oleh : hewan
Ringkasan cerita sebelumnya:
Sang Kehendak dalam kondisi pasif, seperti kepompong,
sehingga hawa menekan yang menyelimuti Museum Semesta hampir sepenuhnya
menghilang. Namun sebagai kepompong pun, Sang Kehendak tetap tak tersentuh. Tak
ada yang bisa dilakukan Zainurma dan Mirabelle untuk menghancurkan ‘artefak sialan’ itu (meminjam istilah dari Sang
Kurator). Dan yang pasti, setiap kepompong pada akhirnya akan mengelupas serta
menampakkan wujud sempurnanya. Sebelum itu terjadi, Zainurma merasa dirinya
harus berbuat sesuatu.
Perubahan situasi ini berlangsung secara drastis.
Zainurma dan Mirabelle pergi menghilang dari Museum Semesta untuk sementara
waktu. Ratu Huban dipercaya sebagai PLT (Pelaksana Tugas) Kurator untuk meneruskan
turnamen. Akan tetapi, semua menjadi kacau. Ratu Huban malah mengajak seluruh
peserta untuk berkunjung ke Museum
Semesta. Dengan tidak adanya hawa menekan dari Sang Kehendak, kini segala
penjuru Museum Semesta bebas untuk dijelajahi. Bukan hanya para peserta, bahkan
Oneiros yang tak ada sangkut pautnya dengan turnamen pun ikut mampir ke Museum
Semesta demi mencari kekuatan.
Entah berapa lama waktu berlalu.
Zainurma dan Mirabelle tak kunjung kembali ….
-reveriers-
Bongkahan bukit melayang itu adalah semesta kecil tempat
berdirinya suatu mansion megah yang menjadi markas suatu klan. Klan itu dikenal
sebagai Klan Nurma, klan kecil dengan kekuasaan besar. Kabarnya, mereka
menguasai ratusan semesta lain, layaknya keluarga mafia. Zainurma, kurator kita,
dulunya berasal dari klan ini. Dia pernah ditugaskan oleh boss klan untuk
menyelidiki suatu semesta misterius yang berbentuk museum. Namun Zainurma tak
pernah kembali dari tugas itu—
—hingga sekarang.
“Hahahaha, lama tak bertemu dan kau tampak sama sekali
tak berbeda sejak kau pergi, Zainurma,” ujar lelaki tua berpakaian super necis
yang duduk penuh wibawa di kursi kehormatannya. Sejumlah pengawal bertampang
sangar berdiri di sisi kanan-kirinya, tak tampak lengah sedikit pun. Lanjut
pria itu, “Dan saat kubilang lama, aku
berbicara tentang waktu 500 tahun
sejak kau pergi.”
“Lima ratus tahun?! J-jadi sudah selama itu?” seru
Zainurma.
“Kau sudah dianggap sebagai desertir dari klan. Kasus kedua setelah Hewanurma. Hahahaha.” Lalu
lelaki tua super necis itu berdiri lantas mengubah nada bicaranya menjadi
serius. “Berani sekali kau kembali ke sini. Jadi apa maumu, hah?!”
Zainurma malah balik membentak, “Heh, ‘apa mauku’
katamu? Justru aku yang mesti bilang, sebenarnya semesta macam apa museum
sialan itu? Dan mengapa kau mengirimku ke sana?! Kau pasti tahu sesuatu!”
Boss Nurma tersenyum jengah, “Ya, tentu saja aku tahu
sesuatu. Aku mengirimmu ke sana untuk memastikan hal tersebut. Sayangnya kau
tak pernah kembali. Tapi jika kau pikir aku mau mengatakan semuanya padamu,
terlebih dengan lagak brengsekmu ini di hadapanku, maka kau keliru, anak muda.”
Kini Zainurma tertawa. “Bukannya lagak sengak ini adalah bawaan alami dari klan kita? Hehehehe! Tapi
jangan salah, Boss. Aku tak perlu meminta apapun darimu. Aku tahu segalanya
tentang klan ini … atau setidaknya, aku tahu di mana kalian menyimpan informasi penting.”
Boss Nurma terdiam sesaat, lalu matanya melotot.
Zainurma memberikan perkataan penutup, “Aku datang
cuman buat bilang: LU GUE END!” (catatan penulis : iya, ini norak sekali ._.)
Lalu pintu ruangan yang berlapis baja nurmantium pun
terlempar ke arah dalam seiring bunyi melengking nyaring dari suatu tebasan
tombak. Dari balik pintu, muncul sosok sang Dewi Perang.
“Tuan Kurator, aku sudah mendapatkan apa yang kita
cari!”
“Bagus, Mirabelle!”
