Writer's note: Tulisan putih dan bg hitam bukan maksud untuk menyelaraskan tulisan dan tema OCnya. Tapi penulis suka sakit mata baca di background putih dengan tulisan hitam. xD
oleh : N.V
----
================================================================
[ Bab l – Hitam
Yang Pudar ]
================================================================
[ Chapter 0 ]
"Reverier..?"
.... ..eep..
Beep.. Beep..
Suara
samar beep yang berulang perlahan terdengar sangat jelas ditelinga. Begitu juga
pemandangan yang awalnya terasa kabur, sekarang terlihat jelas langit-langit
ruangan disertai lampu neon yang menerangi ruangan, tidak terlalu silau ataupun
redup. Termasuk sosok wanita berstatus pasien ini, yang baru saja tersadar dari
tidurnya.
Sepasang
iris merah pasien yang baru bangun ini, menggelinding bergantian ke kiri dan
kekanan perlahan, menelusuri apapun yang dia lihat di ruangan tempat dia
berada. Selain sebuah monitor yang menampilkan layar hitam dengan garis dan
angka-angka yang terus berganti di samping ranjang tempat dirinya istirahat,
ruangan ini begitu terang dengan semua perabotan yang mendominasi warna putih.
'ICU…'
Helaan
nafas dihembuskannya dengan pasrah. Kelopak matanya yang masih terlihat sayu
itu kembali tertutup, dengan senyum yang terpasang damai.
'Ah, Ru.. kau diselamatkan Tuhan lagi..'
Wanita
yang memanggil dirinya Ru ini berpikir, Tuhan kembali memberi keajaiban. Dokter
yang merawatnya selalu mengatakan, dirinya selalu cepat sadar melewati fase
koma setiap penyakit gulanya kambuh. Entah Tuhan terlalu baik padanya tetap
membiarkannya hidup, atau ini cobaan dengan hidup dalam kondisi berpenyakitan.
Selama ini, dia hanya bisa pasrah dengan keputusan Tuhannya.
Tapi
sebenarnya, ada sesuatu yang hitam ditubuhnya yang selalu menyelamatkannya.
"…reverier…"
Kata
yang terucap entah oleh siapa diucapkan, sontak membuat kedua mata perempuan
ini terbuka lebar. Pemandangan serba putih di ruang ICU tempat dirinya
berbaring, sontak menjadi ruang hampa gelap. Tidak ada selang infus, tidak ada
bedside monitor, tidak ada ranjang empuk tempatnya berbaring, tidak ada apa-apa
disini.
Selain
dirinya, dan dua sosok misterius yang samar terlihat bagai tertutup kabut tebal
tepat di hadapannya. Mereka berdua terus mengucapkan kalimat aneh yang tidak
jelas terdengar karena menggema ditelinganya. Hanya beberapa kata yang
terdengar jelas, seperti reverier,
mahakarya, dan alam mimpi.
Sampai
kedua sosok misterius itu berhenti berbicara, mereka hilang begitu saja
meninggalkan perempuan ini sendirian. Tempat gelap ini kembali hening.
'…apa itu tadi?'
Perempuan
ini mulai memikirkan apa maksud perkataan sosok misterius tadi. Apa ini mimpi?
Apa sekarang dia sedang bermimpi?
Baru
saja beberapa detik gadis ini terbawa keheningan tempat ini diantara
lamunannya, suara geraman dan gonggongan anjing menggema tak karuan memecah kesunyian tempat ini.
Kedua
tangannya reflek menutup keras kupingnya dengan espresi yang nampak ketakutan
seperti diteror, terpasang jelas di wajah gadis ini. Bagi orang yang mempunyai
trauma mendalam pada suara hewan yang sedang ia dengar ini, anjing itu sesuatu
yang baginya lebih menakutkan. Bahkan lebih menakutkan dari makanan manis yang
dapat membunuh pengidap diabetes tipe satu ini.
Ditengah
suara terror yang terus menggema, pijakan dikakinya hilang dalam sekejap,
membuat tubuh gadis ini terasa jelas melesat jatuh ke bawah.
***
[ Chapter 1 ]
"Kau ingin
tahu apa yang ada dibalik warna hitam?"
[
Distrik Roppongi – Tokyo ]
"Arf!! Arf!!"
"GYA--!"
dhuakk
Teriakan
yang hampir saja keluar dari mulutnya saat terbangun, terpotong begitu saja
karena hantaman keras tepat dibelakang kepalanya pada langit-langit kolong meja
ruang tamu apartemennya. Bahkan benturan kepalanya tersebut sukses membuat
barang-barang di atas meja kaca gelap tersembut terpental berantakan.
"FICK*
!! Arghh...!"
Wanita
yang hanya memakai tanktop dan celana pendek berwarna hitam ini pun kembali
terbaring telungkup di lantai, mengerang kesakitan memegang keras belakang
kepalanya yang benjol akibat benturan keras pada kaca gelap dari mejanya.
Sebari
menahan denyutan di belakang kepalanya, gadis pemilik rambut hitam ini menyeret
tubuh rampingnya merangkak keluar. Hingga tubuh berkulit pucat ini sudah
terlihat seluruhnya keluar dari kolong, gadis berusia dua puluh satu ini
akhirnya berdiri mengusap belakang kepalanya yang dirasa benjol.
Sebelum
gadis ini bertanya-tanya kenapa bisa tertidur di kolong meja ruang tamu, dia
lebih bingung disertai takut kenapa suara gonggongan anjing yang sempat
menerornya di dalam mimpi, masih terdengar jelas sampai sekarang di
apartemennya. Terutama di ruang tamu tempat dia sadar.
"Ah!"
Ru tersentak ingat, itu alarm tone yang dipasang dari ponselnya.
Dengan
wajah yang masih nampak ketakutan, Ru bergerak kesana kemari dengan panik
menggeledah beberapa spot di ruang tamunya mencari sumber suara terror
tersebut. Seperti meja, kolong meja, rak televisi, sampai sela-sela sofa hitam
panjangnya yang biasa menjadi tempat tidurnya. Sampai ponselnya yang terus
berbunyi menerornya ditemukan, tersembunyi terhalang bantal sofanya.
"Arf!! Ar—"
Helaan
nafas lega dihembuskannya tenang, setelah alarm berupa gonggongan anjing
berhasil dimatikan hanya dengan sentuhan jarinya pada layar ponselnya. Membuat
apartemen tempat tinggalnya sekarang kembali hening.
Matanya
yang masih terlihat lelah, menangkap tubuhnya sendiri cukup kacau yang
diakibatkan tidur di kolong meja. Abu rokok dan bubuk daun kering yang mengotori
kulit pucatnya baru ia rasakan gatal. Bahkan selembar kartu remi menempel di
perutnya yang tidak tertutup tanktop pendeknya.
Diperhatikan
lagi jam yang tertera di layar ponselnya, [08:02]. Sebenarnya gadis ini baru
saja tidur jam 5 pagi tadi, tepat setelah pulang dari club tempat kerjanya
sebagai bandar kartu, lalu sedikit menghisap ganja sebelum ketiduran di kolong
meja. Tapi ada alasan kenapa tone alarm gonggongan anjing yang dapat dengan
sekejap membangunkannya walau jam tidurnya sungguh sebentar.
"Hoaamn..
Mana insulinku…"
***
Butuh
waktu yang tidak sebentar, si pecinta warna hitam ini membereskan kekacauan
yang dilakukan karena efek mabuk ganja pada apartemen kecilnya. Tentu saja
setelah itu dia sudah membersihkan tubuhnya dari aroma ganja dan insulin yang
menempel di tubuhnya. Belum bau amis iler yang sudah kering di pipinya dan abu
rokok yang mengotori kulit mulusnya saat tiduran di lantai.
"Ahhh…"
desahan lega dihembuskan tenang, saat rasa pahit khas kopi instant tanpa gula
yang masih terhidang panas, disesapi meninggalkan sedikit rasa asam di pangkal
lidahnya. Tidak ada yang lebih menenangkan setelah menyegarkan dirinya, selain
menonton rekaman ulang video trik sulap kartu di tv ditemani secangkir kopi
pahitnya.
"Myuu~ Myuu~"
Suara
meongan anak kucing dari smartphonenya yang bergetar di atas meja didepan
kakinya mengalihkan perhatiannya. Tidak ada nama yang tertera, hanya nomor
asing saat gadis ini menatap layar ponselnya.
Namun
jumlah digitnya yang terlalu banyak membuat Ru penasaran. Ditambah awal nomor
asing itu berawalan 49, yang berarti kode SLI* negara Jerman. Siapa yang
meneleponnya dari negara kelahirannya itu?
Telunjuk
jari lentiknya pun menggeser lingkaran hijau di layarnya untuk menerima
panggilan asing ini.
"Hallo?"
"Hah.. hah.. hah..."
Suara
desahan yang terdengar jelas malah menjawab sahutannya. Baiklah, ini mulai
menakutinya. Jangan bilang kalau ini stalker. Tunggu, mengingat kode SLI itu
dari Jerman, tidak mungkin si penelepon ini meneror gadis yang tinggal di
Jepang ini.
"Wer…
wer ist das*?"
"Umm… ah…"
"…aku akan tutup teleponnya."
"R-Rune!! I.. ini aku…"
Kedua
mata Ru terbuka lebar. Suara perempuan yang terdengar sangat lirih memanggilnya
dengan panggilan Rune, membuat gadis
serba hitam ini langsung mendapat gambaran jelas dikepalanya, siapa penelepon
ini.
Kenapa
dipanggil serba hitam? Lihat saja penampilan kesehariannya. Rambut hitam
panjang yang terurai lurus sampai pinggang, blazer dan rok hitam, kontak lensanya
yang menutupi iris merahnya hitam, high
boot yang dikenakannya saat keluar. Bahkan gadis ini sempat mendapat
panggilan jelek, contohnya negro.
"…Luna?"
tebaknya memanggil nama perempuan diteleponnya dengan ragu, nama adiknya.
Cangkirnya di tangan satunya diletakan di kaca meja gelapnya, berganti dengan
remote untuk mematikan televisinya.
Desahan
di telepon terdengar mengecil. Namun suasana hening apartemennya, membuat Ru
dapat mendengar suara kecil adiknya ini terisak. Jemari lentiknya menyibak poni
bergelombang ke belakang daun telinganya, selagi dirinya menunggu jawaban dari
adiknya yang sedang menangis, sepertinya.
"Ah.. maaf…" suara Luna kembali terdengar
jelas sekarang. "Aku hanya…
u-ugh..!"
Punggungnya
disandarkan santai pada singgasana sofa panjang berwarna hitam ini. Saat
menunggu adiknya berbicara jelas, Ru tersenyum, mengingat-ingat lagi kapan
terakhir kali dia bisa bicara dengan adiknya.
