oleh : Kaleodoscope
--
Duh, mulai lagi deh. Perutku serasa sakit namun bukan sakit yang membuatku kesakitan. Lebih seperti apa ya? Mual? Tapi bukan mual, perutku sehat-sehat aja dari minggu kemarin. Jadi, apa ya? Lucu? Lucu mungkin ya? Habisnya rasa ini aneh, isi perutku seperti kaya diaduk-aduk oleh sendok kayu besar tak terlihat yang sudah diraciki semacam rempah-rempah.
Tapi aku sudah kenal betul dengan perasaan ini. Ini perasaan setiap kali kalau aku terlalu excited.
Kali ini pastinya yang terparah. Sampai bisa membuatku seluruh tubuhku bergoyang-goyang sendiri semakin aku coba menahannya.
Untungnya sih, diriku ini sedang duduk di atas pasir pantai malam dekat dengan api unggun, jadinya tak terlalu kelihatan. Coba kalau berdiri, kan ngga lucu kalau aku goyang-goyang sendiri tanpa alasan.
Tapi, aku punya alasan kenapa tubuhku, terutama perutku bisa seperti ini. Pastinya karena dari kedua orang itu—dua orang gila—yang putih kusam lagi asik memetik gitar, yang coklat tua lagi asik menabuh cajon. Sudah lama kita bertiga tak berkumpul dan menikmati suasana malam bersama.
Sedangkan aku, cukup saja aku menikmati nyanyian mereka dan musiknya. Sebenarnya, ingin sih aku juga ikut bernyanyi, tapi—
"Hellooo? Can i hear some of your fucking voices Lex?!"
Oh great, sekarang cewe preman itu sadar kalau dari tadi aku mengunci rapat mulutku.
"Lex, c'mon, you geekbabe1. I know your voice just so good and you don't wanna boast about it. But, this is our soriee2, baby. Just you, me and a red-haired gangster over there. So, feel free to scream it out loud, ok?"
Dan sekarang, giliran cowok atlet itu yang sadar, plus ceramah sarkas yang langsung mengena di hati ini.
Memang benar, hanya ada kita bertiga—Aku, Eve, dan Owl. Bahkan kami sangat dekat—sangat dekat hingga sepatutnya tak pantas jika aku masih malu bernyanyi di depan mereka. Tetapi, diri ini terus berkata sebaliknya, dan aku tak tahu mengapa. Tidak, sebenarnya aku tahu kenapa, diri ini hanyalah seorang cewe shyàlaboff3, hingga seorang Brad Pitt yang karismatik pun enggan menyapa diriku.
Hingga terbesit sebuah elakan yang menurutku cukup cerdas, "Sebenarnya, kalian tahu, tenggorokanku rasanya ngga begitu enak dari kemarin."
"Bulanboll! Bullshit and Bollocks4!" duh, harusnya aku sudah tahu. Elakan itu tak cukup cerdas untuk menglebui Eve. "Kau tahu apa hukumnya untuk anak kecil yang suka menipu, Owl?"
"Hajar sampai nangis!" Owl pun bersuka cita menyambutnya.
Duh, ini tak bagus, benar-benar tak bagus. Ini hanya aku saja, atau tatapan mereka seperti hyena yang kelaparan? "Emm, kawan-kawan, m-maafkan aku oke? A-ku janji deh, aku bakal nyanyi kali ini."
"Ohh, telat. Anak kecil yang nakal harus diberi pelajaran," ujar Eve, si hyena berambut merah.
Gawat! Aku sudah pasti tak akan lolos dari ini. Hingga aku menatap Owl, si hyena berambut keriting hitam, mengharap sedikit belas kasihan darinya.
"Ohh, tidak sekarang Lex. Aku tak mau membuang kesempatan bagus untuk menghukummu kali ini."
Yap, benar-benar ngga bagus. Jadi, aku bertanya pada diriku sendiri, "apa yang akan kamu lakukan jika bertemu hyena yang kelaparan di pantai saat malam hari?" diriku pun menjawab, "duh, run you fool!"
Lari!
Tunggang langgang aku berlari, menciprat pasir kesana-kemari. Namun, percuma secepat apapun kamu desersi, hyena selalu lebih cepat karena memiliki ekor yang menari-nari. Eve berhasil meringkusku layaknya predator yang berhasil menangkap mangsanya. Tak bisa dihindari, kami berdua jatuh tersungkur menggesek pasir-pasir hingga pipiku terasa panas seperti disulut korek api.
"Now, face your judgement!" hyena betina itu tetap mendekapku lalu memposisikan tubuhku di atas tubuhnya, sehingga diriku bertemu dengan apa yang ia sebut judgement.
"Wah, apapun, tapi jangan itu!"
"Tenang saja Lex, ini hanya akan sedikit geli, kok." Owl meringis sadis.
Sedikit geli ia bilang. Jari-jemarinya yang menggeliat gila siap menerkam pinggangku kapan saja dan sedikit geli ia bilang. Belum digelitik pun aku sudah merasa geli.
Bagaimana ini? Kedua tangan Owl sudah semakin dekat ke tujuannya, sengaja cowo itu lambat-lambatkan untuk memberi efek dramatisasi dan membuatku semakin tertekan karena takut. Duh, ia memang berhasil menakutiku dengan tingkah polahnya.
Tapi, tidak! Seharusnya ini menjadi keuntungan untukku. Ia memberiku waktu untuk berpikir bagaimana caranya untuk segera lepas dari hukuman ini. Tapi apa? Ayolah, Lex! Gunakan kemampuan deduktif ala Sherlock Holmes yang sudah kamu pelajari selama ini! Tapi bagaimana? Tanganku sudah terikat oleh tangan Eve, kakiku sudah digencet oleh kaki Owl. Ayolah otak! Biasanya kamu bekerja jikalau saat terdesak!
Oh iya, kan aku bisa...
Tapi...
Emm...
Apa mereka nanti...
Ah! Bodo amat!
"Emm, Owl, Eve. B-bisa kan kalau kalian nglepasin aku?" kubuat suara ini semanis yang aku bisa.
Eve dan Owl saling memandang satu sama lain, "hah? O-oh, t-tentu?" keduanya bersahutan linglung.
Tak kusangka cara ini ternyata berhasil. Perlahan Eve membuka dekapannya yang erat hingga membebaskan kedua tanganku, perlahan juga Owl berdiri untuk melegakan gerak kedua kakiku. Dirinya pun membantu aku dan Eve untuk berdiri. Di balik dari sifat jahilnya, ia memang cowo yang baik.
"Ehh, bisa kita lanjutin acara kita? Aku yang main gitar deh."
"Oh, ya ya, boleh-boleh. Itu baru anak pintar, ya kan Eve?"
"Ohh, tentu. Lagipula tanganku capek, mau istirahat dulu. Kayanya sih?"
Yep, you got it Lex!
Sebenarnya, aku sedikit merasa bersalah untuk memanipulasi mereka dengan charmspeaking ini. Walau bagaimanapun, mereka tetaplah teman terdekatku. Tapi, mau bagaimana lagi? Melihat kedua wajah bingung mereka ternyata lucu juga. Karena sudah terlanjur, ya sekalian sajalah.
"Eve, Owl. Kayanya seru jika kalian berdua basah-basahan di pantai."
Yang pertama memberontak adalah Owl, "Tapi Lex, pakaian kita basah nantinya."
Yang kedua tentu saja Eve, "Lagian, ngga bawa ganti baju juga."
"Ayolah, bukannya sejak kecil kalian berdua ingin sekali mandi di pantai saat malam hari?"
Oh, tidak. Aku benar-benar merasa jahat saat ini. Haruskah aku melanjutkan?
"Oh iya, kamu pernah bilang begitu kan Eve? Aku agak lupa."
"Entahlah, sepertinya kamu deh yang bilang."
Tidak-tidak. Ini ngga bisa dilanjutin. Bagaimana kalau mereka benar-benar menuruti perkataanku nantinya? Tentunya pakaian mereka akan basah, dan cepat atau lambat mereka akan menyadari jika aku telah memanipulasi pikiran mereka. Aku tak bisa terus-terusan memperdayai mereka, dan aku tak mau dapat hukuman seperti itu lagi.
"Tidak-tidak, tak jadi. Kalian berdua tak ingin—"
"Fuck it! I'm going for it!"
"Eve, tunggu aku! Oii!"
Terlambat seperhitungan detik. Mereka berlari dengan gembira seperti anak kecil yang baru diajak orang tuanya berlibur ke pantai. Mereka tertawa sambil menceburkan diri lalu menyerang satu sama lain dengan saling mencipratkan air asin. Pakaian mereka benar-benar sudah tak bisa diselamatkan lagi. Flanel merah, baju hitam, dan ripped-off jean milik Eve, Jaket varsity hitam, dan celana training yang berwarna senada milik Owl.
Aku tak bisa menahan gelak tawaku. Namun, tawa ini bukanlah tawa yang sepenuhnya lega, karena jika mereka tersadar maka mereka akan—
"We're gonna fucking kill you Lex!"
Aku menelan ludahku, "You're really really have fucked up now, aren't ya?"
....
Oke, ide untuk mengerjai mereka adalah sebuah ide terburuk yang pernah kupikirkan dan kulakukan. Mungkin tak akan pernah kuulangi lagi. Emm, kecuali kalau ada kesempatan lain.
Menyesal itu pasti. Jaket coklat kesayanganku, baju strip hitam putih yang selalu saja mereka bilang "seragam narapidana" kesukaanku, celana kargo hitamku yang agak kebesaran, hingga running shoes putihku yang nyaman di kaki, semuanya basah oleh air asin dan lengket oleh pasir-pasir usil yang menempel.
Kedua orang gila itu melemparku ke pantai layaknya diri ini seorang gadis perawan yang dipersembahkan khusus untuk dewa laut demi hasil tangkapan ikan yang lebih baik untuk esok hari.
