[WARNING : Restricted for kids under 18 years, Contain Violence, blood and sexual scene]
"Jalan mana yang kau pilih? Menjadi anak yang kubanggakan atau mempertahankan dirimu sebagai manusia?."
***
[Map 01]
"…reverier.."
Siapa?
"…mahakarya…"
Siapa di sana?
"….alam mimpi."
Bunyi nada tunggal terdengar nyaring menembus membran timpani.
Siapa yang mati?
Hening.
"Odin…"
Odin terkesiap sembari membuka matanya. Entah sudah berapa lama ia tidak mengalami mimpi seperti tadi—tidak, bukan, entah sudah berapa lama ia tidak bermimpi. Tapi apa arti mimpinya barusan? Ada dua—atau tiga orang—sedang berbincang, dan Odin tidak bisa mengingat apapun tentang isi perbincangannya. Bahkan setengah sadar ia melupakan mimpinya.
Odin menghela napas. Kantuknya hilang tak berbekas. Tunggu—sepertinya ia melupakan sesuatu. Perlahan ia bangkit dan mengambil catatan kecilnya. Entahlah, sesuatu telah hilang namun ia lupa ap—
Misi!
Ia ditugaskan oleh Tuan untuk mencari dan membunuh seorang pria yang identitasnya bahkan tidak dapat dikenali. Ingin rasanya Odin mengutuk pria dalam foto karena seolah sengaja memegang topi fedoranya menutupi wajah. Hanya terlihat dahi dan sedikit jambul pada kepala pria tersebut. Odin mendecak. Tidak ada gunanya ia merutuk dan tidak bergerak. Sekarang bukan saatnya untuk itu.
***
Odin menyusuri kota yang dirasanya agak berbeda. Ia yakin ia tinggal di Pomupeii II, dan butuh hampir dua jam berjalan kaki ke wisma di Pomupei III. Namun kenapa, baru lima belas menit ia berjalan, ia sudah melihat wisma tempatnya tumbuh belasan tahun lalu?
"Kita… nggak salah kota, kan?" Odin menoleh ke belakangnya. Rumah Tuan tempatnya tinggal masih di sana.
[Ada yang aneh, tapi aku tidak tahu apa itu.]
Odin menelan ludah. Tujuannya hanya satu, berada di wisma tersebut dan mencari petunjuk tentang pria yang berada di dalam foto. Sejak Tuan memberikan tugas padanya, Odin memiliki perasaan yang tidak dapat ia jelaskan. Terlebih lagi, hari ini ia jatuh tertidur dan bermimpi sebelum memulai misi.
Hal aneh lainnya, Odin telah berlari medekati tempat tersebut, namun wisma itu seolah ikut menjauh. Apa ia dipermainkan? Apa ia sebenarnya tidak di dalam sini? Ketakutan lain yang muncul, apa ia masih bermimpi? Jika ya, ia harus segera bangun. Tiga hari bukanlah waktu yang lama untuk digunakan menyelesaikan misi jika ia terus bermimpi. Jika tidak, maka biarkan ia menyelesaikan misi ini.
"Hey, pumpkin head."
Seseorang meneriaki Odin dari seberang jalan. Odin refleks menoleh. Hanya satu orang yang memanggilnya demikian, sejak enam tahun lalu sebelum akhirnya mereka dipisahkan oleh transaksi. Odin berhenti sejenak, memandang pemuda dengan rambut pirang buatan yang melambaikan tangan ke arahnya dan wisma yang ia tuju bergantian. Tawa para wanita mulai terdengar, namun Odin tidak tahu apakah itu adalah tawa dari wanita-wanita yang menghuni tempat tujuannya atau tidak.
"Mau mampir, tidak?"
Odin menelan ludah sesaat. Ia tidak percaya dengan kebetulan, yang ada hanyalah sesuatu yang tidak terhindarkan, jadi ia yakin kejadian inipun sudah digariskan oleh takdir—kecuali takdir mempermainkannya.
"Hai, lama tidak berjumpa." Odin basa-basi dengan menghampiri pemuda tersebut. "Apa kau ada perlu denganku? Karena aku sedang buru-buru?"
"Oh, pekerjaan lagi? Kau selalu sibuk, pumpkin head. Terkadang aku iri denganmu."
"Ya, ku tahulah, Rom. Aku tidak memiliki banyak waktu."
"Lalu orang seperti apa yang kau cari kali ini?" tanya Rom yang membuat alis Odin mengerut. Darimana Rom tahu bahwa dirinya sedang mencari orang lain?
"Oh, tatapanmu jangan seperti itu, aku tidak kuat. Jordan yang memberitahuku." Rom memegang pipinya sembari berputar bahagia, layaknya seorang anak perempuan yang baru saja diperhatikan oleh idolanya. "Bagaimana kalau kau masuk dulu. Jangan khawatir, aku kerja disini kok."
Odin melihat papan nama gedung ini sekilas. Gay Paradise. Odin baru paham mengapa tingkah Rom padanya seperti tadi.
"Jika kau memiliki informasi mengenai orang ini, mungkin aku akan mampir. Aku tidak suka membuang waktuku untuk mendengarkan cerita masa lalu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku kali ini."
"Hm, boleh aku lihat gambar orang yang kau cari?"
Odin celingukan sejenak kemudian mengeluarkan selembar foto itu dengan cepat. Rom menerimanya dan mengusap dagu.
"Hm, susah ya… Wajahnya tidak terlihat."
"Kalau mudah aku tidak akan susah payah berlari, idiot. Aku bisa mencari sendiri di internet." Odin mendecak, meski ia tidak begitu paham apa itu internet, ia sering mendengar orang-orang menyebut benda itu sebagai alat pencari.
"Tapi sepertinya syal, mantel dan topi ini dikenakan oleh seorang tamu yang berada di dalam. Iya, aku ingat betul karena ia mencolok. Selain itu, aku merasa pernah bertemu dengannya di suatu tempat, selain tempat ini."
Ucapan Rom membuat Odin terbeliak sesaat. Ia…. tidak salah dengar kan? Tanpa ia sadari, kakinya sudah membawanya masuk ke dalam Gay Paradise. Odin mengedarkan pandangan ke sekitar. Tidak ada sosok yang disebut oleh Rom, yang ada hanya para pria sedang menikmati hidangan mereka, dihiasi suara desahan, gemerincing rantai dan musik EDM.
