oleh : Newbie Draft
--
PART 1
FRAME OF DREAM
Baru saja terjadi kepanikan besar di benua Adgrarth. Bagaimana tidak
dua kerajaan besar di benua hilang secara misterius di telan kegelapan. Banyak
yang menduga ini adalah perbuatan dari para penyihir hitam dari ras mayat hidup
Orama. Ada juga yang mengganggap itu adalah hukuman dari bangsa Nagra yang
misterius.
Sementara itu di dalam bingkai mimpi Revand baru saja kembali kembali
dari suatu tempat yang indah tapi menyeramkan.
“Museum Semesta,” katanya.
Revand tidak menyadari sesuatu baru saja terjadi dihadapannya. Dan dia
baru menyadarinya saat melihat ke depan.
“Kerajaanku kembali,” katanya senang.
Tapi rasa senang itu tidak berlangsung lama karena dia menyadari
sesuatu.
“Bodoh sekali, ini semua hanya ilusi mimpi,” katanya lemah.
Dengan lemah dia berjalan memasuki pintu gerbang kota dan
melihat-lihat sekelilingnya. Para penduduk tampaknya sedang membicarakan
sesuatu yang serius.
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba saja aku sudah
ada disini,”
“Aku juga mengalami hal yang sama,”
“Kira-kira apa yang akan raja kita perbuat ya?”
Percakapan itu membuat Revand tertarik dan ikut bertanya.
“Maaf, memangnya apa yang terjadi?” tanya Revand kepada salah satu
penduduk.
“Ah, kau tidak sadar ya? Kau lihat dua kerajaan menjadi sangat dekat
dan lihat itu di langit,” katanya sambil menunjuk langit.
Revand menengadah dan mendapati sesuatu yang aneh. Di langit terdapat
sebuah ukiran bingkai lukisan yang indah.
“Ukiran itu,” kata Revand sambil mengingat-ingat sesuatu.
Matanya langsung terbelalak saat otaknya berhasil mengingat ukiran
tersebut.
“Bingkai lukisan pada museum semesta,” katanya pelan.
“Hei anak muda kenapa kau tiba-tiba melamun?” kata si penduduk.
“Ah tidak apa-apa, terima kasih,” katanya sambil berjalan pergi
meninggalkan orang itu dalam keadaan bingung.
Revand berjalan menelusuri jalan-jalan kota dan tiba-tiba seseorang
memanggilnya.
“Revand...” teriaknya.
Revand menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya. Dia seorang wanita
cantik dengan tubuh mengeluarkan cahaya, sang kepala perpustakaan.
“Nyonya Luminus,” kata Revand.
“Sulit dipercaya, ternyata semuanya benar-benar tertulis disini,” kata
Luminus sambil menunjukan sebuah buku kepada Revand.
“Apa maksud anda, tertulis disini?” kata Revand bingung.
“Ayo ikut aku,” ajak Luminus.
Tanpa basa basi lagi Luminus segera mengajak Revand menuju sebuah
rumah sederhana di samping sebuah toko roti. Mereka berdua memasuki rumah
tersebut. Rumah itu sangat indah dengan dekorasi dan ukiran-ukiran cahaya
terbentuk di dinding rumah.
“Wow, luar biasa,” kata Revand kagum.
“Silahkan duduk, ada beberapa yang ingin aku tanyakan padamu,”
katanya.
Seperti sebuah introgasi, Revand di tanya segala hal yang baru saja
dialaminya. Mulai dari saat dia mencari informasi tentang Vina, menjadi raja di
alam mimpi, dan lain sebagainya. Revand menceritakan semuanya kepada Nyonya
Luminus sedetail mungkin.
“Sudah kuduga, ternyata kejadian ini berkaitan dengan apa yang kau
alami Revand,” kata Luminus setelah mendengar apa yang diceritakan oleh Revand.
“Jadi menurut anda ini semua terjadi karena aku?” tanya Revand.
“Mungkin saja, karena lihat ini,” jawab Luminus sambil menyerahkan
buku yang ada dihadapannya kepada Revand.
Revand membaca buku tersebut dan menemukan sesuatu yang membuatnya
terkejut.
“Semua yang kau ceritakan dan kau alami sekarang tertulis dibuku ini,”
kata Luminus sambil menunjuk isi dari buku tersebut.
Revand menatap ke arah Luminus mencoba membaca apa yang dipikirkan
oleh Luminus. Tentu saja itu hal yang tidak mungkin karena Ras elemental
bukanlah mahkluk organik.
Di istana kerajaan Asloeville baru saja terjadi rapat diskusi yang
panas.
“MUSTAHIL... !!!” teriak salah satu anggota rapat.
“Itu mungkin saja, setahuku para Grandmagnus Asloeville sering sekali
melakukan banyak percobaan terlarang. Dan mungkin saja ini salah satu akibat
dari percobaan itu,” kata pria paruh baya berambut emas.
“Tidak, semua percobaan kami diawasi langsung oleh para anggota
Aliansi jadi tidak mungkin kami melakukan percobaan terlarang,” kata seorang
pria tua berjubah biru.
“Kalau begitu, bagaimana dengan kabar gadis Prines yang hilang secara
misterius di laboratorium grandmagnus Asloeville di kerjaan Atir?” tanyanya
lagi.
“Kami tidak pernah mendengar kabar itu,” balas si pria tua berjubah
biru.
Jawaban itu membuat si pria paruh baya berambut emas menjadi geram dan
menggebrak mejanya.
“BERHENTI MENJAWAB SEPERTI ITU, DASAR TUA BANGKA...!!!” Teriaknya
marah besar.
“APA KAU BILANG?!!!” balas pria tua berjubah biru yang juga ikut
marah.
Keduanya memancarkan aura kemarahan dan kebencian yang semakin besar
sampai akhirnya.
“BRAAAAKKKKK...”
Semua langsung hening, aura kemarahan yang dipancarkan oleh kedua
orang tersebut langsung hilang.
Sang Raja Asloeville baru saja menggebrak mejanya.
“Kita disini untuk berdiskusi mencari solusi dari masalah ini, bukan
berdebat dan adu otot,” katanya.
“Maafkan saya yang mulia,” kata pria paruh baya berambut emas.
“Maafkan kami juga,” kata pria tua berjubah biru.
