Minggu, 13 Maret 2016

[FBC] 030 - KEEV

KEEV
VERSUS
EDWARD KALASHNIKOV
URSARIO
[Tantangan V5]
oleh: Villyca Valentine
---

Author's note: cerita tentang Keev vs Bura Bear mbul pendek(Ursario) & Penyihir *uhuk*Tsundere  (Edward Klas-karena namanya susah, ya sudah begitu saja. yang penting kalian tahu yang mana orangnya.)
-------------------------------------------------------------- 
Seorang pria berkacamata bersenandung sambil menghirup aroma kopi yang baru saja ia seduh. "Sempurna seperti biasa." 
'Papa, bukankah hari Valentine seharusnya memberikan coklat? Kenapa papa membuat segelas kopi?' tanya gadis hologram mungil dari balik punggung Keev. 
Pria itu tersenyum. "Risa tidak akan kuat beranjak dari kamar karena ..., aih hampir saja! Tidak baik untuk para pembaca single mengenaskan di luar sana," ucap Keev lalu tertawa. 
'He?' Arisu, gadis hologram itu memasang wajah bingung. 
"Jangan dipikirkan, nak. Kau harus berhati-hati, jangan sampai terlihat begitu imut. Bisa jadi ada pembaca mesum yang sangat menyukai gadis bertelinga kelinci dan model rambut twin tail." Keev tersenyum lalu mengangkat gelas berisi kopi. Tangan kirinya meraih boneka beruang yang telah diikat pita merah di bagian leher. 
"Arisu, tolong berikan status fisik Risa." 
'Secara umum mama hanya kelelahan, tingkat stress menurun dibanding dengan hari sebelumnya.' 
Keev tertawa. "Tentu saja dia akan kelelahan." Pria itu menghentikan tawanya seakan teringat sesuatu. "Wah, aku hampir melupakan perasaan kalian. Iya, kalian yang sedang membaca sekarang.  Jangan membayangkan apapun, karena aku tidak akan menjadi makhluk mesum." Keev tersenyum lebar. "Tidak sekarang," tambahnya lalu kembali tertawa. 


