oleh : MirorMirors
--
=Warning! Mature Content=
"Jiwa-jiwa yang sudah terlepaskan dari raganya, mereka tidak akan pernah bisa bermimpi ...."
Prolog
Kaki jenjang berbalut Loubouttin merah menyala berjalan cepat membelah genangan air bekas hujan semalam. Tidak peduli cipratan kecilnya akan mengotori ujung sepatu mewah itu. Si empunya malah mengubah langkahnya jadi berlari. Menciptakan cipratan-cipratan yang semakin besar tatkala ia setengah melompati genangan dan mendarat di genangan yang lainnya.
"Tal!" seru sebuah suara yang sudah tidak asing. Gadis bergaris wajah khas Irlandia itu seketika berhenti berlari. Tubuh ramping berbalut rok floral di atas lutut itu berbalik.
"Tsk! Jangan bilang kau menyusulku hanya untuk mencegahku bertemu Gardenia Malaska," tukas Tal langsung. Tanpa basa basi apalagi ramah tamah. Orang yang memanggilnya tadi mendesah setengah kesal. Tujuannya tertebak bahkan sebelum ia membuka mulut.
"Aku tidak mau kau dikurung di pentagon lagi," sahut wanita yang tak kalah cantik dari Tal. Anthea Persephone menyunggingkan senyum kaku. Tal mendengus pasrah. Antara tidak rela, tapi dia juga butuh kepastian.
"Simon Warner bilang dia pernah bermimpi!" ucap Tal masih bertahan dengan keinginannya yang sudah bulat. Tidak menunggu bibir Anthea membuka, Tal sudah membalikan badan dan kembali melanjutkan larinya menuju Diagon Waltz. Anthea hanya bisa menatap punggung gadis itu pasrah. Sepertinya Tal sudah tidak bisa dicegah lagi.
*****
Diagon Waltz. Sebuah bangunan berdinding bata merah berdiri kokoh di ujung jalan. Sesaat Tal menghentikan larinya. Menatap bangunan yang sudah sering ia kunjungi. Bangunan yang juga selalu memberikannya sebuah pengharapan semu. Tal hanya berharap kali ini, bangunan itu tidak lagi mengkhianatinya.
"Jawabanku masih sama, Becker. Apa kau ingin mendengarkan untuk ke-1.347 kalinya?" Gardenia Malaska menatap Tal datar. Jubah hitamnya sesekali terbang tertiup angin. Pagi itu Malaska terlihat lebih pucat. Nada bicaranya pun tak setajam sebelumnya. Tal menyunggingkan senyum tipis.
"Aku ingin mendengar jawaban yang berbeda. Bukankah Simon Warner juga bisa bermimpi?" tukas Tal. Malaska menghela napas pelan. Dia kembali mendudukan tubuhnya ke sebuah kursi berkaki kayu yang sudah cukup tua. Terdengar suara derit pelan saat kursi itu masih dipaksa untuk menahan tubuh Malaska yang besar.
"Mana ada orang mati tertidur dan bermimpi? Kau hanya jiwa yang kosong," sahut Malaska. Memang masuk di akal. Jiwa yang mati mana mungkin kembali ke raga. Menjadi hantu?
Oh, jangan salah sangka. Tal tidak sepenuhnya hantu. Dia bukan mati bunuh diri. Tal hanyalah jiwa yang terlepaskan dari raga. Semua yang hidup di Magellanic adalah jiwa-jiwa yang terlepaskan dari raga manusia. Kehidupan disini pun tak beda jauh dengan kehidupan selayaknya di bumi. Hanya saja mereka bertahan dengan kenangan. Yah, kenangan manis dan pahit yang terkadang sengaja disimpan sampai mati.
"Tolong aku ... sekali ini saja, Malaska," Tal jatuh bersimpuh di depan wanita berhidung bengkok itu. Malaska berdecak pelan.
"Moradieon! Cepat masukan Tal Becker dalam pentagon Hyperion level lima!" seru Malaska. Sama sekali tidak menanggapi ucapan Tal yang terdengar menyedihkan. Tal dengan cepat merangkak mendekati kaki Malaska. Dia langsung memeluk kaki kiri wanita itu erat.
"Malaska, hanya kau yang bisa membantuku," pinta Tal. Nada suaranya sudah mulai terdengar bergetar. Gadis itu menahan tangis yang sudah akan mencapai pangkal tenggorokannya.
"Tak ada jiwa yang mati bermimpi!" seru Malaska. Ia menendang Tal hingga terjungkal ke lantai marmer. Tal mengepalkan tangannya kuat. Tidak terima dengan perlakuan Malaska barusan.
Dengan cepat, Tal menerjang tubuh wanita itu. Mencekik leher Malaska dengan kuat. Bahkan, tanpa segan-segan ia menancapkan kuku-kuku cantiknya ke leher telanjang itu.
"Aku tidak akan segan-segan menghancurkan jiwamu," desis Tal. Sepasang mata hijau itu melumat Malaska dengan pandangan. Malaska meringis kesakitan. Tangannya mencengkeram tangan Tal kuat. Berusaha untuk melepaskan diri dari cekikan yang membuat lehernya menyempit.
"Kau akan menyesalinya ...," ucap Malaska susah payah. Tal semakin kuat menancapkan kukunya ke leher Malaska. Cairan bening yang berkilau mulai mengalir. Malaska mengerang kesakitan.
Tiba-tiba Tal merasakan tubuhnya terbang. Melepaskan cekikannya dari leher Malaska yang kini tersungkur di atas lantai. Tal mengalihkan pandangannya. Menemukan Moradieon di bawah sana.
"Aku akan menghancurkan jiwa-jiwa bermulut ampas!" teriak Tal dengan keras. Sedetik kemudian, tubuhnya lenyap tak berbekas. Meninggalkan Moradieon yang berdiri kaku dan Malaska yang tidak sadarkan diri di tengah-tengah Diagon Waltz.
*****
Bagian Satu : Reveriers
Cahaya kemerahan memenuhi setiap dinding bercat krem. Pantulan sempurna bersumber dari sebuah pentagon dimana di tengahnya tergeletak makhluk ayu yang tak sadarkan diri.
Hari kelima setelah peristiwa Tal Becker mencekik leher Malaska. Seorang Purus yang diserang oleh Soul merebak cepat ke setiap penjuru. Tapi di dalam kurungan pentagon, Tal masih belum juga sadarkan diri. Sementara, cahaya kemerahan itu berangsur-angsur memudar. Pias. Kemudian ... gelap.
*****
Suara decitan ban yang beradu dengan aspal cukup menarik perhatian para pejalan kaki yang memenuhi trotoar di China Town, London. Holden Monaro itu sengaja berhenti mendadak tepat di bahu jalan. Kelihatannya si pengendara sedang terburu-buru. Benar saja. Seorang lelaki berstelan Armani muncul dari balik pintu pengemudi. Untuk beberapa menit, dia menjadi pusat perhatian para pejalan kaki –terutama yang berjenis kelamin perempuan, meski tidak menutup kemungkinan yang laki-laki pun mungkin ada.