“Baiklah, kalian berdua silahkan duduk kembali,” kata sang Raja lembut
namun auranya memancarkan kekuatan yang hebat.
Diskusipun kembali dilanjutkan dengan mendengarkan pendapat dari
anggota lainnya.
Sementara itu
“Bagaimana mungkin kau melupakannya?” kata Luminus kepada Revand.
“Aku tidak melupakannya, seharusnya dia berada disini,” kata Revand.
“Tapi mana buktinya? Domba itu tidak ada disini,” kata Luminus.
“Aku akan tanya orang-orang sekitar,” kata Revand.
Revand segera menemui salah seorang pedagang di tempat itu dan
menanyakan keberadaan si domba.
“Maaf mengganggu, apa tuan melihat domba yang ada di sana?” tanya
Revand.
“Domba? Tidak,” jawabnya singkat.
“Baiklah, terima kasih,”
Revand kembali bertanya pada penduduk lainnya yang berada di sekitar
tempat itu dan jawabannya tetap sama.
“Terima kasih, maaf mengganggu,” Revand berkata dengan lesu.
Karena tidak dapat informasi apapun akhirnya Revand memutuskan untuk
mencarinya bersama Luminus. Berkeliling kota mencari domba yang hilang entah
kemana ternyata sangat sulit. Selain kesulitan itu, banyak sekali para penjaga
kerajaan berpatroli di sekitar kota.
“Kejadian ini benar-benar membuat kedua kerjaan menjadi panik, kau
lihat para pasukan kerajaan sampai berpatroli begitu,” kata Luminus.
“Ya, anda benar Nyonya. Oh ya ngomong-ngomong apa Nyonya tidak apa-apa
meninggalkan perpustakaan seperti ini?” tanya Revand.
“Kenapa apa kau tidak suka ku temani?” tanyanya.
“Bukan begitu, hanya saja...” ucapan Revand terputus saat mendengar
suara gaduh dikejauhan.
“DASAR PENCURI...!!! KEMARI KAU AKAN KUJADIKAN KAU MAKAN MALAM...!!!”
Teriakan pria tua.
Seekor domba putih baru saja berlari kencang melewati Revand dan
Luminus.
“Itu dombanya,” kata Revand.
“Kalau begitu ayo kejar,” kata Luminus.
Kini ada 3 orang yang mengejar si domba putih yang membuatnya berlari
lebih kencang lagi. Domba itu berlari kencang sampai melewati perbatasan
gerbang kerajaan Asloeville. Dan saat Revand, Luminus dan si penjual sayur sampai
mereka segera dihentikan oleh para penjaga.
“BERHENTIII...!!!” teriaknya.
Sontak ketiganya langsung berhenti.
“Kalian penduduk Atir untuk sementara dilarang memasuki wilayah
Kerajaan Asloeville,” kata penjaga.
“Tapi...tapi dombaku lari kesana,” kata Revand.
Si penjual sayur yang mendengar hal itu langsung menoleh ke arah
Revand “Oh jadi itu dombamu ya, kau harus ganti rugi,” katanya.
“Ups...”
Mau tidak mau Revand harus ganti kerugian si penjual sayur.
“Haaaahhh... benar-benar domba pembawa sial,” gerutu Revand sambil
melihat isi kantongnya terkuras habis.
Luminus hanya tertawa kecil melihat Revand seperti itu kemudian
berkata “Sudahlah, mungkin nasibmu belum beruntung.”
“Maaf mengganggu, sebaiknya kalian segera kembali ke kerajaan kalian,”
kata si penjaga menyela.
“Tapi... dombaku,”
“Sudah, sudah... ayo pergi,” kata Luminus.
“Ta..tapi,”
“Ayo aku ada rencana,” kata Luminus lagi.
Mereka berdua segera
membalikan badan dan berjalan menjauh. Lalu seolah waktu berhenti Luminus
segera bergerak menerobos kedua penjaga tersebut. Luminus bergerak cepat bagai
kilat ke segela penjuru kerajaan mencari domba tersebut dan akhirnya dia
menemukannya.
“Kena kau,” katanya.
Dengan cepat Luminus
menarik domba tersebut dan langsung kembali ke depan Revand.
“MBEEEKKKK…” domba
itu mengembik.
“Eh… kenapa dombanya
ada disini?” tanya Revand kepada Luminus.
“Ssssttt rahasia,”
kata Luminus. “Sebaiknya ayo kita pulang,” sambungnya lagi.
Mereka tiba di depan
rumah Luminus dan sang domba langsung di tempatkan di taman belakang.
“Ngomong-ngomong
bagaimana Nyonya mendapatkan domba itu?” tanya Revand masih penasaran.
“Sudahlah tidak perlu
dibahas, sebaiknya kita makan lalu beristirahat,” kata Luminus.
Saat mereka masuk ke
rumah, Luminus dan Revand menemukan sebuah pesan hologram di atas meja.
“Persiapkan dirimu,
Ronde pertama akan segera dimulai,” begitulah isi dari pesan hologram tersebut.
Selain pesan itu
Revand juga melihat buku coklat itu sudah terbuka dan membaca tulisan yang baru
saja muncul di dalamnya.
“Di sini hanya
disebutkan ada 3 tantangan beserta lokasinya, tapi tidak ada penjelasan apapun
tentang 3 tantangan ini. Apa yang harus kita lakukan? Atau apa yang akan
terjadi?” kata Revand.
“Berarti kau harus
mempersiapkan segalanya, karena kau tidak tahu dimana akan ditempatkan,” kata
Luminus.
“Ya, kau benar.
Sebaiknya aku mempersiapkan diri sekarang,” kata Revand.
Baru saja Revand
melangkah tiba-tiba lantai yang dipijaknya amblas dan Revanpun jatuh.
PART 2
THE WAR
Suara tembakan,
ledakan dan teriakan. Itulah yang pertama kali di dengar oleh Revand sehabis
jatuh ke dalam lubang yang tiba-tiba muncul di lantai rumah Luminus. Revand
terbangun di tengah reruntuhan gedung yang terbuat dari logam baja.
Sebuah pesan hologram
muncul di hadapan Revand.