Keev memasuki kamar, di ranjang seorang perempuan berambut merah masih tertidur lelap. Ia mengenakan baju tidur warna putih yang nyaris terlihat menyatu dengan selimut dan sprei. Sekilas terlihat seperti siswa tingkat tiga, dulu disebut sebagai SMP. 
Keev tersenyum lalu duduk perlahan di pinggir ranjang. Ia meletakkan gelas di atas meja kecil sementara boneka beruang disandarkannya di bawah. Pria itu sengaja menyembunyikan kado manis itu sementara. "Astaga, aku tidak tahu jika boneka teddy dari jaman dahulu begitu berat." 
Matanya memandangi Risa yang tertidur lelap. "Tampak seperti bocah manis saat tidur." Ia tersenyum, tangannya membelai rambut perempuan itu. Risa masih terlelap bahkan ketika Keev mengusap pipi lalu mengecup punggung tangan. 
"Jangan salah, ia tidak akan bisa tidur jika aku melakukan ini. Hei, kalian yang sedang membaca, perhatikan baik-baik! Karena mungkin kalian bisa mempraktekkannya suatu hari," ucapnya lirih lalu menggigit jari telunjuk dan jari tengah Risa. 
Perempuan itu menjerit kesakitan bercampur kaget dan marah. "Apa masalahmu Mata Empat Mesum Menyebalkan?" Ia segera menarik tangan dan wajahnya terlihat begitu marah. 
"Selamat pagi, Nona Mungil," sapa Keev seraya mendekatkan diri berusaha memeluk istrinya yang marah. 
"Jangan mendekatiku Orang Mesum Lolicon!" Perempuan itu berusaha mendorong Keev yang berhasil memeluknya. "Apanya selamat pagi dengan muka cerah gembira lalu menggigit orang yang sedang tidur! Dasar sakit jiwa! Lepaskan aku Lolicon Mesum!" 
Keev tertawa sambil tetap memeluk perempuan bertubuh mungil dengan sebelah tangan dan tangan kirinya menahan kedua lengan Risa. "Aku bukan lolicon, Risa. Kau sudah 25 tahun. Lagipula kau menyukaiku saat mesum bukan?" Keev segera melepaskan kedua tangan dan sedikit menarik diri karena istrinya nyaris menghantamkan kepala ke arahnya. 
"Diam kau Mesum!" teriaknya dengan muka bersemu merah. 
Keev melompat dari ranjang sesaat sebelum tendangan Risa mengenainya. "Itu hanya perasaanmu saja. Aku tidak mesum," ucapnya sambil tertawa. 
"Apanya tidak mesum, eh? Keir yang mengambil 98% sifatmu sering bertingkah mesum!" teriak Risa. Keir adalah artificial intelligence milik Risa, sifatnya dibuat semirip mungkin dengan Keev. 
Keev menangkap kaki kiri Risa dengan sebelah tangan. "Kau melupakan celana da ... ah, lupakan!" Keev tersenyum lebar. 
"Jangan mengintip!" Risa menarik paksa kakinya, dan wajahnya bersemu kemerahan. 
"Dari mana aku terlihat mesum?" Ia tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit. "Wajahku selalu seperti ini bukan?" Pria itu membungkuk lalu mengambil boneka beruang berkacamata hitam. 
Raut wajah marah perempuan itu segera berubah menjadi sedikit lebih lembut. Hanya sedikit, karena Risa tidak akan mau mengakui jika dia sedang begitu gembira dan berbunga-bunga. Langkah yang baik untuk menaklukkan Risa yang marah. 
"Terima kasih atas pujiannya dan atas tendangan Risa  yang terakhir, Penulis Sensitif." 
Walaupun Risa masih kesal karena kemesuman Keev, tetapi ia senang dan segera memeluk boneka itu. Risa memeluk beruang itu erat-erat dan membenamkan wajah ke belakang kepala boneka bertopi itu. 
"Sedang berusaha membuatku cemburu? Apakah karena Sang Penulis tidak mendapat apapun dariku?" Keev tertawa. 
Belum sempat Keev melakukan hal-hal mesra di pagi hari, sebongkah besar beton melayang ke arahnya setelah menjebol jendela kamar. Pria itu mengaktifkan nano machine yang ada di balik pinggangnya, lalu menggunakan senjata itu untuk memecah bongkahan tadi. 
"Ayolah, jangan semarah itu padaku! Lain kali aku akan memberikan kado Valentine juga untukmu wahai penulis imut nan menakutkan." 
Sebelum Arisu sempat melacak penyerang misterius, sosok itu muncul dengan sendirinya. Bahkan pemuda berjubah itu langsung menggunakan pedang untuk menyerang Risa. Tubuh perempuan itu tertembus langsung oleh pedang orang misterius itu, sementara boneka yang ia peluk bergerak dan sempat menghindar sesaat sebelum ikut tertembus. 
"Nyaris saja buraaaa!" teriak boneka beruang itu sambil menepuk dada seakan ia nyaris jantungan. 
Pemuda itu mencabut pedang dari tubuh Risa dengan kasar dan berteriak lantang, "Jangan kabur boneka brengsek!" Suara pemuda itu terdengar begitu lantang seakan ia menggunakan seluruh volume suaranya. 
Keev segera menghampiri Risa yang berusaha mengulurkan lengannya. Darah membasahi ranjang dengan cepat hingga hampir memerahkan seluruh warna putih di sekitarnya. "Jangan berwajah seperti itu," ucap Risa sambil mengusap wajah Keev dengan sebelah tangan. 
Pria itu menggenggam tangan Risa dengan erat. Air mata mulai menetes dan menuruni pipinya. Kedua makhluk itu kabur setelah saling berteriak, sementara seorang wanita dengan rambut merah mendekati pria itu. 
"Hei, sudah selesaikah drama tragedinya? Kau tidak akan terbangun jika terus menangisi perempuan itu! Dasar cengeng!" ucap wanita yang telah duduk di samping Keev. 
"Eve? Bagaimana bisa? Aku tidak membuka portal dimensi dua." Pria itu terbelalak karena kemunculan wanita yang tidak seharusnya muncul di hadapannya sekarang. 
Wanita itu mencubit lalu menarik pipi Keev tanpa ampun."Panggil 'kakak' Bocah Nakal!" Pria itu hanya mengangguk lalu melepaskan tangan wanita itu dari wajahnya. 
Saat Keev mengalihkan pandangan pada Risa, tubuh perempuan itu telah raib. Kedua tangannya tengah menggenggam udara kosong. "Ba-bagaimana mungkin?" 
"Hei ini mimpi Keev, apakah kau tidak ingat? Kau harus membunuh keduanya, jika tidak kau akan mati. Mati di kehidupanmu yang sebenarnya. Apa kau tidak mengingat perkataan orang itu?" 
Keev memijat alisnya lalu melepas kacamata. "Jadi ini mimpi?" Eve mengangguk. "Benar-benar adalah mimpi?" Eve kembali mengangguk lalu Keev mengubah kacamatanya menjadi sebilah pisau. "Jadi kalau aku menusuk kakak, kau tidak akan merasakan sakit?" 
Eve langsung menendang Keev dan segera mencengkram pergelangan tangannya. Ia memaksa Keev untuk menyayat lengannya sendiri, dan rasa nyeri itu terasa begitu nyata. "Seenaknya saja! Jangan menjadikan orang lain percobaanmu. Bagaimana? Apakah sakit? Rasakan sendiri!" Eve tersenyum layaknya wanita ramah nan rapuh, sangat bertolak belakang dengan perbuatannya tadi. 