"Kau berbohong padaku, Rom?" Kali ini tatapan Odin tidak seperti biasanya. Saat ia bersiap akan menghajar tubuh pemuda pirang itu, Rom menunjuk ke arah tangga penghubung lantai satu dengan lantai dua yang berisi kamar-kamar untuk para tamu.
"Bukankah ia yang kau cari?"
Odin menoleh. Benar saja, ia mendapati seorang pria tengah turun dari lantai dua, tertunduk membenahi syal yang ia kenakan. Mantel dan fedoranya pun sama dengan yang ada di foto. Pria itu berjalan ke arah bar sebelum akhirnya pergi ke arah berlawanan dari tempatnya berdiri.
"Sial!" Odin menghempaskan Rom begitu saja sembari mengejar pria tersebut. Sayang beberapa pelayan dan dua pasangan seolah menghalangi jalannya dengan lewat di hadapan Odin.
Odin mengutuki dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa begitu lengah melihat mangsanya sudah di depan mata? Ia harus segera mengejarnya dan menebarkan umpan, sebelum memotong kepalanya untuk dipersembahkan kepada Tuan.
"Pumpkin head, tunggu. Aku akan memberitahumu sesuatu. Jika memang orang itu yang kau cari, aku tahu kemana ia pergi setelah dari tempat ini. Oleh karena itu, tolong dengarkan aku terlebih dahulu." Rom mengatur napasnya karena sedikit ketakutan. Meskipun Odin adalah cinta pertamanya, namun masih belum hilang dari ingatan bagaimana Odin menusuk leher penjaga enam tahun silam.
Odin mendengus. Ia tidak ada pilihan lain selain menuruti ucapan Rom.
Odin mengaduk-aduk martini yang disajikan oleh Rom dengan jarinya. Persetan dengan peraturan di bawah umur, toh apa yang dilakukan Odin juga sudah melanggar peraturan. Di hadapannya, Rom menatap setiap sudut wajah Odin. Wajah yang selalu membuatnya jatuh cinta.
"Jadi…" Odin memecah keheningan antara mereka berdua. "Kapan aku akan mendapatkan informasi? Atau kau ingin aku segera memotong kemaluanmu dan kulesakkan ke dalam mulutmu sendiri?"
Rom berdehem. "Sebenarnya sih diluar wilayah Pomupeii II, dan agak jauh dari sini, tapi kau tau rumah pelacuran di pinggiran kota Pomupei III? Menurut salah satu pelangganku yang sering ke sana, ia sering melihat lelaki itu di dalam rumah tersebut. Setiap malam ia selalu memesan tiga wanita untuk memuaskan nafsunya. Setidaknya selama tujuh hari terakhir itu yang terjadi."
Rumah pelacuran di pinggiran Pomupeii III? Wisma? Odin tentu mengenal—bahkan sangat mengenal—tempat yang menjadi rumahnya selama ia tumbuh. Tempat yang menjadi saksi pengalaman pertamanya saat ia melihat bagian pribadi wanita. Tempat ia bertemu dengan si gadis twintail yang berjarak 18 tahun dengannya.
"Baiklah, aku akan segera kesana. Terima kasih."
"Kalau kau tidak memiliki kendaraan, mungkin satu jam kau akan tiba disana. Kalau kau memang buru-buru aku bisa mengantarmu. Tidak sampai 30 menit. Toh ini sudah di wilayah perbatasan. Bagaimana?"
Odin terdiam sejenak. Apakah Rom tidak tahu bahwa jarak tidak sejauh yang dikatakannya? Tunggu, bukan salah Rom. Apa yang diucapkan Rom adalah kondisi normal mengenai jarak tempat ini dengan wisma. Apa Rom tidak merasakan dunia berubah?
"Tidak usah, aku akan berjalan kaki saja. Terima kasih atas semuanya."
Baru saja Odin akan pergi, Rom menahan tangannya. Entah apa lagi yang diinginkan pemuda itu.
"Mana ciuman terima kasihku?"
Odin menghela napas. Ia sadar benar, keegoisan setiap lelaki yang ditutupi oleh harga diri terkadang menyusahkan. Sebenarnya Odin tidak ingin melakukan ini, namun ia harus bisa memerintahkan Rom seperti ia memerintahkan anjing yang dilatih. Odin melepas penutup matanya dan mengelus pipi Rom dengan lembut.
"Rom, dengar ya…" ucapnya dengan sedikit desahan yang sukses membuat jantung Rom berdegup tidak karuan. "Kalau shift-mu sudah selesai, datanglah ke rumah pelacuran tempatku berada. Akan kumanjakan dirimu semalaman."
Odin melepaskan tangannya dari pipi Rom dan meninggalkan pemuda pirang yang kini terduduk karena lututnya lemas. Tujuan Odin kini hanya satu, datang ke wisma dan membunuh pria itu.
***
[Map 02]
Suasana hiruk pikuk yang biasa terjadi di dalam wisma membuat Odin sedikit canggung. Bukannya apa, ia hanya belum siap jika harus bertemu dengan Lolita. Wanita pertama yang membuat jantungnya berdegup kencang. Pemuas nafsu paling populer, pemecah rekor pelanggan terbanyak, dan wanita pertama yang mempertontonkan selangkangannya saat Odin masih berusia sembilan.
Tidak ada yang menyambut kedatangannya saat Odin menapaki kakinya menuju resepsionis wisma. Banyak wajah baru yang belum pernah ia lihat. Tidak ingin bohong, Odin sempat kecewa jika ia tidak berhasil menemui Lolita untuk melepas rindunya malam ini. Enam tahun lamanya, eh?
[Kau tampak lesu, kau tahu?]
"Apa maksudmu? Kukira kau sudah pergi, dari tadi tidak bersuara."
[Aku sedang berpikir]
"Kau bisa berpikir?" desis Odin. Akan terasa aneh jika ia terlihat sedang bicara sendiri. "Er, lupakan."
Jantung Odin berdegup dengan kencang. Ada sebuah perasaan yang membuat bulu roma Odin meremang. Ada seseorang yang memperhatikan gerak-geriknya namun tidak bersuara. Odin memperlambat langkahnya, sementara tawa dan erangan kenikmatan masih terdengar di sekelilingnya.
"Sudah kuduga, kau pulang juga." Sebuah tangan yang menepuk bahu Odin dan suara lembut yang seolah menembus telinganya membuat Odin menoleh.
