KEEV
VERSUS
EDWARD KALASHNIKOV
URSARIO
[Tantangan V5]
oleh: Villyca Valentine
VERSUS
EDWARD KALASHNIKOV
URSARIO
[Tantangan V5]
oleh: Villyca Valentine
---
Author's note: cerita tentang
Keev vs Bura Bear mbul pendek(Ursario) & Penyihir *uhuk*Tsundere
(Edward Klas-karena namanya susah, ya sudah begitu saja. yang penting kalian
tahu yang mana orangnya.)
--------------------------------------------------------------
Seorang pria
berkacamata bersenandung sambil menghirup aroma kopi yang baru saja ia seduh.
"Sempurna seperti biasa."
'Papa, bukankah
hari Valentine seharusnya memberikan coklat? Kenapa papa membuat segelas kopi?'
tanya gadis hologram mungil dari balik punggung Keev.
Pria itu
tersenyum. "Risa tidak akan kuat beranjak dari kamar karena ..., aih
hampir saja! Tidak baik untuk para pembaca single mengenaskan di luar
sana," ucap Keev lalu tertawa.
'He?' Arisu, gadis
hologram itu memasang wajah bingung.
"Jangan
dipikirkan, nak. Kau harus berhati-hati, jangan sampai terlihat begitu imut.
Bisa jadi ada pembaca mesum yang sangat menyukai gadis bertelinga kelinci dan
model rambut twin tail." Keev tersenyum lalu mengangkat gelas berisi kopi.
Tangan kirinya meraih boneka beruang yang telah diikat pita merah di bagian
leher.
"Arisu,
tolong berikan status fisik Risa."
'Secara umum mama
hanya kelelahan, tingkat stress menurun dibanding dengan hari sebelumnya.'
Keev tertawa.
"Tentu saja dia akan kelelahan." Pria itu menghentikan tawanya seakan
teringat sesuatu. "Wah, aku hampir melupakan perasaan kalian. Iya, kalian
yang sedang membaca sekarang. Jangan membayangkan apapun, karena aku
tidak akan menjadi makhluk mesum." Keev tersenyum lebar. "Tidak
sekarang," tambahnya lalu kembali tertawa.
Keev memasuki
kamar, di ranjang seorang perempuan berambut merah masih tertidur lelap. Ia
mengenakan baju tidur warna putih yang nyaris terlihat menyatu dengan selimut
dan sprei. Sekilas terlihat seperti siswa tingkat tiga, dulu disebut sebagai
SMP.
Keev tersenyum
lalu duduk perlahan di pinggir ranjang. Ia meletakkan gelas di atas meja kecil
sementara boneka beruang disandarkannya di bawah. Pria itu sengaja menyembunyikan
kado manis itu sementara. "Astaga, aku tidak tahu jika boneka teddy dari
jaman dahulu begitu berat."
Matanya memandangi
Risa yang tertidur lelap. "Tampak seperti bocah manis saat tidur." Ia
tersenyum, tangannya membelai rambut perempuan itu. Risa masih terlelap bahkan
ketika Keev mengusap pipi lalu mengecup punggung tangan.
"Jangan
salah, ia tidak akan bisa tidur jika aku melakukan ini. Hei, kalian yang sedang
membaca, perhatikan baik-baik! Karena mungkin kalian bisa mempraktekkannya
suatu hari," ucapnya lirih lalu menggigit jari telunjuk dan jari tengah
Risa.
Perempuan itu
menjerit kesakitan bercampur kaget dan marah. "Apa masalahmu Mata Empat
Mesum Menyebalkan?" Ia segera menarik tangan dan wajahnya terlihat begitu
marah.
"Selamat
pagi, Nona Mungil," sapa Keev seraya mendekatkan diri berusaha memeluk
istrinya yang marah.
"Jangan
mendekatiku Orang Mesum Lolicon!" Perempuan itu berusaha mendorong Keev
yang berhasil memeluknya. "Apanya selamat pagi dengan muka cerah gembira
lalu menggigit orang yang sedang tidur! Dasar sakit jiwa! Lepaskan aku Lolicon
Mesum!"
Keev tertawa
sambil tetap memeluk perempuan bertubuh mungil dengan sebelah tangan dan tangan
kirinya menahan kedua lengan Risa. "Aku bukan lolicon, Risa. Kau sudah 25
tahun. Lagipula kau menyukaiku saat mesum bukan?" Keev segera melepaskan
kedua tangan dan sedikit menarik diri karena istrinya nyaris menghantamkan
kepala ke arahnya.
"Diam kau
Mesum!" teriaknya dengan muka bersemu merah.
Keev melompat dari
ranjang sesaat sebelum tendangan Risa mengenainya. "Itu hanya perasaanmu
saja. Aku tidak mesum," ucapnya sambil tertawa.
"Apanya tidak
mesum, eh? Keir yang mengambil 98% sifatmu sering bertingkah mesum!"
teriak Risa. Keir adalah artificial intelligence milik Risa, sifatnya dibuat
semirip mungkin dengan Keev.
Keev menangkap
kaki kiri Risa dengan sebelah tangan. "Kau melupakan celana da ... ah,
lupakan!" Keev tersenyum lebar.
"Jangan
mengintip!" Risa menarik paksa kakinya, dan wajahnya bersemu kemerahan.
"Dari mana
aku terlihat mesum?" Ia tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit.
"Wajahku selalu seperti ini bukan?" Pria itu membungkuk lalu
mengambil boneka beruang berkacamata hitam.
Raut wajah marah
perempuan itu segera berubah menjadi sedikit lebih lembut. Hanya sedikit,
karena Risa tidak akan mau mengakui jika dia sedang begitu gembira dan
berbunga-bunga. Langkah yang baik untuk menaklukkan Risa yang marah.
"Terima kasih
atas pujiannya dan atas tendangan Risa yang terakhir, Penulis
Sensitif."
Walaupun Risa
masih kesal karena kemesuman Keev, tetapi ia senang dan segera memeluk boneka
itu. Risa memeluk beruang itu erat-erat dan membenamkan wajah ke belakang
kepala boneka bertopi itu.
"Sedang
berusaha membuatku cemburu? Apakah karena Sang Penulis tidak mendapat apapun
dariku?" Keev tertawa.
Belum sempat Keev
melakukan hal-hal mesra di pagi hari, sebongkah besar beton melayang ke arahnya
setelah menjebol jendela kamar. Pria itu mengaktifkan nano machine yang ada di
balik pinggangnya, lalu menggunakan senjata itu untuk memecah bongkahan tadi.