Itu
tiga tahun yang lalu, saat Ru dan ayahnya meninggalkan Jerman dan menetap di
suatu tempat di Jepang. Sementara adiknya tetap menetap di kota kelahirannya,
karena tidak tega meninggalkan makam ibu mereka.
Namun
suara adiknya ini terdengar merintih kesakitan, membuat kakaknya yang hanya
lebih tua sepuluh menit ini penasaran. Apa
yang sebenarnya terjadi dengan Luna?
"Luna?"
"Y-ya…?"
"…apa
kau menelepon sambil bermasturbasi?"
"……."
Keheningan
kembali terjadi untuk sesaat. Entah dari Ru sendiri atau dari adiknya. Sampai
helaan nafas panjang terdengar dihembuskan Luna di teleponnya.
"…apa
aku be—"
"MASTURBASI MULUTMU?! AKU TELEPON
BUKAN UNTUK MENDENGARMU MELAWAK!!"
***
"Pfft..!
Maaf maaf…"
Setelah
beberapa menit mendengar teriakan, makian kotor, dan omelan adiknya yang hampir
tidak ada jeda di telinganya itu. Gadis serba hitam ini hanya merespon singkat,
sebari tiduran di sofa membungkam mulutnya yang berusaha ditahan untuk tidak
tertawa. Sial, perutnya terus mengocoknya kegelian.
"…belum puas kau ketawa… huh?"
cibir
adiknya. Dari kekehan gila kakaknya yang terdengar, Luna terus mendengus sebal.
Suaranya sudah habis untuk meneriaki lagi kakaknya.
"Ahaha.. hah.. hah.." setelah
perutnya dirasa berhenti mengocok geli, perlahan gadis ini bangun menegakkan
punggungnya, dan kembali bersandar di sofanya empuknya.
"Baik..
bisa jelaskan lagi tadi kenapa kau bisa babak belur? Kukira kau terpeleset
melompati gedung saat parkour dan mendarat di tong sampah."
"Du verdammtes arschloch*…
Grrrhh..!!"
Emosi
adiknya kembali meluap. Disela umpatan kotornya pada kakaknya ini, pendengaran
tajam Ru mendengar samar suara kobaran api menyembur, seperti saat menyalakan
api pada kompor. Tapi gadis serba hitam ini tahu suara kobaran api itu menyala
dari adiknya. Yap, Luna mempunyai kemampuan memanipulasi api.
Jangan
tanya bagaimana bisa. Karena kemampuan uniknya itu alasan Luna punya rasa benci
pada kakaknya ini.
"A-ah..
baik, Luna. Baik. Aku hanya bercanda." Senyum kaku yang langsung terpasang
menandakan gadis ini sedikit panik. "Jangan bakar tempat itu. Nanti kau
ketahuan. Oke?"
"G-ghh..! Ha.. ha.. hahh…." gadis emosional ini akhirnya
mengatur nafasnya untuk menenangkan dirinya. Suara kobaran api yang terdengar
pun tidak terdengar lagi oleh Ru. Baguslah adiknya bisa tenang. Lebih tepatnya,
sudah terlalu lelah untuk kembali marah.
Keringat
dingin mengalir di pipi gadis serba hitam ini disertai tawa dengan espresi
kikuk. Ru mendehem. Baiklah, mungkin sudah cukup bercanda dan menjahili
adiknya. Kalau adiknya marah lagi, mungkin Luna tidak akan sengaja membakar
ponselnya.
"Biar
kuulangi.." Ru mengingat kembali apa yang dikatakan Luna sebelumnya saat
ia tertawa tadi. "Geng Silver7 yang kita tahu, sudah membubarkan
organisasi papa tiga tahun lalu di Hamburg.. mengejarmu?"
"Tidak hanya aku.. yang lainnya juga..
hah..." Luna
menjelaskan kembali dengan nafas yang nampak mulai terdengar lelah. "Orang-orang.. yang pernah menjadi
bawahan papa.. mereka mencoba melindungiku.. tapi…"
Isakan
pelan terdengar kembali di teleponnya. Ru hanya bisa menghela nafasnya mendengar
adiknya ini kembali menangis.
"Maaf
membuatmu ikut terlibat dalam masalah ini… Padahal aku tahu, kau tidak pernah
ingin terlibat dalam dunia gelap papa… " matanya menatap sayu cangkir kopi
di meja yang sepertinya sudah dingin dibiarkan disana.
"Aku tahu.. kalau papa sedang
sembunyi.. tapi aku ingin papa kembali ke Hamburg.. aku.. aku…" Luna berusaha bicara ditengah
tangisan yang tidak bisa ditahan. "Aku
ingin.. kau atau papa melakukan sesuatu.. aku tidak tahan.. aku masih ingin
hidup..."
"Sampai
akhir hayatnya pun, papa tetap seorang pengecut sampai penyakitnya berhasil
membunuhnya." Ru menyela ucapan adiknya. Dan itu sukses membuat isakan
Luna terhenti. "Papa baru meninggal tiga bulan lalu.."
Keheningan
kembali terjadi baik pada Ru, maupun si penelepon. Adiknya pasti sedang shock
sekarang, karena seseorang yang diharapkannya kembali, ternyata tidak akan
pernah kembali lagi.
"Maaf,
aku baru memberitahu disaat seperti ini.."
Ru
malah mengukir senyum kecil di bibirnya. Mungkin adiknya ini menahan emosinya
dan berpikir, kenapa tidak memberitahunya dari dulu? Bagaimana nasibnya
sekarang dan semua bawahan ayahnya di Hamburg? Apa mereka harus pasrah mati di
tangan geng Silver7?
"Aku yang akan
pergi."
"Eh?!" suara Luna yang sempat senyap
kembali terdengar tersentak kaget.
"Papa
pernah bilang, aku memiliki tanggung jawab meneruskan organisasi yang papa
dirikan. Walau aku sebenarnya malas meneruskannya sesuai wasiat papa. Tapi
mungkin itu satu-satunya memecahkan masalah disana." Jelas Ru memasang
senyum seperti kucing di bibirnya.
"Yah,
walau sampai sekarang aku masih sebal dengan papa. Kenapa nama geng mafianya
harus sama dengan marga keluarga kita. Mentang-mentang nama keluarga kita
keren. Kau juga pasti risih kan selama ini?"
Luna
tetap terdiam di telepon. Kali ini adiknya yang sweatdrop* dengan ceplos
panjang kakaknya. Kenapa malah bahas itu?
"Aku
janji akan melakukan sesuatu. Kau tahu kan aku ini apa?" tanya Ru sedikit
mengingatkan rahasianya yang hanya diketahui Luna dikeluarga mereka. "Kau
tetaplah sembunyi. Jangan sampai mereka menemukanmu."
"Ba..baiklah.. hati-hati..
Rune.." ucap
Luna dengan nada pelan. Sepertinya adiknya ini percaya dengan kakaknya ini.
"Oh,
sebelum itu, aku ingin jujur sesuatu." Gadis ini bangkit dari sofanya
selagi teleponnya masih betah ia tempelkan di telinga kanannya.
"Sebenarnya saat pertama kau telepon tadi dan menangis, kukira kau baru
dihamili oleh lelaki bejad dan ditinggal kabur, dan memintaku menggorok leher
si pria brengsek itu."
…..
"…kau mau melawak lagi?"
***
*Fick = f**k (Jerman)
*SLI : Sambungan Langsung Internasional
*Wer ist das? = siapa ini? (Jerman)
*Du verdammtes arschloch = you're bloody a**hole (Jerman)
*sweatdrop = suatu ungkapan yang bingung merespon sesuatu
dengan hal aneh(bodoh) yang dilihat/didengar
[ Chapter 2 ]
"Hitam tidak
selamanya gelap. Kau tahu?"
Tuuut…
Setelah
perbincangan dengan adiknya yang sedang bermasalah di kota kelahirannya di
Jerman, panggilan yang belum tersambung di ponsel yang masih menempel di
telinga kanan gadis serba hitam ini.
'Aku tidak percaya harus menghubungi
dia..'
Tidak
mungkin kan kalau dia nekat seorang diri pergi ke Hamburg? Apalagi untuk
melawan klan mafia Silver7 yang sedang mengancam nyawa adiknya dan para bawahan
organisasi milik ayahnya. Itu sebabnya dia menunggu teleponnya diangkat untuk
meminta bantuan. Nama "Lucifer" kontak yang sedang dihubunginya
tertera dilayar ponselnya.
Oh,
bukan. Gadis ini bukan menelepon sosok fallen
archangel Lucifer. Tapi itu sebuah marga nama keluarga. Kalau itu Lucifer
sungguhan, memang bisa ya dipanggil lewat telepon?
"Dengan kediaman Lucifer. Ada yang
bisa saya bantu?" suara
pria terdengar sudah cukup tua terdengar menyapanya dengan kalimat formal dan
sopan dengan bahasa Jepang.
"Ini
aku Vain." Ru menyapa suara yang ia tahu adalah butler keluarga Lucifer,
Vainkelhyn. Namun selalu ia singkat Vain semenjak pertama mengenal butler ini,
karena nama pria tua ini terlalu berbelit dibaca.
"Oh, nona Rune. Sudah lama sekali,
sejak nona—"
"Yah
yah.. Sejak aku kabur meninggalkan rumah..
Aku tidak mau membahas itu lagi." Ru langsung menyela keramahan butler di
telepon yang ia jepit ke telinga dengan pundaknya, selama kedua tangannya sibuk
memasang sarung tangan hitam yang tidak menutup jemari lentik pucatnya.
"Aku perlu bicara dengan aniki segera."
"Tuan Tendou pergi bertugas. Beliau
tidak akan pulang sampai bulan depan."
Gerakan
tangannya sempat berhenti. Dahinya mengkerut dengan wajah panik, mengetahui
orang yang dicarinya untuk meminta bantuannya tidak ada ditempat. Padahal
Tendou Lucifer yang dia panggil aniki, orang yang paling tepat membantunya
melawan sekelompok orang berjas dengan senjata api. Kenapa harus ada yang
menyewa jasa kakaknya sebagai pembunuh bayaran disaat dia membutuhkannya?
"Bagaimana
dengan Fukuro?"
"Ikut mengawali tuan Tendou."
"Fujiya?"
"Dia juga ikut mengawali
beliau."
"…Kay?"
"Terakhir kali nona Kay mengunjungi
mansion dua bulan lalu."
'Oh, setan…'
Ru sudah
kehabisan nama yang dia percaya di anggota keluarga Lucifer. Mungkin butler
bersurai perak Vain ini dapat menolongnya. Tapi butler seperti Vain hanya
menuruti perintah Tendou.
Apa
itu berarti dia harus melakukannya sendiri?