Di hadapannya, seorang wanita berusia 33 tahun yang masih tampak muda dengan rambut cokelat gelap dimodel twintail dan sebuah kimono hitam tanpa dalaman berdiri menatapnya. Wanita itu mengelus pipi dan bibir Odin, membuat Odin hampir melupakan tujuannya ke tempat ini. Tidak, ia tidak boleh menunjukkan betapa ia bernafsu pada wanita. Odin ingin menggagahinya, jujur saja, namun ia tahu konsekuensi jika Lolita bercinta dengannya, sama saja ia mempersembahkan jiwa Lolita untuk makhluk yang hidup di dalam dirinya.
"Maaf kak." Odin mengenyahkan tangan Lolita. "Aku kesini karena pekerjaan."
"Pekerjaan? Ada yang memesan jasamu melukis? Aku tidak melihatmu membawa kanvas. Lagipula, matamu kenapa? Apa kau terluka di suatu temp—"
"Aku mencari orang ini." Odin dengan cepat mengeluarkan selembar foto dan menunjukkannya pada Lolita. "Dari informasi yang kudengar, pria ini selalu berkunjung ke tempat ini. Apa kau mengenalnya?'
Reaksi Lolita yang berbanding terbalik dengan Rom membuat Odin curiga. Jika Rom dengan gamblang mengatakan dimana ia pernah melihat pria di dalam foto tersebut, maka tidak halnya dengan Lolita yang justru menghindar.
"Kak, kakak tahu sesuatu?" tanya Odin sembari menahan tangan wanita itu agar tidak pergi.
"Ti-tidak. A-aku tidak tahu apa-apa. Ka-kamu sebaiknya kembali bekerja."
Odin tidak bergeming. Ia justru makin kuat menggenggam tangan Lolita untuk tidak pergi.
"Odin lepas—"
"Kak…" Odin menyingkap poni dan melepas penutup matanya. "Jika malam ini aku menginginkan kakak, apakah kakak bersedia?"
Lolita menoleh ke arah Odin. Lelaki yang ia cintai sejak enam tahun lalu. Lelaki yang kini tumbuh sebagai pemuda yang ia yakini bisa memberinya sebuah kepuasan yang belum ia rasakan dari pelanggannya.
"Apakah malam ini aku boleh membawa kakak ke surga?"
Pelukan dari Lolita menjadi jawaban atas pertanyaan Odin.
***
Aroma bunga dan suara vibrator yang dimasukkan Odin ke dalam kemaluan Lolita bercampur dengan lenguhan yang dihasilkan pemilik bibir yang sedang melakukan fellatio kepada dirinya. Berulang kali Odin memerintahkan makhluk yang berada di mata kanannya melalui pemikirannya untuk tidak menghisap jiwa gadis yang memiliki 'tempat' di hatinya sebelum ia mendapatkan informasi mengenai targetnya.
"Jadi, apa kau pernah melihat orang ini?" Odin menjambak rambut coklat milik Lolita, memisahkan mulut Lolita dengan kemaluannya.
Lolita tidak mengindahkan. Ia seperti anak kecil yang ingin menggapai makanan enak di hadapannya. Odin mengambil pengontrol vibrator dan menaikkan tingkat getarnya. Lolita menjerit. Pinggulnya lemas. Ia bahkan tidak memiliki keyakinan bahwa ia bisa mengangkat atau menggerakkan pinggulnya lagi.
"Katakan padaku." Odin memainkan kontrol getar dan menyaksikan Lolita menggelinjang sendiri karenanya. "Dimana kau pernah melihat orang ini, dan akan kuberikan padamu apa yang kau inginkan."
"Huff..ah… dhiah pehlanggan—uff.. Ah ah…"
Menyebalkan. Odin mematikan alat itu. Ia ingin Lolita lebih fokus pada informasi yang akan dikeluarkan dari mulutnya.
"Ayo katakan…" Odin mencolek bibir dan hidung Lolita dengan kemaluannya. "Katakan dan ini akan menjadi milikmu."
Lolita mengatur napas, mencoba mengeluarkan suara dari tenggorokannya yang mulai dehidrasi. "Dia… salah satu pebisnis di daerah tertutup. Dia punya…perjudiaan… Dia… Pelanggan setiaku—hh… Dia bilang, aku tidak boleh mengatakannya padamu… tentangnya… Berikan.. berikan aku milikmu.. Haaa.."
Sedikit banyk Odin paham mengapa Tuan menginginkan kepalanya.
Odin menjambak Lolita lebih keras. "Apa hanya itu yang kau ketahui tentangnya?"
Lolita menggangguk cepat berulang-ulang. Kasihan, sungguh kasihan. Lolita sudah tidak memiliki akal sehat apapun. Ia begitu lapar. Seolah ingin melahap habis kemaluan milik Odin yang tegak berdiri. Odin menarik badan Lolita ke pangkuannya, memberikan apa yang Lolita inginkan tanpa mengeluarkan vibrator dari liang kenikmatan wanita itu. Odin tahu resikonya, namun ia tetap menyalakan alat itu kembali.
Getaran yang dirasakan Odin dan Lolita membuat birahi keduanya semakin memuncak. Perasaan yang sempat dipendam oleh Odin telah dibuang saat ia mengajak Lolita untuk bercumbu dengannya. Odin tahu bahwa ini akan menjadi akhir dari hidup Lolita. Oleh karena itu, ia memohon pada takdir untuk bisa mencicipi tubuh Lolita lebih lama.
Gerakan pinggul Lolita melemah, mungkin ia sudah di ambang batas staminanya sementara Odin masih terus memompa kemaluannya ke dalam titik kenikmatan yang dimiliki wanita tersebut. Entah sudah berapa kali mereka berdua mencapai klimaks, seolah masih belum puas dan malam masih panjang, mereka bahkan tidak memiliki belas kasih pada diri mereka sendiri.
Lolita tersentak tiba-tiba. Matanya terbeliak dan tangannya bergerak mendekap lehernya sendiri sedangkan Odin masih terus memanjakan liangnya.
Sudah saatnya ya?
Odin masih melanjutkan aksinya namun kali ini ia menahan tangan Lolita agar tetap terbentang, sementara dirinya menciumi leher wanita yang sedang ditarik jiwanya tersebut dengan mesra.
Lolita menjerit. Bersamaan dengan keluarnya sperma di dalam rahimnya untuk terakhir kali, jiwanya juga terangkat. Sadar wanita itu sudah tidak bernyawa, Odin melepaskan dirinya dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Sudah terlambat untuk menyesal, dan ia sama sekali tidak menyesal—mungkin.