"Ayolah,
jangan semarah itu padaku! Lain kali aku akan memberikan kado Valentine juga
untukmu wahai penulis imut nan menakutkan."
Sebelum Arisu
sempat melacak penyerang misterius, sosok itu muncul dengan sendirinya. Bahkan
pemuda berjubah itu langsung menggunakan pedang untuk menyerang Risa. Tubuh
perempuan itu tertembus langsung oleh pedang orang misterius itu, sementara
boneka yang ia peluk bergerak dan sempat menghindar sesaat sebelum ikut
tertembus.
"Nyaris saja
buraaaa!" teriak boneka beruang itu sambil menepuk dada seakan ia nyaris
jantungan.
Pemuda itu
mencabut pedang dari tubuh Risa dengan kasar dan berteriak lantang,
"Jangan kabur boneka brengsek!" Suara pemuda itu terdengar begitu
lantang seakan ia menggunakan seluruh volume suaranya.
Keev segera
menghampiri Risa yang berusaha mengulurkan lengannya. Darah membasahi ranjang
dengan cepat hingga hampir memerahkan seluruh warna putih di sekitarnya.
"Jangan berwajah seperti itu," ucap Risa sambil mengusap wajah Keev
dengan sebelah tangan.
Pria itu
menggenggam tangan Risa dengan erat. Air mata mulai menetes dan menuruni
pipinya. Kedua makhluk itu kabur setelah saling berteriak, sementara seorang
wanita dengan rambut merah mendekati pria itu.
"Hei, sudah
selesaikah drama tragedinya? Kau tidak akan terbangun jika terus menangisi
perempuan itu! Dasar cengeng!" ucap wanita yang telah duduk di samping
Keev.
"Eve?
Bagaimana bisa? Aku tidak membuka portal dimensi dua." Pria itu terbelalak
karena kemunculan wanita yang tidak seharusnya muncul di hadapannya sekarang.
Wanita itu
mencubit lalu menarik pipi Keev tanpa ampun."Panggil 'kakak' Bocah
Nakal!" Pria itu hanya mengangguk lalu melepaskan tangan wanita itu dari
wajahnya.
Saat Keev
mengalihkan pandangan pada Risa, tubuh perempuan itu telah raib. Kedua
tangannya tengah menggenggam udara kosong. "Ba-bagaimana mungkin?"
"Hei ini
mimpi Keev, apakah kau tidak ingat? Kau harus membunuh keduanya, jika tidak kau
akan mati. Mati di kehidupanmu yang sebenarnya. Apa kau tidak mengingat
perkataan orang itu?"
Keev memijat
alisnya lalu melepas kacamata. "Jadi ini mimpi?" Eve mengangguk.
"Benar-benar adalah mimpi?" Eve kembali mengangguk lalu Keev mengubah
kacamatanya menjadi sebilah pisau. "Jadi kalau aku menusuk kakak, kau
tidak akan merasakan sakit?"
Eve langsung
menendang Keev dan segera mencengkram pergelangan tangannya. Ia memaksa Keev
untuk menyayat lengannya sendiri, dan rasa nyeri itu terasa begitu nyata.
"Seenaknya saja! Jangan menjadikan orang lain percobaanmu. Bagaimana?
Apakah sakit? Rasakan sendiri!" Eve tersenyum layaknya wanita ramah nan
rapuh, sangat bertolak belakang dengan perbuatannya tadi.
Keev berusaha
menyembunyikan rasa perih dengan tersenyum lebar. "Tapi ini terasa
nyata." Bahkan ia sedikit mencicip rasa darahnya yang terasa begitu mirip
dengan darah asli. "Sepertinya Author Sensitif kita melupakan
sesuatu," kata Keev sambil tertawa.
***
Keev yang telah
memulai tidur dan memasuki ruangan aneh, dan bertemu dengan entitas yang tak
bisa dikatakan sebagai manusia. Memang benar wujudnya menyerupai manusia, hanya
saja kepalanya berbentuk seperti bantal.
***
"Apa? Hanya itu yang bisa kau tuliskan mengenai makhluk bantal itu?
Baiklah, aku amat memahami kondisi kemalasanmu yang luar biasa hebat wahai
penulis tersayang. Lagipula Eve sudah menggantikan tugasmu." Keev berjalan
mendekati lubang menganga di kamarnya dan mendapati kota berada di dalam hutan
belantara. Gedung-gedung mayoritas ditumbuhi lumut di sisi luar meski masih
berfungsi sebagaimana yang Keev ingat.
"Baiklah.
Jadi apa lagi yang kau perbuat penulis yang baik hati tapi sensitif?" Pria
itu meminta kalkulasi ketinggian pada Arisu dan mulai mengambil ancang-ancang
untuk melompat. "Hei penulis sensitif, jangan jatuhkan aku ya,"
ucapnya seraya melompat sambil mengaktifkan pedang dari pinggangnya.
Keev menancapkan
pedangnya kuat-kuat ke gedung beberapa meter sebelum jatuh ke pohon terdekat.
"Baiklah, cintai aku sejenak penulis. Sampai aku berhasil memotong-motong
dua makhluk kurang ajar itu." Keev tersenyum lebar yang lebih mendekati
seringai. Pria itu mencabut pedang dari gedung dan mendarat dengan mulus di
tanah.
"Arisu, apakah
kau bisa melacak kedua makhluk itu?"
'Belum papa. Tapi
mungkin papa penasaran dengan sticky notes di sana,' ucap Arisu sambil menunjuk
ke arah pohon persis di sisi kiri.
[Bagaimana jika
kau ikuti sticky notes kuning yang sudah kutempel ke arah kepergian mereka, OC
laknat menyebalkan? From : Your Cute Scary Author.]
Keev mencabut
kertas kuning itu dengan sedikit kesal meski wajahnya tetap tersenyum.
"Baiklah, terima kasih banyak penulis yang inginnya disebut imut."
Namun sepanjang
mata memandang ia hanya melihat kertas berwarna biru yang tertempel membentuk
garis ke arah timur. "Jadi katamu berwarna kuning, eh? Apa kau buta
warna?"
Mendadak selembar
kertas putih terbang dan tersangkut di wajah Keev. Di sana terdapat pesan yang
ditulis besar-besar dan terlihat bahwa yang menulis tengah kesal.
[DIAMLAH OC
BERISIK DAN SEGERALAH KEJAR MEREKA! KAU MENGHABISKAN WAKTU DAN TENAGAKU DASAR
OM-OM MATA EMPAT MENYEBALKAN!]
"Aih, kau
begitu mencintaiku ya penulis? Aku sangat terharu," ucapnya sambil
berpura-pura menyeka air mata yang sama sekali tidak menetes ataupun
menggenangi matanya.
