Selasa, 20 September 2016

[ROUND 2] 19 - GANZO RASHURA | MAGNASHIYA

oleh : Ramiza

--

AYAT 11
BUAH DARI KEKECEWAAN

"[Kurasa tuhan yang kau anggap itu bukanlah tuhan. Melainkan sesuatu yang sedang memainkan 'Permainan Tuhan']"
.
.
.

Ayat 11 Potongan 31 Kitab Suci Varsakhtisav mengenai Agama Varsakhta berbunyi;

"…Dunia akan lebih baik tanpa agama…"

Ganzo Rashura terpejam. Berduduknya ia diatas sebuah batu besar di tengah sungai yang tenang berhadapan dengan kuil sakral 'Varsaria' . Meditasinya kali ini tak lain untuk merenungi kesalahannya pada pertarungan sebelumnya serta mencerna opini seseorang yang terlampau membuatnya bimbang.

Tidak. Bukan seseorang, melainkan sebuah robot bernama Iris Lemma. 'Kurasa tuhan yang kau anggap itu bukanlah tuhan. Melainkan sesuatu yang sedang memainkan 'Permainan Tuhan'? Omong kososng, kau hanyalah sebuah robot yang di program untuk berbicara secara random' , umpatnya dalam hati.

Namun bagaimana pun juga ia tak boleh meremehkan opini mengenai 'Permainan Tuhan' yang selama ini ia berusaha pecahkan tersebut. Ia mencoba mencernanya dengan membandingkan opini tersebut dengan salah satu ayat dari Kitab Suci Varsakhtisav.

"Jika dunia lebih baik tanpa agama… Lalu mengapa ada agama Varsakhta di dunia ini? Inikah 'Permainan Tuhan'?" Tanpa sengaja ia mengeluarkan perkataan tersebut di sela – sela pejaman matanya.

"Ganzo Rashura… Kau masih terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut… Masih banyak 'Kenyataan' yang belum kau ketahui… Perjalanan mencari kebenaran untuk menyampaikannya pada umatmu masih lah panjang" Satu ucapan seratus suara tersebut menggema di langit – langit bingkai Mimpi Ganzo Rashura.

Tuhannya datang.

Ganzo sontak beranjak dari batu tersebut lalu membungkukkan badannya—memberi hormat kepada Sang Tuhan. Matanya masih terpejam tenang.

"Hamba mengerti…" Ia tak banyak tanya seperti biasanya.

Tanpa beropini ia mengiyakan perkataan tuhannya. Bibirnya berbicara namun pikirannya melambung menuju ingatan yang masih belum lama ini terjadi…

---

Sebelumnya—selepas babak pertama.


Pegunungan Dewa - Dewi, Alam Mimpi.
Para Reveriers yang berhasil menuntaskan babak pertama dikumpulkan di suatu gelanggang pegunungan dengan patung – patung megah entitas para dewa, pemandangan indah diatas lautan kapas putih yang tak terlihat ujungnya. Mereka bergerombol dengan grup masing – masing.

Meski kecewa atas pertempurannya, Ganzo tak lupa bahwa ia berada di Alam Mimpi. Seorang pria bernama Zainurma menandainya sebagai Reveriers bersama dengan puluhan 'korban' lainnya yang kali ini tinggal tersisa 32.

Museum Semesta. Tempat impian para pemimpi dipajang, yang jelek menjadi sampah yang bagus menjadi gladiator babak selanjutnya. Mereka—para Reveriers adalah orang – orang yang terpaksa bertarung untuk dijadikan hiburan bagi suatu entitas dengan sosok mengerikan yaitu Sang Kehendak. Artefak otak emas dengan patung manusia memopongnya.

Suasana disini sangatlah mencekam. Emosi para Reveriers pasca pertarungan mereka masihlah sangat terasa. Para sosok yang berada diatas sebuah podium yakni Zainurma, Mirabelle dan tak lupa juga sosok berkepala bantal bernama Ratu Huban ada disana menatap para Reveriers tanpa sepatah kata apapun terucap sehingga menimbulkan kesan tegang.

"CUKUP! AKU TAK TAHAN UNTUK MENGHABISI MANUSIA YANG ADA DISINI! KAU-YANG-PER-TA-MA!" Memecah keheningan, raga Eve Angeline yang masih dirasuki oleh AI semenjak akhir babak pertama itu berlari sembari memegang pedang Claymore milik Eve.

Ia berusaha menerjang seseorang dengan rambut belah dua berwarna hitam, kulit yang terlampau pucat dengan mata perak tajam. Sebentar lagi akan terjadi kericuhan…

"Hah?!" Beruntung pria tersebut memiliki refleks yang tinggi, ia melompat ke samping dan berhasil menghindari terjangan Eve-AI.

Tak tinggal diam, Mirabelle turun ke gelanggang.

Para peserta yang trauma oleh dahsyatnya tombak Mirabelle saat babak penyisihan memberi jalan secara serontak agar Mirabelle dapat mencapai biang kericuhan, Eve-AI.

Pintar, si pria berambut hitam tersebut segera menjauhi Eve-AI tanpa memberi balasan karena Sang Dewi Perang telah turun menghampirinya. Ia jelas tak mau dirugikan atas perbuatan sebuah Humanoid gila yang tiba – tiba menyerangnya.

"MAU APA KAU?!" Eve-AI mengacungkan pedang Claymorenya pada Mirabelle yang sudah berdiri tegak dihadapannya. "Tapi tunggu… Jika dilihat – lihat sebenarnya kau ini bukanlah dewi…" Eve-AI mengambil ancang – ancang dibarengi seringai iblis.

"KAU MANUSIA KAN---" Niat menebas Mirabelle dengan penuh nafsu, ia justru tiba – tiba terpental hanya oleh gerakan lembut tombak Mirabelle yang mengayun ke arahnya.

Para Reveriers sekali lagi tertegun atas aksi yang diperlihatkan Dewi Perang Mirabelle, semakin kuat pula alasan untuk tidak mencari perkara atas para pengurus Museum Semesta ini.

"KE-NA-PA INI?! AKU TAK BISA BERGERAK MAUPUN KELUAR DARI TUBUH HUMANOID INI…" Penuh nafsu, Eve-AI tergeletak naas dihadapan puluhan Reveriers.

"Beraninya kau membuat kekacauan disini…" Mirabelle angkat bicara. "Segila apapun programmu, harusnya kau mengetahui bahwa situasimu tak mendukung untuk menggila disini… Ratu Huban! Bawa dia ke Museum Semesta!" Pinta Mirabelle pada Ratu Huban yang masih nangkring di atas podium.

Ratu Huban beranjak lalu melompat ke gelanggang bersama dua domba tak dikenal, sepertinya itu milik AI dan Eve Angeline.

"Hayo hayooo~ Anak nakal harus dihukum~" Domba yang dibawa Ratu Huban menyeret AI-Eve tanpa perlawanan, dilain pihak Ratu Huban membuka portal ke sarang Sang Kehendak. Malang nasib Eve yang menjadi wadah dari kecerobohan AI.

'Hei hei… Yang harusnya kau seret adalah AI seorang… Eve hanyalah korban…' Ganzo meringis dalam hatinya. Ia sangat ingin memberikan suara namun itu akan menjadi hal buruk di situasi seperti ini.

Eve-AI sempat meronta dengan sumpah serapah yang menjadi ironi, ia diseret menuju Museum Semesta yang tentu saja para Reveriers sudah tau apa yang akan terjadi.

Mereka akan dijadikan Karya Seni Museum…

Mata Ganzo terbelalak menyaksikan segala peristiwa ini, ia yang menopang kaleng ajaib Stalla hanya bisa terdiam melihat apa yang baru saja terjadi. Rasa kecewa nya pada pertarungan sebelumnya pun menjadi alasan kuat lainnya untuk tidak terlibat pada konflik Eve-AI.

'Malang nian nasib wanita tersebut… Dari babak pertama pun aku tak melihat niat buruknya, hanya saja ia menjadi korban AI…' Stalla angkat bicara, tentu saja hanya Ganzo yang bisa mendengarnya.

"Ya, kau benar…" Dengan tatapan kosong ia menanggapi Stalla.

'Pada babak pertama ia dipaksa membunuh orang yang ia percayai, dan sekarang ia dipaksa berbuat onar yang mengorbankan raganya menjadi Karya Seni Museum… Aku kasian terhadap semestanya…' Ucap Stalla.

Ganzo tak menanggapinya, ia benar – benar sedang dalam depresi yang sungguh berat.

Yap, mereka—para Reveriers adalah perwakilan dari masing – masing semesta untuk bertarung di ajang antar-semesta ini. Jika mereka menang, mereka bertahan. Jika kalah? Mereka menjadi Karya Seni Museum Semesta dan dunia tempat mereka tinggal akan direnggut paksa oleh Sang Kehendak.

Hingga akhirnya Zainurma angkat bicara mengenai babak kedua. Selanjutnya para Reveriers dipulangkan menuju Bingkai Mimpi masing – masing oleh Ratu Huban beserta dombanya. Tanpa perpisahan, Ganzo berpisah dengan Iris Lemma dan Stalla. Pengalaman yang takkan pernah ia lupakan.

Dilain pihak, pria berambut hitam belah dua memberi tatapan penasaran pada Ganzo sebelum akhirnya ia beranjak menuju portal menuju Bingkai Mimpinya…

---

"Ba… Ba… BAGINDA NABI GANZO RASHURA!!!"

Lamunan Ganzo terpecah, mengembalikan angannya ke masa sekarang. Ia yang masih terpejam hendak membuka mata lalu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya dari belakang.

Alangkah terkejutnya ia melihat lima orang berkepala botak dengan pakaian khas ibadah khusus agama Varsakhta sedang berlutut di tepian sungai dengan wajah haru. Tak salah lagi mereka adalah umat penganut agama Varsakhta!

Ganzo terbelalak, bibirnya bergetar hebat, air mata yang ia bendung akan pecah dalam hitungan beberapa saat lagi. "Katakan… Ini bukan ilusi sialan dari para kurator – kurator itu…" Dengan sigap ia langsung berjalan secara terburu – buru ke tepian sungai tempat lima orang itu sedang bertekuk.

"BAGINDA!"

"Puji Tuhan Varsakhta! Kami selamat! Baginda Nabi!"

"Ini adalah mukjizat bagi orang – orang beriman!"

Mereka berseru dalam haru sekejap menghampiri Ganzo, disisi lain Ganzo pun segera merangkul lima orang umatnya tersebut.

"Aku… Aku sangat senang dapat bertemu dengan umatku di dalam situasi yang sedang tak mengenakan hati seperti ini" Dalam haru, inspirasinya kembali secara perlahan.

'Wahai Nabiku… Bergembiralah bahwa umatmu ada disini sebagai tameng inspirasimu, namun engkau harus mengetahui situasi ini bahwa tak hanya umatmu yang berada disini…' Tuhan Varsakhtan kembali bersuara, namun kali ini hanya dikepala Ganzo.

Benar, keadaan ini sedikit aneh… Bagaimana bisa umatnya yang berada di semesta Varsakhta ada di Alam Mimpi? Ia harus menyimpan haru nya dalam – dalam dan tetap waspada akan datangnya ancaman lain.

"Wahai umatku, bagaimana kalian bisa datang kemari?" Tanya Ganzo.

"Ya Nabi, ceritanya bermula ketika Kuil Sakral Varsaria menghilang dalam sekejap bersama sungai dan hutan subur di sisinya…" Salah seorang dari umatnya yang paling tua mulai bercerita panjang lebar, sepertinya ia adalah tetua biksu.

Rupanya tepat setelah Ganzo memenangkan babak penyisihan, Kuil Sakral Varsaria yang menjadi kiblat umat Varsakhta mendadak menghilang menjadi tandus bersama dengan sungai serta hutan – hutannya.

Tepat di ujung hutan tersebut terbangunlah sebuah desa bernama 'Shim' yang mayoritas warganya bukanlah penganut agama Varsakhta—malah mereka adalah pemboikot agama Varsakhta, namun umat Varsakhta yang tinggal disana tetaplah tegar menghadapi orang – orang yang membenci mereka.

Hingga suatu saat Kuil Varsaria serta alam disekitarnya mendadak menjadi tandus membuat umat Varsakhta disana panik setengah mati, mereka mengira bahwa akan terjadi kiamat cepat atau lambat. Sebagian besar bunuh diri dan kabur dari imannya, yang pada akhirnya hanya menyisakan lima orang umat Ganzo yang setia ini.

Setelah kabar kiamat akan datang, warga yang memboikot agama Varsakhta menjadi semakin resah akan teror tersebut, sehingga mereka memburu satu – persatu umat Varsakhta yang mereka temui. Namun tepat setelah lima orang umat Varsakhta yang tersisa ini dipojokan oleh para warga, cahaya putih menyinari segala penjuru dari ketiadaan. Dan mereka pun terdampar di Bingkai Mimpi Ganzo.

Memanfaatkan kepanikan para warga, lima anggota Varsakhta ini segera menyusup hutan yang tak asing bagi mereka, mereka yakin bahwa rute ini adalah rute hutan menuju Kuil Sakral Varsaria yang sempat menghilang.

Mereka benar, hingga sekarang mereka bertemu dengan pemimpin sejati mereka... Nabi generasi kelima, Ganzo Rashura.

"Puji Tuhan Varsakhta! Terima kasih atas kasihmu wahai tuhan yang maha esa…" Dengan terharu ganzo menggumamkan nama besar tuhannya.

"Tapi tunggu… Kalau begitu warga dari Shim ada disini?" Tanya Ganzo.

Para umatnya yang berada dalam haru bahagia kembali pucat panik, mereka lupa untuk mengabarkan hal tersebut pada Sang Nabi.

"B-Benar, ada sekitar ribuan orang warga Shim disini… Dan tak hanya warganya… Desa mereka pun ada disini…" Jawab salah satu orang dari lima umatnya tersebut.

Tatapan Ganzo menajam, ia mulai memikirkan spekulasi apa yang terjadi dengan Bingkai Mimpinya. Sontak tak lama suara Tuhan kembali terdengar di kepala Ganzo.

'Aku sudah melihatnya… Bingkai Mimpi ini meluas memakan desa Shim hingga desa tersebut ada di Bingkai Mimpimu beserta warganya… Ini ujian selanjutnya untukmu Ganzo, mari lihat apa yang akan kau lakukan dengan warga desa tersebut…'

"Kalian semua ayo ikut aku…" Ganzo beranjak.

"Kemana, baginda?"

"Kita tuntut toleransi dari mereka…"

---

AYAT 12
BANGSA TAK BERTUHAN


Bingkai Mimpi Lain, Alam Mimpi.
Tersirat jelas keramaian sebuah kota di salah satu dari Bingkai Mimpi dari Reveriers. Kota unik dengan bangunan putih beratap kubah tersebut memiliki penduduk yang padat dengan kesibukan mereka masing – masing seolah tak peduli mereka berada di Alam Mimpi atau semestanya sendiri.

Kota tersebut menampilkan estetika nya sendiri, orang – orang disini mengenakan pakaian serba hitam putih panjang menyerupai jubah yang sangat khas. Tapi sayang seribu sayang, beberapa langkah dari keramaian terdapat pemukiman dengan bangunan berwarna coklat dekil. Sepertinya ada diskriminasi antara si kaya dan si miskin disini.

