Minggu, 10 Juli 2016

[ROUND 1 - 7G] 03 - FaNa | F.P

oleh : Bayee Azaeeb Via

Chp. 0 : Prepare for trouble
[Na's POV]

"Sjena, bangun!"

Kuguncangkan tubuh gadis kecil itu. Namun ia masih saja terus mengigau dan meronta tanpa sadar. Badannya panas, keringat dingin mengucur deras dari sisi wajahnya.

"Fa, kau bilang kekuatanku bisa membuat seseorang mimpi indah, bukan?!"

"Mana aku tahu, bodoh!? Memangnya aku terlihat seperti gurumu? Coba cubit Sjena, mungkin saja dia bisa bangun dari mimpi 'indah'nya."

Seperti biasa, jawaban Fa tak pernah menyelesaikan masalah. Yang ada hanya menambah masalah, ditambah emosi, sama dengan percuma.

Mungkin ada solusi lain. Bagaimana kalau aku melakukan hal yang sama untuk membalikkan sugestinya? Baiklah, tak ada waktu untuk bermain-main.

Kusentuh pipi Sjena dengan kedua tanganku. Lalu dengan sekali hentakan, kugunakan harapanku untuk menariknya kembali ke dunia nyata. Seketika, matanya membelalak dan nafasnya kembali. Begitu ritme pernafasannya kembali, ia langsung memelukku erat.

"Apa yang terjadi barusan, Sjena?"

Tubuhnya masih gemetar, rasa takut masih begitu kental terasa darinya. Entah apa yang ia mimpikan barusan.

"Aku bermimpi kalau aku menjadi pembunuh."

Tidak, jangan ucapkan kata itu lagi, kumohon.

"Aku bermimpi mengikuti sebuah turnamen, di mana jika kami tidak bertarung, kami akan dihukum dalam neraka terdalam, dihidupkan lagi, untuk dihukum lagi. Tapi.."

Nafasnya tercekat, seakan ada suatu hal yang lebih buruk lagi daripada berita neraka barusan.

"Aku menikmatinya, kak. Menusuk punggung orang dengan pedang bayangan, mengajak orang bunuh diri bersama, menembakkan pistol ke kepala orang. Darah yang berlumuran di tanganku, entah kenapa membuatku merasakan hidup. I – itu tidak mungkin kan kak? Itu hanya mimpi saja kan?"

Air mata kembali membasahi pipinya.

Aku tak mengerti bagaimana itu bisa disebut mimpi 'indah'. Hanya orang sakit jiwa saja lah yang bisa menyebut itu indah.

"Iya, Sjena. Itu hanya mimpi saja. Kau itu anak yang baik. Kau tentunya takkan melakukan hal yang seperti itu."

Klise, klise, klise!

Aku benci diriku sendiri yang sedang 'mencoba' menghibur orang lain. Padahal aku hanya menaburkan gula di atas luka. Memberi kata manis di atas kesedihan. Aku hanya makhluk bodoh yang pura-pura mengerti penderitaan orang lain.

Tapi tak ada hal lain yang bisa kulakukan selain memberi harapan.

Di dunia di mana kelam merajai, hanyalah harap yang bisa kita percayai.

Angin membawakan sepucuk surat padaku. Entah kenapa aku tahu apa isinya. Pemberitahuan ronde selanjutnya bukan? Sejenak terbersit di pikiranku, orang-orang yang berubah menjadi patung tanah liat di aula emas tadi. Rasa takut kembali berdesir di dadaku. Mempertimbangkan kemungkinan aku akan mati di pertarungan, atau aku akan jadi patung tanah liat setelah pertarungan.

Aku melepas stempel perekat amplop coklat itu, dan membaca secarik kertas yang kudapatkan di dalamnya. Sementara Sjena yang sudah berhenti menangis ikut tertarik melihat surat itu.

GROUP 7 THE DOUBLE
Setting default [G. Divine Vault of Deeds]
"Perseteruan Kaum Archangel dengan Kaum Angel Proletar"

KONFLIK:
Suatu ketika di realm para malaikat, kontak dengan Tuhan terputus. Hanya ada dua perintah terakhir Tuhan:

1. Bumi hanguskan sebuah bangunan penyimpan catatan perilaku seluruh makhluk hidup (Divine Vault of Deeds) secepatnya, karena akan terjadi pe-reset-an (hanya berlaku di dalam alam manusia di realm ini, bukan semesta).
ATAU
2. Jaga Divine Vault of Deeds sampai pemberitahuan Tuhan selanjutnya.

FAKSI:
1. Yang membela kubu penjagaan adalah 5 Archangel beserta pasukan pendukungnya yang taat.
2. Yang berniat menghancurkan adalah para angel proletar, dipimpin beberapa aktivisnya.

PEMANDU:
1. Enzeru Schwarz, masuk pihak Archangel.
Lawful Neutral, 184cm/54kg, malaikat bersayap hitam yang bersenjatakan sabit kematian. Ciri fisiknya adalah gaya rambut yang sedikit spiky. Dia mengenakan jubah perang Archangel. Sifatnya kaku, cenderung tanpa emosi. Disiplin dalam menjalankan tugasnya. Enzeru adalah pemimpin di antara kelima Archangel yang menjaga Divine Vault of Deeds.

2. Barakiel, masuk pihak angel proletar.
Lawful Neutral, 200cm/80kg, malaikat bersayap keemasan yang sekujur tubuhnya selalu dialiri oleh percikan petir. Ciri fisiknya adalah rambut lurus panjang klimis (yang anehnya tak berdiri tegang karena dialiri listrik). Wajahnya cenderung galak. Dia mengenakan jubah putih polos biasa dikenakan angel proletar pada umumnya. Barakiel adalah malaikat petir, tergolong paling kuat di antara para angel proletar.



"Jangan lupa rawat dombanya baik-baik ya!"

TTD

Huban


"Mbeeek," embik domba kecil yang sedari tadi menunggu dengan setia tak jauh dariku. Ia melompat-lompat kecil tak sabar, seolah segera menginginkanku mendekatinya.

"Kakak harus pergi," ujarku sambil mengelus kepala Sjena.

"Boleh aku ikut, kak?"

Aku menggeleng sambil tersenyum simpul. "Kakak pergi ke tempat yang lebih berbahaya dari ini. Lagipula, Mr. Kitty harus ada yang menjaga kan? Cepatlah pulang, sebelum orangtuamu mencarimu."

"Hmm..iya.." Jawabnya dengan nada kecewa. "Mr. Kitty!!"

Kucing hitam itu mengeong dari balik kaki si domba mungil. Merasa namanya dipanggil, ia segera berlari menuju majikannya. Sementara aku berjalan ke arahnya.

"Kaaaak Naa!!" Panggil Sjena lagi. "Kakak akan kembali lagi kaaaan???"

Aku berbalik dan berjalan mundur, sambil mengacungkan kedua jempolku padanya. Ia lalu melambaikan tangannya padaku, kubalas dengan salam yang sama lalu berbalik menuju domba mungilku.


Chp. 0 : Prepare for trouble
(FIN)

===(* * *)===


Chp. 1 : Make it double
[Jess's POV]

Satu kata, wow.

Siapapun yang melihat bangunan ini pasti terkesima. Gimana nggak? Dinding-dindingnya terbuat dari kristal yang berkilauan. Arsitektur megah ala eropa, hamparan awan seputih kapas yang lembut seperti hatiku –

"Ngomong apa kamu, Jes."

Hutcher memotong imajinasiku begitu saja. Pria yang menjadi setengah bagian diriku ini terlalu realistis memang. Tapi tak apa, itu salah satu bagian yang kusuka darinya.

"Eh, ini boleh diambil nggak sih kristalnya?"

Hutcher tak menjawab, ia hanya menghela nafasnya saja.

"Apa kalian bala bantuan dari Museum Semesta?"

Suara yang asing memanggil kami dari belakang. Aku menoleh, dan melihat sesosok malaikat hitam dengan sorot mata yang dingin. Tubuh kurusnya sama langsing dengan lekukan sabit yang dibawanya.

"Mungkin," Hutcher menyahut.

Ah, dia pasti Enzeru, penjaga Divine Fault of Deeds.

"Markas Barakiel ada di sebelah sana," tunjuk Enzeru ke gumpalan awan yang berwarna sedikit berbeda. "Jika kalian memihak Barakiel, kalian masih punya waktu sebelum mereka datang dan menyerang tempat ini. Jadi beritahu aku, apa alasan kalian kemari?"

Alasan ya? Aku sih cuma ikut-ikutan aja.

Hutcher mengambil alih, "Menurutku Divine Fault of Deeds tidak perlu dihancurkan untuk saat ini. Aku rasa manusia berhak menanggung semua dosa, ataupun karma baiknya. Alangkah tidak adil apabila semua dimusnahkan sama rata tanpa mempertimbangkan karmanya. Untuk itu, aku memutuskan untuk melindungi tempat ini."

"Kau punya alasan yang sama dengan kami. Mari, kutunjukkan Divine Fault of Deeds pada kalian."

Enzeru berbalik lalu berjalan mendahului kami. Aku heran kenapa dia tidak heran dengan penampilan kami yang setengah-setengah ini? Serius amat sih jadi orang?


(* * *)


[Zephyr's POV]


Rasanya sudah lama sekali sejak aku menunggu di tempat ini. Sebuah tenda perang yang dipenuhi malaikat-malaikat yang bersiap. Time is money, kalau begini terus aku bisa ketiduran!

Aku melipat tanganku dan menggetar-getarkan kakiku. Pandanganku tertuju pada pria berambut oranye-putih yang berdiri begitu saja di pojokan. Dia adalah salah satu dari orang-orang yang dikirim ke sini. Tapi aku punya firasat kalau orang ini cukup berbahaya.

Seseorang lalu membuka tirai tenda. Ternyata Barakiel, malaikat bersayap emas yang tubuhnya selalu dialiri petir. Andai aku punya kekuatan seperti itu, pasti kugunakan untuk menjahili orang-orang di jalan, hahahahaha.

"Heh, Barakiel? Kapan mulai perangnya? Kalau begini terus aku lebih baik pergi dari tempat ini. Time is money, apalagi kau berjanji akan membayarku bukan?"