***
Keev berjalan
mengikuti jejak sticky notes warna-warni yang penuh cinta. Hingga akhirnya ia
menghentikan langkah dan memungut segumpal kapas. "Ada ide kenapa benda
imut ini berada di sini?"
'Kemungkinan itu
berasal dari boneka beruang yang papa beli.'
Keev teringat
kembali kejadian Risa memeluk erat boneka beruang setan itu. Membuatnya begitu
kesal hingga ingin mengoyaknya menjadi gumpalan kapas. kecil. Aku harus
menemukan kalian," gumam pria yang tak lagi tersenyum melainkan
menyunggingkan seringai.
***
"Arisu,
bisakah kau mengidentifikasi dua makhluk itu? Spesies apakah mereka? Atau
informasi apapun yang berkaitan dengan mereka.
Arisu melayang ke
depan Keev dan menunjukkan dua tampilan berisi info kedua makhlik itu.
'Kesimpulan yang bisa kutarik adalah mereka bisa menggunakan sihir. Keduanya
bukan makhluk dari Home, juga tidak memiliki tanda-tanda adalah makhluk dari
bumi.'
"Alien?"
'Papa!' jerit
Arisu ketika memberi peringatan. Keev melompat mundur menghindari anak panah
yang baru saja lewat di depannya.
Pria itu
memperhatikan dengan seksama, dan menemukan kertas yang terikat di dekat bulu
anak panah. Keev mengambil surat itu dan tertawa ketika membukanya.
"Astaga, penulisku nampaknya sedang berbaik hati."
Di dalam surat
tersebut tertulis seluruh data mengenai dua makhluk itu, lengkap beserta
kekuatan dan kelemahan mereka.
Pria itu membaca
dengan seksama, bahkan membaca sedikit hal-hal yang disebut sebagai Battle of
Realms. Ia tersenyum kecut karena sadar sedang digunakan untuk kepentingan
serupa. "Jadi semua hal yang terjadi padaku karena kau mengikuti hal
seperti Battle of Realms ini?" Keev meremas kertas dengan kesal lalu
memijat dahi beberapa kali.
"Baiklah
Penulis Pemarah, kau boleh menggunakanku untuk ceritamu. Hanya saja, kau harus
membantuku dan berjanji jika Risa masih hidup jika aku terbangun."
Mendadak angin membawa
secarik kertas dan tersangkut persis di wajah Keev.
[Memangnya kau
dalam posisi boleh bernegosiasi denganku ya? Segera bunuh kedua makhluk itu
jika kau masih ingin hidup! Lagipula aku tidak akan membuat Risa mati semudah
itu! Apa kau masih meragukan kecintaan penulismu pada kalian berdua? Lebih baik
kau segera membeli makanan ringan sekarang juga! KAU MEMBUANG WAKTUKU UNTUK
BERDEBAT, DAN AKU TIDAK MENYUKAINYA!]
Keev menghela
napas lalu membuang kertas tadi. "Memangnya siapa yang mengajakmu berdebat?
Lagipula terlihat jelas jika kau jatuh cinta padaku," ucap Keev iseng
sambil berlalu.
***
Pria itu terus
berjalan, dalam diam dan tidak terlihat ingin berbicara. Bahkan senyuman yang
biasa muncul di wajahnya sama sekali tak nampak. Hingga kakinya berhenti di
sebuah toko kecil mirip mini market. Keev sedikit tersenyum lalu memasuki
bangunan kecil itu.
Lengang,
berantakan dan sedikit kotor. Bahkan hanya ada seorang kasir tanpa terlihat
pengunjung selain dirinya. Keev menyapa perempuan itu dengan senyuman dan hanya
mendapat balasan sebuah anggukan dengan sapaan canggung.
Pria itu mengambil
beberapa jenis makanan, salah satunya adalah biskuit favorit Risa, beberapa
jenis permen dan roti kering. Keev terdiam sejenak, lalu ia menemukan benda
yang lumayan berguna meski ia tidak terlalu membutuhkan. "Ah, anggap saja
ini berjudi dengan kerugian sangat minimal jika aku tidak membutuhkannya,"
ucapnya seraya mengambil pemantik.
"Hei, kau
sudah mendapat apa yang harusnya kau bawa bukan? Jadi segera bayar!" ucap
kasir itu ketus. Ia memiliki rambut cokelat kemerahan sepunggung, tatapannya
tajam dan nada bicaranya ketus. "Tidakkah kau bisa bergegas? Dasar
pemalas!"
Keev memandangi
perempuan itu dengan alis berkerut. "Cara berbicaramu terasa
familier." Pria itu menggosok dagunya meski tidak gatal. "Hei penulis
menakutkan, apa dia avatarmu?"
"Bisa kah kau
diam dan bergegas?" teriak perempuan itu sambil melempar sebotol minuman
berukuran besar ke arah Keev. Sayangnya lemparan indah nan fantastis itu
meleset karena pria itu begitu licin dan licik.
"Hei hei,
lalu sekarang kau menjadi narsis dan mengataiku licik? Ini bukan licin dan
licik, tetapi insting bertahan hidup." Lalu ia tertawa dan meletakkan
barang belanjaannya di meja kasir.
"Bagaimana
jika aku membayar dengan ciuman? Anggap saja hadiah valentine dariku."
Keev kembali tertawa.
Perempuan itu
melemparnya dengan sekotak tissue. "Bersihkan saja kepala mesummu! Aku
tidak butuh ciuman darimu!"
Keev mengembalikan
tissue kepada perempuan itu sembari menatapnya seksama. "Dan mukamu
memerah." Ia sengaja menunjuk perempuan itu untuk membuatnya semakin
marah.
"TIDAK
BISAKAH KAU DIAM SAJA OM-OM MATA EMPAT PEDOFILIA? DIAMLAH ATAU AKU AKAN
MENGUBURMU HIDUP-HIDUP!" Perempuan itu menggenggam sekop yang entah
darimana datangnya, siap untuk menghantam Keev.
Pria itu hanya
tertawa. "Ya ya ya .... Jadi bagaimana aku harus membayar? Kau tidak
menyediakan scanner untuk pembayaran." Perempuan itu terdiam dan tidak
bisa menjawab apapun.
"Jadi kau
belum menulis detail sistem pembayaran di cerita ini? Astaga, kau benar-benar
malas," balas Keev sambil menggeleng.
Perempuan itu
gemetar karena kesal. "TIDAK PERLU MEMBAYAR! INI GRATIS KARENA KEBAIKAN
HATIKU!"
"Benarkah?