Hanya kacamataku satu-satunya hal yang tak ikut dikorbankan.
But, it's worth it.
Menghabiskan waktu dengan mereka selalu saja menjadi waktu-waktu terbaik dalam hidupku.
Tapi di sinilah aku, kembali ke habitat yang sebenarnya. Asrama Perempuan Carrington, tempat tinggal khusus untuk mahasiswi Universitas Carrington seperti diriku. Harusnya Eve, dan Owl juga memiliki habitat yang sama, yah, beruntungnya mereka masih memiliki keluarga dan rumah di sini. Sedangkan aku hanyalah seorang gadis sendirian yang jauh dari keluarga demi mengadu ilmu di universitas ini.
Sebenarnya, dulu, waktu diriku masihlah anak kecil, ayah dan ibu memiliki rumah di sini. Dan dari situlah aku mulai mengenal Eve dan Owl. Namun, sejak umurku menginjak 12 tahun, tuntutan pekerjaan menuntut ayah untuk pindah dari kota kecil pinggir pantai yang cantik ini, Adreanna Bay. Dan aku sempat terpisah dengan dua teman kecilku.
Tapi itu masa lalu.
Aku bahagia bisa kembali lagi ke sini, Adreanna Bay, untuk menuntut ilmu di Universitas Carrington. Dan kebahagianku bertambah 1000 kali lipat begitu bertemu dan menyadari kalau dua teman kecilku juga datang ke universitas yang sama.
Sungguh, aku tak ingin lagi terpisah dari mereka.
Ah, nostalgianya nanti saja Lexy-moe, sekarang kamu harus lepas sepatu, mengeringkan badan, ganti baju dan pergi tidur. Tak ada waktu begadang kali ini meskipun besok hari sabtu, kamu sudah berjanji dan harus membayar kejahilanmu dengan menraktir dua orang gila itu sarapan pancake di Good Ol' Days Cafe.
Semoga aku tak bermimpi menjadi seorang gadis perawan yang dipersembahkan khusus untuk dewa laut demi hasil tangkapan ikan yang lebih baik untuk esok hari.
Baik, piyama sudah siap dan tinggal...
...
...
...
"Reveriers..."
"Mahakarya..."
"Alam Mimpi..."
...
.....
"Mi-mimpi apa aku semalam? Reveriers? Mahakarya? Alam Mimpi? Hah? A-apa itu?"
Entahlah, aku bermimpi seperti bertemu dua sosok mosaik di sebuah tempat yang terlampau bejibun lukisan-lukisan terpajang di dinding. Kedua sosok itu sepertinya berbicara banyak padaku, namun aku hanya bisa menangkap tiga kata itu tadi. Ketika aku mencoba untuk mendekati mereka, keburu jam weker berisik ini berbunyi.
"Paling hanya mimpi aneh biasa yang ke-entah berapa," aku mencoba untuk tak terlalu mempermasalahkan ini.
Oke, sekarang waktunya untuk wash and wank5.
Setelah mengumpulkan kesadaranku, aku berdiri dan melangkah menuju kamar mandi dalam kamar, memang asrama ini terbilang cukup eksklusif. Tak lupa sebelum mandi aku melepas tali sepatu putih kesayanganku dan kacamata, kan tak lucu kalau mandi pakai sepatu dan kacamata.
Tunggu, sepatu?
Mengapa aku telah memakai sepatu?
Kacamata?
Mengapa aku juga telah memakainya?
"Hah? A-apa yang terjadi? Kenapa pakaianku juga..."
Ya, apa yang terjadi? Aku juga telah mengenakan pakaianku yang basah oleh air kemarin, dan kesemuanya kering serta wangi seperti sedia kala!
"It's weird, it's bloody weird," tak bisa diriku tak panik akan hal ini.
KRIIING!
Jam weker seketika berdering lagi, menunjukkan jam 9 pagi tepat.
"Telat!"
Berjanji dengan Eve dan Owl untuk bertemu di taman universitas pukul setengah 9 pagi, dan kini aku terlambat.
Masa bodo dengan keanehan ini! Aku berlari menghampiri tas selempang yang tergeletak di tempat tidur dan tak lupa menyapa Mr. Corny, stiker unicorn imut yang satu-satunya penghias untuk tas cokelat polos ini. Diriku pun terkejut, semua benda kesayanganku, Polaroid One Instant Camera, smartphone, earset, powerbank, buku harian, semuanya telah ada di dalam sini.
Padahal kemarin kesemuanya tertata rapi di meja komputer, tak mungkin benda-benda itu berlari, membuka risleting, dan melompat masuk dengan bahagia ke dalam tas.
"LEX!!!"
Demi apa, suara itu membuatku kaget. Pintu masuk ruanganku yang kutempeli beberapa foto hasil jepretan kamera instan berguguran jatuh akibat tenaga dari luar yang mendobrak masuk dengan paksa. Dari teriakannya yang melengking sudah kuketahui siapa pelaku dibalik perusakan pintu kayu itu.
"Eve? Owl?"
"Oh, thank god you're still here," mereka berdua menghembuskan napas lega.
Pandangan mereka pun seperti baru melihat Ctulhu raksasa yang baru bangkit dari laut lepas dan terbang memorak-porandakan kota lalu melumatnya hingga tak bersisa. Apa yang terjadi?
"H-hei? Apa yang terjadi? Muka kalian kaya—"
"Ini beneran kamu kan, Lex? Kamu gapapa kan? Apa ada yang terluka? Ada yang aneh dengan tubuhmu? Masih ingat nama ayah dan ibumu kan? Masih bisa menghitung 1 sampai 10 kan?"
Owl yang entah mengapa juga masih memakai pakaian yang sama seperti kemarin, langsung saja masuk dan mencubit pipiku gemas. Tak sampai disitu, ia meremas-remas tanganku dan menggoyang-goyangkan tubuhku seperti sedang bermain teddy bear kurus seukuran manusia.
"Iya-iya aku baik-baik saja Orlando Ralph Rowland. Apa yang terjadi? Kenapa muka kalian pucat seperti vampir kepanasan?"
"Oke, oke. Coba, sebut ini angka berapa?" si cowo tinggi ini kayanya tak mengindahkan perkataanku, sebaliknya jari-jarinya malah menyusun angka 7.
"Ahh, tujuh?"
"Kau tak akan percaya ini Lex," Eve pun menggenggam tanganku." Cepat bawa tasmu dan kita keluar dari sini."
"Tapi apa yang—"
"Penjelasan sambil jalan! Now get yo ass movin'!"
Eve juga masih menggunakan pakaian yang sama. Tapi bukan itu masalah utamanya.
Tak biasanya cewe tomboy ini terlihat panik. Malah panik hampir tidak ada di daftar kamus hidupnya. Legenda juga mengatakan bahwa ia pernah dikeroyok 100 anggota mafia namun dirinya bisa kabur dan melepaskan diri tanpa luka gores sedikitpun dan mengirim setengah dari mereka ke rumah sakit.
Tapi asrama ini memang besar, kamarku sendiri ada di lantai 2. Jadi butuh waktu lebih untuk segera keluar dari sini. Dan untuk ukuran bangunan 3 lantai ini sepertinya terlalu aneh jika lorong ini terlalu sepi.
Maksudku, sedari tadi kami berjalan, tak satu duapun orang yang kami jumpai. Di mana Jess? Di mana Yuki? Cuma dua orang itu yang kukenal baik di lantai ini. Dan biasanya mereka akan nongkrong dulu di tangga turun menungguku untuk berangkat ke kampus bareng. Kalau hari libur seperti sekarang juga biasanya mereka main sebentar ke kamarku.
"Ehh, kok sepi banget? Kemana yang lain?"
"Itu juga hal yang sama yang membuat aku dan Eve bertanya-tanya."
"Hah? Maksudmu?"
"You tell her Owl!"
"Entah ada apa, entah mengapa, entah kapan, entah bagaimana, dan entah kenapa, semua orang di Adreanna Bay menghilang begitu saja, termasuk ayah dan ibuku. Eve juga." Aku tak bisa menahannya, ketika Owl berusaha membuat mukanya sesuram mungkin sembari menceritakan. Apalagi kalimatnya terpotong.
"Menghilang begitu saja? Beneran? Bagaimana bisa? Mungkin mereka pergi kemana gitu?"
"Ah ya, sepertinya kamu kurang paham dengan apa yang kuceritakan," Owl pun terlihat seperti memikirkan sesuatu, namun tak lama jua ia menjentikkan jarinya. "Begini Lex, kamu masih ingat kan waktu kita bermain Dark Souls 36 di rumahku?"
Dark Souls 3! Oh, aku suka game itu! "Ya! Oh, seharusnya kamu lihat mukamu sendiri pas membanting controller gara-gara mati terus melawan Iudex Gundyr7! Lucu tau!"
"Hei! Let's not talk about that again!" Owl memang lucu jika sedang marah, "Tapi, kamu ingat pas kita dah sampai di tempat kaya rawa itu? Yang banyak kepiting raksasa menjijikkan?"
"Oh ya, kenapa memang?"
"Kita sudah susah payah mengumpulkan sekitar dua puluh ribu souls lalu, poof! Menghilang saat itu juga begitu kita mati oleh kepiting menjijikkan itu, ingat?"
Aku ingat dan itu benar-benar bencana! "Ya! Ya! Terus?"
"Itu keadaan yang sama persis yang sedang dialami oleh orang-orang di kota ini!"
"I-itu mengerikan!"
"Nah, sekarang kamu tahu maksudku."
"Oke, cukup sampai disitu bocah gamer. Lex, kau juga perlu melihat ini." Sahut Eve dengan membukakan dua pintu keluar menuju halaman asrama.
