oleh : Nakano
--
"….Reveriers,"
Aku yakin dua sosok itu mengatakan banyak hal, tapi yang bisa kudengar hanya kata itu.
"….Mahakarya,"
Kata kedua yang kudengar. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
"…..Alam mimpi."
Kata ketiga yang kudengar. Aku tak tahan lagi. Aku akan bertanya. Namun, baru saja aku membuka mulutku, kedua sosok itu lenyap bersama cahaya yang menyilaukan. Menyisakan putih kosong tanpa ujung. Kehampaan sempurna.
Ya, mungkin ini memang mimpi.
[ 0 – Hello, Sleepwalkers ]
"-se…"
Lelaki itu perlahan membuka matanya, bangun dari tidur. Hal pertama yang ia lihat adalah langit. Awan cumulonimbus mendominasi, membuat langit menjadi abu-abu. Angin pun berhembus kencang, menerbangkan benda-benda kecil serupa rumput di tempat lelaki tadi bangun. Matanya melihat ke kanan dan ke kiri secara perlahan, dimana-mana rumput. Sabana.
"Takase!"
Kembali dipanggil, lelaki itu – Takase – terperanjat. Ia refleks duduk dengan ekspresi datar. Seharusnya berkeringat dan nafas memburu, sayangnya Takase baru saja memimpikan sesuatu yang absurd, bukan dikejar hantu atau diteror pangeran kegelapan yang botak dan pesek.
"Apa sih?!" Bentak Takase, merasa terganggu dibangunkan.
"Mau mati, ya?!" Ucap lelaki berambut putih yang membangunkan si tukang ngorok bermantel hijau, Sieg. Ia menarik kerah Takase, memaksanya melihat ke suatu arah. Dimana, sesosok monster berwujud ogre setinggi enam meter dengan pedang besar di tangannya berdiri. Ia memakai pelindung dada dari besi, dan celana kain compang-camping. Di sekitarnya, terdapat puluhan mayat, dimana semuanya memakai seragam biru tua yang sama, almamater akademi kerajaan Tutelage.
"Heh?"
Mata Takase terbelalak melihat sesuatu yang berukuran besar di hadapannya.
"Resletingmu belum kau tutup."
"Eh? Iya…..tunggu, bukan waktunya membahas itu!!"
"Tak usah gugup. Ini tidak ada bedanya dari mahluk eksperimen Conqueror lainnya, pakai cara biasa."
"T-tapi, dia lebih besar dari yang lain!!"
Tidak ada niatan menunggu dua calon korbannya itu selesai berunding, sang Ogre berzirah lari kearah mereka berdua. Sieg yang ketakutan langsung lari. Sedangkan Takase dengan cepat mengeluarkan sesuatu dari balik mantelnya. Sebuah pisang.
"Salah ambil?!" Seru Takase kaget. "Terserahlah. Aku memang lapar, kok." Lanjutnya sambil mengupas kulit buah tersebut dan memakannya. Sambil duduk bersila membelakangi si Ogre.
"……."
Merasa diremehkan, sang ogre berteriak kencang. Pedang besar miliknya ia angkat tinggi-tinggi. Sorot matanya tajam, nafasnya memburu, tak sabar akan membunuh pria bermantel hijau di depannya. Ia mengayunkan pedang itu ke bawah.
"Jangan ganggu orang yang sedang makan."
Sampai tangannya putus. Sang Ogre melihat tangan kanannya tergeletak di tanah. Darah segar mengucur deras dari bahunya seperti keran rusak. Sieg yang berdiri di belakangnya dengan pedang berlumur darah di tangan tersenyum tipis.
"Kalau benar tuan Ogre yang membunuh mereka," Takase berdiri, lalu berbalik badan. Kedua tangannya memegang sebuah senjata panjang berwarna abu-abu – Palu. "Tuan Ogre harus menerima akibatnya."
"Come here." Ucap Takase, menunjuk wajah sang Ogre yang merintih kesakitan dengan kepala palu. Beberapa detik kemudian, badan sang Ogre terasa seperti akan jatuh. Ia terjatuh, namun wajahnya tidak menghadap tanah, melainkan sebuah balok abu-abu. Kepala palu.
Sedetik kemudian pecahlah kepala sang Ogre. Dihantam hancur oleh Takase. Darah terciprat serupa semangka diinjak gajah. Takase memutar-mutar gagang palunya, membuat darah itu bercipratan, mengenai rumput, pohon, dan celana Sieg yang belum diresleting.
"S-sialan kau Takase!" Seru Sieg, menjitak temannya.
"Maaf."
"Kau bahkan tak ikhlas mengatakannya! Sudahlah, ayo kembali ke markas. JANGAN MAKAN LAGI!!"
Mengabaikan Sieg, Takase melanjutkan mengunyah roti coklat yang ia keluarkan dari balik mantelnya. Ia memang cepat lapar, dan ketika lapar akan pusing gila-gilaan. Repot. Makan terus menerus sudah kebiasaannya. Ditambah lagi, untuk sebuah tubuh kurus ia memilih senjata berat serupa palu.
Tapi, justru kekuatan terbesarnya ada di dalam palu itu.