Dari jauh keramaian, sebuah portal muncul memuntahkan seekor domba yang dituntun oleh pria berambut hitam belah dua, pria yang hampir menjadi korban kebrutalan AI di sela – sela pengumuman babak kedua.

Ia turun dari domba lugu tersebut lalu mengetuk pintu suatu bangunan putih beratap kubah namun berada di pojok kota yang jauh dari keramaian.

"Tunggu sebentar…" Suara wanita lembut terdengar dari balik pintu kayu.

Dibukanya pintu tersebut menampilkan paras wanita yang aduhai cantiknya dengan kulit putih tak ternoda dan rambut hitam lurus bagai sutra yang lembut. Bahkan si pria berambut hitam tersebut sempat tertegun melihat wanita tersebut saat membukakan pintu. "Ah, Asher… Sudah selesai kah? Mari masuk kedalam…" Ucap lembut wanita tersebut.

Terungkap sudah identitas pria tersebut, ia adalah Sheraga Asher—salah satu daripada sekian Reveriers, Bingkai Mimpinya merupakan salah satu kota di semestanya bernama Ibukota Batya.

Tanpa mengucap kata, ia mengangguk lalu masuk meninggalkan domba lugunya yang bernama Chavah diluar tanpa terikat apapun.

"Apa kau… Terluka, Asher?" Dipegangnya pipi dari pria putih bernama Sheraga Asher itu, benar saja terdapat goresan kecil di pipinya. Rupanya serangan AI tak hanya omong kosong tak berbuah, meski hanya goresan kecil tak bermakna.

Pria tersebut masih tertegun, ia merespon dengan telat. "Ah? Ini pasti ulah robot yang tadi itu…" Gumamnya kecil namun dapat didengar. "Tak apa Gal, aku baik – baik saja…" Asher tersenyum sambil lanjut berjalan memasuki bangunan tersebut.

Masuklah ia pada suatu ruang tengah dengan dua pria didalamnya. Satu adalah pria ramping berkulit putih pucat dengan rambut coklat seminyak mengkilap duduk dengan rapih di sebuah kursi meja makan, sekilas dari tampangnya ia adalah pria ramah yang mata nya selalu terpejam—buta. Disisi lain ada pria jangkung berbaju zirah, ia sangat berbeda dengan pria yang satunya karena memiliki tampang yang sangat sangar bagaikan ular duduk santai di jendela.

"Kau akhirnya kembali… Asher, aku dan yang lain sudah menantimu semenjak kita berpisah dari pulau terkutuk itu… di babak pertama yang sudah lalu…" Ucap pria berambut seminyak itu dengan perlahan membuat kesan pengasih yang sangat menyejukkan.

"Ya, meski begitu ini bukanlah hal yang menyenangkan tentunya." Asher tersenyum pada sahabatnya. "Tapi kalau aku tak salah lihat… Bingkai Mimpi ini membesar atau hanya perasaanku saja ya?" Lanjut Asher.

"Shhh memang membesar..."

Si wajah ular angkat bicara, terlihat ketika ia mendesis lidahnya yang terbelah dua semakin membuat panggilan 'ular' cocok untuk dirinya.

"Aku sudah melihat sekeliling terdapat perluasan Bingkai Mimpi, bahkan sekarang ada lautan… Shhhh…" Desisnya.

"Hmm begitukah? Aku tak peduli apa arti dari perluasan Bingkai Mimpi ini tapi aku yakin pemimpi—Reveriers yang lain akan senang oleh hal ini karena dapat bertemu dengan manusia yang berasal dari semesta mereka…" Ucap Sheraga tersenyum. "Ngomong – ngomong, Nadav… bisa kau turun dari situ? Ada beberapa hal yang harus kita diskusikan mengenai babak selanjutnya…" Lanjut Asher. Rupanya pria ular itu memiliki nama Nadav.

"Ssshh… Aku mendengarkan dari sini kan bisa…" Nadav turun dari jendela, ia berdiri dengan tegak menghadap meja makan tempat Orim—si pria buta duduk.

Gal Raivah tersenyum melihat seluruh anggota dari orang – orang yang terjebak di Alam Mimpi ini masih bisa berkumpul bersama di satu tempat. Ia sempat mau beranjak agar Sheraga dapat memulai pembicaraan seriusnya bersama Orim dan Nadav.

"Gal, kau boleh tinggal dan mendengarkan kok…" Sheraga menoleh dengan senyum, ia menatap Gal dengan lembut.

"Hmmm~" Gal membalas senyuman Sheraga dengan anggun. "Kau masih belum berubah ya, Asher… Masih seperti pribadimu lima tahun yang lalu" Lanjutnya dengan nada sedikit menggoda.

"Eh?" Wajah Sheraga memerah. Perkataan mendadak Gal jelas membuat suasana menjadi agak canggung.

 Grebukkk. Suara gaduh muncul dari arah dapur memecah suasana canggung di ruang tengah ini, semua mata tertuju pada lorong arah dapur. Dari raut wajah para personil disini tak ada yang curiga, itu berarti masih ada satu orang lagi yang tertinggal.

"KAK SHERAAAAAAA~~~" Suara riang anak – anak terdengar dari dapur berlari menuju ruang tengah.

RATU HUBAN KAH?!

Namun lain, gadis kecil berambut merah datang dengan riang memeluk perut Sheraga. "Kalau mau pergi bilang - bilang dong! Masa tidak pamit sama sekali!" Gadis itu cemberut, Sheraga hanya tersenyum sembari mengusap kepalanya sehingga lekas membuat pelukan gadis tersebut lepas.

"Mengertilah, Shena… Saat babak pertama lalu aku terburu – buru… Aku akan berpamitan padamu lain kali di babak selanjutnya, ya?" Ucap Asher tanpa menghilangkan kesan tenang dalam dirinya.

"Hummp!" Si gadis rambut merah itu bersilang lengan, wajahnya masih cemberut.

"Sssshhhh… Bisakah kita mulai? Aku sedikit jengkel dengan lepas kangen tak bermakna ini…" Si ular angkat bicara lagi memecah suasana kasih.

"Biarlah, Nadav… Selanjutnya kita tak tau apa kita masih bisa seperti ini atau tidak… kan?" Dengan perlahan Orim juga angkat bicara, nadanya masih ramah seperti sebelumnya.

"Persetan… Sudahlah, ayo katakan apa yang kau temui pasca babak pertama? Sssshhh…" Desis si ular.

Asher duduk di kursi berhadapan dengan Orim, kedua punggung tangannya menopang dagu. Mata silvernya tenang berusaha menggali memori mengenai kejadian di gunung Dewa – Dewi sebelum ia bercerita pada rekan – rekannya.

"Tadi para pemimpi dikumpulkan di suatu pegunungan, suasana tegang campur emosi yang masih menyala sehabis menyelesaikan babak pertama mereka masing – masing masihlah sangat terasa." Asher mulai bercerita. "Hanya saja ada robot random brengsek yang mendadak menyerangku, untung saja hanya dia yang terseret oleh para antek – antek dari pria ubanan itu…" Zainurma yang ia maksud.

"Hmm… Kau baik – baik saja pun… sudah sangat melegakan, Asher… Tapi aku penasaran mengapa ada yang berani menyerangmu di situasi seperti itu…" Tanya Orim.

"Aku pun tak paham, yaahh yang penting bukanlah itu… Tapi yang penting adalah bahwa pemimpi yang tersisa hanya tinggal 32 orang lagi…" Jawab Asher.

"Sssshhh… Apa ada yang terlihat kuat dari sisa para pemimpi itu?" Desis Nadav si ular.

"Di mataku para pemimpi yang tersisa pastilah orang – orang kuat, aku yakin sekali hanya dengan menatap mereka…" Suara Asher memberat. "Naga setinggi 3 meter, robot bermata satu, pria botak dengan kulit emas dan bahkan kaleng pengharum ruangan pun masih ada disana…" Sambungnya.

MBEEEEKKKKKK

Ditengah – tengah percakapan, domba milik Asher yang dibiarkan diluar mengembik sembari menggedor pintu kayu bangunan tersebut. Asher beranjak menuju pintu dengan Nadav dan Gal mengekor di belakangnya.

"BERISIK! DASAR HEWAN!" Bentak Sheraga Asher.

Pintu terbuka, dilihatnya domba lugu dengan sepucuk surat berwarna kuning keemasan di mulutnya. Sontak Sheraga segera mengambil serta membukanya.

Dibacakan olehnya surat tersebut dihadapan Nadav dan Gal.

"Asher… Apa isi surat itu?" Orim menyusul dari ruang tengah.

"Babak kedua akan segera dimulai…"

"Eeeeeeh?! Secepat itu kah kak?" Shena menggenggam lengan Asher dengan lugu.

"Apa kau tak diberi tau… Secara lebih lanjut kapan babak kedua dimulai saat di pegunungan dewa – dewi… Asher?" Tanya Orim.

Asher terdiam.

"Tidak…"

"Ssssshh! Kalau begitu kali ini apa tantangannya ya… Mari segera selesaikan ini dan pulang, ssshhh!" Nadav meregangkan lengannya, rautnya tampak sangat siap untuk bertarung.

"To… To-toloong…"

Desis seseorang datang dari arah kota.

Asher dan kawan – kawan diam terkejut melihat seseorang.

Seorang pria tua yang berjalan juntai menghampiri mereka.

"Tolong… Pundakku… Terasa berat sekali dan sakit, aku tak berani untuk melihatnya…" Raut wajahnya yang panik menjadi semakin panik ketika melihat Shena dan Nadav. Entah mengapa Shena memang terlihat begitu berbeda dari Sheraga, Gal dan yang lainnya.

Melihat pria itu bertingkah aneh, Shena segera bersembunyi di belakang Sheraga.

"Biar kuperiksa…" Gal dengan hati – hati mendekatinya, lalu ia membuka pakaian pria tua itu.

"KYAAAAHHHHHHHH!!!" Gal terjungkal histeris.

"G-GAL!" Meninggalkan Shena, Asher segera menghampiri Gal lalu memangkunya. "Katakan! Apa yang kau lakukan, bangsat?!" Tanya Asher pada pria itu.

"Aku… Aku tak tau! Ia mendadak terjatuh ketika ia melihat—" Ucapan pria tersebut mendadak berhenti ketika ia menoleh ke pundaknya.

"P-p-pundaknya…" Gal angkat bicara.

Semua mata tertuju pada pundak pria tersebut.

Di pundaknya.

Terdapat topeng hidup.

"Nnnnggwuaaahh…" Topeng itu menggeliat.

Itu bukan topeng, rupanya itu adalah wajah.

Wajah berwarna ungu dengan tanduk, ia menyeringai memampangkan taring panjang.

"A-astaga… Apa itu…" Asher terperangan melihatnya.

"Ssssshhh… Aku rasanya pernah melihat itu di sebuah buku…" Ucap Nadav.

"Itu adalah Roshul… Mimpi buruk bangsa Dayan…" Shena berucap dengan rendah, lengannya gemetar ketakutan.

"Mimpi b-buruk?! Bangsa Dayan?! HIIIIYAAAAAAA!!!" Pria tua itu kabur ke arah kota dengan terbirit – birit.

Langit – langit mulai menghitam…

Muncul wajah yang sama namun sangat besar di langit kota Batya.

"Inikah babak kedua?" Gumam Asher.

"Asher… Kita harus segera menyelesaikan ini karena… Ini semakin buruk…" Orim perlahan membuka bajunya, memperlihatkan kulit putih halusnya.

Wajah yang menyerupai iblis itu pun menempel di pundak Orim. Sama seperti pria tua yang berjalan juntai tadi.

"ASTAGA! ORIM!" Ucap Gal lalu segera ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, secara mendadak ia merasa mual.

"Brengsek! Orim dan Nadav ikut denganku! Kita harus pastikan apa yang sebenarnya terjadi disini…"

Orim lalu memakai bajunya dan berjalan mengikuti Asher menuju arah pusat kota Batya…

Meninggalkan Gal yang sedang memeluk Shena.

.

.

.

"Kak Gal… Antar aku menuju Kak Asher…"

---

AYAT 13
NABI PALSU

Bingkai Mimpi Ganzo Rashura, Pedesaan Shim.

Mereka Panik.

Terpampang jelas bagi siapapun yang melihatnya, mereka panik.

Sekitar ribuan bangsa Shim berkumpul dibalai desa, terdapat panggung kayu disamping sebuah sumur besar di tengah balai desa tersebut. Mereka adalah orang – orang Shim, bangsa dengan mayoritas petani tersebut panik tak kepalang.

Meninggalkan ladang panennya, para petani Shim berhamburan menyatu ke balai desa mempertanyakan keadaan.

"Di… Dimana kita… ?!" Seorang pria tua berjanggut putih gemetar memperhatikan lelangit berawana putih terang tak biasa mereka lihat di semestanya.

"Ini pasti kutukan… Ini… INI PASTI KUTUKAN!!" Wanita paruh baya histeris.

"Aku yakin! Ini pastilah ulah para biksu ajaran sesat tersebut! Kalian semua lihat, Hutan Varsaria yang seharusnya tandus tiba – tiba kembali ada! Kuil sesat itu pun juga aku yakin kembali seperti semula!" Pemuda lain ikut meramaikan kepanikkan.

Seseorang naik ke panggung kayu tersebut, ia seorang kakek yang terlihat masih bugar dengan rambut putih panjang di dagu dan kepalanya yang sama sekali belum terlihat adanya kerontokan, ia mengenakan jubah hitam. Semua mata tertuju pada pria tua itu, ia mengangkat tangannya sontak para warga langsung terdiam.

Suasana mendadak sunyi.

"Wahai warga Shim! Namaku adalah Judat, aku adalah peramal terkenal dari negeri seberang yang sedang berkelana kemari." Ia angkat bicara. "Mohon tahan kepanikkan kalian, aku sudah tau bahwa hal ini akan terjadi!"

Warga Shim yang sedang berkumpul sontak terkejut.

"La… Lalu, Apa yang… Sedang terjadi disini wahai Judat si peramal?" Pemuda tadi angkat bicara dari kesunyian.

"Biar kutanya lebih dulu… SIAPAKAH PENGUASA ALAM SEMESTA INI?!" Bentak Judat dengan suara lantang.

"Tentu saja Visach Yang Agung!" Pemuda tadi serta beberapa warga menyerukan nama yang asing, Visach Yang Agung.

"LALU SIAPA ITU VARSAKHTA DAN BIKSU – BIKSU BOTAK NYA ITU?!" Masih dengan nada yang sama Judat bertanya.

"MEREKA ADALAH ORANG SESAT! AGAMA OMONG KOSONG!" Tak disangka para warga Shim mendadak terbakar semangatnya.

"Wahai para pengikut setia Visach... Biar kuberi tau kalian kenyataan mengenai kenapa kalian ada disini…" Nada Judat merendah, suasana kembali sunyi. "Ini semua adalah ulah para setan Varsakhta, Visach yang agung telah membumi hanguskan mereka, namun para setan itu bukannya sadar malah balas dendam dengan melakukan teror sihir hitam untuk membawa kalian kemari! Ke sebuah dimensi setan agar kalian semua ketakutan!"

"Be… Benarkah itu, wahai peramal?! " Emosi berkecamuk diantara para warga Shim.