Barakiel merogoh kantong tuniknya, lalu melemparkan sebongkah kristal padaku.

Nah ini yang kutunggu sejak tadi, kalau ada ini pasti semangat. Apalagi misi menghancurkan. Ini semua pasti akan sangat mudah.

"Hmm..tampaknya tidak ada lagi bala bantuan yang datang, kita mulai penyerangannya sekarang. Menghancurkan malaikat-malaikat pengkhianat yang melanggar perintah Tuhan."

Barakiel mengangkat kepalan tangannya ke atas. Listrik kejut terpercik dari ujung kepalannya, sungguh semangat yang menggebu.

"It's show time."



(* * *)


[3rd person POV]

Dari ujung cakrawala terlihat segerombolan malaikat terbang dengan cepat. Di ujung barisan terlihat petir-petir kecil menghentak ke segala arah. Perang akan segera dimulai.

"Hei, ini kita cuma berenam doang?!" tanya Jess.

"Tujuh," sahut Hutcher.

Sebuah informasi tidak penting, mengingat mereka berdua ada di dalam satu tubuh.

"Mereka datang," gumam Enzeru sambil memasang kuda-kuda.Dan dengan sekali hentakan, sabit hitam itu melesat cepat menuju ke arah barisan malaikat proletar.

Hutcher mengambil gitar perak dan sebuah biola merah dari balik gaun milik Jess. Dan pria kidal itu memainkan beberapa kord sebelum sabit Enzeru kembali.

"[Suspended Fourth Chords : Delightful Tension]"

Petikan gitar Hutcher memberikan tambahan kekuatan kepada para Archangel. Ditandai dengan cahaya keemasan yang memancar keluar dari tubuh mereka. Hutcher lalu berganti peran dengan Jess. Wanita bergaun merah itu lalu mengganti gitarnya dengan violin yang tergeletak di sana.

"[Major Chords : Satisfaction]"

Jari-jari lentik Jess dengan lihai memainkan nada mayor dari violinnya. Seorang malaikat proletar yang mendekat tiba-tiba tertoreh sayapnya, hingga membuatnya terjatuh. Menjadi korban keindahan alunan violin yang warnanya senada dengan darah.

Barakiel, pemimpin malaikat proletar tak tinggal diam melihat rekannya terluka. Dengan kecepatan cahaya, ia berpindah tempat dan langsung berada di hadapan Jess dengan kepalan tangan yang siap menghantam wanita setengah itu.

"Jess!"

Hutcher yang sigap segera mengganti violin dengan gitar. Menangkis pukulan Barakiel dengan bagian belakang gitar. Namun itu saja tak cukup, hentakan petir Barakiel membuat Hutcher terpental hingga beberapa meter.

Seorang Archangel lalu menyerang Barakiel dari samping. Namun gerakan malaikat bersayap emas itu lebih cepat, hanya dengan satu hentakan, Archangel itu gosong seketika.

Enzeru, sang malaikat hitam datang dari arah berlawanan dan menendang wajah Barakiel yang masih lengah.

Sang malaikat petir terjerembab, namun ia dengan cepat bangkit lagi. Tiba-tiba Enzeru menunjuk ke arah belakang Barakiel.

"Heh, aku takkan jatuh ke trik konyol macam itu," ledek Barakiel.

Namun malaikat berambut panjang itu ternyata salah. Sabit yang dilemparkan Enzeru di awal pertarungan kini kembali dan melesat tepat ke punggung Barakiel.

Sesaat sebelum sabit itu menancap di punggung Barakiel, seorang pemuda berpedang ganda menepis laju sabit tersebut, menyelamatkan sang malaikat. Kini pertarungan jadi dua lawan satu.

Kuro Godwill, pemuda berambut oranye-putih itu lalu melancarkan serangan kombo dengan Barakiel. Sementara lawannya masih belum terlihat gentar, ia memasang kuda-kuda lagi, kali ini lebih rendah.

Barakiel memukul dari samping, sementara Kuro menghujamkan pedang kembarnya dari atas. Enzeru dengan akurasi yang menakjubkan mampu mengaitkan sabitnya dengan pedang milik Kuro, dan membelokkan jalur serangan pedang pemuda itu ke arah Barakiel.

Malaikat emas itu menghentikan serangannya untuk menghindari rekannya, ia melantingkan tubuhnya ke kanan lalu mengumpulkan energi listrik untuk serangan lanjutan.

Sementara itu Jess-Hutcherson yang sebelumnya terpental kini kembali ke pertarungan. Jess menggunakan gitar perak milik Hutcher untuk melakukan serangan fisik, dengan mengayunkan gitar tersebut seperti kapak, memotong jalur serangan Barakiel dengan sempurna.

Kini pertarungan menjadi dua lawan dua.

Hei, tunggu sebentar..

"ANJIINGG, ADA HODEEEEE!!!"

Zephyr, karakter yang tadinya terlupakan kini berhasil menyusul rekan-rekan proletarnya. Pria bersetelan necis lengkap dengan topi koboi dan masker bergambar tengkorak memang memiliki domba yang berlari tak secepat yang lain. Tapi, dua pistol di tangannya merupakan satu keuntungan besar melawan mereka yang cenderung bermain fisik.

"Mati lo, hode!"

Kebenciannya ditujukan secara spesifik pada Jess-Hutcher. Entah dendam kesumat apa yang merasuki anak itu. Ia tak henti-hentinya menembakkan kedua pistolnya, entah kena atau tidak.

"Woy ni orang kenapa sih?" tanya Jess sambil berlindung di balik gitar peraknya.

"Banci! Setengah mateng! Hode! Mati, mati, mati!!!"

"Woy gue bukan banci, tolol!" Hardik Jess kesal.

Tembakan pun berhenti, Zephyr segera bersembunyi untuk mengisi ulang amunisinya. Sementara itu, pertarungan dua lawan dua yang sempat terhenti karena tembakan Zephyr yang membabi buta kini berlanjut kembali.

Enzeru segera maju dengan sabitnya. Hutcher mengambil alih kontrol dan memainkan violin merah tanpa nama. Permainan Hutcher tidak segarang Jess, sebagai gantinya, Hutcher punya kelincahan tersendiri dalam memainkannya.

"[Diminished Chord : Suspense]"

Hutcher memulai dengan melodi yang meningkatkan kecepatannya. Aura berwarna biru tua terpancar dari seluruh tubuhnya.

Kuro, pria berjaket merah itu tak tinggal diam. Ia segera menebaskan pedang kembarnya kepada Hutcher. Tapi Hutcher dengan lincah menghindar dan menggores kulit wajah Kuro dengan penggesek violinnya yang tak kalah tajam.

Pria tinggi kekar yang sedari tadi sunyi kini angkat bicara. "Wah, ternyata aku meremehkan pemusik sepertimu."

Hutcher hanya tersenyum tipis, ia menebaskan violinnya sekali lagi, namun Kuro berhasil menghindar dan melakukan tusukan balasan. Pria berkumis itu menghindar dengan sebuah gerakan yang indah, membuat tusukan Kuro menancap di udara kosong.

Namun bukan itu yang diincar Kuro.

Satu lagi tusukan muncul dari arah kiri Hutcher. Tapi ia yakin kalau Kuro masih ada di belakangnya. Dan tak mungkin ia bergerak secepat itu. Pria itu menjatuhkan dirinya sambil menendang kaki sang penyerang. Lalu ia berguling dan bangun kembali dengan lincah.

Pria itu bukan Kuro.

Kuro yang asli kembali menyerang dengan pola gerakan yang sama. Sementara Kuro yang satunya lenyap begitu saja.

Posisi Hutcher yang agak sulit membuatnya nyaris tak mampu menghindari tusukan Kuro yang merobek bagian perut kostumnya. Ia segera melakukan serangan balasan sebisanya, namun Kuro palsu tiba-tiba datang dan menangkis serangan violin Hutcher.

Pria berambut oranye itu kini ada di atas angin. Dua lawan satu, ia memutar balik badannya dan melancarkan tebasan 90 derajat ke depan, menyerang bayangannya sendiri.

Bayangan Kuro hilang seketika begitu pedang kembar itu mendekati tubuh Hutcher. Ia yang tadi sibuk menahan pedang Kuro palsu rasanya tak mungkin menangkis serangan Kuro. Ini pasti kena telak.

Tiba-tiba sebuah teriakan memekakkan telinga membuat serangan Kuro goyah. Tak berhenti di situ, sebuah cahaya terang tiba-tiba muncul tepat di depan matanya. Reflek, pria itu melepas pedangnya dan melindungi matanya dari cahaya yang menyakitkan.

"Jess!" panggil Hutcher.

Hutcher berganti persona dengan pasangannya, Jess. Di satu detik momen itu, Jess mengambil violinnya dan memulai pertunjukannya. Tak seperti Hutcher yang mengandalkan kelincahan, poin utama Jess adalah..

Kekuatan.

Membabi buta, Jess menebaskan violin dan penggeseknya ke tubuh Kuro. Darah segar mengalir deras saat Jess menorehkan huruf X berkali-kali ke tubuh lawannya.



"The show is now over, boy."

Ups, belum.

Barakiel dan Enzeru bertarung jauh dari kerumunan. Sementara Zephyr ternyata sedang merajalela dengan kawan-kawan proletarnya, berusaha menggulingkan kawanan Archangel yang melindungi Divine Fault of Deeds.

Jess-Hutcherson lalu mengambil peralatan musiknya dan memulai konser di depan gedung megah itu.


(* * *)


[Zia's POV]



"Eeh kok portalnya di udara sih?"

Aku terjatuh dari ketinggian yang cukup tinggi untuk membunuhku. Bukankah portal ini harusnya menempel di tanah? Kenapa malah jadi terjun dari atas seperti ini

Oh tidak, Zeze bakal mati nih!

Ada Vinnie di kanan, beruang imut yang suka makan madu. Dia sedang sibuk makan madu, padahal sedang jatuh, hahahaha.

Di kiri ada..

Maysa.

Diriku yang lain, hanya saja tubuhnya hitam pekat dan bermata merah. Ia hanya sibuk tertawa-tawa sendiri.