Alejandro Birksted melepaskan sunglasses perseginya. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sebelum akhirnya, masuk ke dalam sebuah bangunan megah dengan tulisan Archipilago Hotel terpampang besar-besar di muka bangunan.
"Sepertinya aku terlambat," ucap Jandro begitu memasuki sebuah kamar di lantai tujuh. Seorang wanita dalam balutan dress hitam backless ketat berlabel Ang itu menyunggingkan senyum manis.
"Aku akan selalu menunggumu. Kau juga tahu itu, 'kan?" sahut si wanita yang tidak lain adalah Tal Becker. Jandro melingkarkan tangan kanannya ke pinggang gadis itu. Setengah menarik tubuh ramping itu agar menempel ke dadanya. Tanpa berbicara, langsung mendaratkan sebuah kecupan hangat di kening Tal.
"Aku tidak mau membuatmu menunggu, kau tahu?" ucap Jandro. Tangan kirinya ikut merengkuh tubuh Tal. Mengusap punggung yang terbuka itu dengan lembut. Tal hanya tersenyum tipis. Dia selalu menyukai sikap lembut Jandro kepadanya. Ah, betapa cinta selalu bisa membutakan seseorang, bukan? Tal menciumi bahu kiri lelaki itu sesekali.
"Apa kau lelah?" tanya Tal. Kepalanya sedikit mendongak untuk menatap wajah Jandro. Tapi yang ditemukannya, lelaki itu berubah. Bukan. Mungkin penglihatannya yang salah? Tal refleks memundurkan langkah. Membentuk jarak dengan lelaki yang tidak dia kenal itu.
"Reveriers …," hanya satu kata. Setelah mendengar itu, Tal merasakan tubuhnya seperti tersedot sebuah lubang hitam. Hentakan yang cukup keras itu membuat kelopak matanya membuka. Tal mengerjap-ngerjapkan matanya. Mencoba mengenali dimana keberadaannya sekarang.
"Ah, masih di pentagon," gumamnya. Sedetik kemudian, Tal tercenung. Mengingat kembali apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Bahkan hangat pelukan Jandro masih terasa. Juga belaian lembut di punggung yang masih meninggalkan bekas. Lalu siapa lelaki tadi? Apa benar Jandro? Bukankah jiwa yang terlepaskan dari raga tidak mungkin bermimpi? Tal mendesah pelan.
"Mungkin karena aku terlalu merindukannya," bisiknya sangat lirih.
Bagian Dua : Mahakarya
Pintu apartemen menjeblak dengan keras. Jandro yang sedang melepas pakaiannya sontak kaget. Mendapati kekasihnya –Tal sudah berdiri di ambang pintu. Penampilannya errr... berantakan. Tidak perlu bertanya lebih jauh, Jandro sebenarnya tahu apa yang mungkin terjadi pada gadis itu.
"Dia... mengataiku lagi," ucap Tal. Suaranya serak karena terlalu banyak menangis. Jandro hanya menatapnya datar.
"Really?" pertanyaan yang dipaksakan Jandro. Tal menghela napas dengan keras. Menutup pintu kembali dan berjalan ke dapur. Mengambil sekaleng beer, membukanya dan langsung meneguk dalam tegukan besar.
"Everything is gonna be fine," ucap Jandro. Tangannya menekan tombol play di mp3. Tak lama, alunan say it ain't so mengalun pelan mengisi ruang kosong. Bukan karena Jandrotidak peka. Tapi, lelaki itu diam-diam justru bersyukur Talberhenti berhubungan dengan Samuel.
"Wanna dance?" ajak Jandro. Kedua tangannya terulur pada Tal. Tapi, dengan cepat gadis itu menggelengkan kepala.
"Akusedangtidak mood, Jan," ucap Tal. Bukan Jandro kalau hanya diam menerima penolakan Tal. Dia teramat mengenal gadis itu. Diraihnya kedua tangan Tal dan menariknya ke tengah-tengah ruang. Menggerakan kedua tangan Tal agar tubuh gadis itu mau bergoyang mengikuti alunan musik seperti dirinya.
"Jandro ...," lirih Tal. Toh gadis itu menyunggingkan senyum juga. Mulai menggerakan badannya mengikuti alunan musik alternative rock itu. Jandro menikmati momen ini. Bukan hanya ini, tapi setiap waktunya saat bersama Tal. Sayangnya, gadis itu tidak pernah tahu perasaan seperti apa yang tersimpan begitu dalam di hati Jandro. Entah Weezer yang memiliki magis tersendiri atau keadaan keduanya yang sulit untuk diungkapkan.
Pandangan Jandro semakin lama semakin dalam. Bagaikan aliran magnet, Tal pun seolah tidak bisa mengalihkan perhatiannya ke yang lain selain wajah tampan di hadapannya. Seperti musik yang menghanyutkan, musik yang mengalunan pelan semakin lama semakin keras. Juga gerakan Jandro yang tanpa sadar memangkas jarak. Awalnya, hanya ciuman singkat. Menatap Tal ragu, takut kalau ciuman itu akan mengacaukan semuanya. Tapi tidak, Tal menikmatinya. Tidak terlalu berpikir lama, Jandro semakin memperdalam ciumannya di bibir mungil Tal. Semakin lama menjadikan ciuman yang menuntut. Membuat Tal harus melepas ciuman itu karena asupan oksigen yang menipis dalam paru-parunya. Dalam sekali hentakan, Jandro mengangkat tubuh Tal dan mendudukannya pada island kitchen. Kembali melumat setiap inchi bibir tomat cherry itu. Betapa Jandro selalu mendambanya. Bahkan, mencumbunya dalam pikirannya sendiri. Tal melingkarkan kedua tangannya ke leher Jandro. Airmata perlahan menetesi pipinya. Membuat Jandro perlahan melepas ciumannya karena asin airmata. Dihapusnya airmata Tal dengan kedua ibu jarinya.
"Don't cry," ucap Jandro. Tal hanya menatapnya dalam. Tangisnya mulai berhenti.
"I'm here... with you," ucap Jandro lagi. "Don't be afraid...,"
Dengan gerakan lembut, mendorong tubuh Tal sampai terlentang di atas island. Mengusap pipi Tal penuh sayang.
"Jandro ...," lirih Tal.
"You want?" tanya Jandro. Memastikan kalau Tal juga menginginkan. Gadis itu menatap dalam bola mata kehijauan itu sebelum akhirnya menganggukan kepala.