Oh, baiklah. Lagipula kau juga mempekerjakanku semena-mena." Pria itu
mengantongi makanan itu tanpa memandang perempuan yang menjadi tampak bersalah.
"Apa-apaan muka seperti itu? Kau menyesal?"
Perempuan itu
sadar jika dia sedikit kejam pada Keev dan baru menyadari jika ia memasang
wajah bersalah. "Jangan salah sangka!"
"Terserah.
Jika kau menyesal, lebih baik membantuku menghabisi kedua makhluk itu."
Keev berjalan pergi, tetapi menghentikan langkah di ambang pintu. "Hei,
terima kasih untuk semua informasinya, dan aku tidak membenci penulisku. Jadi
tenang saja dan jangan menangis."
"MEMANGNYA
SIAPA YANG MENANGIS?" teriak perempuan yang bersiap melempar sekop, tetapi
kemudian mengurungkan niat untuk melemparnya. "Segera pergi Mata Empat!
Aku ingin segera menyelesaikan cerita dan bersantai."
Keev tersenyum.
"Dan jangan membuat adegan mesum," pesannya sambil tersenyum lebar.
"TENTU
TIDAK!" teriak perempuan itu kesal.
Keev tertawa lalu
keluar dari bangunan itu. Ia berjalan beberapa meter lalu berhenti untuk
menoleh dan mendapati toko kecil itu telah menghilang seakan tidak pernah ada.
"Dasar
penulis aneh," ucapnya lalu terkekeh.
***
Pria itu telah
sampai pada targetnya, di mana sticky notes terakhir tertulis bahwa musuhnya
sedang bersantai memakan daging panggang. Ia mengamati penyihir laki-laki yang
tengah makan dengan rakus meski tubuhnya begitu kurus.
Keev
mengendap-endap dan menyergap Edward dari belakang setelah merasa cukup
mengamati gerak-geriknya. Penyihir itu nyaris tersedak daging yang ia kunyah
ketika lengan pria itu mencekik lehernya. Dengan sigap Edward menangkap bilah
pisau yang mendekati leher dan berusaha bangkit disusul dengan tendangan ke
belakang.
Keev menghindar
dan melempar senyum ketika penyihir itu berbalik. "Ternyata kau tidak
hanya tuli ya," kata Keev sambil tersenyum lebar. "Ternyata kau juga
cacingan." Keev tertawa. "Porsi makanmu seperti babi raksasa tetapi
tidak membuatmu gemuk."
Edward menjadi
kesal seketika itu juga. "APA MASALAHMU BEDEBAH?"
Pria berambut
merah itu kembali mengenakan kacamata dan mengaktifkan pedang yang ada di balik
pinggangnya. Keev tersenyum. "Tentu saja karena kau membunuh Risa,"
ucapnya seraya melesat ke arah Edward.
Penyihir itu
menangkis pedang Keev dengan pisau daging yang tergeletak tak jauh darinya.
"LEMBEK SEKALI PERASAANMU TUAN!"
Keev menyentakkan
senjatanya dan menendang lengan Edward hingga pisau di tangannya terlepas.
"Setidaknya perasaanku tidak selembut genggamanmu," ledek Keev. Pria
itu lalu menarik leher baju Edward dan menghantamkan gagang pedangnya sekuat
tenaga ke kepala penyihir itu.
Efek benturan tadi
hanya berefek menggetarkan gagang pedang tanpa sedikitpun memberikan rasa sakit
pada Edward. "Aih, kepalamu keras sekali. Apa karena otakmu mengalami
pengerasan?" Keev sedikit cekikikan lalu mundur karena Edward berusaha
mencengkeram lehernya. "Ups, nyaris saja, Tuan Cacingan."
Keev menggenggam
pedangnya dengan kedua tangan dan mengayunkan sekuat tenaga ke sisi samping
tubuh Edward. Penyihir itu menangkap pedang itu dengan tangan kiri sementara
tangan kanannya mencengkeram lengan atas Keev.
'Papa segera
bebaskan diri dari orang itu! Peningkatan suhu di lengan kanan papa dipastikan
berbahaya.'
Pria berkacamata
itu segera me-non aktif-kan pedangnya. Ia segera mengubah kacamatanya menjadi
pisau dan menusuk telapak tangan kiri Edward yang akan menyentuhnya.
'Papa!' Kali ini
suara Arisu mulai meninggi karena suhu tangan kanan yang mencengkeram lengan
Keev semakin tinggi.
Keev mengerutkan
alis ketika lengan bajunya mulai terbakar. "Kau curang! Terima ini!"
Keev menjejakkan kaki sekuat tenaga ke Edward hingga penyihir itu terdorong ke
belakang. Cukup membuat penyihir itu melepaskan cengkeraman dan mengalami luka
koyak di telapak tangan kirinya.
Keev membuka paksa
kemejanya yang sedang terbakar di bagian lengan. Pria itu menginjak kemeja
beberapa kali di bagian lengan hingga padam. Ia melirik bersamaan dengan peringatan
bahaya dari Arisu. Edward menyerbu dengan sebilah pedang.
Pria berambut
merah itu memindah pisau ke tangan kiri, sementara tangan kanannya mengaktifkan
pedang. Keev menangkis pedang dengan pisau sementara tangan kanannya
mengayunkan senjata ke tubuh Edward.
Pedang Keev telak
mengenai Edward hanya saja sama sekali tidak mengoyak rongga dada. Rusuk yang
menahan senjata Keev seakan terbuat dari benda yang jauh lebih kuat dari
sekedar belulang. "Astaga, ternyata bocoran dari penulis imut menakutkan
benar." Keev tersenyum lebar. "Aih, aku mencintaimu penulisku yang
manis," puji Keev penuh maksud terselubung.
Edward melompat
mundur sekitar setengah meter, lalu angin kencang berhembus seakan hendak
menerbangkan mereka. Tetapi tak ada satupun dari mereka yang terbang, hanya
sebuah papan iklan besar yang terbang. Menabrak Edward hingga terpental dan
berhenti ketika menabrak pohon. Di papan reklame itu ditulisi dengan tulisan
besar berwarna merah dan dihiasi dengan bekas goresan di pinggir-pinggirnya
seakan seseorang pernah mencakarinya.
[AKU BUKAN BOCAH
IMUT-IMUT MUNGIL SEPERTI ISTRIMU YANG GALAK LUAR BINASA ITU YA! JADI JANGAN SOK
AKRAB ATAU SOK GENIT DASAR OM-OM
LOLICON MESUM MENYEBALKAN!]
LOLICON MESUM MENYEBALKAN!]