Setelah merapikan baju mereka, kedua petarung meninggalkan padang rumput itu. Takase melihat mayat orang-orang Tutelage. Mereka mati menggenaskan oleh Ogre tadi. Namun, jika dilihat baik-baik ada beberapa yang memiliki luka memar parah. Apa itu bekas hantaman palunya? Takase mencoba mengingat-ingat. Hasilnya, nihil.
"Sieg, Phantom harus mengakhiri perang saudara ini secepatnya. Antara Tutelage dan Conqueror." Ucap Takase serius. Sieg hanya bisa mengangguk dengan tatapan kosong, membayangkan masa depan yang entah baik atau buruk. Namun, semuanya memiliki akhir. Termasuk entri ini.
***
"H-haus," Ucap Sieg lirih. "Takase, minta minum." Lanjutnya, mengulurkan tangan kearah Takase yang sedang menenggak jus stroberi kalengan yang ia ambil dari supermarket. Iya, ambil. Bukan beli. Sejak tadi Takase dan Sieg sudah berputar-putar mencari jalan pulang. Mereka berdua hafal betul rutenya, ibarat seorang siswa yang hafal jalan pulang-pergi antara rumah dan sekolah.
Tapi, entah kenapa dunia terasa mengecil. Semuanya terasa dipindahkan. Jalan setapak yang seharusnya ada di sana malah disini. Jalan besar yang seharusnya disini malah disitu. Tata bangunannya juga jadi acak-acakan. Lebih anehnya lagi, dari awal mereka berjalan, tidak ada satupun manusia selain mereka disini. Apa ini hari anti-Takase dan Sieg? Mustahil, 'kan?
"Ambil sendiri sana!" Seru Takase.
"Aku lelah. Badan dan pikiran. Terutama kakiku, aku tidak bisa merasakannya….." Kata Sieg. Benar, wajahnya terlihat seperti orang sekarat.
Merasa prihatin, Takase masuk ke dalam supermarket. Segera diambil sekaleng minuman ringan untuk Sieg, dan sebungkus keripik kentang untuknya sendiri. Juga wafer coklat. Juga mi instan. Tu-tunggu, dia mengambil terlalu banyak! Ini tindak kriminal!
Namun tidak. Setelah mengambil semua konsumsi itu, Takase menaruh segepok uang ke dalam kasir. Benar-benar jujur. Pria yang baik. "Andai tak ada CCTV." Gumamnya.
"Nih makan. Jangan mati dulu."
Sieg dengan tak sabar merebut jajanan yang Takase bawa, merobek bungkusnya dan makan. Takase juga ikut makan, walau sudah berkali-kali makan daritadi.
"Apa ini semacam adegan Zombie Apocalypse?"
Daerah itu benar-benar gelap. Selain malam, mendung membuat bulan tidak terlihat. Bangunan-bangunan tinggi bercahaya yang berada di pusat kota adalah satu-satunya penerangan bagi mereka selain lampu supermarket. Sunyi, tidak ada tanda-tanda kehidupan.
"Firasatku buruk. Simpan makananmu, ayo pulang." Ucap Takase.
"Tak perlu buru-buru," seseorang muncul keluar dari kegelapan. Pria jangkung berkulit pucat dengan Tuxedo putih tanpa noda. Rambut bergelombang-nya hitam, menutup setengah wajahnya. Dan yang paling menakutkan, matanya berwarna merah darah. "kalian sudah tak bisa pulang."
Takase dan Sieg menatap pria itu tajam. Dari auranya, dia bukan orang biasa. Dan apa yang dikatakannya barusan, jelas ia mengetahui sesuatu tentang anomali yang terjadi.
"Apa maksudmu?" Tanya Takase.
"Kalian tak bisa pulang……Karena rumah kalian sudah tak ada di dunia ini."
***
"Apa maksud perkataanmu tadi?"
Takase dan Sieg berdiri. Tangan mereka sudah menggenggam senjata terkuat mereka – Sieg dengan katana dan Takase dengan wafer coklat. H-hei!
"Kalian tidak paham-paham juga. Perkenalkan, namaku Carda Ruler. Pemilik dunia kecil ini," Ucap si pria bertuxedo, memperkenalkan diri. "Seperti yang kalian lihat, ini memang dunia kalian, tapi aku sudah menyempitkannya. Penyempitan dimensi!" Lanjutnya penuh antusias.
"Jadi, kau membuat bumi menjadi lebih kecil atau apa?" Tanya Sieg, masih belum percaya.
"Tepatnya, aku 'memangkasnya'. Yang tersisa hanya…....Ng……satu kota ini."
Seluruh bumi telah dipangkas, menyisakan kota seluas 14.000 kilometer kuadrat ini? Setelah semua yang mereka alami dan lihat, Takase dan Sieg mau tak mau percaya. Lagipula ini bukan kali pertama mereka harus melawan orang-orang segila ini.
"Ini akan menjawab semua pertanyaan kalian." Ujar Carda, mengeluarkan sebuah benda kecil serupa batu zamrud.
"Puzzle Hijau?!" Sieg kaget bukan kepalang. "Bagaimana ini Taka-" Sieg mengehentikan mulutnya. Karena lawan bicaranya sudah tak di sana.
