam-dalam ke lambungnya. Fata memuntahkan darah segar, pandangannya kosong dan tubuhnya jatuh ke belakang dalam posisi terlentang.
BAB V
Cinta dan Tujuan
Rea berdiri dan berjalan tertatih menuju tempat Fata, meninggalkan tetesan darah di belakangnya. Tidak ada manna yang tersisa, Rea harus menggunakan kekuatan manusianya untuk berjalan menghampiri pria yang sangat dicintainya.
"Fata.... Fata..." Darah mengalir dari sudut bibirnya setiap Rea bersuara. Kakinya tersandung runtuhan pilar, Rea jatuh ke depan. Dahinya berdarah karena menubruk runtuhan pilar, membuat kepalanya berdenyut-denyut menyiksa.
"Fata....." Air mata mengalir dari pelupuk matanya.
"Rea, itukah kau?" Fata bersuara amat lirih.
Mendengar suara Fata, sekonyong-konyong Rea memiliki kekuatan untuk berdiri dan berjalan menghampiri pemilik suara tersebut.
Fata tersenyum lemah ketika melihat Rea datang. Rea duduk di samping tubuh Fata yang terbaring tak berdaya. Diraihnya kepala Fata dan ditempatkannya di pangkuan. Air mata Rea menetes membasahi wajah Fata.
"Sudah kubilang jangan menangis, Rea. Tangisanmu membuatku sakit, sangat menyiksa." Fata terbatuk, darah kembali keluar dari mulutnya.
Tangan kiri Rea menyangga kepala Fata, sementara tangan kanannya meraba wajah sang jenderal. Wajah yang selalu terlihat segar itu kini nampak pucat dan lemah.
"Fata..... Fata....." Sungai di mata Rea segera berubah menjadi samudra.
"Sudah berakhir Rea, semua sudah berakhir," tangan kiri Fata menyentuh tangan kanan Rea. Rea menggenggam tangan Fata dan menciumnya. Tangan kokoh yang dengan lembut meraba tubuhnya pada malam-malam yang penuh kenikmatan.
"Fata... Maafkan aku Fata..." ucap Rea terisak.
"Segalanya sudah terjadi, Rea. A-aku gagal untuk me-menghentikanmu," kata Fata terbata-bata. Darah di tubuhnya terus mengalir keluar.
"Jangan berkata apa-apa lagi Fata. Jangan berkata apa-apa lagi." Sesungguhnya luka di tubuh Rea juga parah, namun luka di hatinya jauh lebih parah. Luka yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
"—ti-tidak Rea. Ada satu hal yang ingin kukatakan." Mata senja Fata menatap dalam-dalam mata hijau Rea.
"Katakan Fata..." Rea balas memandang mata Fata yang selalu mendamaikan hatinya.
"Aku mencintaimu, Rea. Sangat mencintaimu. Maaf karena tidak bisa memenuhi janjiku untuk melamarmu..." Fata memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman yang lebih hangat dari sinar matahari pagi. Senyuman yang lebih indah dari pelangi selepas hujan berhenti.
"Fata..... Fata.... Aku pun sangat mencintaimu Fata... Sangat mencintaimu..." Rea berbisik dalam isaknya. Ia membungkuk. Mendekatkan bibirnya pada bibir Fata, dan menciumnya dengan segenap cinta dan kasih sayang yang ia miliki.
"Waktuku sudah habis, selamat tinggal Rea." Mata Fata terpejam. Tangan Fata yang semula menggenggam tangan Rea kini jatuh ke tanah. Dada Fata tak lagi mengembang dan mengempis. Jantungnya telah berhenti.
Rea memeluk tubuh Fata dengan sisa kekuatan yang ia miliki. Tubuh tanpa nyawa yang sering memeluknya dengan hangat. Tubuh tanpa nyawa yang telah memberinya kebahagiaan tiada tara.
"Fataaaaaa...................................." Rea menjerit sekeras-kerasnya. Jeritan pilu yang mengiris hati. Jeritan kepedihan yang penuh luka. Jeritan keputusasaan yang menggema mengarungi samudra.
Hari itu Rea telah membunuh kekasihnya, dan membunuh perasaannya.