Keev berusaha menyembunyikan rasa perih dengan tersenyum lebar. "Tapi ini terasa nyata." Bahkan ia sedikit mencicip rasa darahnya yang terasa begitu mirip dengan darah asli. "Sepertinya Author Sensitif  kita melupakan sesuatu," kata Keev sambil tertawa.
***
Keev yang telah memulai tidur dan memasuki ruangan aneh, dan bertemu dengan entitas yang tak bisa dikatakan sebagai manusia. Memang benar wujudnya menyerupai manusia, hanya saja kepalanya berbentuk seperti bantal. 
*** 
     "Apa? Hanya itu yang bisa kau tuliskan mengenai makhluk bantal itu? Baiklah, aku amat memahami kondisi kemalasanmu yang luar biasa hebat wahai penulis tersayang. Lagipula Eve sudah menggantikan tugasmu." Keev berjalan mendekati lubang menganga di kamarnya dan mendapati kota berada di dalam hutan belantara. Gedung-gedung mayoritas ditumbuhi lumut di sisi luar meski masih berfungsi sebagaimana yang Keev ingat. 
"Baiklah. Jadi apa lagi yang kau perbuat penulis yang baik hati tapi sensitif?" Pria itu meminta kalkulasi ketinggian pada Arisu dan mulai mengambil ancang-ancang untuk melompat. "Hei penulis sensitif, jangan jatuhkan aku ya," ucapnya seraya melompat sambil mengaktifkan pedang dari pinggangnya. 
Keev menancapkan pedangnya kuat-kuat ke gedung beberapa meter sebelum jatuh ke pohon terdekat. "Baiklah, cintai aku sejenak penulis. Sampai aku berhasil memotong-motong dua makhluk kurang ajar itu." Keev tersenyum lebar yang lebih mendekati seringai. Pria itu mencabut pedang dari gedung dan mendarat dengan mulus di tanah. 
"Arisu, apakah kau bisa melacak kedua makhluk itu?" 
'Belum papa. Tapi mungkin papa penasaran dengan sticky notes di sana,' ucap Arisu sambil menunjuk ke arah pohon persis di sisi kiri. 
[Bagaimana jika kau ikuti sticky notes kuning yang sudah kutempel ke arah kepergian mereka, OC laknat menyebalkan? From : Your Cute Scary Author.] 
Keev mencabut kertas kuning itu dengan sedikit kesal meski wajahnya tetap tersenyum. "Baiklah, terima kasih banyak penulis yang inginnya disebut imut." 
Namun sepanjang mata memandang ia hanya melihat kertas berwarna biru yang tertempel membentuk garis ke arah timur. "Jadi katamu berwarna kuning, eh? Apa kau buta warna?" 
Mendadak selembar kertas putih terbang dan tersangkut di wajah Keev. Di sana terdapat pesan yang ditulis besar-besar dan terlihat bahwa yang menulis tengah kesal. 
[DIAMLAH OC BERISIK DAN SEGERALAH KEJAR MEREKA! KAU MENGHABISKAN WAKTU DAN TENAGAKU DASAR OM-OM MATA EMPAT MENYEBALKAN!] 
"Aih, kau begitu mencintaiku ya penulis? Aku sangat terharu," ucapnya sambil berpura-pura menyeka air mata yang sama sekali tidak menetes ataupun menggenangi matanya. 
*** 
Keev berjalan mengikuti jejak sticky notes warna-warni yang penuh cinta. Hingga akhirnya ia menghentikan langkah dan memungut segumpal kapas. "Ada ide kenapa benda imut ini berada di sini?" 
'Kemungkinan itu berasal dari boneka beruang yang papa beli.' 
Keev teringat kembali kejadian Risa memeluk erat boneka beruang setan itu. Membuatnya begitu kesal hingga ingin mengoyaknya menjadi gumpalan kapas. kecil. Aku harus menemukan kalian," gumam pria yang tak lagi tersenyum melainkan menyunggingkan seringai.
***
"Arisu, bisakah kau mengidentifikasi dua makhluk itu? Spesies apakah mereka? Atau informasi apapun yang berkaitan dengan mereka. 
Arisu melayang ke depan Keev dan menunjukkan dua tampilan berisi info kedua makhlik itu. 'Kesimpulan yang bisa kutarik adalah mereka bisa menggunakan sihir. Keduanya bukan makhluk dari Home, juga tidak memiliki tanda-tanda adalah makhluk dari bumi.' 
"Alien?" 
'Papa!' jerit Arisu ketika memberi peringatan. Keev melompat mundur menghindari anak panah yang baru saja lewat di depannya. 
Pria itu memperhatikan dengan seksama, dan menemukan kertas yang terikat di dekat bulu anak panah. Keev mengambil surat itu dan tertawa ketika  membukanya. "Astaga, penulisku nampaknya sedang berbaik hati." 
Di dalam surat tersebut tertulis seluruh data mengenai dua makhluk itu, lengkap beserta kekuatan dan kelemahan mereka. 
Pria itu membaca dengan seksama, bahkan membaca sedikit hal-hal yang disebut sebagai Battle of Realms. Ia tersenyum kecut karena sadar sedang digunakan untuk kepentingan serupa. "Jadi semua hal yang terjadi padaku karena kau mengikuti hal seperti Battle of Realms ini?" Keev meremas kertas dengan kesal lalu memijat dahi beberapa kali. 
"Baiklah Penulis Pemarah, kau boleh menggunakanku untuk ceritamu. Hanya saja, kau harus membantuku dan berjanji jika Risa masih hidup jika aku terbangun."
Mendadak angin membawa secarik kertas dan tersangkut persis di wajah Keev. 
[Memangnya kau dalam posisi boleh bernegosiasi denganku ya? Segera bunuh kedua makhluk itu jika kau masih ingin hidup! Lagipula aku tidak akan membuat Risa mati semudah itu! Apa kau masih meragukan kecintaan penulismu pada kalian berdua? Lebih baik kau segera membeli makanan ringan sekarang juga! KAU MEMBUANG WAKTUKU UNTUK BERDEBAT, DAN AKU TIDAK MENYUKAINYA!] 
Keev menghela napas lalu membuang kertas tadi. "Memangnya siapa yang mengajakmu berdebat? Lagipula terlihat jelas jika kau jatuh cinta padaku," ucap Keev iseng sambil berlalu. 
*** 
Pria itu terus berjalan, dalam diam dan tidak terlihat ingin berbicara. Bahkan senyuman yang biasa muncul di wajahnya sama sekali tak nampak. Hingga kakinya berhenti di sebuah toko kecil mirip mini market. Keev sedikit tersenyum lalu memasuki bangunan kecil itu. 
Lengang, berantakan dan sedikit kotor. Bahkan hanya ada seorang kasir tanpa terlihat pengunjung selain dirinya. Keev menyapa perempuan itu dengan senyuman dan hanya mendapat balasan sebuah anggukan dengan sapaan canggung. 
Pria itu mengambil beberapa jenis makanan, salah satunya adalah biskuit favorit Risa, beberapa jenis permen dan roti kering. Keev terdiam sejenak, lalu ia menemukan benda yang lumayan berguna meski ia tidak terlalu membutuhkan. "Ah, anggap saja ini berjudi dengan kerugian sangat minimal jika aku tidak membutuhkannya," ucapnya seraya mengambil pemantik. 