"Mati."

Umm May, nope.

Aku melihat ke bawah, daratan masih cukup jauh di sana. Aku masih sempat membaca [Jurnal Praktikum]ku untuk membuat senyawa yang kiranya bisa menyelamatku. Masih ada waktu sekitar 30 detik lagi.

Ah, jadi itu Divine Fault of Deeds? Indahnyaa..

Eh, tidak ada waktu untuk bermain-main. Aku harus segera cepat melakukan sesuatu!

"[C5H8 x 10lt]"
"[Rubber]!"

Aku segera mengisi tabung-tabung reaksiku dengan campuran yang berisi karet cair. Lalu kutuangkan isinya ke udara di bawahku. Mereka dengan cepat mengikat satu sama lain dengan cepat dan membentuk bentangan karet yang bisa kugunakan sebagai parasut. Ya, at least.

Dengan sigap aku menangkap ujung dari salah satu sudut bentangan karet itu. Dengan susah payah, aku meraih sisa ujungnya dan membuat parasut mini yang bisa mengurangi laju jatuhku.

Hey, ini berhasil!! Vinnie!! Zeze berhasil!!

Aku menoleh ke kanan lagi dan melihat Vinnie yang masih saja sibuk makan madu dari wadah bulat. Namun di tengah kesibukannya, ia masih sempat tersenyum padaku. Vinnie memang imut.

"Kau pikir bisa melalui semua ini dengan mudah?"

Maysa merangkulku dari belakang. Jarinya yang dingin mengelus pipiku. Aku dapat mendengar desisan nafasnya tepat di telingaku. Menghembuskan hawa yang membuat bulu kudukku merinding.

Jangan, jangan lakukan ini May. Kau berat sekali.

"Hihihi"

Dan berat Maysa membuatku tak kuat menahan tekanan udara yang mendorong parasut ini ke atas. Lepas begitu saja, parasut beserta harapanku untuk terus maju ke babak selanjutnya. Ya, mungkin belum waktunya ya..

"Zeze, jangan menyerah dulu.."

Ah, suara lembut ini. Vinnie..

Ia mengacungkan jempol chubby-nya yang penuh madu, tak lupa dengan topping senyum manis yang menghiasi pipi gembulnya. Semangatku kembali mengingatkanku kalau aku masih punya sisa beberapa liter ramuan [Rubber].

Daratan hanya tinggal beberapa belas meter, aku harus mempertaruhkan semuanya dengan sisa campuran satu tabung Erlenmeyer ini.

Kulemparkan tabung itu ke tengah kerumunan malaikat yang sedang bertarung. Perubahan tekanan udara mendadak yang timbul dari tabung yang pecah membuat campuran itu saling mengikat dan menggelembung dalam waktu bersamaan. Aku sebut ini..

"[Rubber ball]!"



(* * *)


[Na's POV]


Begitu aku melompat keluar dari portal, perang ternyata sudah dimulai lama sebelum aku sampai di sini.

Aku tak tahu harus memihak ke mana. Kedua kubu yang berperang terlihat sama di mataku. Aku tak punya pilihan lain selain menyembuhkan semuanya du –

Tiba-tiba sesuatu yang menggelembung membuat semuanya terpental. Entah itu malaikat proletar, Archangel, maupun diriku.

Malaikat yang marah segera menusuk bola karet raksasa misterius itu dan melemparkan mayatnya jauh-jauh. Bola karet yang malang.

"Hei, lo nggak papa?" Panggil seorang wanita di belakangku.

Err..Wanita?

Lebih tepatnya, pria setengah wanita. Bagian sebelah kanan tubuhnya adalah wanita cantik bergaun merah. Rambut hitam kecoklatan yang panjangnya sedada. Sedangkan bagian kiri adalah pria tampan berambut klimis dengan kumis tipis. Mereka benar-benar sempurna sebagai individu terpisah. Tapi blasphemy apabila dijadikan satu.

"Umm. Mata kita masih berfungsi dengan baik kan?"

"Hei, kenapa diam?" Tanya pria bersuara lembut dari tubuh yang sama.

Tampaknya kami memiliki kasus yang sama. Cuma kasusnya lebih ekstrim dariku.

"A-aku.." Kataku terbata-bata. Aku masih syok melihat penampilannya yang eksentrik.

"Kau baru datang ya? Aku Hutcher, dan ini partnerku Jess," ujarnya sambil menunjuk ke bagian kanan tubuhnya. "Apa kau datang untuk membela para Archangel?"

Aku ragu untuk mengangguk, aku ragu untuk mengambil keputusan, mungkin saja aku juga ragu untuk hidup.

"Take your time, sweetheart," ucap Hutcher dengan lembut, meninggalkanku menuju medan perang di depan Divine Vault of Deeds. "Namun kurasa manusia wajib untuk menanggung karma dari tiap perbuatannya."

Kata-katanya menggerakkanku. Kurasa aku akan melindungi Divine Vault of Deeds juga. Ya kan, Fa?

"Terserah."


(* * *)


[3rd person POV]

"HRAAAAAHH!!"

Jess melompat dengan gitar perak, menghujamkannya ke kepala Zephyr bagaikan kapak. Namun pria yang berprofesi sebagai pembunuh profesional itu menghindar dengan mudah, dan menembak tangan dominan Jess nyaris tanpa kesulitan.

Zephyr menarik pelatuk sekali lagi, namun tiba-tiba tangannya terluka tanpa sebab. Ia lalu melantingkan tubuhnya ke belakang, menghindari serangan yang entah dari mana. Dengan waspada, ia menodongkan pistolnya ke segala arah.

Ternyata itu adalah Fa, yang bersembunyi di salah satu pilar pintu masuk Divine Fault of Deeds. Kemampuannya untuk menimbulkan luka di tubuh lawan sangat menguntungkan di keramaian. Di mana lawan tidak bisa melihat dirinya.

Na lalu mengambil alih tubuhnya dan menyembuhkan Jess dari kejauhan. Sama seperti FaNa, Jess berganti tempat dengan Hutcher, dan mengejar Zephyr dengan kelincahan yang sama.

Pria bertopi koboi itu bingung harus menembak ke mana, di mana-mana hanya terlihat gerombolan malaikat yang sedang bertarung.

"Hei, di sini!" panggil seorang gadis, Zephyr tak mengenali suara itu, namun ia reflek menoleh. Dan sebuah tabung kaca terlempar ke arahnya. Ia langsung menembaknya begitu saja tanpa mengetahui cairan yang ada di dalamnya.

Meledak dengan sempurna.

[C2H6O] atau [Ethanol], dapat menimbulkan ledakan apabila terkena api.

Dengan reflek di atas manusia biasa, Zephyr berhasil menghindari pusat ledakan itu, tapi tetap saja ia terkena efek gelombang kejutnya. Beberapa malaikat proletar, bahkan Archangel ikut terpental.

Hutcher, Fa dan Zia menyerbu Zephyr yang kesakitan, sebuah kesempatan emas untuk memukul mundur lawan.

Tiba-tiba awan hitam muncul di atas Divine Fault of Deeds. Tanpa aba-aba, sebuah petir menyambar Jess-Hutcher yang membawa gitar perak. Tak ayal, tubuhnya gosong seketika disambar petir sebesar itu.

"HUUTTCHEEERRR!!!" Teriak Na yang otomatis mengambil tubuhnya dari Fa

Dari jauh, Barakiel terbang dengan petir yang mengikuti di arah lajunya. Fakta bahwa Enzeru tak terbang mengikutinya, adalah bukti kalau Enzeru sudah kalah. Atau mati, bahkan.

Na segera memberikan penyembuhan sebisa mungkin pada pria setengah wanita itu. Bagian gosong tubuhnya menghilang dengan cepat, digantikan regenerasi sel baru. Kostumnya rusak berat, tapi itu bukan jadi masalah utama untuk saat ini.

"Jangan mati, Hutcher!"

Na tak ingin ada orang yang mati lagi di hadapannya. Tidak selama harapan masih ada di tangannya.

Barakiel kembali mempersiapkan serangan petir kedua. Tangan kanannya diacungkan tepat ke arah Na, membentuk segumpalan awan hitam yang tak sabar ingin menyambar korbannya.

Dalam satu hentakan tangan, petir itu menyambar..

Segumpal emas di udara.

Sesaat sebelum petir tersebut menyambar, Zia menuangkan larutan [Au]/[Gold] ke udara. Larutan itu segera membeku dan membentuk segumpal emas. Sebagai konduktor yang baik, emas mengalihkan serangan petir Barakiel dan menyelamatkan Na. Serangan yang sama takkan bisa dilakukan Barakiel lagi, ia harus melakukan serangan jarak dekat.
Kini Barakiel sudah begitu dekat, dan tak ada petarung jarak dekat yang bisa mengimbangi Barakiel. FaNa maupun Zia bukanlah seorang petarung jarak dekat.

Na menghentikan penyembuhannya sementara untuk berganti tempat dengan Fa. Pemuda itu lalu menggunakan kekuatannya untuk menorehkan luka di tubuh Barakiel. Menambah luka sisa dari pertarungannya dengan Enzeru.

Namun malaikat kekar itu tak goyah dengan mudah, luka lecet yang dilakukan Fa tak ada artinya bagi seseorang sekuat dia.

Sementara itu Zephyr sadar dari pingsannya, dan segera mengambil pistol kembarnya dan mengacungkan keduanya ke arah Fa dan Zia.

Zia yang menyadari itu segera berlari untuk mencari perlindungan. Hal itu menyisakan Fa yang sibuk melukai Barakiel sebagai target empuk Zephyr.



"Aku menang."

Saat menarik pelatuk, tiba-tiba sebuah tabung kimia terlempar dan pecah di tangan Zephyr, membuat tembakannya melenceng jauh. Pria itu sadar pelakunya adalah Zia, ia pun segera berlari untuk menghajar gadis itu.

Namun tiba-tiba  ia tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Tubuhnya serasa dipenuhi es yang entah datang dari mana.

[N2]/[Nitrogen] merupakan zat yang dapat menyebabkan Frosbite, atau kaku karena suhu dingin yang ekstrim.