“Misi : Nikmatilah
perang bintang ini untuk para reverier yang terdampar di settingan ini. Tapi
jangan bengong saja, siapa tahu kalian direkrut oleh salah satu pihak? Yang
jelas, kalian harus bertahan hidup dan beradaptasi secepat mungkin. Bonus besar
jika berhasil menang, jalan apapun yang kalian pilih”.
Begitulah isi pesan
tersebut lalu kemudian menghilang.
“Apa bertahan hidup?”
kata Revand.
Revand mengintip ke
luar gedung dan baru saja mengitip puluhan tembakan laser langsung
menghujaninya.
“Fuuuiihhh… Hampir
saja,” kata Revand menghela napas.
Walaupun hanya
sekilas Revand berhasil melihat ada pasukan reptil dan pasukan manusia sedang
bertempur.
“Ok… apa yang harus
kita lakukan saat di tengah perang seperti ini?” Revand berucap dalam hati.
Revand diam sejenak
mencoba menenangkan pikirannya tapi ternyata tidak mudah. Alih-alih berpikir
tenang yang ada hanyalah kepanikan. Kepanikan itu bertambah saat seekor manusia
reptil memasuki tempatnya.
Manusia reptil itu
langsung mengarahkan moncong senapannya ke arah Revand tapi beberapa tembakan
laser langsung menumbangkannya. Revand menengok ke arah sumber tembakan
tersebut dan tampaklah seorang pria gagah dengan baju pelindung putih.
“Apa kau baik-baik
saja?” tanya si pria berjalan menghampiri Revand.
Revand menatap
matanya dan berbagai informasi tentang misinya, musuhnya, dan kemampuannya
langsung berpindah ke kepala Revand.
“Gabe? Gabe
Blackwood?” kata Revand
“Ya, itu namaku,”
balasnya. “Ayo pergi dari sini, aku akan melindungimu,” sambungnya lagi.
“Tidak, aku akan
bergabung denganmu menyelesaikan misimu. Menghabisi Rha’dhasa,” kata Revand.
Perkataan Revand
membuat Gabe terkejut. Tapi kemudian dia tersenyum.
“Tapi misi ini sangat
berat untuk warga sipil sepertimu,” kata Gabe.
“Tentu saja tidak,”
jawab Revand.
Seketika itu juga
mana partikel dalam tubuh Revand mulai bekerja dan membentuk baju pelindung
yang sangat mirip dengan milik Gabe. Selain baju pelindung, mana partikel juga
membentuk senjata yang mirip dengan milik Gabe.
“Ah… kau,” kata Gabe
antara terkejut dan takjub melihatnya.
“Ayo kita bergerak,
kita habisi para buaya itu,” kata Revand.
“Tunggu dulu, siapa kau anak muda?” tanya Gabe.
“Panggil saja aku Revand,” Jawab Revand.
Berbekal informasi
yang di terima dari kepala Gabe, Revand bergerak dan mulai ikut berperang
bersama Gabe. Ketangkasan, kecepatan, keakurasian tembakan, dan kekuatan Revand
sama percis dengan Gabe, jadi secara tidak langsung seperti ada dua Gabe.
“Kau lumayan juga,
apa kau pernah bertempur sebelumnya?” tanya Gabe bangga.
“Pernah sekali, tapi
tidak sebesar ini,” kata Revand.
Keduanya bergerak
cepat, membasmi pasukan Rha’dhasa dengan mudah sampai akhirnya Revand melihat
musuhnya.
“Itu Rha’dhasa,” kata
Revand menunjuk seekor manusia reptil sayang sedang mencekik salah seorang
pasukan Gabe.
Dengan cepat Gabe
menembaki Rha’dhasa. Tapi baju pelindung milik Rha’dhasa melindunginya,
Rha’dhasa hanya muncul beberapa langkah. Gabe menembak sambil berlari menuju
Rha’dhasa dan tiba-tiba tanah yang di pijak Gabe menjuat melemparkan Gabe.
Revand melihat
seorang wanita bertubuh kekar tidak jauh dari tempat Rha’dhasa. Di
sekelilingnya ada batu-batu yang melayang. Batu-batu itu segera melesat cepat
ke arah Gabe yang masih mencoba bangkit. Revand dengan kemampuan milik Gabe
segera menembaki batu-batu tersebut.
Mata si wanita
teralihkan kepada Revand, kemudian dengan kibasan tangannya reruntuhan logam
yang ada di sekitar wanita itu melayang ke arah Revand. Belum sempat
logam-logam itu sampai ke arah Revand, tiba-tiba seekor domba putih menubruk
logam-logam itu dari samping.
“Kerja bagus, 100
jempol untukmu,” kata Revand saat melihat penyelamatnya.
“Beeekkk..” balas si
domba.
Si wanita tampak
murka dan langsung menyerang si domba. Tembakan-tembakan laser segera menghalau
serangan logam dari si wanita. Gabe bergerak maju cepat ke arah si wanita dan
Rha’dhasa langsung menembaknya. Gabe terjungkal karena tembakan itu dan baju
pelindungnya mengepulkan asap.
Dengan suara
dengungan seperti mesin Rha’dhasa berjalan menghampiri Gabe. “Ini akan jadi
akhir hidupmu, Gabe.” Katanya.
Rha’dhasa mengarahkan
moncong senapannya ke arah Gabe dan tembakan dilepaskan. Ledakan keras terjadi
mengakibatkan kepulan debu, berlahan debu itu hilang begitu juga dengan Gabe.
“Kurang ajar! Kemana
dia?” katanya kesal. “Cari dia Daytona Fort,” sambungnya lagi kepada si wanita
yang juga kehilangan Revand di tengah pertempuran.
“Baik, Tuan,” Kata
Fort
PART 3
THE METAL BENDER
“Move...Move...move...!!!” Teriak seorang pria berkacamata kepada para
pasukan Gabe.
Pria itu bergerak sambil menembaki pasukan Rha’dhasa yang terlihat
olehnya. Dari jauh matanya menangkap sosok yang bergerak cepat bagai angin.
Pria itu sudah bersiap kalau-kalau yang bergerak itu musuh.
“Itu seperti Komandan,” katanya dalam hati.
Dan benar saja itu adalah Revand yang sedang menunggang si domba
sambil membopong Gabe yang terluka. Si domba berhenti tepat di hadapan si pria
kacamata dan Revand segera menurunkannya.