**
Shaun si domba putih muncul ketika namanya dipanggil delapan kali. Tidak ada yang berubah darinya, bahkan bulunya tidak semakin tebal.
"Udah selesai? Siap kembali nih?" Rea tidak menjawab.
"Ngomong-ngomong aku takjub sama ah lupakan, entar hatimu sakit lagi dan nangis lagi. Kita langsung pulang aja ya." Rea mengangguk.
Ia memanggil Shaun saat tujuannya telah tercapai. Pemberontakan yang dipimpinnya berhasil menaklukkan Kerajaan Gallia. Para pemberontak akan mengampuni siapapun yang mau mneyerah dan menurut, tapi membunuh siapapun yang menentang.
Sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya di tempat ini. Tubuhnya di dunia nyata juga aman.
"Bentar manggil Ratu Huban dulu. Cuman aku yang bisa manggil Ratu Huban, dan cuman Ratu Huban yang bisa ngembaliin kamu ke dunia nyata," Shaun berbicara cepat seperti saat pertama bertemu.
Entah bagaimana caranya Shaun si domba putih memanggil Ratu Huban. Gadis kecil berkepala bantal itu mewujud di sebelah Shaun melalui serpihan cahaya.
"Kau berhasil mengalahkan lawan dan mencapai tujuanmu, Rea. Sekarang kau bisa pulang kembali ke duniamu," kata Ratu Huban dengan santai. Rea memandang gadis kecil berkepala bantal itu dalam diam.
Tangan Ratu Huban menekan ujung longkat. Muncul kembang api berwarna-warni yang menyerupai payung, berpusar dan berkerlip dengan indah. Kembang api payung tersebut berdiameter satu meter.
"Mari kembali ke rumah..." tangan kiri Ratu Huban terulur. Rea meyambut uluran tangan tersebut dan melangkah ke dalam pusaran portal.
Fata, akan kucari sosokmu dalam duniaku.....
Akan kucari senyuman hangatmu yang selalu memberi harapan......
Akan kucari degup jantungmu yang kencang kala tubuh kita bersatu......
Akan kucari cahaya terangmu dalam kehidupanku yang penuh kegelapan.....
** End **
Maaf, kok ada kesan "bokep"-nya, ya? Bagaimana kalau ada adik kecil yang ngebajak laptop kakaknya dan ngeliat entri yang ini. Bisa berabe! Dengan ini saya menyatakan bahwa entri ini bernilai: 7.
BalasHapus-Dea
Melihat tanggapan positif dari pembaca lain, saya memutuskan:
Hapuscerita ini bagus, kok. Fatanya benar-benar beda. Tidak ada bahasa gaul ataupun kasar. Ashura menghilang entah ke mana. Tidak lupa, kribonya hilang. Tetapi keberadaan hal yang disebut netnot tetap mengurangi nilai. Jadinya entri ini nilainya: 8.
-Dea (OC: Serilda Artemia)
Akhirnya bisa on pc *joged joged*
HapusBener bener minta maaf kalau ada adik kecil yang membaca ini. lupa memberi warning #alasan
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya. Bingung mau menaruh adegan netnot di mana, tapi ternyata malah kutaruh di awal cerita. Sangat sangat membahayakan memang #disepak
Halooo~
BalasHapusAwal baca prolog nya saya skip, maaf.. soalnya agak mengganggu konsentrasi membaca #plakk
Narasi udah bagus, adegan battle udah greget, feels nya kerasa, Fatanir udah ooc banget sampe keluar dari karakter aslinya.. XD
Ini juga udah masuk love tragedy sih..
Saran : adegan "love making" nya tolong dibuat lebih implisit lagi lain kali, karena rada mengganggu..
Awalnya ngasi 9, karena hal di atas jadi minus 1
Overall 8
Maaf kalau ada kata yang menyinggung..
Sign,
Lyre Reinn
OC : Altair Natsuki
Hallo hallo sayang ♥ #digampar
HapusTerimakasih banyak untuk review dan nilainya, terima kasih telah bersedia mampir
Belum pandai membuat adegan battle dan membuat adegan netnot, untuk ke depannya akan belajar lagi
adegan Making love sebagai pembuka.