"AKU ADALAH PERAMAL! AKU TAU HAL INI PASTI TERJADI! Namun janganlah takut wahai saudara… Visach Yang Agung akan membawa kita pada dunia kita kembali…"

Judat sang peramal mengambil sesuatu di kantong jubahnya, ia lalu mengangkatnya ke atas. Sebuah patung perunggu berbentuk rajawali ditunjukannya pada warga Shim. Seolah mengerti apa arti dari patung tersebut, warga Shim bersorak ria.

"YA… YANG MULIA VISACH ADA DISINI!" Wanita paruh baya yang awalnya histeris itu menyorakkan nama Visach.

"KAU BENAR… SANG PERAMAL ADA DISINI UNTUK MENYELAMATKAN KITA! BAHKAN IA MEMBAWA YANG MULIA VISACH BERSAMANYA! KESELAMATAN KITA TERJAMIN!!!" Semangat para warga membara melihat sosok yang mereka agungkan.

Visach, sebuah pahatan logam perunggu berbentuk rajawali yang menjadi kepercayaan mayoritas warga Shim dan negeri – negeri non-Varsakhta, namun jika para warga menggunakan akal sehatnya maka dapat dilihat bahwa patung Visach itu tak lain hanyalah seonggok patung tak bernyawa. Para rakyat dengan pikiran primitif itu dengan bangganya menerima ajaran Visach.

"Tenanglah para warga Shim! Ramalanku berkata bahwa kita harus membinasakan para biksu ajaran setan tersebut untuk bisa kabur dari sini!" Ucap Judat.

"Wahai peramal, aku sepertinya tau kemana mereka pergi… Di ujung hutan ini aku ingat jelas sebelum hutan ini menghilang, ada sebuah kuil sesat! Sepertinya mereka pergi kesana!" Ujar salah seorang warga.

"Baiklah, demi yang mulia agung Visach! Aku akan membimbing kalian! Bawa peralatan kalian, kita akan berperang dengan para setan!" Seru Judat.

"DEMI VISACH! DEMI VISACH! BUNUH PARA BIKSU AJARAN SESAT!" Para warga berseru hebat, mereka membawa sekop, cangkul dan alat tani lainnya sebagai senjata.

Seorang pria botak emas datang bersama lima pengikutnya datang dari dalam hutan…

"Permisi…" Suara lembut terdengar dari pria emas tersebut.

Ganzo Rashura datang bersama pengikutnya. Sebuah tindakan bodoh memang, namun ia datang bukan untuk berperang melainkan berdiskusi agar para warga Shim dapat menerima umatnya dan jangan terpengaruh provokasi yang mengintimidasi umat Varsakhta.

"M-m-m-m-mereka… mereka…"

"Hey… Itu kan…"

"PARA BIKSU VARSAKHTA! SUNGGUH BERANI KALIAN UNTUK DATANG KEMARI SETELAH MENJEBAK KAMI KE ALAM SETANIYAH INI!" Meneguhkan kepercayaan warga Shim, Judat penuh amarah membentak kedatangan Ganzo.

Tak gentar, Ganzo tetap tersenyum rendah hati menghormati lawan bicaranya yakni seorang peramal yang menganggap kepercayaan Ganzo sesat.

"Mohon tenang, saya kemari bukan untuk menyakiti siapapun… Aku ingin mengklarifikasi bahwa berpindahnya desa Shim ke alam ini tak ada sangkut pautnya dengan para biksu maupun agama Varsakhta" Dengan situasi batin yang masih berkecamuk, Ganzo berusaha berbicara dengan tenang.

Ganzo kemudian menjelaskan mengenai Alam Mimpi serta tokoh – tokoh dibalik semua ini, "Namun jika kalian bersikap tenang dan tak menyerang para biksu aku akan berusaha mengeluarkan kalian dari tempat ini." Ucapnya.

Para warga sempat terlihat gundah berdiskusi, dalam situasi seperti ini siapapun dapat mempercayai ucapan orang yang dirasa lebih masuk akal dan menguntungkan.

"Wahai para pengikut Visach! Jangan kalian percaya pada si sesat ini! Percayalah padaku yang jelas membawa perwujudan Visach itu sendiri!" Tak mau kalah, si peramal tetap pada pendiriannya.

"Errr…" Salah seorang warga angkat bicara, raut wajahnya menampakkan ketakutan untuk berkata – kata.

"Seharusnya… K-k-kita mengikuti apa yang dikatakan Visach… Bagaimana… bagaimana kalau apa yang dikatakan biksu emas itu adalah dusta untuk menipu kita?!" Dengan ucapan yang terbata, ia mencoba memberanikan diri mengungkapkan perkataannya.

"B-b-benar... Ada benarnya juga apa yang kau katakana…" Warga lain ikut setuju.

"Kita harus segera keluar dari sini… DEMI VISACH, BURU PARA BIKSU TERSEBUT!!!" Sang peramal menyerukan genderang perang, disusul para warga yang ikut bersorak dan mengangkat senjata mereka masing – masing.

"Wahai para warga yang saya hormat--- argh!" Sebuah batu mengenai kepala Ganzo bersama para biksu lainnya, rakyat mulai melemparkan batu padanya. "Tidak… Kumohon dengarkan aku dulu, aku berkata jujur…"

Tak berguna. Ganzo segera memberi isyarat pada para biksu pengikutnya untuk kabur bersembunyi ke hutan sementara Ganzo berusaha untuk kembali bernegosiasi dengan warga yang sudah terlanjur marah padanya.

Terlihat seorang gadis kecil berkepang dua dengan pakaian kumuh seperti baru saja bertani berlari mendekati Ganzo membawa sebuah tongkat kayu lalu memukulkannya pada Ganzo.

"Pergi kau! Dasar orang jahat!" Rengek anak itu sembari memukul – mukulkan tongkatnya pada Ganzo. Tak sakit di wujud, namun sakit dihati.

"Eerin! Jangan dekati iblis itu!" Seorang wanita datang memeluk lalu menggendong anak tersebut menjauhi Ganzo. "ENYAHLAH KAU IBLIS! JANGAN COBA – COBA MENYESATKAN ANAKKU!" Wanita itu menyentak Ganzo lalu berlari sembunyi ke balik keramaian.

Warga menghunuskan perabotan tani mereka ke arah Ganzo, kapanpun mereka dapat menyerang Ganzo. Disisi lain Ganzo diam seribu bahasa melihat ironis yang kembali menyayat hatinya, belum selesai mengobati luka lain malah timbul luka baru yang menyebutkan bahwa ia dan ajarannya sesat.

"Semuanya bersiap! Orang ini harus binasa agar kita dapat keluar dari sini!" Seru Judat mengomando warga Shim.

BUUUUUUUUUUMMMMMMMMMMMMMMM

Sebuah getaran dahsyat terasa di Bingkai Mimpi Ganzo, para warga dan sang peramal tersebut terkejut apa yang sedang terjadi. Meski hanya terjadi satu kali dentuman namun terasa sangat dahsyat, beberapa gubuk petani bahkan rubuh.

"A-apa lagi ini! Jelaskan wahai nabi palsu!" Ucap Judat yang terjatuh akibat dentuman tadi.

"Aku tak tau… Sudah kubilang bahwa ini tak ada sangkut pautnya padaku wahai peramal judat, dan dentuman tadi pun aku tak tau darimana asalnya" Ujar Ganzo

Dari langit terbanglah seekor domba berbulu emas menghampiri Ganzo, rupanya itu adalah Si Botak pemberian Ratu Huban pada Ganzo untuk mengantarnya dalam perjalanan babak – babak sebelumnya. Terdapat sepucuk surat sewarna Si Botak di mulutnya, segera Ganzo membuka surat tersebut.

"Babak kedua dimulai?

"MBEEEEKKK! MBEKK!!" Si Botak mengembik sembari menarik baju Ganzo, ia seolah ingin menunjukan sesuatu.

"Duh…" Ganzo menoleh ke arah hutan tempat pengikutnya kabur untuk memastikan bahwa mereka aman, kemudian ia menunggangi Si Botak untuk memastikan dari mana asal gempa tadi.

"MBEEEEEEK!!!"

Si Botak melesat terbang menuju arah yang berlawanan dengan hutan tempat para pengikutnya kabur. Para warga terperangan dengan bola mata bergerak mengikuti domba terbang yang melintasi kepala mereka dengan Ganzo diatasnya.

"TERBUKTI SUDAH! GANZO MENGGUNAKAN ILMU HITAM!" Judat bersorak, matanya melotot bak bola yang mau keluar dari lubang. "SEMUANYA KEJAR DIA!"

"YAAAA!!!" Warga ikut berseru, mereka berbondong – bondong pergi mengejar Ganzo meninggalkan umat Varsakhta yang berhasil kabur menuju hutan ke arah kuil Varsaria.

---


"ASTAGA… Apa yang terjadi…" Ganzo terperangan, ia melayang bersama Si Botak dihadapan pemandangan yang sukar dipercaya.

Sebuah kota dengan bangunan tinggi berdominan putih dengan atap berbentuk seperti kubah yang sangat asing di mata Ganzo tampak menempel dengan ujung dari sungai serta hutan Varsaria. Dari atas juga dapat dilihat sekerumunan manusia yang jumlahnya berkali – kali lipat dari warga Shim berusaha menjauh ketakutan dari area hutan dan sungai Varsaria.

Penampilan orang – orang itu kebanyakan mengenakan pakaian putih panjang, entah apa disebutnya karena pakaian tersebut tak ada di dunia Ganzo. Tampang mereka pun sangat asing, kebanyakan dari mereka memiliki paras putih nan tampan dan cantik, sangat berbeda dengan warga Shim yang kotor.

Benar.

Jika kota berkubah putih ini dibandingkan dengan desa Shim, ibaratnya seperti bumi dan langit.

Warganya pun jika dibandingkan dengan para petani Shim, ibaratkan seperti malaikat dan binatang.

Tak lama dari itu, Judat beserta para petani datang dari arah hutan, terpampang dari ritme nafas mereka sangat bernafsu untuk mengejar Ganzo. Namun sayang, mereka malah mendapati Ganzo sedang melayang bersama dombanya, dan yang paling parah adalah sebuah pemandangan yang sangat asing dimata mereka.

"Apa… Ini…" Judat tak kalah terkejut dari Ganzo, matanya berbinar melihat kota yang sangat indah.

Para warga riuh membicarakan ketidak tahuan mereka.

"Tidak…" Judat angkat bicara.

"Aku tau ini…" Lanjutnya.

"SEMUANYA MOHON DENGARKAN AKU!" Judat bersorak membuat riuh warga menjadi hening seketika.

Ganzo menoleh ke arah kerumunan warga Shim.

"BERGEMBIRALAH! BERSORAKLAH! Sesungguhnya Yang Mulia Visach telah memberikan pertolongan pada kita! Visach akan menolong kita dari neraka Varsakhta ini!" Seru Judat dengan sangat percaya diri.

"B-benarkah itu wahai peramal!?"

"T-Tuan… Tuan Visach akan menolong kita?!"

Raut para warga yang awalnya bernafsu memburu Ganzo berubah menjadi seperti seseorang yang sekarat di padang pasir dan menemukan secercah oasis segar di hadapannya.

Oasis itu adalah harapan.

Namun harapan tersebut biasanya sering ditemui semu.

Seperti oasis yang ternyata hanyalah sebuah fatamorgana.

"Tentu saja benar! Lihatlah dihadapan kalian! Ini adalah khayangan ! Ini adalah sorga! Tuhan Visach telah menurunkan sorga beserta malaikatnya untuk menolong kita!" Sorak Judat.

"WOOAAHH!!! TERIMAKASIH YANG MULIA VISACH!!!"

Warga Shim berseru dengan air mata mengalir, mereka benar – benar terbenam dalam harapan yang belum pasti. Ganzo hanya bisa melihat mereka dengan raut sedih, saat ini tak ada yang bisa ia lakukan, ia hanya yakin bahwa kota dihadapannya merupakan Bingkai Mimpi seseorang dan bagian dari babak kedua.

Di sela – sela tangisan syahdu warga Shim, mendadak langit – langit dua Bingkai Mimpi tersebut menghitam pekat. Tangisan warga pun sedikit mereda.

"H-hei lihat itu…" Seorang warga menunjuk ke lelangitan kota putih itu.

Kejutan lain datang, sebuah topeng raksasa…

Tidak.

Sebuah wajah raksasa ungu kegelapan bertanduk dengan raut wajah tersenyum yang mengerikan muncul dari ketiadaan. Mulutnya menyeringai lebar, ia terlihat memiliki taring yang sangat panjang. Bagi siapapun yang melihatnya pasti akan menganggap wajah itu adalah topeng iblis.

"T-tenang… Mungkin itu adalah malaikat yang diutus oleh Yang Mulia Visach untuk menolong kita dan Varsakhta yang sesat ini…" Ujar Judat, ia gemetar ketakutan melihat sosok raksasa yang menyeringai itu.

"P-peramal judat! Apa yang terjadi dengan tanganku ini?!" Seorang ibu berperawakan gempal angkat bicara.

Kulit lengannya perlahan muncul sebercak warna emas terang yang menyatu dengan kulitnya. Jika diperhatikan, kulit emas itu meluas dengan sangat perlahan.

Kulit Emas.

Seperti Ganzo.

"Ia benar… Aku juga dapat, dan ini sangatlah keras! Aku sulit menggerakan ankle-ku!" Satu orang lagi terkena 'Penyakit Kulit Emas' tersebut di bagian sikut, bagian yang menjadi emas akan mengeras seolah lengan mereka benar – benar diubah menjadi emas asli. Dan bagian terburuknya, secara perlahan kulit emas itu meluas ke bagian tubuh yang lain.

"I-INI PASTI KUTUKAN!"

"BENAR, INI ADALAH KUTUKAN LAINNYA!"

"WAHAI YANG MULIA VISACH TOLONGLAH KAMI!"

Warga kembali histeris.

"Tenanglah wahai saudaraku!" Satu kali lagi, Judat berhasil membuat warga yang histeris menjadi tenang. Meski begitu tetap saja Judat pun terkena 'Penyakit Kulit Emas' ini di bagian mata kirinya.

"Ini pasti cobaan yang diberikan oleh Yang Mulia Visach… Aku yakin jika kita menumbalkan sesuatu maka Yang Mulia Visach akan menolong kita…" Judat menoleh ke arah Ganzo.

"Saya mohon jangan salah paham, tuan Judat…" Ucap Ganzo.

"WAHAI PARA PENGIKUT VISACH! IKUT AKU DAN BURU BIKSU YANG KABUR BARUSAN! MARI TUMBALKAN MEREKA DEMI KESELAMATAN KITA! DEMI SORGA VISACH YANG MAHA INDAH!" Judat berseru, tanpa menunggu respon ia langsung berlari menuju hutan Varsaria. Memburu para biksu pengikut Ganzo yang lari tadi.

"BURU BIKSU ALIRAN SESAT! DEMI SORGA VISACH YANG MAHA INDAH!" Adrenalin warga yang sudah meluap membuat mereka nafsu kembali, mereka segera mengabulkan komando dari pemimpin mereka, Judat Si Peramal.

"W-wahai sang peramal Judat! Mohon dengarkan aku! Ini tidak ada hubungannya dengan mereka… Wahai peramal Judat!" Panggil Ganzo.

Reaksi Judat yang tak terduga membuat Ganzo terkejut. Ia segera turun dari Si Botak lalu berusaha menyusul  namun suara datang dari belakang Ganzo.

"HEI KAU!"