Zainurma si desertir klan segera angkat kaki dari ruangan
tersebut. Saat sejumlah pengawal Boss Nurma mencoba menghentikan, lagi-lagi
sabetan tombak dari sang Dewi mengempaskan mereka.
“Aku mohon bantuanmu, Mirabelle. Di sini, kekuatan
Katalog Semesta yang kupegang tidak akan terlalu berguna.”
“Bukannya di Museum Semesta atau di Alam Mimpi pun,
kau tak pernah mau bertarung langsung, Tuan Kurator?”
Singkat cerita, keduanya berhasil melarikan diri dari
mansion Nurma dengan membawa berkas yang mereka butuhkan. Sesuai dengan denah
yang sebelumnya digambar oleh Zainurma, Mirabelle berhasil membobol ruang
brankas data yang berisi segala berkas penting yang dimiliki oleh klan. Sambil
Zainurma mengulur waktu, Mirabelle akan mencuri suatu berkas tentang semesta
misterius yang dikenal sebagai Museum Semesta.
“Apa berkas yang kita curi ini akan membantu banyak,
Tuan Kurator?”
“Aku tidak tahu sebanyak apa tetapi kita butuh semua
informasi yang ada.”
“Dan sekarang kita kembali ke Museum Semesta?”
“Yah, kita tidak bisa kabur begitu saja? Kau tahu sendiri tentang itu. Saat artefak
sialan itu bangkit dari fase kepompongnya, jiwa dan impian kita akan kembali
terikat padanya.”
Zainurma dan Mirabelle pun bergegas kembali ke Museum
Semesta. Bagaimanapun, keduanya tidak menyadari bahwa perjalanan singkat mereka
ternyata tidaklah sesingkat yang mereka kira. Ketika mereka sampai di museum,
semua sudah begitu kacau.
-reveriers-
Ratu Huban tampak sedang berpesta dengan sekitar seratus
makhluk aneh di suatu aula pameran. Domba berlompatan di sekeliling, begitu
pula dengan gulali yang beterbangan di udara. Itulah yang dilihat oleh Zainurma
dan Mirabelle saat mereka tiba di Museum Semesta.
“Itu … mereka, bukankah mereka adalah karya-karya seni yang dikumpulkan museum?” Mirabelle
terpana.
“Dan aku merasakan keberadaan sejumlah Reverier di
museum!” geram Zainurma.
Sang Kurator mengangkat tangan kanannya lalu Katalog
Semesta pun muncul di tangan tersebut. Ketika dia berseru, maka seluruh makhluk
aneh yang ada di sana kembali berubah wujud menjadi beragam karya seni. Sang
Kurator mengayunkan tangan, maka seluruh karya seni itu terpasang kembali pada
posisinya masing-masing di sejumlah ruangan.
Zainurma melakukan hal itu berkali-kali di sejumlah
penjuru museum karena rupanya bukan hanya di aula tersebut karya-karya seni
lepas dan menggila.
Ratu Huban menghela napas sedih, “Yaaah … pestanya
bubar, deh.”
Mirabelle menatap tajam si kepala bantal. “Anda
mendatangkan para Reverier ke Museum Semesta?”
“Mumpung Sang Kehendak sedang hibernasi, ahaha, tapi
kurasa 8 Reverier menghilang begitu saja. Mungkin mereka tersesat dan mati? Tersisa
8 saja yang masih bertahan~~”
Mirabelle menepuk dahi. “Tuan Kurator pasti marah
besar.”
“Habisnya kalian pergi lama sekali. Sekitar dua atau
tiga bulan tak ada kabar, kalau pakai hitungan waktu Alam Mimpi.”
“Ti-tiga bulan?” Mirabelle tersentak. “Kami hanya pergi
sekitar 3 jam, mestinya.” Kemudian sang Dewi Konservasi baru tersadar kalau ada
distorsi waktu yang luar biasa antara semesta lain dengan Museum Semesta.
Sementara itu, Sang Kurator baru saja menendang keluar
makhluk mata berjubah ungu beserta domba-domba hitamnya dari museum kembali ke
Alam Mimpi.
“Selesai sudah! Hhh … sial! Dan sekarang,” Zainurma
melirik ke belakang, ke arah delapan sosok pemimpi yang masih bertahan, “kita
harus bicara serius.”
-reveriers-
Kedelapan Reverier dikumpulkan di Alam Mimpi, di suatu
rimba hutan gelap seraya mengililingi api unggun. Seolah mereka sedang
berkemah. Dan ternyata, Zainurma tidak semurka yang Mirabelle kira. Justru Sang
Kurator seperti antusias, tidak tampak seperti sedang menginterogasi tersangka.
“Kalau begitu kita buat sederhana saja. Tak ada waktu
lagi. Tunjukkan padaku Arsamagna
kalian dalam pertarungan kali ini!”
[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat mengapresiasi~
Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.
PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.