“Apa yang terjadi? Dan siapa kau?” tanyanya.
“Nanti aku jelaskan sebaiknya kita selamatkan dulu Gabe,” kata Revand.
Sebuah luka tembak di perut kiri Gabe masih mengeluarkan darah segar.
“Medis... Medis... komandan terluka di sektor 5,” kata pria kacamata
itu melalui saluran radio yang menempel di telinganya.
Kemudan si pria kacamata memperhatikan Revand dan melirik ke arah
domba Revand.
“Kau seorang Reveriers? Siapa namamu?” tanya si pria kacamata.
“Namaku Revand, Apa kau seorang Reveriers juga?” Revand balik
bertanya.
“Namaku Adolf, aku juga seorang Reveriers. Dan aku pikir tidak akan
ada lagi Reveriers yang akan datang ke tempat ini,” kata si pria kacamata.
“Maksudmu... Berarti ada Reveriers lain di tempat ini?” tanya Revand.
“Tentu saja, namanya Daytona Fort. Dia adalah anak buah Rha’dhasa yang
mampu mengendalikan bebatuan dan logam,” Kata Adolf.
“Maksudmu wanita kekar itu?” tanya Revand sambil menunjuk seorang
wanita yang sedang membabat pasukan Gabe dengan batu-batu yang mengapung.
“Sial...,” kata Adolf yang langsung menembaki wanita tersebut.
Dengan menggunakan pelindung batu yang melayang Daytona menahan
tembakan-tembakan Adolf. Sementara Adolf menembaki Daytona, para pasukan medis
tiba di lokasi dan langsung mengobati luka Gabe.
“Cepat bawa komandan ke tempat aman,” kata Adolf memberi perintah.
Pasukan medis segera menciptakan sebuah tandu hendak membawa Gabe
pergi dari tempat itu.
“Tunggu dulu, Revand berikan ini pada Adolf,” kata Gabe memberikan
sebuah bola perak kepada Revand sebelum para medis membawanya pergi.
“Baik, aku akan memberikannya,” kata Revand.
“Hei Domba, sebaiknya kau ikut dengan mereka,” kata Revand kepada
dombanya.
Domba itu menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak mau.
“Baiklah kalau begitu, kita bantu Adolf menghabisi wanita itu,” kata
Revand.
Revand segera bergabung dalam pertempuran antara Adolf dan Daytona. Melihat
hal itu Daytona menghentakan kakinya ke tanah dan seketika itu juga sebuah batu
tajam mencuat dan menjalar ke arah Revand dan Adolf.
Keduanya segera melompat ke arah berlawanan dan dengan kecepatan
tinggi Revand bergerak menerjang Daytona. Revand langsung melacarkan sebuah
pukulan keras kepada Daytona. Pukulan itu berhasil di tahan walaupun Daytona
terseret beberapa meter kebelakang.
“Luar biasa, apa kemampuan anak itu?” kata Adolf dalam hati saat
menyaksikan pukulan Revand yang sangat kuat.
Dengan cepat Daytona mengangkat kedua tangannya dan bongkahan batu
serta logam yang berada di sekitarnya melayang. Adolf kembali menembakinya dan
bongkahan batu serta logam itu berputar melindunginya.
“Adolf tangkap ini,” kata Revand sambil melemparkan bola perak
pemberian Gabe kepada Adolf.
Dengan sigap Adolf menangkap bola itu dan dia terkejut “Inikan”
Adolf tersenyum lalu memasangkan bola perak itu ke armor miliknya.
Bola itu melebur dan segera menyebar ke seluruh armor dan senjata milik Adolf. Kini
Adolf mengenakan armo dan senjata yang mirip dengan milik Gabe.
Adolf langsung menembak Daytona dengan senjata barunya itu dan efeknya
sangat luar biasa. Tembakan itu berhasil merusak perlindungan milik Daytona
sekaligus melukainya. Daytona masih bertahan dan kini membuatnya semakin murka.
“KALIAN BERDUA AKAN MATI DI SINI!!!” katanya dengan penuh amarah.
Tanah dan bangunan logam di sekitar area itu bergetar hebat dan Adolf
merasakan armor yang dikenakannya terasa tertarik.
“Gawat dia mengendalikan semua logam yang ada disekitarnya,” kata
Adolf.
Suara logam bengkok, batu-batu yang pecah terdengar dan begitu juga
dengan para pasukan Gabe dan Rha’dhasa yang ada disekitarnya merasakan hal yang
sama. Dengan segera Adolf melepaskan armor miliknya dan membentuk kembali bola
dari perak.
Logam-logam dan batu itu berkumpul dan menyatu ke tubuh Daytona
sehingga Daytona mengenakan armor yang sangat kuat yang terdiri dari logam,
batu dan senjata. Daytona tampak seperti sebuah robot besar.
“Ini buruk, aku tidak tahu dia memliki kekuatan sebesar ini,” kata
Adolf.
Daytona tersenyum lalu mulai menyerang. Puluhan tembakan dilepaskan
dan pasukan Gabe berjatuhan seperti nyamuk.
“MUNDUUURRRR...!!!” teriak Adolf.
Semua pasukan Gabe mundur mengikuti perintah Adolf, kecuali satu orang
yang tidak mundur.
“Revand apa yang kau lakukan?” tanya Adolf.
“Selama aku memiliki kekuatan ini, masih ada harapan,” kata Revand
sambil bergerak maju secara zigzag.
“Sungguh mahkluk bodoh,” kata Adolf kesal melihat tingkah Revand yang
nekat.
Revand yang saat ini masih memiliki kemampuan Gabe bergerak maju
menembaki pasukan Rha’dhasa yang menggempur maju. Sebuah batu besar menghantam
kepala Revand hingga dia terpelanting.
“Dasar bodoh, kau pikir
kekuatanmu bisa menandingiku?” tanyanya Daytona.
Daytona mencekik Revand dengan tangan logamnya lalu mendekatkan wajah
Revand padanya.
“Kau tahu kekuatanmu bisa berguna untuk Rha’Dhasa, dan aku akan
mendapatkan uang yang banyak jika aku berhasil membawamu padanya,” kata
Daytona.
“Ma..maaf tapi aku tidak tertarik,” kata Revand.