Langkah Ganzo terhenti, ia menoleh ke belakang.

Didapatinya pria dengan mata terpejam, pria jangkung berbaju zirah, pria berambut hitam belah dua dan seekor domba.

Ia yakin salah satu dari mereka adalah korban serangan Eve-AI saat di pegunungan dewa – dewi.

"Kau kan…"

"Maaf, tapi apa anda sekalian tau apa yang terjadi disini?" Tanya Ganzo dengan sopan. Ia khawatir dengan para warga Shim yang memburu pengikutnya, namun ia berusaha untuk meyakinkan diri bahwa mereka sudah kabur dan aman bersembunyi.

"Justru kami datang kemari untuk memastikan apa yang terjadi… Rupanya dua Bingkai Mimpi saling bertemu ya…" Asher menyeringai seolah ia sudah mengerti situasi yang sedang terjadi.

"Benar… Lalu saya mendapat surat bahwa babak kedua dimulai… Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Ganzo.

BRUUUKKK!

Si Botak dihantam oleh domba yang dibawa Asher.

"Woaah Chavah…" Ucap pria berambut coklat seminyak dengan mata yang tertutup. Orim Kohan.

"Lihatlah… Ssshhhh" Desis satu lagi pria dari ketiga orang tersebut. Nadav.

"Sudah jelas bahwa kita seharusnya bertarung, bukan? Ssshhhh…" Nadav berdesis lalu mengambil anak panahnya dan mengarahkannya pada Ganzo.

Ganzo segera memasang posisi siaga dengan tongkatnya mengarah pada Nadav. "Aku mengerti situasi seperti ini tak ada gunanya bernegosiasi tapi kumohon beri aku waktu untuk pemanasan!" Belajar dari pengalamannya, ia paham betul situasi ini hanya akan berakhir sama seperti saat ia bertarung melawan Shamonten—nabi keempat.

"Aku tak segoblok itu, kau sedang dalam kerepotan bukan?" Ucap Asher. "Kurasa wargamu tadi sedang memburu 'sesuatu' yang berusaha kau lindungi…"  Lanjutnya sembari menyeringai dingin.

'Celaka. Lawanku pintar'  Ucap Ganzo dalam hatinya.

Nadav melirik ke arah Sheraga, dibalas dengan anggukan pelan dari Sheraga sebagai persetujuan untuk membidik sasaran yang diincar Nadav. Sebuah busur panah melesat cepat menembus angin kedua Bingkai Mimpi berusaha menancap kepala seorang pria botak.

"Uuugh!" Ganzo menjatuhkan dirinya untuk menghindari panah dari Nadav dan berhasil.

Sayang sekali, posisinya yang terjatuh tersebut menimbulkan keuntungan bagi lawannya. Ganzo terkunci dalam busur lainnya yang diarahkan tepat di depan matanya, Nadav tidak langsung melepas busur tersebut.

"Jika kalian tak memberiku pemanasan, setidaknya lawanlah aku satu lawan satu!" Protes Ganzo, posisinya sangat tidak memungkinkan untuk menghindari busur panah Nadav.

"Gimana? Bunuh tidak? Ssshhh…" Lirik Nadav pada Asher.

"Tentu saj—" Ucapan Asher terpotong.

"Tunggu!" Ucap pria berambut seminyak dengan mata tertutup itu menahan Asher dan Nadav.

"Apa kau yakin ingin langsung membunuhnya? Maksudku… Aku merasakan ada sesuatu pada orang ini… Yah mungkin hanya perasaanku saja sih…" Ucapnya perlahan dengan raut penasaran.

"Hah, masa bodo!" Nadav kembali mengencangkan jaring busurnya, ia mengarahkannya pada Ganzo yang masih duduk terpaku.

IBLIS – IBLIS TAK TAU DIRI !!!

"Hah?" Ketiga orang tersebut terkejut mendengar suara yang sangat kencang dari langit, suaranya seperti ribuan orang berbicara secara bersamaan.

SUNGGUH BERANI KALIAN WAHAI CIPTAAN YANG GAGAL !!!

"Nadav mundur… Aku merasakan firasat yang sangat aneh…" Ujar Asher sembari melangkah mundur, disusul Nadav. Meski Nadav keras kepala, ia tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa instingnya merasakan ada sosok yang sangat menakutkan hadir diantara kedua Bingkai Mimpi ini.

KETAHUILAH BAHWA KALIAN TELAH MEMBUATKU MURKA, HUKUMANKU AKAN SEGERA DATANG !!!

Dari langit – langit Bingkai Mimpi Ganzo muncul sebuah kepala raksasa berwarna emas dengan raut wajah yang terpejam nan tenang.

Sama seperti yang berada di Bingkai Mimpi Asher, namun lebih tenang.

"SIAPA KAU BANGSAT?! JANGAN BERBICARA SEOLAH KAU INI MAHA KUASA!" Asher meledak, ia berteriak dengan sangat lantang ke arah wajah yang muncul di langit Bingkai Mimpi Ganzo.

"Katakan… apa itu…" Tanya Orim pada Ganzo yang sudah beranjak berdiri.

Ganzo berkomat – kamit, matanya terpejam, dapat dirasakan sebuah aura perlahan mengelilingi Ganzo. "…Varsakhta Sage Mode…" Ucapnya lirih.

Kulit Ganzo menyala terang diikuti tongkat kayunya yang berubah menjadi emas bercorak naga perak. Mata serta mulutnya bercahaya, seolah tidak ada celah lagi selain jaket berwarna abu yang menutupi cahaya ilahiah yang berada di permukaan kulitnya.

"Itu…" Ganzo membuka matanya sembari memasang ancang – ancang menyerang, cahaya terang menyilaukan ketiga orang yang berusaha menyerangnya barusan.

"Tuhan"

---

Hutan Varsaria.
Kelima biksu itu terduduk dengan nafas yang terengah – engah kecapaian, mereka bersembunyi di lebatnya hutan belantara dari buruan para warga Shim yang buta akan keimanan. Menyebut seseorang kafir lalu memburunya adalah tindakan hewani yang sangat tak masuk akal.

"Huff huff… Setidaknya kita akan aman disini untuk beberapa saat…" Seorang biksu tertua meregangkan badannya dibawah pohon sejuk ditengah medan perang.

"Kau benar, tuhan Varsakhta pasti akan segera memberikan bantuan pada kita kan, tetua biksu?" Tanya seorang biksu dengan nafas yang tak kalah menggebu.

"Tentu saja, aku sangat yakin tuhan Varsakhta tak akan menyengsarakan umatnya… Ini hanya cobaan" Ucap tetua biksu sembari mengelap keringat yang bercucuran, sikap taat nan rendah hati yang dapat dilihat dari kerutan – kerutan wajah tetua ini dapat membuat hati siapapun tenang melihatnya.

"Lagipula kita sudah menyeberang sungai lalu sampai di hutan yang berlawanan arah dari hutan mereka, tentu saja mereka tak akan dengan mudah menemukan kita…" Lanjut sang tetua.

Biksu lain mengangguk dengan penuh kepercayaan. Kepercayaan yang tinggi ini seolah membuat mereka tak jauh beda dari warga Shim yang fanatik pada Visach—sebuah berhala.

SREK.

Ada suara dari arah hutan yang berhadapan dengan mereka.

SREK SREK.

Suara itu mendekat, kelima biksu ini hanya bisa pasrah. Stamina mereka benar – benar tak tersisa lagi.

"Tuhan Varsakhta yang maha esa, bantulah kami… Aku tak bisa kabur lagi…" Ujar si tetua dengan lirih.

Perlahan langkah kaki yang mendekati mereka mengeluarkan suara, sebuah percakapan dari segelintir orang. Ada pria dengan suara berat dan lantang, ada suara wanita yang sangat menggoda, ada suara pria yang lemah lembut dan suara pria yang dingin namun sama lembutnya.

"Oh! Hey! Lihat ada orang disini!" Wanita dengan suara sexy itu muncul di hadapan para biksu seraya berteriak memanggil kawan – kawan nya.

"MANA?! MANA HAH?! MUSUH BUKAN?! JIKA MUSUH AKAN KUBANTAI LANGSUNG MENJADI DAGING ANJING CINCANG!" Pria dengan suara berat dan lantang itu berlari mendekat, awalnya para biksu sempat ketakutan mendengarnya namun ekspresi mereka mendadak berubah ketika si pria tersebut muncul.

"Jangan gegabah begitu… Tunggulah aku…" Si pemilik suara ringan dan dingin namun lembut datang secara bersamaan. Empat orang yang tampak tak asing dari siluetnya membuat para biksu terkejut diam seribu kata.

"K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-K-Kalian?!" Gagap sang tetua gemetaran menunjuk empat sosok tersebut.

"Pergilah menuju kuil Varsaria, biar kami yang urus sisanya" Ucap pria dengan nada yang lembut nan ramah.

Empat orang tersebut tanpa basa – basi langsung berlalu meninggalkan para biksu yang masih tercengang tak percaya apa yang telah mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri.

"A-Apa aku… Bermimpi?" Tanya salah seorang biksu.

"Tidak, mereka nyata." Jawab si tetua biksu.

Dengan sisa tenaga, mereka berjalan menuju kuil Varsaria untuk berlindung.

Berlawanan arah dengan empat orang barusan.

---

AYAT 14
THE PROPHET OF VARSAKHTA

Dua kepala raksasa yang melayang saling berhadapan, di sisi Bingkai Mimpi kiri terdapat kepala yang menyerupai iblis sedangkan di Bingkai Mimpi satunya ada kepala Buddha berwarna emas. Dengan pertempuran yang sudah meledak di tengah Bingkai Mimpinya.

Gempuran demi gempuran menghentak tinju Nadav, berasal dari tongkat emas Ganzo yang diayun secara cepat dan kuat. Dapat dilihat oleh siapapun bahwa Nadav berhasil disudutkan oleh ayunan – ayunan tongkat Ruyisakhta milik Ganzo.

"Menyerahlah…" Ucap Ganzo tenang. Ia tak boleh memiliki emosi dalam mode ini.

"Sssshhh, jangan sombong dulu kau, bocah!" Nadav melesatkan kakinya yang panjang untuk menyerang kepala Ganzo dengan cepat.

Ganzo bergerak cepat mundur ke belakang lalu mengarahkan ujung tongkatnya ke arah Nadav . "Ruyisakhta Pillar Staff… Membesar…" Diameter Tongkat Ganzo membesar menjadi seukuran yang serupa dengan tubuh Ganzo.

"…DAN MEMANJANG!" Ruyisakhta melesat membentur Nadav hingga terpental berpuluh – puluh meter menabrak bebangunan. Tak lama kemudian tongkat tersebut kembali ke ukuran normal.

"Bertahanlah Nadav!" Asher berlari menuju Ganzo. "Rasakan ini, sialan!" telapak tangannya mengarah pada wajah Ganzo. Dari ketiadaan muncul api yang sangat panas menyembur menuju Ganzo.

Sheraga Asher si alkimiawan, ia dapat memanipulasi segala macam bentuk zat kimia terutama zat yang menjadi kemampuan utamanya yaitu api.

"Gaaahhh!!!" Lidah api panas berhasil membakar pundak Ganzo, cahaya keemasan di kulit Ganzo meredup diakibatkan karena Ganzo mulai mengeluarkan emosi, yaitu marah.

Sebelum terjadi serangan lain, ia berjungkir balik ke belakang. Menarik nafas secara perlahan agar emosinya menghilang. "Ayolah… Varsakhta Sage Mode… Cepat muncul!" Dengan keras ia berusaha untuk kembali menuju mode Varsakhta namun gagal karena masih ada emosi dalam dirinya.

"Mampus kau!" Lidah api lainnya mengincar Ganzo.

Namun ia segera berguling kea rah samping untuk menghindari serangan Asher.

"Sekarang Nadav!" Teriak Asher.

Nadav muncul dari kejauhan, namun kali ini dengan kecepatan yang sama tinggi ketika Ganzo memasuki mode Varsakhta, iblis ular dalam dirinya kini bangkit. Ia menghantam Ganzo tepat pada wajahnya sehingga membuatnya terpelanting dengan darah membuncah dari hidungnya.

"AAAARGGHHH!!!" Rasa sakit Ganzo membuatnya semakin emosional, Varsakhta Sage Mode semakin sulit dicapai.

"Masih belum selesai… ssshhh!!!" Nadav mendesis dengan keras, ia melesat menuju Ganzo yang masih terpelanting di udara dan menyiapkan ancang – ancang bogem lainnya.

BUUUUGGGGKKHHH!!!

Tinggal beberapa sentimeter bogem Nadav mendarat, Nadav tiba – tiba mendapatkan bogem lain yang tidak ia duga. Sesosok manusia dengan kulit yang sama seperti Ganzo namun perawakannya jauh lebih besar, bahkan lebih besar dari Nadav sendiri tiba – tiba datang dan menghantamnya.

"Ssshhh… Sialan…" Tergeletak ditanah, Nadav mendesis. Matanya tajam memperhatikan pria itu seolah sedang membaca kelemahannya.

Ganzo pun mendarat di tangan pria besar itu. "Urrggh… Kau… EH KAU KAN?!" Sadar dari pusingnya ia merasa tak asing melihat tampang orang yang baru saja menolongnya barusan. Ia segera turun dari lengannya dan memastikan apa yang dilihatnya benar.

"YO JUNIOR! AKU TAK DATANG SENDIRIAN KOK! HUAHUAHUAHUAHUA" Pria besar itu tertawa lantang.

"Bangsat! Siapa lagi kau?!" Tanya Asher sambil membentaknya.

"ANJING! SIAPA YANG KAU BILANG BANGSAT TADI?!" Pria besar itu tak kalah kasarnya dengan Sheraga, ia malah membuat Sheraga terkejut dengan suaranya yang lebih lantang darinya.

"Shamonten! Tenanglah! Duuuh~" Dari belakang pria besar itu datang wanita dengan tubuh berisi dan tampang yang cantik. Berkulit emas serta berkepala botak juga tentunya.

"Kau… Nyonya Adeve, Tuan Shamonten… Sedang apa kalian disini?" Tanya Ganzo tak percaya.

"Bukan hanya mereka, kita berdua pun datang…" Datang lagi satu orang, sosok tersebut adalah manusia berkepala dua berkulit emas serta botak. Kembar siam yang tak asing di mata Ganzo.

"Tuan Zhou… Tuan Zhang…" Ucap Ganzo lirih.

"Keempat nabi pendahulu… Sedang apa kalian disini? Aku tak percaya kalian masih hidup…" Ujar Ganzo dengan raut wajah yang sangat senang.

"Tuhan yang maha esa menghidupkan kami kembali dan mengirim kami kemari untuk menolongmu… Generasi kelima" Zhang yang dingin angkat bicara.

"Benar! Maaf ya sayang kami sedikit terlambat? Sehabis dari sini mari kita ber-ma-in~" Ucap Adeve, nabi pertama yang genit.

"Aha… Ahaha… Puji tuhan, terimakasih atas pertolonganmu wahai Tuhan Varsakhta Yang Maha Esa!" Puji Ganzo, secara sejenak Ganzo merasakan kesenangan di penderitaannya yang terus menerus datang. Setidaknya kali ini ia memiliki teman di Bingkai Mimpi.

Selain Tuhannya.