"Lebih baik kali-" Ucapan Carda terpotong, karena sebuah palu muncul dalam bidang pandangannya. Carda menahan serangan tersebut dengan lengannya. Dimana secara mengagetkan, tertahan dengan baik. Bagaimana bisa? Pikir Takase, namun ia terus-terusan menghantamkan palunya layaknya hook seorang petinju pro. Carda melompat kesana kemari, menghindari hantaman palu itu.
"Hiii~"
Pernah melihat partnernya semarah sekarang, Sieg memilih menjadi pengamat saja, takut kepalanya kena getok palu Takase.
"Hei, keparat! Apa yang kau pikirkan? Kemana semua orang?!" Tanya Takase tanpa berhenti mengayunkan palunya.
"Aku menyingkirkan mereka!" Seru Carda, menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Laju ayunan palu terhenti. "Di dunia pribadiku ini, aku tak perlu siapapun!!"
Kini Carda Ruler menyerang balik. Tendangan kanan melesat kearah kaki Takase, meruntuhkan kuda-kudanya. Jatuh terkapar di tanah, Takase berusaha bangkit dengan guling belakang. Namun Carda menginjak pahanya, membuat Takase tertahan dalam posisi awalnya.
"Kau terkejut? Tubuhku sekeras baja." Kata Carda, melemaskan kedua tangannya.
"Sihir hitam, ya?" Tebak Takase.
"Tepat." Jawab Carda bangga.
"Jadi dagingmu jadi sekeras baja, atau berubah jadi baja? Gigimu sudah berkarat, lho."
Carda jelas tak senang dengan ejekan itu. Diangkatnya kembali kakinya, berniat memberi injakan kedua. Takase sontak melebarkan jarak kedua kakinya, membuat kaki Carda menginjak tanah. Diseretnya palu di sampingnya dan dihantamkan ke tanah tempatnya jatuh tadi.
"Go Down."
"Bicara apa kau i- !?"
Carda merasa gravitasi menariknya jatuh. Bukan ke belakang, melainkan kearah retakan bekas hantaman palu Takase. Tumbang, tubuhnya menempel kuat di tanah seperti lem. Meronta-ronta tak berguna, seakan-akan setan mendudukinya.
"Kau terkejut? Ini kekuatanku. Induksi magnetik. Semua yang dihantam paluku berubah menjadi magnet," Jelas Takase. Ia memutar-mutar gagang palunya, lalu menyandarkan gagangnya di bahu. Diinjaknya paha Carda. "situasi berbalik dengan cepat, ya?"
Carda diam saja. Malahan ia terlihat tersenyum meremehkan. Mengabaikan ekspresi itu, Takase merogoh saku Carda, mencari Puzzle Hijau. Takase menemukannya, dilihatnya permata serupa zamrud tersebut.
"Hei, kakiku masih bisa bergerak bebas!" Kata Carda.
"Benarkah? Yah, terserah sih- Hoi!!" Carda menendang tangan Takase, membuat Puzzle hijau di tangannya terlempar beberapa meter ke samping. Takase langsung lari mengejarnya.
"Biar kuperlihatkan sihir hitam yang lain," Ujar Carda.
"Aku yakin itu sepayah yang tadi." Ucap Takase.
"Tidak bagi temanmu."
Firasat buruk lain muncul. Takase langsung melihat kearah Sieg. Ia memegang Puzzle hijau itu di tangannya. Namun, ada sesuatu yang aneh. Matanya sepenuhnya merah. Merah darah.
"Sieg? Perlu kuambilkan Insto di supermarket?"
***
Sihir gelap pengendali pikiran. Itulah yang Carda lakukan.
"Kau terkejut? Tubuhku sekeras baja." Kata Carda, melemaskan kedua tangannya.
"Sihir hitam, ya?" Tebak Takase.
"Tepat." Jawab Carda bangga.
"Jadi dagingmu jadi sekeras baja, atau berubah jadi baja? Gigimu sudah berkarat, lho."
Carda jelas tak senang dengan ejekan itu. Diangkatnya kembali kakinya, berniat memberi injakan kedua. Takase sontak melebarkan jarak kedua kakinya, membuat kaki Carda menginjak tanah. Diseretnya palu di sampingnya dan dihantamkan ke tanah tempatnya jatuh tadi.
"Go Down."
"Bicara apa kau i- !?"
Carda merasa gravitasi menariknya jatuh. Bukan ke belakang, melainkan kearah retakan bekas hantaman palu Takase. Tumbang, tubuhnya menempel kuat di tanah seperti lem. Meronta-ronta tak berguna, seakan-akan setan mendudukinya.
"Kau terkejut? Ini kekuatanku. Induksi magnetik. Semua yang dihantam paluku berubah menjadi magnet," Jelas Takase. Ia memutar-mutar gagang palunya, lalu menyandarkan gagangnya di bahu. Diinjaknya paha Carda. "situasi berbalik dengan cepat, ya?"
Carda diam saja. Malahan ia terlihat tersenyum meremehkan. Mengabaikan ekspresi itu, Takase merogoh saku Carda, mencari Puzzle Hijau. Takase menemukannya, dilihatnya permata serupa zamrud tersebut.