BalasHapusAppetizer yang sangat mengenyangkan, nyaris membuat saya skip bacaan.
Untungnya ada duel, yaudh lanjut.
Jatuhnya tragedi sih. Impact tragedinya ngena banget dibanding berantemnya.
maybe OOC karena adegan MLnya kali ya.
8
OC: kaede Hazuki
ehh memang super OOC Challange. sih.
HapusTerimakasih banyak untuk review dan nilainya, senpai ♥
HapusOOCnya itu di bagian full Fata, maksudnya karakter Fatanir sepenuhnya di OOCkan. Making Love sebagai pembuka itu karena aku buntu total, tulisanku tidak jalan. Membuat prolog saja aku kesulitan. Menyedihkan
Akhirnya netnot ini yang menyelamatkan #disepak
Wah, tak ada keluhan untuk entri ini.
BalasHapusSemuanya disajikan dengan baik, dengan sangat baik.
Baik romansanya, pertarungannya, hingga plot twistnya. Wowser, Marvelous!
Cukup komen itu aja, karena jujur saya bingung mau komen apa. xD
Mungkin hanya satu saja sih yang masih kurang.
*ehem* adegan di ranjang *ehem* sepertinya kurang panjang dan kurang *ehem* "panas" *ehem*.
Nilai 10
~ OC : Dani Fajar Nugroho
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya. Terimakasih banyak karena telah menyukai adegan laknatnya ♥
HapusUntuk adegan *ehem* itu *ehem* karena masih perawan jadi Fata harus hati-hati melakukannya *ehem*
Sekali lagi terimakasih banyak. Sampai sekarang masih kepikiran tidak apa-apakah tulisanku seperti ini?
ps. aku sekarang sedang banyak membaca adegan netnot dari beberapa referensi agar lain kali bisa menulis lebih baik
Pertama, sungguh awal yang mengejutkan. Sejak kapan Fata mempunyai badan sebagus itu?
BalasHapusKedua, saya turut berduka karena dirimu tidak nge-ship Mahesa sama Rea. Jujur, saya mengharapkannya. You know... that. :^)
Ketiga, tidak ada komentar lagi selain endingnya miris. Terutama saat Fata tewas. Love that.
6 + 2 (Karena ada netnot :^)
Total 8.
-GoldenRose-
OC : Mawar Mulia
Terpuaskan dia kalau ada Netnot :^
HapusAda apa dengan netnot? :'v
Hapusauthor Mawar Mulia udah terpuaskan kalau ada netnot xD
HapusTerimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusAku sangat mencintai Mahesa hingga tidak ingin menodai tubuhnya ♥
Bagaimana ya, kalau dilihat dari segi wajah, Mahesa memang paling tampan. Tapi untuk adegan netnot menurutku Fata bisa melakukannya dengan lebih baik #digampar author Fata
Apakah di BoR 6 kamu mau membuat adegan netnot?
Hello, hello
BalasHapusNgambil tema kerajaan, ane suka..
Ceritanya bagus, Feelsnya dapet, tulisannya rapih, jadi iri (sigh)
Cerita awalnya greget boo, tapi nanggung xD
Grrrrr hmm Kasih 9 deh
OC: Rose Vinensine
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusMungkin karena di awal jadi nanggung. Coba kalau ditaruh di tengah, pasti lebih lengkap
Ah jadi sensitif gara gara tidak ada yang memasukkan netnot di entri lain, merasa bersalah
Wogh, saya sempet ikut dibikin lost antara transisi ketika Rea masih di alam nyata, terus memerankan tokoh tuan putri di dalam mimpi. Ini bagus sekali. Pembaca juga dibikin gak ngeh akan twist yang ada, karena beragam petunjuk yang disebar sempat menunjukan bahwa Fata-lah penghianat yang sesungguhnya.
BalasHapusTwist di akhir efeknya juga terasa berlipat ganda, dengan latar cinta mendalam yang sudah disampaikan secara apik di sepanjang cerita.
...