Mana jalan yang ia pilih?
Menjadi anak yang dibanggakan, atau tetap menjadi seorang manusia?
Yang manapun, ia tidak peduli. Toh yang jelas ia tahu satu hal, pria yang ia cari akan datang ke wisma malam ini. Mungkin sesuai keinginan sang Tuan, dirinya 'bukan lagi seorang manusia'.
Odin pergi ke beranda untuk menikmati angin malam. Sesekali ia melihat Lolita yang terbujur kaku dengan mata terbuka dan memandang jalanan yang masih ramai dengan penjaja makanan kaki lima serta pemuas nafsu yang tidak terdaftar di wisma manapun. Pandangan Odin terhenti dan fokus pada sebuah figur. Sesosok pria yang tertangkap basah telah mengamatinya hanya tertunduk sembari membenarkan topi fedora yang ia kenakan. Setengah wajahnya tertutup syal, dan seperti mengejek Odin yang berhasil menyadari keberadaannya, pria itu meninggalkan tempatnya berdiri tanpa mempedulikan reaksi Odin.
***
[Map 03]
Odin berlari mengejar sosok pria yang dengan santai berjalan menuju ke daerah terlarang. Sialnya, kaki Odin sedang dalam kondisi tidak fit akibat lompat dari lantai dua wisma dan staminanya agak berkurang setelah bertempur dengan Lolita di dalam wisma. Beruntung ia tidak patah tulang karena aksinya. Hanya saja berlari dalam kondisi tersebut menelurusi kerumunan orang-orang bukanlah hal yang menyenangkan, apalagi ia harus menutup sebelah matanya dengan tangan karena ia belum sempat mengenakan penutup matanya.
Pria yang ia cari berhenti di depan rumah yang ditutup oleh papan. Kontras dengan pusat kasino yang gemerlap dengan lampu di sampingnya.
Hey, hey apa maksudnya ini?
Odin mencoba berkomunikasi dengan sang pengabul keinginan, namun tidak ada jawaban.
Hening.
Odin menelan ludah. Ia sendiri tidak begitu mengerti apa yang terjadi dengan Pomupeii malam ini. Ia merasa kotanya semakin sempit, namun ia tidak merasa orang lain juga merasakannya. Hanya dirinya yang merasa seperti itu. Belum lagi kondisi yang terdistorsi seperti ini. Bagaimana mungkin rumah tempat ibunya meninggal dulu bersebelahan dengan kasino? Padahal seharusnya rumah itu benar-benar ditutup dan dibatasi oleh dinding pemisah. Entah apa sebabnya rumah itu tidak bisa dihancurkan meski banyak yang sering mencobanya.
Odin mengatur napas melihat pria yang berdiri kurang lebih lima puluh meter di hadapannya. Pria itu masih tertunduk, seolah tidak ingin identitasnya dilihat oleh pemuda dengan rambut cerah yang kini basah dengan keringat. Tanpa diduga, pria itu mengeluarkan pistol dan menembakkan peluru pada Odin saat Odin mengambil napas untuk mengisi keterengahannya.
Reflek, Odin menghindar. Tidak berhenti di situ, pria tersebut menembakkan beberapa peluru secara berurutan meski Odin berhasil menghindarinya—yah, hanya sedikit peluru yang menggores baju atau kulitnya. Odin masih mengatur napasnya yang kembali terengah. Jika terus begini, bukan tidak mungkin dirinya akan menjadi bulan-bulanan peluru. Ia tidak boleh tinggal diam.
Desing peluru cukup untuk membuat beberapa perhatian teralihkan ke daerah tersebut. Tidak ada yang berani menengahi perseteruan pria bermantel dengan pemuda berambut terang yang hampir tidak mengenakan apa-apa di badan. Bodyguard yang bekerja di tempat kasinopun tidak luput dari serangan peluru yang ditembakkan oleh pria tersebuh, hanya karena mereka mencoba 'masuk' ke dalam perseteruan.
Odin berlari mendekat dan memicingkan mata melihat gaya pria yang kini memegang pistol dengan kedua tangannya. Ia berani bersumpah pernah melihat gaya tersebut di suatu tempat, namun kepalanya enggan diajak mengingat. Dirinya lebih fokus untuk mencari celah agar bisa menusukkan pisau di leher pria tersebut.
Odin melompat dan menghunuskan pisaunya ke arah leher sang pria, namun sayang, pria tersebut lebih tangkas menangkis pisau Odin dengan kedua pistolnya. Kesal, Odin mulai melayangkan tendangan-tendangannya ke arah pria tersebut meski ia tahu tidak banyak kerusakan yang akan diterima oleh pria tersebut karena setiap tendangan Odin berhasil ia tangkis. Odin mengernyitkan alis, jika terus begini, ia bisa-bisa kehilangan stamina sebelum berhasil menyelesaikan misi. Siapa pria ini, bagaimana mungkin setiap gerakannya dapat dibaca dan ditangkis dengan mudah?
Odin mencoba peruntungannya sendiri, entah apa gerakannya kali ini juga bisa dibaca lawannya atau tidak. Setidaknya ia berhasil membuat lawannya sibuk sehingga tidak ada waktu untuk sang lawan menarik pelatuk dan melubangi seluruh tubuhnya.
Odin menarik syal yang dikenakan oleh pria itu sebagai penopang tubuh sebelum ia memutar kaki kirinya, mengarahkan ke wajah sang pria. Pria tersebut tidak tinggal diam, ia menggerakkan tangannya untuk menghalau kakai tersebut. Padahal sasaran utama Odin adalah kemaluan lelaki yang ia serang dengan kaki kanannya.
Pengecut? Memang. Tapi ia butuh waktu.
Keduanya sama-sama terjatuh dan Odin dengan sigap bangkit kembali untuk merebut kedua pistol yang terlepas dari genggaman pria tersebut. Jika ia tidak bisa membunuhnya menggunakan pisau, ia akan menembaknya terlebih dahulu, toh begini-begini ia paham dan tahu bagaimana cara menggunakan pistol.
Setidaknya itu yang berada di pikirannya ketika realita berbicara sebaliknya. Odin tidak mengerti kenapa dirinya gemetar dan pistol itu terasa berat, padahal sebelum hari inipun entah sudah berapa kali ia menggunakan senjata api sebagai alternatif menyelesaikan misinya.
Lalu mengapa?