"BAIKLAH, JUNIOR! JADI MANA YANG HARUS KULAWAN?! JANGAN KIRA KARENA KAU PERNAH MENGALAHKANKU BERARTI AKU INI LEMAH YA! HAHAHAHAHA!" Shamonten si nabi keempat menepuk – nepuk pundak Ganzo dengan keras.

Nadav bangkit lalu menghampiri Asher yang sedang siaga, tamu tak diundang datang menuju pertempuran. Kelima Nabi dari ajaran Varsakhta berkumpul.

"Sssh… Ada ide?" Bisik Nadav pada Asher sembari mendesis.

"Untuk saat ini lebih baik jika kita membagi dulu lawannya saja…" Ucap Asher dengan tatapan tajam menuju Ganzo dan kawan – kawan. "Kau incar yang besar itu, untuk si pemimpi biar aku yang urus… Tapi alihkan dia dulu ke tempat lain, aku tak mau sampai apiku salah sasaran dan membakar wajah pucatmu itu" Lanjutnya.

"Sssshhh… Bangsat kau Asher, tapi baiklah." Ucap Nadav Seraya menyeringai.

Disisi lain, Orim Kohan masih saja terdiam tak melakukan apapun melihat rekannya bertarung. Seolah ia sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin inilah cara nya bertindak?

"Kemari kau, babi panggang!" Nadav memprovokasi Shamonten lalu ia berlari menjauh ke arah barat dari perbatasan Bingkai Mimpi yang beradu tersebut.

"NGOMONG APA KAU GOBLOK?!" Sangat mudah terprovokasi, Shamonten berlari membabi buta dengan kapak emasnya memburu Nadav yang masih jauh di depannya.

Menyisakan Sheraga Asher dan Ganzo dengan Adeve serta si kembar siam Zhou-Zhang saling berhadapan.  Tunggu, Orim?

"Orim?" Asher menoleh ke belakang, ia tak mendapati Orim disana. "Orim kau dimana?!" Teriak Asher tanpa mempedulikan lawannya sudah bersiap untuk menyerang.

"Dia pergi tuh kesana~" Ucap Adeve dengan menunjuk ke arah sungai Varsaria.

Benar saja, Orim dengan polosnya berjalan di atas air sungai, ia menyusuri sungai tersebut meninggalkan Asher di belakang. "ORIM KEMBALILAH!" Teriak Asher, ia berlari berusaha mengejar Orim tanpa memperdulikan Ganzo.

"…Memanjang" Tongkat emas yang memanjang menghalangi Asher membuatnya berhenti dari larinya mengejar Orim. Rupanya Ganzo sudah kembali pada Varsakhta Sage Mode.

"Minggir bangsat!" Cacinya pada Ganzo.

"Kau sendiri kan yang tak memberiku waktu saat pertama kali bertemu tadi? Sekarang kau takkan kuberi waktu juga… Terimalah karmamu…" Ucap Ganzo.

Asher terpelanting ke belakang hasil dari tongkat panjang Ganzo yang menghantam perutnya dengan keras, tongkat tersebut segera kembali menuju ukuran semulanya setelah serangan tersebut dilancarkan.

Tubuh Asher yang merupakan fisik dari manusia biasa yang tak terlatih langsung membuatnya memuntahkan darah dari hantaman keras tongkat hasil tenaga Varsakhta Sage Mode.

"Cukup! Kau benar – benar dalam masalah, brengsek!" Asher mengumpulkan energi api hasil alkemis di tangannya.

Api yang terkumpul padat ditangannya dilemparkan ke arah Ganzo. Namun tetap saja kecepatan Ganzo melebihi kecepatan dari api tersebut, ia berhasil menghindarinya lalu berdiri di samping Asher sambil menodongkan tongkatnya.

"Kau sudah tidak ada kesempatan lagi, tuan… Terimalah karma yang kau buat" Ucap Ganzo dengan tenang.

"Karma karma… OMONG KOSONG SIALAN!" Asher melancarkan tinju api nya pada perut Ganzo sehingga membuatnya terpukul mundur beberapa langkah dari Asher.

"Kau pasti paham betul bahwa kau sedang dalam keadaan yang tak baik untuk menyerang, tuan…" Ucap Ganzo dingin dengan tatapan mata yang menyala.

"Kau bertindak selayaknya nabi yang mengagungkan tuhan, lalu berlaga seperti perwujudan karma, apa kau tak malu atas semua lelucon omong kosong yang kau bela itu hah?!" Kata Asher dengan mulut yang bersimbah darah.

"Jaga ucapanmu… Kau tak tau apapun mengenai tuhanku dan tugasku untuk menegakkan karma serta ajarannya di alam semesta." Varsakhta Sage Mode Ganzo meredup, sebuah emosi muncul dari jiwa Ganzo.

"Heh… HAHAHAHAHA! Bagiku, tuhan itu hanyalah sebuah dongeng dari orang tua! Aku heran bagaimana kau bisa percaya pada tuhanmu itu…" Ketus Asher.

"Kau sendiri yang menyaksikannya! Lalu suara yang menggema barusan, aura pekat yang menyelubungi Bingkai Mimpi ini, sosok yang telah membantuku selama ini… Kau pikir 'itu' apa?!" Balas Ganzo, tak kalah lantangnya.

"SEJENIS SANG KEHENDAK!"

Ganzo dibuat tercengan dengan jawaban dari Asher, suasana sempat sunyi dalam beberapa detik akibat dari jawaban yang mengejutkan yang terlontar dari bibir sang alkimiawan.

"Pikirlah dasar bodoh… Jika selama ini ia hanya memberimu kekuatan untuk bertarung, berbicara denganmu, membuatmu merasakan auranya… Apa bedanya ia dengan Sang Kehendak? Apa bedanya ia dengan Zainurma? Apa bedanya ia dengan Mirabelle?" Ucap sang alkemis.

"Percayalah padaku, jangan mau diperbudak oleh monster… Jadilah monster!" Lanjut sang alkemis.

Disisi lain, Adeve serta si kembar siam Zhou-Zhang tak berani ikut campur dalam urusan ini. "Cup cup cup… Jangan sampai terpancing dong, sayangku~" Ucap Adeve dari kejauhan.

Ganzo terdiam dalam lamunannya, ia tertunduk dalam lesu. Seolah setiap kali ia bertemu lawan disetiap babaknya pasti selalu ada saja paham – paham yang menggoyahkannya. Namun kali ini berbeda, ia tak mau digoyahkan lagi, ia kemudian memikirkan suatu cara untuk memperkuat imannya lagi.

Benar.

Panggil saja tuhannya.

"Wahai tuhan Varsakhta yang maha esa…" Lirih Ganzo dalam tunduknya.

"Kuminta petunjuk darimu…"

Tubuh Ganzo mendadak lunglai, ia jatuh berlutut.

Mendadak kulitnya menjadi terang bercahaya, Varsakhta Sage Mode telah aktif.

"Perasaan ini…" Asher dibuat berkeringat melihat Ganzo yang tiba – tiba berlutut.

Disisi lain Adeve serta Zhou-Zhang mendadak pingsan.

"Jangan khawatir, mereka kubuat pingsan agar tidak ada yang ikut campur dalam pembicaraan kita…" Ucap Ganzo dengan seringai mengerikan, ia bangkit dari posisi nya yang sedang berlutut. "Sheraga Asher si alkimiawan… Oh tidak, bukan alkimiawan… Tapi... Golem?" Lanjutnya.

!!!

Raut wajah Sheraga benar – benar berubah, perkataan Ganzo barusan membuatnya terkejut setengah mati. "SIAPA KAU?!" Tanya Asher dengan tangan gemetar.

"Varsakhta."

"Mereka biasa memanggilku sebagai dewa, dewi, messiah dan… Tuhan." Ucap Ganzo.

Rupanya tubuh Ganzo sedang dalam pengaruh tuhannya, ini adalah salah satu mukjizat Ganzo dalam kemampuannya ketika meminta pertolongan pada tuhan Varsakhta. Kemampuan The God Within.

"KAK SHERAAAAAAAAAAA!!!"

Dari arah ibukota Batya muncul Shena serta Gal Raivah dengan terengah – engah. Beberapa bagian tubuh Gal bahkan sempat terluka akibat sayatan – sayatan benda tajam.

"Hmm lihat… Ada bangsa dayan lainnya disini…" Ucap Varsakhta dalam tubuh Ganzo.

"D-dayan?! Kau bahkan mengetahui tentang Dayan?!" Tanya Asher dengan gemetaran.

Tak memperdulikan Ganzo, Shena segera menghampiri Asher yang gemetaran lalu memeluknya dengan penuh ketakutan. Disusul Gal yang masih terengah – engah setengah mati.

"Kak Shera tolong! Para warga berubah menjadi monster!"

---

"GRAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH!!!"  Sebuah kapak besi raksasa diayun secara membabi – buta oleh pria terlampau kekar setinggi 2 meter. Shamonten nabi ahli perang.

"Ssshhh… Kau ini apa?! Kenapa kau malah semakin buas ketika kau kulukai?!" Nadav yang memiliki kecepatan lebih hebat dari Shamonten menghindari setiap ayunannya, sesekali ia menyayat Shamonten dengan belati beracunnya.

Benar kata Nadav, punggung Shamonten telah ditancap oleh 5 buah busur sedangkan tubuh bagian depannya telah terkena belasan sayatan dari belati beracun Nadav namun Shamonten malah semakin kuat dalam mengayunkan kapaknya.

SRAAAAAAAASSSSSHHHH

Satu ayunan kapak berhasil mengenai dada Nadav dengan telak, menghancurkan baju zirah besinya sekaligus merobek dadanya. Darah bersimbah keluar dari dalam dadanya, segera Nadav melompat sejauh beberapa meter dari hadapan Shamonten.

"Grrrhh… Grrhh… GROAAAAAAAAAAARRRRRRRHHHHHH!!!" Shamonten mengaum keras, kemampuan haus darahnya yang membuatnya semakin kuat ketika ia terluka ternyata cukup mengerikan di hadapan Nadav si iblis ular.

"Babi gila… Padahal kau sudah terkena racun dengan dosis yang sangat tinggi… Ssssshhh" Dengan bersimbah darah, Nadav secara perlahan bergerak memutari Shamonten untuk mencari celah, lidahnya sesekali menjulur seperti ular yang sudah menemukan mangsanya.

Shamonten menoleh ke belakang tempat Nadav sedang berdiri sekarang.

"GGGRRRRHHHH…" Shamonten mengerang.

"Maju kau, babi gila… Sssshhh…" Dengan sisa – sisa tenaga, Nadav menggenggam dua belati beracun di tangannya bersiap untuk menyerang.

"UDAH MAU MATI BANYAK NGOMONG KAU GOBLOK!!! GRRRROOOOAAAAARRHHH!!!" Penuh amarah, Shamonten mengaum lalu menerjang Nadav dengan kekuatan penuh.

Udara di sekitar bergetar merasakan energi yang sangat kuat terpancar dari diri Shamonten. Ia melesat penuh sayatan untuk mengayunkan serangan terakhir menuju kepala Nadav.

Shamonten mengayunkan kapak raksasa dengan kekuatan monster tersebut ke leher Nadav secara vertikal.

"Hidup… Atau… MATI!" Dengan sisa – sisa kemampuannya, Nadav melompat sangat tinggi lalu mendarat di punggung Shamonten.

"MATI KAU BABI PANGGANG!"

JLEB.

Sedikit meleset, Nadav menusuk Shamonten dengan kedua belati beracunnya pada rahang Shamonten dari kedua arah secara bersamaan.

BRUKKK

Meski meleset ternyata mampu untuk menumbangkan si raksasa yang menggila akibat setiap rasa sakit yang ia terima menjadi kekuatan itu.

Shamonten tumbang dengan kedua belati menancap di rahangnya.

---
"Apa kau bilang?! Jadi monster?!" Tanya Asher dengan nada tinggi pada

"Benar… Ugggh… Wajah iblis yang tumbuh di pundak para warga secara perlahan mengambil alih tubuh mereka. Kepala iblis yang tumbuh tersebut memakan kepala asli dari si pemilik tubuh dan membuat tubuh tersebut jadi milik mereka…" Rintih Gal Raivah.

"Lalu…"

"Lalu… Bagaimana dengan Orim?!" Bentak Asher.

"Apa? Setauku Orim bersamamu disini…" Ucap Gal.

"Memang. Namun ia mendadak menghilang…"

"Kak Shera… Aku tau 'mereka' itu apa…" Shena angkat bicara.

Suasana hening, termasuk Tuhan Varsakhta yang sedang mengambil alih tubuh Ganzo pun memberikan waktu bagi geng Asher tersebut.

"Wajah yang ada di langit kita, pundak para warga dan pundak Orim itu adalah Roshul… Aku sering diceritakan bahwa Roshul adalah malaikat pencabut nyawa bangsa Dayan, jika Roshul sudah hadir maka itu adalah kiamat bagi bangsa… bangsa… bangsa Dayan…" Ucap Shena dengan lirih, perlahan ia mulai menitikkan air mata.

"Shena tenanglah! Aku berjanji akan melindungimu… Lalu apa kau diberi tau cara mengalahkan Roshul?" Tanya Asher.

"A-aku tak tau… Tapi aku rasa dengan cara kak Shera memenangkan babak kedua ini maka Roshul akan binasa…" Ucap Shena dengan sendu.

"Tunggu sebentar…" Gal memotong. "Jika wajah iblis yang ada di ibukota Batya adalah Roshul… Lalu wajah emas raksasa yang ada di Bingkai Mimpi seberang itu apa?" Tanya Gal Raivah.

"Itu adalah aku."

Tuhan Varsakhta yang berada dalam tubuh Ganzo angkat bicara. Benar juga, Asher melupakan bahwa musuh utama sedang berada di depan mata. Untuk menyelamatkan Orim maka ia harus mengalahkan orang ini dulu.

"Cukup basa – basinya. Waktuku disini tak lama…" Tuhan Varsakhta menodongkan tongkat emas Ganzo pada Asher.

"Guh!" Asher serta Shena dan Gal mundur, mereka sudah tak memiliki tenaga lagi untuk melawan.

"Ruyisakhta Pillar Staff: Memanj—"

BRUK

Tubuh Ganzo tumbang ke tanah, Varsakhta Sage Mode yang tadinya aktif pun tiba – tiba meredup dan menghilang. Perlahan Ganzo sadar, ia kemudia bangkit lalu membaca keadaan.

"Kenapa? Seharusnya durasi kemampuan 'God Within' masih tersisa, tapi kenapa engkau pergi dari tubuh hamba wahai tuhan yang maha esa?!" Teriak Ganzo pada langit Bingkai Mimpinya.

Sheraga dan kawan – kawan diam dalam sunyi, hawa mencekam yang mereka rasakan dari tubuh Ganzo Rashura telah menghilang.

Tuhan Varsakhta mendadak menghilang…

---
AYAT 15
MAGNA SHIYA


Disebuah Tempat Yang Sangat Bercahaya.
Putih.

Ruangan tak terbatas berwarna putih terang.

Sesosok siluet manusia yang membawa tongkat bantu tiba – tiba muncul.

Ia adalah Orim Kohan, orang yang dicari oleh Asher sedari tadi rupanya berada di tempat antah berantah tak berbatas ini. Namun ada yang aneh darinya. Mata Orim kohan tak tertutup, matanya terbuka seolah ia kembali bisa melihat.

Orim berhenti di tempat, meski tempat tersebut nampak tak berbatas namun raut wajahnya yakin pasti bahwa lokasi yang ia tuju adalah disini.