"Aih,
benar-benar marah ya?" ucap Keev lalu tertawa. Keev memungut kemeja dan
merobeknya untuk membebat luka bakar di lengan.
'Papa serangan
dari jam sebelas!'
Bersamaan dengan
peringatan Arisu, Keev hanya mampu menangkis satu anak panah yang mengarah
dadanya. Sementara perut sebelah kanan tertembus satu anak panah lain.
"Sial!
Sepertinya penyihir cacingan ini harus segera dimusnahkan." Pria itu
terlihat sedikit meringis kesakitan saat mencabut anak panah di perutnya.
"Hei penyihir cacingan, jangan bakar kaosku ini ya. Jika tidak penulisku
mungkin akan pingsan karena mimisan," ucap Keev sambil menyingkap kaos
hitamnya, sekedar melihat luka. Namun cukup membuatku ingin menendang luka di
perutnya karena ia berani menunjukkan sedikit dari otot perutnya.
"Hei, jangan
semesum itu narasinya, wahai penulis yang maunya disebut imut. Aku jadi malu
nih," ucap Keev yang malah sengaja menunjukkan perut six pack nya.
"Apa pembaca perempuan akan bereaksi seperti penulis yang sedang
menyerapahiku sambil tersipu malu?"
Kali ini kejadian
seperti sebelumnya kembali terjadi. Angin berhembus kencang, tetapi bukan papan
reklame yang tertiup angin melainkan pecahan beton berukuran panjang satu
meter. Menggencet tubuh Edward tetapi belum membunuh. Di sana terdapat tulisan
yang menggunakan darah, layaknya tulisan darah dalam film horor. Lengkap dengan
motif cipratan darah.
[KAU MAU MATI?
SEGERA BUNUH SAJA PENYIHIR PEMARAH ITU! AKU SUDAH KELAPARAN DAN MENGANTUK!]
"Nampaknya
kau sangat kesal dengan penyihir ini," kata Keev lalu tertawa.
"Bukankah kau ingin diet? Jangan pikirkan lapar!" Pria itu melepaskan
kalungnya dan menggenggam cincin kawin yang menjadi liontin. "Bagaimana
jika pikirkan 'bagaimana aku mengoyak penyihir cacingan'?" Keev membuka
genggaman tangannya dan membiarkan cincin itu mengambang di udara lalu terurai
dan membentuk lingkaran lebih besar.
'Pembukaan Dimensi
Satu dalam 5 ...,'
Edward mengangkat
beton yang sempat menimpanya lalu mengeluarkan pedang dari balik jubah. Ia
mengusap permukaan bilah pedang dan membakar senjata itu seketika. "KAU
AKAN MEMBAYARNYA SANGAT MAHAL!" Penyihir itu berlari dengan cepat ke arah
Keev.
'4 ...,"
"Aku tidak
berhutang, justru kau yang berhutang padaku." Keev menggenggam pedang
dengan kedua tangannya.
'3 ...,'
Kedua laki-laki
itu saling menghantamkan pedang satu sama lain. Keev mendapat luka gores di
lengan kanan, sementara Edward mendapat luka di pinggang.
'2 ...,'
Edward
mencengkeram lengan Keev, menahannya agar tak dapat menghindari serangan.
Penyihir itu menggores pinggang Keev, beruntung pria itu berhasil menghindar
dan mengurangi besar luka yang ia terima.
'1 ...,'
Edward menjegal
Keev hingga terjatuh. Penyihir laki-laki itu menginjak dada Keev agar tetap
terbaring di tanah lalu menghunjam bahu kiri pria itu dengan pedang.
'Dimensi Satu
telah terbuka.'
Pergelangan tangan
kanan Keev dirayapi tulisan-tulisan berisi mantera yang kemudian membentuk
seperti tato. Pria itu me-non aktifkan pedangnya lalu menarik keluar sebilah
pedang dari portal. Keev langsung menusukkan katana yang jauh lebih tajam
daripada pedang nano machine yang ia miliki. Seluruh senjata Eve telah
dimanterai sehingga lebih tajam dan lebih kuat dari seluruh senjata yang pernah
ada di masa Keev hidup.
"Ouch."
Pria berkacamata itu menarik keluar sebilah pedang pendek dari portal dan
menusuk kaki yang tengah menginjak dadanya. Betis Edward tertembus senjata
Keev. Penyihir itu melompat mundur dan tubuhnya tak lagi berdiri tegak
sebagaimana mestinya. Kaki pemuda itu sedikit gemetar karena rasa nyeri yang
mulai semakin nyata. "My bad," ucap Keev sambil tersenyum lebar dan
bangkit.
Keev yang tak
tampak akan menyerang mendadak melesat ke arah Edward. Pria berambut merah itu
mencekik leher Edward dan mendorongnya hingga menghantam pohon tak jauh di
belakang. Penyihir itu berteriak geram dan berusaha melepaskan lengan Keev.
Tetapi Keev sempat memanggil pedang lain keluar dari portal dan menancapkannya
pada lengan kiri Edward.
Lengan Edward
tertembus dan tertahan pada batang pohon. Keev melepaskan cekikannya dan
menancapkan katana yang ada di tangan kanan Edward ke pohon. "Ups,
maaf," kata Keev saat mendengar teriakan Edward. Ucapan maaf yang kosong,
sengaja ia ucapkan untuk mengejek penyihir itu.
Penyihir itu
menatap Keev lekat. Ekspresi marah dan benci tergambar jelas, sementara Keev
hanya menanggapi dengan senyuman lalu menambahkan pedang lain untuk menembus
paha Edward. "Apakah sakit?" Keev menatap lekat kedua mata
Edward yang memandang tajam padanya. Mereka saling memandang lekat sebelum Keev
merasakan perasaan aneh dan muncul peringatan dari Arisu.
'Papa! Suhu tubuh
terjadi peningkatan satu derajat per detik!"
Kali ini Keev
menyeringai dan menjambak rambut Edward. Ia menghantamkan kepala pemuda itu ke
pohon, memaksanya untuk tetap diam di posisinya. "Penyihir Nakal! Hampir
saja aku melupakan kemampuanmu. Bagaimana jika aku memberimu hukuman pada
tatapan tajam tidak sopanmu itu?" Keev melepaskan kacamata, ia sempat
menjilat lengkungan bagian telinga dari kacamata.
Keev mengubah
kacamata di tangannya menjadi sebilah pisau. Pria itu merobek kelopak mata kiri
Edward, teriakan pemuda itu membuat Keev tertawa. "Apakah itu sakit? Aku
senang jika berhasil membuatmu kesakitan." Pria itu mencongkel keluar bola
mata kiri Edward dengan tangan dan meremasnya hingga hancur.