Kemudian Revand menenempatkan tangannya pada tangan logam milik
Daytona dan memutarnya. Tangan logam itu berputar lalu hancur berkeping-keping.
Kemudian sebuah dorongan kuat menghempaskan tubuh Daytona ke belakang.
Pasukan Rha’dhasa tidak tinggal diam dan langsung mengarahkan moncong
senapannya ke arah Revand. Mereka semua menekan pelatuk senjatanya tapi tidak
bisa.
“Apa... kenapa senjataku tidak bisa?”
Senjata-senjata itu bergetar begitu juga tanah di sekeliling Revand.
Senjata-senjata milik pasukan Rha’dhasa tertarik ke arah Revand dan melayang di
sekitar Revand.
“Saatnya pembantaian,” kata Revand.
Senapan-senapan yang melayang di sekitar Revand segera meletus
memuntahkan isinya. Pasukan Rha’dhasa yang berada di sekitar tempat itu
langsung lari mencari perlindungan. Dengan armor logamnya Daytona melompat
dengan bantuan hentakan batu dari tanah menuju Revand.
Revand menciptakan sebuah tembok batu dari tanah menahan serangan
Daytona yang kuat. Tembok batu itu hancur dan Revand melompat menghindarinya.
Revand mengangkut batu-batu yang ada berserakan tersebut lalu memecahnya
menjadi batu-batu tajam.
“Akan aku tunjukan kekuatan pengendalian tanah yang sebenarnya,” kata
Revand.
Batu-batu tajam itu melesat cepat bagai peluru dan Daytona segera
membuat tembok batu dari tanah untuk menahannya. Revand menghentakan kakinya
menciptakan retakan besar yang langsung membelah tembok tersebut. Daytona tidak
mau kalah diapun segera melakukan hal yang sama dengan Revand merubah serpihan
batu yang hancur menjadi peluru tajam.
“DASAR PENIRU...!!!” Teriaknya.
Peluru-peluru tajam itu melesat dan berhenti di tengah udara. Daytona
menambah serangannya dengan melemparkan logam-logam tajam ke arah Revand.
Revand mengibas-ngibaskan tangannya seperti gerakan menangkis. Logam dan peluru
batu yang menyerangnya berbelok ke berbagai arah.
Revand memukul tanah dan batu-batu mencuat di sekeliling Daytona
mengunci gerakannya. Tapi dengan mudah Daytona merubahnya menjadi pasir. Revand
memutar tubuhnya dan debu-debu bertebangan memutupi tubuhnya. Daytona segera
melesatkan logam-logam tajam ke arah debu-debu itu tapi Revand sudah
menghilang.
“SIALAAAAANNNN... ANAK ITU LOLOS LAGI!!!” teriaknya kesal.
Sementara itu Adolf memperhatikan pertempuran Daytona dan Revand dari
jauh dengan menggunakan teropong digital.
“Sepertinya anak itu melarikan diri,” katanya.
Adolf berbalik dan melihat sisa pasukannya.
“Selama dia masih ada, kita hanya bisa menggunakan senjata non logam,”
Kata Adolf. “Jadi untuk sementara kita tunggu bantuan dari pihak Aliansi,”
sambungnya lagi.
“Pasukan aliansi tidak akan membantu kita lagi,” Gabe berkata sambil
berjalan tertatih-tatih.
“Komandan,”
“Kita tidak bisa mundur, kita harus maju dan memusahkan pasukan
Rha’dhasa hingga ke akarnya dan mengembalikan para tawanan dengan selamat,”
Kata Gabe.
“Tapi bagaimana caranya? Selama ada dia pasukan Rha’dhasa sangat
kuat,” kata Adolf.
“Kita harus membuat strategi baru,” kata Gabe.
Merekapun segera melakukan rapat dadakan dan mulai merancang strategi
baru. Tanpa mereka sadari seseorang mengawasi mereka.
PART 4
THE FOG
Di tempat persembunyian, pasukan Gabe sedang membuat sebuah strategi
baru untuk menghadapi pasukan Rha’dhasa.
“Kita tidak bisa langsung masuk, harus seperti ini,”
“Tidak, bila seperti itu kita semua bisa mati,”
“Itu benar, kalau begitu sebaiknya begini”
Di luar tempat persembuyian sebuah asap muncul dan bergerak ke masuk
ke tempat persembuyian Gabe dan pasukannya. Asap itu bergerak cepat membungkus
salah satu pasukan Gabe hingga kehabisan napas dan tidak sadarkan diri.
“Apa yang terjadi?” salah satu pasukan Gabe melihat temannya
tergeletak.
Kemudian pasukan itu melihat sosok asap berbentuk manusia melayang-layang
tidak jauh dari temannya yang tergeletak. Dengan panik pasukan itu menembaki
sang asap dengan tembakan lasernya tapi sia-sia saja. Tembakan itu hanya
melewati tubuhnya saja.
Suara tembakan si pasukan membuat pasukan Gabe menjadi waspada dan
langsung bergerak menuju arah suara tembakan. Tidak ada apapun yang ada hanya
dua tubuh pasukan Gabe yang tergeletak tak bernyawa.
“Mereka berdua sudah mati, cepat lapor komandan ada penyusup.” Katanya
salah satu pasukannya.
Para pasukan segera memencar ke berbagai sudut bangunan untuk mencari
si penyusup. Tapi satu persatu dari pasukan Gabe tiba-tiba mati.
Kabar ini sampai ke tempat rapat Gabe dan Gabe segera membubarkan
rapat. Para ketua regu pasukan segera keluar dari tempat itu bersama Adolf.
Namun saat Gabe hendak keluar tiba-tiba pintunya terkunci.
“Apa yang terjadi?” kata Gabe.
Sebuah asap mengelilingi tubuhnya dan Gabe segera bergerak cepat
menghindainya. Asap itu memudar lalu membentuk sosok pemuda kurus dengan rambut
hitam menutupi mata kanannya. Gabe segera melompat dan memukul si pemuda kurus
itu tapi tangannya seperti memukul udara kosong.
“Dengan ini misiku akan selesai dan aku bisa kembali,” katanya.
Pemuda itu menodongkan pistol ke arah Gabe.
“Huh... jadi ini akhirnya,” kata Gabe sambil tersenyum.