Zia lalu mempersiapkan larutan lain dari balik jubahnya. Bersiap menyerang Zephyr yang membeku.

Barakiel melaju lebih cepat daripada luka yang ditoreh Fa. Hanya sedetik, tiba-tiba saja ia telah berada di depan Fa dengan genggaman penuh dengan petir. Na langsung mengambil alih tubuhnya dan menerima serangan destruktif itu sambil meregenasi tubuhnya dengan paksa untuk melawan efek listrik Barakiel.

Na terpental cukup jauh. Tak ada yang tahu dia masih hidup atau tidak.

Dua detik kemudian ia telah berada di depan Zia dengan serangan yang sama. Zia yang panik langsung menuangkan sisa [Nitrogen] ke tubuh Barakiel. Ia tak sempat memproduksi larutan lainnya.

Namun Frostbite tak mempan bagi malaikat sekuat dirinya. Dengan mudah ia memanaskan kembali tubuhnya dengan petir dan menyerang Zia sekali lagi.

Tiba-tiba gerakannya berhenti.

Bukan karena efek larutan Zia. Bukan pula karena serangan Fa.

Tapi racun Enzeru yang mulai bekerja.

Barakiel terbatuk, dan bekas lukanya membiru dengan cepat. Hal ini dimanfaatkan dengan Zia yang bersiap dengan satu lagi larutan.

Kemenangan ada di pihak Archangel, jika saja Zephyr tidak menembak larutan di tangan Zia, dan membuat tubuh gadis malang itu meleleh karena larutan asam.

Zia berteriak kesakitan, baju labnya ikut meleleh bersama kulitnya.

Barakiel tahu kalau dia takkan menang dengan kondisi saat ini. Dengan satu aba-aba, ia memerintahkan pasukannya untuk mundur. Ia menggendong Zephyr dan hilang dengan kemampuan teleportasinya.

Yang tersisa hanyalah 3 orang Archangel dan Zia yang masih berteriak kesakitan. Perang masih belum berakhir, masih belum ada jalan keluar dari pertikaian ini.


Chp. 1 : Make it double
(FIN)

===(* * *)===


Chp. 2 : To protect the world from devastation
[Na's POV]

A-aku..selamat?

Tak kusangka, aku bisa melawan serangan sekuat itu dengan kekuatan penyembuhan.  Kuraba perutku yang masih terasa sedikit sakit dan mual –

"Hoeeekk"

Ugh, efeknya masih terasa.

Namun aku tak bisa berdiam diri untuk saat ini, aku harus segera memastikan yang lain tidak tewas. Aku segera berlari dengan sempoyongan ke arah suara seorang gadis yang memekik kesakitan.

Seorang gadis mungil dengan jas lab. Tangannya hancur meleleh dan bercampur dengan jas labnya. Wajah bagian kanannya rusak parah. Mata kanannya.. Ugh, aku tak perlu mendeskripsikannya sejauh ini. Aku harus menyembuhkannya sekarang.

Dengan kekuatan harapan, kukembalikan tubuh gadis itu seperti sedia kala. Gadis itu masih syok, namun laju nafasnya sudah bisa dikendalikannya.

"Siapa namamu?" Tanyaku.

"Zeze. Beruang ini Vinnie, dan makhluk jelek yang ini Maysa," ujarnya sambil menunjuk udara kosong di kanan dan kirinya.

Gadis ini punya gangguan mental.

"Kau yakin itu gadis? Lihat saja, dada saja tak punya? Lihat saja tadi Jess-Hutcher yang tubuhnya setengah-setengah"

Ah iya, Hutcher!

Aku segera berlari ke arah Hutcher yang masih tergeletak di tanah. Segera melanjutkan penyembuhan yang sempat tertunda tadi. Jangan mati dulu, kawan!

Tiba-tiba tubuhnya menghentak-hentak kecil.

"Hutcheer!!" Teriakku gembira melihatnya mulai membuka mata. "A-air," pintanya lirih.

Aduh, aku harus mencari air di mana?

Zeze yang mendengar permintaan Hutcher segera mengambil air dari balik jas labnya.

"Yakin ini bisa diminum?" Tanyaku, tak yakin dengan gadis dengan gangguan mental sepertinya.

"Iya itu air kok!" Jawabnya riang.

Tak punya waktu, aku segera meminumkan air itu pada  Jess-Hutcher. Ia sempat tersedak, namun dengan cepat bisa mengembalikan keadaannya seperti semula.

"Kita harus membantu Enzeru," kata Hutcher yang baru saja kembali kesadarannya.

Dia benar, sebelum malaikat proletar kembali, kita harus mengembalikan kondisi kita seperti sedia kala.

Aku membantu Jess-Hutcher untuk bangun. Ia segera mengantarku ke lokasi pertarungan Enzeru dan Barakiel tadi. Namun ada seseorang lain yang menarik perhatianku. Seorang pria berambut oranye putih yang terkapar bersimbah darah dengan luka besar di dadanya.

"Eeh, itu musuh lho? Yakin mau disembuhkan?" tanya Jess dengan nada yang agak sinis. Nampaknya dia yang melakukan ini tadi. "Enzeru lebih penting."

Dia ada benarnya, lebih baik mencari Enzeru terlebih dahulu.

..

Saat aku sampai di sana, telah kutemukan Enzeru telah gosong. Tak ada sisa nafas yang bisa kurasakan darinya, bahkan tubuhnya sama rapuh dengan abu. Dia telah melewati batasnya, jauh melewati batas. Kuharap nyawanya tenang di-Sana.

"Bagaimana kau bisa bilang 'di-Sana', apabila tempat ini adalah yang kita sebut 'di-Sana'. Kemanakah roh malaikat pergi apabila mereka mati?"

"Diam, Fa. Kita tidak butuh pikiran filosofismu untuk saat ini."

Jess mengambil sabit Enzeru dan menyodorkannya padaku.

"Kau tidak punya senjata, kan? Aku sudah punya gitar dan violin, sedangkan gadis itu menggunakan botol kimia. Gunakan ini untuk menjaga dirimu," ujar Hutcher lembut

"Ta-tapi, sabit itu terlalu besar untukku."

"Kalau kau tak bisa menggunakannya, aku yakin pria yang satunya bisa menggunakannya."

"Fa?"

Aku mengangguk lemah dan menerima sabit hitam itu dengan ragu. Sudah kubilang kan hidupku penuh dengan keraguan?


(* * *)


[Kuro's POV]

Tak seharusnya aku menahan diri tadi. Tapi, ada sesuatu yang menahanku untuk menyerang sepenuh tenaga. Entah itu karena niatku menghancurkan Divine Fault of Deeds yang tak sungguh-sungguh, atau karena lawanku seorang wanita? Setengah wanita, maksudku.

Apapun dia, aku dapat melihat kecantikannya dari samping. Rambutnya yang lurus kecoklatan, gaunnya yang merah membara. Sungguh menawan, sayang dia telah menjadi satu dengan orang lain. Literally.

Yah, lupakan. Semuanya sudah lewat. Kemampuanku menahan sakit juga tak bisa lebih dari ini. Matipun tak apa. Mati di surga kedengaran cukup keren, bukan?

Tiba-tiba kurasakan sakit di tubuhku memudar. Ah, ini pasti ilusi pasca kematian. Saat kubuka mataku pasti aku melihat lorong putih.

Tidak, aku salah.

Aku melihat seorang gadis muda berambut lurus sebahu. Aku dapat merasakan tangannya meraba tubuhku. Rasa sakit mulai hilang, digantikan dengan rasa ingin memiliki.

Aku jatuh cinta (mungkin).

Siapa wanita penyembuh ini? Wajahnya yang mungil sungguh terlihat suci dan rapuh. Aku yakin siapapun yang melihat mata sayu itu pasti akan iba. Bibir mungilnya yang tak henti berbisik, serta hidung mungilnya yang menggoda siapapun untuk menyentuhnya.

Tanganku seolah bergerak sendiri dan menyentuh pipinya.

"Ah, kau sudah sadar?" Tanyanya dengan suara yang penuh kasih. "Aku Na," lanjutnya.

"Kuro Godwill. Panggil saja aku Kuro."

Inilah pertemuan pertamaku dengan Na. Aku harap ini tak jadi pertemuan terakhir kami.


(* * *)


Wanita yang membunuhku tadi masih menatapku dengan sinis. Sementara pria belahan dirinya terlihat netral. Seorang gadis berpakaian putih sedang sibuk bermain dengan botol-botol kecil di tangannya. Sementara 3 orang Archangel yang tersisa sedang beristirahat setelah disembuhkan oleh Na.

"Kalau begini, peperangan ini takkan berakhir. Aku yakin Barakiel akan kembali lagi ke sini. Aku tak ingin peperangan berlanjut lebih lama lagi. Apakah ada cara lain untuk mengakhiri semua ini?" Tanya Na, entah pada siapa.

"Hanya Tuhan yang tahu," sebuah jawaban klise meluncur dari bibir salah satu Archangel. "Kalau kau mau, kau bisa temui Tuhan. Tapi aku yakin bahwa Beliau takkan membukakan pintunya padamu."

"Bisa kau beritahu di mana Beliau tinggal?"

Archangel tersebut menunjuk sebuah awan yang berwarna paling terang. Di sana samar-samar terlihat sebuah gerbang berwarna emas.

Na memantapkan niatnya untuk pergi ke sana, namun dicegah oleh wanita setengah bergaun merah.

"Aku akan mengantarkannya. Aku tak bisa membiarkan wanita pergi sendiri," jawabku mantap.

"Elo yakin nggak bakal bunuh dia? Kita musuh kan?" Tanya wanita itu sinis.

"Aku akan meninggalkan Zweite di sini."

Aku melemparkan pedangku yang berwarna biru. Seketika, Zweite – kembaranku yang rambutnya berwarna gelap muncul dan mengambil pedang itu.

"Wah, sepertinya ada yang merindukanku," ucap Zweite.

"Zweite, tolong jaga Divine Fault of Deeds sampai aku kembali."

"Kau mau kencan ya?"

Ugh ketahuan.

"Ti-tidak kok! Aku hanya mengantarkan dia ke gerbang terdekat," jawabku sedikit gugup. "Ayo, Na!" Lanjutku sambil meraih tangan Na.