Pria yang tadi jatuh tersungkur kemudian bangkit dan menghampiri Odin yang masih berkutat dengan kebingungan yang tengah ia hadapi. Jalan pria itu agak sempoyongan, meski ia menunduk sembari membenarkan posisi syal dan fedoranya. Odin mencoba menarik pelatuk saat pria itu semakin mendekati dirinya, namun terlambat. Dirinya jatuh tersungkur tatkala pria tersebut menendang kemaluannya.
Odin ingin bangkit namun pria itu dengan sigap menarik lengan dan menendag perutnya kemudian melemparkannya seperti barang bekas di rumah loak. Odin muntah. Meski ia tidak tahu siapa lawannya, namun Odin tahu bahwa pria tersebut bukan hanya sekedar pengusaha. Baru kali ini ia mendapatkan lawan yang berhasil membuatnya sakit di sekujur badan padahal pria tersebut menyerangnya tanpa membuka mata.
Orang-orang yang berada di sekeliling mencoba mendekati sosok yang dilempar ke arah mereka. Mereka seperti mendapatkan hidangan lezat untuk mereka santap. Namun langkah mereka terhenti ketika mendengar sebuah tembakan peringatan yang dilepaskan oleh pria tersebut di udara, seolah menjadi isyarat bahwa tidak ada yang boleh menyentuh 'mainan'nya.
Odin benci mengakuinya, namun ia tertolong berkat pria itu. Entah apa yang terjadi padanya jika ia harus melayani nafsu orang-orang sebanyak itu.
Apakah ini akhirnya?
Apakah ini kegagalan untuknya?
Odin tidak berhenti memikirkan Tuan dan pria yang kini mengarahkan pistol ke arahnya. Meski jarak mereka tidak dekat, namun Odin benar-benar lelah untuk bergerak. Mungkin ini adalah saat terakhirnya.
Menyedihkan.
***
"Pumpkin!"
Sebuah letusan senjata api terdengar. Odin yang tadinya menutup mata, kini coba melihat sosok yang berada di atasnya.
Wajah pria dengan rambut pirang buatan yang tersenyum adalah pemandangan yang pertama kali Odin lihat. Entah sejak kapan Rom berlari dan menutupi tubuhnya dari serangan pria tersebut. Rom menatap Odin dan mencium pemuda itu dengan ganas. Rasa darah bercampur saliva menjelajahi mulut dalam Odin, disertai lenguhan pelan dari bibir pemuda bermata hijau tersebut saat tangan pemuda di atasnya meraba dan memijat kemaluannya.
Pria yang berada di seberang mereka tertawa. Tawa khas yang membuat Odin terbeliak. Sejenak ia menghentikan gerakan Rom yang masih berusaha melepaskan birahi kepadanya.
"Sampah tetaplah sampah. Bukan begitu, Odin?"
Odin tidak menjawab. Dirinya masih terlalu terkejut dengan realita. Akhirnya ia tahu siapa sosok yang selama ini ia buru. Sosok yang hapal dengan gerakan dan teknik menendangnya.
"Apa maksudmu…" Odin menelan ludah. "…Tuan?"
Pria yang ternyata adalah 'ayah' Odin sendiri melepaskan tembakan sekali lagi ke arah badan Rom yang berada di atas Odin hingga Rom kembali memuntahkan darah dari dalam mulutnya. Odin terkesiap sesaat, namun apa yang sudah terjadi tak dapat ia kembalikan.
"Jadi, apa kau telah menjadi anak yang kubanggakan ataukah tetap menjadi manusia?"
Odin menggigit bawahnya. Perasaannya dikhianati, hatinya hancur tercabik oleh Tuan yang ia cintai sebagai ayahnya sendiri. Odin pikir dirinya sudah menjadi apa yang Tuan banggakan, sebuah mesin pembunuh yang melaksanakan apapun perintah majikannya, namun perasaan sakit yang dirasakannya barusan benar-benar menampar dirinya dengan keras.
Dirinya masih manusia.
Apa takdir mempermainkannya? Apa Tuan mempermainkannya? Tidak, ia tidak merasa tuannya bermain-main. Yang dicari oleh adalah dirinya sendiri. Odin merasa ini adalah ujian yang diberikan Tuan padanya. Ujian untuk membuktikan apakah dirinya pantas atau tidak menjadi anak yang Tuan banggakan.
Ia tidak akan menyerahkan hidupnya hari ini.
Odin menarik tubuh Rom yang sudah tak bernyawa, menjadikannya tameng saat berlari mendekati Tuan sebelum melemparkan tubuh itu ke arah Tuan hingga pria itu kehilangan kekuatan dari kakinya. Odin menghunuskan pisau ke arah dahi Tuan.
"Aku ingin meminta penjelasan, tapi kurasa tidak perlu ya?"
Tuan membuka mata, menatap iris hijau Odin yang nanar kemudian tertawa. Odin menancapkan ujung pisau itu meski sedikit gemetar.
"Lamban."
Tuan mencengkram perut Odin dan bangkit menghajar pemuda itu sekali lagi.
"Aku tidak pernah mengajarimu mengasihani musuhmu." Tuan mencengkram kemaluan Odin yang tergeletak di atas tanah dengan kasar. "Kau cukup memberiku penderitaan, sialan. Kau kira berapa lama aku menahan diriku untuk tidak menyetubuhimu?!"
Odin tidak melawan ketika Tuan menurunkan celana dan mencoba memasukkan kemaluan ke dalam liangnya. Di hadapannya bukanlah Tuan yang ia kenal. Tuan yang dihadapannya kini adalah budak seks yang lapar akan birahi. Odin tidak bereaksi bahkan ketika Tuan menciuminya dengan kasar, meninggalkan jejak-jejak saliva di seluruh wajah Odin.
Tuan yang Odin cintai seperti ayahnya sendiri telah mati,
Odin mengambil pisau yang terjatuh tidak jauh dari tangan kanannya dan menusuk leher kiri pria yang masih menggebu dan berusaha memuaskan birahinya sendiri.
Tuan mengerang, memegang lehernya meski tidak melepaskan dirinya dari Odin.
Odin menusukkan pisau itu sekali lagi, ke leher tengah yang berada tepat di depan wajahnya. Ia tidak peduli erangan pria yang menyemburkan cairan merah hangat ke wajahnya. Yang ia pedulikan adalah bagaimana caranya membanggakan Tuan. Tuan ingin kepalanya, namun Odin tidak memiliki parang untuk memutus kepala itu.