Kemudian Gabe bergerak sangat cepat hingga mata si pemuda itu tidak
dapat melihatnya. Sebuah pukulan kembali melesat ke arah si pemuda tapi sia-sia
saja. Tubuh pemuda itu melebur menjadi asap dan bergerak melayang layang.
Si pemuda melepaskan tembakan secara acak mencoba menebak gerakan Gabe
yang cepat. Tembakannya tidak ada satupun yang kena, malah hal yang buruk
terjadi. Gabe berhasil menepis pistol si pemuda hingga terlempar ke sudut
ruangan. Si pemuda segera membungkus tubuh Gabe dengan asap hingga Gabe jatuh
berlutut.
Gabe merogoh saku pinggangnya dan mengeluarkan sebuah bom cahaya. Si
pemuda terkejut bukan kepalang saat Gabe menarik pemicunya. Cahaya yang sangat
terang terpancar saat bom itu meledak melemparkan si pemuda hingga jatuh. Tubuhnya
yang menjadi asap langsung memadat.
“Hah...hah...hah...,” Gabe terengah-engah sambil berjalan ke arah si
pemuda.
“Kau... bagaimana bisa kau tahu?” tanya si pemuda.
“Tentu saja aku tahu Ian, seseorang memberiku berbagai info
tentangmu,” kata Gabe.
“Info?” tanya Ian.
“Ya,” jawabnya singkat.
“Tapi kau terlambat Gabe, Rha’dhasa sudah mengetahui posisimu,” kata
Ian.
Benar saja di luar pasukan Rha’dhasa sudah berkumpul di depan tempat
persembunyian Gabe dan pasukannya.
“Gabe Blackwood, temanku. Aku rasa sudah saatnya kau ucapkan selamat
tinggal,” sebuah pesan suara baru saja masuk ke tempat Gabe dan pasukannya
berada.
Sebuah tank dengan moncong laser besar tiba di tempat tersebut dan
Rha’dhasa menaikinya. Rha’dhasa mencoba membuka pintu tank tapi tidak bisa.
“Kenapa ini?” katanya.
Daytona langsung melihat sekelilingnya dan menemukan Revand berdiri
tidak jauh dari tank tersebut.
“Maaf sepertinya pestanya harus segera bubar,” kata Revand sambil
menghempaskan tangannya ke tanah.
PART 5
END OF WAR
Dalam sekejap tanah yang di pijak Daytona dan pasukan Rha’dhasa
langsung amblas sehingga membuat pasukan Rha’dhasa tidak bisa bergerak. Di saat
itulah pasukan Gabe langsung menggempur pasukan Rha’dhasa.
Rha’dhasa yang melihat hal itu langsung melompat pergi dari tempat
tersebut dan di saat itulah Gabe keluar dari gedung lalu melompat ke hadapan
Rha’dhasa.
“Mari kita selesaikan ini secara jantan Rha’dhasa,” kata Gabe sambil
memakai armornya.
“Baiklah kalau itu maumu Gabe,” balas Rha’dhasa.
Daytona murka dan melompat dengan menghancurkan tanah yang mengikat
kakinya. Dengan gerakan yang kuat, batu-batu di sekelilingnya melayang dan
melesat cepat ke arah Revand. Revand menciptakan tembok dari tanah dan menahan
serangan Daytona.
Daytona yang kemarahannya sudah di ubun-ubun mengamuk dan mengibaskan
tangannya. Sebuah batu mencuat di samping Revand hingga Revand terpental jauh
dan tersungkur di tanah. Daytona dengan kekuatan penuh mengangkat tangannya.
Batu-batu langsung berkumpul bersama dengan kepingan-kepingan logam yang
berserakan membentuk sebuah bola besar.
“CUUUUUSSSS...” sebuah tembakan telak mengenai tubuh Daytona hingga
terpental dan kepalanya membentur badan tank. Bola itupun jatuh dengan suara
dentuman yang keras. Daytona sendiri jatuh dan tidak sadarkan diri.
“Waw, aku pikir tembakannya tidak akan sekuat itu,” kata seorang pria
yang memakai ikat kepala merah.
“Kau datang tepat waktu Shade,” kata Revand sambil mengusap-usap
punggungnya yang sakit.
“Apa dia mati?” tanya Shade.
“Tidak, paling hanya gegar otak,” kata Revand.
Revand menoleh ke arah Gabe yang sedang memukuli muka Rha’dhasa yang
sudah babak belur dengan penuh amarah. Dengan pengendalian logamnya Revand
menahan pukulan Gabe.
“Sudah hentikan Gabe, aku tahu kau marah padanya, tapi membunuhnya
tidak akan membuat mereka kembali,” kata Revand.
“Kau? Apa yang kau ketahui tentangku Revand?” tanyanya.
“Aku tahu semuanya, aku tahu dia telah membunuh kedua orang tuamu.
Tapi aku yakin orang tuamu tidak ingin kau membalas dendam,” kata Revand.
“Kau,”
“Maaf, aku tidak sengaja membaca semua memori dan kenangan dirimu,”
kata Revand.
“Kau tahu hal itu sungguh tidak sopan,” kata Gabe.
“Ya...ya aku tahu itu,” kata Revand.
Revand melihat pasukan Rha’dhasa sudah sepenuhnya dilumpuhkan oleh
Adolf dan pasukannya. Dan tidak lama kemudian pesawaat Aliansi datang beserta
pasukan bersenjata lengkap.
“Sungguh menyebalkan, kenapa mereka selalu datang terlambat,” gerutu
Adolf.
Dengan cepat pasukan aliansi segera meringkus pasukan Rha’dhasa
bersama dengan Rha’dhasa yang tidak sadarkan diri karena dipukuli.
“Aku pikir kau tadi kabur Revand,” kata Adolf.
“Tidak, aku sebenarnya bersembunyi ke dengan masuk ke tanah,” kata
Revand.
“Ke tanah? Lalu siapa dia?” tanya Adolf saat melihat Shade.
“Dia Shade, dia di tawan oleh Rha’dhasa dan aku membebaskannya. Dia
juga yang mengirim informasi tentang pemuda itu,” kata Revand sambil menunjuk
Ian yang di kurung dalam kotak kaca.
“Namanya adalah Adrian Vasilis. Dia juga seorang Reveriers seperti
kita aku melihat dombanya di tempat Rha’dhasa,” kata Revand.