Geraman demi geraman memenuhi ruang. Berlomba-lomba dengan suara Rivers Cuomo dan gebugan drum Patrick Wilson. Dingin AC seolah tidak ada gunanya lagi. Yang dirasakan Tal hanya panas memenuhi tubuhnya. Setiap gerak Jandro bagaikan Glacier Margarita yang dicecapnya setiap kali pergi ke Districk Beerhouse. Manis yang memabukan. Rengkuhannya pada Jandro semakin menguat. Bak perangko yang menempel pada lembar amplop. Sedang, lelaki itu juga semakin menjadi. Setiap desahan dan erangan yang lolos dari bibir kemerahan Tal, membawanya pada ingatan konser Weezer di Trafalgar Square dulu sekali. Luapan yang tidak terdefinisi. Tawa, erangan, gemuruh tepuk tangan, geraman bagaikan cord-cord yang membentuk alunan musik tersendiri. Membuatnya lupa bahwa dia masih di bumi. Sesaat sebelum Tal mencapai surgawinya. Pandangannya kembali mengabur. Sosok Jandro kembali lenyap begitu saja. Digantikan dengan wajah asing yang sama seperti mimpi sebelumnya. Wajah yang juga tak kalah tampan. Tersenyum begitu manis. Sampai membuat Tal kehilangan suaranya untuk memekik.
"God ...," seruan panjang Tal mengakhiri konser Weezer dalam otak lelaki tak dikenal atau dalam hal ini seharusnya otak Jandro. Lelaki itu jatuh begitu saja di tubuh Tal. Saling memperebutkan oksigen bebas di sekeliling keduanya.
"Mahakarya ...," bisikan itu jelas terdengar di sisi telinga Tal. Bahkan, dia bisa merasakan hangat napas lelaki itu menyapu sisi leher dan telinganya. Saat Tal menengokan kepalanya untuk melihat dengan jelas siapa lelaki itu, semua kembali pias. Tal lagi-lagi menemukan dirinya masih di tempat yang sama. Dalam kurungan pentagon Hyperion seperti kemarin.
Bagian Tiga : Alam Mimpi
Wake up wake up come come wake up ….
Begitu bunyi nyaring yang berasal dari jam beker smile –tergeletak manis di nakas. Sebuah tangan mungil menyembul dari balik selimut tebal. Meraba-raba nakas dan … klik. Seketika si smile kehilangan suaranya. Gadis itu memilih untuk menutup matanya. Merasakan gerakan tangan lain yang semakin mengeratkan pelukannya di tubuh.
"Jam berapa?" bisik suara berat nan serak khas bangun tidur. Bagi Tal, ini adalah suara sexy Jandro yang selalu ditunggunya setiap pagi. Saat lelaki itu bangun dari tidurnya. Meski malas untuk bangun, toh kelopak matanya membuka juga. Melirik si smile dengan malas.
"Tujuh," desis Tal.
"Aku masih punya satu jam kalau begitu," sahut Jandro. Tal mengerutkan keningnya. Merasa ada perubahan dari suara Jandro. Meski tidak asing, tapi rasanya seperti bukan suara Jandro.
"Ada meeting?" tanya Tal. Masih tetap di posisinya.
"Menemani Huban …," jawab sesosok yang lagi-lagi sama seperti mimpi-mimpi Tal sebelumnya. Tal beranjak dari posisi tiduran. Duduk di tepi ranjang membelakangi lelaki itu. Gadis itu sudah akan bergerak bangun, tapi diurungkan. Menyadari dirinya tidak mengenakan apa pun selain tubuhnya yang tertutup selimut.
"Oh, damn!" rutuknya. Mencari-cari dimana pakaiannya terakhir kali dilempar oleh Jandro. Ah, tergeletak di atas meja nakas. Sedangkan, skirt hitamnya berada di dekat pintu. Astaga …
"Ada apa?" tanya lelaki itu masih tetap di posisinya.
"Mencari kemeja," singkat Tal. Tangan mungilnya justru meraih kemeja Jandro yang berada dalam jangkauan tangannya.
"Jangan berpakaian dulu," sambar lelaki tak dikenal itu. Tal membalikan tubuhnya. Menemukan lelaki yang sama itu kini sudah merengkuh tubuhnya. Tal merasakan degup jantungnya berlomba. Ini aneh. Seharusnya dia tidak berdegup. Harusnya dia sudah mati rasa. Tapi kenapa setiap lelaki itu datang, Tal seolah dihidupkan kembali. Apa benar ini yang dinamakan mimpi?
"Alam mimpi …," sebelum Tal membuka bibir untuk bertanya, sebuah bisikan kembali menggema di gendang telinganya. Sangat jelas. Bahkan dua kata itu sudah cukup jelas bagi Tal sebagai jawaban atas semua hal aneh yang terjadi belakangan ini. Tal mengangkat kepalanya. Menatap lelaki itu tepat di manik matanya. Hingga, sebuah ciuman hangat menyentuh bibir Tal.
"TAL!" teriakan membahana seketika menarik paksa Tal ke kehidupan yang sebenarnya. Tal membuka kelopak matanya. Dia sadar masih terkurung dalam pentagon. Tapi, dia merasakan garis pentagon yang mulai bergerak-gerak. Semakin lama semakin menyempit. Setiap garis merahnya seolah menelan Tal ke dalam lubang tanpa ujung. Samar-samar Tal melihat sosok Anthea di luar garis pentagon. Wajahnya terlihat khawatir. Ingin menolong tapi juga tidak tahu harus berbuat apa.
Bagian Empat : Empty
Kerutan di kening Anthea semakin dalam. Dia sudah menyuruh Tal untuk mengulang mimpi-mimpinya untuk yang ketiga kalinya. Tapi tetap saja Anthea tidak bisa mencerna. Apa benar yang diucapkan oleh Simon itu? Rasanya tidak masuk akal. Mereka semua yang tinggal di sini adalah jiwa-jiwa kosong. Tidak mungkin memiliki mimpi selayaknya manusia biasa di bumi.
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Tal setelah mengakhiri ceritanya untuk ketiga kalinya. Anthea mendesah pelan. Bukan dia tidak percaya. Hanya masih sulit untuk membayangkan. Masih sulit untuk dicerna juga.
"Mungkin kau masih belum bisa menerima kematianmu," ucap Anthea. Yah, dia mengambil kesimpulan itu. Karena dulu pernah ada yang seperti Tal. Belum bisa menerima jika dia sudah mati. Alhasil, dia selalu terbayangkan semua kenangan saat masih hidup dulu. Tal mendesah malas. Sepertinya percuma juga bercerita pada Anthea.
"Tapi … lelaki itu bukan Jandro," ucap Tal tiba-tiba. Mengingat-ingat wajah lelaki itu, meski tidak sepenuhnya ingat. Anthea sudah akan membuka mulut, tapi diurungkan karena Ms. Oretha berlari menembus garis merah pentagon. Kucing gemuk itu langsung melingkar di kaki Tal. Anthea dan Tal hanya saling memandang tanpa bisa mengeluarkan suara apa-apa lagi.