Ya, membahas sebuah game dengan Owl memang manjur sekali untuk menyingkat waktu—tiba-tiba saja sudah sampai pintu keluar dan mau meninggalkan bangunan ini.
Yep, itu memang mengerikan—seluruh penduduk Adreanna Bay menghilang dalam sekejap layaknya souls yang aku dan Owl susah payah kumpulkan untuk membeli item dan barang-barang lain di Darks Souls 3. Tapi bagaimana bisa? Kemana perginya mereka? Apakah ada dalang di balik kejadian ini? Atau...
Apakah kejadian ini ada hubungannya dengan mimpi anehku semalam? Entahlah, sebagian dari diriku berkata demikian. Habisnya mimpi itu hanyalah satu kejadian yang terjadi dari hidupku sebelum menghilangnya warga Adreanna. Mungkinkah kalau Eve dan Owl juga mengalami mimpi yang sama?
"Emm, guys, apa kalian juga mengalami mimpi...
... Jesus Christ!"
Gobsmacked7!A-apa yang terjadi pada langitnya?! K-kenapa kesemuanya begitu biru? Dengan ulir-uliran biru muda dan biru tua dipadukan menjadi satu—membentuk layaknya ilustrasi hembusan angin di komik? Yang tak kalah luar biasa adalah bintangnya! Sebenarnya aku tak yakin bahwa itu bintang, tapi, mereka begitu banyak, besar, warna-warni dan besinar! Untuk sekilas aku yakin bahwa Vincent Van Gogh8 lah dalang dari menajubkannya langit di atas.
"I-ini, i-ini—"
"Inilah alasan lain yang membuat muka kami seperti vampir kepansan Lex," Eve juga melongo sambil melihat ke atas.
"Kalau aku mungkin Vampir Amerika-Afrika yang kepanasan," kumohon Owl, ini bukan waktunya untuk melucu.
Ini tidak mungkin, tak ada alasan logis apapun yang bisa menjelaskan dua fenomena yang sedang kami alami—kecuali kalau kami masih tertidur dan bermimpi. Tapi, mana ada mimpi yang serasa seperti nyata begini, aku merasa jelas aliran napasku, angin yang menerpa diriku, rumput hijau yang kupijak, intinya tak mungkin ini mimpi.
Eh, tunggu. Ada satu penjelasan logis dari ini! Kan ada mimpi yang terasa seperti nyata! Lucid dream9!
"I-ini, Lucid dream!" aku pun menyalak seperti anjing gila.
"Lucid dream?" mereka berdua bertanya hampir serempak.
"Ya! Lucid dream itu—"
"Mind to have a cup of tea my dear Mrs. Reylynn?"
Sontak kami bertiga hampir meloncat karena sebuah suara yang tak diharapkan datang begitu saja dengan lembut menyapa. Sebuah sosok misterius dengan meja bundar dan dua kursi putih indah tiba-tiba saja menampakkan diri tak jauh dari tempat kami berdiri. Tepatnya berada tepat di bawah rindangan pohon yang teduh. Memang halaman asrama ini begitu hijau akan rumput dan pepohonan.
"Kau kenal dia Lex?" Eve menanyaiku dengan tatapan curiga, tapi tentu saja aku tak mengenal pria aneh yang mengenakan cloak10 kebesaran hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Aku sungguh tak tahu sama sekali tentang pria aneh itu."
"Tapi dia tahu nama belakangmu!" kini tinggal Owl yang ribut.
"Sungguh aku tak tahu—"
"I'd like to talk to you Mrs. Reylynn, why don't you and your friends have a seat? I'd be happy to serve a cup of tea to you."
Ya, kenapa tak menuruti saja perkataannya? Teh manis sepertinya ide bagus untuk hari yang indah ini.
Aku berjalan riang menuju menuju tempat pria itu minum teh, tak sabar rasanya untuk menikmati—Tidak! Tidak! Tahan dirimu Lex! Sadarkan pikiranmu! Perasaan apa ini? Mengapa kata-katanya begitu lembut dan menyejukkan hati, hingga diriku terpancing untuk menuruti kemauannya?
"Eve! Owl!"
Jesus Christ! Mereka berdua terpancing! Sudah setengah jalan mereka lalui untuk mencapai dan menikmati teh buatan pria misterius itu. Perasaanku tak enak bukan main, ada yang benar-benar aneh dengan pria yang ternyata sudah beruban itu, salah satunya seperti ia juga bisa menggunakan charmspeak.
Mengapa ia juga bisa menggunakan charmspeak?!
Siapa sebenarnya dirinya?!
Apalagi ... apalagi ... apalagi ia menatapku dengan seringaian jahat dari sana. Emosinya pun berkata demikian, aku bisa mengetahuinya hanya dengan berkonsentrasi melihatnya.
"Eve! Owl! B-berhenti! Kita tinggalkan saja dia! Ayo kita main kemana seperti biasa!"
"Saya sungguh minta maaf Nona Reylynn, tapi sepertinya kedua temanmu lebih memilih meminum teh di sini."
Aku pun menelan ludahku. Tak ada pilihan lain, aku harus pergi ke sana dan menyadarkan mereka berdua.
Lalu pergi dari sini.
.....
"Sebuah kehormatan bagi saya Nona Reylynn, bahwa Anda bersedia menerima undangan saya untuk meminum teh di sini."
Untuk ukuran pria tua berambut putih panjang dan janggut panjang pula yang beruban, sungguh dia panda sekali berakting. Mungkin ia akan menjadi pengganti yang pas untuk Ian McKellen11 dalam memerankan Gandalf The White12.
"Owl, Eve ayo kita pergi dari sini, bukannya kita mau sarapan di kafe? Kalian suka kan kalau ditraktir?"
Aku juga terpaksa harus mensugesti mereka, supaya mereka terlepas dari pengaruh Gandalf gadungan yang duduk di seberang meja.
"Tapi Lex, ada orang tua baik hati yang mengundang kita minum teh di sini. Kita harus menghargainya." Owl? Sejak kapan kamu jadi sopan begitu?
"Iya Lex, bukannya kita masih bisa pergi nanti? Jarang-jarang kita bisa minum teh bersama di sini?" Eve? Sejak kapan kamu suka teh?
Mereka benar-benar berada di bawah kendalinya, akan semakin sulit jika aku terus membiarkan ini terjadi.
"Mereka berdua hanya ingin menikmati indahnya pagi ini dengan ditemani secangkir teh manis, Nona Reylynn. Bukankah begitu, Nona Irvette, Tuan Rowland?"
"Ya tentu!"
A-apa? Mengapa ia juga mengetahui nama belakang Eve dan Owl? Apa ia semacam penguntit atau sebagainya? Ia benar-benar membuatku merinding.
"Tehmu, nona, tuan."
"Wow! Wangi sekali! Ya kan Eve?"
"Tentu, tak sabar aku mencicipinya."
Oh, jangan! Jangan kira aku tak melihat ulahmu memberikan serbuk-serbuk putih pada dua teh itu paman tua!
"Kalian berdua! Berhenti!" sekarang aku menyalak seperti Anjing Rottweiler.
Aku yang duduk diantara Eve dan Owl ini mampu melihat lengan mereka berhenti, tepat sebelum cangkir yang aku yakin telah diracun itu menyentuh kedua bibir mereka berdua.
"Loh, berhenti? Kenapa?"
"Lalu, tehnya bagaimana?"
Syukurlah mereka berdua tersadar, walau belum sepenuhnya.
"Buang cangkir itu!"
Seakan tersambar petir, Eve membanting cangkir teh itu dan menginjaknya hingga pecah. Kalau Owl malah melemparnya jauh-jauh hingga menabrak pohon lalu hancur begitu saja. Itu jauh dari harapanku, tipikal anak jalanan, dan anak basket.
"Impressive, seperti yang kuharapkan darimu, Nona Reylynn."
Seperti yang ia harapkan? J-jadi Gandalf gadungan itu hanya mengetesku?
"Kalian berdua! Ayo kita pergi dari sini, dan jangan ganggu paman minum teh ini lagi!"
"Oke-oke kita pergi, kenapa buru-buru sekali sih Lex?" Sahut Eve.
"Baik, tapi bukannya kita harus mengganti dua gelas pecah tadi? Apa dua puluh bucks16 cukup untuk mengganti gelas indahmu, Pak?"
"OWL!!!"
"Baik-baik, jeez."
Meskipun masih bingung dan linglung, mereka berdua berangsur-angsur mendapat kesadaran mereka kembali, hingga kami dapat menginggalkan tempat ini dengan berjalan cepat. Kusempatkan menengok ke belakang hanya untuk menyadari bahwa paman minum teh itu meringis lebih kejam dan aku segera menyesalinya.
Eve memijat-mijat keningnya, bibirnya meringis seperti menahan sakit, "apa pikiran kita bertiga tadi dipermainkan oleh pria bajingan itu, Lex?"
"Ya! Dan kalian berdua hampir saja minum teh yang telah diracun olehnya. Tak usah dipikirkan lagi, yang penting jalan cepat saja!" sekarang aku menyalak seperti Anjing Doberman.
"Wow, terima kasih Lex. Tapi teh itu memang wangi dan menggoda sih. Sayang aja, kalau ngga di—"
"OWL!!!"
"Oke-oke, maaf."
Semakin kami mendekati gerbang keluar asrama yang terbuka lebar, semakin perasaanku tak enak saja. Hingga pada satu titik aku merasa kalau ada benda sebesar meja bundar sedang terbang dengan cepatnya ke arah kami bertiga.
Oh, shit.
"Merunduk!"
Aku menarik paksa lengan Eve dan Owl hingga kami menunduk serendah mungkin. Bahkan aku melihat Owl sempat mencium rumput dan jidatnya yang menghantam tanah. Oh, aku tak mengira kalau aku sekuat itu.