"Hei, kau sudah mendapat apa yang harusnya kau bawa bukan? Jadi segera bayar!" ucap kasir itu ketus. Ia memiliki rambut cokelat kemerahan sepunggung, tatapannya tajam dan nada bicaranya ketus. "Tidakkah kau bisa bergegas? Dasar pemalas!" 
Keev memandangi perempuan itu dengan alis berkerut. "Cara berbicaramu terasa familier." Pria itu menggosok dagunya meski tidak gatal. "Hei penulis menakutkan, apa dia avatarmu?" 
"Bisa kah kau diam dan bergegas?" teriak perempuan itu sambil melempar sebotol minuman berukuran besar ke arah Keev. Sayangnya lemparan indah nan fantastis itu meleset karena pria itu begitu licin dan licik. 
"Hei hei, lalu sekarang kau menjadi narsis dan mengataiku licik? Ini bukan licin dan licik, tetapi insting bertahan hidup." Lalu ia tertawa dan meletakkan barang belanjaannya di meja kasir. 
"Bagaimana jika aku membayar dengan ciuman? Anggap saja hadiah valentine dariku." Keev kembali tertawa. 
Perempuan itu melemparnya dengan sekotak tissue. "Bersihkan saja kepala mesummu! Aku tidak butuh ciuman darimu!" 
Keev mengembalikan tissue kepada perempuan itu sembari menatapnya seksama. "Dan mukamu memerah." Ia sengaja menunjuk perempuan itu untuk membuatnya semakin marah. 
"TIDAK BISAKAH KAU DIAM SAJA OM-OM MATA EMPAT PEDOFILIA? DIAMLAH ATAU AKU AKAN MENGUBURMU HIDUP-HIDUP!" Perempuan itu menggenggam sekop yang entah darimana datangnya, siap untuk menghantam Keev. 
Pria itu hanya tertawa. "Ya ya ya .... Jadi bagaimana aku harus membayar? Kau tidak menyediakan scanner untuk pembayaran." Perempuan itu terdiam dan tidak bisa menjawab apapun. 
"Jadi kau belum menulis detail sistem pembayaran di cerita ini? Astaga, kau benar-benar malas," balas Keev sambil menggeleng. 
Perempuan itu gemetar karena kesal. "TIDAK PERLU MEMBAYAR! INI GRATIS KARENA KEBAIKAN HATIKU!" 
"Benarkah? Oh, baiklah. Lagipula kau juga mempekerjakanku semena-mena." Pria itu mengantongi makanan itu tanpa memandang perempuan yang menjadi tampak bersalah. "Apa-apaan muka seperti itu? Kau menyesal?" 
Perempuan itu sadar jika dia sedikit kejam pada Keev dan baru menyadari jika ia memasang wajah bersalah. "Jangan salah sangka!" 
"Terserah. Jika kau menyesal, lebih baik membantuku menghabisi kedua makhluk itu." Keev berjalan pergi, tetapi menghentikan langkah di ambang pintu. "Hei, terima kasih untuk semua informasinya, dan aku tidak membenci penulisku. Jadi tenang saja dan jangan menangis." 
"MEMANGNYA SIAPA YANG MENANGIS?" teriak perempuan yang bersiap melempar sekop, tetapi kemudian mengurungkan niat untuk melemparnya. "Segera pergi Mata Empat! Aku ingin segera menyelesaikan cerita dan bersantai." 
Keev tersenyum. "Dan jangan membuat adegan mesum," pesannya sambil tersenyum lebar. 
"TENTU TIDAK!" teriak perempuan itu kesal. 
Keev tertawa lalu keluar dari bangunan itu. Ia berjalan beberapa meter lalu berhenti untuk menoleh dan mendapati toko kecil itu telah menghilang seakan tidak pernah ada. 
"Dasar penulis aneh," ucapnya lalu terkekeh. 
*** 
Pria itu telah sampai pada targetnya, di mana sticky notes terakhir tertulis bahwa musuhnya sedang bersantai memakan daging panggang. Ia mengamati penyihir laki-laki yang tengah makan dengan rakus meski tubuhnya begitu kurus. 
Keev mengendap-endap dan menyergap Edward dari belakang setelah merasa cukup mengamati gerak-geriknya. Penyihir itu nyaris tersedak daging yang ia kunyah ketika lengan pria itu mencekik lehernya. Dengan sigap Edward menangkap bilah pisau yang mendekati leher dan berusaha bangkit disusul dengan tendangan ke belakang. 
Keev menghindar dan melempar senyum ketika penyihir itu berbalik. "Ternyata kau tidak hanya tuli ya," kata Keev sambil tersenyum lebar. "Ternyata kau juga cacingan." Keev tertawa. "Porsi makanmu seperti babi raksasa tetapi tidak membuatmu gemuk." 
Edward menjadi kesal seketika itu juga. "APA MASALAHMU BEDEBAH?" 
Pria berambut merah itu kembali mengenakan kacamata dan mengaktifkan pedang yang ada di balik pinggangnya. Keev tersenyum. "Tentu saja karena kau membunuh Risa," ucapnya seraya melesat ke arah Edward. 
Penyihir itu menangkis pedang Keev dengan pisau daging yang tergeletak tak jauh darinya. "LEMBEK SEKALI PERASAANMU TUAN!" 
Keev menyentakkan senjatanya dan menendang lengan Edward hingga pisau di tangannya terlepas. "Setidaknya perasaanku tidak selembut genggamanmu," ledek Keev. Pria itu lalu menarik leher baju Edward dan menghantamkan gagang pedangnya sekuat tenaga ke kepala penyihir itu. 
Efek benturan tadi hanya berefek menggetarkan gagang pedang tanpa sedikitpun memberikan rasa sakit pada Edward. "Aih, kepalamu keras sekali. Apa karena otakmu mengalami pengerasan?" Keev sedikit cekikikan lalu mundur karena Edward berusaha mencengkeram lehernya. "Ups, nyaris saja, Tuan Cacingan." 
Keev menggenggam pedangnya dengan kedua tangan dan mengayunkan sekuat tenaga ke sisi samping tubuh Edward. Penyihir itu menangkap pedang itu dengan tangan kiri sementara tangan kanannya mencengkeram lengan atas Keev. 
'Papa segera bebaskan diri dari orang itu! Peningkatan suhu di lengan kanan papa dipastikan berbahaya.'
Pria berkacamata itu segera me-non aktif-kan pedangnya. Ia segera mengubah kacamatanya menjadi pisau dan menusuk telapak tangan kiri Edward yang akan menyentuhnya. 
'Papa!' Kali ini suara Arisu mulai meninggi karena suhu tangan kanan yang mencengkeram lengan Keev semakin tinggi. 
Keev mengerutkan alis ketika lengan bajunya mulai terbakar. "Kau curang! Terima ini!" Keev menjejakkan kaki sekuat tenaga ke Edward hingga penyihir itu terdorong ke belakang. Cukup membuat penyihir itu melepaskan cengkeraman dan mengalami luka koyak di telapak tangan kirinya. 
Keev membuka paksa kemejanya yang sedang terbakar di bagian lengan. Pria itu menginjak kemeja beberapa kali di bagian lengan hingga padam. Ia melirik bersamaan dengan peringatan bahaya dari Arisu. Edward menyerbu dengan sebilah pedang. 
Pria berambut merah itu memindah pisau ke tangan kiri, sementara tangan kanannya mengaktifkan pedang. Keev menangkis pedang dengan pisau sementara tangan kanannya mengayunkan senjata ke tubuh Edward. 