*****
Kelopak mata dinaungi bulu mata lentik nan panjang itu perlahan membuka. Suara berisik bak radio bocor itu cukup mengganggu indra pendengarannya. Jangan bilang dia bermimpi lagi. Jujur saja, Tal menyukai setiap mimpinya kemarin. Meski di akhir mimpi bukan Alejandro yang dilihatnya. Melain sesosok lelaki lain yang mampu membuat jantungnya berdegup. Sesuatu yang aneh dan langka. Bagaimana bisa organ semu itu seharusnya mati rasa dan tidak berfungsi. Tapi kehadiran lelaki itu mampu membuatnya seperti dihidupkan kembali.
"Ini … yang kau maksud, Paman?" makhluk berbentuk bantal kusut itu berbicara. Tal berkedip sekali. Memastikan dia tidak salah lihat. Penglihatannya masih berfungsi dengan baik kok.
"Kenapa?" suara yang tidak asing. Tal ingin membuka lebar kelopak matanya. Tapi tidak bisa. Seolah ada yang menahannya untuk tetap seperti itu. Tal tidak salah dengar. Suara itu sama dengan suara yang didengarnya dari mimpi-mimpi sebelumnya.
Shit. Batin Tal mengumpat keras. Bahkan, bibirnya macet. Tidak bisa digerakan untuk mengeluarkan suara. Sebenarnya apa yang terjadi?
"Kau … tertarik padanya?" tanya si bantal lagi. Tal merasakan kepalanya semakin berat saja. Sementara Ms. Oretha semakin mendekatkan tubuh gembulnya ke perut Tal yang tergeletak tak berdaya. Cahaya kemerahan itu perlahan-lahan memudar. Berganti dengan cahaya yang cukup menyilaukan mata.
"Aku … tidak yakin, Huban," ucap lelaki itu. Pandangannya masih terarah pada Tal yang sedang susah payah untuk sadarkan diri. Lelaki itu menengok kea rah makhluk bantal bernama Huban itu. Cukup lama hanya memandangi tanpa mengeluarkan suara.
"Baru kali ini aku merasakan kehangatan dari jiwa yang kosong …," lelaki itu berbicara cukup pelan. Tapi baik Huban maupun Tal, mampu untuk mendengarnya. Tal bisa membuka kelopak matanya. Meski tidak sepenuhnya karena cahaya menyilaukan itu. Huban menatap lelaki itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Lalu, ia mengayunkan tongkatnya. Memunculkan seekor domba putih kecil bertubuh gemuk.
"Kita harus pergi sekarang, Paman … Zainurma," ucap Huban begitu meninggalkan seekor domba yang masuk ke dalam garis pentagon. Lelaki pemilik nama Zainurma itu mendesah pelan. Mau tidak mau harus pergi juga. Tal hanya bisa menatap sayu sosok Zainurma sebelum keduanya sama-sama hilang dan lenyap. Tal kembali memejamkan matanya. Merasakan garis merah pentagon itu semakin mengecil dan menghisap tubuhnya beserta Ms. Oretha juga domba putih itu masuk ke dalam. Entah akan berakhir dimana …
=FIN STORY=
>Cerita berikutnya : [ROUND 1 - 2B] 13 - TAL BECKER | AFTERTASTE
Sebenernya entri ini lumayan rapi dan ringkas, plus penulis kayaknya udah punya gaya tulisan khas sendiri. Cuma sayangnya sepanjang baca saya kerap dibikin bingung sama nama" tokoh yang sambil lalu (cuma Jandro yang saya ngerti hubungannya sama Tal), belum lagi istilah" bertebaran kayak Purus, Soul, Weezer, Moradieon, Hyperion, Diagon Waltz, dst yang cuma disebut gitu aja tanpa penjelasan, bikin pembaca awam kayak saya ga ngerti ini-itu maksudnya apa.
BalasHapusTapi poin minus sebenernya lebih ke gimana saya ga dapet gambaran soal Tal ini. Saya kira prelim di turnamen itu gunanya buat ngenalin 'gimana sih karakter OC ini' sebelum masuk ke ronde di mana sesama penulis saling ketemu, jadi udah ada gambaran soal OC masing". Di sini saya kurang nangkep Tal bisa apa, dan meski ada kasus serupa di entri Adolf Castle, di sana konflik ceritanya jadi nilai plus dan lebih cukup jelas ketimbang di entri ini.
Nilai 7
Saya punya kebiasaan buruk dalam membaca.
BalasHapusSaya selalu skimming. Lompat-lompat buat mencari gambaran general, lalu setelah dapet gambaran umum, Saya lalu mulai lagi dari awal buat menikmati.
Tapi sayang sekali, proses baca melompat-lompat saya gagal buat memahami keseluruhan cerita di entry ini.
Banyak tokoh yang nongol, tapi minim penjelasan fungsi dan peran mereka, serta dampak terhadap tokoh utama.
Yang berkesan sama saya cuma si Jandro aja, karena dia sampe seranjang gitu cakar-cakaran sama Tal~
Beberapa typo rasanya tak perlu untuk dikomentari, toh yang dicari adalah kenyamanan membaca. Saya menilai secara subjektif, berdasarkan suka tidak sukanya saya terhadap suatu cerita.
Dan menurut saya, cerita ini terasa kurang bagian konflik dan pertentangannya. Kayak ada sesuatu yang bisa digarap secara lebih, namun entah kenapa nggak ada di sana.
Oh iya, banyak banget istilah asing yang dipakai, tapi tanpa ada kesediaan pengarang untuk menjelaskan itu kayak disuguhi sayur setengah matang, tapi saya nggak tau buah-buahan yang ada didalamnya itu apa aja. Entah tomat atau paprika, entah brokoli atau kangkung. Ini bikin bingung pembaca. Walau di sisi lain, terlalu banyak infodump juga nggak bagus sih, karena rentan menjadi wall of text. Di sini, gimana bagusnya penulis aja ngeracik cerita biar jadi enak diikuti oleh pembaca.
Nilai : 6
OC : Venessa Maria
hmmmm, saya perhatikan tulisannya sudah rapi, kayak apa ya, novel terjemahan? Namun yang bikin saya sebel itu penggunaan titiknya, annoying sampai saya tersendat2 bacanya. Harusnya bisa diganti koma atau mungkin jadi sebuah kalimat, tapi dipotong gitu aja pake titik. Mungkin pengen bikin kalimat yang pendek dan simpel? Namun imo sih, jadinya kalimat yang belum kelar, dipotong gitu aja jadi dua atau lebih kalimat.
BalasHapus.