"Boleh saya tahu masalah
nona?" Vain
sang butler mulai penasaran dengan maksud Ru yang pernah menjadi bagian
keluarga assassin ini kembali menghubungi kediaman Lucifer setelah sekian lama
menghilang.
"Ah,
tidak. Tadinya aku ingin minta pertolongan kecil. Tapi sepertinya semua orang
sedang sibuk. Ahaha…" kuku runcing telunjuk Ru menggaruk pipinya yang
tidak gatal, diikuti tawa renyah gadis ini.
"Oh
ya. Jangan beritahu siapapun disana kalau aku baru menelepon. Aku tidak mau
liburan panjangku diganggu kalau aniki tiba-tiba membawaku kembali ke
sana."
"Baiklah no—"
Gadis
serba hitam ini langsung memutus teleponnya yang tidak ada hasilnya. Helaan
nafas yang panjang dihembuskannya resah.
***
Suara
metal yang beradu pelan terus terdengar, setiap satu persatu deretan kunci
berbagai jenis yang terpasang berjejer berantakan di pintu masuk apartemen Ru
dibuka, dari yang rantai hingga yang dipasang gembok.
Saat
pintu kayu itu dibuka, entah kenapa sinar dari luar langsung saja menyilaukan matanya
seperti flashbang, hingga Ru harus menutup kedua matanya dengan lengannya.
……
Perlahan
lengannya diturunkan, diikuti membuka kelopak matanya. Namun bukan pemandangan
deretan gedung pencakar langit yang biasa dia lihat di lantai tiga apartemennya.
Melainkan pemandangan deretan gedung yang dibatasi sungai tiap kompleksnya yang
dilihatnya dari sebuah atap gedung bertingkat. Ditambah ciri khas yang terlihat
jelas yang merupakan icon kota ditempatnya sekarang, selalu ada jembatan.
"…Hamburg?"
Langit
yang nampak gelap malam tak berbintang karena gumpalan awan di langit tidak
membuat tempat ini gelap gulita. Karena gemerlapan lampu di tiap gedung
menghiasi indah pemandangan malam kota seribu jembatan ini. Namun ada hal yang
tidak biasa yang gadis serba hitam ini lihat di langit. Sinar gemerlap aurora yang harusnya terlihat
didaerah dingin Artik dan Antartika, terlihat bersinar bergerak halus di
langit. Tidak hanya itu, dia pun dapat melihat
menara Eiffel dan menara Pisa yang seharusnya tidak ada di Jerman.
Berkali-kali
matanya dikedipkan, bahkan sampai menggosok kedua matanya, untuk memastikan
pengelihatannya tidak sedang bermasalah. Tapi ternyata Ru memang tidak salah
lihat.
'Sepertinya aku terlalu banyak nyimeng…'
…ratatata…
Ditengah
lamunannya dengan kejadian ini, suara samar senapan mesin dari suatu tempat
cukup jauh dari tempatnya sekarang mengalihkan perhatiannya. Tidak hanya suara
senapan, tapi beberapa kali letusan senjata api pun terdengar. Sepertinya ada
baku tembak antar geng mafia, tebak gadis ini.
***
[
Speicherstadt / Distrik Gudang – Hamburg ]
"AARON
!!"
Teriakan
keras dan diucapkan kompak oleh beberapa orang di salah satu belokan gang
selebar lima meter menuju jalan buntu, meneriaki nama pria yang baru saja tergeletak
bersimbah darah di tanah, dengan timah panas yang bersarang di kepalanya berhasil menjemput ajal pria
malang ini.
Namun
dengan kematian satu pria tadi, tidak menghentikan belasan orang berjas hitam
disisi gang lain yang diterangi remang-remang lampu jalan, menghujani peluru
pada kelompok lawan yang hanya menyisakan empat orang bersembunyi dibalik
tembok kotor gang dan tong sampah, dari geng mafia yang sekarang menginginkan
kematian mereka.
"Apa..
ini akhirnya, Net..?"
Sosok
wanita berkulit coklat yang kemeja putihnya nampak lusuh oleh lumpur dan bercak
darah, menatap sayu rekannya pria berambut coklat pendek dengan kacamata hitam
yang terlihat retak lensa kanannya terkait di atas kepalanya. Pria tersebut
hanya bisa tertunduk menggertakan giginya dan menggenggam erat gagang
pistolnya.
Melihat
respon rekannya yang mereka panggil Net tersebut, ketiga orang lainnya di
kelompok yang terpojok ini pun tertunduk pasrah di tempat persembunyian mereka.
Sepertinya tidak ada harapan lagi untuk mereka selamat dari tempat mereka
sekarang.
"Gyaagh!!"
Suara
jeritan beruntun yang terdengar dari tempat geng hitam musuh kelompok kecil
ini, memecah perasaan duka mereka. Bahkan suara letusan pistol dan tembakan
yang mengarah pada mereka tidak lagi terdengar. Rasa ingin tahu pria yang
dipanggil Net ini memberanikan diri menunjukan kepalanya dari balik dinding,
untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi pada geng lawan mereka sampai
perhatiannya teralihkan.
Iris
coklat milik Net hanya melihat pandangan para pria berjas musuh mereka tidak
menatap kelompok kecil ini lagi, tapi kebelakang kelompok mereka sendiri yang
berteriak dan tumbang begitu saja di tanah. Matanya sempat menangkap samar
sosok hitam layaknya bayangan melesat begitu cepat melewati satu persatu
orang-orang tersebut.
Sampai
suara jeritan dan rintihan tidak terdengar lagi, semua orang yang Net lihat
sekarang sudah tergeletak tak beraturan di tempat mereka tumbang. Bahkan di
tempat bercahaya pas-pasan dimana baku tembak terjadi, Net dapat melihat jelas
cairan gelap yang menggenang diantara tubuh mereka tidak lain adalah darah
mereka. Gang yang berisik oleh suara tembakan, sekarang menjadi hening.
"Net?
Apa yang terjadi?"
Salah
satu rekannya pemuda berwajah asia menatap heran Net yang terus menganga ke
arah geng musuh mereka. Bahkan Net sendiri tidak mengerti sama sekali, apa yang
baru saja terjadi dengan apa yang baru lihat.
Suara
langkah kaki yang nampak terdengar menginjak genangan becek terdengar diantara
keheningan gang, diikuti sosok hitam yang sebelumnya samar terlihat, menampakan
diri berupa sosok wanita serba hitam berdiri dibawah cahaya lampu jalan.
Sosok
wajah yang tak terlihat jelas karena bayangan lampu jalan sempat menoleh ke
arah Net mengintipnya, menampakan senyum lebarnya yang terlihat bagai seorang
psycho bagi si pria berambut coklat acak-acakan ini. Sampai sosok bayangan
tersebut menghilang dalam sekejap dari tempatnya bagai hantu,
"Kenapa
Net? Kau seperti baru melihat hantu speicherstadt." Tanya si wanita
berkulit gelap disebelah Net, akhirnya penasarannya membuat kepalanya ikut
keluar untuk mengintip. Begitu juga dua rekan lainnya. Sayang mereka tidak
melihat semua kejadian pria berambut coklat ini, jadi espresi mereka hanya
kaget sekilas dengan kondisi geng hitam di tempat mereka tergeletak.
Rasa
takut Net malah semakin menjadi-jadi, saat lehernya serasa ada yang menyentuh
dan mengusapnya halus dengan jemari lentik yang terasa dingin karena basah,
yang bisa dibayangkan itu basah karena darah. Belum goresan halus yang terasa
dari kuku-kuku runcing jari tangan tersebut, membuat bulu kuduk pria ini serasa
membeku.
"Apa
kau ingin bernasib seperti mereka juga.. Nethanel sayang..?" bisikan halus
perempuan terdengar jelas di dekat telinga Net.
"GYAAAAGH?!!"
Teriakan
manless yang kembali memecah
keheningan gang membuat ketiga rekannya langsung menoleh ke arah rekannya yang
berteriak, membuat kelompok kecil itu menangkap sosok gadis serba hitam, sudah
berdiri diantara mereka berempat. Selain ketiga orang tersebut menodongkan
senjata api ke arah sosok gadis misterius ini, Net malah bersembunyi dibalik
badan rekan perempuan berkulit gelap ini.
"Pfft...!"
bukannya merasa terancam dengan ketiga pistol yang sedang ditodongkan kearahnya. Gadis hitam ini malah
tertunduk membungkam keras mulutnya dengan punggung tangannya, sementara tangan
lainnya memeluk perutnya yang terkocok geli.
"Ya
ampun.. Net.. Ahaha… Kau masih gampang dijahili.." kepala gadis serba
hitam ini didongkakan, menunjukan wajahnya berkulit pucat dengan sedikit
cipratan darah yang mengenai pipi kanannya, masih tersenyum lebar menertawakan
kejahilannya pada Nethanel.
Ditengah
rasa heran dan bingung keempat orang ini melihat gadis serba hitam yang terus
tertawa ini, dari wajahnya, suaranya, dan kelakuannya tadi, rasanya mereka
memang mengenalnya dekat, tapi mereka belum mengingat siapa. Mungkin karena
sudah tiga tahun tidak bertemu, dan penampilannya sudah berbeda jauh.
"…Rune?"
tebak Nethanel menatap sipit gadis serba hitam.
"Nona
muda?!" ketiga orang lainnya memekik kompak saat ingat siapa sosok serba
hitam dihadapan mereka, sampai gadis serba hitam ini langsung menutup kedua
lubang telinganya dengan suara keras yang menyakitkan pendengarannya yang
tajam.
Mereka
berempat tidak menyangka, kalau dihadapan mereka sekarang adalah putri sulung
pemimpin organisasi Plegethon. Mereka sempat tidak mengenalinya, karena dulu
putri boss mereka berambut putih dengan mata merah, ciri khas berkelainan
albinism.
"Ahaha…
Kalian hampir memecahkan gendang telingaku." sambil tertawa renyah, gadis
yang terus tersenyum ini mengumpat dengan nada halus. Telinganya sukses
berdengung karena teriakan mereka bertiga.
"Sampai
mana tadi.. oh. Jangan panggil aku dengan nama Rune lagi. Aku terlanjur
menghapusnya dari ingatanku." Telunjuk berkuku runcingnya diacungkan
menempel ditengah bibirnya yang menyeringai kecil.
"Sebelum
aku memberi solusi gila dengan masalah kalian, aku ada banyak pertanyaan pada
kalian."
***
*aniki = kakak laki-laki (Jepang)
[ Chapter 3 ]
"Selalu ada
sesuatu dibalik gelapnya hitam…"
"Mengalahkan
Silver7 ?!!"