Adegan pembuka yang aduhai, tragedi cinta berbalut penghianatan, ditambah dengan apiknya penulisan tanpa adanya typo menyakitkan mata. Narasinya juga terasa sempurna, dengan penuturan simpel serta bahasa yang mudah dicerna.
Fix deh! Entry ini dapet free pass dari saya, nilai 10 sempurna....
Saya ulangi, NILAI SEPULUH... SEEEPUUULLUUUUHHHH~
POINT : 10
OC : Orchid Chocolatechan
--------------
You can't satisfy everyone. Jangan kecewa kalo ada satu atau dua komentator sok agamis yang mencela. Tulisanmu meski bertemakan dewasa, tidak menjelaskan secara vulgar adegan ranjangnya.
Toh di BoR sebelumnya, ada kok penulis yang bahkan blak-blakan nulis Stensilan di salah satu entry-nya.
:v
:|
HapusSaya tercengang.
Terimakasih untuk review dan nilainya
HapusAbang, sebenarnya sebagai penulis yang masih awal saya merasa sangat kesulitan menulis prolog. Iya menulis prolog saja kesulitan. Akhirnya stuck lama dan sempat berpikir untuk menyerah. Eh salah, sudah menyerah
Karena sudah menyerah, maka isenglah membuat adegan ranjang ala novel terjemahan, eh tiba-tiba imajinasi langsung mengalir. Akhirnya adegan ini ditaruh di awal, bisa dianggap adegan ini yang menyelamatkan saya dari WO
Pengen sih di BoR 6 membuat adegan seperti ini lagi #diusir
Hmm, dari segi penulisan mungkin tak ada masalah (kecuali sejumlah typo minor). Jadi saya komen atau komplen soal plotnya saja.
BalasHapusPertama ini twistnya kerasa terlalu tiba-tiba gitu, kurang smooth. Tahu-tahu aja Rea ternyata pemberontak. Padahal sebelumnya ndak ada foreshadowing atau kisi-kisi yang mengarah ke sana (kecuali kalau saya kelupaan). Dan di bagian akhir pertarungan kayak semua orang sudah menghilang kecuali Fata dan Rea. Dunia mimpi seolah jadi milik mereka berdua tralala~~
Yang kedua itu saya bingung kenapa anak buah Rea, yaitu para pemberontak, ndak bisa menghabisi Fata? Padahal mereka bisa bikin si Jenderal pingsan. Membunuh orang yang pingsan itu bukannya mudah? Atau mungkin si Fata punya kekebalan sihir tertentu yang membuat dirinya, dalam kondisi pingsan sekalipun, tak bisa terbunuh oleh petarung kroco?
Itu aja mungkin komen dari saya. Selebihnya, saya kepengen banget penulis berpartisipasi di turnamen utama Battle of Realms 6 nanti. Pasti akan lebih seru lagi daripada FBC.
Nilai 8-
- hewan -
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusPenulis akan berusaha belajar lagi. Iya itu kurang di bagian yang Abang sebutkan. Lain kali akan belajar mendeskripsikan kalimat yang penting seperti ini
Sekali lagi terimakasih banyak
Jadi Bang, boleh menggunakan adegan netnot? #dilempar
Fata - Po
BalasHapusMenurutku, ini konsepnya udah bagus bgt, paling perlu dicari cara spy menebar petunjuk sepanjang narasi spy twistnya lebih asik, kyk kata Mas Heru. Btw ada juga yg kurasa perlu dipertajam, yaitu deskripsi atau kata sifat pas pertarungan atau benturan serangan. Pedang mereka berbenturan, itu bisa ditambah misalnya jadi "pedang mereka berbenturan dengan suara bergesek yang menyakitkan telinga" atau "dengan percikan menyilaukan mata" spy suasana menghentaknya lebih kerasa.
Sisanya udah keren. Paling ya itu, transisi pas twistnya aja yg kerasa tlalu mendadak.
Entri FBC terbaik sejauh ini, menurutku.
Nilai 9
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusMohon maaf sebesar-besarnya karena Fata saya buat OOC dengan adegan-- ya Abang tau lah
Saya akan belajar dan belajar lagi. Sekali lagi terimakasih banyak ♥
ANGST MACAM APA INI?? ANGST MACAM APA INI?? ANGST MACAM APA INI??