Masuk ke cerita, ini saya ga tahu pasti sih ya, masa lalu yang dimimpikan? atau sekedar mimpi saja? saya ga menemukannya dalam entry, mungkin emang disengaja oleh penulis, oke tak apa, bukan kejelekan juga kok. Lalu sepanjang cerita adalah potongan2 adegan, yang saya rasa sih ga ada bedanya ditulis atau engga. Gini deh, apa yang saya dapat dari awal sampai akhir? Hampir engga ada esensi yang penting untuk disampaikan. Sekeping informasi yang terbalutkan pada adegan yang lumayan panjang imo malah boros, pun itu adegan bukan sebuah penjelasan bagaimana informasi itu bisa dicerna pembaca. Bahkan setelah lelaki itu (hewanurma kan?) bilang kalau jiwa kosong itu terasa kehangatannya. Saya ga mendapatkan kehangatan tersebut sama sekali, flat aja, dan kalau boleh jujur ini cukup bikin saya hampir ketiduran loh.
Kurang adanya adegan yang engaging, ciumannya aja flat lho, saya ga ngerasa deg2an atau sejenisnya.
Ini bisa diperbaiki lagi, dengan memfokuskan tentang poin apa yang sebenernya ingin kamu sampaikan--apakah itu penting? apakah itu berbobot? apakah itu sebegitu harusnya dibaca oleh pembaca? prioritaskan saja. Dari pada kena komentar 'ini kok cuma asal lewat', mending dipadatkan dan lebih diatur lagi adegannya.
.
Kurang lebih begitu dari saya, ada kurangnya mohon maaf, ada lebihnya diharapkan bisa diterima dengan baik.
.
Dari saya nilai 7
eh zainurma, astaga keinget ma panitia sebelumnya wwww maaf2
Hapusyeay akhirnya sempat ngeliat idolku manggung //dasaarfanboylu
BalasHapusoke sedikit review dari saya...
yang sebenrnya saya ga bisa review karena ga paham sama ceritanya. intinya dia ke rumah seseorang (yg mungkin professor?)untuk cari cara bagaimana caranya bermimpi. dia ngebunuh temennya biar ga dihalangin... yang harusnya ga perlu pun bisa, dan berakhir di penjara magis. + Zainurma habis ahem ahem sama Tal? muehehehe. jadi makin ngefans sama bibirnya
minusnya...
1. banyak karakter muncul dalam cerita... atau itu cuma istilah ya? yg disana kurang penjelasannya. kurang lebih sama dengan komentar komentar di atas.
2. entri pertama harusnya ceritain sedikit kemampuan atau gaya bertarungnya biar nanti di entri lanjutannya, peserta lain punya gambaran
intinya saya mau cerita ini lanjut jadi saya beri nilai 6.25
tapi karena harus bulat, apa boleh buat saya juga ga bisa kasih angka 7
jadi nilai akhir dari saya 6
semangat terus, karena aku masih ngidol sama Tal huehehe
OC: Zia Maysa Poasea
eheem...
BalasHapusentri yang singkat dan padat tapi sayangnya saya tidak memahami apa yang terjadi pada entri ini, selain usaha tal buat kabur dari pentagon, tal yang "berhubungan" dengan zainurma *Panitia yang mencari kesempatan... ._.
Saya sama sekali gak ngerasain adanya konflik yang berarti, maksudnya selain konflik dari perasaan Tal yang keukeuh kalo dia adalah jiwa kosong yang bermimpi.
banyak karakter yang muncul tapi saya gak tau apa fungsi mereka di sana, banyak juga istilah yang saya tidak mengerti yang mengharuskan saya jadi bertanya pada si mbah *meskipun akhirnya tetep gak paham ._.
intinya saya bingung baca entri ini padahal untuk gaya penulisan, style penulis cukup menarik seperti yang dikatakan oleh beberapa komentar sebelumnya, begitu juga dengan kerapihan dalam menulis seperti sudah terbiasa untuk menulis.
sekian dan terima gaji...
OC : Mahapatih Seno
"Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian." pak ._.)/
Hapuswwanjay salah ngepost komen bukan balas
Eh iya...
HapusLupa kasih nilai, ko bisa... Biasanya gak pernah ketinggalan. Wkwk..
Nilai dari seno : 7...
Maaf nilainya ketinggalan. Tee-hee
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusGa banyak komentar saya untuk ini. Pendek, tapi cukup berkesan buat saya. Gaya penulisannya cukup ramah buat saya. Adegan bercumbu diceritakan dengan baik, yang entah kenapa sepertinya jadi poin utama di entri ini.
BalasHapusHal yang mengganggu saya hanya penggunaan istilah yang "kurang umum" bagi saya dan gambaran semesta yang ga terlalu jelas. Cukup membingungkan buat saya.
Overall Score: 8
At last, greetings~
Tanz, Father of Adrian Vasilis
1. fontnya kecil banget, buat saya. Baca harus agak deket ke layar laptop/memicingkan mata dan jujur itu bikin capek dan perih (setidaknya sampai akhirnya saya zoom in)
BalasHapus2. Saya bingung Necessary Killnya dimana, dan mimpinya sebenarnya soal apa. Menurut saya, ceritanya kosong dan terasa sekedar ada. Apakah itu jelek? Tidak kok, apalagi saya suka gaya penulisan kamu. Tapi cerita ini lebih cocok sebagai backstory biasa, seharusnya diberi tambahan (seperti Necesarry Killnya sebenarnya dimana, penjelasan lebih soal apa yang sebenarnya terjadi ke Tal dan karakter lain disekitarnya)
3. konflik batinnya kuat, dan sama seperti entri saya tidak ada adegan bertarung yang menonjolkan kekuatan karakter kita.
All in all saya beri 7
OC: Adolf Castle
SHUI: “Suka nih, ga bertele-tele prolognya, langsung tancap gas aja. Meski renyah sih, tapi ga seru, alurnya standar-standar aja. Aku pikir bakalan suka entri ini. Eits aku nunggu pertarungannya… astaga dah habis.” (langsung close sambil cemberut).
BalasHapusGHOUL: “Prolognya bikin orang yang tak penasaran jadi penasaran.
Kenapa bukan untuk yang ke-2016 kalinya?
Mau juga dong pake Armani yang kubayangkan tu pemiliknya sekeren Rama di komik GLR.” :=(D
SUNNY: “Eh, ada bahasa bugisnya juga! ’Malaska’ artinya ‘aku malas’ dalam bahasa bugis.”
GHOUL: “Ringan sih, mudah dimengerti n enjoy bacanya, tapi serunya minim. Dah ke-1347 kalinya aku kasi nile 7 ke entri BOR6 ini.” :=(O
Saya suka gaya tulisan novel terjemahan :*
BalasHapusSaya suka adegan ahem ahem :*
Jalan ceritanya rapi dan bagus, mudah dipahami. Tapi saya tidak menemukan dimana necessary kill. Lalau sebagai orang awam saya tidak tau tentang istilah-istilah asing yang tidak dijelaskan. Tapi iyain aja deh dan lanjut baca
Karakterisasinya kurang, dalam novel terjemahan itu saya malah belajar tentang penggambaran karakter yang bagus lho. Baik PoV 1 maupun PoV 3. Jadi mungkin digali lagi penggambaran Tal ini cewek cantik nan seksi yang bagaimana, tidak selewat aja
babak selanjutnya ahem-nya dibikin lebih berperasaan dong...