"Ah, sial. Aku lupa bawa toples," ucapnya datar—meski matanya mengeluarkan cairan bening yang sama hangatnya dengan cairan merah yang masih tersembur di wajahnya.
Odin sendirian di dunia ini.
Sejak awal ia tahu tidak ada yang bisa ia lindungi selain dirinya sendiri. Perlahan Odin bangkit, menarik tubuh Tuan dan berjalan menuju sebuah pohon mati karena ia tidak bisa memisahkan kepala itu dari tubuh.
"Tuan, apakah aku telah menjadi anak yang kau banggakan?"
***
[Map 04]
Odin memicingkan mata saat seberkas cahaya menyeruak dari balik pepohonan. Aneh, padahal langit masih kelam. Ah, mungkin saja ini satu dari berbagai keanehan yang terjadi malam ini. Odin sudah tidak terkejut. Dirinya terlalu lelah untuk terkejut bahkan ketika dua sosok muncul secara misterius di hadapannya.
"Tuan Nurma, apakah benar anak ini yang kau tandai?"
Odin memicingkan mata menatap sosok wanita—jika ia kenali dari suaranya—berkepala bantal. Pria berkacamata hitam yang dipanggi 'Tuan Nurma' hanya mengangguk.
"Apa kau memiliki mimpi?" tanya si kepala bantal pada Odin.
"Apa aku bisa membawa ibuku kembali?" Odin masih ingat candaan makhluk parasit yang kini tidak bisa ia dengar.
Wanita berkepala bantal tersebut memberikan Odin sebuah domba. Apa ini maksudnya ia menjadi seorang pengembala? Lalu apa hubungannya dengan impian yang tadi ditanyakan kepadanya? Odin memberikan tatapan penuh tanya tersbut pada sosok Tuan Nurma dan si kepala bantal. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menjawab arti tatapan tersebut.
"Selamat kau telah menyelesaikan tugas di dunia ini."
Odin menerima domba tersebut dan merasakan ada sesuatu yang tertarik dari dalam dirinya. Mata kanannya berkedut sakit, dan ia mulai lelah menutup sebelah mata sedari tadi. Diletakkan domba putih itu di depan kakinya sebelum ia mengenakan penutup mata. Bisa repot kalau ia harus membuka mata kanannya di hadapan orang lain saat ini.
Odin kembali menggendong domba putih itu dan melihat ke kedua sosok itu sekali lagi. Dunia yang aneh, Tuan yang bersikap aneh, orang-orang yang aneh, pertanyaan yang aneh, dan seekor domba yang aneh. Semua aneh bagi Odin, namun ia tidak memiliki pertanyaan yang berkaitan dengan itu.
Keanehan ini adalah takdir. Lalu, kemana takdir membawanya setelah ini?
"Jika kau mengikuti kami, kemungkinan kau bisa mewujudkan mimpimu."
Mimpi? Menghidupkan ibunya kembali, begitu?
"Karena kau seorang reverier." Tuan Nurma membuka suara.
Odin merasa pernah mendengar kata tersebut entah dimana.
"Jadi, siapa namamu?"
Odin mengela napas dalam-dalam. "Odin. Semua orang memanggilku begitu."
Sebuah keinginan kuat untuk menghidupkan ibunya kembali mengantarkan Odin pada dirinya hari ini. Ia melangkah mengikuti Tuan Nurma dan si kepala bantal memasuki cahaya yang perlahan menghilang, meninggalkan Pomupeii yang masih terselimut malam. Meninggalkan semua masa lalu yang pernah ia dapatkan.
===DREAM 00 END===
"Bersamaan dengan keluarnya sperma di dalam rahimnya untuk terakhir kali"
BalasHapusSaya error di bagian itu, karena wanita itu nggak bisa mengeluarkan sperma, melainkan orgasme. Itu juga yang keluar hanya sebatas cairan bening, semacam pelumas.
Terus waktu orgasme, kurang digali yaaa... sebutin juga dong kalo cewek itu "berkedut" di liang vagina, membuat Odin ikut nikmat karenanya.
wkwkwkwk
Btw, saya ngerasa miss di bagian motif si Tuan. Maksudnya apa menguji Odin dengan tugas macam itu? Menjadikan dirinya sendiri target yang harus dibunuh anak buahnya sendiri? Rasanya kurang rasional, meski ia sedang dikuasai oleh birahi (efek incubus)
Bersenggama dengan leher setengah putus... damn, that's a new level of hardcore.
Point : 8
OC : Venessa Maria
Eh, saya ralat bagian pertama komen.
Hapus"Lolita menjerit. Bersamaan dengan keluarnya sperma di dalam rahimnya untuk terakhir kali"
Ini saya ada salah baca, DI dalam rahim saya ngebacanya Dari dalam rahim, wkwkwkwk
Mungkin ada baiknya nambahin subjek, si Odin yang nyemburin sperma.
Maafkeun saya...
Q_Q
First of all
HapusBUAHAHAHA #hus
untuk H-Scene emang kalau ga ngalamin langsung, ga greget. Tarif cewe orderan berapakira2 ya? #heh
Oke, to be fair karena saya sendiri yang bilang intro ga wajib dibaca... Alasan si Tuan ngebunuh.. Headline prelim ini.
Alasannya : Ini ujian buat Odin.
Karena Tuan tahu sebagai seorang pembunuh, Odin ga boleh punya emosi dan ga ada 'keluarga' Odin yang dekat dengan Odin, jadi Tuan mengorbankan dirinya sendiri. Toh dia pengen pensiun..
Dan Tuan ga tahu soal Lolita.
Btw makasih dah mampir, nanti ajari saya lagi uwu
Terlepas dari konten r18nya, komentar saya senada sama yang di atas : saya masih belum ngeh kenapa si Tuan bikin dirinya sendiri jadi target buat dihabisi. Tapi seengganya buat ukuran showcasing Odin ini bisa apa udah lumayan kegambar dari prelim ini. Saya kira bakal ada sesuatu yang supernatural ikut bermain, tapi Odin ini keliatannya masih cukup normal dalam ngehandle battlenya ya
BalasHapusNilai 8
Alasannya : Ini ujian buat Odin.
HapusKarena Tuan tahu sebagai seorang pembunuh, Odin ga boleh punya emosi dan ga ada 'keluarga' Odin yang dekat dengan Odin, jadi Tuan mengorbankan dirinya sendiri. Toh dia pengen pensiun..