"Hei, kakiku masih bisa bergerak bebas!" Kata Carda.
"Benarkah? Yah, terserah sih- Hoi!!" Carda menendang tangan Takase, membuat Puzzle hijau di tangannya terlempar beberapa meter ke samping. Takase langsung lari mengejarnya.
"Biar kuperlihatkan sihir hitam yang lain," Ujar Carda.
"Aku yakin itu sepayah yang tadi." Ucap Takase.
"Tidak bagi temanmu."
Firasat buruk lain muncul. Takase langsung melihat kearah Sieg. Ia memegang Puzzle hijau itu di tangannya. Namun, ada sesuatu yang aneh. Matanya sepenuhnya merah. Merah darah.
"Sieg? Perlu kuambilkan Insto di supermarket?"
***
Sihir gelap pengendali pikiran. Itulah yang Carda lakukan.
"Kini, lelaki ubanan itu ada dalam kendaliku!" Seru Carda.
Takase melihat Sieg – yang sedang menebaskan katana. Takase melompat mundur menghindari tebasan demi tebasan yang mengarah padanya.
"Speed Clones."
Tiba-tiba, Sieg muncul di belakang Takase. Dia menendang Takase dengan keras, membuat palunya jatuh dan tubuhnya terpental ke depan – dimana Sieg yang asli sedang berdiri. Sieg mengayunkan katana layaknya stik golf kearah kepala Takase. Tapi, tiba-tiba pedang Sieg telempar ke samping ala scene poltergeist di film horror, merusak vending machine di depan supermarket.
"S-south….pole." Ucap Takase yang tengkurap di tanah, berhasil menyentuh gagang palunya dengan ujung sepatu. Selama masih tersentuh, kemampuan bisa digunakan. Walau begitu, Sieg belum selesai. Alih-alih menjemput katananya, ia memilih untuk menarik kerah mantel Takase. Mengankat pria kurus itu bukan masalah baginya.
Dipukulnya perut, pipi kanan, dan dada kanan Takase secara berurutan. Tiap pukulan berkecepatan tinggi, dampaknya tidak main-main. Tanpa mantel hijau itu, luka memarnya pasti terlihat. Masih memiliki kesadaran, Takase tak menyerah. Digenggamnya tangan Sieg, lalu ia menghetakkan kakinya di tanah. Lompat. Berputar di udara, sementara masih memegang tangan Sieg. Gerakan akrobatik itu berakhir dengan posisi Takase berada di belakang partnernya, memelintir lengannya.
Tak tinggal diam, Sieg memutar paksa tubuhnya. Layaknya dansa, mereka bergandengan tangan dan berputar, kembali di posisi saling berhadapan. Takase mengambil apa yang dari tadi ia sembunyikan, sekotak paku dengan tulisan 'Specials' di kotaknya.
"Nail Combat."
Takase dengan segera melempari Sieg dengan paku-paku itu seperti sedang main darts. Target berlari zig-zag menghindari lesatan palu itu, membuatnya tertancap di sembarang tempat. Di sisi lain jalan, Carda sudah bangkit. Tarikan magnet kuat tak terasa lagi. Carda paham, benda yang dirubah jadi magnet tadi adalah tuxedonya. Dan sekarang sudah hilang. "Hanya 15 detik." Batinnya.
"Kurasa tak mempan." Ucap Takase, membuang kotak pakunya ke sembarang tempat.
"Heeeeaaaah!!" Sieg berteriak keras sebelum melancarkan pukulan cepatnya – yang langsung Takase tangkis dengan gagang palunya. "Aduduh! Aduh!" Sieg mengaduh kesakitan. Menahan tawa, Takase menghantamkan palunya ke tanah. "South, North Pole!" Seketika tangan Sieg yang memar tertarik ke arah bekas hantaman palu yang Takase buat.
Versi tingkat lanjut dari Induksi magnetik, merubah sesuatu menjadi kutub utara, dan benda lain menjadi kutub selatan. Dimana sekarang dapat diterapkan ke mahluk hidup. Sieg menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi tangannya tak bergeming sedikitpun.
"Sudah, diam disit-"
"Speed Clones."
"Oh, iya ya."
Sieg membuat cloning di belakang Takase, lalu ia bertukar tempat dengannya. Ditendangnya punggung partnernya hingga roboh. Palunya tergeletak. Sieg mengambil senjata itu. "T-tolong…..jangan ambil Tengoku." Pinta Takase pelan.
"Hahaha! Kau bahkan memberi palumu nama?! Menyedihkan!!!" Cemooh Carda. "Injak-injak bocah bodoh itu!" Titah Carda. Sang pesuruh menurut. Sieg menginjak-injaknya berulang-ulang. Takase hanya bisa berteriak, ia sangat lelah bahkan untuk sekedar merubah posisinya menjadi duduk.
"Ambil palunya dan berikan padaku," Titah Carda kepada Sieg. Sang pesuruh langsung mengangkat palu tersebut. Dan, ternyata berat. Benar-benar berat. "U-ugh….." Seperti anak kecil mengangkat tumpukan buku, Sieg berjalan kearah Carda, ia serahkan palu itu.