Pedang Keev telak mengenai Edward hanya saja sama sekali tidak mengoyak rongga dada. Rusuk yang menahan senjata Keev seakan terbuat dari benda yang jauh lebih kuat dari sekedar belulang. "Astaga, ternyata bocoran dari penulis imut menakutkan benar." Keev tersenyum lebar. "Aih, aku mencintaimu penulisku yang manis," puji Keev penuh maksud terselubung. 
Edward melompat mundur sekitar setengah meter, lalu angin kencang berhembus seakan hendak menerbangkan mereka. Tetapi tak ada satupun dari mereka yang terbang, hanya sebuah papan iklan besar yang terbang. Menabrak Edward hingga terpental dan berhenti ketika menabrak pohon. Di papan reklame itu ditulisi dengan tulisan besar berwarna merah dan dihiasi dengan bekas goresan di pinggir-pinggirnya seakan seseorang pernah mencakarinya. 
[AKU BUKAN BOCAH IMUT-IMUT MUNGIL SEPERTI ISTRIMU YANG GALAK LUAR BINASA ITU YA! JADI JANGAN SOK AKRAB ATAU SOK GENIT DASAR OM-OM 
LOLICON MESUM MENYEBALKAN!] 
"Aih, benar-benar marah ya?" ucap Keev lalu tertawa. Keev memungut kemeja dan merobeknya untuk membebat luka bakar di lengan. 
'Papa serangan dari jam sebelas!'
Bersamaan dengan peringatan Arisu, Keev hanya mampu menangkis satu anak panah yang mengarah dadanya. Sementara perut sebelah kanan tertembus satu anak panah lain. 
"Sial! Sepertinya penyihir cacingan ini harus segera dimusnahkan." Pria itu terlihat sedikit meringis kesakitan saat mencabut anak panah di perutnya. "Hei penyihir cacingan, jangan bakar kaosku ini ya. Jika tidak penulisku mungkin akan pingsan karena mimisan," ucap Keev sambil menyingkap kaos hitamnya, sekedar melihat luka. Namun cukup membuatku ingin menendang luka di perutnya karena ia berani menunjukkan sedikit dari otot perutnya. 
"Hei, jangan semesum itu narasinya, wahai penulis yang maunya disebut imut. Aku jadi malu nih," ucap Keev yang malah sengaja menunjukkan perut six pack nya. "Apa pembaca perempuan akan bereaksi seperti penulis yang sedang menyerapahiku sambil tersipu malu?" 
Kali ini kejadian seperti sebelumnya kembali terjadi. Angin berhembus kencang, tetapi bukan papan reklame yang tertiup angin melainkan pecahan beton berukuran panjang satu meter. Menggencet tubuh Edward tetapi belum membunuh. Di sana terdapat tulisan yang menggunakan darah, layaknya tulisan darah dalam film horor. Lengkap dengan motif cipratan darah. 
[KAU MAU MATI? SEGERA BUNUH SAJA PENYIHIR PEMARAH ITU! AKU SUDAH KELAPARAN DAN MENGANTUK!] 
"Nampaknya kau sangat kesal dengan penyihir ini," kata Keev lalu tertawa. "Bukankah kau ingin diet? Jangan pikirkan lapar!" Pria itu melepaskan kalungnya dan menggenggam cincin kawin yang menjadi liontin. "Bagaimana jika pikirkan 'bagaimana aku mengoyak penyihir cacingan'?" Keev membuka genggaman tangannya dan membiarkan cincin itu mengambang di udara lalu terurai dan membentuk lingkaran lebih besar. 
'Pembukaan Dimensi Satu dalam 5 ...,' 
Edward mengangkat beton yang sempat menimpanya lalu mengeluarkan pedang dari balik jubah. Ia mengusap permukaan bilah pedang dan membakar senjata itu seketika. "KAU AKAN MEMBAYARNYA SANGAT MAHAL!" Penyihir itu berlari dengan cepat ke arah Keev. 
'4 ...," 
"Aku tidak berhutang, justru kau yang berhutang padaku." Keev menggenggam pedang dengan kedua tangannya. 
'3 ...,' 
Kedua laki-laki itu saling menghantamkan pedang satu sama lain. Keev mendapat luka gores di lengan kanan, sementara Edward mendapat luka di pinggang. 
'2 ...,' 
Edward mencengkeram lengan Keev, menahannya agar tak dapat menghindari serangan. Penyihir itu menggores pinggang Keev, beruntung pria itu berhasil menghindar dan mengurangi besar luka yang ia terima. 
'1 ...,' 
Edward menjegal Keev hingga terjatuh. Penyihir laki-laki itu menginjak dada Keev agar tetap terbaring di tanah lalu menghunjam bahu kiri pria itu dengan pedang. 
'Dimensi Satu telah terbuka.' 
Pergelangan tangan kanan Keev dirayapi tulisan-tulisan berisi mantera yang kemudian membentuk seperti tato. Pria itu me-non aktifkan pedangnya lalu menarik keluar sebilah pedang dari portal. Keev langsung menusukkan katana yang jauh lebih tajam daripada pedang nano machine yang ia miliki. Seluruh senjata Eve telah dimanterai sehingga lebih tajam dan lebih kuat dari seluruh senjata yang pernah ada di masa Keev hidup. 
"Ouch." Pria berkacamata itu menarik keluar sebilah pedang pendek dari portal dan menusuk kaki yang tengah menginjak dadanya. Betis Edward tertembus senjata Keev. Penyihir itu melompat mundur dan tubuhnya tak lagi berdiri tegak sebagaimana mestinya. Kaki pemuda itu sedikit gemetar karena rasa nyeri yang mulai semakin nyata. "My bad," ucap Keev sambil tersenyum lebar dan bangkit. 
Keev yang tak tampak akan menyerang mendadak melesat ke arah Edward. Pria berambut merah itu mencekik leher Edward dan mendorongnya hingga menghantam pohon tak jauh di belakang. Penyihir itu berteriak geram dan berusaha melepaskan lengan Keev. Tetapi Keev sempat memanggil pedang lain keluar dari portal dan menancapkannya pada lengan kiri Edward. 
Lengan Edward tertembus dan tertahan pada batang pohon. Keev melepaskan cekikannya dan menancapkan katana yang ada di tangan kanan Edward ke pohon. "Ups, maaf," kata Keev saat mendengar teriakan Edward. Ucapan maaf yang kosong, sengaja ia ucapkan untuk mengejek penyihir itu. 
Penyihir itu menatap Keev lekat. Ekspresi marah dan benci tergambar jelas, sementara Keev hanya menanggapi dengan senyuman lalu menambahkan pedang lain untuk menembus paha  Edward. "Apakah sakit?" Keev menatap lekat kedua mata Edward yang memandang tajam padanya. Mereka saling memandang lekat sebelum Keev merasakan perasaan aneh dan muncul peringatan dari Arisu. 
'Papa! Suhu tubuh terjadi peningkatan satu derajat per detik!" 
Kali ini Keev menyeringai dan menjambak rambut Edward. Ia menghantamkan kepala pemuda itu ke pohon, memaksanya untuk tetap diam di posisinya. "Penyihir Nakal! Hampir saja aku melupakan kemampuanmu. Bagaimana jika aku memberimu hukuman pada tatapan tajam tidak sopanmu itu?" Keev melepaskan kacamata, ia sempat menjilat lengkungan bagian telinga dari kacamata. 