"What the shit? That table went fucking flying, man!" Eve menyorak seakan aku dan Owl tak melihat meja bundar yang hancur karena menabrak dinding. Bayangkan jika telat satu detik saja untuk menunduk.
"Anda tak pernah gagal membuat saya kagum Nona Reylynn!" yang berteriak dari sana adalah pelaku dari terbangnya meja bundar itu. Hebat, bayangkan saja jika ia menjadi pahlawan—nama apa yang akan ia ambil? Charmspeak-Telekinesis-Man?
"Just fucking run, mate!"
Owl mengambil inisiatif. Ia bangkit lalu menggenggam tanganku untuk membuat diriku berlari, hal yang sama juga kulakukan pada Eve. Untung saja tas ini tak terlalu rewel untuk diajak kabur dari Charmspeak-Telekinesis-Man.
"Ke mobil Owl?"
"Ya! Quick Robin! To the Batmobile!13"
"Kalian membawa mobil?"
"Kamu pikir kita kesini pakai apa Lex?"
"Naik naga barangkali?"
"Hah! Karena dunia kita tiba-tiba berubah menjadi dunia fantasi? Itu tidak— oh iya, kenapa ngga kepikiran ya?"
"Watchout for the chairs!"
Eve memperingati kami dari belakang. 1 kursi terbang menyerang, tapi kami menghindar ke kiri. 1 kursi terbang menyerang, tapi kami menghindar ke kanan. 2 kursi terbang menyerang dari kanan kiri, tapi kami menghindar dengan lari berbaris di tengah. Koordinasi tim yang bagus guys!
"Aku yakin Charmspeak-Telekinesis-Man itu benar-benar kesal!"
Eve dan Owl pun memandangiku, "Siapa itu Charmspeak-Telekinesis-Man?"
"Nama yang kuberikan pada paman minum teh itu."
Kulihat mereka berdua nyengir sedikit. Kabur dari paman gila yang bisa mensugesti dan mengendalikan benda di kota antah-berantah berlangit lukisan starry night14 yang seharusnya menjadi kisah yang aneh, di luar akal sehat, menengangkan, dan mengerikan, malah jadi kisah pelarian yang seru dan menyenangkan. Kenapa ya? Ini memang karena efek dua orang gila itu kali ya?
Kami berlari melewati halaman utama kampus yang penuh jalan setapak dan bangku di sana-sini. Tak lupa, Gandalf-Telekinesis itu memanfaatkan bangku-bangku sebagai media lempar untuk menyerang. Namun tak ada satupun mengenai target yang pasti membuatnya meradang.
Namun, Dewi Fortuna sepertinya berpihak pada pihak yang diserang. Karena sebentar saja kami sudah mencapai jalanan utama di mana mobil sudah siap terpasang.
"Oke nona-nona. Silahkan masuk ke dalam Benny Merah si Corolla E7015 pabrikan tahun 1979 yang sudah tua tapi masih menggila."
"Cukup! Lex kamu duduk di depan! Aku tak kuat lagi meladeni omong kosong penggila mobil butut ini tentang kekasih tuanya!"
"Hei! Jaga sopan santunmu pada Benny, Eve! Hanya dia yang bisa membantu kita kabur dari CT Man!"
"CT Man?"
"Charmspeak-Telekinesis-Man!"
"Emm, guys. Sepertinya kita harus meralat nama itu."
Ya! Yang kulihat sekarang adalah seorang tua yang sedang terbang menuju tempat kami berada. Sebenarnya seberapa banyak kemampuan yang ia punya?
"Masuk!" sahutku lagi.
Owl dengan cekatan menyalakan Benny dan menginjak pedal gasnya. Sedangkan aku yang baru saja duduk, malah terhempas kebelakang—kaget akan cepatnya akselerasi si Benny Merah. Sebaiknya aku menggunakan sabuk pengaman.
"Ya! Itu benar Lex. Dan kau yang di belakang! Kau juga seharusnya memasang sabuk pengaman yang sudah disediakan Benny hanya untuk membuatmu—penghinanya tetap selamat!"
"Ya, ya, whatever."
"Bagus! Report our status, Private Lex!"
"Yes sir! Our enemy, code name: Charmspeak-Telekinesis- Flying-Man at our six o'clock is losing our track and no longer seen in the sky!"
"Good job, Private Lex! After we succeed withdraw from this battle, I promise you'll get promoted!"
Aku melirik Owl, Owl pun melirikku. Kami pun tahu apa yang seharusnya dilakukan setelah ini.
"High five!"
"Kalian dari tadi ngomong apa sih?"
"Kamu cemburu ya, penghina Benny?"
"Ah! Shut the fuck up!"
Tak bisa diriku tak tertawa akan hal ini. Sekarang, yang diperlukan oleh kami adalah pergi sejauh-jauhnya. Untungnya Owl sangat hafal jalan-jalan di kota ini, tinggal ikuti saja kemauannya hendak ke mana.
"Oke, tinggal belok ke kanan dan lurus terus!"
Owl mengarahkan Benny ke jalan kecil yang diapit oleh bangunan-bangunan seperti rumah, apartemen, hotel, toko dan sebagainya. Tak kusangka kabur dari paman tua aneh itu akan semudah ini.
"What the fu— Hey! Hey! Stop the car!" teriakan Eve yang tiba-tiba membuatku tersadar dari lamunan.
Owl pun berbalik untuk bertanya, "Loh, kenapa lagi Eve?"
"Don't you see that?! Where's the fucking road?!"
Oh, tidak! Tidak mungkin!
Kami bertiga turun dari mobil dengan mata terbelalak. Ini aneh, sangat aneh! Bahkan keanehan ini melebihi hilangnya orang-orang di kota, langit lukisan ekspresionisme di atas maupun paman minum teh. Tepat di depan kami tak ada jalan, yang kumaksudkan di sini adalah tak ada jalan sama sekali! Hanyalah udara kosong!
Jalan aspal dan bangunan seperti terpotong begitu saja. Menyisakan jurang udara yang teramat dalam yang jika seseorang jatuh pasti akan langsung mengarah ke surga.
Eve yang sedari tadi mondar-mandir, telah menemukan sebuah batu lalu mencoba melemparnya ke sana. Dan, seperti yang diharapkan—batu itu jatuh dengan cepatnya seperti kapal Captain Barbossa ketika sampai di ujung dunia untuk menyelamatkan Captain Jack Sparrow16.
"T-tak a-ada jalan keluar?" aku tak bisa menyembunyikan diriku yang ketakutan.
"Kita hanya perlu berbalik dan menemukan jalan lain! Lex! Eve! Cepat masuk ke mobil!"
Kami berdua mengangguk lalu masuk ke dalam Benny. Dengan tak ada kesulitan sama sekali, Owl memutar Benny dan bersiap mencari jalan lain sebelum—
"Cukup main-mainnya Nona Reylynn."
Speak of the devil17. Paman minum teh itu turun dari langit dan memamerkan deretan giginya yang putih lagi. Sungguh aku tak juga tak tahu lagi apa yang harus kulalukan, karena ia menutupi satu-satunya jalan untuk kami kembali.
"Lex, Eve, kencangkan sabuk pengamanmu! Aku akan menabraknya!"
"Apa?! Kau gila Owl! Menabrak orang sinting dengan kemampuan mengontrol benda? Waras?"
"Lalu, beri aku satu alasan bagus selain itu untuk tidak menabraknya, Eve!"
Aku terlalu takut untuk bergabung dengan diskusi ini. Yang bisa kulakukan hanya melihat Eve menelan ludahnya setelah ia menengok ke jurang tanpa dasar tepat di belakang.
"HHRAAAGGHH!!!"
Owl menginjak pedal gasnya kuat-kuat, Benny melampui kecepatan yang bisa dicapai untuk mobil sepertinya, sedangkan aku hanya bisa ketakukan dengan mencengkeram kursi mobil erat-erat.
Aku hanya ingat pada saat-saat Benny mau melumat habis paman minum teh, mobil merah ini terbang, aku yang terkeseiap karena Owl tiba-tiba memeluk tubuhku, lalu terjadi sebuah tumbukan, dan semuanya menjadi gelap.
.....
Di sini terasa sangat sesak. Dan aku tak bisa melihat apapun kecuali merasakan bahan halus dari jaket varsity milik Owl. Jesus Christ! Owl! Tanganku gelagapan mencoba meraih pintu mobil. Dan tak lama kemudian, aku berhasil membukanya.
Tubuh kami berdua terjatuh pada aspal jalanan yang tentu saja sakit bagiku, karena akulah sekarang yang menjadi pelindung tabrakan antara Owl dan aspal. Kusadari, ternyata yang membuat ruangan begitu sesak adalah air bag yang berkembang dengan besar dan sempurna untuk mencegah kami dari benturan keras tadi.
Aku pun tersenyum, "Bodoh, selalu saja terlalu mengkhawatirkan aku."
GRAKK ... seketika pintu belakang mobil tercopot dari engselnya karena ditendang dari dalam. Keluarlah Eve dengan darah di dahinya. Untung saja tak terlalu parah.
"Kalian berdua tak apa? Sedikit pegal-pegal disini," tanyanya dengan tangan menahan luka di dahi.
"Aku dan kacamataku tak apa, tapi Owl ... pingsan."
Kami berdua lalu bekerja sama membopong Owl yang tentunya sangat berat dan menyandarkannya di sebuah dinding rumah dekat trotoar jalan. Luka-lukanya juga tak terlalu serius, hanya memar di beberapa bagian. Yah, sayangnya ia tak bisa menahan tekanannya untuk tidak pingsan.
Andai saja kalau dia tidak ikut air bag untuk juga menyelamatkanku.
"Hei, kenapa dia berada di kursimu?" Eve menanyaiku dengan tatapan penuh selidik.