Di saat-saat seperti ini Takase mencoba memikirkan apa yang bisa ia lakukan, walau jelas tubuh kurusnya ini sudah sampai batasnya. Ia bahkan tak yakin bisa bergerak secara akrobatik lagi dengan tubuh selemah ini. Atau bertarung dengan palu. Lemparan paku yang payah, setidaknya ada orang lain berkemampuan senada. Kekuatan yang dengan bangga ia sembunyikan hingga akhir pun, Carda Ruler merenggutnya.
"Cih, membosankan. Akhirnya bisa kunonaktifkan juga sihir otot baja ini," Ucap Carda. Aura di sekitarnya berubah, kulitnya yang pucat menjadi sawo matang. Bukan sulap, tapi sihir.
"……kukira kau anemia." Sela Takase.
"Masih punya energi untuk mengejek, seperti yang diharapkan dari petarung palu kasar….." Balas Carda. Dilihatnya Takase yang terkapar dengan posisi kepala membelakanginya. Mungkin ia menangis? Carda tertawa terbahak. Sieg sudah sampai di sebelahnya, menyerahkan Tengoku.
"Sekarang mau apa? Membunuhku dengan paluku sendiri? Klise." Kata Takase.
"Tapi, itu ide yang bagus, lho." Balas Carda, menyeringai. Diambilnya palu itu, meski agak berat, dipaksanya mengangkatnya. Ia berjalan perlahan kearah Takase. Diangkatnya palu itu, bersiap mengayunnya.
"Kau tahu kan, semua kemampuan ada durasinya?" Tanya Takase. Mengabaikannya, Carda bersiap mengayunkan palu itu. "Ya, kemampuan magnetmu itu Cuma 15 detik saja, kan?" Ucap Carda balas bertanya. Disini, firasat buruk lain muncul. Bukan dari Takase, tapi Carda Ruler.
Tapi, terlambat. Sekitar 13 paku menancap di perut dan dadanya.
"A-apa yang….."
"Kurasa paku-paku itu mengarah ke paluku yang masih menjadi magnet sejak terakhir kali kupegang. Tapi kau mengangkatnya – kau menghalangi jalurnya."
Carda ambruk. Nampaknya ini akhir bagi pertarungan mereka.
"Boleh aku bertanya?" ucap Carda. "Tutelage atau Conqueror……kau berpihak kepada siapa?"
Takase tersenyum.
"Jika kau bertanya padaku, apa aku memilih malaikat atau iblis, maka aku akan memilih kaumku sendiri, manusia."
"Begitu ya," Kini Carda tersenyum. Bukan mengejek, melainkan senyuman seseorang yang telah hilang penyesalannya. "Satu lagi. Jika ditotal dengan seluruh anggota organisasimu, ada enam orang 'kan? Bukankah sangat tak tau diri jika ingin menyelesaikan perseteruan dua kerajaan besar?"
"Dulu aku juga pikir begitu," Ucap Takase, mengingat-ngingat kalimat yang seseorang pernah katakana padanya. "tapi, tak tahu diri adalah langkah awal untuk membuat perubahan besar. Tidakkah kau setuju?"
"Terserah kau saja, tolol."
Kemudian, keduanya menutup mata. Tidur dengan nyenyaknya.
***
"-se…"
Lelaki itu perlahan membuka matanya, bangun dari tidur. Hal pertama yang ia lihat adalah langit. Awan cumulus mendominasi. Pupilnya mengecil, matanya menerima cahaya terlalu besar. Matahari. Langit cerah rupanya.
"Takase!"
Lelaki itu – Takase – terduduk. Matanya melihat sekitar. Ini bukan sabana, ini masih daerah pertokoan tempat ia bertarung tadi malam.
"A-aduh…..aku benar-benar lapar……"
"Mbeeek."
"Sieg, berhenti mengembik."
"Bukan aku!"
Takase menoleh, dilihatnya seekor domba putih lucu di dekatnya.
"Kenapa ada domba di tempat ini?" Tanya Takase. Sieg menunjuk dengan tangan gemetar kearah sesosok gadis kecil. Ia memakai jas hujan kuning lucu yang membuatnya terlihat seperti itik, dan tangannya memegang tongkat permen yang melengkung ujungnya.
"Selamat, kak! Kakak berhasil menyelesaikan tugas!" Dan kepalanya, bantal.
"Ng…..Sudah berapa hari aku tidak makan?" Batin Takase, mengucek kedua matanya. Berharap mendapatkan kembali kewarasannya. Tidak ada yang berubah.
"Sudahlah Huban." Sela seorang pria paruh baya yang berada di belakang si kepala bantal. Siapa lagi? Batin Takase dan Sieg.
"Aaah~ Paman Zainurma bawel!" Ejek Huban. Pria paruh baya itu mengabaikannya.
"Kalian sekarang ada di bingkai mimpi," Ucap pria itu – Zainurma – sambil membenarkan posisi kacamatanya.
"Di sini, kalian akan mewujudkan impian kalian yang sangat sulit dikabulkan di dunia nyata!" Tambah Huban, mengangkat tinggi-tinggi tongkatnya, memainkannya seperti roket.