"Hei, jangan pegang tanganku sembarangan, brengsek!"

Tunggu dulu, itu suara pria? Saat aku menoleh, tiba-tiba Na sudah berubah menjadi pria.

This is why I have trust issues.


(* * *)


[Fa's POV]

Hahahaha, dasar playboy. Kau pikir bisa menggaet Na?

"Tapi Fa, aku rasa dia pria baik-baik."

"Diam, Na. Kita tidak butuh pikiran polosmu untuk saat ini."

Na memaksa mengambil tubuh kami, "Eh, percayalah padaku Na. Aku tak berbohong! Maaf, maaf!"

Akhirnya gadis itu tenang dan membiarkanku mengambil kendali.

Dengan siulan yang cukup keras, aku memanggil domba kecil yang bersembunyi di belakang Divine Fault of Deeds sedari tadi.

"Dombamu dimana, Crow?"

Pria berambut gaul itu menarik nafas panjang dan meneriakkan sebuah nama.

"SIENNA!!"

"Apa dia bilang Sjena barusan?"

"Aku tak tahu kalau kita boleh menamai domba ini?" Tanyaku.

"Eh, dombamu tak memberitahu namanya? Coba bicara padanya sekali-sekali."

Pria sinting.

Aku tak menjawab, namun langsung menaiki domba kecil ini. Terlihat tidak seimbang memang, namun kurasa dia cukup kuat.

Tiba-tiba sesuatu memecah gumpalan awan, seekor domba yang jauh lebih hebat daripada milik kami. Dari besarnya saja sudah berbeda, belum lagi bulunya yang terlihat lebih empuk. Apa memanggil namanya saja bisa memberikan efek sejauh ini?

"Heh, domba. Beritahu aku namamu atau kau kujadikan sate."

Not working, genius!

Lupakan itu semua, saatnya bertanya pada Tuhan. Itupun jika Tuhan masih hidup, tidak mati dibunuh manusia, seperti kata Nietzche.


(* * *)


Sudah hampir setengah jam kami memanggil nama Tuhan dari depan Gerbang Agung. Kurasa Tuhan sudah benar-benar mati. Aku menjadi Ateis instan sekarang.

Aku mengambil sabit Enzeru yang kusandarkan di dinding Gerbang Agung dan kembali ke Divine Fault of Deeds.

"Heh, Crow. Kau masih ingin diam di sini?"

"Aku takkan menyerah! Jika kita terus berusaha, aku yakin Tuhan pasti akan mengabulkan permintaan kita!"

Ya, keep dreaming until you died, stupid.

Cara pandangku yang cenderung nihilis takkan mampu mengerti jalan pikiran naif seperti bocah gaul ini. Jika sudah tidak mungkin, kenapa harus repot-repot mencoba? Lebih baik kita lanjutkan apa yang sudah terlihat di depan mata.

Dalam cerita ini, perang antara Archangel dan proletar.

Aku memacu dombaku meninggalkan Crow. Tiba-tiba kudengar suara gerbang terbuka.

Tidak mungkin!

Aku menoleh ke belakang dan melihat Gerbang Agung telah terbuka sedikit. Sosok Crow sama sekali tak terlihat, sementara gerbang perlahan tertutup kembali.

"Hei!! Tunggu dulu Tuhan! Aku belum masuk!"

Aku kembali menjadi Teis instan dan memanggil nama Tuhan.

"Fa, kau ingin melaju lebih cepat?"
"Panggil namaku."

Waduh, suara dari mana lagi ini. Aku pasti ketularan gila.

"Namaku IXEPHON."

Jangan bilang kalau kau domba.

"Jangan jadikan aku sate."

Terserah.

"MELAJULAH, IXEPHON!!"

IXEPHON, begitu nama domba kecil itu disebut, cahaya berwarna kuning menyelimuti tubuhnya. Kaki-kakinya memanjang dengan instan, mempercepat lajunya. Pendar jejak yang ditinggalkannya terlihat seperti percik kembang api. Samar-samar, aku melihat sayap yang terbuat dari.. api?

Namun gerbang itu masih cukup jauh. Dan dengan laju secepat ini, kita takkan bisa melewati gerbang.

Ah, sabit Enzeru mungkin berguna.

Aku memasang ancang-ancang untuk melempar sabit ini secara horizontal. Dengan sekali hentakan penuh, sabit itu berputar kencang dan menahan gerbang. Ukurannya yang besar membuat ruang yang cukup bagi kami untuk masuk.

IXEPHON berhasil membawa kami masuk tepat sebelum sabit Enzeru hancur berkeping-keping.

Domba kecil itu kehabisan kekuatannya, hingga kembali ke wujud kecilnya lagi. Aku segera turun dari badannya dan segera mencari keberadaan Crow di ruangan ini.

Sebuah ruangan megah dengan pilar raksasa yang tinggi sekali. Seluruh ruangan ini terbuat dari kristal yang memantulkan cahaya. Aku bahkan bisa bercermin di lantainya yang berkilau. Tak ada pintu, hanya ada satu tangga besar ke atas. Tak ada pilihan lain selain memanjat menara ini.

"IXEPHON, ayo."


Chp. 2 : To protect the world from devastation
(FIN)

===(* * *)===


Chp. 3 : To unite all peoples within our nation
[Kuro's POV]


"Kemarilah, kuro godwill. Wahai pembawa kehendak Tuhan."

Apakah Tuhan sedang bicara padaku?

"Ya, tentu saja Kuro. Aku telah menunggu kedatanganmu sejak lama. Datanglah ke lantai paling atas."

"Katakan padaku. Jika kau diberikan kuasa untuk membuat dunia baru, dunia seperti apa yang akan kau buat?

"H-hamba akan membuat dunia yang damai di mana tidak ada kejahatan. Sehingga tidak ada orang yang bersedih lagi."

"Lalu, bagaimana dengan Divine Fault of Deeds? Apa kau akan menghancurkannya?"

"Hamba rasa, jika catatan dosa mereka dihapuskan, maka mereka akan menjadi pribadi yang bersih dan murni di dunia berikutnya."

"Pemikiran yang bagus, wahai putraku. Barakiel sedang melaksanakan tugasnya, sekarang giliranmu.

"Apa tugas hamba, wahai Tuhan?"

"Kau ditakdirkan untuk me-reset dunia ini. Semua telah ditakdirkan sedari kau lahir, Godwill. Kehendak Tuhan telah membawamu kembali ke sini. Kehendakmu yang kuat akan melahirkan dunia baru yang lebih baik."

Aku tak pernah merasa lebih baik dari ini. Jika aku bisa melakukan sesuatu yang terbaik untuk Tuhan. Akan dengan senang hati aku akan melaksanakan tugasku.


(* * *)


[3rd person POV]

Fa berusaha mengejar Kuro, namun ia tak terlihat di manapun. Rasanya sungguh tak mungkin ia bisa melaju secepat itu meninggalkan Fa.

Tiba-tiba, dari udara kosong muncul beberapa orang malaikat bertopeng yang langsung menyerang Fa tanpa aba-aba. Fa tak bisa berkonsentrasi penuh sambil mengendarai domba.

"IXEPHON, kuserahkan ini padamu. Jangan sampai jatuh, ok?"

Fa akhirnya dapat memfokuskan konsentrasinya pada malaikat yang bersiap ingin menusuknya. Fa mengayunkan tangannya, membuat sebuah luka di sayap malaikat tersebut. Membuatnya terjatuh dan tertinggal.

Pemuda itu menyadari bahwa gerakan tangannya mempengaruhi luka yang ia toreh. Jika ia menebaskan tangannya seolah menggunakan pedang, maka luka yang ia toreh menjadi luka tebas. Bagaimana jika membuat gestur tangan yang lain?

Fa meniru gaya Zephyr dengan pistol ganda. Ia mengacungkan dua jarinya ke arah malaikat lain.

"Dor dor dor," tak lupa Fa menambahkan efek suara untuk membuat senjatanya lebih realistis.

Namun itu cukup efektif, serangan tersebut membuat lubang di sayap malaikat tadi. Fa lalu meniup jarinya seolah itu adalah pistol asli.


(* * *)



Kuro si bocah gaul (menurut Fa) sekarang telah naik tingkat menjadi makhluk kekuningan (menurut Fa lagi). Ruangan itu adalah ruangan terakhir di menara tersebut. Malaikat bertopeng itu pun sudah habis dibasmi Fa. Namun apa yang terjadi di sini?

"Hey, Crow. Apa yang kau lakukan di sini?"

"Jangan sembarang bicara padaku, FA-nta strawberry. Aku adalah Tuhan sekarang."

"Woy, jangan sembarangan memplesetkan namaku, brengsek. Tuhan sekalipun tidak punya hak untuk memplesetkan namaku!"

"hahahaha, FA-ntasimu sungguh tinggi sekali. Melawan Tuhan? Memangnya kaumerasa  FA-ntas?"

"BACOOTTT!! NGENT****T!!"

Oh tidak, tampaknya Fa mendalami peran Zephyr terlalu dalam! Ia sekarang menjadi pembunuh bayaran kelas EXTRMEME. Ya kalian tidak salah baca, kelas EXTRMEME. Ini terlalu OOC untuk Fa. Mari kita masuk ke sudut pandang Fa. Monolog lebih tepat untuknya.


(* * *)


[Fa's POV]

Crow tampak memegang sebuah tuas dengan tulisan ON dan OFF. Aku tak tahu apa yang tuas itu akan lakukan. Tapi, kurasa hal itu cukup berbahaya. Mengingat Tuhan memihak pada bocah gaul itu.

Aku menorehkan luka dengan serangan berbentuk pedang.

"Hahahaha, geli."

Seranganku percuma. Dengan Tuhan ada di dalam tubuhnya, bagaimana aku bisa melukai tubuhnya yang bisa dibilang hanya pendar cahaya?

Dia lalu menarik turun tuas tersebut.

[The switch is now on OFF]

Tiba-tiba lantai tempatku berpijak terguncang keras. Jangan-jangan tuas itu adalah alat untuk me-reset dunia?