Keev mengubah kacamata di tangannya menjadi sebilah pisau. Pria itu merobek kelopak mata kiri Edward, teriakan pemuda itu membuat Keev tertawa. "Apakah itu sakit? Aku senang jika berhasil membuatmu kesakitan." Pria itu mencongkel keluar bola mata kiri Edward dengan tangan  dan meremasnya hingga hancur. 
"Hei hei, aku membaca data tentangmu jika tulang dadamu begitu keras." Keev menikam dada Edward beberapa kali dan benar bahwa pisau pria itu tidak dapat menembusnya. Alih-alih memaksa dengan usaha lebih untuk menikam, Keev membuat sayatan-sayatan panjang di dada Edward. 
"Aku akan memberitahukan satu hal. Semakin kuat pertahanan tubuhmu, semakin menderita ketika menanti ajal." Keev mencakari bekas luka di dada Edward. "Kau tahu bukan jika aku amat marah? Aku membenci orang yang menyentuh atau menyakiti Risa. Rasanya aku bisa menghabiskan sepanjang hari hanya untuk menyiksamu." Keev tersenyum lebar hingga matanya menyipit. 
Keev menggores dalam-dalam pipi Edward dengan pisau. "Walaupun ini hanya mimpi, tapi aku begitu marah karena kau menikam Risa. Jika kau memang bermimpi juga sepertiku, kuharap kau merasakan apa yang disebut mimpi buruk." Keev menyisipkan pisau ke ujung bibir Edward dan merobeknya hingga nyaris mencapai telinga. "Pilihan yang salah telah membunuh Risa, Penyihir!" 
Pria berambut merah itu mencekik kuat-kuat leher Edward dan memaksa pemuda itu mendongak. Keev tertawa. "Bagaimana jika buka mulutmu lebar-lebar? Kau pasti merasa sesak bukan? Biarkan udara memasuki tenggorokanmu!" 
Keev mencekik penyihir itu semakin kuat seakan hendak menghancurkan lehernya, sementara tangan kanan pria itu menggenggam senjata yang baru saja keluar dari portal. "Apa kau mengetahui mitos dari Dracula? Oh, mungkin kau tidak tahu." Pria itu tertawa. "Penulisku menyukai cerita itu," ucapnya seraya memasukkan tombak ke dalam mulut Edward. 
Pria berambut merah itu menusuk acak di dalam dada Edward, hanya saja ia tidak berhasil melukai jantung Penyihir itu. Ia hanya mampu merusak paru-paru, dan organ-organ abdomen. Keev sengaja membuat tombaknya menembus keluar dari perut Edward. 
"Wah," katanya takjub karena tombak miliknya menyembul keluar dari perut penyihir itu. Keev menarik tombak miliknya, sementara Edward sama sekali tidak berdaya karena paru-parunya nyaris tidak berfungsi. Lagipula penyihir itu kehilangan banyak darah, andai saja ia manusia biasa mungkin akan segera mati seketika. 
"Ucapkan selamat tinggal, Penyihir cacingan," bisik Keev. Ia menghunjam ke dalam lubang perut Edward dan sengaja mengincar jantung. Ujung tombak berhenti ketika tertahan tulang dada penyihir yang telah tertembus jantungnya itu. "Selesai." Keev menghela napas panjang. 
*** 
Keev menyandarkan punggung di salah satu pohon setelah mencabut seluruh senjata yang membunuh Edward. Darah masih merembes dari luka meski pria itu telah membebatnya dengan kain kemeja. 
"Sungguh melelahkan," ucap Keev seraya mengeluarkan sebungkus makanan. Ia tersenyum sesaat sebelum membuka biskuit rasa strawberry, makanan favorit Risa. 
Satu gigitan dan Keev melihat boneka berkacamata hitam yang ia beli beberapa jam yang lalu itu mengintipnya. Makhluk itu melongok dari balik pohon beberapa meter dari Keev. Hal terkonyol adalah beruang yang mendadak hidup itu bisa menitikkan air liur dan penyebabnya adalah biskuit di tangan Keev. 
"Oh, baiklah. Ini konyol, tetapi bagaimana ceritanya boneka teddy bisa menitikkan air liur?" Keev tertawa. "Kemarilah." Pria itu melambaikan tangan kanan memanggil boneka bernama Ursario itu. 
"Aku tidak akan menggigitmu," canda pria itu. "Ayolah. Bukankah kau lapar?" Keev menepuk tanah di sampingnya, seakan menyuruh boneka itu duduk di dekatnya. 
Boneka beruang itu mendekati Keev. Beberapa langkah lalu ia berhenti karena curiga. "Kau pasti anak buah Luxa Demony, buraaaa!" teriaknya sambil mengacungkan tangannya yang gendut. 
"Aku tidak gendut buraaaa! Aku hanya empuk dan menggemaskan!" 
Keev tertawa. "Bahkan penulis tampak gemas denganmu. Beruang yang menggemaskan." 
"A-aku tidak menggemaskan, buraaa!" teriak boneka imut itu marah. "Aku tidak imut, buraaaaaa!" Lalu Ursario menghentakkan kaki kanannya beberapa kali ke tanah karena kesal. 
Keev tertawa lalu kembali melambaikan tangan, menyuruhnya mendekat. "Ayolah, aku hanya manusia. Bukan demony atau sesuatu entah apa yang kau maksud itu." Pria itu tersenyum lebar hingga matanya menyipit. 
Ursa tampak ragu, terdiam nyaris satu menit hingga berhasil membuat genangan air liur di bawahnya. Sementara Keev memandangnya sedikit jijik meski tetap berusaha tersenyum. Boneka itu terus meragu meski hidungnya bergerak-gerak dengan semangat karena mencium makanan manis. 
"Ayolah, aku tidak akan meracunimu." Keev tertawa. "Kau takut padaku ya?" 
"Mana mungkin seorang Demonlord akan takut padamu, buraaa!" Ursario berlari ke arah Keev dan segera menerjang ke arah biskuit. Beruang itu menggigit makanan di tangan Keev tanpa ragu-ragu. 
"Manisnya," ucap Keev seraya mengelus bulu-bulu di bagian kepala Ursa. "Ternyata bulumu begitu lembut." 
"A-aku tidak senang ya! Jangan pegang-pegang, buraa!" Boneka itu memukul tangan kiri Keev yang sempat mengelusnya. 
"Oh, jadi aku tidak boleh menyentuhmu?" Keev tersenum lebar lalu menarik tangan kanan yang memegang makanan menjauhi Ursa. "Maka aku tidak akan mengizinkanmu memakannya." Pria itu tersenyum dengan tatapan meledek Ursa. 
"Baiklah! Lagipula rasanya juga tidak enak, buraaa!" Boneka itu melipat tangan di dada lalu membuang muka. Namun air liur terus mengalir turun hingga membasahi bulu yang ada di dadanya, dan hidungnya terus bergerak karena mengendus aroma makanan. 
Pria berkacamata itu merogoh saku celana dan memakan permen warna-warni dengan suara kencang. Ia sengaja melakukannya untuk menggoda boneka beruang itu. Keev melirik Ursa yang sesekali tertangkap basah menatap lalu membuang muka. Pria itu tertawa melihat kelakuan menggemaskan boneka itu. 
"Ayolah, apakah aku tampak berbahaya?" Keev memperlihatkan senyum terbaiknya yang sanggup membuat  gadis-gadis luluh seketika. "Tidak ada orang jahat yang menawarkan makanan bukan?" 
"Baiklah hoomany, aku percaya padamu! Demonlord Ursario mempercayaimu, jadi segera berikan makanan berkilau itu padaku, buraa!" Beruang itu mengulurkan tangannya dan segera merebut bungkus permen dari tangan Keev. 