"Dia m-meluk—ah! Maksudku jadi air bag tambahan untuk menahanku dari benturan," aku sungguh merasa jahat untuk mengatakan itu tadi.
"Oh, memelukmu? This lucky bastard!"
"Ya, itu, tunggu! Sekarang bukan waktunya untuk ini! Eve, mengapa kamu mengajakku berbicara? Kita harus pergi dari sini sekarang!"
"Aku sudah menunggumu, bajingan!"
Oh tidak, jika Eve berkata demikian maka artinya paman itu sudah tepat berada tak jauh dari kami.
Aku berbalik dan ternyata benar, lagi-lagi dia tersenyum di tengah jalan.
"Eve, ayo kita pergi dari sini!"
"Tenang saja Lex. Harusnya dari tadi aku melakukan ini."
Bak seorang koboi wanita yang menyibakkan flanel merah hitam alih-alih jaket kulitnya, Tersematlah di dalamnya sebuah pistol bermerek Beretta M9 yang agak kucel karena beberapa noda cat dan debu. Seleranya terhadapa pistol ternyata tinggi juga.
Tunggu? Eve? Pistol!
Gabungan antara keduanya selalu saja menjadi pertanda musibah!
"Jika kau berjalan satu milimeter saja dari tempatmu berdiri, aku tak segan untuk menembakmu, keparat!"
"Eve! Apa yang kau lakukan? Turunkan pistol itu!"
"Hah? Dan membiarkan dia membunuh kita? Ide yang sangat brilian Lex!"
"Tapi—
Ow! Eve mendorongku hingga aku terjatuh di trotoar jalan. Untungnya jaket coklat ini cukup tebal untuk melindungku dari luka lecet siku. Namun, Eve melakukannya bukan tanpa alasan—ia menyadari lebih dulu saat paman minum teh itu terbang dan menyerang kami. Syukurlah dirinya juga sempat menunduk untuk menghindar.
Dan paman minum teh itu terus saja mendapatkan julukan baru dariku, karena tinjunya yang meleset dari target mampu meremukkan tembok beton apartemen tak jauh dari tempat kami terperanjat.
"MATI KAU BAJINGAN!!!"
Eve membabi buta menembak ke arah paman minum teh—terlambat bagiku untuk mencegahnya. Yang aku bisa lakukan hanyalah bergidik ngeri menatap ekspresinya yang begitu marah hingga giginya bergemelutuk.
Aku yakin Eve sudah menembak 14 kali, karena yang aku tahu jumlah peluru 9x19mm Parabellum pada magasin pistol itu juga maksimal 15. Untungnya, diriku sempat menjadi penggemar pistol sehingga mengetahui informasi itu. Meskipun tak pernah dan tak akan menggenggam satu pun untuk menembak.
Dan paman minum teh itu terus saja mendapatkan julukan baru dariku, karena sekarang tak ada satupun peluru yang mempan terhadap tubuhnya. Kesemua peluru itu seperti menabrak tank berlapiskan baja setebal 3 cm.
Kulihat dari bawah sini mulut Eve yang menganga lebar. Tak dapat dipungkiri, karena aku juga sama sepertinya. Sebelum ia bersiap untuk menembak lagi, diriku sudah bersiap dengan seluruh sugesti ini.
"Lari Eve! Bawa Owl! Pergi dari sini!" aku harus terlihat berani untuk bisa meyakinkannya.
Ekspresi Eve yang sedari tadi penuh murka kini berubah menjadi bimbang, "T-tapi Lex, aku tak akan—"
"Pergi dari sini!" lalu kulirik pak tua itu yang sudah bersiap untuk menyerang, "dan kau pak tua! Diam disitu! Kau hanya mengincarku kan?"
Aku melihat ke arah Eve lagi, kali ini dengan mata yang penuh keyakinan,"kubilang pergi dari sini Eve! Pergi sejauh mungkin! Bawa Owl! Jaga dia!"
Eve dengan raut muka putus asanya akhirnya menyerah juga dan menurutiku. Ia memandangiku dengan tatapan mata cokelat terangnya seolah mengatakan, "jangan mati Lex, kami akan selalu menunggumu." Selanjutnya dengan sigap memapah Owl dan pergi menyusup ke gang kecil di belakangnya.
"Berkorban untuk teman-temanmu, Nona Reylynn? Sungguh tindakan yang mulia."
Dengan dibantu oleh tiang lampu jalanan ini, aku bangkit berdiri. Dan kumantapkan diriku agar bisa menyembunyikan rasa takutku dan menekannya sekeras mungkin agar tak terlalu terlihat.
"Aku pun sungguh terkejut. Anda ternyata mampu menghentikanku hanya dengan sebuah kata-kata saja."
Bahasanya yang sok formal, aku tak suka itu. "Who the bloody hell are you?"
Lagi-lagi ia tersenyum. Ya aku tahu giginya putih karena rajin sikat gigi, tapi jangan dipamerkan begitu. Karena gigiku yang agak kuning tentu saja tersinggung karena rajin minum kopi, "Tak kusangka Anda mirip sekali dengan dirinya, Nona Reylynn."
"Di-dirinya? Siapa maksudmu?"
"Alexindrea Cyelelvelynn. Merasa familiar dengan nama itu?"
A-Alexindrea? Tubuhku tiba-tiba saja bergetar hebat, kakiku terasa lemas dan perlahan-lahan berjalan kebelakang. Jika aku mempunyai riwayat penyakit jantung, mungkin aku sudah kejang-kejang sekarang.
Tahu darimana dirinya tentang nama ibu kandungku?
"Si-siapa kau sebenarnya?"
"Aku takut Anda tidak bisa menerima kenyataan jika saya membeberkan identitas saya, Nona Reylynn."
"Just tell me who the bloody hell are you?!"
"Saya Alexander Revzeylynn, kakak dari Alexindrea."
P-paman minum teh ini, ternyata p-paman—
Sial! Plot keluarga berantakan ini sungguh membuat dadaku sesak.
"Dan dengan senang hati kusampaikan, bahwa Alexindrea tidak menghilang secara misterius. Dia masih hidup, tinggal dengan tentram di rumah sebenarnya yang nyaman."
Ibu masih hidup? Sungguh? Dia tak bohong kan—maksudku, paman tak bohong? Tensi plot yang membeberkan bahwa ibuku—ibu kandungku masih hidup sungguh membuatku terlalu bahagia. Rasanya aku ingin melompat.
Tapi, tidak. Jangan terlalu mempercayai kata-katanya dahulu.
"Lalu apa tujuanmu memberi tahu ini kepadaku? Jika kau adalah pamanku, mengapa kau tega mencoba membunuhku dan teman-temanku?"
"Karena kau sampah dari keluargaku!"
Perubahan panggilan "Anda" menjadi "kau" sudah pasti menjadi pertanda sial untukku. Apalagi dengan kekuatan telekinesisnya, paman sudah mengangkat tiang lampu, dan rambu-rambu dilarang berhenti.
"P-paman? Kita b-bisa bicarakan hal ini kan?"
Betapa menyedihkannya diriku bahwa omongan murahan seperti itu dapat menghentikan Gandalf Telekinesis Murka di sana. Untuk satu detik kemudian, aku yakin ia akan melemparkan dua benda pengatur jalanan dan akan ditilang polisi karena telah merusak fasilitas umum.
Aku hanya perlu menyiapkan diri. Aku membayangkan kedua benda itu melayang cepat siap menikam. Kedua mataku fokus, pikiranku mengarahkan bahwa tiang lampu dan rambu jalanan akan terbang ke atas ketika kedua tanganku ditarik ke atas.
Praktek pun di mulai dan BOOM ... alih-alih besi-besi jalanan itu menabrakku, kini meraka terangkat jauh ke atas dan jatuh ke dasar jurang udara tanpa batas. Aku berhasil!
Inilah kekuatanku yang keren! Mental Attack! Karena bisa menggerakkan benda hanya dengan kekuatan mental dan pikiran! Seperti Jean Grey di X-men21!
Inilah kekuatanku yang keren! Mental Attack! Karena bisa menggerakkan benda hanya dengan kekuatan mental dan pikiran! Seperti Jean Grey di X-men21!
"Tetap bisa bertahan bocah?"
Peralihan kata "Anda" menjadi "bocah" sungguh membuatku tak nyaman. Aku harus menarik kata-kataku lagi. Aku lebih suka dia yang sok formal.
"Apa maksudmu mengatakan diriku sam—ah?"
Oh tidak, jangan sekarang! Kepalaku tiba-tiba terasa nyeri sekali, aku juga dapat merasakan darah yang mulai mengalir dari dalam hidungku.
"Itu lah jawabanku, bocah! Kau mewarisi kekuatan yang besar—kekuatan Cyelelvelynn. Namun sayang, tubuhmu yang setengah manusia biasa terlalu rapuh untuk dapat menguasainya."
A-apa? Aku tak tahu orang tua itu mengatakan apa, tapi yang jelas, ucapannya membuat nyeri di kepala dan darah di hidung bertambah parah saja. Ibu memiliki kekuatan? Aku mewarisinya? Tubuhku setengah manusia biasa? Jadi, maksudnya ia bukan manusia biasa? Oh, bodohnya aku. Ia dapat melakukan charmspeak, telekinesis, terbang, kekuatan Superman dan aku masih meyakini bahwa ia manusia biasa? Good job Lex!
"Kau hanya mengotori silsilah keluarga kami yang sempurna!"
Kakinya menghajar trotoar dengan kuat, tubuhnya terbang terangkat dan mengambil ancang-ancang untuk segera menghajarku. Ia betul-betul ingin menyakiti diriku. Aku tak mampu menghindar, aku hanya bisa mempertaruhkan hidupku pada kalimat satu ini.
"Paman! Tolong berhenti!" sungguh aku mengeluarkan seluruh kekuatanku untuk perintah tersebut.