"Varsakhta, apa yang kau lakukan disini?" Ucap Orim Kohan.

Tak ada jawaban.

"Kubilang… APA YANG KAU LAKUKAN DISINI VARSAKHTA!" Teriak Orim dalam ruangan putih terang nan sepi tersebut.

Sebuah gumpalan emas muncul membentuk suatu tubuh utuh yang menyerupai Ganzo, namun serba emas.

"Seharusnya itulah yang kutanyakan padamu, Roshul…" Tubuh yang menyerupai Ganzo itu angkat bicara menjawab Orim Kohan yang bertindak aneh. "Kau menggangguku kau tau? Aku sedang merasuk ke tubuh 'kandidat'-ku tapi kau malah datang kesini dan menarikku kemari…" Lanjutnya.

Rupanya yang menggunakan tiruan tubuh Ganzo adalah Tuhan Varsakhta.

"SUDAH SEHARUSNYA KAU TAK IKUT CAMPUR DALAM PERTARUNGAN PARA KANDIDAT!" Bentak Orim Kohan, jika Asher melihat Orim berbicara seperti ini mungkin ia tak akan percaya bahwa ini Orim. Pasti ini adalah iblis yang merasuk ke dalam tubuh Orim.

Varsakhta yang menggunakan tubuh tiruan Ganzo itu cekikikan mendengarnya.

"Terserahku lah…" Ucap Varsakhta. "Lalu siapa orang ini? Apa dia 'kandidat'-mu, Roshul?" Lanjutnya sembari bertanya.

"Namanya Orim Kohan, ia adalah sahabat dari kandidatku… Orang ini memiliki kemampuan untuk membuka portal 'Magna Shiya', sebab itulah aku memilih orang ini sebagai wadahku…" Ucap Roshul yang menggunakan tubuh Orim.

"Orang ini menyebut kemampuan tersebut sebagai 'Ritual Pemanggilan Iblis' , terdengar bodoh memang." Lanjutnya.

Tiba – tiba ruangan putih terang tersebut bergetar hebat, seolah ruangan tersebut adalah sebuah kotak yang di kocok secara dahsyat.

"Wooops sepertinya kita ketahuan... Aku akan kembali, apa ada yang ingin kau katakan lagi, Roshul?" Tanya Varsakhta, perlahan tubuhnya meleleh menjadi gumpalan – gumpalan aneh sama seperti saat ia muncul.

"Aku hanya akan memperingatkanmu, jangan ikut campur dalam pertarungan para kandidat" Ucap Roshul dingin. "Aku akan pergi ke suatu tempat dulu sebelum kembali ke Bingkai Mimpi, pastikan bahwa kandidatku yang menang ya…" Lanjutnya dengan senyum di wajah Orim.

Secara perlahan ruangan putih itu melebur jadi hitam dalam getaran yang sangat dahsyat, begitu pula Orim Kohan yang dirasuki oleh Roshul dan tubuh tiruan Ganzo Rashura yang digunakan oleh Tuhan Varsakhta.

---

Bagian Barat Bingkai Mimpi
Nadav vs Shamonten
"Mati kau dasar babi panggang…" Ucap Nadav sambil meratapi tubuh besar yang tumbang akibat belati yang menancap di leher Shamonten.

"Sudah saatnya aku kembali ke Asher, Ssshhh…" Dengan sisa tenaga, Nadav bangkit dari punggung Shamonten lalu mencabut belati yang menancap di leher lawannya. Ia perlahan beranjak menuju arah tempat Asher bertarung melawan Ganzo.

!!!

'Ssshh… Instingku merasakan aura yang buas masih menyala, meski sedikit...' Gumam Nadav dalam hatinya.

"Gggrrrr…"

Suara erangan hewan buas yang tak asing di telinga Nadav muncul. Ia menoleh ke belakang, tempat Shamonten tergeletak. Mata ularnya terbelalak tak percaya, alangkah kagetnya ia melihat Shamonten sedang merayap dengan tatapan buas berusaha mendekati Nadav.

Sang Predator diburu oleh Raja Rantai Makanan.

"Aku… Belum mati, anjing! Aku hanya… Lambat" Ucap Shamonten, tubuhnya perlahan membesar dari 2 meter menjadi 5 meter dan terus bertambah. "Karena aku ini akan semakin kuat ketika semakin banyak darah yang keluar… Namun… Semakin lambat juga…" Lanjutnya.

Ia bangkit dengan sisa kekuatannya, darah terus membanjiri lubang yang dibuat oleh Nadav di bagian leher dari Shamonten. Ia tak akan bertahan lebih dari 2 menit.

"Dan juga…"

"AKU SEMAKIN BESAR KETIKA AMARAHKU MEMUNCAK! TAKUTLAH PADA KEMAMPUAN AMAL DARI AMARAH DEWA PERANG!!!" Bentak Shamonten, tak disangka tubuhnya kali ini sudah menjadi raksasa setinggi 20 meter.

"Lelucon macam apa ini…" Nadav dibuat terperanga dengan kemampuan diluar nalar milik Shamonten, ia dibuat terpaku tak bergerak dari posisinya yang sangat memungkinkan untuk terserang oleh Shamonten.

"MATI KAU ULAR SAWAH!!!"

Hantaman dari Shamonten membuat gempa yang dahsyat, Nadav hancur berkeping – keping tak tersisa, hanya darah dan organ tubuhnya yang menjadi saksi betapa kejamnya sang nabi keempat.

Tak lama kemudian Shamonten menyusut ke ukuran normal, kulit emasnya menjadi pucat.

Kali ini ia benar – benar tumbang.

---

Perbatasan Kedua Bingkai Mimpi.
"Kurasa tak ada pilihan lain…" Dengan gontai Asher melangkah maju mendekati Ganzo yang masih belum memasuki Varsakhta Sage Mode.

Shena dan Gal hanya bisa melihat dari kejauhan, mereka sama seperti Adeve dan si kembar Zhou-Zhang yang tak memiliki kemampuan untuk membantu. Hanya saja Adeve dan Zhou-Zhang masih pingsan hingga saat ini.

"Rapha, Shebaoth, Shammah…" Rapal Asher

"…Tsidkenu, Makom, Tzur Anglerisha" Lanjutnya.

Disisi lain Ganzo ikut merapal, ia berusaha menjernihkan hatinya agar tidak merasakan emosi apapun agar bisa masuk kembali pada Varsakhta Sage Mode.

"MUNCULLAH IBLIS KELAS MENTERI! ANGLERIA!" Kedua telapak tangan Asher mengangkat ke depan seraya ia berteriak.

Sebuah lingkaran alkemis muncul di hadapan Asher, lingkaran tersebut berwarna merah terang perlahan memunculkan sesuatu dari dalamnya. Sesosok monster muncul dari dalam lingkaran alkemis yang dipanggil oleh Asher tersebut.

"AH!!! KAU!!!" Ganzo terbelalak melihat sosok yang muncul dari dalam lingkaran alkemis itu.

Sesosok iblis kekar dengan perwujudan ikan setengah manusia yang tak asing di mata Ganzo muncul dari dalam lingkaran. Sesosok iblis yang menjadi mimpi buruk Ganzo selama ini.

"Wahai iblis kelas menteri, Angleria! Patuhlah padaku!" Ucap Asher.

"Sial… Lagi – lagi aku dipanggil oleh kerdil tak tau diri…" Ucap Angleria dengan nada berat yang mengerikan. "Tapi… Jika kau menyuruhku untuk melawan manusia berkulit emas itu, aku akan senang hati menurutimu…" Lanjut Angleria seraya melirik Ganzo.

Iblis tersebut adalah Angleria, manusia ikan yang menjadi mimpi buruk Ganzo saat di babak pertama. Iblis yang merubah wanita suci yang hanya ingin membela kaumnya sendiri menjadi iblis—kaum yang ia benci. Ganzo semakin jauh dari Varsakhta Sage Mode, amarahnya memuncak melihat Angleria.

Iblis yang telah merubah Siti menjadi Iblis.

"Tentu saja kau akan melawannya… Tapi tunggu, apa kalian sudah saling kenal sebelumnya?" Tanya Asher keheranan melihat respon dari Angleria dan Ganzo.

Tanpa basa – basi Ganzo segera beralari menerjang Angleria tanpa menggunakan Varsakhta Sage Mode, ia larut dalam amarahnya yang ia pendam selama ini. "Kau boleh menang pada babak pertama lalu, namun bersiaplah untuk mati sekarang… IBLIS BIADAB! KUBUNUH KAU!" Penuh amarah Ganzo melompat berusaha menendang kepala Angleria.

"Tolol"

Angleria menggenggam telapak bakiak yang dikenakan Ganzo, lalu ia melempar Ganzo dengan sekuat tenaga. Ganzo terpental bermeter – meter hingga ia bersimbah darah.

"Kau akan kubuat bernasib sama dengan Siti…" Angleria segera mendekat pada Ganzo lalu menggenggam kepalanya dan mengangkatnya.

Siti yang ia maksud adalah seorang wanita yang memimpin pasukan manusia melawan pasukan iblisnya di babak pertama lalu. Ganzo tak memihak Siti maupun Angleria, namun ia memiliki simpati yang besar pada Siti.

"TIDAK! KAU TAK AKAN KUBIARKAN!" Ganzo meronta dengan cara menendang – nendang dada Angleria, tapi itu percuma karena tanpa Varsakhta Sage Mode ia bukan masalah besar bagi Angleria.

"Sihir Setaniyah…" Bisik Angleria.

Ganzo yang meronta langsung merasa kesakitan di kepala, perlahan pupil mata Ganzo berubah menjadi pupil hewan buas. Ganzo akan dirubah menjadi iblis oleh Angleria.

"Tidak…" Gumam Ganzo dalam rasa sakitnya.

"Mohon tolong aku, tuhan yang maha esa…"

"Munculah…"

"Hamba membutuhkan engkau…"

"VARSAKHTA SAGE MODE!!!"

Amarah Ganzo mendadak mereda, saat itu pula ia kembali pada Varsakhta Sage Mode. Tak hanya itu, tuhan Varsakhta yang hawa nya sempat menghilang kini kembali. Angleria di tendang oleh Ganzo hingga terpental jauh.

"Engkau telah berusaha, hambaku! Akan kuberikan kau mukjizat untuk mengalahkan iblis yang kau benci itu…" Ucapan tuhan Varsakhta menggema di kepala Ganzo.

"Perasaan ini…" Ganzo merasakan kekuatan dari mukjizat tuhannya mengalir di tangannya, sejak saat itu pula ia kembali mengingat teknik tinju yang ia lupakan saat babak penyisihan.

"GRAAAAAAAAAAAHHHHHHH!!! TRISULA SETANIYAH!!!" Dengan trisula besar, Angleria menghunuskannya pada Ganzo. Ia berlari dengan penuh amarah untuk menusuk sang target yang gagal diubah menjadi iblis.

Mata Ganzo terpejam tenang…

Ia memfokuskan energi di tangan kanannya…

Tinggal beberapa langkah lagi Angleria berhasil menusuk Ganzo…

"SHISAKHTA IMPERIAL FIST!"

BOOOOOOOOOOMMMMMMMMM

Energi mahadahsyat dilepaskan oleh Ganzo dari tinju tangan kanannya, sebuah ledakan besar terjadi membinasakan Angleria.

Debu berterbangan akibat ledakan besar yang dilancarkan oleh Ganzo Rashura, serangan Shisakhta Imprial Fist merupakan upgrade dari Shisakhta Fist yang diberikan mukjizat oleh tuhan Varsakhta ketika Ganzo meminta tolong padanya.

"Hamba dapat pelajaran dari hal ini… Apapun tantangannya, hilangkanlah segala emosi pribadi yang tak diperlukan, fokuslah pada tujuan kita…" Ucap Ganzo dengan tenang.

Debu pun sirna menyisakan Asher yang tanpa harapan, senjata utamanya telah dikalahkan dan dirinya sudah tak mampu lagi untuk melakukan transmutasi api.

"Peringatan terakhir… Menyerahlah" Tongkat emas sedingin es Ganzo ditempelkan pada leher Asher yang sudah tak ada harapan lagi. Shena dan Gal hanya bisa berdoa agar ada keajaiban terjadi.

"Kau tau… Kau terlalu asik bertarung dengan Angleria, lebih baik kau melihat ke belakang…" Ucap Asher dengan senyum di wajahnya.

Tak takut dengan trik apapun yang akan dilakukan oleh Asher, Ganzo menoleh ke belakang.

Tak disangka, hutan Varsaria telah dialalap api yang sangat dahsyat. Ujung api tak dapat diketahui, tapi dilihat dari rona langit Bingkai Mimpi Ganzo sepertinya kuil Varsaria pun ikut terbakar.

"MEREDUPLAH WAHAI NABI! DEPRESILAH!" Bentak Asher.

Namun Ganzo tak merespon.

Tak ada raut terkejut atau emosi apapun tersirat.

"Kutanya… Apa kau mau menyerah atau tidak?" Ia kembali menoleh pada Asher tanpa memperdulikan hutan serta kuil Varsaria.

"Apa…" Asher terkejut melihat respon dingin sang nabi. "DI SANA ADA WARGA BINGKAI MIMPIMU! MEREKA MEMBAKAR KUIL SERTA HUTAN TEMPAT PENGIKUTMU BERSEMBUNYI!" Asher membenci kegagalan, ia tentu marah ketika strateginya tak berhasil.

Tatapan Ganzo yang bersinar masihlah dingin menunggu jawaban menyerah dari Asher. Ganzo benar – benar larut dalam Varsakhta Sage Mode tanpa emosi sama sekali.

"YANG MULIA VISACH!"

"YANG MULIA VISACH!"

"YANG MULIA VISACH!"

"YANG MULIA VISACH!"

"YANG MULIA VISACH!"

Setelah menghilang sekian lama akhirnya Judat serta pengikutnya muncul kembali, mereka menyerukan nama tuhan yang mereka percayai. Sekali lagi Ganzo menoleh ke arah hutan, tak memperdulikan Asher yang terpaku berlutut oleh tongkat Ruyisakhta.

Keadaan pengikut Judat sangatlah miris terlihat, ada yang kakinya sudah mengeras menjadi emas jadi ia harus merangkak, ada yang seluruh kepalanya sudah mengeras menjadi emas, dan sebagainya.

Namun bukan itu hal yang paling mengejutkan…

Segerombolan pengikut Visach tersebut membawa 5 buah tiang pancang yang terbuat dari besi…

DISETIAP TIANGNYA TERDAPAT PARA BIKSU PENGIKUT VARSAKHTA YANG DISULA. Tiang tersebut menusuk mereka dari lubang dubur hingga ujungnya menembus mulut mereka secara hidup - hidup. Sebuah tindakan yang sangat kejam dan keji.

"WAHAI KHAYANGAN, TERIMALAH PERSEMBAHAN KAMI…" Judat memberi komando untuk menancapkan masing – masing tiang ke tanah.

"BAKAR!"

Para pengikut Judat dengan sisa – sisa tenaga akibat 'Penyakit Kulit Emas' membakar tiang tersebut beserta para biksunya yang telah disula.

Disisi lain Asher tak percaya bahwa apa yang dilakukan oleh warga Shim sudah sangat dilewat batas. Ia menunggu reaksi Ganzo mengenai umatnya yang disiksa begitu kejam.