Teriakan
kompak beberapa orang yang cukup jelas terdengar dibalik dalam salah satu
gedung lantai bawah area Speicherstadt, atau dapat diartikan juga sebagai
distrik gudang oleh warga lokal.
"Demi
setan.. kalian itu kaget, atau hanya ingin membuatku tuli?"
Gadis
serba hitam yang dipanggil Ru ini menatap malas orang-orang diruangan penuh
dengan tumpukan kotak. Para mantan bawahan organisasi ayahnya ini hanya tersisa
lima orang, bahkan keadaan mereka hampir semuanya lusuh karena babak belur.
"Dengar.
Aku tahu ini terdengar gila. Tapi setidaknya hanya itu solusi menghentikan
kegilaan tempat ini."
"Tapi
itu rasanya mustahil." Nethanel, si pria berambut coklat pendek dikenal Net,
menatap Ru dibalik kacamata hitamnya yang retak lensa kanannya. "Silver7
hampir menguasai sebagian besar teritori kota Hamburg."
"Net
benar.. Bagaimana menghancurkannya kalau hanya kita berenam?" Eveline,
wanita berkulit coklat dan rambut hitam panjang menambahkan ucapan Net. Kalau
saja wanita yang beberapa tahun lebih tua dari Ru ini mengenakan jas dan rok
serba hitam sepertinya, pasti penampilan Eve paling gelap diantara mereka
berdua.
"Jadi
kalian pasrah saja terus bersembunyi seperti ini?" tatapan malas ditambah
senyum ledek Ru terus dipasang, selagi punggungnya disandarkan pada tumpukan
kotak kayu dibelakangnya.
"Melawanpun
rasanya percuma.. Kita kalah jumlah." Mikoto, pemuda berwajah asia yang
rambut hitam kemerahan diikat kebelakang, hanya bisa tertunduk selagi memasang
perban pada lengan berotot kawannya yang paling tua diantara mereka, pria
berambut perak acak-acakan yang selalu bungkam, Egonhardt.
Sementara
satu anggota terakhir mereka yang paling muda, Roxanne, terus menyibak rambut
blondenya ke belakang telinga, selagi matanya fokus pada layar laptop
dipangkuannya. Entah tidak tahu ingin merespon apa, atau lebih memilih
merapatkan mulutnya.
Sampai
untuk beberapa saat, tempat mereka yang hanya diterangi lampu bohlam yang
tergantung di langit-langit ruangan, hening.
"Myuu~ Myuu~"
Ringtone
meongan anak kucing dari ponsel milik Ru menjadi pusat perhatian mantan bawahan
klan ayahnya. Gadis serba hitam ini memperhatikan nomor yang tertera di layar,
nomor yang sama dengan nomor yang pernah Luna pakai menghubunginya.
"Hallo
Luna." Sahut Ru dengan nada ceria saat mengangkat teleponnya. "Ah,
ya. Maaf aku lupa menghubungimu. Tadi waktu aku sampai di bandara aku dikejar
anjing dan—"
"Sepertinya putri Rald yang satu
ini juga sudah besar."
Suara
ditelepon yang terdengar bukan suara adiknya menghentikan ocehannya. Melainkan
suara pria seperti om-om, dengan nada yang terkesan licik terdengar di
ponselnya.
"Siapa
ini?" seringai kecil di bibir Ru langsung turun. Ponselnya diturunkan dari
kupingnya, dan menyalakan loudspeak agar kawanannya dapat mendengar.
"Dimana Luna?"
"Kau bisa memanggilku Hulbert. Kau
tahu kan? Pemimpin klan yang sedang mengincar nyawa kalian, Plegethon.."
Semua
orang diruangan ini mulai memasang wajah serius mendengar. Kecuali Ru, yang
terlihat tenang dengan seringai kecilnya.
"Kau
malah mengingatkanku pada si hijau Hulk."
"Jaga baik-baik mulutmu kalau tidak
mau gadis manis ini kenapa-napa."
"Siap.. ..ang kau.. ..adi..
..anis..?!"
Dengan
samar mereka berenam mendengar teriakan dan ocehan kasar perempuan dibalik
suara Hulbert. Dan mereka langsung yakin kalau itu suara Luna.
"Baik.
Katakan saja apa maumu?" dengus Ru dengan wajah malasnya. "Kalau kau
mau aku dan Luna menjadi pelayan pribadimu dengan pakaian ketat dengan hiasan
hewan kelinci, lupakan saja. Lebih baik aku meniduri Luna secara privat."
Ucapan
Ru barusan membuat kelima orang disana terdiam sweatdrop.
"Tapi..
kalau kostum maid dengan telinga dan ekor kucing, mungkin aku akan berubah
pikiran." imbuh gadis serba hitam ini memasang senyum rubahnya.
"Siapa juga yang mau punya pelayan
kasar dan aneh seperti kalian?" Hulbert sempat terdengar mendengus
sebal. Ru sempat tertawa bergumam mendengar respon si tua Hulbert ini.
"Tadinya aku ingin membunuh gadis
ini, lalu mencarimu dan sisa anggota klan Plegethon. Tapi ada seseorang yang
sangat ingin bertemu dengan putri sulung Plegethon ini.."
"Siapa?"
"Oh, kau akan tahu sendiri bila kau
datang. Tapi kalau kau tidak ingin datang, jangan salahkan kalau kau tidak
dapat mendengar suara adikmu ini, selamanya."
Ru
terdiam ditempatnya menatap ponsel ditangannya. Dia mulai penasaran, siapa yang
mencarinya selain si bapak-bapak penyekap adiknya ini.
"Kalau kau masih menyayangi
perempuan ini, kami menunggumu di gudang paling ujung di Hamburg Port barat.
Tapi tidak akan semudah itu kau dapat kemari, karena anak buahku akan sedikit
bermain-main."
Tawa
terkekeh Hulbert terdengar jelas, sampai tawa itu berhenti bersamaan dengan
tertutupnya hubungan teleponnya. Ponselnya kembali disimpan ke dalam saku
blazernya.
"Aku
butuh bantuan kalian." Ru memasang wajah serius pada kelima orang disana.
"Aku tahu kita kalah jumlah. Tapi Luna satu-satunya keluargaku yang
tersisa.."
Mereka
berlima sempat bergantian saling tatap dengan tatapan resah. Tidak ada jawaban
dari mereka, membuat Ru mendesah keluh.
"Biarkan
kami membantu, anego*." ujar Mikoto memecah keheningan. Wajahnya terpasang
serius. "Klan tuan Rald memang sudah bubar. Tapi kami masih dalam bagian
keluarga Plegethon."
Ucapan
Mikoto membuat keempat orang lainnya tersenyum menatap serius pada gadis serba
hitam ini. Tatapan mereka membuat Ru mendengus geli.
"Jangan
salahkan aku kalau kalian nanti mati, oke?" senyum miring Ru terpasang
menatap mantan bawahan ayahnya. Ralat, bawahannya sekarang.
"Roxy!
Kau tetap disini. Hubungi anggota klan Kees juga. Kebetulan mereka punya hutang
yang belum dibayar." titah Eve.
"Roger
that~!" jemari gadis blonde ini langsung menekan cepat tombol-tombol
keyboard laptop dipangkuannya.
***
[ West Hamburg Port – Hamburg ]
Setelah lima anggota bawahan Ru
sekarang memutuskan membantunya
menyelamatkan Luna yang disekap, Roxanne menghubungi klan Kees, klan yang
beraliansi dengan klan milik ayahnya. Walau tim yang akan menyerbu tempat
perjanjian dimana dia bisa bertemu pemimpin klan Silver7 hanya beranggotakan 13
orang termasuk dirinya, mereka tetap maju melawan.
Hamburg
Port barat malam itu bising oleh suara letusan senjata api dan ledakan dari
granat yang dilempar. Walau pasukan Silver7 disana jumlahnya tiga kali lipat
dari pasukannya, tidak ada rasa takut dari tim kecil ini.
Sosok
bayangan hitam terlihat bergerak begitu cepat melewati kerumunan orang-orang
bersenjata diantara kontainer besar di port. Saat sosok bayangan tersebut
berhenti di barisan belakang musuhnya, belasan orang yang baru dilewati
bayangan tersebut langsung ambruk ke tanah dengan luka sayatan leher.
Bila
diperlihatkan ulang dalam slow motion, sosok
serba hitam Ru berlari melesat bagai macan kumbang. Saat melewati barisan
berantakan para pria bersenjata api Silver7, selembar kartu remi hitam
berlambang diamond di tiap tangan gadis ini, menebas dan menggores rapi leher
tiap orang yang dilewatinya sedalam 5cm. Beberapa orang yang tidak sempat
terjangkau olehnya, dilempari kartu remi hitamnya hingga menancap dalam
menembus tulang tengkoraknya.
Kedelapan
orang bawaan dari klan Kees mengurus sisa musuh mereka. Sedangkan Ru dan
keempat anggota lainnya, Net, Eve, Mikoto, dan Egon, langsung menerobos masuk
ke gudang tempat perjanjiannya dengan Hulbert. Sesuai rencana mereka.
…….
Hening.
Gudang
yang mereka masuki benar-benar hening. Bahkan tidak ada tanda-tanda ada orang
di tempat mereka sekarang. Bahkan insting tajam telinga Ru yang dilatih oleh
keluarga Lucifer, tidak merasakan keberadaan lain selain mereka berlima.
"Kau
yakin ini gudang yang benar?" suara Net yang bahkan diucapkan pelan cukup
terdengar nyaring dengan keadaan kosong dan hening tempat ini.
"Aku
menanyakan hal yang sama." ucap Ru membuka matanya, menoleh setiap sudut
gudang yang ia lihat, hanya berisi deretan kotak. Gadis ini mendengus kesal.
"Jangan
bilang kalau si tua itu mempermainkan ki—"
Ucapan
Ru terhenti saat rambut hitam panjangnya terkibas kebelakang begitu saja,
seperti ada sesuatu yang melesat melewatinya begitu saja. Bahkan terlalu cepat
untuk disadarinya.
Brugh
Setelah
rasa kaget sekilas tersebut, satu persatu tubuh rekannya ini ambruk begitu saja
didekat kakinya. Cairan merah mulai keluar menggenang diantara tubuh mereka
yang tergeletak, sampai gadis ini dapat mencium jelas aroma anyir darah pada
mereka berempat.
Ru berbalik
ke belakang dengan perlahan dan kaku, menatap dua sosok yang baru saja
melakukan pembunuhan yang begitu cepat, kedua matanya terbuka lebar. Dua sosok
pemuda berjas hitam dengan dasi kupu-kupu menatap datar gadis serba hitam ini.
"Fujiya..?