(ini saya copas aja sih)
Kalau supranaturalnya sih, sebenare kekuatan manipulasi orang dengan hasrat itu kak Sam, dan sebenare itu Tuannya terakhir juga kena. (Kecuali kak sam menganggap orang gampang napsuan sampe nyerang dan rela memberikan apapun itu hanya karena ngeliat itu sebagai sesuatu yang normal)
cuma ga saya jabar karena batasan hilangnya inspirasi :
1. bicara pada si makhluk
2. kemampuan odin menggunakan senjata api
Lepas dari itu, ya, pertarungan Odin normal-normal saja.
Dia bertarung layaknya orang lain bertarung
Makasih udah mampir~
@3@ sa-saya gagal fokus gara-gara adegan R-18 @////@ tapi...tapi... kereenn.. @3@ tapi.. tapi juga saya gagal fokus...
BalasHapusudah ah ga banyak oceh lagi
sung Saya kasih 8/10 narasinya keren sampe bikin hilang fokus.. tapi saya tiba-tiba baper..
OC: Airi Einzworth
Lah kenapa baper? Ini adwl alasan lain ga kenapa hilang fokus selain R18nya?
HapusThanks udah mampir~
Eeerr... gimana ya... (yang serius oy!)
BalasHapusDari segi penulisan, entri ini cukup menghaluskan yang sangat diperlukan. Intinya pemilihan kata sudah bagus tapi masih ada yang harus diperbaiki di bagian EYD atau melengkapi kata yang kurang, karena proses editing itu sangat penting sebelum disuguhkan.
Untuk segi cerita, sebagai R-18 pertama ini sudah sangat bagus dan hampir gagal fokus tentang di Roma. Dia laki-laki, kan? Beberapa kali aku kira dia wanita....
Masukan, mungkin sedikit diceritakan tentang siapa si Odin di sini. Sebab, karena ini sudut pandang 3 jadi mungkin pembaca butuh penceritaan tentang (utamanya) kemampuan unik si Odin.
#IniContohPembacaYangGagalPahamTotal
Untuk nilai: 7/10
oke, sekian dan terima kasih.
ttd
Pembaca
Mengenai EYD jelas saya butuh belajar lagi. Huhu..
HapusDan ya, odin laki meski cantik
Kayak authornya #digeplak
Kalau mengenai siapa odin, dan kekuatannya sudah ada di intro sih.
Itu sejarah dari odin lahir sampe dijual dan dijadiin "mesin"
Btw thanks udah mampir~
Awalnya, saya nganggap adegan-adegan R18-nya kerasa agak awkward. Tapi setelah diulang lagi, memang kerasa kalau setiap adegan ini berhubungan dengan dunia dan karakteristik Odin sendiri. Tetap awkward, tapi memang punya fungsi dan bukan sekedar asal dimasukin.
BalasHapusPlot assassination yang disajikan cukup menarik, dan konklusinya lumayan kerasa impactnya. Nggak kepikiran protes berarti, jadi saya kasih cerita ini 8/10
Fahrul Razi
OC: Anita Mardiani
Aaah makasih King... kalau emang lolos sih pengennya diajarin buat bikin sex scene yang ga awkward.
HapusBener2 ijo soale.
Thanks udah mampir~
apa odin itu homo? ah tepatnya bi kali ya... 8
BalasHapusKuro Godwill
Iya bisexual
HapusBtw boleh tau alasan lain ga kenapa entry odin dapat nilai 8? Biar enak panitia ngumpulin nilainya
kayaknya si odin ini psycopat ya. dan itu orang2 di kotanya smacam smua haus sama nafsu birahi. dan knp di pertarunganpun kelamin juga slalu jd sasarannya? spertinya emang fokus ke r 18+nya ya. hmm...scr keseluruhan bc sih nggak ada masalah tp saya agak kurang ahli sih bcaan dewasa. btw si odin bs jadi seme dan uke skaligus ya? atau dia cuma tipe uke aja?. pertama aku mikirnya pas sama rom udin bkal jd seme tp pas sama tuan ternyata uke. hmm...bagian terakhir terlalu mengerikan untuk dibayangkan krn saya payah menghadapi thriller
HapusWait, samakan persepsi dulu soal psychopath. Odin sih sebenernya pembunuh bayaran. Dia membunuh bukan karena suka, tapi karena dia butuh uang, rumah tinggal, dan makan.
HapusTbh, itu Pomupeii plesetan dari kota Pompeii, sebuah kota di bawah kaki Gunung Vesuvius yang terkubur. Katanya sih waktu vesuvius meledak dan ada hujan abu, banyak pasangan homoseksual yang ikut terkubur. Pompeii juga dikenal sebagai negara homoseksual yang kena azab, so saya ambil deh.
Si Odin bisa seme atau uke tergantung kebutuhan pekerjaannya.
Kenapa kelamin? Karena setan di mata kanannya itu menghisap jiwa orang yang berhubungan seksual dengan Odin. Simple way to kill people kan?
Anyway, Thanks udah mampir~
HapusGHOUL: “Wow, pembunuh bayaran! Hm aku harus waspada, jangan sampe ketemu ama orang ini nantinya. Tapi seru juga nih kalo dikejer-kejer ama doi. Haha!”
BalasHapusSHUI: ”…” (mengisap rokok dengan enjoy membacanya).
GHOUL: “Tumben juga nih anak, ga seperti biasanya si Shui diam aja. Biasanya doi ngedumel kalo gak puas. Tuh artinya, sepertinya doi menikmati entri ini. Prolognya aku suka karna bikin penasaran, siapa si target itu. Hm, alur cerita ini sepertinya bakal seru ampe tinta terakhir. Aku ga sabar menanti pertarungan mereka…” (sambil terus ngescroll).
SUNNY: “Nama julukan awalan huruf besar ya, Pumpkin Head! EYD-nya masi dikit salah-salahnya, misalnya penempatan koma sebelum kata ‘dan’ itu tak dibenarkan karna kalimat setara dua frase aja kecuali kalo ada lebih dari 2 frase seperti ‘ dihiasi suara desahan, gemerincing rantai dan musik EDM’ nih seharunya pake koma sebelum kata ‘dan’. N ada beberapa penempatan koma yang tak semestinya. Ada dikit typo, tapi secara keseluruhan okelah!”