"KYAAAAAAAAAHHHHHH!!!" Shena yang sedari tadi berada dalam pelukan Gal berteriak histeris dalam tangisnya.

"Jangan lihat… Shena…" Lirih Gal.

Para biksu yang disula dan dibakar hidup – hidup itu meronta meminta tolong namun perkataan mereka tak dapat didengar jelas karena tiang penyangga yang menembus dubur hingga mulut mereka menyulitkan untuk berbicara. Namun sang tetua yang tak tertancap terlalu parah di bagian rahang pun angkat bicara dalam rontaannya.

"WAHAI PERWUJUDAN KARMA! WAHAI TUHAN YANG MAHA ESA! INIKAH KARMA KALIAN PADA PENGIKUT KALIAN SENDIRI?! AKU TAK PEDULI PADA NERAKA ATAU SURGA KALI INI! INIKAH KENYATAAN DARI PERWUJUDAN TUHAN?! JIKA IYA MAKA AKU MENYESAL TAK BUNUH DIRI SEMENJAK AKU DILAHIRKAN!" Teriak sang tetua biksu di saat – saat hidup dan matinya.

"Hei hei nabi… KENAPA KAU DIAM SAJA?!" Ucap Asher pada Ganzo dihadapannya.

Ganzo terdiam.

Tapi Varsakhta Sage Mode nya tetap menyala terang.

Ia sama sekali tak merasakan emosi sedikit pun meski pemandangan sadis terpampang jelas dihadapannya.

"Hmm…" Ganzo bersuara.

Mata Asher tertuju pada nabi dihadapannya, menunggu reaksi apa yang akan ia lakukan.

"Bagaimana? Apa kau menyerah atau tidak?" Tanya Ganzo dengan wajah dingin.

.


.


.


.


.

"BRENGSEEKK!!!"

Asher meronta dengan sisa kekuatannya, ia mundur ke depan tempat Shena dan Gal. Raut wajahnya sangat memerah, ia sangat murka.

"Aku tak peduli mengenai wargamu yang disiksa, tapi aku sangat marah padamu! INIKAH SIKAP ASLI SEBAGAI NABI YANG DIDONGENGKAN SEBAGAI MANUSIA SUCI?! OMONG KOSONG! BUNUH SAJA AKU SEKARANG!" Bentak Asher.

"Apa itu berarti… Kau tak menyerah?" Tanya Ganzo dengan dingin.

Disisi lain warga Helev dari ibukota Batya muncul ke perbatasan antara dua Bingkai Mimpi ini, mereka sudah tak berbentuk manusia lagi. Mereka sudah menjadi monster sepenuhnya. Asher hanya bisa berusaha melindungi Shena dan Gal dari Ganzo dan warga Batya yang berubah menjadi 'Monster'.

"AAAH! PARA PENGHUNI KAYANGAN TELAH DATANG MENJEMPUT KITA! SEMUANYA IKUT AKU MENUJU SORGA VISACH!" Sang peramal Judat menyerukan komando untuk menghampiri warga Batya yang telah menjadi monster.

Warga Batya dengan penuh nafsu berlarian mendekati warga Shim, di sisi lain Shim pun berlarian mendekati warga Batya karena mereka menganggap bahwa mereka akan disambut menuju kayangan.

Namun…

Mereka salah…

Alih – alih disambut, mereka malah diserang oleh warga Batya dan sebagian dimakan.

"Eh?! Tunggu! Kenapa?! Kenapa kalian menyerang kami?! Kami telah memberikan kalian persembahan!!!" Judat yang diserang meronta dan mencoba untuk kabur.

Para warga Shim yang awalnya gembira malah terpecah belah berusaha kabur dari sergapan monster yang mereka anggap penghuni sorga.

"Siapapun tolong kami! Kau… Kau nabi kan?! Aku akan mengikuti ajaranmu! Mohon tolong kami!" Judat meronta, separuh tubuhnya sudah terpisah menjadi santapan para monster. Ia memohon pada Ganzo untuk menolongnya.

Ganzo tetap terdiam fokus pada tujuannya tanpa memperdulikan mereka, yaitu mengalahkan Sheraga Asher.

Inikah Sorga yang mereka inginkan?

Dari arah langit mereka muncul bencana yang lain, ratusan domba hitam yang menyerupai awan hitam turun dari langit dipimpin oleh makhluk berkepala bola mata. Ganzo dan Asher tau persis bahwa itu merupakan pertanda 'waktu habis' dari babak kedua ini, mereka harus segera menyelesaikan babak kedua yang penuh darah ini.

"Kak Shera…" Panggil Shena.

"Aku berterimakasih atas segala yang kau berikan… Kurasa aku hanya cukup sampai disini…" Ucap Shena dengan isak tangis mengiringinya.

"Bicara apa kau She—" Ucapan Asher terpotong ketika ia menoleh.

Tak dapat ditahan, Asher menitikkan air mata melihat monster berwajah 'Roshul' itu sedang menggerogoti leher Shena. Wajah Shena yang ketakutan menjadi ekspresi terakhirnya.

"SHEEEEEENNNNNAAAAAAAA!!!" Teriak Asher dengan histeris.

Tunggu…

Masih ada seorang lagi…

Asher menoleh ke arah lain, tempat Gal Raivah berada.

Didapatinya Gal dengan tatapan kosong dan air mata yang mengalir deras. Gal sedang dalam ketakutan yang luar biasa.

Asher segera berlari menuju Gal lalu memeluknya dengan erat. Sangat erat hingga Gal sulit untuk bernafas. Mungkin ini adalah pelukan paling erat yang pertama kali Asher berikan pada orang lain, mungkin bahkan ini adalah pertama kalinya ia memeluk orang lain.

"Maafkan aku Gal, aku tak bisa melindungi kalian semua…"

"Aku takut Asher… Tapi jika bersamamu sih aku tenang…"

"Aku… Aku benar – benar minta maaf, karena ulahku kau sampai harus terseret ke alam keji ini!"

"Tidak Asher, ini tidak keji sama sekali… Aku sangat senang… Apalagi ketika kau memelukku seperti ini pertama kalinya… Aku sangat senang bisa bertemu denganmu di tempat 'keji' ini."

"Aku mencintaimu Gal…"

"Aku juga, sejak dahulu…"

Sebuah jarum super kecil emas yang sangat panjang menusuk Asher menembus Gal. Jarum tersebut adalah tongkat Ruyisakhta milik Ganzo yang diperkecil dan dipanjangkan agar menusuk Asher yang menolak menyerah pada Ganzo.

"Kau yang memilih jalan ini, Asher… Ruyisakhta Pillar Staff: Memanjang!" Jarum yang telah menusuk Asher dan Gal yang sedang berpelukan tersebut membesar.

SPLAAASSSHHHH

Tubuh bagian atas dari Gal dan Asher terbelah akibat jarum Ruyisakhta yang membesar dalam tubuh mereka berdua. Namun dapat dilihat suatu perbedaan, ketika perut Gal pecah yang keluar merupakan organ manusia normal sedangkan ketika perut Asher yang pecah alih – alih mengeluarkan darah dan organ manusia, malah tanah serta batu yang menyembur keluar.

Bagian perut dari Gal dan Asher tergeletak di tanah berendengan, Asher menoleh lalu berusaha merangkul tubuh Gal.

"Kau lihat wujud asliku sekarang, Gal…" Ucap Asher. "Aku adalah seorang Golem…" Ucapnya sembari memeluk Gal dari samping.

Tak ada jawaban.

Gal telah wafat lebih dulu.

"Biarkan tubuhku yang menjadi kuburanmu…"

Perlahan kulit Asher mencoklat, garis – garis belahan seperti tanah kering muncul. Ia berubah menjadi tanah sepenuhnya menutupi mayat Gal.

Seolah Asher menjadi kuburan untuk Gal itu sendiri.

Dibalik drama, pembantaian, ironisme yang terjadi, Ganzo tetap terang dalam Varsakhta Sage Mode nya, ia ingin merasa sedih dan marah namun ia tak mau mengulang kesalahannya kembali yang diakibatkan oleh emosi pribadi.

Tapi apa jadinya ketika semua pilihan yang diambil salah? Itulah resiko seorang nabi.

Tatapan Ganzo nanar, ia menahan semua emosi yang ingin ia luapkan. Ganzo menoleh ke arah pembantaian antara Shim dan Batya terjadi, mereka masih belum selesai rupanya. Ditambah sosok entitas Oneiros yang mengintervensi babak kedua ini dengan memimpin pasukan domba hitam untuk menghancurkan Bingkai Mimpi Ganzo serta Asher.

Perlahan cahaya lain muncul, itu berasal dari Zainurma, Mirabelle serta Ratu Huban yang datang untuk memberikan selamat pada Ganzo Rashura. Sang pemenang babak kedua.

"Selamat atas kemenanganmu, botak! Apa pelajaran yang kau petik dari kemenanganmu kali ini?" Zainurma menghampiri Ganzo lalu menepuk pundaknya dengan senyum lebar di wajah.

"Pilihan. Ketika kau memilih untuk mengikuti emosimu namun pada akhirnya malah salah, lalu kau mencoba untuk mengesampingkan nya tapi pada akhirnya kau tetaplah salah… Menjadi nabi itu tanggung jawab yang berat." Ucap Ganzo dengan dingin, mata serta kulitnya menyala terang namun tak ada sedikitpun perasaan hangat yang muncul.

Seolah cahaya tersebut semu.

"Pilih mana? Cahaya yang semu atau kegelapan yang nyata?" Ratu Huban ikut menghampiri Ganzo dengan riangnya tanpa memperdulikan para warga Shim yang berada dalam bahaya.

"Berhenti mengikutiku, Ratu Huban! Usir Oneiros dan domba – domba sialannya!" Bentak Zainurma.

"Loooooh! Kan itu tugas paman kurator!" Ketus Ratu Huban.

Ganzo memalingkan diri dari perdebatan Zainurma serta Ratu Huban. Namun tak jauh ia melangkah, Mirabelle berhenti dihadapannya.

"Ganzo Rashura, maukah kau ikut denganku sebentar?"

---

Pegunungan Dewa – Dewi, Alam Mimpi.
Sebuah portal muncul di tengah gelanggang patung – patung megah, muncul Mirabelle serta Ganzo dari dalamnya. Ia masih menyala terang dengan Varsakhta Sage Mode yang aktif, emosinya sedang benar – benar ditahan.

"Jadi… Apa tujuanmu membawaku kemari?" Tanya Ganzo.

"Pegunungan Dewa – Dewi…" Mirabelle mendongakka kepalanya pada patung – patung megah di gelanggang tersebut.

Ganzo diam mendengarkan.

"Apa kau percaya pada dewa – dewi?"

"Tidak. Aku hanya percaya pada satu tuhan yaitu Tuhan Varsakhta yang maha esa."

"Hmmm… Sayangnya kau harus menerima kenyataan, Ganzo…" Ucap Mirabelle, raut wajahnya menandakan keseriusan.

"Apa maksudmu?"

"Sebenarnya aku tak berasal dari Bingkai Mimpi… Aku adalah seorang dewi perang yang maha kuat dari suatu semesta yang sedang kacau balau akibat perang." Kata Mirabelle.

"Saat aku sedang berusaha mengekspansi semestaku, aku sampai di Alam Mimpi bersama para dewa – dewi yang lain..." Lanjut Mirabelle bercerita. "Kau tau apa yang terjadi?"

"Tidak." Ganzo menggeleng.

"Aku bertemu dengan Sang Kehendak, ia memiliki aura yang sama seperti dewa – dewi namun memiliki 'sesuatu' yang lebih. Kami berperang namun kalah, para dewa – dewi yang tak mau tunduk pada Sang Kehendak dijadikan patung… Patung yang kau lihat sekarang."

Suasana hening dengan semilir angin pegunungan mengibas kulit emas yang sedang menyala.

"Intinya saja… Aku tak ingin mendengar ceritamu untuk sekarang." Ucap Ganzo.

"Intinya aku mau memberitaumu bahwa aku, dewa – dewi yang lain, serta Sang Kehendak berasal dari suatu alam yang sama… Di alam tersebut tinggal berbagai ras yang bernama 'Dewa' , 'Dewi' , 'Tuhan' , 'Yahweh' , 'Messiah' dan masih banyak lagi…"

Ganzo terdiam, matanya tajam menatap Mirabelle.

"Alam tersebut memiliki banyak nama seperti 'Sorga' , 'Khayangan' , dan 'Akhirat' namun para dewa lebih sering  menyebutnya dengan Magnashiya." Lanjut Mirabelle.

Mata Ganzo terbelalak, lengkap sudah apa yang ia pikirkan semenjak bertemu dengan Iris Lemma dan Sheraga Asher. Semua ideologi yang ia dapati menjurus pada suatu kenyataan yang ia takuti. Ganzo takut untuk mempercayai hal tersebut.

"Jangan dilanjutkan!" potong Ganzo dengan geram, Varsakhta Sage Mode nya menandakan ketidakstabilan.

"Aku sangat yakin sosok Varsakhta yang sering kau bicarakan dan diam – diam ikut pada ajang para pemimpi dengan cara berdiam di Bingkai Mimpimu itu…" Tak memperdulikan apa yang Ganzo katakan, Mirabelle terus berbicara.

"TIDAK! AKU TAK MEMPERCAYAIMU!" Bentak Ganzo.

"…Berasal dari alam yang sama sepertiku dan para dewa lainnya, bahkan dengan Sang Kehendak…"

Amarah Ganzo meluap dilumat kenyataan…

Kulit serta matanya meredup, Varsakhta Sage Mode telah padam…

Disisi lain, muncul siluet pria berambut seminyak dengan tongkat bantu kayu sedang menyeringai tersenyum di sudut gelanggang…

Ia berbisik…

"Selamat datang di Permainan Tuhan"

---

MAGNASHIYA
-GANZO RASHURA ROUND 2 BATTLE ENDS-



>Cerita sebelumnya : [ROUND 1 - 4E] 21 - GANZO RASHURA | AYAT-AYAT PEPERANGAN
>Cerita selanjutnya : -

15 komentar:

  1. Pas bava di awal", entri ini rasanya cukup naik level dari segi teknik penulisan dibanding dua entri sebelumnya. Saya sampe ragu, apa ini beneran masih penulis yang sama? Tapi setelah diterusin, ternyata masih bisa ditemuin miripnya sama entri" sebelumnya, terutama dalem dialog" lepas dan mainan sfx (juga abuse penggunaan kapital tiap Shamonten ngomong)

    Rakyat Shim ini angin"an banget ya, bisa dipengaruhin sama peramal numpang lewat, udah gitu dikit" histeris ke apa aja, dari Ganzo naik domba, kota kahyangan, sampe manifestasi mimpi buruk. Malah kayak kocak ngeliatnya

    Ada anak kecil perempuan yang ngelempar batu, entah kenapa ngingetin saya kalo di versi Sheraga malah ada anak perempuan yang nganter kepergian Ganzo sebelum bertandang, cmiiw

    'Celaka. Lawanku pintar'
    ^duh, Ganzo

    Overall entri Ganzo lebih straightforward daripada lawannya, langsung gebuk"an ga pake babibu. Saya sempet ngira ada sesuatu yang bakal dieksplor dari keraguan Ganzo di awal, tapi sambungannya ternyata baru di akhir dan datengnya dari Mirabelle alih" Ganzo sendiri. 'Pelajaran' soal pilihan dan emosinya malah berkesan kurang relevan dibanding kegoyahan iman yang dia hadepin

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Jengjet, sy datang memberi tanggapan atas cerita yg sudah Mz Ramiza buat.