“Bagaimana kau menemukan tempat Rha’dhasa?” tanya Adolf penasaran.
“Kau ini banyak tanya Adolf. Nanti aku ceritakan,” kata Revand.
“Dombanya yang membawanya ke tempat persembunyian Rha’dhasa secara
tidak sengaja,” Shade berkata kepada Adolf.
“Ya, begitulah,” kata Revand.
Revand melihat ke arah Shade dan Perlahan tubuh Shade mengeluarkan
cahaya.
“Hei tubuhmu menyala,” kata Revand.
Shade memperhatikan tubuhnya lalu melihat ke arah Adolf dan Revand.
“Tubuh kalian juga menyala,” katanya.
Revand dan Adolf melihat tubuhnya yang juga bercahaya lalu perlahan
berubah menjadi titik-titik cahaya yang melayang ke langit.
“Sepertinya waktu kita sudah selesai,” kata Shade.
“Aku rasa begitu,” kata Revand.
Gabe melihat Adolf, Revand dan Shade yang berlahan menjadi serpihan
cahaya dan terbang ke langit.
“Terima kasih semuanya,” katanya.
Akhirnya ada yang nyebut nama Ian, TwT
BalasHapusBaru inget sesuatu soal flashbang, itu juga bisa dipake buat melumpuhkan Ian. Dan akhirnya dikurung di kotak kaca kek dagangan di etalase, xD
Dari pertama baca sampe akhir, entri ini berasa kayak jalan kampung yang belum diaspal. Kasar dan ga nyaman dilewatin.
Dalam dialog, ada banyak tanda baca yang miss, jadi ekspresi kata-kata karakternya ga jelas.
Narasinya juga kurang enak dibaca. Di beberapa bagian detail, di bagian lain burem. Kalimatnya susah dipahami, walaupun saya yakin ini bukan cerita yang rumit.
Lainnya udah oke sih.. cuma kalo itu di luar angkasa, darimana Day dapet tanah?
Overall Score: 7
At last, greetings~
Tanz, Father of Adrian Vasilis
Ane kira siapa Ian.. ternyata Adrian x'D
BalasHapusNarasinya enak di awal-awal. Pas cerita utamanya, banyak yang ane ga paham gimana.
Lalu beberapa sifat OC di sini rasanya kurang terlihat.
Ceritanya cukup simpel dan menarik, tapi penyampaiannya aja yg kurang sreg.
---------------
Rate: 7
Ru Ashiata(N.V)
==Riilme's POWER Scale==
BalasHapusPlot points : D
Overall character usage : D
Writing techs : D
Engaging battle : D
Reading enjoyment : D
Poin D dari saya untuk 'datar'
Ya, datar. Kayak makan nasi ga pake lauk atau bumbu apapun. Selain karena kadang dialognya minim variasi dan emosi, terlalu apa adanya, seringkali kayak kurang tanda baca, juga karena berkesan monoton dengan dialogue tag-nya, misal :
"Blablabla" kata X
"Blablabla" kata Y
"Blablabla" kata Z
Terus juga pengenalan karakternya, selalu 'namaku A' atau 'namanya B', dst, beneran plain
Biasanya sekurang"nya satu entri, masih ada sesuatu yang ngebekas di saya. Tapi khusus entri ini, saya ga ngerasa nemu sesuatu buat digali
Overall, yah, menurut saya cerita ini masih ga ninggalin rasa apa" buat saya selepas baca. Coba banyak"in baca entri lain, dan kalo (siapa tau) nemu yang menurutmu asik atau berkesan, latian bikin cerita yang buatmu sendiri enak dibaca dan diikutin
==Final score: D (6)==
OC : Iris Lemma
Entri ini ngingetin saya sm entri sendiri di mana masalah Bingkai Mimpi disorot serius sama orang" di dunia Revand. Bedanya, kalau di entri saya masalah tsb jadi pemicu juga buat konflik antar sub OC.
BalasHapusWell, pendapat" di atas sebenernya udah mewakili apa yang mau saya utarain. Entri ini terasa ringan dari segi plot--tapi dalam arti negatif. Kayak, "begitu saja?" Sementara pemaparannya sendiri kurang enak dicerna. Terlalu datar juga. Nilai positifnya, entri ini nggak terlalu berantakan.
Saya titip 7.
-Sheraga Asher
Banyak dialog, tapi kurang variasi, jadinya membosankan. Tambah variasi dialog dengan menggunakan aksen khas tiap karakter, sesuatu yang membuat pembaca tahu siapa yang bicara meski tidak diberi "kata si A".
BalasHapusDialog tidak harus disampaikan dengan ucapan, bahasa tubuh juga memberi variasi.
Narasi terlalu datar karena kamu menceritakan, bukan menggambarkan. Bandingkan dua paragraf di bawah, mana yang terkesan lebih bagus?
Si wanita tampak murka dan langsung menyerang si domba.
Dahi berkerut, mulut cemberut. Tiap lekuk wajah wanita itu menggambarkan kemurkaan, seakan uap panas siap menyembur kapan saja. Tangannya mengepal lalu meninju,bongkahan batu besar di sekelilingnya langsung melesat seperti ekstensi tinjunya.
Nilai 7~
OC : Begalodon
Ini mostly narasi gaya penceritaan, plus ciri narasinya sama sekali bukan tipe yang kusuka...
BalasHapusPas Gabe ketemu Revand kok Gabe ga keheranan si Revand tahu namanya? Dan ga ada curiga atau apa gitu ketika ketemu orang yang bisa niruin atributnya, kaget doang tapi percaya aja dan ga diinterogasi apapun selain nama .___.
Ugh... makin baca ke bawah makin berasa unnatural adegan2nya... Mungkin karena efek narasinya kurang ya, jadinya gak enak pas dibaca. Kamu cuma menceritakan kejadian apa adanya, gak ada rasa apapun di sana. Setting suasananya juga kurang. Dalam narasi ada beberapa latar yang bisa dipake loh, kayak suasana, tempat, waktu, dan perasaan. Ini minim banget keliatan. Kebanyakan kamu Cuma nyeritain apa2 yang terjadi, tapi gak menggambarkan apa saja yang berada dalam kejadian.