Fukuro..?" sahut Ru dengan tatapan yang nampak kaget, karena anggota
Lucifer ada disini. Salah satu dari mereka terlihat menggendong sosok gadis
berambut putih pendek yang memiliki wajah sama dengannya, tidak lain adalah
Luna. Tapi Ru bersyukur dapat mendengar nafas adiknya yang pelan, menandakan
kembarannya ini masih hidup.
"Masih
berkeliaran bebas seperti kucing liar, Lune?"
Sepasang
manik hitam dimatanya kembali membulat sempurna, dengan suara laki-laki
yang baru saja terdengar menyapanya
dibelakangnya. Gadis ini pun kembali berbalik, menatap seseorang yang bisa ia
tebak siapa dari suaranya.
Sosok
pria lain yang mengenakan tuxedo hitam yang sama dengan dua anggota Lucifer
sebelumnya. Namun pria ini memiliki ciri khas perban menutup keningnya dan
senyum rubah yang terus terpasang di wajahnya.
Penampakan
dari anak sulung dari keluarga assassin Lucifer yang pernah mengadopsinya—
ralat, merebut hak asuhnya dari keluarganya sendiri. Sekarang kakak tirinya ini
sudah menjadi pemimpin keluarga tersebut, Tendou Lucifer.
Sosok
kakak laki-laki didepannya terus memasang senyum yang dipejamkan matanya, bagai
senyum rubah. Sepasang manik hitam Ru sempat menoleh ke arah sesuatu yang bulat
dan berambut ditenteng kakaknya, menjatuhkan tetesan cairan kental merah gelap
tidak lain adalah darah. Itu penggalan kepala si tua Hulbert yang sudah tidak
utuh bentuknya dengan luka bakar diseluruh wajahnya.
"Aniki..?"
***
*anego = panggilan pada boss wanita di kalangan yakuza
[ Chapter 4 ]
"Terlalu
gelap untuk dilihat?"
"Hah.. hah.. hah.."
Nafasnya
yang terengah-engah dikeluarkan berat dari saluran tenggorokannya yang panas
akibat kelelahan. Iris merahnya yang menatap tajam Tendou dihadapannya, sekilas
terlihat bersinar dibalik kontak lensa hitamnya.
Gudang
yang sama, dimana sosok serba hitam bernama Ru ini bertemu dengan kakaknya,
sekarang nampak panas dengan kobaran api yang sempat berkobar di beberapa titik
di gudang membakar beberapa barang disana. Namun tempat ini malah lebih gelap
dari sebelum tempat ini terbakar, karena api yang berkobar di tempat ini
berwarna hitam pekat.
Sementara
di sisi timur gudang dimana tumpukan karung dan kotak yang tidak tersentuh dari
kobaran api hitam. Disana pula Fujiya dan Fukuro, dua anggota elit Lucifer,
mengawasi pertarungan kedua kakak adik asuhan Lucifer ini dari atas sebuah
kotak kontainer, sambil menjaga tubuh saudarinya yang tergeletak tak sadarkan
diri. Disisi lain mereka bertiga, tubuh rekan gadis serba hitam ini, Nethanel,
Eveline, Mikoto, Egonhardt terbaring kaku dengan kemeja mereka kotor oleh
cairan merah.
"Kenapa
Lune? Masih marah dengan lelucon tadi?"
Dengan
senyum rubah yang terus dipasangnya pada adik tirinya ini, jemari milik Tendou
melonggarkan dasi kupu-kupu hitam dikerahnya. Beberapa bola api hitam dan putih
sebesar bola tenis terlihat melayang mengorbit pada pria ini.
"Tch..
!" Ru mendecak kesal. Kibasan tangan kanannya yang cepat, melesatkan
selembar kartu hitam pada Tendou dari lemparan tangannya.
Mata
Tendou yang terpejam terbuka sipit pada kartu hitam yang mengarah padanya, yang
ternyata terbakar api hitam. Api hitam tersebut berkobar membesar, membentuk
sosok macan dengan mulut bertaring yang terbuka mengarah padanya saat ditengah
jarak mereka.
Dua
buah bola api putih milik Tendou melesat ke arah macan api hitam.
Blarr!
Ledakan
terjadi saat kedua api hitam mereka saling menabrak dihadapan Tendou,
menimbulkan kepulan asap hitam.
Baru
saja ledakan tersebut reda, Ru melesat ke arah Tendou dari balik asap ledakan
menebas diagonal remi hitam berlambang diamond
putih ditangannya dalam jarak dekat. Namun hanya gerakan kesamping sambil
melangkah mundur Tendou, tebasan kartu tajam gadis itu meleset. Berulang kali
Ru menebas kedua kartu ditangannya dengan cepat layaknya sepasang dagger. Tapi
harus diakui kakak tirinya ini lebih cepat darinya, hingga tidak tergores
sedikitpun kartu tajamnya.
Crashh!
Sontak
tendangan telak ke uluh hati Ru balasan dari Tendou, membuat gadis itu
terlempar hingga meretakan kotak kayu yang berhasil gadis ini tabrak dengan
punggungnya.
"Kugh..!"
Setitik darah mengalir di sudut bibir gadis ini yang sedang menggertakan
giginya.
Lima
lembar kartu berlambang club
berterbangan dari mulut lengan blazer Ru, dan melayang berantakan diatasnya
dengan keadaan sisi kartu reminya terbakar api hitam. Gestur tangannya yang
menunjuk ke arah Tendou, membuat kartunya tersebut melesat bergantian ke arah
pria didepannya.
Blarr! Blarr!
Blarr!
Ledakan
beruntun terjadi kembali membuat area pertarungan mereka semakin gelap oleh
asap tebal yang mengepul. Namun sepertinya itu tidak mengganggu pandangan
mereka menyadari kehadiran masing-masing lawannya dengan indra pengelihatan
mereka yang memang tidak biasa.
Sepasang
mata Ru yang disipitkan melihat jelas Tendou berhasil menghindari tiap ledakan
kartunya yang dia lempar, dengan bergerak cepat zig-zag dan mengarah padanya
dengan seringai kecilnya yang tetap terpasang.
…
"U-ung…"
Suara
gaduh yang terdengar di dalam gudang yang terbakar membuat Luna yang daritadi
pingsan akhirnya tersadar. Gadis albino ini langsung tersentak bangun waspada
dengan kebaradaan dua pria bertuxedo yang berada disebelahnya.
Salah
satu dari mereka yang nampak lebih muda menoleh sekilas ke arah Luna, dan
kembali memperhatikan pertarungan antara adik kakak Lucifer.
Luna
terdiam sejenak memijat keningnya, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi
sebelum dia tidak sadarkan diri.
Salah
satu dari mereka malah menyembuhkan lukanya dengan semacam sihir, lalu
membiarkannya menghajar pria tua yang menculiknya yang dia tahu dalang
kekacauan kota Humberg, hingga babak belur.
Banyak
pertanyaan yang ingin ditanyakan gadis ini pada mereka berdua. Namun suara
ledakan yang terdengar dari tengah gudang membuatnya reflek menoleh ke sumber
keributan. Hanya ruangan yang dipenuhi kepulan asap hitam diantara kobaran api
hitam yang membuat tempat ini samar dilihat. Namun Luna dapat melihat sesuatu
bergerak sangat cepat diantara kabut asap yang terkadang disertai ledakan dan
semburan api hitam.
"Umm..
apa yang terjadi?" Luna menoleh kembali ke arah dua pria bertuxedo
disebelahnya dengan wajah yang kebingungan. Mereka berdua seperti dapat melihat
jelas apa yang sebenarnya terjadi dibalik kepulan asap hitam.
"Kau
pingsan setelah melihat kepala Mr. Hulbert terpenggal."
"B-bukan
itu.." perut Luna serasa terkocok mual mengingat lagi kejadian itu.
Tangannya menunjuk ke tengah ruangan "Tapi yang sedang terjadi di
sana."
"Hanya
acara reuni kecil keluarga Lucifer."
Jawaban
mereka berdua tidak bisa Luna mengerti. Apa dia hanya bisa diam disana
memperhatikan sesuatu yang bahkan tidak bisa dilihat dengaj jelas?
"Kyaaaagh?!!"
Kobaran
api yang berputar layaknya tornado berwarna biru langit, sontak menyala kontras
dibalik hitamnya kabut asap. Teriakan wanita yang terdengar jelas di arah
kobaran api tersebut, mungkin karena nalurinya, Luna langsung menebak itu suara
kakaknya.
"Rune?!!"
…
………
Keheningan
terjadi setelah api biru berhenti berkobar. Bahkan kepulan asap hitam perlahan
menghilang.
Sosok
wanita serba hitam Ru terlihat terduduk lemas di tanah, dengan rambut dan
bajunya yang nampak lusuh. Sementara Tendou berdiri dihadapannya sibuk menepuk
debu yang mengotori tuxedonya.
Kepala
Ru yang tertunduk menatap kedua telapak tangan pucatnya dari sarung tangannya
yang sudah robek terbakar. Serangan terakhir yang telak mengenainya, entah
kenapa membuatnya tidak bisa mengeluarkan kemampuan api maupun bayangannya.
Tendou sudah melakukan sesuatu pada kekuatannya.
"Khh..!"
Ru menatap geram wajah Tendou yang tetap memasang senyum rubahnya. "Kenapa
api dan bayanganku aniki kunci?"
"Kalau
Lune terus menggunakan kekuatanmu seperti itu, nanti dia bangun."
"Tch..!"
Tangan Tendou yang diulurkan akan menyentuh kepala gadis serba hitam ini
langsung ia tepis kasar. Tatapan sinis tetap terpasang pada wajah gadis ini,
membuat senyum Tendou sedikit turun.
"Ah..
kau kesal karena aku bekerja pada musuh ayahmu hanya untuk—"
"Membuat
sebagian besar anggota Plegethon habis, dan hampir membuatku kehilangan
Luna..?" Ru langsung menyela dengan kesal.
"Ah..
adikmu?" Tendoulangsung menoleh ke arah dimana Luna mengawasi mereka
berdua dengan wajah cemas. "Kenapa Tuan Rald tidak memberikan dia juga
dulu ya? Kalian jadi terpisah seperti ini."
Selembar
kartu hitam langsung dilempar Ru ke arah wajah Tendou, sebelum kartu tersebut
dengan mudah ditangkap pria ini hanya dengan telunjuk dan jari tengahnya.
"Cukup
aku saja yang harus menerima kutukan
Lucifer.. Jangan bawa saudariku.."
Grep
"Khh...!!"
leher gadis hitam ini dicekik keras hanya dengan sebelah tangan Tendou, sampai
tubuhnya yang kurus terangkat hingga kakinya tergantung.
"Tidak!!"
Luna yang melihat keadaan kakaknya langsung melompat turun dari kontainer,
dengan paniknya berlari ke arah Ru.
"Kyaagh?!"