Dan berhasil! Syukurlah kekuatan terbangnya juga dilengkapi fitur berhenti mendadak. Walau tinjunya berhasil mengenai jidatku dan membuatku ambruk.
"Kumohon, pasti ada suatu cara lain daripada ini. Harga diri Anda sebagai pria dewasa tentu akan terkoyak habis jika menghajar seorang gadis kecil yang tak berdaya, bukan?" sungguh, aku merasa seperti bukan menjadi diriku saat mengatakan kalimat barusan.
Wajah besarnya pun linglung, kumis tebalnya terlihat komat-kamit karena bibirnya mencoba mengatakan sesuatu lalu mengurungnya kembali. Seperti itu terus hingga yang ketiga kali.
Aku menengadah untuk melihat ke arah matanya, sebenarnya itu juga bukan cara untuk menghentikan mimisan. Tapi demi tercapainya keberhasilan sugestiku selanjutnya, aku harus melakukannya walau darah yang mengalir kembali ke dalam hidung membuatku lebih sengsara.
"Pikirkan itu paman. Biarkan aku pergi dan anggap saja kita tak pernah bertemu, itu akan menyelematkanmu dan juga diriku."
"Tapi kau tahu? Aku datang jauh-jauh hanya untuk membunuh—ma-maksudku ... "
Aku mencoba untuk berdiri, tanganku pun meraba lembut mantel tebalnya. Sungguh, aku benar-benar merasa ini bukanlah diriku. Tapi demi menyelamatkan nyawa sendiri dan teman-teman, aku harus bisa melakukannya.
"Tidak paman, aku tahu sebenarnya paman ini berhati lembut dan benar-benar tak ingin menyakiti siapapun. Pikirkanlah juga perasaan adikmu sendiri paman, ibuku."
Keningku bertambah nyeri sekarang. Aku telah mengeluarkan sugesti terlalu banyak pada kata-kata itu.
"Lalu apa yang harus kulakukan? Masa, aku pulang dengan tidak membawa hasil?"
"Paman membawa hasil kok. Yaitu dengan tetap menjaga martabat dan harga diri tinggi paman untuk tidak membunuhku serta merelakan aku pergi."
Aku tak bisa menahan sakit dihidungku lagi. Aku menundukkan kepala dan membiarkan darah ini mengalir keluar dari hidungku dan menjepitnya supaya tak meler lagi.
"Bi-biarkan aku berpikir sebentar."
Hah? Apa? Ia tiba-tiba saja membalikkan badannya dan melenyapkan pengawasannya dariku. Namun, dapat kuketahui inilah waktu yang tepat untuk pergi.
Perlahan-lahan aku berjalan kebelakang sambil tetap mengawasi gerak-geriknya yang sepertinya sedang bertopang dagu dan mengelus-ngelus jenggot putih banyaknya. Aku pun sampai ke tempat di mana Benny gugur, melihat tasku yang masih bersandar di kursinya. Oh iya, ya ampun, hampir saja ketinggalan!
Setelah menyabet dan menyematkan tas selempang di bahuku lagi, aku meneruskan jalan ke belakang. Aku masih ingat gang mana yang tadi dilewati Eve. Hanya tinggal 3 petak rumah dan 2 gang dengan berjalan kebelakang.
SRAKKK ...
Eh? Suara itu? Berasal dari bawah kakiku yang sepertinya tak sengaja menyentuh sesuatu. Saat kuperiksa saat itu juga benda itu ternyata ... pistol milik Eve?
"KURANG AJAR KAU BOCAH! BERANI-BERANINYA MEMPERMAINKAN DIRIKU!"
Jantungku berdegup dengan keras, Paman Alexander telah menyadari semuanya! Tenang saja Lex, tenang, kamu pasti bisa mengirimkan sugesti pada dirinya lagi.
"Kita telah sepakat kan, paman? Paman telah merelakan aku pergi."
"Cukup dengan omong kosongmu!"
What the ... ti-tidak mempan?
Paman lalu melemparku dengan tiang jalanan lagi, dengan senang hati aku akan menyambutnya dan membuatnya terbang tinggi hingga jatuh ke jurang udara. Kedua mataku fokus, pikiranku membayangkan ... membayangkan ... tunggu! Bagaimana caranya?! Aku ... kenapa aku lupa?!
Pada detik-detik terakhir tabrakan itu, seluruh adrenalinku terpacu dan membuatku sempat untuk menghindar dengan merapatkan tubuh. Yang tadi itu hampir saja.
Tapi terus ini bagaimana? Bagaimana caraku untuk bisa menghindarinya? Aku ... aku seperti lupa dan tak ingat caranya untuk menggunakan seluruh kemampuanku. Oh iya! Pistol Eve!
Segera saja aku menyambarnya. Memeriksa safety pada pistol itu yang telah dinonaktifkan dan gemetaran mengarahannya pada Paman Alexander.
"Benda itu tak bisa melukaiku!"
Paman lalu terbang lagi menuju diriku, aku meyayangkan pola serangnya yang Cuma gitu-gitu aja. Ya, aku mengerti peluru tak akan bisa melukainya, tapi apakah Benny Merah si Mobil Corolla E70 bisa?
Ia terbang seperti Superman, hanya saja tak terlalu cepat seperti superhero itu. Sesaat sebelum ia mencapai tempat Benny berada, aku mengarahkan pistol Eve pada tangki gasnya.
Kumohon kena, aku hanya mempunyai satu kesempatan!
DUARR ... Explosion! Benny meledak layaknya gunung api vulkanis yang murka! Api merah dan asap hitam menyambar begitu Paman Alexander tepat berada di sebelahnya. Itu memang tak akan membunuhnya, karena aku tak berniat untuk itu. Melainkan hanya sebagai pengalih saja.
Aku berlari sejauh satu petak rumah dan berbelok ke kanan untuk memasuki gang yang tadi dilalui Eve. Dari kejauhan, aku dapat mendengar gema bunyi pekikan paman yang kesal karena terus saja gagal mendapatkan diriku.
Tapi kini masalah tinggal satu, ke manakah aku harus berlari?
Terdapat banyak sekali kelokan di sini. Contohnya ada di depan, ada 4 jalan yang mengarah entah ke mana.
Tiba-tiba kakiku seperti menendang sesuatu lagi. Kali ini terasa seperti batu tapi kecil—kerikil! Kerikil itu membentuk formasi yang setengahnya hancur karena aku sepak, tapi masih membentuk panah ke kiri yang cukup jelas.
Panah ke kiri? Mungkikah ini?
Eve! Owl! Ya pasti mereka yang melakukannya!
Kemudian aku menghancurkan tanda itu dan berbelok ke kiri. Seperti yang aku harapkan, tanda-tanda arah lain bermunculan! Ke kanan, lurus, ke kiri lagi, kiri lagi, lurus, lalu ke kanan lagi. Juga tak lupa setiap petunjuk arah itu aku hancurkan untuk mencegah paman menemukan lokasiku.
Ini asyik! Seperti bermain detektif dan kamu menemukan petunjuk untuk diikuti lalu—Ow! Jatuh terduduk karena menabrak sesuatu.
Kacamataku pakai acara lepas lagi. Duh, dimana kamu kacamata?
Dimana ka—
Aku merasa seperti menyentuh tangan seseorang. Tangan itu pun memberiku gagang lengkung kacamataku.
"T-terima kasih?" ucapku tak yakin.
"Sama-sama."
Suara itu? Suara itu!
"Lex!"
Wah, setelah memakai kacamata ini diriku serasa ingin menangis. Aku telah tiba di ujung jalan, aku telah bertemu dengan Eve dan Owl lagi!
"Hai, aku kembali."
Kami pun berpelukan layaknya Teletubbies di setiap intro acara mereka. Aku jadi Po, Lex jadi Lala, Owl jadi Dipsy, dan tak ada yang jadi Tinky Winky. Tapi tak apa! Tetap saja pelukan ini hangat dan menyenangkan.
"Oke, kita seperti anak kecil cengeng sekarang," sergah Eve.
"Jika jadi anak kecil cengeng itu artinya setiap hari bisa pelukan seperti ini, aku mau jadi anak kecil cengeng!" balas Owl.
"Kamu membuatku jijik Owl, sekarang lepas!"
"Oh, kalian tak akan mengerti betapa leganya aku bertemu kalian," giliran aku yang angkat bicara.
"Aku mengerti Lex, karena aku juga merasakan hal yang sama." Lagi-lagi Owl curi-curi kesempatan untuk merangkulku.
Aku lalu melihat Eve yang juga tersenyum padaku dan tersadar menyimpan sesuatu miliknya di tasku, "Eve, pistolmu?"
"Oh, thanks Lex! Kok, bisa ketinggalan ya?"
"Bohong, kamu sengaja meletakkannya di trotoar kan? Supaya aku bisa menggunakannya?"
Ia pun tersenyum usil, "Mungkin, menurutmu gimana?"
"Hei, hei, aku tak mau mengganggu kalian para pistol lovers, tapi bagaimana dengan keadaan Benny saat aku pingsan?"
Eve dan aku saling bertatapan. Dari bahasa matanya, aku setuju untuk tidak menjelaskan. Terlebih diriku yang sudah meledakkan Benny. Maafkan aku Benny.
Ya, tak usah menjelaskan, karena keanehan kembali terjadi. Sebuah portal sejenis lubang hitam terbentuk di angkasa, menyerap apa saja yang berada di bawahnya kecuali kami bertiga. Menyisakan suatu realita yang hanya berwarna putih di mana-mana. Tak begitu kaget sih, karena sudah mulai terbiasa.
Dari lubang hitam sana lalu muncul dua pelangi yang saling berputar-putar satu sama lain layaknya sebuah DNA minus pengait-pengait yang saling mendekatkan. Dari keduanya, meluncurlah satu sosok manusia pria dewasa, dan anak kecil berkepala bantal. Tak begitu kaget sih, karena sudah mulai terbiasa.