Variasi katanya juga agak kurang, bikin bosan... misal daripada kamu pake ‘kata A’ dan ‘kata B’ berulang2, mungkin sesekali diganti ‘ujar A’, ‘ucap B’, ‘umpat C’ dll. Yg kutemukan kebanyakan ‘kata’ dan ‘tanya’, terlalu banyak malah kurasa ._. mungkin kalau udah jelas yg ngomong si A, bisa dihilangkan juga ‘kata A’ di belakangnya.
Efek penulisan mungkin, jadi poin-poin yang klise jadi makin berasa malesin banget bacanya. Aku mau dipaksa juga gak bisa nemu poin yang disuka.
Maaf.
6/10
~Pencipta Kaleng Ajaib
Hmm, kalau boleh jujur, saya malah lebih suka entri prelim dibanding R1 ini.
BalasHapusAlasannya sudah jelas, di sini malah terasa banget kekakuan narasi ceritanya. Kalimatnya sederhana, iya, tapi jadinya datar dan kurang berkesan. Kesederhanaannya kurang diolah dengan baik.
Inti ceritanya dapet, tapi ya karena kurang berkesan, jadinya saya susah banget untuk menikmati ceritanya.
Punten, saya kasih nilai 6 karena saya rasa tidak ada perkembangan signifikan dalam R1 Revand.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut
Saya gak tau, tapi penyusunan paragrafnya kyk yang memaksa pembaca tanpa jeda membaca terus, entah pemilahan chapternya yang dempet, atau karena format dari word gak kebawa ke body email... tapi itu cuma masalah visual.
BalasHapusSoal datar atau kekakuan narasi, mungkin di atas udah banyak yang jelasin. Tapi kalo boleh nambahin, kekurangan entri ini di cinta (?) ._.
Maksud saya, entri ini kyk ditulis secara auto, atau hanya misi tanpa visi (ngomong apa saya ini?)
Walau begitu dari segi plot sbnernya bagus, cuma kurang garam bumbunya aja :3
NILAI: 7
(Martha)
Welp, begitu saya kelar baca saya malah ga dapat impresi apa apa , bahkan saya gabisa inget apa yang barusan saya baca tadu. Kalau temen2 bilang karena narasinya kaku, saya lebih condong karena ga ada yang menonjol dalam entry ini.
BalasHapusTemen lain bisa bikin parodi, atau bikin adegan keren di puncak cerita, banyak lho cara buat bikin cerita kamu memorable. Tapi saya ga nemu momen memorable itu di sini. Makanya kayak sekedar cerita lalu.
Anyway
Nilai dari WIlliam : 6
Kebanyakan penjelasan setting digantikan dengan dialog Revand yah? Ini kayak ftv yg pikiran tokohnya sampe kedengeran ke penonton. Deskripsi latar dlsb bisa dijabarin lebih rinci lagi padahal, soalnya ruang wordsnya masih banyak. Jadi rada susah ngebayanginnya kalo serba singkat.
BalasHapusNilai 7
Aduhhh sayang sekali ini... pembawaan serta narasinya benar benar (maaf) membosankan.
BalasHapusKamu harus coba menanamkan emosi di setiap karakter yang kamu pegang, emang ga gampang tapi seengganya kalau sulit memasang emosi di banyak karakter kamu tonjolin di salah satu karakter saja. Kalau semuanya sama sama plain kan jadi ga enjoy bacanya.
Sebenarnya alur ceritanya tidak ada masalah , hanya emosinya ituloh. Padahal kamu punya potensi teman segrupmu yang bisa membuat cerita lebih asik lagi.
6.5 tapi karena tak bisa minus 7 deh biar semangat.
Wasalam
Ganzo Rashura
Karena tak bisa desimal*
HapusSeperti yang sudah dibilang oleh teman-teman sejawat, ini narasinya asli datar banget. Ibarat didongengin guru sejarah yang jarang kedip di sekolah saya(?)
BalasHapusKoma yang seharusnya ada di suatu bagian malah gak ada, bacanya jadi kayak ngerap bro. Jujur membosankan. Saya baca dari awal sampai akhir aja kerasa usaha banget(?)
Untuk bagian yang meninggalkan impresi itu ada, idemu membuat persoalan bingkai mimpi jadi serius dan gempar. Ngingetin saya sama scene di film-film yang keluar tiap tahun, vcd gratis kalau kamu beli 5 es krim dengan varian berbeda. Segera beli di toko terdekat! /disepak
5/10
OC : Takase Kojou
Seperti yang sudah dibilang oleh teman-teman sejawat, ini narasinya asli datar banget. Ibarat didongengin guru sejarah yang jarang kedip di sekolah saya(?)
BalasHapusKoma yang seharusnya ada di suatu bagian malah gak ada, bacanya jadi kayak ngerap bro. Jujur membosankan. Saya baca dari awal sampai akhir aja kerasa usaha banget(?)
Untuk bagian yang meninggalkan impresi itu ada, idemu membuat persoalan bingkai mimpi jadi serius dan gempar. Ngingetin saya sama scene di film-film yang keluar tiap tahun, vcd gratis kalau kamu beli 5 es krim dengan varian berbeda. Segera beli di toko terdekat! /disepak
5/10
OC : Takase Kojou
Entri yang simpel dan sederhana, namun kurang menggambarkan keadaan sama karakter. Entri ini juga rasanya terlalu cepat, terutama setelah masuk Part 2. Banyak karakter yang muncul tapi kurang perkenalan, minimal mungkin bisa disebut ciri-ciri fisik mereka.
BalasHapusNilai dari saya 7
OC : Catherine Bloodsworth
jadi setelah dari museum revand kembali ke dunia asalnya? bukan bingkai mimpi? di sini saya agak bingung.
BalasHapusdari sebuah entri saya tahu day bisa ngendaliin tanah dan nggak bisa ngendaliin logam. tapi habis baca ini saya tau day bisa ngendaliin logam juga.
dan ntah kenapa konflik dan battlenya kerasa biasa-biasa saja. battle yang harusnya seru jadi terkesan santai. hmm...kurang lebih begitu. dan ini entri yang ngembaliin ke bingkai asalnya beda dari entri2 lain. padahal kalo yang lain pada buka portal. di sini satu-satunya yang pakai menghilang jadi serpihan cahaya. 7