Hantaman
keras yang menyakitkan mengenai punggungnya, membuat gadis ini sontak jatuh
tersungkur dengan posisi telungkup. Belum sempat dia akan bangun, punggungnya
tertindih dan mengunci kedua tangannya ke belakang oleh Fujiya.
"Cih..!
Lepaskan!!" teriak Luna memberontak dalam posisinya yang sudah terkunci.
Bahkan kobaran api merah menyala dikepalan tangannya tidak membuat pemuda
bertuxedo hitam ini menyingkir.
Perhatian
Tendou sempat teralihkan pada keributan yang ditimbulkan Luna.
"Lucu.
Padahal kau sendiri yang memberikan kutukannya
pada adikmu." Tendou menoleh kembali ke arah adik tirinya yang sedang
ia cekik, sedang menancapkan kuku runcingnya pada lengan yang sedang mencekik
lehernya.
"L..Lu..
ghak..!" dengan suara yang bahkan sulit dikeluarkan, Ru hanya bisa menatap
lirih ke arah adiknya di posisinya yang sama-sama terkunci.
"…mm-hm-hm."
tawa berguman terdengar dari balik bibir yang tersenyum lebar Tendou.
Cengkraman tangan ke leher ke adik tirinya ini langsung dilepaskan, membuat Ru
kembali tersungkur ke tanah sambil terbatuk-batuk.
"Hah..
hah.. apa yang lucu..?" Ru memegangi lehernya yang masih terasa sakit,
menatap heran kakaknya yang tertawa. Bahkan Luna pun yang ikut kebingungan
berhenti memberontak.
"Aku
hanya bercanda soal membawa Luna ke kediaman Lucifer. Mengurusmu saja
sekeluarga sudah kerepotan. Apalagi dua?"
"Oh,
aku memang merepotkan. Terima kasih.." Ru memalingkan wajahnya yang
sedikit merona karena malu. Sementara Luna hanya menganga kebingungan dengan
ucapan mereka. Maklum, Luna tidak pernah tahu bagaimana kehidupan saudarinya
itu saat diasuh oleh keluarga assassin Lucifer.
Tangan
Tendou yang akan menyentuh ubun-ubun adiknya ini kembali ditepis lemas.
"Kau
masih marah karena sudah membahayakan saudarimu?"
"Aku
tidak pernah marah soal itu.." iris hitamnya menggelinding ke sudut
matanya melirik kakaknya "Justru aku berterima kasih pada aniki. Musuh
papa sudah mati, papa bisa isirahat dengan tenang.
Kepalanya
menoleh ke arah adiknya yang masih telungkup oleh kedua asisten Tendou. Senyum
tipis "Dan.. aku bisa bertemu lagi dengan Luna."
"Rune…"
gadis berambut putih ini menatap sayu Ru ditempatnya dengan mata yang terasa
berair. Memang benar selama ini mereka selalu terpisah kehidupannya, sejak
mereka berusia sepuluh tahun.
"Lalu..
kenapa kau langsung menyerangku saat pertama bertemu?"
"Yang membuatku marah.." telunjuk Ru
langsung menunjuk tajam kearah tubuh keempat rekannya tergeletak.
"Kau
menyuruh Fujiya membuat mereka pingsan dan menyelipkan kantung plastik bocor
berisi darah di baju mereka, sampai mereka terlihat baru mati untuk
menjahiliku? Kau mau aku terkena serangan jantung!?"
.........
'..kau mengamuk hampir membakar seluruh
gudang… hanya karena itu?!'
urat berbentuk empat persimpangan terbentuk di kening Luna, menggerutu geram
dalam batin pada kakaknya ini. Kepalan tangannya yang terlihat terbakar rasanya
ingin sekali memukul wajah Ru sekarang juga.
"Mm-hm~"
tawa bergumam dibalik senyum rubah Tendou kembali terdengar. Dia sudah mengenal
lama gadis serba hitam ini, jadi dia paham betul dengan sifatnya.
"Baiklah.
Aku minta maaf soal itu." Tendou kembali mengulurkan tangannya pada kepala
adiknya. Kali ini tanpa tepisan, tangan pria ini berhasil mengusap rambut hitam
Ru yang nampak acak-acakan karena pertarungan mereka yang tidak berarti tadi.
Ru
sempat terdiam menatap senyum rubah kakak tirinya yang ditunjukan padanya.
Gadis ini malah memasang senyum manisnya pada Tendou. "Dimaafkan."
Duakk
Hantaman
keras baru dilakukan Luna ke keningnya sendiri ke lantai hingga retak,
berteriak dalam batinnya dengan tingkah bodoh kakaknya ini. Ouch.
"Please
kill her..." guman pelan Luna yang terus menempelkan keningnya ke lantai.
Fujiya dan Fukuro hanya diam sweatdrop melihatnya. Ru yang melihat reaksi Luna
malah membungkam mulutnya yang tersenyum lebar.
"Aniki..
bisa kau.. mengirimku ke rumah sakit..?" pinta Ru dengan kelopak mata yang
menyipit seperti mengantuk dan lelah pada Tendou.
"Huh?
Bukannya ada Fukuro bisa menyembuhkanmu dengan sihir penyembuh?"
"Bukan
itu.. aku lupa.." pandangan Ru yang mulai gelap ditambah keseimbangannya
yang mulai goyah. "..menyuntikan.. insulinku.."
Thud
Tubuh
Ru yang sudah terlanjur lemas tak dapat menahan tubuhnya, langsung ambruk
telungkup ke lantai berdebu. Saat pandangannya mulai gelap, suara samar adiknya
berteriak memanggil namanya, sampai tak ada suara lagi yang terdengar.
***
…….
'Aku masih hidup?'
Itu
yang dipikirkannya pertama kali, saat sosok wanita serba hitam ini tersadar
dengan kelopak matanya yang baru setengah terbuka.
Gelap,
hening, berkabut. Itu yang dipikirkannya saat melihat tempat dimana dia
sekarang. Rasanya tempat ini pernah dia datangi.
'Ng?'
Matanya
menatap heran dengan permukaan berbulu putih dan lembut, dimana sekarang dia
terbaring. Tangannya mulai mengusap dan meresapi rasa lembut dari lebatnya bulu
ikal dan putih permukaan ini, seperti bulu domba.
"Bhaa....."
Bahkan
Ru dapat mendengar suara domba saat memikirkan tempat tidur ini. Pipinya pun
ikut menggosok pelan bulu-bulu ini, dan akhirnya kembali membenamkan wajahnya
menyesapi lembut tempat tidur ini. Rasa nyaman ini membuat dia ingin kembali
tidur.
"Bhaaa..!"
Tunggu..
Suara domba itu bukan dari pikirannya. Tapi benar-benar dekat dengannya.
Sungguh dekat.
"Bhaaa..!"
"KYAAA?!"
brugh
Tubuh
gadis ini sontak melompat bangun dari gumpalan bulu putih tersebut, yang
ternyata memang seekor domba. Tapi karena terlalu keras melompat bangun, tubuh
gadis ini langsung jatuh tersungkur disebelah domba.
"Fick..!
Ughh…"
Merasa
déjà vu, gadis ini mengumpat kesal mengusap pundaknya yang kesakitan karena
posisi jatuh yang salah, sementara matanya menatap sinis pada domba yang
menatap polos padanya dengan sepasang kelereng hitam mata hewan ini.
Kenapa
dia bisa tidur di atas domba? Lagipula hewan ini rasanya terlalu lebat dan
lembut bulu putihnya untuk seekor domba pada umumnya.
Pandangannya
dialihkan ke arah lain, menelusuri tempatnya sekarang. Yup, seperti mimpi.
Tidak ada apapun ditempat gelap berkabut ini. Selain dirinya, seekor domba, dan
sebuah bantal berwarna ungu terlihat di balik gumpalan bulu domba disebelahnya.
Tunggu
sebentar. Rasanya tadi bantal itu tidak ada disana. Atau memang dia tadi tidak
menyadarinya?
Ru
mendekat untuk memperhatikan lebih dekat bantal ungu tersebut sampai tubuhnya
mendekap ke gumpalan bulu domba.
"Baaa~!"
"HYAAA?!"
Gadis
yang mudah tersentak kaget ini kembali berteriak. Ru hampir saja jatuh saat
melompat kebelakang. Bagaimana dia tidak kaget, bantal ungu tersebut melompat
kemukanya, dan bantal ungu tersebut ternyata bicara suara anak perempuan.
Sosok
kepala bantal tersebut melompat keluar dari balik domba putih, menunjukan
keseluruhan penampilannya pada Ru. Bantal ungu yang bisa bicara ini ternyata
memiliki badan manusia dengan postur pendek seperti anak-anak sekolah dasar,
ditambah warna kontras kuning jas hujan yang dikenakannya.
"Selamat~~"
dengan nada cerianya, bantal ungu yang terlihat mengembung dari mahluk didepannya merentangkan kedua
tangannya. Dan Ru baru sadar sosok gadis kecil ini memegang permen loli besar
berbentuk gagang payung.
"…hah?"
[ Chapter 5 ]
"Au ah.
Gelap…"
[
??? ]
"Err…"
Keringat
dingin terlihat mengalir dari kening gadis serba hitam ini. Untuk beberapa saat
wanita serba hitam ini terdiam dengan sosok ceria anak kecil, atau mungkin
sosok yang menyerupai anak kecil yang menamai dirinya Ratu Huban. Ru masih
belum memastikan itu manusia, atau semacam peri yang memberi keajaiban pada
orang-orang memberi mimpi di dalam tidur.
Gadis
kecil berkepala bantal ungu itu daritadi menatap si wanita serba hitam, atau
memang sedang menatapnya menurut pikiran Ru. Karena kepala gadis kecil
didepannya tidak ada mata, hanya wajah datar tak bercorak yang sepasang manik
hitam Ru lihat.
Ru
pasti sudah memeluk erat gadis berkepala bantal ini ke dekapannya. Kalau dia
tidak kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya, dan Ratu Huban berhenti
mengayun-ayunkan dengan girang gagang payung yang nampak seperti permen super
manis itu, membuat si penderita diabetes akut ini ngilu melihatnya.
"Ratu
Huban?" sahutnya dengan wajah yang penuh kebingungan.
"Ya?"
gadis kecil itu membalas sahutannya dengan nada anak-anaknya. Terdengar imut,
pikirnya.
"Tadi
kau bilang.. tadi itu mimpi?"
"Lebih
tepatnya, itu bingkai mimpimu sendiri."
"Dan
semua yang kualami tadi.. dari bangun tidur.. dan…" Kedua alisnya menaung
turun dengan kata-kata yang sulit ia jelaskan. "Kenapa kau lakukan
itu?"
"Itu
semua ujian babak prelim yang kami berikan."