"Hei hei, aku
membaca data tentangmu jika tulang dadamu begitu keras." Keev menikam dada
Edward beberapa kali dan benar bahwa pisau pria itu tidak dapat menembusnya.
Alih-alih memaksa dengan usaha lebih untuk menikam, Keev membuat
sayatan-sayatan panjang di dada Edward.
"Aku akan
memberitahukan satu hal. Semakin kuat pertahanan tubuhmu, semakin menderita
ketika menanti ajal." Keev mencakari bekas luka di dada Edward. "Kau
tahu bukan jika aku amat marah? Aku membenci orang yang menyentuh atau
menyakiti Risa. Rasanya aku bisa menghabiskan sepanjang hari hanya untuk
menyiksamu." Keev tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
Keev menggores
dalam-dalam pipi Edward dengan pisau. "Walaupun ini hanya mimpi, tapi aku
begitu marah karena kau menikam Risa. Jika kau memang bermimpi juga sepertiku,
kuharap kau merasakan apa yang disebut mimpi buruk." Keev menyisipkan
pisau ke ujung bibir Edward dan merobeknya hingga nyaris mencapai telinga.
"Pilihan yang salah telah membunuh Risa, Penyihir!"
Pria berambut
merah itu mencekik kuat-kuat leher Edward dan memaksa pemuda itu mendongak.
Keev tertawa. "Bagaimana jika buka mulutmu lebar-lebar? Kau pasti merasa
sesak bukan? Biarkan udara memasuki tenggorokanmu!"
Keev mencekik
penyihir itu semakin kuat seakan hendak menghancurkan lehernya, sementara
tangan kanan pria itu menggenggam senjata yang baru saja keluar dari portal.
"Apa kau mengetahui mitos dari Dracula? Oh, mungkin kau tidak tahu."
Pria itu tertawa. "Penulisku menyukai cerita itu," ucapnya seraya
memasukkan tombak ke dalam mulut Edward.
Pria berambut
merah itu menusuk acak di dalam dada Edward, hanya saja ia tidak berhasil
melukai jantung Penyihir itu. Ia hanya mampu merusak paru-paru, dan organ-organ
abdomen. Keev sengaja membuat tombaknya menembus keluar dari perut Edward.
"Wah,"
katanya takjub karena tombak miliknya menyembul keluar dari perut penyihir itu.
Keev menarik tombak miliknya, sementara Edward sama sekali tidak berdaya karena
paru-parunya nyaris tidak berfungsi. Lagipula penyihir itu kehilangan banyak
darah, andai saja ia manusia biasa mungkin akan segera mati seketika.
"Ucapkan
selamat tinggal, Penyihir cacingan," bisik Keev. Ia menghunjam ke dalam
lubang perut Edward dan sengaja mengincar jantung. Ujung tombak berhenti ketika
tertahan tulang dada penyihir yang telah tertembus jantungnya itu.
"Selesai." Keev menghela napas panjang.
***
Keev menyandarkan
punggung di salah satu pohon setelah mencabut seluruh senjata yang membunuh
Edward. Darah masih merembes dari luka meski pria itu telah membebatnya dengan
kain kemeja.
"Sungguh
melelahkan," ucap Keev seraya mengeluarkan sebungkus makanan. Ia tersenyum
sesaat sebelum membuka biskuit rasa strawberry, makanan favorit Risa.
Satu gigitan dan
Keev melihat boneka berkacamata hitam yang ia beli beberapa jam yang lalu itu
mengintipnya. Makhluk itu melongok dari balik pohon beberapa meter dari Keev.
Hal terkonyol adalah beruang yang mendadak hidup itu bisa menitikkan air liur
dan penyebabnya adalah biskuit di tangan Keev.
"Oh, baiklah.
Ini konyol, tetapi bagaimana ceritanya boneka teddy bisa menitikkan air
liur?" Keev tertawa. "Kemarilah." Pria itu melambaikan tangan
kanan memanggil boneka bernama Ursario itu.
"Aku tidak
akan menggigitmu," canda pria itu. "Ayolah. Bukankah kau lapar?"
Keev menepuk tanah di sampingnya, seakan menyuruh boneka itu duduk di dekatnya.
Boneka beruang itu
mendekati Keev. Beberapa langkah lalu ia berhenti karena curiga. "Kau
pasti anak buah Luxa Demony, buraaaa!" teriaknya sambil mengacungkan
tangannya yang gendut.
"Aku tidak
gendut buraaaa! Aku hanya empuk dan menggemaskan!"
Keev tertawa.
"Bahkan penulis tampak gemas denganmu. Beruang yang menggemaskan."
"A-aku tidak
menggemaskan, buraaa!" teriak boneka imut itu marah. "Aku tidak imut,
buraaaaaa!" Lalu Ursario menghentakkan kaki kanannya beberapa kali ke
tanah karena kesal.
Keev tertawa lalu
kembali melambaikan tangan, menyuruhnya mendekat. "Ayolah, aku hanya
manusia. Bukan demony atau sesuatu entah apa yang kau maksud itu." Pria
itu tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
Ursa tampak ragu,
terdiam nyaris satu menit hingga berhasil membuat genangan air liur di
bawahnya. Sementara Keev memandangnya sedikit jijik meski tetap berusaha
tersenyum. Boneka itu terus meragu meski hidungnya bergerak-gerak dengan
semangat karena mencium makanan manis.
"Ayolah, aku
tidak akan meracunimu." Keev tertawa. "Kau takut padaku ya?"
"Mana mungkin
seorang Demonlord akan takut padamu, buraaa!" Ursario berlari ke arah Keev
dan segera menerjang ke arah biskuit. Beruang itu menggigit makanan di tangan
Keev tanpa ragu-ragu.
"Manisnya,"
ucap Keev seraya mengelus bulu-bulu di bagian kepala Ursa. "Ternyata
bulumu begitu lembut."
"A-aku tidak
senang ya! Jangan pegang-pegang, buraa!" Boneka itu memukul tangan kiri
Keev yang sempat mengelusnya.
"Oh, jadi aku
tidak boleh menyentuhmu?" Keev tersenum lebar lalu menarik tangan kanan
yang memegang makanan menjauhi Ursa. "Maka aku tidak akan mengizinkanmu
memakannya." Pria itu tersenyum dengan tatapan meledek Ursa.
"Baiklah!
Lagipula rasanya juga tidak enak, buraaa!" Boneka itu melipat tangan di
dada lalu membuang muka. Namun air liur terus mengalir turun hingga membasahi
bulu yang ada di dadanya, dan hidungnya terus bergerak karena mengendus aroma
makanan.