    Langsung saja, hal pertama yang sy berikan adlah sebuah pujian. Pujian terhadap keberanian dari Mz Ramiza yg membawa OC seorang Nabi beserta Sang Tuhan ke dalam turnamen ini.

    Okey, itu tidak terlalu terkait dgn entri ini. Sy hanya menyampaikan exited kala melihat CS Ghanzo tempo hari lalu, dan baru entri ini yg sy baca. Kenapa? Baru sempet aja xD Pun lawan Ghanzo jga seorang ateis, jadi makin membuat sy tertarik dgn entri Mz Ramiza ini.

    Memasuki awal kata pembuka, sy dimanjakan oleh kutipan yg menurut sy menggambarkan Sang Kehendak, mungkin. Sy suka, berkesan estetik. Barangkali krn bacaan Mz Ramiza yg beragam, sehingga bisa memadu kata seperti itu. Knp sy bisa berasumsi seperti ini? Krn setiap foto yg Mz Ramiza upload mengenai koleksi buku, itu hadir dalam linimasa Facebook sy.

    Beralih pada paragraf berikutnya .... Astaga.

    Astaga.

    Astaga.

    Astaga, lagi.

    Ekspektasi sy pecah langsung, bagai kastel kaca impian yg dihantam palu godam (ceileh) xD Beneran. Suwer. Gaya penuturan Mz Ramiza dalam entri ini bagi sy ... maaf ... sy bener2 minta maaf krn harus jujur ... gaya penuturan dalam cerita ini bagi sy kurang memuaskan.

    Tapi sy masih positif thingking. Barangkali Mz Ramiza lagi didera oleh kesibukan.

    Terus berlanjut, sy mulai tertarik lagi krn pergolakan emosi Ghanzo dimunculin. Suatu yg bisa menjadi bahan drama. Dan sy sedikit mesem2 sambil nahan dongkol kpd rakyat Shim. Asli, itu manusia angin2an dan ogeb bgt.

    Tapi ketertarikan sy lagi2 gk bisa bertahan krn bahan drama yg tdi sy sebut rupanya kayak angin lalu aja. Gk nampol. Cuma sekedar dibuat ada utk mengulur tensi pertarungan dgn Sheraga.

    Dan sy jga meringis kala Mz Ramiza seolah mencoba mempersatukan universe Ghanzo dan Sheraga dgn menunjukan bahwa Tuhan Ghanzo saling kenal dgn Roshul yg berdiam dalam tubuh Orim. Kayak nyampurin air sama minyak jadinya.

    Terus bertahan utk membaca, kala Sheraga memanggil setan utk melawan Ghanzo dan sang setan bertarung dengan meneriakkan jurusnya. Astaga. "TRISULA SETANIYAHHHHH!!!" ASTAGA. Entah apa maksudnya seperti itu, apa mau memberi unsur komedik atau barangkali ada alasan lainnya. Kalau mau dibuat komedik sy rasa fail. Krn sy rasa cerita Ghanzo ini gk diniatkan utk komedik, serta menilik pemilihan diksi yg diterapkan tidak condong ke arah komedik.

    Dari sini, sy gk mau buang kata lgi xD Dan sedikit keluhan pribadi sy pada penggunaan sound effect.

    Itu aja yg sy sampaikan. Overall, sy cukup setuju sama komentator pendahulu sy.

    Ciao~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tambah, sy cukup suka sama karakterisasi setiap OC yg ada. Baik dari kubu Ghanzo atau Sheraga, bahkan si peramal dan penduduk Shim 😀

      Sesuatu yg bisa didapat dalam jumlah kata yg gk terlalu banyak. Ini satu kelebihan dri entri Sheraga. Good job mz 👍

      Dan, utk bbrp sesi yg sy tau itu komedik. Sy juga cukup terhibur. Sy paling suka, "... Celaka! Musuhku pintar!" xD Sama seperti komentator pendahulu sy.

      Utk sementara, vote sy tahan 😀

      Hapus
    2. HALOOO XD
      Makasih banget atas komentar dan saran yang sangat membangun ini... tapi perlu saya jawab bahwa setan yang neriakin TRISULA SETANIYAH itu adalah oc milik bang her (panitia) untuk digunakan di ronde sebelumnya yang katanya boleh dibawa ke ronde2 selanjutnya... jadi mohon maaf kalau saya kurang ngejelasin mengenai si angleria ini xD

      Hapus
    3. Dan kutipan di pertama itu berasal dari OC mas sam Iris Lemma :3 Tapi sebagai orang yang baru baca entri saya yaitu yg ini, komentar serta saran anda sangat saya hargai dan jelas saya berterimakasih banyak atasnya :D

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  5. Halo, saya mampir dalam rangka apresiasi *iyalah* xD

    Pertama-tama, saya terima kasih karena Ganzo nggak WO. Lalu, dan yang utamanya, saya seneeng sekali karena OC saya dibawain dengan layak—dalam artian bukan sebagai rintangan/musuh yang harus dilawan semata. Kamu juga ngasih peran yang lumayan signifikan untuk Asher (bahkan Orim!) dalam rangka pengembangan OC-mu. Jadi terharu :”

    Ini plot point-nya asik juga. Worldbuilding dan kompeksitas plot Ganzo mulai terlihat. Dan asli, saya dibuat bertanya-tanya akan jadi gimana Ganzo ini ke depannya; gimana dengan kenabian dan tuhannya, dsb. Ditambah dengan kemunculan “pendahulu-pendahulu” dan si Tukang Senyum di akhir itu. Lantas Ganzo yang tetap tenang ngadepin sesuatu ... itu entah kenapa bikin merinding. Ada-ada saja ._.

    Suka banget sama presensi hubungan antara Asher dengan para sub OC-nya di sini (yang kalo di entri saya miss banget). Wkwkwk. Bahkan ada aroma romens di antara Asher dan Gal Raivah (yang di entri saya juga belum dijelasin apa hubungan mereka). Walau, satu yang agak mengganjal ... Nadav kan harusnya punya relasi yang kurang baik dengan Orim (terlihat dari ending R1) dan kok Asher tahu “robot”?—well, ini bukan masalah serius. xD

    Asher juga, kalo boleh saya katakan, chaotic good-nya lebih dapat. Kalau di saya kan kesannya malah menjurus lawful. Dan, sebagaimana yang saya pikir dan harap, Asher ada momen-momen ngoceh soal ateismenya itu. Good job. X))

    Tapi beberapa hal yang paling bikin saya tergelitik dalam arti positif: lore kreatif soal Dayanim. LoL, bahkan saya nggak terpikir ke sana. Love it. Terus dengan cara ngomong Asher dkk yang komedik. Kemudian Asher mendaras skill summon-nya pake ((Shammah, Shebaoth, Tzidkenu, dst)). Awkwkw. Greget, greget. Boljug. Kalahnya Asher pun tragis ya.

    Perbedaan di antara entri kita itu kayaknya kentara banget. Kalo di sini Ganzo lebih menekankan konflik interpersonal, saya malah intrapersonal OC-nya. xD

    Overall, saya puas dan terhibur baca entri ini. Ini segala nuansa ada. Mulai dari serius, komedik, drama, dst. Dan jujur aja, saya sbg “rival” untuk ronde ini, saya seneng OC saya berkesempatan melawan Ganzo.


    Regards,

    Sheraga Asher

    BalasHapus
  6. Akhirnya bisa sampai pada si (bukan) Botakbotak wwkwkwkwkwk

    Saya mulai saja komentarnya.

    Saya baca Prelim Ganzo, dan saya juga ngikutin R1 Ganzo, jadi begitu ngebaca R2 Ganzo, saya udah punya pegangan parameter mana yang sekiranya akan jadi plus minus dalam cerita.

    Pertama, soal perkembangan dalam tulisan. Ganzo aslinya ini LEVEL UP!! Anjir. Masih nggak percaya yang nulis masih mas Ramiza! Perkembangan yang sangat signifikan, jujur saya jadi makin enjoy baca tulisan dalam entri Ganzo karena bentuk narasinya sudah cukup mendekati apa yang saya harapkan. Tinggal poles dikit di sana-sini aja udah jadi top deh.


    Oh, perkara Orim yang jadi entitas Roshul harus saya katakan inovatif, sebenarnya. Bukan hal yang jelek, kok. Dalam BoR kan kreativitas juga diuji, jadi ya pintar-pintarnya penulis gimana cara membuat kanon cerita yang menarik. Meskipun harus memanfaatkan kanon lawan juga. Toh di ronde 2 banyak kan yang mengintegrasikan kanon lawannya ke dalam kanon sendiri? Memang begitu kan esensinya Battle of Realms? Lagipula karakterisasi Orim dan Sheraga di sini juga ngepas. Jadi saya heran kenapa ada yang merasa nggak pas dengan pembawaan kanon dari mas Ramiza ini uwu)

    Adegan pertarungan dan pemanfaatan karakter sampingan ini juga udah menghibur. Jadi bukan sekadar figuran aja, gitu.

    Kalau masalah sound effect, mungkin mas Ramiza mau mencoba sound effect yang terdaftar secara resmi di KBBI. Penggunaan sfx bukan hal yang tabu kalau tepat pemakaiannya. Toh bunyi jam tik tok dan bunyi pistol dor dor dor. Kalau saling gebuk pasti gak jauh-jauh dari bak bik buk. :s

    Adapun, memang ada beberapa kekurangan di dalam cerita ini, semisal konflik batin Ganzo masih belum di-eksplorasi dengan matang dan kiranya masih bisa dibuat lebih bagus impactnya dibandingkan dengan apa yang disampaikan Mirabelle. Dan juga kira-kira kalau mau membuat entri setengah-serius-setengah-gendeng, porsinya bisa lebih diatur lagi ;)

    Segitu aja kayaknya dari saya. Votenya nanti ea.

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini juga salah satu vote yang cukup berat bagi saya. Keduanya sama-sama menjanjikan, dan prospek karakter serta ceritanya sama-sama bagus.

      Tapi, atas pertimbangan:
      -Skala Konflik yang dibawa dalam kanon Ganzo yang potensinya lebih besar
      -Potensi perkembangan yang dimiliki penulisnya dalam mengolah twist dan eksekusi plot yang progresif
      -Integrasi kanon yang menarik
      -Perkembangan karakter Ganzo post-R2 lebih diantisipasi

      Enryuumaru dan Mbah Amut memutuskan untuk memberikan Vote pada Ganzo Rashura

      Hapus
  7. "Bangsat! Siapa lagi kau?!"
    "ANJING! SIAPA YANG KAU BILANG BANGSAT TADI?!"

    Aduh.. serius dialog mereka bikin ane sweatdrop dan ngakak bersamaan. Baik, ane tau nabi Shamonten emang sifatnya keras gitu. Tapi, keliatan konyol...

    Baik, ane emang suka unsur komedi. Cukup terhibur, tapi sayang banyak yang ga sreg.

    Banyak perkembangan entry ini dari sebelum2nya. R1 kemarin dialognya terlalu dominan, sekarang dah seimbang dan enak dibaca. Ane sebenernya lebih nyaman gaya narasi simpel gini. Tapi sfxnya itu kyknya mending dikurungin.

    Lalu penerapan kalimat caps banyak yang kurang pas. Banyak yang ga sreg.

    Sheraga di sini keliatan brengsek amat ya .__.
    Dah gitu banyak omong. Oh, tunggu.. semenjak alignmentnya ganti emang dia jadi brengsek *ngakak* #disepak
    Dan awal2 ane geli (ngakak) gitu sama kawan2nya. Disini malah lebih kegambar jelas sama relasi masing-masing, daripada yang punyanya (oops).

    Mungkin segitu aja komentar ane, N.V auth Ru

    BalasHapus
  8. Ganzo :
    Pertama, saya kasih applouse dulu buat Ganzo yang authornya udah naik pangkat jadi Kolonel Sanders (dikata Pebeh kali)
    Saya terbengong-bengong dengan teknik narasinya yang jauh meningkat dibanding sebelumnya. Mas Ramiza juga bisa menghandel banyak karakter yg terbilang cukup rame dari kubu penduduk Shim, biksu Varsakhtisav, Sheraga cs dll. Adegan battlenya juga enak diikutin apalagi kata Setaniyah itu..wkwkwk. Eksekusinya Asher di saat terakhir juga mantep.
    But there something wrong
    Untuk tema SARA, saya mengharapkan sesuatu yang lebih dalam dan kompleks dari pemikiran-pemikiran dari tiap tokoh terutama dari dua kubu yang saling berseberangan. Atheis dan Agamis. Bahkan kalo dilihat secara sekilas, hubungan Asher dan Ganzo sebenernya bisa dibangun lebih rumit karena di satu sisi, mereka sama-sama gak percaya agama dgn perbedaan Ganzo percaya ada sesuatu yang lebih tinggi dari semua makhluk sedangkan Asher malah menyangkal kenyataan tsb. Sesuatu itu yg saya belum temukan di sini. Yg ada battle komedik shounen dengan dosis SARA yg medium. Jadi, itu yg membuat saya kurang terpuaskan.


    BalasHapus
  9. [+] Teknik menulisnya sudah meningkat lagi, ceritanya jadi lebih mudah dinikmati
    [+] Benih-benih konflik yang ditanam di ceritanya terbukti menarik, dan memberi rasa sendiri saat tumbuh di dalam plotnya. Beberapa bisa membangkitkan emosi.
    [+] Skala konfliknya memang lebih epik dan sebenarnya membuat penasaran

    [-] Tidak perlu ALL CAPS untuk membuat kata-kata seseorang terdengar berteriak atau lantang.
    [-] Kalau dibayangkan baik-baik, battlenya mungkin lebih epik dari di entry Sheraga, tapi penyajiannya terasa biasa saja, jadi malah kesannya pertarungannya tetap lebih inferior dari yang di entry rival sampean.
    [-] Saya rasa, untuk penguasaan karakter juga entry Sheraga lebih menguasai Ganzo dan si Asher

    Skor: 80/100

    Terasa sekali perkembangan author dalam menulis, tapi untuk kali ini entry Asher lebih berhasil memikat saya.

    Fahrul Razi
    OC: Anita Mardiani

    BalasHapus
  10. Hmm... Warga Shim ini seperti tipikal Archetype "Blinded By Faith", tapi rasanya agak aneh saja kok langsung percaya pada perkataan si peramal, terlebih lagi dia adalah orang asing. Nevertheless, saya suka cara Author memainkan peran Warga Shim sebagai musuh Ganzo.

    Mengingat perspektif Ganzo dan Sheraga yang begitu berbeda, saya mengharapkan lebih banyak debat antara keduanya, terutama kalau saya sudah nyiapin popcorn untuk ngelihat blame war ini. *eh...*

    Penggambaran konflik Ganzo di awal Sangat bagus! Konflik dalam hati sang nabi ketika melihat dewa-dewi tidak berkutik melawan [Sang Kehendak] dan aftermath dari pertarungan ronde sebelumnya. Sisa entri lebih Straight to battle dan disajikan dengan menarik, tapi rasanya karakter Sheraga kurang ditarik keluar *uhuk* debat *uhuk*.

    Sekian dari saya, terimakasih ~
    OC : Nora

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.