"Lalu..
domba berbulu lebat dan lembut ini?" Ru menunjuk domba disebelahnya.
"Kau
menyukainya?" tanya Ratu Huban. "Kuberikan sebagai tanda kau yang
terpilih~"
Gadis
kecil berkepala bantal ini terus menjawab dengan nada ceria anak-anak. Bantal
yang merupakan kepala sosok ini nampak sedikit mengembang saat menjawabnya. Ru
berpikir kalau Ratu Huban punya wajah, dia sedang tersenyum berbunga-bunga
sekarang. Apa seperti itu mahluk tak berwajah ini menunjukan ekspresinya?
Jemari
lentik Ru kembali memijat keningnya, melirik kembali domba 'ajaib' yang
dimaksud Ratu Huban. Dia benar-benar tidak paham dengan apa yang dibicarakan
gadis berkepala bantal ini. Apa maksudnya dia terpilih?
"Apa
itu berarti aku boleh bangun?" gadis ini kembali bertanya. "Aku ingin
kembali membereskan apartemenku yang bau ganja, sebelum nenek tua pemilik
apartemen menciumnya dan melaporku ke polisi."
Kepala
bantal ungu itu terlihat menggeleng pelan. "Masih ada beberapa test lagi
yang akan kamu lewati."
"Masih
ada lagi?" kadis serba hitam ini hanya bisa mendesah keluh dengan jawaban
dari Ratu Huban. Apa dia harus pasrah mengikuti apa yang dikatakan sosok gadis
didepannya?
"Bhaaa..!"
domba putih pemberian Ratu Huban kembali bersuara, saat gadis serba hitam ini
menjatuhkan tubuh rampingnya ke atas gumpalan bulu tebal putihnya bagaikan
melompat ke ranjang empuk. Bahkan dengan tinggi yang melampaui panjang dombanya
ini, gadis ini memaksakan tidur dengan menggumpal seperti posisi kucing
tertidur.
"Mmmn~
Seperti mimpi saja bisa tidur di atas domba. Oh, tunggu. Ini memang mimpi ya.
Ahaha…" Celetuknya kembali membenamkan wajahnya ke gumpalan bulu yang
lembut dombanya. Setidaknya domba pemberian Ratu Huban ini bisa menenangkannya
dari pikiran kacaunya.
"Oh
ya, Ratu Huban." Tubuh Ru yang memaksakan berbaring seperti kucing pada
gumpalan bulu putih dombanya, mendongkakan kepalanya menatap si gadis kepala
bantal. "Aku tidak tahu bagaimana kalian
tahu nama asliku. Tapi aku lebih ingin dikenal dengan nama Ru Ashiata."
"Memang
kenapa?" kepala bantal ungu tersebut terlihat dimiringkan menatapnnya.
"Yah..
aku hanya tidak ingin terdengar seperti laki-laki karena nama dari
ayahku." Kedua tangannya menopang masing-masing pipinya, menatap bantal
ungu Ratu Huban.
"Lagipula,
aku sudah terbiasa dengan nama Ru. Tidak apa kan?" gadis serba hitam ini
memasang senyum khasnya, seringai kecil seperti senyum rubah. "Nanti aku
tunjukan beberapa trik kartuku."
"Yay~
pertunjukan sulap~" Ratu Huban berputar senang sambil mengayunkan tongkat
permennya. Bahkan beberapa kembang api memercik indah di udara saat tongkat
tersebut terayun. "Nanti ramal aku ya?"
"Err…
aku bukan peramal…" Ru sweatdrop dengan permintaan gadis kecil ini.
"Kalau
begitu ku akan beritahu paman Nurma nanti." Ratu Huban kembali menghadap
Ru yang masih berbaring di atas dombanya.
"Paman..
siapa?" kepala Ru kembali dibaringkan miring ke gumpalan lembut dombanya.
Matanya yang semakin menyipit menandakan gadis serba hitam ini mengantuk.
"Paman
Nurma seorang kurator." Jelas Ratu Huban. Kepala bantal ungu tersebut
terlihat menoleh menelusuri tempat gelap dimana mereka berada, seperti mencari
sesuatu. "Tapi seharusnya paman sudah disini daritadi. Kemana ya
paman?"
"Zzzz…."
Dengkuran pelan gadis yang langsung tertidur di atas dombanya, membuat Ratu
Huban kembali menoleh pada Ru.
"Ru?"
Tuk tuk
Gadis
berkepala bantal ini mengetuk-ngetuk pelan kepala Ru dengan tongkatnya. Tapi
tidak ada respon. Si gadis serba hitam ini sudah tertidur lelap, entah karena
terlalu lelah akibat test sebelumnya, atau terlalu menikmati domba
pemberiannya.
Ratu
Huban sempat mengangkat pundaknya, dan kembali membelakangi Ru yang tertidur.
Kembang api kembali memercik saat tongkat permen milik gadis berkepala bantal
ini menyodokannya ke udara.
Namun
dari percikan kembang api tersebut terbentuk lubang cukup besar untuk dilalui,
seperti portal menuju suatu tempat. Gadis berkepala bantal ini mulai berjalan,
diikuti domba yang mengangkut tubuh Ru yang tertidur dibelakangnya masuk ke
dalam portal.
**Continue?**
kelar juga...
BalasHapusbetewe entri ini ada sentuhan LN jepangnya.. seperti sebutan aniki, dll...
ru emang kelewat "semau gue", dan itu tergambar jelas di pembukaannya ceritanya. battlenya lumayan tp kok rada kurang dinamik.
7
Axel Elbaniac
Sudah kuduga sedikit kecewa dengan bagian battlenya.. Yah ane juga
HapusSebenernya pas bagian battle ngetik rusuh karena panik dikejar waktu. Serius, rusuh. Banyak adegan battle yang ga sempet keketik
Terima kasih sudah mampir~
Liat nama di charsheet : Ru Ashiata
BalasHapusLiat nama sepanjang cerita : Rune Plegheton
Ini masalah namanya mirip kayak Zauber Magi dipanggil Zaima
Saya rada bingung, ini settingnya jerman kan? Kok masih ada panggilan kayak anego atau aniki?
Rasanya ciri khas yang ga bisa lepas dari entri yang kiblatnya style LN itu penggunaan sfx ya... Yah, kalo udah sesering ini, rasanya mau ga mau saya jadi toleran juga akhirnya
Efek sweatdrop itu berasa aneh dibaca tiap kali saya nemu
Soal ceritanya sendiri, saya rasanya bingung mau komentar apa. Battlenya berasa abrupt, dan karena ternyata semua ini cuma settingan si Tendou Lucifer, jadi ga berasa ada suatu tantangan berarti juga
Nilai 7
Err.. maaf curhat dikit.
HapusSebenarnya cerita awalnya aku ga buat seperti ini. Waktu akan dikirim -2 deadline pertama, writer(aku) kena musibah yang ga terduga. File wordsnya corrupt dan lenyap. Aku sempat panik dan mengetik ulang ketikan yang diingat sebelumnya. Dan hasilnya entah kenapa jadi beda.
Itu sebabnya kenapa banyak penjelasan yang kurang. Bahkan banyak adegan yang hilang yang tidak sempat dimasukan. Tendou yang awalnya ingin dijadikan 'last boss' disini tanpa sadar saya ubah.
Yah.. maaf karena entry ini saya ketik kurang maksimal karena kepepet waktu. Aku sendiri sebenarnya kecewa dengan tulisanku sendiri.
Anyway, terima kasih sudah memberi vote ^^"
Dari ane sih, latar suasananya udah bagus, komedinya dapet, cukup mudah dipahami, plus twist yg 'wah' (?)
BalasHapusyah ad beberapa typo (sedikit dan tidak fatal jd msh bisa dimengerti), mungkin karena dikejar deadline bahasanya agak menggebu2, lalu battlenya kurang greget
klo battle wajar, karena ane yakin ceritanya ini blum klimaks
yg ane bingung, knapa Ru dijuluki 'negro'? yg hitam kan pakaiannya bukan kulitnya (klo mau abaikan pertanyaan ini *plak)
oh ya satu lg, ad istilah yg blum dijelaskan seperti Albinism
'kalo mau' jelaskan smua istilah asing yang ad di dalam cerita ini
Nilai: 7/10
Tq~
Ini... Settingnya di Jerman ya? Perpaduan nuansa geng Eropa dengan Yakuzanya lumayan terhubung dengan natural, bisa diliat dari konflik utamanya nggak cuma masalah kekuasaan, tapi masalah keluarga yang berpengaruh juga. Sempat saya agak heran waktu ada kata aniki nyelip di tengah fick dan kata2 Jerman Luna. Tapi setelah alur mengarah ke konflik yakuza, jadi nggak terlalu.
BalasHapusTrivial thing: waktu adegan Net teriak, kayaknya lebih akurat disebut unmanly, daripada manless. Maknanya lebih ke ga ada orang, hemat saya.
Battlenya kelewat padat menurutku. Meski nampaknya udah dibagi per bagian. Tapi di samping itu, battlenya mengesankan. Reaksi teman2 Ru juga lumayan jadi perhatian di sini. Lalu, suspensnya terjaga. Adegan tegang terutama kerasa waktu adegan api2 itu.
Dan, Ru sebagai karakter...
Please stop being randomly cute over silly things... Hahaha!
Lumayan kebayang ekspresi dia dikit2 kaget, dan ini cukup segar.
Somehow ini nambah kesan manis Ru di mata saya. Entah udah berapa "Gyaaa" atau "Hyaaaah" yang keseluruhan menghibur. Baik dari Ru atau karakter lainnya. Sehingga.
8/10
PUCUNG
N.V: Astaga Pucuuung!! *tutupin muka gelindingan ke kolong*
HapusRu: En, please.. Kau ngefans tapi jangan lebay..
#abaikantadiOK?
Maaf waktu ngetik settingnya ini ane(auth) labil mau milih settingan Yakuza ato Mafia western. Sepertinya kesalahan besar pilih keduanya.
Lalu beberapa bagian battle maaf kecewa. Itu bener2 lupa diperjelas. Dan malah diketik seperti itu sewaktu pertama awal merancang susunan ceritanya
Efek panik dikejar deadline
Makasih atas nilainya >w<)/
hawawawawa ternyata Luune ngikut BoR Juga :3 banyak nama-nama familiar ini yang gue temuin, pke makluk-makhluk jaman VK yak :3 okee skipp..
BalasHapusbattlenya udah lumayan meskipun di beberapa bagian pas gebug2 an sama Ada-- Tendou rada absurd yah but seenggaknya aku udah bisa bayangin sih :3 dan err.. gimana yah.. "Sweatdrop"nya itu bneran bikin gk ngeh @3@
Sekian dari Eric-- Airi 8/10
Kagero Yuuka
OC: Airi Einzworth
Udah dapet ijin kok dari yang punya. Walau jadi sedikit OOC karena dikejar waktu.