"[Mmaagha]"

Pedang Crow berubah menjadi merah dilapisi bara api. Hanya dengan satu hentakan, satu petak lantai telah hancur. Aku tak bisa membayangkan apabila itu mengenai tubuhku. Bahkan tak mengenaiku saja sudah sangat berbahaya sekali. Na tidak bisa terbang untuk saat ini. Ada sesuatu yang menghalangi penggunaan kekuatan kami.

Tak ada pilihan lain, selain..

"Lari! IXEPHON, kemarilah!"

"[Barraaine]"

Sebuah dinding api menghalangi jalan kami ke bawah. Sungguh sempurna sekali. Masterpiece! Sebuah karya seni yang menggugah hati.

Aku segera berlari mengitari Crow dan menuju tuas itu.

"[Kladeneits]"

Tiba-tiba sebuah angin mengangkat tubuhku menjauh. Oh, sempurna sekali. Sudah api, sekarang angin? Berapa elemen yang dimiliki bocah gaul ini sebenarnya?

"Fafafafafaafaafafafa! Mati kau sekarang!"

"Berhenti tertawa sambil memplesetkan namaku, dasar botak!"

Oke, botak itu terlalu konyol. Itu hanya akan membuatnya ma –

Tubuhku dihempas kesana-kemari tanpa kontrolku. Menabrak dinding, menabrak lantai, menabrak langit-langit. Pertarungan ini sejak awal telah diketahui pemenangnya.

Darah mengucur deras dari sekujur tubuhku. Aku tak lagi memegang kontrol atas tubuhku yang menggelepar di lantai. Tulang-tulang yang patah menusuk organ dalamku. Rasa sakit yang kurasakan saat ini melewati puncak, melewati orgasme. Aku menjadi Ubermensch. Aku telah menatap abbys yang dalam, dan abbys menatapku kembali. Kini lengkap dengan balas dendam. Aku mengira bisa membunuh Tuhan. Tapi yang kubunuh adalah ideologiku sendiri tentang Tuhan. Membunuh Tuhan secara literal itu tidak mungkin.

There is no kill like overkill.

Aku selalu punya kecenderungan berpikir terlalu banyak di saat yang tidak terlalu tepat.

Maaf, Na. Padahal aku berjanji padamu untuk menjaga tubuh ini.


(* * *)


[Na's POV]

"Na!? Kau kembali? Aku merindukanmu.."

Kuro menggunakan kekuatan anginnya untuk mendekatkan tubuhku padanya. Dengan segenap kekuatan harapan, aku meregenerasi kembali tulang-tulang yang patah serta darah yang habis terkucur.

"Kita bisa membuat dunia baru bersama, Na. Jadilah ratuku."

Tak sudi.

"Ah, kau pikir aku tak bisa membaca pikiranmu ya, sayang? Aku tuhan sekarang, tentu saja aku bisa membaca pikiranmu"

Kuro mencengkeram leherku erat dan membawaku tepat ke atas lubang di lantai yang ia hancurkan tadi. Ah, aku ingat sekali rasa ini. Aku selalu saja berakhir dengan tangan seorang pria di leherku. Rasa sesak yang membuatku menggapai-gapai oksigen yang tercecar di udara.

"Maaf Kuro. Aku tak bisa jadi ratumu. Ide untuk memimpin dunia baru tidak pantas untukku. Aku hanyalah gadis biasa tanpa ambisi dan kekuatan, tak pantas jadi seorang ratu. Tapi, aku mencintaimu, Kuro. Sejak pertama aku melihat tubuhmu terkapar di peperangan. Aku merasakan sesuatu yang berbeda darimu."

"Hah, kau bilang apa Na? Kau mencintai bocah gaul itu?"

"Diam, Fa. Kita tidak butuh nasehat sarkastikmu untuk saat ini."

Genggamannya sedikit melemah. Membuatku kesempatan lebih banyak untuk meregenerasi bagian tubuhku yang rusak. Ah, kerusakan ini terlalu parah. Aku tak yakin punya sisa harapan yang cukup untuk bertahan hidup.

"Jadi, sebelum kau membunuhku. Bisakah kau..memberikanku sebuah ciuman?"

"Sebuah permintaan yang sangat mulia. Mungkin kau tidak bisa jadi ratuku, dan aku masih bisa mencari wanita lain. Tapi permintaan terakhirmu akan kukabulkan."

Kuro mendekatkan tubuhku padanya. Dari dekat, aku dapat merasakan pendar cahaya hangat memancar dari tubuhnya. Ia mendekap tubuhku erat, seolah tak ingin membiarkanku pergi. Bibir kami menyatu dalam kemilau cahaya surgawi. Aku dapat merasakan nafasnya menghembuskan kehidupan ke dalam diriku. Tanganku mengelus pipinya yang bidang dan berkata.

"Tatap mataku, Kuro. Tatap mataku karena kau takkan pernah bisa melihatku lagi."

Ia lalu membuka matanya yang sedari tadi terpejam. Mata merahnya memancarkan semangat membara saat bertemu dengan tatapanku.



"Selamat tidur, Kuro Godwill."

Menatap matanya dalam jarak sedekat ini membuatnya tak mungkin mengelak dari kemampuanku untuk membuat seseorang tertidur. Entah itu mimpi indah ataupun buruk baginya, aku tak peduli lagi. Persetan denganmu, Kuro. Persetan dengan semua misi ini. Persetan dengan –

Tubuhku mencapai batasnya, kekuatan harapanku habis sudah. Luka-luka di tubuhku tak bisa disembuhkan lagi. Yang bisa kulakukan hanyalah merebahkan diriku di lantai yang dingin ini. Menggapai-gapai oksigen yang tercecar di udara. Menggapai-gapai tuas dunia yang tak bisa kuraih.

Aku dapat mendengar Fa memanggil namaku, namun aku tak mampu menyahut.

Is this the end?


(* * *)


Aku di mana?

Lagi-lagi pertanyaan klise itu meluncur dari benakku. Aku merasa seperti bola ping-pong yang terlempar kesana-kemari. Terlempar antara satu dunia dengan dunia lainnya. Tapi, aku merasa familiar dengan suasana tempat ini.

Ini [Ruang Kesadaran Kolektif] bukan?

Biasanya ruang ini putih bersih saat aku tidak menggunakan tubuhku. Namun kali ini hitam pekat, seolah ada sesuatu yang berbeda memasuki ruang pribadi milik kami. Tapi siapa?

"Menarik."

Suara yang agung terdengar menggema di ruang ini. Apa aku sedang berbicara dengan Tuhan?

"Benar sekali.  Aku tak menyangka ada seseorang yang bisa mengalahkan Godwill (Kehendak Tuhan). Jadi, karena dia sudah tidak pantas menjadi suksesor dunia ini, maka kau mendapatkan hak untuk membuat dunia baru sesuai kreasimu."

"Maaf, aku tak ingin menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas pemusnahan manusia. Jika engkau akan me-reset dunia ini, aku harap Divine Fault of Deeds tidak dihancurkan. Tiap manusia wajib menanggung dosa-dosanya. Jika dihancurkan, maka dunia berikutnya akan menjadi sebuah dunia stagnan di mana manusia percuma berbuat jahat, maupun berbuat baik."

"Atau mungkin akan lebih buruk? Semua orang berbuat jahat, mengetahui bahwa karma tidak eksis. Dan pada akhirnya memusnahkan sesamanya, lalu menghancurkan dirinya sendiri pada akhirnya."

"Divine Fault of Deeds  sedang dihancurkan saat ini. Tak ada yang bisa kau lakukan, meskipun kau membunuh Barakiel, malaikat proletar lainnya akan membalas. Akan begitu terus sampai para malaikat habis. Divine Fault of Deeds telah ditakdirkan untuk hancur."

Perlahan, sedikit informasi tentang masa laluku memberikanku inspirasi. Aku mengingat sebuah momen, di mana aku sedang duduk di gerbong kereta api. Mendengarkan lagu dari mp3 player, memeluk tas yang penuh pakaian sambil menatap jendela seolah aku adalah model dari sebuah videoklip.

Sebuah [Dream Catcher] berwarna putih-kuning bergantung manja di leherku. Aku bahkan masih ingat lagu yang mengalun kala itu.


Sebuah ide muncul di benakku.

"Tuhan, apakah engkau pernah mendengar sistem penyimpanan portabel?"

"Apa itu?"

"Jadikan Divine Fault of Deeds seorang entitas. Malaikat, mungkin? Seorang malaikat yang menjadi pencatat dosa dan karma seluruh umat manusia. Berikan dia kekuatan yang membuatnya tak mudah untuk diincar malaikat lain."

"Kreatif. Tapi aku tak punya malaikat yang pantas untuk menanggung beban seberat itu."

Aku memantapkan hatiku untuk berkata :

"Aku bersedia menanggung beban itu."

"Kau yakin? Bukankah kau punya impian dari dunia di balik Museum Semesta? Jika kau menjadi entitas dunia ini, maka eksistensimu di dunia asalmu akan hilang."

"Tak apa. Lagipula aku tak punya banyak hal untuk diingat di dunia asalku. Jika aku bisa berguna untuk banyak orang, aku rasa aku lebih baik melakukannya. Dan, Fa pasti bisa melindungi dirinya sendiri. Dia bukan orang yang lemah."

"Baiklah, kemarilah Na.. Biar kupandu jalanmu."


(* * *)


[Fa's POV]


Sebuah cahaya hangat membangunkanku dari tidur, rasanya sudah begitu lama aku terbaring di sini.

Aku berjalan tertatih menuju cahaya itu, namun langkahku terhenti oleh sebuah kaca penghalang yang seharusnya tak ada di sini.

Kulihat Na di kejauhan sedang berbicara pada sosok cahaya tersebut.

"Na!!" Panggilku, namun kaca penghalang ini meredam suaraku yang sudah lirih sejak awal.

Aku memukul-mukul kaca ini, namun percuma. Tergores sedikitpun tidak.

Na berjalan mendekati cahaya itu, mengabaikanku yang memukul-mukul kaca untuk memanggilnya.







(* * *)


[3rd person POV]

Dengan Jess-Hutcher yang terkapar gosong setelah dihantam pukulan petir Barakiel, Zia berlari menyelamatkan dirinya.