"Impian, katamu?" Ucap Takase.
"Aku sudah lihat mimpi kakak. Jadi, impian kakak ingin mengakhiri perang saudara?" Tanya Huban penasaran.
"Ya." Jawab Takase singkat, mulai mengupas kemasan wafer coklat yang disimpannya. Sieg menendang tangannya.
"Huban sudah menceritakannya padaku, penyebab perang ini adalah 13 permata warna-warni yang kau sebut…..Puzzle?" Tanya Zainurma, meminta pencerahan.
"Yap, 100 untuk om. Tu-tunggu, Puzzle hijaunya?!"
Takase sontak berdiri, meraba-raba saku celana dan mantelnya, tidak ada apa-apa kecuali makanan ringan. Yah, setidaknya ia tak sepenuhnya kecewa.
"Puzzle hijau itu Cuma khayalan di mimpimu, sama halnya dengan Carda Ruler. Yang asli masih ada di dunia nyata."
"Jadi, dunianya juga?"
"Ya. Ini potongan duniamu. Kami menyebutnya 'bingkai mimpi'." Ucap Zainurma, tersenyum tipis.
[ 0 – Hello, Sleepwalkers / End ]
--
>Cerita selanjutnya : [ROUND 1 - 8H] 28 - TAKASE KOJOU | GESU NO KIWAMI OTOME
kiri kanan kulihat saja bnyak pohon cemara〜♪♪ ups salah maksudnya sabana. ^_^
BalasHapushmm.,ada kalimat yang menurut saya agak ambigu. seperti pas 'tangannya terputus', saya langsung mikir 'loh tangannya takase putus? apa tangan siapa?' pas skrol ke bwah ada kterangan 'sieg pegang pedang'. bentar! 'jd yg ptus tangan siapa? takase apa ogrenya?' skrol lg ke atas→baca berulang-ulang.....
zweite: defy the tirany nya nggak kerasa. yg dimaksud 'tirany' masih kurang 'tirany'. dan masa' terbunuhnya cuma gara2 paku? nggak seru ah. jd 6
me: duh zweite jangan gtu dong! seenggaknya komedi yg disisipin masih bs dinikmati walau dikit. maafin anak itu yah. dia emang gitu. jd sbg permintaan maaf, saya tambah satu. jd hasilnya 7
Mati Karena paku gak seru ya? Padahal itu juga udah gaya bertarungnya Takase selain palu. Lempar paku.
HapusBTW, makasih reviewnya. Entar kalau ketemu Zweite saya suruh Takase getok deh /gak
Ini lumayan unik, kayaknya baru sekarang saya liat ada oc yang senjatanya palu dikombinasi dengan mainan magnet. Keliatannya seru kalo oc ini maju dan ketemu pengguna logam, kayak robot oc saya #plak
BalasHapusSayangnya ceritanya sendiri belum begitu berkesan buat saya. Pertarungannya sih oke, tapi masih standar. Bukan berarti jelek, tapi ada ruang buat berkembang biar bisa lebih bagus dari ini
Nilai 7
Bagian dalam tubuhnya Iris ada kabel-kabel/spareparts gak? Kalau iya, bisa diacak-acak posisinya pake magnet /plak
HapusSeharusnya memang masih ada lagi scene bertarungnya, tapi yah....deadline. Makasih reviewnya '.')7
Asik ceritanya. Aku sih suka~.
BalasHapusKomedinya bagus dan pintar yang bener-bener ngebuat aku tersenyum saat baca cerita ini.
Sama kayak kak Sam, pertarungannya sudah ok tapi masih bisa dikembangkan lagi biar lebih pas.
Saya kasih 8/10
Raditya Chema
Zauber Magi
Bagus kalau kamu terhibur sama komedinya, Karena emang kebiasaan saya nyelip-nyelipin begituan. /gak
HapusMakasih reviewnya '.')b
Halo. Sesuai janji saya mampir. Dan saya langsung suka ceritanya. Layak masuk babak selanjutnya. Kenapa?
BalasHapusInilah kenapa.
Narasi sangat lugas. Meski tak banyak show, tapi penggunaan tellnya nggak membosankan. Malah, alur cerita jadi sangat jelas. Terlebih lagi, karena kesederhanaan narasi, setting dan karakter jadi cukup terjelaskan:
Oh mereka ada di supermarket
Oh Sieg orangnya begini (terasa mirip Takase somehow)
Oh Carda jahatnya seperti ini.
Semuanya serba jelas.
Ini beberapa adegan berkesan:
Waktu resleting Takase kebuka
Waktu Carda mau bunuh Takase, Takase malah ngasih ide cara bunuhnya ;))
Waktu Sieg nawarin insto. Sebut merek woy, hahaha. Gua sebut juga sih ini.
Jadi saya ga bisa lebih setuju lagi sama Radity Chema kalo beberapa jokenya pintar. Lokasinya di cerita juga tepat.