"Kemarilah, aku ada beberapa makanan yang mungkin kau akan suka." Keev mengeluarkan beberapa bungkus makanan. Boneka itu ragu untuk mendekat, hanya saja keraguan itu cuma bertahan beberapa belas detik. Ursa mendekati Keev dan duduk dengan manis di sampingnya. 
Pria itu mengamati bulu-bulu Ursa. "Apakah kau melakukan perawatan khusus? Bulumu terlihat lembut." Keev menyentuh bulu di kepala Ursa dengan telunjuk. "Memang sangat lembut. Bahkan boneka-boneka Risa tidak ada yang memiliki bulu selembut ini." 
"Te-tentu saja! Aku adalah Demonlord Ursario. Pasti buluku sangat lembut buraaa!" Beruang itu menuang sisa permen ke dalam mulutnya. 
Keev melirik beruang itu lalu tersenyum geli. "Kau sangat menyukainya ya?" Tiba-tiba Keev merenggut kacamata hitam Ursa dan langsung menghunjamkan pedang ke tubuh boneka itu hingga tembus. 
"Beraninya, buraaa!" 
Keev tersenyum lalu mengaktifkan pisau dan merobek kepala Ursa hingga lepas. "Kau memang polos," ucapnya seraya merobek tubuh ursa. Keev merobek-robek boneka dan mengeluarkan nyaris seluruh kapas yang ada. Kaki dan tangan Ursario terus bergerak meski kepalanya terlepas dan tubuhnya telah menjadi potongan kain dan serpihan kapas kecil. "Aku tidak suka jika ada makhluk yang menempel mesra dengan Risa." Ia menyeringai. "Sayang ya, kau tidak bisa mengeluarkan darah." 
Pria berambut merah itu melihat bola-bola cahaya berhamburan keluar setiap ia mencabut kapas dari tubuh Ursa. "Jadi itu adalah jiwa-jiwa petarung yang sudah kau kalahkan? Kalau begitu biarkan mereka beristirahat dengan tenang, Beruang Nakal." Keev mengeluarkan pemantik dari sakunya. "Kau juga harus beristirahat," ucap Keev dengan senyuman. 
Keev membakar kapas-kapas dan potongan tubuh Ursa. Boneka itu terus menerus berteriak marah dan mengumpat, sementara Keev hanya menanggapinya dengan senyuman. "Jangan rakus, Beruang. Karena kerakusan bisa membawamu pada kematian." Keev melempar kepala Ursa ke dalam kobaran Api. Sesaat sebelum boneka itu benar-benar habis terbakar, keluar bola cahaya hitam pekat yang langsung musnah setelah beberapa detik melayang di udara. "Selamat tinggal beruang." 
Keev menatapi kobaran api yang perlahan meredup. Lalu tepukan seseorang menyadarkannya dari lamunan. "Hei, sudahkah selesai perenunganmu?" tanyanya pada Eve yang lalu menyandarkan tubuh pada Keev. 
"Lalu kenapa aku tidak terbangun ya?" Keev akhirnya sadar jika ia masih terjebak di dalam mimpi. "Apakah aku harus melawan Si Bantal juga?" 
"Hei Mata Empat, aku hanya memberikanmu dua orang lawan. Masa kau ingin menambah pekerjaanku dengan berpikir untuk melawan Ratu Bantal?" ucap perempuan yang sebelumnya adalah kasir penjaga toko. 
"Oh. Hai penulisku yang menggemaskan," sapa Keev sambil melambai dan berusaha tersenyum ramah. "Jadi bisa jelaskan kenapa aku belum terbangun? Atau kau masih mau mengerjaiku? Bagaimana jika kita mencari tempat sepi saja?" Keev tertawa. "Lalu aku yang akan mengerjaimu," katanya lalu tertawa. 
"Mesum mata empat lolicon! Siapa yang mau denganmu? Dasar genit!" teriak perempuan berambut cokelat kemerahan itu. 
"Mukamu memerah," kata keev sambil menunjuk. 
Perempuan itu mendekati Keev. "MATI SAJA KAU MATA EMPAT MENYEBALKANNNN!!!" Ia menendang Keev dengan telak hingga terdorong ke belakang. 
Keev jatuh terlentang, ia merasakan nyeri di kepalanya. Saat membuka mata ia melihat langit-langit kamar, dan perempuan berambut merah yang nampaknya baru saja menendangnya hingga jatuh dari ranjang. 
Keev tersenyum pada Risa yang melongok ke lantai. "Hai, selamat pagi Nona Manis," sapanya dengan senyuman lebar.
"Hai juga," balasnya dengan muka merah padam. Tangannya tampak menutupi tubuhnya dengan selimut. "Bahkan saat tidur tanganmu berbuat kurang ajar! Bersyukurlah karena aku hanya menendangmu dari ranjang!" 
Keev bangkit lalu menggaruk kepalanya. "Memangnya apa yang kulakukan?" tanyanya seraya duduk di ranjang dan memeluk Risa. "Ayolah, katakan padaku. Aku sama sekali tidak merasa melakukan perbuatan nakal padamu," bisik Keev sambil menelusuri bahu Risa.
"Lupakan! Anggap aku tidak menendangmu!" 
"Ayolah," ucap Keev dengan nada merajuk. Ia memeluk pinggang Risa erat. "Tidakkah kau kasihan padaku?" Pria itu mengecup punggung Risa.
"Tidak terjadi apapun!" teriak Risa kesal tetapi dengan muka yang makin memerah. 
Keev menelusuri lengan Risa dengan ujung jemarinya. "Ayolah, Nona Manis. Kau akan membuatku mati penasaran." Ia terus menelusuri lengan Risa hingga perempuan itu berteriak dan menyilangkan kedua tangan di dada. 
Pria itu tertawa lalu menghempaskan tubuh ke ranjang. "Jadi aku menyentuhmu di sana?" Lalu ia kembali tertawa. Risa melempar bantal ke arah Keev, dan pria itu hanya kembali tertawa. 
Keev menarik lengan Risa hingga menindihnya, lalu memberi kecupan di sebelah pipi. "Aku senang karena tadi adalah mimpi buruk. Karena aku bisa menemukanmu masih hidup saat terbangun." 
Risa menyusupkan jemarinya ke rambut merah Keev. "Tenang saja, aku tidak semudah itu mati. Lagipula kau menjaga dan memperlakukanku dengan sangat baik." 
"Ya, aku tahu," bisik Keev lirih. Mereka saling berpandangan, sementara Risa membuang muka ketika Keev tersenyum. Pria itu membenamkan Risa dalam pelukannya dan menghirup dalam aroma shampoo perempuan itu. "Bagaimana kalau kau membalasku dengan 'memperlakukanku dengan baik'?" 
Risa segera menjauh dari dada Keev dan bergegas turun dari ranjang lalu kabur dari kamar dengan wajah memerah hingga mencapai telinga. Pria itu sedikit kaget lalu kembali tersenyum karena teringat sesuatu. "Oh iya, 'makan malam' kemarin lumayan heboh." Keev hanya tertawa dan kembali masuk ke dalam selimut, menghirup dalam bau tubuh Risa yang tertinggal. "Dasar, selalu seperti itu setelah 'makan malam'." Pria itu lalu memejamkan mata dan berusaha menyamankan tubuhnya pasca bermimpi buruk. 
"Ah, nyaris saja lupa. Dilarang meniru adegan mesra tadi jika kalian belum menikah! Maafkan penulis yang terlalu bersemangat menulis adegan mesra ini," ucap Keev lalu tertawa lalu memejamkan mata. 
END