"Halo! Aku Huban!" sapa anak kecil berkepala bantal begitu mendarat tepat di depan kami.
"Dan aku Zainurma!" sapa bapak tua rambut klimis yang membuat kami jijik.
"Kalau, Paman Zainurma yang bilang gitu rasanya ngga pantes deh."
"M-maaf, terbawa suasana. Ehem, Alexine Elizabeth Reylynn, benar?"
Bapak tua klimis yang namanya Zainurma ini sudah muncul gitu aja lalu menatapku tajam, membuatku ragu-ragu untuk menjawab. "I-iya?"
"Siapa kalian sebenarnya?" Eve dengan keras membentak.
"Huban! Dombanya!"
"Baik!"
Si anak kecil berkepala bantal yang bernama Huban itu mengetukkan gagang payungnya di udara. Seketika sebuah gumpalan putih seperti permen kapas terbentuk dari sebuah ketiadaan dan meloncat ke arahku yang secara reflek aku tangkap, "D-domba?"
"Huban! Portalnya!"
"Baik!"
Huban lalu menggambar lingkaran besar di udara dan secara ajaib muncul portal hitam oval besar dengan listrik yang sesekali menyambar dari dalam.
Kami hanya bisa dibuat bingung oleh ulah mereka berdua. Ada apa dengan mereka? Menanyai namaku, memberiku seekor domba, dan kini membuat sebuah portal? Apalagi mereka melakukannya dengan tergesa-gesa.
Owl pun memberi inisiatif untuk bertanya lagi "Hei! Hei! Kami telah melalui hari yang aneh oke? Setidaknya beri tahu kami, apa maksudnya semua ini? Apa kalian yang menciptakan kekacauan ini?"
Mereka berdua hanya saling pandang, meskipun Huban tak mempunyai mata, tapi aku yakin mereka saling pandang. Dan kami was-was ketika Zainurma menganggukkan kepalanya.
` "Sekarang!" teriaknya.
Kejadian itu berlangsung sangatlah cepat. Tiba-tiba saja seorang prajurit wanita dengan perisasi bundarnya melompat keluar dari portal dan menghantam Eve serta Owl—membuat mereka terlempar beberapa meter dari tempatku berasal.
Zainurma menyekapku hingga aku terjatuh lemas dan tak kuasa menahan domba dalam pegangan. Ia menggendongku dipundaknya kemudian masuk ke dalam portal diikuti Huban yang menggering domba dan prajurit wanita dengan perisai tadi.
Aku secara samar-samar masih bisa melihat Eve dan Owl yang berlari mencoba mengejarku namun itu semua hanyalah sia-sia belaka.
Karena semuanya tiba-tiba menjadi gelap.
Lagi.
Reylynn's Journal (o5/06/2016)
End?
Catatan kaki:
1. Panggilan untuk cewe geek (english slang).
2. Pesta di malam hari (english slang).
3. Seseorang yang terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya (english slang).
4. "Omong kosong dan sampah!" slang ciptaan Eve sendiri.
5. Walau artian yang sebenarnya agak tidak sopan, namun maksud Lex disini hanya ia ingin segera mandi.
6. Game aksi RPG kembangan FromSoftware yang dikenal karena kesulitannya dalam mengalahkan musuh.
7. Bos pertama dari Dark Souls 3
8. Sesuatu yang sangat luar biasa membuatmu tak bisa berkata-kata (british slang).
9. Pelukis asal Belanda beraliran ekspresionisme.
10. Sebuah mimpi ketika orang itu tersadar dirinya sedang bermimpi.
11. Pakaian sejenis mantel tebal yang dimulai digunakan masyarakat inggris pada abad ke-5
12. Seorang aktor senior dari Inggris yang terkenal sebagai pemeran Gandalf (Lord of the Rings) dan Magneto (X-men).
13. Seorang penyihir tua dengan rambut putihnya serta janggutnya yang panjang. Pertama kali muncul dari kisah The Hobbit dan memiliki peranan penting di Lord of the Rings karya J. R. R. Tolkien.
14. Owl menirukan catchphrase Batman yang paling dikenal di dunia.
15. Lukisan Vincent Van Gogh yang paling terkenal.
16. Mobil generasi keempat Toyota.
17. Lex merujuk pada film Pirates of the Caribbean: At World's End. Dimana saat itu kapal yang dipimpin oleh Kapten Barbossa terjatuh di ujung dunia yang berupa air terjun sangat besar dalam upaya menyelamatkan Kapten Jack Sparrow.
18. Seseorang datang tepat di hadapanmu ketika kamu menyebutnya (english slang).
>Adreanna Bay (Arcadia Bay)
BalasHapus>Lex (Max) dengan kamera polaroid dan mimisan pas ngegunain kekuatan berlebihan
>Eve (Chloe) childhood friend tomboy yang punya pistol
Saya ga bisa ga dapet vibe Life is Strange dari sini
Entri ini asyik, bertabur banyak referensi dengan style tulisan khas cerita remaja western, plus interaksi trio LEO beneran berasa kayak temen deket banget. Saya suka gimana di keadaan seperti apapun semuanya masih aja bisa komentar nyerocos ala Deadpool. Kemunculan Zainurma sama Huban di akhir juga kayaknya paling gokil sejauh ini
All in all, saya enjoy baca ini dari awal sampe akhir. Dan mungkin ini entri paling stylish yang saya baca sejauh ini
Jadi penasaran juga, Lex bisa apa nanti kalo ketemu lawan yang ga punya emosi atau anti-charm?
Nilai 9
Wah, Mas Sam ternyata tahu Life Is Strange :D
HapusYap, Lex dan Eve memang bener mereka berdua dengan kota kecil pinggir pantainya. Kecuali, si Lex doyan nyerocos meski di dalam hati.
Kalau trio LEO ini udah ngumpul, di suasana apa saja mereka selalu menemukan celah untuk sekedar komen ngga penting. Untuk mengurangi ketegangan yang jelas.
Kabur. Yang jelas pastinya kabur.
Trims sudah menyempatkan waktu~
-Sudut pandang orang pertamanya menarik, karena IMO sukses menyajikan karakter Alex.
BalasHapus-Penggunaan bahasa Inggrisnya oke. Cuma narasi bahasa Indonesianya yang kadang ada pemilihan kata yang ganjil.
-Yep, seperti kata Sam, ini cukup stylish. Level pengetahuan pop culture tokoh-tokoh yang terlibat bener-bener tinggi.
-Seperti challenge utamanya, Alex kudu lari-lari di sepanjang cerita ini. Bahkan sebelum seleksi BoR resmi dimulai.
-Hmmm... saya nggak bisa bilang main eventnya cukup memuaskan, tapi seenggaknya rasanya tetap cukup oke untuk dinikmati.
-Nilai yang terbayang di kepala saya adalah 7.5. Saya... bisa cukup menikmati ini, jadi saya kasih 8.
Fahrul R.U.N.
OC: Anita Mardiani
- Pemilihan kata ganjil? Maksudnya karena dipadukan dengan bahasa santai? Atau tak konsisten karena ada bahasa baku dan santai?
Hapus- Ya, saya akui juga belum puas dengan inti ceritanya. Karena *sedikit curcol* baru sempet ngerjain entri ini 4 hari sebelum deadline. Itupun masih diganggu dengan kegiatan ini itu. Terpaksa ngerjainnya terburu-buru. Saya pun mengakui entri ini sebetulnya masih banyak yang kurang.
Trims sudah menyempatkan waktu~
Saya kok nggak sreg ya ama banyaknya catatan kaki di ujung dokumen. Idealnya buat saya sih catatan kaki dipake buat hal yang perlu banget aja (terjemahan bahasa buatan/conlang, misalnya). Toh untuk terjemahan kalimat-kalimat pendek, Google Translation sekarang udah cukup lumayan. Referensi sih biar pembaca aja yang nyari sendiri kalo ngerasa.
BalasHapusSelain itu, tukar-bahasa yang terjadi antara baris kadang lumayan mengganggu buat saya. Kaya ada yang ganjel-ganjel gitu, perpindahan antar baris diselipin bahasa asing. Beberapa nama yang dipakai juga... errr begitulah. Nggak mengalir di lidah, mungkin nama alien.
That said... karangannya sendiri lumayan menarik. Walaupun arahnya masih ketebak (nampaknya alignment challenge ini jadi spoiler ya), penggambarannya lumayan runut dan koheren. Koreografi tarung juga udah lumayan, walaupun kadang agak kesana-kemari tapi ya masih jelas siapa lagi ngapain.
Competent, if a little weighed down.
6/10
Nazhme Kaikhaz
Writer Nightpen
- Saya nyari aman. Pernah pengalaman masa lalu, saya dikritik gegara ngga ngasih catatan kaki tentang terjemahan dan referensi yang saya ambil. Dan masnya (mba?) emang bener, banyaknya catatan emang mengganggu. Mungkin waktu itu saya ketemu pembaca yang males nranslate dan searching google (?)
Hapus- Noted tentang tukar bahasa. Untuk nama, saya mengasumsikan Anda lagi bicara tentang nama paman dan ibunya Alexine. Memang begitulah namanya, nama alien. Saya hanya ingin mengasih sedikit petunjuk bahwa mereka bukan orang biasa. Alien? Bisa saja.
- Karena ini prelim, jadi saya fokus untuk mengenalkan karakter Alexine dulu. Dan memang dari panitianya mengadakan tantangan aligment dan kebetulan Alexine si neutral good tantangannya ada Withdraw from battle, pas banget dengan sifatnya yang suka kabur, jadi saya langsung ambil saja itu. Maaf tak bisa memberikan kejutan.