Carda waktu mati, senyuman klasik villain, tapi nuansa antiklimaksnya kerasa. Dialog tentang Carda nanya Takase memihak siapa juga cukup sedikit menjelaskan gimana kondisi dunia asal Takase. Dan bagaimana ia menyikapinya. Jadi saya setengah setuju kalo tiraninya kurang terasa. Karena tiraninya masih ada, tapi setidaknya dengan Takase mengalahkan Carda, sudah cukup melaksanakan tantangan alignment.
EYD: ada beberapa penempatan imbuhan 'di' yg kurang tepat, tapi mungkin ini tak disengaja.
Well done! Saya ingin ceritamu lolos. Sehingga.
8/10
PUCUNG
Wah, seneng saya baca komennya(?)
HapusMemang yang Kak Pucung(?) Tulis itu memang maksud asli saya semua. Kecuali yang nuansa antiklimaks itu sih. /plak
Makasih reviewnya '.')7
Pas selesai baca cuma satu yang kepikiran.
BalasHapus'menyisakan kota seluas 14.000 kilometer kuadrat' itu memang sengaja kilometer kuadrat atau? Dan tanda ini *** biasanya buat pemisah pas pindah tempat atau POV, tapi saya menemukan ada beberapa pemisah yang tersa ganjil karena jika tidak ada pun cerita masih masuk akal
Secara keseluruhan ceritanya menarik. Selipan komedinya pas enggak dipaksakan. Pas tarung juga seru.
8 dariku
-=AI=-
Harusnya kilometer persegi, dan soal pemisahnya (***) itu lebih ke pemisah bagian cerita supaya pembaca gak baca terus-terusan, like, restlessly.
HapusDan, terimakasih reviewnya ".") 7
Wah, Takase petarung yang pintar juga ya.
BalasHapusSaya puas lihat gimana cara dia menggunakan senjatanya, ini hal yang baru buat saya.
Meskipun ceritanya sederhana, kejelasan semua elemen ceritanya membuat saya senang membaca cerita ini. An honest writing.
Saya kasih nilai 8 deh. :s
Kapan-kapan ditraktir tahu bulat ama simbah ya.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
Lebih ke pengalaman sih, alias make teknik yang pernah dipakai dulu. (Battle experience, kemampuan spesial 3)
HapusBtw, a honest, bukan an honest /disembur api
Makasih reviewnya, dan ditunggu tahu bulatnya(?)
Tapi rerata orang inggris pakenya an honest :s
Hapushttps://www.youtube.com/watch?v=O8vzbezVru4
ya apapun itu, moga-moga ketemu di R1 biar bisa ditraktir tahu bulat :s
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
senjatanya palu, sama kaya thor. tapi bukan author /plak
BalasHapusalur ceritanya halus dan runtut. jokenya lumayan. cuma ya itu ada kesalahan semisal kilometer kuadrat, harusnya kilometer persegi. soal puzzle hijau tidak dijelaskan buat apa puzzle itu ada.
setting perang saudara lumayan juga. apalagi kalo selanjutnya ada yang jadi pengkhianat di salah satu kubu.
well, nilai dari saya 7. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
Itu di charsheet sebenarnya ada, dan sudah disebutkan 13 permata juga. Fungsinya, sejarah, dan perang saudara bakal diceritakan di ronde-ronde berikutnya secara putus-putus (kalau lolos) /plak
Hapusakhirnya sempat mampir juga
BalasHapus1 yang mau aku tanya adalah.... Kita pertama ketemu di mana ei? sangat familiar dengan... that gravitation things
oke revievv
setting cerita langsung diavvali dari saat takase ketiduran. lalu bangun di dunia mimpi dan... lavvan leader kobold //bukanoi. dengan cepat dia mengemil, eh, mengambil palunya untuk menyelesaikan orc.latar yang unik ketika ada minimarket tetapi orang orangnya masih mainan pedang dan palu. final boss muncul dan... keren sekali taktikal killnya bung
alignment challange... nope
gaya bertarung check
1. yang menggangguku adalah terbunuhnya carda. kalo palunya diaktifkan jadi magnet kurang lebih 5 atau 10 detik sebelumnya, harusnya pakunya nancep ke tangan takase duluan! hard foul, hard foul! kecuali kalo penjelasannya "kau tau, apapun yang tersentuh palu itu akan menjadi magnet. dan dengan tanganmu menyentuh paluku maka... Temui Ajalmu! Gate of Bab$#%#^#$#" //abaikankalimatterakhir
so.. -1 point dan karena alignment challangenya ga seberapa ngena
7/10
seriusan itu lebih ke... kill the enemy atau street justice atau apalah
maaf jika ada candaan yang ga nenak
OC: Zia Maysa
Malahan saya maksud itu semacam street justice, dan yang bunuh carda itu kalau dicermati sebenarnya dia sendiri. Sebenarnya kedua(?), Takase ngerubah magnet dengan palunya sebagai perantara, walau pakai badannya sendiri sebenernya bisa.
HapusWaduh, hard foul, bawaan dukre nih? /plak
Dan pakunya, anggap saja rule of cool /disiram merkuri
Makasih reviewnya '_')7
nah iya bunuh diri itu yang aku pahami. tapi disitu kesannya kayak gini
Hapus1. vvaktu takase lavvan sieg palunya dirubah jadi magnet trus jatuh (pakunya otvv ke palu)
2. palunya diambil sieg trus dikasih carda (paku masih otvv). vvaktu udah dipegang carda, pakunya udah nyampe
tapi keren emang caranya. jadinya sekotak paku ga sia sia dibuang ke sembarang tempat
Saya suka ceritanya. XD finishernya keren juga, villain utamanya jadi kkayak self destruct gitu.