Nilai 7
Merald
Wah, entri Mba Becker ganas juga.
BalasHapusPenulisan dan gaya narasi udah mumpuni. Eksekusi juga cukup halus.
Yang jadi kendala buat saya ketika membaca ini adalah penyusunan adegan, dan istilah yang tidak dijelaskan apa maksud yang terkandung dalam istilah tersebut.
Jadi, kedua hal ini yang membuat saya... jujur, saya kebingungan jalan cerita mba Becker ini sebenarnya mau dibawa kemana?
Itu aja sih paling, tapi overall entri ini udah apik. Gak perlu banyak komentar lagi.
Jadi 7/10 dari saya.
Salam Sejahtera dari Enryuumaru/Mbah Amut
Dari segi tata bahasa, mmm ... oke, bagus. I like it. Rapi. Mirip terjemahan. Meski kadang ngeliat eror--gak banyak, tapi gak bisa dibilang sedikit, jadi saya males ngepoint out. Dan nemu kata-kata kayak pias, nakas, dll -- yang saya gak temukan di KBBI. Pias sih ketemu, tapi artinya gak pas. Ini typo, kah? Atau barangkali KBBI saya ketinggalan versi -- entah.
BalasHapusLalu ke cerita.
Hmm, apa ya? Kesan pertama baca, cerita ini kurang ramah pembaca. Banyak istilah asing bertebaran, tapi gak disertai penjelasan memadai. Selain itu, masuk ke mimpinya lama. Jujur saya agak kurang sabar. Dan konflik-konflik pra mimpi, saya bertanya-tanya apa signifikansinya. Dan gak terasa emosinya.
Tapi satu pernyataan: saya jujur gak paham apa yg mau disampaikan. :"
Nilai: 6. Saya tambah 1 karena penulisan oke.
Titip 7.
OC: Sheraga Asher
-Ya know, saya suka sama dialog-dialognya. Sebagian besar enak untuk beneran diucapin, jadi rasanya nggak aneh atau kaku.
BalasHapus-Satu lagi yang bagus adalah detilnya. Disampaikan dengan singkat, nggak info dump, tapi cukup memberi petunjuk untuk otak membayangkan latar/penampilan karakter yang digambarkan.
-Sayangnya, konflik battle yang seharusnya disampaikan di prelim ini justru nggak digambarkan. Padahal dengan kualitas narasi dan dialog yang cukup tajam ini, saya rasa kamu bisa menyajikan pertarungan yang menarik.
-Nilai pertama yang terlintas 7.5. Tapi... ya... karena konfliknya rada hambar, saya nggak bisa bulatkan ke 8. Saya berikan nilai 7 (O3O)d
Fahrul Razi
OC: Anita Mardiani
bentar! kok tal bs melihat zainurma? kok mereka berkomunikasi? bukannya komunikasi mereka terbatas mengenai reverier saja? dan saya juga kurang merasakan konflik seperti apa yg diangkat jd terasa datar. meskipun bhs nya bgus dan membaca ini serasa lht telenovela. satu yg saya pahami tal itu hantu, berti jandro juga hantu?. hasil akhir 7
BalasHapuskuro
well, saya dengar entri Tal punya nilai bagus dari teknik penulisannya. jadi saya coba saya baca
BalasHapussecaara garis besar, narasinya benar-benar sungguh enak buat dibaca, seolah-olah saya sedang diajak jalan-jalan ke paris menikmati sungai thames (mabok). lembut, menari-nari di mata, ga bikin sakit mata. saya suka gaya tulisan macam ini.
hanya saja kekurangan entri tal itu terletak di tujuan cerita itu sendiri dan juga banyakya karakter yang hanya muncul sambil lalu tanpa meninggalkan kesan yang mendalam, dan alangkah baiknya setiap istilah yang asing dijelaskan secara singkat dan padat. saya yakin kamu pasti bisa melakukannya.
7 dari Axel yang ditinggal mati ama pacar
Zainurma sepertinya mengambil keuntungan dengan netnot sama Tal. biasanya saya temui cerita runtut tapi eksekusinya kurang, disini saya menemukan sebaliknya. alur dan eksekusi ceritanya bagus dan mulus, cuma saya belum dapat menemukan kemampuan apa yang dimiliki Tal. cerita hanya berkutat dengan jiwa orang mati yang bermimpi ber-netnot dengan salah satu panitia.
BalasHapusharusnya kalo Tal bisa dijabarkan apa aja kemampuannya, mungkin saya kasih 9. tapi berhubung saya tidak bisa melihat kemampuan yang ia miliki, jadinya saya kasih nilai 7. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
Saya benci kamu Tal.
BalasHapus1. Battle kurang tergambarkan.
2. ga ada konflik
3. istilah asing tanpa penjelasan
4. ngapain ada konflik sebelum mimpi? relevan ka?
5. kamu mau menyampaikan apa sih?
6. adegan mesum asal tempel
7. minim karakterisasi
nilai : 2
William Amadeus Anderson
Tolong lebih didetailkan lagi komentarnya. Tunjukkan bagian mana yang relevan dengan poin-poin yang kamu maksudkan. Seperti yang tertulis di bawah, admin berhak menganulir review yang terkesan menjatuhkan.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusPertama, antara nama dan istilah gabisa dibedakan. Kamu cuma asal sebut Gardenia Malaka, Holden Manaro, Purus, Soul dan lain lain tanpa ada elaborasi itu nama orang atau istilah. Kalau orang harusnya kamu bisa dong jelasin seperti apa orangnya, kalau istilah minimal sebut padanan katanya apa di Indonesia.
HapusKedua, Adegan mesum. INI POIN YANG PALING INGIN SAYA TEKANKAN. Saya gatahu apa yang ada di pikiran Tal, mungkin dia salah orang mengira Zainurma orang lain, atau mungkin Zainurma dan Tal kenal satu sama lain sebelum ini. Tapi ini jelas bukan Zainurma yang saya baca di cerita resmi admin maupun entry milik teman teman lain...and kenapa adegan ini ada? kenapa kamu harus masukin ini ke entrymu? relevansinya ga ada.
Konflik, ini sorotan utama. Semua kejadian ga ada sebab akibar. Seakan kamu nulis sebuah banyak kejadian runut terus ga kamu kasih hubungan masing2 kejadian apa. Ga ada konflik, and what make it worse! Karakter yang kamu sebut itu cuma angin lalu, GA PENTING! Semua karakter selain TAL itu ada untuk bikin TAL kelihatan lebih keren. BAD MOVES!!