BalasHapusoke cukup...
ADEGAN IYKWIM KURANG!!
oke cukup...
Bingung mau berkomentar apa. Begini, paragraf pembukanya menggunakan adegan dewasa yg disajikan dg *uhuk* manis sekali. Selera orang beda2, tp ini seleraku =))
Pas baca, plotnya udah ketebak. Tragedi cinta karena Jenderal Fatanir memberontak dan Rea harus membunuhnya. Lalu baca lagi...
APA INI?? REA SAKIT JIWA ATAU APA??
"Aku mencintaimu, Rea. Sangat mencintaimu. Maaf karena tidak bisa memenuhi janjiku untuk melamarmu..." Fata memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman yang lebih hangat dari sinar matahari pagi. Senyuman yang lebih indah dari pelangi selepas hujan berhenti. >> saya menangis pada bagian ini. Tanggung jawab ooiii!!
10 Jujur, entri ini sangat indah =))
OC : Anne Ezbari
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusIya tulisan masih kurang di beberapa bagian, aku akan belajar lagi. Maklum masih pemula, ini aja stucknya lamaaaa bener
Masalah adegan netnot itu, entah harus menjawab apa. Salah karena tidak memberi peringatan di awal dan setelah membaca tulisan-tulisan yang lain jadi merasa bersalah
Tapi terimakasih sudah menyukainya. Pria berbadan gelap memang lebih gahar di atas ranjang kan? #disepak
EPICTLY
BalasHapusWOWTALITY
Wuhuu...
*standing applause
Dibuka dengan adegan dewasa yg menggoda iman namun saya tetap teruskan membaca pembuka itu karena saya sudah dewasa. XD
Entri ini bisa dibilang bagus pake banget, andaikan plot twistnya ga dadakan gitu. Mungkin dari bagus pake banget bakalan jadi bagus pake super banget. XD
Narasinya ngalir dengan indah, adegan peradegan terlukis dengan anggun. Ketegasan, kekuatan dan ke-epic-an di setiap sesi pertarungannya membuat saya melongo bahagia seperti menonton film dokumenter zaman perang yg mengharu biru *minus adegan dewasanya xD...
Kisah cinta antara fatanir(ooc) dan rea juga W.O.W XD
Minus lain selain plot twist yg kurang mulus transisinya klo kata pak PO, ada bbrapa deksripsi yg miss tapi itu cma sdikit klo diibaratkan di bagian tubuh, deksripsi itu kecil sperti upil yg nempel di muka,tinggal dirapihin dikit lagi. Hilang udah tuh "upil" xD..
Nilai : 9
Oc : Altair Bonanza
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusSetelah membaca entri yang lainnya, aku malah merasa bersalah lho nulis ini. Masih pemula tapi menaruh adegan dewasa di awal, tanpa papan peringatan lagi :')
Minus-minusnya akan aku pelajari lagi dan terus terus belajar
Sekali lagi terimakasih banyak sudah menyukai adegan mesum nan absurd ini
Wohooooo~~ keren ini. Aku demen yang satu ini. Meskipun aku harus beli tissue lagi, tapi ini bener-bener keren. Ga nyesel keluar duit beli tissue kalo abis baca ini.
BalasHapusTwistnya itu bener-bener ngetwist(?) soalnya kek mendadak gitu, padahal dari awal aku udah nduga kalo si Fata yang penghianat. Kisah cintanya bener-bener bikin aku gelindingan, daaan~ yang paling kusukai adalah, aku ga nemu typo yang berarti.
Nilai: 11 kalo boleh, tapi ga bisa jadi 9 aja~ sebenernya mau ngasih 10, tapi karena netnotnya kurang bany--bukan, soalnya wafatnya Fata terlalu membuatku terpukul. Sembilaan.
OC: Arisa
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusKomen-komen sekalian akan menjadi pembelajaran yang sangat berarti. ssstt bikin adegan netnot segitu aja sudah membuatku malu-malu sendiri #apa
best story ever
BalasHapusKarena ceritanya atau adegan netnotnya?