HapusUntuk istilah sweatdrop sendiri.. ._.
Itu kesalahan fatal di entri ini
Makasih nilainya~
Ternyata penyihir keturunan setan tidak lepas dari insulin juga ya... menarik. Ada transisi yang nggak begitu jelas, tapi benang merah yang menjaga keutuhan cerita masih bisa terlihat. Masih banyak waktu mengembangkan karakter sejenis ini.
BalasHapusKompeten, walaupun tidak terlalu mengesankan.
6/10
Nazhme Kaikhaz
Writer Nightpen
Kompeten tapi tidak mengesankan.. Err...
HapusBaiklah. Aku akan mencoba mengembangkannya. Makasih dah sempat berkunjung
Battle yang menarik. Saat adegan lempar melempar kartu yang bisa meledak berasa kayak ngedenger suara 'boom' 'boom' 'boom' gitu dikepala saya. Apalagi diakhiran tarung baru tau kalo itu cuma settingan, sungguh tak terduga.
BalasHapusIstilah sweatdrop yang berkali-kali(4 atau mungkin 5 kali) dipake entah kenapa otak saya tetep belum bisa nerima. Mungkin bisa diganti dengan 'salah tingkah'. Well, keputusan akhir tetap ditangan penulis.
Finally, saya kasih grade 7, dan Ru, jangan kebanyakan nyimeng. Bisa kena sarafmu ntar. Minum aja deh, sake ato apa gitu.
Akbarari/Tombakpatah
O.C: Marikh, Dewa Arak Kolong Langit
Baik. Aku sebenarnya bingung dari awal apa istilah awam sweatdrop itu. Kebiasaan pake itu di comedy RP x'D
HapusMakasih atas tipsnya, nanti buat koreksi kedepannya.
Dan makasih juga atas nilainya, dewa arak kolong langit
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLady in Black...
BalasHapusAku gak baca char sheet nya (atau baca tapi lupa?) tapi seenggaknya udah dapat gambaran tentang Ru ini...
Ru kagetan ya? Untung gak latah~ XD
Battle nya lumayan seru, lempar-lemparan kartu + api. Cuman ada banyak narasi yang bikin bingung dan sebenarnya bisa diganti ke kata yang lebih mudah di mengerti tapi gakpapa lah... XD
Aku kasi 8 buat Ru~
Sign,
Lyre Reinn
OC : Eve Angeline
Wah, terima kasih banyak ( /w\)
HapusKalau soal kagetan, cuma tersentak.
Oh, ya. Narasinya maaf cukup berantakan. Aku sendiri sebenarnya baru sadar itu bisa diringkas pakai kata-kata yang lebih simpel.
Saya selalu senang perpaduan budaya.
BalasHapusKayak makanan aja campur-campur kan ena.
Dan latar mba Ru yang pakai setting Jerman campur sedikit Kejepangan bikin saya cukup enjoy bacanya. Sekilas ingatnya DRRRR.
Apa yang mau dikomentarin sama saya sendiri ternyata udah disadari sama mba Lune juga: "Aku sendiri sebenarnya baru sadar itu bisa diringkas pakai kata-kata yang lebih simpel."
Kalau narasinya beberapa katanya disederhanakan, jadinya penjelasan ga terlalu njelimet dan pembaca jadi lebih enjoy.
Saya masih enjoy nonetheless. Pesan dan karakter tersampaikan.
titip 8 buat mba Ru yaa
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
Kyk rujak ya mbah? #eh
HapusPadahal ane sudah sebisanya biar narasinya sederhana. Tapi gatau kenapa yang keluar makin lama makin ribet Dx
Pas ngetik random banget otak.
Sebenarnya untuk pesannya sendiri... itu ga sempet kumasukan semua.
Makasih dah mampir mbah~
Err mungkin ada kata lain untuk pengganti kata "hitam", entah kenapa bosan bacanya karena too many black word in this story...
BalasHapusUntuk penggunaan istilah sweatdrop, mungkin bisa diganti dengan kata lainnya. Soalnya agak ngeganjel pas baca ada kata asing ky gtu. Untuk komedinya udan oke dan untuk keseluruhan cerita, lumayan. Apalagi ada plot twist ditambah sikapnya saat ketemu huban n dombanya.
Nilai : 7
Mahapatih Seno
Makasih mas seno #eh
HapusYah.. awalnya bingung juga kata apa yang pas untuk pengganti kata 'hitam'. Gelap?
Ada yang kritik soal itu juga. 'Too much sweatdrop was not good' #eh
Makasih komentarnya
komen cepet, dikejar jam jumatan //y
BalasHapuspokoknya di akhir cerita ternyata si aniki yang defy the tyrany. lalu bertengkar
karakternya tergambarkan jelas. narasi deskripsinya juga apik. plus gaya bertarungnya keren.
10/10
1. Challangenya diselesaikan sama pemeran cameo... vvich is... quite... err...
2. mungkin setiap percakapan orang yang berbeda bisa dipisah dengan enter untuk mempermudah. ditambah tiap kalimat dikasih narasi? ga semuanya perlu, bahkan aku ga baca beberapa koreonya vvaktu ngobrol levvat telpon atau yang lainnya. dan sfx tapi gamasalah karena ga terlalu banyak
overall great. -2 poin artinya 8/10 (meski tadinya yang poin pertama mau aku bobotin -2 sih)
satu lagi
Zia : Rune... kalo di label obatnya ada tulisan 3 kali sehari ya diminum 3 kali sehari. jangan terlambat, nanti konsentrasi gula dalam darahnya bisa berkurang. kalo telat coba telfon dulu ke apotek tempat beli obat dulu, langsung diminum dosis biasa atau langsung minum 2 kalinya atau 1,5 kalinya. ya?
Ru: Iya iya.. aku minum tepat waktu...
HapusSebenernya battlenya menurutku, cukup mengecewakan. Terlalu bentar karena memang dari sendiri dah dilimitin ga lebih dari 1,5k kata tiap act. Itu act ke 4 juga dah over.
Percakapan di telepon memang aku baru sadar terlalu.. datar.
Makasih komentar untuk selanjutnya.
Dan.. tips obatnya dari Zia xD
jadi di sini... ada budaya jepang, ada mafia, dan anggota2 yg terdiri dari berbagai ras. rame~
BalasHapusdan twist-nya itu keren. (spoiler alert) saya pikir kelompok ru bakal kewalahan lawan mr. hulbert. lalu di-'rescue' sama seantero keluarga lucifer lainnya secara fabeles. tapi ternyata tendou sudah selangkah lebih di depan :'3
oh ya agak aneh pas bagian terakhir tendou nyekek ru sebegitu rupa, tapi selanjutnya ru malah merona malu. apa cekik-mencekik itu sudah biasa dalam keluarga lucifer? xD
nilai: 8
oc: castor flannel
Akhirnya ada yang menyadari beragam ras di anggotanya *terharu*
HapusApa terlalu rame? x'D
Nah.. untuk twistnya itu sebenernya ane baru dapet pas kekejar deadline. Padahal awalnya ga rencana gitu :'3
Kalau untuk kebiasaan keluarga Lucifer sendiri.. Mungkin cuma berlaku untuk Ru kalau bagian 'disiksa'. Mengingat posisinya hanya 'anak angkat'.
Btw, makasih nilai sama komentarnya xD
halo, Manya di sini mau ngasih komen buat menuhin kuota. Amit nggih..
BalasHapusSaya belum sempat liat CS sebenernya. dan saya kurang bisa nerjemahin si Ru ini bagaimana lewat karangan di atas. Kurang deskripsi mungkin ya, yah tak masalah sih. Dari cerita sih menarik, erabe-ish banget karna settingan yang gado-gado macem gini.
Saya kasih angka 8 ya!
-bukan Alpacapone
halo, Manya di sini mau ngasih komen buat menuhin kuota. Amit nggih..
BalasHapusSaya belum sempat liat CS sebenernya. dan saya kurang bisa nerjemahin si Ru ini bagaimana lewat karangan di atas. Kurang deskripsi mungkin ya, yah tak masalah sih. Dari cerita sih menarik, erabe-ish banget karna settingan yang gado-gado macem gini.
Saya kasih angka 8 ya!
-bukan Alpacapone
wuih ceritanya keren ( *w*)/
BalasHapussatu lagi OC dengan senjata kartu. alur cerita bagus dan menarik. udah ketebak Ru vs Lucifer itu karena kekejar deadline. karena alur battlenya agak aneh dan nggak ngeh di saya.
well, nilai dari saya 8. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
7/10
BalasHapusSeandainya aye bisa bikin konflik mafia di entri aye seintens kayak di cerita ini, mungkin lebih menarik ye...
Aksinya mantap, banyak orang dan nama yang terlibat.
Dan buat aye...campur2 rujak begini...terutama dalam istilah...cukup mengganggu apalagi kalau penggunaannya berderet.
Lelah.
Juga, istilah sweatdrop...
Penggunaan frasa emoji harus diminimalisir kalau bisa diganti.
Nibelhero | Wamenodo Huang
Dari VK lagi ya? Narasi dan alurnya enak diikuti, percampuran budayanya mudah dipahami, lalu diberi arti istilah asing itu membantu sekali. Ceritanya jadi rame, tapi agak bosan membaca di awal2 dan terlalu banyak kata2 gadis serba hitam. Julukan itu keren, tapi bisa2 kekerannya berkurang kalau terlalu banyak dipake
BalasHapuspenggunaan sfx kurang tepat digunakan di sini, tapi cerita dan battlenya seruuuuu <3
Nilai 8
Merald
kesan pertama waktu saya beres baca entri ini adalah terlalu banyak sound effect, mungkin bisa dikurangi atau diganti dengan deskripsi. Di awal-awal ada paragraf yang banyak pakai imbuhan -nya, kesannya jadi agak monoton, kalau diubah dikit mungkin bakal lebih menarik.
BalasHapusTerlepas dari itu, ceritanya cukup menarik buat diikuti. selingan komedinya asik, battle nya juga seru, cuma saya rasa tema 'defy the tyranny' nya kurang berasa. Tapi secara keseluruhan, saya suka entri ini.
Nilai dari saya, 8
OC : Catherine Bloodsworth
Hmm...itu tadinye tanda beginian* itu kirain sensor atau sejenis gituan,,tapi rupanye catetan kaki.. Rada lucu juga itu interaksi Ruen sama sodaranye gitu,,teleponan sambil gituan? Kotak-kotak judul itemnye bagus,,serasa kayak halaman buku gitu,, Trus bag-big-bugnya seru.
BalasHapusSkor 10 dari aye Bang
Karkater OC aye : Harum Kartini