4 komentar:

  1. astaga...

    Ini, alih-alih free BATTLe challege, saya ngebayanginnya kayak drama keluarga, perseteruan Keev dan Lyca~

    Ini author-nya sundere akut, ngajak ribut mulu sampe cerita tersendat gak juga berlanjut~

    Cara interaksinya kocak, alih-alih ngobrol langsung (si Keev ngoceh sama udara kosong) ini author malah ngejeplaknya lewat sticky notes, sampe papan iklan segede gaban.

    Btw, si Ursa tenggelam nih, porsi cerita terbesar cuma tentang Keev sama Edward.
    ._.

    ---

    lanjut, eh.. impresi Ursa di sini mengingatkan saya sama Ted-- beruang mesum.

    Dan si Ursa itu berhasil dijinakkan lewat makanan, wkwkwk

    Walau pada akhirnya, si Kiev nunjukin kebengisan asli (gegara cemburu) sama Ursa mode Polos :v



    Point : 7
    OC : Orchid Chocolatechan

    BalasHapus
  2. Keev keren, tampan, berkacamata, dewasa, ngghhh bolehkah bermain dengan karakterku dengan adegan netnot? Om Mata Empat ini membuatku jatuh cinta ❤ #diusir

    Interaksi antara author dengan Keev mantap, sukses membuatku tertawa terpingkal. Adegan dramanya juga seru, kayak roman picisan abad pertenghan

    Ursario di sini kocak abis. Seru bacanya. Tapi alangkah baiknya jika "pria itu" dan "perempuan itu" diganti dengan nama yang bersangkutan. Errr lebih mudah dibaca kalau pake nama

    8 untuk Om Mata Empat Mesum yang sangat menawan
    OC Rea Beneventum

    BalasHapus
  3. Kalau Deadpool lebih mesum, lebih tampan, dan lebih mata ke ranjang, sepertina jadinya Keev ya? ww

    Eksekusi Breaking the 4th wall udah mantep di sini. interaksi karakter juga udah oke. Kekurangan cerita ketutup dengan interaksi 4 dimensi antara sang karakter dengan penulisnya.

    8/10 untuk Keev

    Salam Sejahtera dari Zarid Al-Farabi atas titah Enryuumaru

    BalasHapus
  4. Setelah membaca cerita Keev ini, dan juga dengan melihat status FB penulis yang bertebaran sewaktu proses pengerjaan entri FBC, saya mengerti kenapa tantangan "Breaking The 4th Wall" dipilih. Tampak penulis punya kedekatan emosional yang begitu kuat dengan karakter-karakter yang diciptakannya, dan itulah yang muncul pada tulisan kali ini. Sepanjang cerita ada banyak sekali interaksi antara penulis dengan karakternya, yakni Keev. Terlalu banyak malahan ._.

    Oh well, sedikit intermezzo saja. Breaking the 4th Wall (ataupun No 4th Wall) itu sangat banyak penerapannya. Bisa itu sebuah interaksi antara karakter dan penulis, antara karakter dengan pembaca, antara penulis dengan pembaca, ataupun antara semuanya sekaligus. Lalu seorang karakter yang sedang "breaking the 4th wall" sebenarnya bisa melakukan APA SAJA. Tergantung penerapannya sejauh apa, dia memiliki perbendahaharaan pengetahuan yang tak terbatas. Dia bisa saja tahu seluruh jalan cerita dari kisahnya sendiri. Dia sadar kalau dia berada dalam fiksi, dan dia sangat tahu kalau fiksi itu ada banyak sehingga dia mungkin saja merefer dari segala cerita fiksi lainnya, entah itu novel, film, game, atau apapun. Dalam BoR, tentu saja sangat mungkin jika seorang karakter mengetahui siapa pengarang dirinya DAN siapa pengarang karakter yang jadi lawannya. Jadi tak terbatas lingkupnya pada dirinya semata. Ini yang mungkin kurang digali dalam entri Keev. (contoh kecil penerapan ini bisa dibaca entri FBC-nya Opi)

    Kemudian dari intensitas interaksinya pun bisa digolongkan menjadi ekstrem seperti cerita Keev yang ini, yaitu percakapan dan segala macam terjadi sepenuh kesadaran dan sangat intens. Atau bisa juga dimainkan menjadi agak smooth. Misal si karakter agak samar-samar saja menyadari entitas penulis. Dia tahu ada keberadaan yang mengatur dirinya tapi dia tak tahu siapa itu tepatnya. Atau dia mengerti begitu banyak referensi fiksi lain tapi dia sendiri tidak sadar atau tidak mengakui kalau dirinya berada dalam suatu fiksi.

    Yah, intinya ada banyaklah Breaking the 4th Wall.

    Langsung ponten saja, 7 dari saya.

    - hewan -

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.