HapusOC: Ghoul :=(D
BalasHapusSuka prolognya euy suit-suit. Hentai-nya panas, meski ga sepanas samurai princes… ah sudahlah…!
Eyd bagus tapi banyak titit-titit gak pada tempatnya.
Longkat? Meyambut? Konsumi?
Si domba prinsipnya sama kayak Mado Junior: ngomong formal bikin buang-buang waktu dan tenaga.
Di panggil sebanyak itu jadi teringat ama Bloody Mary. Eh?
Em-dash:
Shaun—si domba putih—ditelan cahaya
Saya Julia—pelayan pribadi Tuan Putri
Rea percaya kepada Fata—pria yang sangat dicintainya
…, nama (Hay, Kaneki!) libatkan koma sebelum sebut nama/sapaan orang/hewan/tumbuhan.
Diksi gaya bahasanya bagus—menggeliat.
Alurnya dimainkan dengan ciri tersendiri.
Hentai sih tapi gak vulgar menurutku. Tu baru pemanasan.
Enjoy reading, seru battlenya…
Plot twistnya menjebak. Plot twistnya banyak bermain-main dengan apa yang kubayangkan. Sepertinya penulisnya sengaja mengumpulkan kecurigaan pada Fata dan penulisnya banyak menangkap pembaca yang suudzon seperti itu. Selamat dah berhasil menjebak pikiranku tuk suudzon ama Fata.
Memukul tengkuk Rea dengan lututnya?
Diksi-nya lumayan aku suka, tapi terlebih ama plot twist yang berhasil menumbangkan kepercayaanku dan harga diriku sebagai pembaca. Karena kalah ama plot twist akhirnya kumengibarkan bendera putih bertuliskan angka 9 sebagai tanda kekalahanku mengeja plot apa selanjutnya…
Terimakasih banyak untuk review dan nilainya
HapusKomentarnya akan kujadikan pembelajaran untuk bisa menulis lebih baik dan lebih rapih. Untuk penggunaan koma dan tanda baca sangat membantu
Sekali lagi terimakasih banyak ♥
Selesai baca ini.
BalasHapusInnocencio? Innocentia Noir?
Saya suka porsi narasi dan dialog di entri ini. Pas. Meski memang di beberapa dialog titik2 elipsisnya kebanyakan. Keseluruhan, jadi berasa ada pemandu yang baik dalam cerita drama kolosal ini.
Fata bertarungnya memang gak sebrutal kemampuan di char sheet, tapi Anastasia bisa bikin Fata baru di sini yang well-developed. Sayapun bisa ngebayangin Rea dan Fata langsung dengan mudah tanpa liat char sheet dulu. Twistnya Rea meski ga ada clue terlebih dahulu tetep bisa bikin kaget.
Adegan romantis di awal dibangun dengan perlahan dan dengan feel yang bagus. Ninggalin pembaca penasaran dan disajikan di tengah akhirnya. Keputusan tepat.
Sisipan komedi yang asik:
-Shaun, waktu bilang ga ada tayangan ulang, cape ngomong formal, dan nama itu sendiri, Shaun the sheep :))
Good luck untuk Rea!
Verdict: 9
Othema Spreed
Selesai baca ini.
BalasHapusInnocencio? Innocentia Noir?
Saya suka porsi narasi dan dialog di entri ini. Pas. Meski memang di beberapa dialog titik2 elipsisnya kebanyakan. Keseluruhan, jadi berasa ada pemandu yang baik dalam cerita drama kolosal ini.
Fata bertarungnya memang gak sebrutal kemampuan di char sheet, tapi Anastasia bisa bikin Fata baru di sini yang well-developed. Sayapun bisa ngebayangin Rea dan Fata langsung dengan mudah tanpa liat char sheet dulu. Twistnya Rea meski ga ada clue terlebih dahulu tetep bisa bikin kaget.
Adegan romantis di awal dibangun dengan perlahan dan dengan feel yang bagus. Ninggalin pembaca penasaran dan disajikan di tengah akhirnya. Keputusan tepat.
Sisipan komedi yang asik:
-Shaun, waktu bilang ga ada tayangan ulang, cape ngomong formal, dan nama itu sendiri, Shaun the sheep :))
Good luck untuk Rea!