3 Archangel yang tersisa pun sudah berbaring tak berdaya di tanah. Tak ada harapan lagi bagi Zia bertahan dari gempuran malaikat proletar.

Gempa yang sedari tadi mengguncang pun tak kunjung berhenti. Kali ini, langit seolah terbelah oleh hitam di antara retakannya.

Seorang malaikat menusuk punggung Zia dengan pedang.

Hal terakhir yang Zia lihat hanyalah Maysa yang tertawa menang atas kematiannya. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya. Malaikat proletar menyerbu masuk dan mendobrak pintu Divine Fault of Deeds.

Tiba-tiba Divine Fault of Deeds bercahaya kuning terang. Dan dalam detik berikutnya, lenyap begitu saja, meledak meninggalkan ratusan helai bulu putih yang dilindungi cahaya kuning keemasan. Melayang-layang jatuh dan menyembuhkan luka siapapun yang menyentuhnya.

Tak terkecuali Jess-Hutcher yang sekarat. Ia dapat mengingat sihir penyembuhan itu. Sebuah harapan yang hangat, menyelimuti luka dan memberikan pelita. Sebuah cahaya yang menerangi di saat gelap menguasa. Sebuah kasih yang tulus dan memberi senyum bagi mereka yang tersakiti.

Perang terhenti seketika. Semua berhenti untuk mengagumi harapan yang tercecar di udara.


(* * *)



















Chp. 3 : To unite all peoples within our nation
(FIN)

===(* * *)===


Chp. 4 : To denounce the evils of truth of love
[Fa's POV]


Sekujur tubuhku terasa sakit, namun aku tak melihat ada darah di lantai. Kepalaku begitu pening, seolah ada sebagian diriku yang ditarik keluar secara paksa. Namun entah kenapa aku merasa menjadi diriku seutuhnya. Sebuah perasaan asing yang entah kenapa terasa familiar di saat yang sama.

Kuperhatikan sekelilingku, sebuah ruangan bulat dengan lantai yang berlubang. Tak jauh dariku terkapar seorang pria berambut oranye-putih. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi barusan.

Ah iya, aku sedang mengikuti sebuah turnamen di Museum Semesta.

Ruangan ini berguncang semakin keras. Awalnya aku kira ini hanya kepalaku yang pusing, namun ternyata gempa sungguhan. Serpihan-serpihan beton melayang keluar dari tempatnya.

Tapi kenapa aku mengikuti turnamen ini?

Ah iya, aku sedang berusaha menyelamatkan seseorang?

Tapi siapa?
Aku berusaha menyelamatkan..
Siapa?

Aku memegang kepalaku, berusaha menggali informasi terkait tentang identitas diriku yang mengalami krisis. Berusaha memanggil namaku, memanggil masa laluku, memanggil apapun yang tersisa dari memoriku.

Namaku..

Alfa.

Seekor domba mengembik panik tak jauh dari tempatku berdiri. Ia melompat-lompat panik sambil melihat sekelilingnya dengan buru-buru. Di sampingnya, terbuka sebuah portal yang akan membawaku ke misteri berikutnya. Aku tak punya pilihan lain selain melanjutkan ke sana. Tertatih, kupapah tubuhku sendiri menuju portal tersebut.

Sesuatu di lantai menarik perhatianku. Sebuah [Dream Catcher] dengan warna berlawanan dari yang kumiliki. Benda ini terasa familiar, sekaligus asing di saat yang bersamaan. Lagi, aku tak punya pilihan lain selain mengambil benda ini untuk membuka misteri berikutnya.

[You have lost your dream]
[You have lost your ability to [Dream]]
[Deleting skill ___]
[You gained another skill]
[Protection]


(* * *)


Aku kembali ke Bingkai Mimpi, sebuah kota metropolitan yang biasa saja. Dengan rutinitas orang yang biasa saja, dan aktivitas penduduk yang biasa saja.

Kota yang biasa saja.

Yang tak biasa hanyalah..

Wanita berkulit tan yang menodongkan sebuah [Shotgun] ke padaku.

Tampaknya aku mengenal wanita ini?



Chp. 4 : To denounce the evils of truth of love
(FIN)


===(FIN)===

[Protection]
Memanggil sebuah [Dream Catcher] raksasa berwarna putih dengan cahaya kuning keemasan yang bisa menyerap serangan magis, maupun menangkis serangan fisik.

Fa masih bisa menggunakan skill lain dari skill tree miliknya sambil membawa [Protection] untuk menjaga pertahanannya.

Skill ini dapat digerakkan dengan bebas oleh Fa, namun kadang bergerak sendiri semaunya.

Bisa mengembalikan serangan magis, namun tidak selalu berhasil.

Skill ini dapat hancur apabila menahan serangan yang terlalu banyak/hebat.

18 komentar:

  1. Yang jelas, itu seluruh sequence akhirnya bener-bener mind blowing, hahaha.

    Oke, jadi ceritanya dimulai dengan lumayan konvensional. karakter-karakter diperkenalkan, karakter-karakter mulai bertarung untuk memenuhi misi. Asyik diikuti. Terus memasuki bagian akhir, mata saya bener-bener melek. Hot damn itu twist yang sangat berkesan dan tidak biasa. Bahkan bukan jenis yang saya kira akan saya temukan di R1.

    Selain itu, pertarungan yang disajikan di sini sangat oke. Penulis juga berhasil menyajikan semua karakter petarung, termasuk Zia yang cukup ruwet, dengan baik menggunakan 1st person view. Cuma saya tetap nggak sreg aja narasi 1st personnya dibagi-bagi ke banyak karakter. Saya kok prefer narasinya khusus untuk Fa dan Na saja.

    Nilai yang pertama terpikir di saya 8.5. Tapi twist terakhir itu benar-benar menarik perhatian, dan saya mau lihat kelanjutan cerita Alfa itu akan seperti apa. Jadi saya berikan 9.

    Fahrul Razi
    OC: Anita Mardiani

    BalasHapus
  2. ==Riilme's POWER Scale==
    Plot points : A
    Overall character usage : B
    Writing techs : A
    Engaging battle : B
    Reading enjoyment : A

    Jujur saya awalnya ngerasa kurang sreg baca ini. Tiba" disuguhin adegan yang udah di tengah" battle, ditambah lagi multiple pov1 para OC berasa bikin awal cerita ini jadi hot mess. Tiap OC juga cuma disorot sekilas", jadi ga berasa ada depth-nya dan mungkin cerita ini bisa tetep sama andai single pov1 alih" multiple

    Meski begitu, semakin diterusin baca, saya dapet impresi kalo rasanya saya malah lebih suka penggambaran setiap OC di sini ketimbang prelim mereka masing-masing. Lebih jelas buat saya dengan cukup baca entri ini, baik kemampuan mau karakternya, ketimbang gabungan semua entri prelim OC selain FaNa

    Dan masuk ke bagian akhir...buat ukuran r1 yang notabene masih babak awal, saya mesti bilang ini brilian. Game-changer. Instant sold

    Bahkan r1 Anita atau Iris kayaknya ga ngasih surprise selevel twist di akhir entri ini. Salut karena kamu berhasil nge-pull sesuatu di luar ekspektasi saya

    ==Final score: A (9)==
    OC : Iris Lemma

    BalasHapus
  3. I like this
    Jujur semua nama karakter di entri ini masih baru, maklum gk baca semua entri di prelim lalu.
    Pertarungan udah langsung mulai di awal-awal, jadi siapa sama siapa berpihak sedikit membingungkan sebelum sampai di tengah-tengah cerita.
    Plotnya sungguh menarik, meski ada bagian yg terasa ngambang atau mataku gk jeli #lupakan
    Semua OC dapat perannya, cuma sosok Zephyr yang ilang di akhir seolah dipaksain bingitzzz.
    Sedikit sentuhan drama pengorbanan selalu mengharukan ditambah musik dan gambar2 yg bikin melow LOL.
    So, karakter Na bakalan menghilang selamanya?

    Skor: 9
    Samara Yesta~

    BalasHapus
  4. TRIVIA :

    1. Judul setiap chapter diambil dari slogan Team Rocket (Pokemon).
    2. F.P bisa berarti Faraway Promise, Fa's Promise, atau Fa's Protection.
    3. Sjena (bagi yang belum kenal) adalah OCku di BoR 4L. Sjena di sini adalah versi alternate universe.
    Baca debut Sjena dan OC lainnya di sini :
    http://battle-of-realms.blogspot.co.id/
    4. IXEPHON merupakan anagram dari PHOENIX, salah satu persona Sjena yang dipaksa masuk oleh [Narrator].
    5. Sienna adalah warna coklat kemerahan, aku pakai untuk nama domba Kuro untuk menemani Vermilion (oranye kemerahan). Selain itu pengucapannya sama dengan Sjena.
    6. Alpha/Alfa, The leader/the dominant individual.
    7. Extrmeme itu asli dari entry prelimnya Zephyr. Itu bener2 bikin ngakak tanpa sebab, jadinya aku shout-out sekarang.
    8. "The switch is now on OFF" itu shout out ke game OFF.

    BalasHapus
  5. Fata - Po

    - masing2 karakter punya spotlight dalam battle yg temponya cukup cepat tapi bisa nunjukin skillset mereka yg spesifik. Ini bagus.

    - cuma penggalian karakter, sifat, sudut pandang masing2 berasa kurang, bahkan meski pake PoV 1. Aku jg setuju sih dgn Mas Fachrul bahwa kyknya aku bakal lebi suka klo PoV1 dikhususin utk FaNa, terutama di entri yg ada twist besar tentang FaNa kyk entri ini.

    - Kalahnya Kuro agak terlalu cepat menurutku, kyknya masi bisa dieksplor lagi bahwa meski Kuro punya kekuatan blablabla tapi panca inderanya masih manusia atau jasad fisiknya masih blablabla sehingga masi bisa kena hipnotis ngantuk tidurnya Na.

    - Rangkaian gambarnya bener2 bercerita dgn sendu bgt. Ini poin khusus Mas Bayee yg sbnrnya klo secara keseluruhan bisa jadi poin plus yg gede bgt. Tapi di kompetisi tulisan kyk gini, aku jadi ragu apa rangkaian gambar itu boleh dijadiin aspek penilaian, soalnya kan turnamennya tentang nulisnya.