But then, semua ini masih menjatuhkan kan ya?
Saya cuma bisa muji satu hal, narasimu. Indonesia dan Inggris yang nyaman dijadikan satu pargraf. Saya akui tulisanmu superior dari saya, tapi saya masih akan ngasik nilai dua buat entry ini.
katanya ada Plot hole tentang pertemuan Zainurma, yang awal pertemuan.
BalasHapusBagiku enggak sih. Anggapannya sih mimpi samar2, atau kayak entitas awalnya semakin dipaksakan bisa nyampe, walau imbasnya jadi kabur persepsi atas Zainurma di awal awalnya.
Enak bacanya.
TAPI SI BECKER GAK KERASA HANTU BANGET,
MALAH KAYAK REMAJA PADA UMUMNYA.
RASA CARITA DE ANGEL INIMAH #Hush
Eh bkan Carita Angel, kartun Danny Phantom, Iya~
Karena mirip Carita De Angel (mirip dikit),
8 deh~
Bales jasa~
BalasHapusWell, saya malah enjoy baca entri ini, karena seperti alasan mba Meredith waktu ngereview entri saya "Jujur, saya paling suka tulisan-tulisan seperti ini. Penggunaan kata-kata yang merujuk pada tokoh film, fashion, jenis mobil, dll. Menunjukan kalau si penulis itu cerdas. Saya suka tulisan yang banyak mengandung informasi seperti itu."
Untuk istilah2 asingnya, saya nangkep karena udah ada penjelasan singkat yang menyertainya. Seperti halnya Holden Monaro, saya sbenarnya ngga tahu apa itu, tapi, setelah membaca "Suara decitan ban yang beradu dengan aspal cukup menarik perhatian para pejalan kaki yang memenuhi trotoar di China Town, London. Holden Monaro itu sengaja berhenti mendadak tepat di bahu jalan" saya tahu bahwa itu sejenis kendaraan, dari namanya saya tebak itu adalah mobil. Pun seperti nakas, karena jam weker berada di atasnya, sudah pasti itu sejenis meja kecil. Intinya, istilah2 yang katanya "asing" itu bisa ketangkep asal mbacanya cermat. Ini jadi poin plus bagi saya, karena mba Meredith bisa ndeskripsikan istilah asing dengan narasi singkat namun membuat pembaca nyantol maksudnya apa (at least buat saya).
Adegan cumbu2annya mantep, membekas di diri saya malah. Jelas banget dibayangan saya bahwa mereka mencumbunya gimana. Andai saja bisa menggantikan posisi Jandro T_T #weks
Namun, saya setuju sama yang diatas. Konflik kurang tergambarkan, dan untuk battlenya bagaimana? Mba Meredith tak mengenalkan Tal dari sisi itu, which is yang menjadi inti dari BoR adalah kedua komponen tersebut.
Kalau BoR ada tantangan "mesra-mesraan dengan siapapun" saya kasih nilai 10, sungguh.
Tapi 8 dulu untuk sekarang.
~ Alexine E. Reylynn
Baca ini, Umi ga tahan, antara pengen merasa ini narasinya bagus banget, soalnya Umi sampe ngebayangin Mas Zainurma yang ngecumbu Tal langsung, atau cemburu, karena, oh tolong lah, ini kenapa otak gue malah ngebayangin si Mas-nya T~T Mas gue ya Allah ...
BalasHapusTerlepas dari itu, Umi pengen nyoba se-objektif mungkin dalam nge-review :) since you have commented in my Song.
Seperti yang Umi sebut di awal, narasi di cerita ini bagus banget. Mesranya antara Mas Zai (mengutip cara kamu manggil Kak Heru di grup) dengan Tal beneran dapet banget. Kamu bisa ngedeskripsiin dengan baik ketertarikan si Panitia ke Tal secara fisik dan bikin kemesraan itu ga terlalu murah buat diobral. Intinya, saya suka narasi kamu.
Terlepas dari itu, sayangnya, Umi ga menemukan keharusan Tal ini ngebunuh. Maksud Umi, build up alasan, hint dan sebagainya, kurang jumlahnya untuk membuat pembaca, mikir, "wajar kalau Tal ngebunuh."
terakhir yang paling bingung, Umi ga nangkep cerita yang pengen ditekankan di cerita ini.
Umi ngelihat, kamu kayaknya sering nulis cerita romens. Well, di sini, Umi rasa, kamu bisa mulai ngembangin romens-fantasy yang bagus. mengingat narasi kamu sudah lebih dari cukup kalau tidak mau dikatakan bagus, buat menceritakan sesuatu.
Next round, pelajari cara membuat alur. Ini pe-er besar buat kamu :)
Semmangat >.<
Nilai : 8/10 (Umi pengen kamu lolos dan nerima tantangan Umi)
OC : Song Sang Sing
Apaan. Ini sih bukan sampah seperti yang kamu bilang. Ada beberapa hal yang bisa saya tangkep lebih jelas dengan narasi dan dialog harmonis khas novel terjemahan.
BalasHapusWeezer ya. Nice taste! Saya jadi inget island in the sun. Sampai usai konser di trafalgar square kemudian mereka bercinta, ninggalin kesan british dan surreal yang kentara di saya.
I feel kind of conflicted di paparan istilah dan penyusunan adegan. Kalau hyperion sama dragon waltz sih itu mungkin khas universe Tal. Seenggaknya jelas kalo dragon waltz itu tempat. Ini juga bisa dijelaskan nanti kalo lolos. Ga perlu buru-buru.
Selebihnya ga ada masalah. Menghibur juga ceritanya. Jujur, saya sempet dapet spoiler mengenai apa yang terjadi sama Nurma di sini. Tapi twistnya oke. Udah ada jejak clue di awal juga kok. Mulai bisa curiga sejak deskripsi sunglasses alehandro di awal.
Hey, a backless dress and fading light?
Sekarang jadi inget lagu shut up and dance.
7/10
PUCUNG
Hm...
BalasHapusEntri ini bikin saya bingung, entah di mana konfliknya selain Tal terkurung. Kalau dari segi penulisan sih ada potensi menurutku, meski ada beberapa kesalahan di sana-sini.
Selain itu, sama dengan komentator sebelumnya, terlalu banyak istilah dan karakter numpang lewat tanpa penjelasan.
Karena ini cukup rapi, saya berikan 7 poin deh.
Asibikaashi
Wait, necesarry killnya di mana? Mungkin akan lebih mengena apabila dijelaskan bagaimana Tal mati, apalagi apabila Tal 'diharuskan' membunuh dirinya sendiri demi orang lain.
BalasHapusBanyak istilah-istilah asing bertebaran, namun tidak dijelaskan sehingga membuat pembaca bingung. Ada baiknya perjelas istilah2 asing itu, seperti ini misalnya :
- Setiap gerak Jandro bagaikan Glacier Margarita yang dicecapnya setiap kali pergi ke Districk Beerhouse.