Verdict: 9
Othema Spreed
...wait, what? alih2 OOC ini mah OOCS( Out Of Character Sheet) wwwww, beneran cuma item sama kribonya yang masih nempel, sisanya udah beda orang. Ga tau sih definisi OOC itu lengkapnya gmn, tp setahu saya sih 'C' yg dari OOC itu berupa sifat, karakter, bukan secara keseluruhan individu melainkan kebiasaan, sikap, sifat, perilaku (sama aja ya? xD ) dan hal yang sejenis itu. Well, itu kalo saya sih.
BalasHapus.
hmmm, mungkin kalau dari saya (selain yg dikomen bang heru sama pak po, karena saya juga merasa tiba2 reveal twistnya, yang justru engga bikin saya wah mengingat karakterisasinya dangkal [sekalipun ini OOC]), lebih ke eksekusi poin2 pentingnya, dramatisasinya kurang dalem, apa ya namanya, rasanya apa yang disampaikan itu masih dalam batas permukaan aja dari ide utama. Iya pengkhianatan misal, tapi kurang tereksplor secara dalam, jadinya kurang meninggalkan kesan di saya, main ideanya ngerti, cuma belum cukup tersampaikan aja. Apa yg mereka rasakan? Seperti apa? Kalau ga salah baca sih, saya cuma dapet main ideanya doang misal 'hancur hatinya', tp engga 'seberapa hancur' atau 'rasanya seperti apa' atau yang lain yang misal lebih filosofis atau emosional.
.
Selain minor typo, narasimu udah cukup rapi, tapi penyambungan antar paragraf dan kalimat agak kurang mulus, kayak ada kalimat2 nanggung yg berkesan lewat, tapi nutupin jalan wwww, biasanya sih saya temukan abis dialog, bukan dialog tag, tp beneran kalimat. Ga tau ya, rasanya nanggung aja gt, penjelasannya singkat padat sih, tp ya...rasanya engga mulus. Lalu penciptaan kalimat/kata2 yg terlalu langsung, misalnya 'hancur hatinya', nanti ada hubungannya sama komen saya di atas tadi. Tricky aja, di saat emang butuhnya langsung, oke langsung, tp kalo di saat butuhnya diperindah, diperkejam, dipersedih, ya lakukanlah, jangan terlalu datar nanti kurang emosionalnya.
.
Overall sih lumayan bagus lah, tinggal dipoles sana-sini saya kira bisa jadi bagus, cukup dengan ikutan BoR 6 nanti dan berjuang menerima saran dari para komentator dengan pemilahan yang bijaksana. Rough idea-nya juga udah tersusun bagus, tinggal eksekusi penulisannya aja yg disempurnakan, ditambah sedikit2 memperkuat pengonsepan.
.
Skor dari saya... hmmm, 7+1 buat penyemangat, jadinya
Nilai: 8
.
Keep writting~
OC: Emoar Cyanith
wooohh.. opening yang dibuka dengan netnot perawan dan perjaka. cerita yang mengalir mulus walaupun sedikit yang mengganjal. plot twistnya tak terduga walaupun belum dalam penyampaiannya. tapi overall ceritanya bagus dan feelnya berasa, kalo aja entryku bisa ngefeel seperti ini (curcol :D )
BalasHapusnilai : 9
OC Nano Reinfield
Pertama-tama ijin teriak dulu ya
BalasHapusWOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOHHHHHHHHHHH
oke, udah.
Kalau soal tantangan super OOC Challenge, mba ini sudah berhasil dengan sukses merubah seorang Fatanir yang belangsak selengean jadi refined asshole.
Ga perlu komentar banyak lagi karena secara penulisan dan pembawaan udah oke banget. Ya paling tinggal mengolah plot aja sih yang perlu diperhatikan lagi. Overall pesannya sudah tersampaikan dengan baik (termasuk adegan ena-enanya :>)
Nilai dari saya 9, tambah 1 karena adegan netnotnya berhasil bikin saya ena-ena juga. Jadi nilai akhirnya 10 :^)
Salam Sejahtera dari Zarid Al-Farabi dan Enryuumaru