Pria berkacamata
itu merogoh saku celana dan memakan permen warna-warni dengan suara kencang. Ia
sengaja melakukannya untuk menggoda boneka beruang itu. Keev melirik Ursa yang
sesekali tertangkap basah menatap lalu membuang muka. Pria itu tertawa melihat
kelakuan menggemaskan boneka itu.
"Ayolah,
apakah aku tampak berbahaya?" Keev memperlihatkan senyum terbaiknya yang
sanggup membuat gadis-gadis luluh seketika. "Tidak ada orang jahat
yang menawarkan makanan bukan?"
"Baiklah
hoomany, aku percaya padamu! Demonlord Ursario mempercayaimu, jadi segera
berikan makanan berkilau itu padaku, buraa!" Beruang itu mengulurkan
tangannya dan segera merebut bungkus permen dari tangan Keev.
"Kemarilah,
aku ada beberapa makanan yang mungkin kau akan suka." Keev mengeluarkan beberapa
bungkus makanan. Boneka itu ragu untuk mendekat, hanya saja keraguan itu cuma
bertahan beberapa belas detik. Ursa mendekati Keev dan duduk dengan manis di
sampingnya.
Pria itu mengamati
bulu-bulu Ursa. "Apakah kau melakukan perawatan khusus? Bulumu terlihat
lembut." Keev menyentuh bulu di kepala Ursa dengan telunjuk. "Memang
sangat lembut. Bahkan boneka-boneka Risa tidak ada yang memiliki bulu selembut
ini."
"Te-tentu
saja! Aku adalah Demonlord Ursario. Pasti buluku sangat lembut buraaa!"
Beruang itu menuang sisa permen ke dalam mulutnya.
Keev melirik
beruang itu lalu tersenyum geli. "Kau sangat menyukainya ya?"
Tiba-tiba Keev merenggut kacamata hitam Ursa dan langsung menghunjamkan pedang
ke tubuh boneka itu hingga tembus.
"Beraninya,
buraaa!"
Keev tersenyum
lalu mengaktifkan pisau dan merobek kepala Ursa hingga lepas. "Kau memang
polos," ucapnya seraya merobek tubuh ursa. Keev merobek-robek boneka dan
mengeluarkan nyaris seluruh kapas yang ada. Kaki dan tangan Ursario terus
bergerak meski kepalanya terlepas dan tubuhnya telah menjadi potongan kain dan
serpihan kapas kecil. "Aku tidak suka jika ada makhluk yang menempel mesra
dengan Risa." Ia menyeringai. "Sayang ya, kau tidak bisa mengeluarkan
darah."
Pria berambut
merah itu melihat bola-bola cahaya berhamburan keluar setiap ia mencabut kapas
dari tubuh Ursa. "Jadi itu adalah jiwa-jiwa petarung yang sudah kau
kalahkan? Kalau begitu biarkan mereka beristirahat dengan tenang, Beruang
Nakal." Keev mengeluarkan pemantik dari sakunya. "Kau juga harus
beristirahat," ucap Keev dengan senyuman.
Keev membakar
kapas-kapas dan potongan tubuh Ursa. Boneka itu terus menerus berteriak marah
dan mengumpat, sementara Keev hanya menanggapinya dengan senyuman. "Jangan
rakus, Beruang. Karena kerakusan bisa membawamu pada kematian." Keev
melempar kepala Ursa ke dalam kobaran Api. Sesaat sebelum boneka itu
benar-benar habis terbakar, keluar bola cahaya hitam pekat yang langsung musnah
setelah beberapa detik melayang di udara. "Selamat tinggal beruang."
Keev menatapi
kobaran api yang perlahan meredup. Lalu tepukan seseorang menyadarkannya dari
lamunan. "Hei, sudahkah selesai perenunganmu?" tanyanya pada Eve yang
lalu menyandarkan tubuh pada Keev.
"Lalu kenapa
aku tidak terbangun ya?" Keev akhirnya sadar jika ia masih terjebak di
dalam mimpi. "Apakah aku harus melawan Si Bantal juga?"
"Hei Mata
Empat, aku hanya memberikanmu dua orang lawan. Masa kau ingin menambah
pekerjaanku dengan berpikir untuk melawan Ratu Bantal?" ucap perempuan
yang sebelumnya adalah kasir penjaga toko.
"Oh. Hai
penulisku yang menggemaskan," sapa Keev sambil melambai dan berusaha
tersenyum ramah. "Jadi bisa jelaskan kenapa aku belum terbangun? Atau kau
masih mau mengerjaiku? Bagaimana jika kita mencari tempat sepi saja?" Keev
tertawa. "Lalu aku yang akan mengerjaimu," katanya lalu tertawa.
"Mesum mata
empat lolicon! Siapa yang mau denganmu? Dasar genit!" teriak perempuan
berambut cokelat kemerahan itu.
"Mukamu
memerah," kata keev sambil menunjuk.
Perempuan itu
mendekati Keev. "MATI SAJA KAU MATA EMPAT MENYEBALKANNNN!!!" Ia
menendang Keev dengan telak hingga terdorong ke belakang.
Keev jatuh
terlentang, ia merasakan nyeri di kepalanya. Saat membuka mata ia melihat
langit-langit kamar, dan perempuan berambut merah yang nampaknya baru saja
menendangnya hingga jatuh dari ranjang.
Keev tersenyum
pada Risa yang melongok ke lantai. "Hai, selamat pagi Nona Manis,"
sapanya dengan senyuman lebar.
"Hai
juga," balasnya dengan muka merah padam. Tangannya tampak menutupi
tubuhnya dengan selimut. "Bahkan saat tidur tanganmu berbuat kurang ajar!
Bersyukurlah karena aku hanya menendangmu dari ranjang!"
Keev bangkit lalu
menggaruk kepalanya. "Memangnya apa yang kulakukan?" tanyanya seraya
duduk di ranjang dan memeluk Risa. "Ayolah, katakan padaku. Aku sama
sekali tidak merasa melakukan perbuatan nakal padamu," bisik Keev sambil
menelusuri bahu Risa.
"Lupakan!
Anggap aku tidak menendangmu!"
"Ayolah,"
ucap Keev dengan nada merajuk. Ia memeluk pinggang Risa erat. "Tidakkah
kau kasihan padaku?" Pria itu mengecup punggung Risa.
"Tidak
terjadi apapun!" teriak Risa kesal tetapi dengan muka yang makin memerah.
Keev menelusuri
lengan Risa dengan ujung jemarinya. "Ayolah, Nona Manis. Kau akan
membuatku mati penasaran." Ia terus menelusuri lengan Risa hingga
perempuan itu berteriak dan menyilangkan kedua tangan di dada.