- Setiap gerak Jandro bagaikan Glacier Margarita, cocktail berbasis Tequila yang membuat kaki siapapun yang meminumnya bagaikan tersapu ombak. Tal dapat merasakan tangan Jandro bagaikan ombak yang membawa tubuhnya pergi ke pelukan pria itu.
Tal menatap mata wajah pria yang dicintainya itu dalam-dalam. Pupil biru Jandro mengingatkan Tal pada tetesan Blue Curacao dalam Glacier Margarita. Biru, manis namun memabukkan. Sebagaimana keberadaan pria tegap itu telah memabukkan Tal dengan cinta.
Pria itu menggenggam tangan Tal dan mengecup bibirnya yang merah. Wanita itu mendesah pelan saat Jandro mendekapnya lebih erat. Sentuhan bibirnya yang kering mengingatkan wanita itu pada sentuhan garam di bibir gelas Glacier Margarita. Sebuah kombinasi menakjubkan dari manis, asin dan keindahan.
Tal ingin tenggelam dalam lautan Glacier Margarita. Mabuk bersama cinta milik Alejandro.
Dgn contoh di atas, pembaca bisa tahu kalau Glacier Margarita itu sejenis minuman beralkohol, bagaimana efeknya, lalu juga keterkaitan dengan analogi yg digunakan.
Anyway, karena aku nggak nemu necessary killnya di mana, aku kasi 6/10
-FaNa
Sentimental? Ya, saya sentimental setelah baca cerita Tal ini. Cara bercerita yang bagus, dan enak dibaca, tapi penyampaiannya kurang masuk ke saya sebagai pembaca. Saya bener-bener frustrasi, nyaris aja saya total go food mesen mi ayam jamur sama float saking frustrasinya. Tapi udahlah. Yang jadi poin plus-plus di cerita ini selain narasinya, mungkin emosinya. Saya cukup ngerasa emosinya Tal dari setiap transisi, bingungnya dia, patahnya dia. Suasana bermimpinya juga oke karena semuanya mengabur, dimulai dari sesuatu yang langsung-begitu, diakhiri sama sesuatu yang ternyata-begini. Itu bagus karena ditulis dengan bagus. Konflik, sama penjelasan tambahan buat hal-hal yang sekiranya bikin pembaca bingung aja, yang jadi poin kurangnya. Selebihnya saya enjoy. 8/10
BalasHapusOc: Namol Nihilo
somehow di sini saya kurang nangkep konflik dr necessary killnya itu dimana, selain adegan nendang... mencekek dan nusukin kuku ke leher.. dan setelah itu ke adegan *ehem* diatas ranjang *ehem* yang bikin saya auto teriak "PAMAN NURMAAA!!!" sambil jambak rambut sendiri...
BalasHapustapi jujur saya nikmati bacanya minus err adegan *ehem* *ehem* yang somehow saya rasa kurang ngeh..
well maaf saya cuma bisa kasih segini sih.. 7/10
Kagero Yuuka
OC: Airi Einzworth
Wow, saya sangat mengapresiasi dialog dialognya, mudah dicerna serta enak untuk dibaca... ini adalah nilai plus yang sangat besar untuk entri dari Tal Becker ini !
BalasHapusAlur ceritanya pun dapat dimengerti dan diikuti dengan baik...
Namun masuk ke nilai minus yakni adalah apa yang orang orang diatas bicarakan yaitu KONFLIK. Konflik nya sangat tidak terasa, padahal you can do it better! lalu adegan pedas yang menurutku sedikit... ehm, pointless.
But still, overall good.
Walakhir 7 dulu
Ganzo Rashura
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus[REPOST] tadi ada yang kurang kata
BalasHapusOke, kinda mixed feeling ya baca ini.
Langsung aja..
Plus :
+ Narasi
Narasinya bagus, kayak novel terjemahan yang biasa saya baca. Kalau ga salah MirrorMirror bilang dirinya penulis metropop kan? Diksi ngga masalah. Sejujurnya, saya nyaman baca cerita dengan narasi dan diksi seperti ini
+ Konflik / Battle
Sesuai judul, berarti saya ga bisa harapin battle bak bik buk di sini. Mungkin masalah emosi, dan buat saya cukup tergambar gimana rapuhnya Tal, dan dia harus "mengulang" mimpi yang sama, bersama Jandro yang Tal cintai dan kadang digantikan oleh Nurma. Bitter and Sweet at the same time duh.
Minus :
- Karakterisasi
Hm, saya liat bagus sih karakter si Tal ini, rapuh. Dah kegambar di entry ini. Tapi.......... yang saya paling ga setuju. Adegan dimana Zainurma berhubungan badan dengan Tal. Bukannya apa. Imej Zainurma si panitia itu seorang gentleman, bukan seorang pria yang dengan gampangnya bersetubuh dengan perempuan. Out of Chara, banget. Kesannya jadi murah. Entah siapa yang murah. Tal atau Zainurma-nya.
- Teknis [yang disukai Author Tal Becker]
Sesungguhnya saya nggak pengen masukin penilaian teknis kalau nggak parah-parah banget. Dan sebenarnya typo itu hal yang sering terjadi, jadi cuma disampaikan aja sebagai komentar sampingan.
Dan saya melakukan ini bener-bener nggak adil. TAPI, mengingat MirrorMirror sendiri dari awal selalu menjunjung tinggi soal teknis kepenulisan, bahkan memberikan komentar soal teknis melulu [sampai bikin status] dengan mengesampingkan cerita yang harusnya ke-deliver pada pembaca, saya jadi punya ekspektasi bahwa entry ini setidaknya memiliki tulisan dengan teknis superior.
Guess what did I found? Yep. Another disappointment. Saya kira author Tal sendiri komen masalah teknis karena teknisnya bagus, tapi tetep sama kayak yang lain. Diksi memang oke, tapi ternyata ada typo di beberapa kata [bahkan di typo dasar buat imbuhan di- dan ke-, ya sama, saya juga] dan penggunaan tanda baca titik (.) yang berlebihan. Serius, bacanya jadi tersendat-sendat. Bahkan dengan tingginya diksi pada adegan sex, saya ga ngerasa apa-apa. Sama kayak judul part 4-nya. EMPTY. Mungkin karena nyendat. Banyak titik di tempat yang harusnya koma.
Oke, kayaknya itu aja dari saya.
Kalau ada tanggapan, balasan, komplain, bisa langsung wall ke saya atau PM saya, atau PM panitia biar disampaikan ke saya. Lebih baik sih jangan diposting ke grup kayak kasus si William kemaren, karena ini komentar personal dari saya, bukan dari Grup.
Makasih.
SCORE
Basic : 5
Plus : 2
Minus : 2
Total Score : 5
-Odin-