BalasHapusAwalnya saya kira Takase disini bakalan dibuat badass tanpa cela. Ternyata nggak begitu, ada saat dimana dia tumbang juga. Dan itu bagus, toh chara yang sempurna gak bakalan asyik buat diikuti XD
Oke deh, skornya saya kasih 8 ya~~
Oc: Ulrich Schmidt
Setuju, bikin karakter badass tanpa cela gak terlalu seru menurutku. Weh, 8, makasih ya(?)
Hapusbuka toko bangunan yak?
BalasHapusdi bagian awal, susunan katanya ganjil sekali, pk amat.
sebenarnya kurang penjelasan, tiba2 msk ke mimpi lalu bertarung, terlalu cepat
sedikit kecewa dgn endingnya, mati ketusuk paku doang, iy sih 15 biji, tpi kurang elegan wkwkwk #plak
7
Samara Yesta~
Si Takase emang mantan tukang bangunan tho. Susunan kata ganjil? bagian mana .<. tak paham. Kecepetan dan kurang penjelasan ya? ok, bakal diperbaiki nanti, kalau lolos /plak
HapusMati ketusuknya 13 biji tho, kamu kepaksa banget ya kayaknya komen di entri ini. /plak
buka toko bangunan yak?
BalasHapusdi bagian awal, susunan katanya ganjil sekali, pk amat.
sebenarnya kurang penjelasan, tiba2 msk ke mimpi lalu bertarung, terlalu cepat
sedikit kecewa dgn endingnya, mati ketusuk paku doang, iy sih 15 biji, tpi kurang elegan wkwkwk #plak
7
Samara Yesta~
Udah baca tapi baru komentar.
BalasHapusMAGNETISM PAWAHHHHH
Eksploitasi magnet dalam pemukul bin palu.
Naxxx Dukre neh. Ciye #Jduk
jokes dan pembawaan karakter dia, pengen gue tampar. Ngeselin.
Berarti sukses kamu pak ngebawain si Takase.
8 Deh
Kaminari Hazuki
H3h3h3 /plak
HapusBikin power antimainstream,biar sangar(?)
Emang pembawaan karakternya sengaja dibuat begitu, so berhasil ya? Alhamdulillah.
Makasih reviewnya '.')7
Takase tampan sekali <3
BalasHapusNarasinya sedikit, tapi dialognya enak diikuti jalan ceritanya. Takase lucu lucu gimana gitu, kirain serem karna bawa palu, ternyata lempar lemparan paku juga. Ada bagian yang lucu, jadi tidak bosan. Hanya saja defy the tiranny-nya kurang kerasa
Pokoknya Takase tampan <3
Nilai 8
Merald
Memang di katalognya agak burem, tapi memang tampan kok. /gak
BalasHapusMungkin memang harus diperbaiki ya. Makasih reviewnya '^')7
mampir dulu ah
BalasHapussepertinya banyak yang sudah dikupas oleh banyak reviewer di sini. seperti yang dibilang, sebenernya kamu boleh aja "melenceng" dari rule, asal jangan kebablasan. intinya perlu sentuhan yang "berani beda".
variasi diksi juga musti diperdalam lagi. yang aku liat banyak pengulangan kata di satu paragraf, kaya kata "makan". overall ii udah cukup bagus kok
7
Untuk scene yang saya sengaja 'gak penting'-kan, haruskah diksinya variatif? /diledakin
HapusGak paham betul yang kamu maksud melenceng itu apanya, challenge? Kalau saya liat emang rada-rada fail sih, hampir gak Ada. Will fix it later.
Makasih reviewnya '_')7
Ceritanya seru~
BalasHapusKarena keseruan baca saya jadi nyaris lupa mikirin reviewnya~
Jokenya tidak dipaksakan yang buat saya semakin enjoy bacanya. Ceritanya juga mudah dicerna dan saya nggak kebingungan waktu baca. Ditambah senjata palu yang jarang saya temui sebagai senjata protagonis (kecuali thor) dan kekuatan magnet yang anti-mainstream buat ceritanya makin seru.
Cuma defy the tiranny kurang berasa dan ada sedikit typo.
Dari saya nilai 9, semoga sukses
OC: Snow Winterfeld
Wogh, my first nine *0*)9 Thanks, now i feel so overrated(?)
HapusKarena pedang dan pistol sudah kelewat biasa, jadilah palu. Cuman gagangnya palu thor pendek, punya Takase satu hasta :>
Haha, lucu nih entri, saya suke, ah maksudnya suka.. XD
BalasHapusTerlepas dari alignment challengenya, entri ini menarik. Singkat, gak bertele-tele tapi poinnya dapet. Ya cuma agak ga sesuai aja pertarungan ama alignmentnya. Sepertinya Seno akan berteman dengan Takase. XD
Nilai : 8
Mahapatih Seno