Pria itu tertawa
lalu menghempaskan tubuh ke ranjang. "Jadi aku menyentuhmu di sana?"
Lalu ia kembali tertawa. Risa melempar bantal ke arah Keev, dan pria itu hanya
kembali tertawa.
Keev menarik
lengan Risa hingga menindihnya, lalu memberi kecupan di sebelah pipi. "Aku
senang karena tadi adalah mimpi buruk. Karena aku bisa menemukanmu masih hidup
saat terbangun."
Risa menyusupkan
jemarinya ke rambut merah Keev. "Tenang saja, aku tidak semudah itu mati.
Lagipula kau menjaga dan memperlakukanku dengan sangat baik."
"Ya, aku
tahu," bisik Keev lirih. Mereka saling berpandangan, sementara Risa
membuang muka ketika Keev tersenyum. Pria itu membenamkan Risa dalam pelukannya
dan menghirup dalam aroma shampoo perempuan itu. "Bagaimana kalau kau
membalasku dengan 'memperlakukanku dengan baik'?"
Risa segera
menjauh dari dada Keev dan bergegas turun dari ranjang lalu kabur dari kamar
dengan wajah memerah hingga mencapai telinga. Pria itu sedikit kaget lalu
kembali tersenyum karena teringat sesuatu. "Oh iya, 'makan malam' kemarin
lumayan heboh." Keev hanya tertawa dan kembali masuk ke dalam selimut,
menghirup dalam bau tubuh Risa yang tertinggal. "Dasar, selalu seperti itu
setelah 'makan malam'." Pria itu lalu memejamkan mata dan berusaha
menyamankan tubuhnya pasca bermimpi buruk.
"Ah, nyaris
saja lupa. Dilarang meniru adegan mesra tadi jika kalian belum menikah! Maafkan
penulis yang terlalu bersemangat menulis adegan mesra ini," ucap Keev lalu
tertawa lalu memejamkan mata.
END
astaga...
BalasHapusIni, alih-alih free BATTLe challege, saya ngebayanginnya kayak drama keluarga, perseteruan Keev dan Lyca~
Ini author-nya sundere akut, ngajak ribut mulu sampe cerita tersendat gak juga berlanjut~
Cara interaksinya kocak, alih-alih ngobrol langsung (si Keev ngoceh sama udara kosong) ini author malah ngejeplaknya lewat sticky notes, sampe papan iklan segede gaban.
Btw, si Ursa tenggelam nih, porsi cerita terbesar cuma tentang Keev sama Edward.
._.
---
lanjut, eh.. impresi Ursa di sini mengingatkan saya sama Ted-- beruang mesum.
Dan si Ursa itu berhasil dijinakkan lewat makanan, wkwkwk
Walau pada akhirnya, si Kiev nunjukin kebengisan asli (gegara cemburu) sama Ursa mode Polos :v
Point : 7
OC : Orchid Chocolatechan
Keev keren, tampan, berkacamata, dewasa, ngghhh bolehkah bermain dengan karakterku dengan adegan netnot? Om Mata Empat ini membuatku jatuh cinta ❤ #diusir
BalasHapusInteraksi antara author dengan Keev mantap, sukses membuatku tertawa terpingkal. Adegan dramanya juga seru, kayak roman picisan abad pertenghan
Ursario di sini kocak abis. Seru bacanya. Tapi alangkah baiknya jika "pria itu" dan "perempuan itu" diganti dengan nama yang bersangkutan. Errr lebih mudah dibaca kalau pake nama
8 untuk Om Mata Empat Mesum yang sangat menawan
OC Rea Beneventum
Kalau Deadpool lebih mesum, lebih tampan, dan lebih mata ke ranjang, sepertina jadinya Keev ya? ww
BalasHapusEksekusi Breaking the 4th wall udah mantep di sini. interaksi karakter juga udah oke. Kekurangan cerita ketutup dengan interaksi 4 dimensi antara sang karakter dengan penulisnya.
8/10 untuk Keev
Salam Sejahtera dari Zarid Al-Farabi atas titah Enryuumaru
Setelah membaca cerita Keev ini, dan juga dengan melihat status FB penulis yang bertebaran sewaktu proses pengerjaan entri FBC, saya mengerti kenapa tantangan "Breaking The 4th Wall" dipilih. Tampak penulis punya kedekatan emosional yang begitu kuat dengan karakter-karakter yang diciptakannya, dan itulah yang muncul pada tulisan kali ini. Sepanjang cerita ada banyak sekali interaksi antara penulis dengan karakternya, yakni Keev. Terlalu banyak malahan ._.
BalasHapusOh well, sedikit intermezzo saja. Breaking the 4th Wall (ataupun No 4th Wall) itu sangat banyak penerapannya. Bisa itu sebuah interaksi antara karakter dan penulis, antara karakter dengan pembaca, antara penulis dengan pembaca, ataupun antara semuanya sekaligus. Lalu seorang karakter yang sedang "breaking the 4th wall" sebenarnya bisa melakukan APA SAJA. Tergantung penerapannya sejauh apa, dia memiliki perbendahaharaan pengetahuan yang tak terbatas. Dia bisa saja tahu seluruh jalan cerita dari kisahnya sendiri. Dia sadar kalau dia berada dalam fiksi, dan dia sangat tahu kalau fiksi itu ada banyak sehingga dia mungkin saja merefer dari segala cerita fiksi lainnya, entah itu novel, film, game, atau apapun. Dalam BoR, tentu saja sangat mungkin jika seorang karakter mengetahui siapa pengarang dirinya DAN siapa pengarang karakter yang jadi lawannya. Jadi tak terbatas lingkupnya pada dirinya semata. Ini yang mungkin kurang digali dalam entri Keev. (contoh kecil penerapan ini bisa dibaca entri FBC-nya Opi)
Kemudian dari intensitas interaksinya pun bisa digolongkan menjadi ekstrem seperti cerita Keev yang ini, yaitu percakapan dan segala macam terjadi sepenuh kesadaran dan sangat intens. Atau bisa juga dimainkan menjadi agak smooth. Misal si karakter agak samar-samar saja menyadari entitas penulis. Dia tahu ada keberadaan yang mengatur dirinya tapi dia tak tahu siapa itu tepatnya. Atau dia mengerti begitu banyak referensi fiksi lain tapi dia sendiri tidak sadar atau tidak mengakui kalau dirinya berada dalam suatu fiksi.
Yah, intinya ada banyaklah Breaking the 4th Wall.
Langsung ponten saja, 7 dari saya.
- hewan -