GHOUL: “Wah, entri ini dapat banyak masukan dari sub oc-2 yang taat hukum soal EYD—Sunny. Kami kasih 8 deh, meski Shui diam saja dari tadi saking gengsinya memuji. Yang terakhir, aku kayak pernah denger nama DEE—mungkin nama contributor antologi fiksi horror, kalo ga salah, hehe. Pernah ga kita satu buku? (^0^)7”
:=(D
Aaa makasih... iya, masalah koma memang saya suka ketuker. Semoga lolos jadi bisa memperbaiki di entry mendatang.
HapusItu targetnya si bos sendiri. Jadi kayak semacam ujian gitu buat si Odin.
Btw, iya, saya emang pernah jadi kontributor antologi horor. Jangan2 kita pernah satu buku.
Yang mana?
- midnight stories 3 (mediakita)
Atau
- jangan baca ini (mmjn) ?
Sumpah seharian penasaran huhu
Anyway thanks udah mampir
Haha
BalasHapusHahahaha
Stensilan memang keren sekali.....
Sudah membaca komentar, jadi tau alasan Tuan menjadikan dirinya sebagai target. Kasihan Tuan karena Odin berhasil membunuh Tuan meski sedang bersenggama.
UhukyangsamaLolitakurangbanyakuhuk
Saya suka penggambaran bingkai mimpi yang mana Odin sadar dunianya berubah, akhirnya saya mendapatkan ide setelah membaca entri ini. Caranya sederhana dengan Lebih cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tertentu
Nilai 9
Merald
*uhuk*PengenNambahSamaLolitaTapiSudahPengenBesananDenganAuthornyaMaria*uhuk*
HapusSejujurnya lagi, ini pertama kalinya saya bikin stensilan, anyway. Saya biasanya murni thriller, baru kali ini bikin yang 80% stensil huhu.
Mengenai dunia mimpi, sebenarnya dapat clue dari entry prelim panitia yang kasih hint soal menara eifel di samping monas.
Thanks udah mampir~
Mas Dee bikin entri R18 ternyata bole juga. Saya cukup menikmati setiap adegan R18 yang ada, tidak terlihat dipaksakan dan berjalan sewajarnya. Eksekusinya juga cukup halus, gak seperti cerita BB17/21+++ di forum-forum "dewasa"
BalasHapusDan tema dunia yang diusung Odin relevan dengan karakternya yang sebagian incubus. Jadi gak aneh kenapa harus pakai tema R18.
Konflik, pertarungan, sama adegan ehem-ehemnya porsinya pas.
Tanpa banyak komentar lagi, 8/10 mewakili penilaian keseluruhan cerita ini dari saya.
Salam croott dari Enryuumaru bersama Mbah Amut (dkk)
Yus, plislah kau tau saya masih ngeraba bikin cerita stensilan. Saya bukan nyasu atau bang ich yang sudah rajanya.. Huhuhu makasih kalau pas
HapusThanks udah mampir~
Ada kebangkitan di dalam celanaku. Skip. Menurut saya cerita Odin ini jago nyimpen adegan di bagian-bagian yang pas. Darahnya, lendirnya, batasan dunia yang mengecil, semuanya. Sedikit keluhannya mungkin ada di bagian twist Tuan, agak kerasa kurang klimaks atau mungkin itu karena saya aja yang telat nangkep faktor-faktor penyusun twist-nya ya orz. Suka sama dedikasi Odin buat beresin misi, tapi kurang suka sama keputusan dia di beberapa peristiwa (kaya Ml terakhirnya sama Lolita, kenapa harus yang kaya dia yang mati? Maaf ini cuma ego saya aja). Selebihnya saya suka entri ini. 8/10
BalasHapusOc: Namol Nihilo
untung kau tidak baca saat bulan puasa, Phi. Kalau sampe bikin batal piye? #plak
HapusSedikit menjawab, kenapa cuma Lolita yang di ML-in biar mati, soalnya Odin ga suka ada yang main rahasia-rahasiaan sama dia, apalagi ngalangin misi. Orz
Bunuh aja sekalian, meskipun dia sayang, tapi sekali ada rahasia = pengkhianatan, bakar.
Buat klimaks sendiri, maaf kalau kurang u.u
Ke depan bakal diperbaiki.
Thanks udah mampir~
"Odin mengigit bawahnya. ....."
BalasHapuskalimat yang saya kurang ngeh. mungkin ada kata yang kurang.
alur ceritanya halus mengingatkan dengan setting london zaman dulu. netnot scene menurut pribadi saya agak mengganggu. but it's okay.
well, nilai dari saya 8. semoga sukses...
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
Ah iya, mestinya bibir, makasih udah point out bang,
HapusMirip London ya? Maybe karena Pomupeii sendiri kota klasik. hehehe
Thanks udah mau mampir~
Hm...
BalasHapusI have the urge of smoking a cig after reading this...
Semua adegan sudah tergambar dengan baik, sayangnya untuk tiap karakter yang memiliki latar belakang dengan Odin, mereka kurang banyak dapet spotlight. Bukan flashback, tapi saya kurang melihat gambaran kedekatan mereka dengan Odin, hanya narasi satu atau dua kalimat yang menurutku kurang mencukupi.
Kalau orang-orang yang mati ini bukanlah orang-orang yang memiliki latar belakang bersama Odin, ini sudah cukup bagus. Tapi untuk mereka ini, saya merasa agak sedikit kurang dramatis kematiannya.
Saya gak akan komen soal EBI dan penulisannya, walau sempet nemu typo saya tetap lancar bacanya~
This poor kid can get 8 points from me!
Asibikaashi
untung udah buka ya bang, jadi ga takut batal karena ngerokok.
HapusMakasih bang buat kritiknya, tadinya sih pengen fokus di Odin, tapi ya mestinya orang-orang sekitar kudunya bisa lebih dapat spotlight sih.
Thanks udah mampir~
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusErrr brb ke wc dulu----
BalasHapusUntuk penulisannya sudah mudah dicerna, meski saya menemukan beberapa typo dan salah satunya di adegan R18 nya (dont worry this isnt the minus point, i know you are in the situation of 'something' when write this story)
Si tuan sebagai target itu keren, cuma coba lebih diperkuat lagi hubungan odin dengan si tuan agar drama nya lebih terasa. Saya ga bilang ini kurang tapi lebih emosional lebih bagus bukan?
Walakhir
7/10 dulu
Ganzo Rashura
wahahah ke WC
HapusOkey deh, saran saya terima :>
Tapi hubungan Odin dan si Tuan ada di masa lalu sebenarnya...
kalau yang disini sengaja khusus buat prelim heuheheheh
Thanks udah mampir~
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus