Senin, 12 Desember 2016

[ROUND 3] 08 - MIA | WHERE IS THE BUTTERFLY FLUTTERING TO?

oleh: Meridianna
--



Where is the butterfly fluttering to?

In a rusted cage, the days that have become indistinct
Let off so much beautiful color that they begin to fade1

Dia mendengar suara-suara dari orang-orang, mengusik dan mengganggu telinganya.

'pembunuh.'
'keluarga terkutuk'
'dasar monster'
'monster'

Kata-kata itu terus diperdengarkan olehnya. Dia tidak merasa perasaan apapun walau kata-kata itu ditujukan padanya. Dia menganggapnya hanya sebuah suara dari kejauhan, tidak ada hubungan dengannya.
Tiba-tiba, dia mendengar suatu suara yang sangat dikenalnya. Menimbulkan rasa kangen yang hampir terlupakan.

[ROUND 3] 07 - NAMOL NIHILO | EMPAT |

oleh: Aesop Leuvea

--


EMPAT



Falanthring


Shishira, 116. Maagha, 4. Periode warna panas

S
elira diselipkan dukun-dukun Cag'pápásu menggunakan darah cerpelai suci; pada pipi merahmu yang kuciumi semalaman-sesiangan (selamanya kalau perlu), adalah berkah sebuah perlawanan bintang-bintang tak tahu terang~.

Di tepi sebuah danau besar, yang berada di ujung air terjun berwarna-warni, sekumpulan Nirmanuth pendosa menyanyikan kidung-komedi wajib. Pengantar prosesi pernikahan. Dalam balutan celana daun, topi bulu, dan coretan simbol-simbol Penjaga khusus di sekujur keabstrakan tubuh, semua laki-laki dan perempuannya saling bergandengan.

Mereka bergerak. Memanjangkan bayang-bayang api unggun yang membara di tengah-tengah. Berbahagia yang tertawa-tawa dalam tarian berpola berbaris-baris—kadang serapi kolom-kolom catatan leluhur tentang jumlah semesta lain di luar sana, kadang kacau seperti riak yang dihasilkan badai di atas permukaan Danau Falan.

[ROUND 3] 06 - NORA | HOUSE OF ILNESS ADALAH TERJEMAHAN DARI RUMAH SAKIT

oleh : Mocha_H

--


==Prologue==

Aku meningatnya. Aku masih mengingatnya, selalu terkenang, tapi aku sendiri yang tak menyadari kalau aku mengingatnya berulang kali. Sebuah ingatan, cerita yang seolah peninggalan satu-satunya dari ayahku tercinta.

Cerita itu dimulai saat aku dan ayahku mengunjungi suatu desa pedalaman, terpencil tapi masih mendapat akses lisrik. Dengan jas putih dan rambut gimbalnya, ayahku menemui para warga yang telah berkumpul di sisi lain gerbang desa yang tertutup erat. Ia berbicara dengan para warga desa, mencari keberadaan seorang wanita yang namanya tak pernah kudengar.

Aku tak ingat kapan gerbang itu dibuka, tapi ketika aku menyadarinya, kami sudah berada di tengah desa. Sepi, bahkan lebih sepi gerbang tadi karena tidak ada satu orangpun yang kami temui. Kukira itu janggal, tapi aku baru menyadari bahwa latar hitam telah bertebar di langit, bahkan semenjak kami di depan gerbang.

[ROUND 3] 05 - SHERAGA ASHER | YETZER HARA

oleh :Ahran Effendi
--



 [Perhatian: mengandung konten dewasa.]


“Memangnya siapa kau ini, menyangka semua orang terlalu peduli kepadamu sehingga begitu membencimu?”

- 1 -
Tiga bulan sejak mendadak lenyapnya Ibukota Batya, kepanikan senantiasa meraja. Bak direngkuh Hari Akhir, anomali beranjak menggila. Warna hitam mengerumit Yisreya dengan perlahan namun pasti. Membunuh segenap makhluk yang dilalui. Dan belum cukup dengan tanah air, laut di utara ikut lesap bersama jutaan asa. Tiada lagi jalan bagi bangsa Dayan untuk menghindar menyaksikan tumbuhnya benih kehancuran tepat di depan mata.

Tinggal menunggu seluruh Benua Barat lebur bersama kehampaan.

Betshev Eliezer menjadi saksi atas mengikisnya semangat hidup di seluruh penjuru negeri. Doa-doa terus dipanjatkan, tetapi sahutan tak pernah datang. Pengorbanan dijalankan, namun dijawab sunyi. Seiring bergulirnya masa, kian banyak Dayan merayau-rayau di jalanan. Tangis dan jerit keputusasaan serupa melodi abadi yang tak pernah surut.