- Agak kesana-kemari maksudnya gimana ya? Saya memang kurang kalau soal battle. Saya bener berterima kasih kalau Anda mau membalas dan menjelaskan bagian ini.
Anyway, trims sudah menyempatkan waktu~
Saya kira bakalan terlalu personal ceritanya, kalo liat dari judul. Ternyata nggak. Banyak referensi budaya pop itu ideal karena tokoh remaja-remaja di sini masuk golongan geek yang punya gaya bicara khas, fashion khas, sehingga selipan bahasa Inggris pun pas. Jadi ga salah kalo 2 komentator di atas bilang entri ini stylish.
BalasHapusLalu, perumpamaan di narasinya bisa bikin pembaca nebak2 dikit Lex merujuk ke mana, misal begini kira2 tadi, "mendeduksi ala Sherlock Holmes" atau "baru saja melihat Cthulu" menunjukkan bahwa sherlock itu detektif dan cthulu itu monster.
Sepanjang cerita saya cukup dibuat penasaran karena ya memang terasa terbawa karakternya. Lex dkk bingung saat semua orang tetiba hilang, juga tentang siapa si pria pengajak minun teh. Kejar-kejaranya pun diselingi komentar2 remaja, mengingatkan saya pada berisiknya spiderman di civil war. Ini tentu bikin battlenya sangat variatif untuk diikuti.
Nggak akan nyesel saya kalo ngasih 9. Kurangnya cuma sedikit ada penjelasan redundan di narasi, dan kurang konsistennya pemakaian beberapa kata, seperti "gapapa" atau "kaya", walaupun saya sadar ini memadukan bahasa formal dan informal. Sehingga.
9/10
PUCUNG
Yep, kedepannya saya akan coba memperbaiki penjelasan redundan dan konsistensi tentang bahasa yang saya gunakan.
HapusTrims sudah menyempatkan waktu~
this story full western slice of life #rip_english :v
BalasHapusceritanya bener-bener mengalir alami dan enak buat dibaca. koreografi tarungnya jga keren, cuma perlu dibuat lebih dinamis aja. dari banyaknya catatan kaki di bwh, sepertinya risetnya bener-bener mendalam.
tata bahasanya rapi bgt. perwatakannnya sendiri juga solid abis, ciri khas cewek barat banget intinya
9
axel elbaniac
HapusBanyak yang protes malah gara2 catatannya kebanyakan, hahaha
HapusAnyway, trims sudah mampir~
Mmmmh, entrinya kekinian sekali.
BalasHapusGaya bahasanya bener-bener semacam novel teenlit. Tidak terlalu berat, dan enak untuk dibaca. Mengingat Alex ini orang biasa saja, eksekusi konflik dan penyelesaiannya bagus banget.
Narasinya aja kurang luwes, sama seperti kata beberapa rekan di sini.
Overall, entri manusia biasa yang sangat menghibur. Apakah ia akan terus berlari sampai ke final?
Nilai 9/10
Salam Sejahtera dari Mbah Amut dan Enryuumaru
Cuma mau meluruskan, si Alex bukan orang biasa kok. Punya keahlian charmspeak dan mental attack yang baru di tunjukkan untuk saat ini.
HapusSemoga saja sampai final :)
Trims, sudah menyempatkan waktu~
Jujur saja, judul entry kamu agak kepanjangan (banyak yang gak suka judul macam begitu). Banyak sisipan British English, tapi tolong dosis f-word dikurangi. Masih banyak kok penggantinya. Marga paman sama ibunya Alex kok beda? Kalau memang karena pernikahan harusnya marga Alex ngikut ibunya (yang sudah makai marga bapaknya Alex).
BalasHapusNilai: 8
SERILDA ARTEMIA
- Well, untuk judul, saya cuma bisa bilang "bodo amat" terserah orang mau suka apa tidak, karena judul yang panjang itu termasuk cara saya menjiwai karakterisasi Alexine.
Hapus- Yang cuma suka ngomong f-word cuma Eve aja kok, si Alexine kaga suka.
- Yep, itu bisa dijelaskan. Tapi karena penjelasannya berpotensi untuk spoiler tingkat berat, jadi saya urungkan dulu. Mungkin lain waktu kalau entri ini bisa menembus babak2 selanjutnya.
Anyway, trims sudah menyempatkan waktu~
Hapusceritanya keren kaya baca cerita novel remaja terjemahan. /plak
BalasHapusbener-bener halus dan mulus ala cerita remaja. jadi ngiri nih ceritanya bisa sehalus kaya gitu. alur ceritanya dapet dan penggunaan bahasa asingnya cukup pas dengan eksekusi cerita yang menakjubkan. nggak masalah sama f-wordnya. dan juga lumayan suka sama joke ala tentara di medan pertempuran.
nilai dari saya 9. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
Karena saya nulisnya dari hati /plak.
HapusNgga sih, saya juga terkejut banyak yang bilang kalo entri ini halus. Ngga nyangka bener ._.
Trims anyway~
Saya nggak terlalu suka sudut pandang orng pertama. Tapi cerita ini berhasil membuat saya enjoy bacanya. Mungkin karena bahasanya yang nggak terlalu baku. Campur sari dengan segala macam slang inggris. Yang menurut saya asik aja dibacanya. Dan saya juga senang ada beberapa referensi yang saya kenali jadi nggak harus lihat ke footnote.
BalasHapusKarakterisasi tiga orang itu membuat cerita ini jadi seru. Khas novel terjemahan, walau kesannya malah kayak teenlit #oi tapi disitu serunya, bikin saya lancar bacanya.
Untuk skornya saya beri 8 ya~~
Oc: Ulrich Schmidt
Terima kasih~
HapusEmang jatuhnya malah teenlit, jauh dari harapan saya pas nulis ini ._. ngga tau kenapa...
Aww yeh!! Ini cerita yang keren!
BalasHapusPoV di sini menceritakan semua yang dilihat dan dipikirkan Lex dengan bagus, komentar-komentar serta refrensi yang dilontarkan Lex juga pas dengan alur ceritanya.
Hanya satu masalah yang kutemui saat baca cerita ini, latar tempatnya. Transisi dari satu tempat ke tempat lain transparan, saat seru-serunya baca cerita tiba-tiba aku mikir, lho kok ada ini? Ini dimana? Kok bisa tiba-tiba disini? Mungkin masalah ini bisa diatasi dengan memberi hint berupa ciri-ciri khas setting dalam adegan itu.
Nilai 8~
OC : Begalodon
Terima kasih sarannya~
HapusBener, saya cuma fokus pada pikiran Lex terus sih. Jadi lupa dengan lingkungan sekitarnya. Oke untuk kedepannya akan saya perbaiki.
Maaf sebelumnya. Biasanya saya kalau baca entri, mengutarakan kesan-kesannya ... random gitu. ._.
BalasHapusFirst, saya sungguh ... speechless baca entri ini. Pendekatan yang menyenangkan, sungguh. Ini kesan remajanya kental, asyik, dan saya akui saya lumayan terhibur plus dapat pelajaran dari sini--terutama karena saya juga ada proyek novel teenlit (dan jujur, saya nggak ahli dalam genre tersebut ._.). Dan inilah entri yg rasanya bisa dijadikan salah satu bahan bandingan karena penuturannya yg awsom. Kekinian bgt, tapi nggak hilang 'keindahannya'~
Slang Indo dan Inggris-nya itu lho. Biasanya saya agak terganggu kalau ada kata-kata ngga baku nyelip dalam bahasa baku. Tapi karena jatuhnya pas dengan karakterisasi si OC, jadi saya cukup menikmati.
Biasanya saya ngga suka dgn PoV orang pertama (makanya saya nyaris selalu pake PoV3)--tapi di entri ini berjalan lancar dan enak diikuti.
Karena penuturannya asyik banget, di beberapa detail saya senyam-senyum bacanya. Narasinya aja udah lucu--yha, saya biasanya suka ketawa sama hal" yg remeh, tapi giliran genre komedi malah gak menikmati biasanya. Ah, begitu deh. Intinya entri ini cukup ... mengisi malam saya, serius =)))
Njay gokil bgt ini interaksi Lex dkk. Apalagi tingkah polah Owl. Haha xD
Nama keluarganya kayak fantasiyah ya--tapi cuma hambatan minor sih ._.
Btw, pamans telekinesis terbangnya kayak ... kurang dalem motivasinya? Tapi ndak apa.
Kalau secara objektif 8, tapi krena cerocosan Lex berhasil memenangkan hati saya jadi,
10
-Sheraga Asher
Saya juga kalo komen mesti ngutamakan kesan2nya kok mbak ._.
HapusWih, tersanjung saya kalau entri saya bisa jadi bandingan buat mbak buat mbuat novel teenlit :')
Ah, ya nama keluarga yang fantasiyah bisa dijelaskan. Kalau mba Alfiana penasaran kenapa, rencananya sih di R1 akan saya jelaskan semua. Intinya, ibunya yang namanya fantasiyah itu adalah ibu kandung Lex. Dewi atau alien mungkin?
Ya itu--terbang--iya kurang ._.
Haha, seneng deh kalo entri saya bisa menemani malamnya mbak :)
Dan, wah makasih nilai 10-nya. Ngga nyangka xD
semua yg ingin disampaikan setidaknya sudah disampaikan komentator-komentator di atas.
BalasHapusentri ini rapi pakai sangat, saya suka, terlebih dengan gaya bahasa yang keteenlit-teenlitan. Tapi secara pribadi, penyisipan bahasa inggrisnya agak mengganggu, bukan karena apa namun terlalu banyak alias ramai. Itu aja
8
Samara Yesta~
Yep, memang mengganggu sebenarnya. Ini juga saya lagi nyari balance yang pas mbuat nggunain bahasa inggrisnya. Ajang prelim, ajang eksperimen ._.
HapusMakasih dah mampir~