    - twist di akhir keren bgt

    - tapi twist ini juga beresiko. Karena dimunculin di ronde awal, aku khawatir Mas Bayee kehabisan stok senjata twist besar nantinya di ronde2 akhir.

    - dan kalau aja masa lalu dan kehangatan antara Fa dan Na dieksplor terlebih dahulu di entri prelim dan R1 ini, shingga pembaca bisa relate dulu dan tersentuh dulu dgn interaksi mereka berdua, baru kemudian dilabrak dgn twist ini, aku yaking twist ini akan lebih nendang lagi.

    - dan twist itu kebanyakan dijelasin pake gambar yg mana aku galau boleh menilainya atau nggak. Kyknya kalo Mas Bayee nyoba utk ngejelasin rangkaian gambar naratif kyk gitu dengan narasi beneran (misal di ronde2 selanjutnya), itu bakal ningkatin skill nulis Mas Bayee lebi lanjut.

    Krn aku terkesan sama gambarnya yg naratif dan ekspresif dan jadi inti turning point cerita, nilai dariku 9.

    BalasHapus
  6. waktu baca ini slalu senyam-senyum. baca berkali-kali pun nggak bosan. termasuk ringan dan mudah dimengerti. saya suka penarasian batllenya. dan alurnya jg bagus. smua karakter bs diperankan, dan perpindahan sorot kamera serasa bgtu natural meskipun bnyak yg dimainin. padahal saya sendiri masih kesusahan. dan sifat kuro di akhir jd lebih ke sifatnya Zweite. padahal dy tipe lady's first. tp nggak papalah. dan ntah kenapa nama2 karakter dan settingannya kok kebetulan pas ya.

    wow eurusadish diaktifin. dan kladeneits dipake lg. tp emang enak sih kalo ngaktifin itu. nggak nyangka beberapa jurus bkal disebut juga.

    trus saya jg nggak nyangka malaikat Barakiel bkal nyewa Zephyr sbg bala bntuan padahal dirinya sendiri malaikat yg sangat kuat.

    pergantian persona seperti jesshutcher dan fana yg belum saya kuasai di sini bs diperankan dg baik dan pemanfaan jurus2nya mengalir bgt saja.

    Zia yg punya kelainan juga perannya keliatan bnget. dan masih tetep bingung. zia itu cowok ato cewek?

    oh iya yg bner vault kn ya? beberapa ada yg ditulis fault?

    10 ^_^

    BalasHapus
  7. So sad T.T
    Na telah menghilang, semoga saja mereka bisa bersama lagi tapi bukan dalam wujud satu orang. *harapan pembaca

    Ini bacaan pertama saya di R1 ini disaat saya kena WB berkepanjangan dan impactnya dapet setelah membaca sampai selesai. Pace plot yang cepat tapi enak untuk diikuti sampai selesai, pergantian sudut pandang yg mulus dan terasa mewakili setiap karakter. Meskipun belum terlalu terlihat jelas karakterisasinya jika saja authornya tak menyebutkan nama but overall this story is VE~RY NICE~ *Logat orang jepung ngomong english xD
    I like this story :3

    BalasHapus
  8. Lupa kasih nilai...

    Haha

    9 for you mas bayee and AlFa xD

    Mahapatih Seno

    BalasHapus
  9. Gambarnya keren, itu yg paling berkesan..
    TApi tulisannya gak kalah keren..
    Entry pertama yg kubaca selain dari tmen"ku yg se grup.. hoho..
    Serius deh, serasa author udh nyelemin tiap karakter.. aku dulu emg baca entry fana, dan aku suka.. tapi yg ni lebih suka..
    Gak bertele-tele, tapi pemaparannya nyampe.. sempet brek bbrp kli dan re read.. tapi okeh..
    Cuman paragrafnya pendek" ya.. klo d baca d layar gede keliatannya, gitu.. pengen ngasih sepuluh, karena entri ini yg pertama menarik perhatian, tapi kgk super kayak novel favorit saya.. so one value under ten.. hheheh.. *eh tpi bner objektif lho..*

    Overall i think 9
    see you, FaNa

    RJ MARJAN

    BalasHapus
  10. Here it come, the feels train...
    A mind blowing ending. Padahal suka karakternya Na, tapi dia malah "menghilang" disini, :"(

    Ketika saya baca entri ini, saya ngerasa kalo bagian awal dan akhirnya lebih enak dibaca daripada yang di bagian tengah. Pergantian POV dari banyak sudut seperti itu cukup bikin bingung.

    Saya juga ngerasa ceritanya terlalu cepat di beberapa bagian. Paragrafnya juga pendek-pendek, jadi kurang nyaman bacanya.

    Well, penulisan oke, ilustrasi apik. "May the soul bless you, Na."

    Overall Score: 9

    At last, greetings~
    Tanz, Father of Adrian Vasilis.

    BalasHapus
  11. GHOUL: “Prolog menarik. Duh, seneng banget deh liat entri kalo berlumuran gambar seperti ini. Keren. Jadi posisi cantik nih membacanya!” \(^0^)/

    SUNNY: “Banyak tanda baca masih salah eja,
    banyak koma berlebihan,
    kata sapaan kayak ‘Kak’ awalan huruf besar,
    napas,
    daripada (hm meski dalam dialog sih bagusnya kata ini sesuai ejaan yang lengkap),
    dialog taq-nya masih ada salah kapital yang seharusnya huruf kecil (“…,” jawab anu),
    Ah, dia pasti Enzeru—penjaga Divine Fault of Deeds.
    Ternyata Barakiel—malaikat bersayap emas yang tubuhnya selalu dialiri petir
    Barakiel—pemimpin malaikat proletar—tak tinggal diam melihat rekannya terluka
    Enzeru—sang malaikat hitam—datang dari arah berlawanan
    Kuro Godwill—pemuda berambut oranye-putih itu—lalu melancarkan serangan kombo
    Dan masih banyak lagi yang perlu dibenahin.”

    SHUI: “Konfliknya terlalu langsung, jadi kayak langsung disuruh ke ruang tamu tanpa melalui terasnya.
    basa-basinya ga ngembang,
    pov-nya ganti2nya terlalu ekstrem, hm usul sih sebaiknya 1 pov ajah agar mua bisa kena, pake pov3 ajah…”

    GHOUL: “Hm ini termasuk rivew gak ya? Kalo bagus kagaknya kan sudah, sekarang ebi-nya ditata. Padahal nih entri fave-ku di prelim lalu.”

    (nyetor 7, hasil kongsi-kongsi) :=(D

    BalasHapus
  12. Satu lagi entri dengan perkembangan drastiiiis!

    Dari FaNa, kemudian berubah menjadi Alfa seorang.

    Jujur, awalnya serasa generic. But then suddenly kek musik dubstep dikasih BASS DROP paling ngedrop sampe itu developmentnya jadi suram banget.

    Ditambah ilustrasi yang mewakili situasi (terutama pas akhir) jadi nilai plus yang pada akhirnya memberi kesan yang kuat pas baca entri ini.

    Gak bakal banyak ngomong, intinya mah saya suka sama FaNa ini. Penasaran aja apa yang bakal terjadi sama Na dan nama aslinya siapa :s

    Nilai, sudah pasti 9/10 dari saya.

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
  13. wakakakak,

    Ini karakternya pada rusuh gini, si kuro jadi Tuhan tapi songong warbasyah. Lawakannya lewat ngebacot pula. Tak lupa mecahin dinding ke empat. Nice jokes
    XD

    Jujur aja awal-awal saya banyak skimming. Tapi menjelang tengah, ini cerita berubah menjadi sangat menarik.

    Dan twist di akhir itu... hot damn!
    Sjena!

    Na telah hilang... aaaaaa....

    Penggunaan ilustrasi untuk momen puncak itu benar-benar ngasih impact begitu dalam. Saya sampe merinding ketika membacanya. Berasa sedang menikmati VN alih-alih cerita biasa.

    Point dari Saya : 10!
    OC : Venessa Maria

    Entry ini berhak mendapat nilai sempurna atas dedikasi serta kerja kerasnya dalam menyajikan segudang artwork berkualitas.

    BalasHapus
  14. Loh, kok ada Sjena? O_O mereka ini satu realms? Did I miss something?

    Hraaahahahahha "" Lalu inget Tamon Rah :v

    Dan apaan itu Na sama Kuronya XD
    ------------------------------------

    Review Umi mulai di sini yah..

    Sesungguhnya sebagai pecinta romance genre, Umi sungguh ga berekspektasi kak bayee bakalan nyuguhin romance manis dari Na-Kuro. Well, kalau kak Bayee inget Sjena ... yah, kan Sjena gitu ._.

    Tapi ini entri memang di luar ekspektasi. Umi kira Enzeru bakal jahat ke mereka, eh ternyata enggak. Penggambaran tiap karakter (terutama karakter Fa-Na sama Jess-hutcher) beneran nampol.

    Juga plotnya jago banget.

    Endingnya itu beneran twist ngaco (karena ga bisa terekspektasi sama sekali) bikin Umi melongo XD


    Entry ini Rapi.

    Eum ... Umi penasaran, kenapa tulisannya ada yang rata tengah dan rata kiri? memang mau kayak gitu atau ... berubah setelah di sent?

    ==========================

    Nilai dari Umi 10

    BalasHapus
  15. Perpindahan PoV-nya bagus banget ini, karakter masing-masing oc dapet. Materi buat komedinya juga bagus dan banyak referensi buat pembelajaran. Saya ngakak sama pun-pun yang ada di sini, parah, seger banget haha.

    Dan gambar-gambar terakhir itu berhasil kasih impact pelengkap yang bikin nyes. Di luar itu bacaan ini memang enak dibaca. Ditunggu kiprah mbak pemegang senjata di ronde selanjutnya. 9/10

    Oc: Namol Nihilo

    BalasHapus
  16. gambar2nya kerennn~

    ah... saya jadi nyesel gak sempet gambar lagi buat r1 castor OTL /gakpenting

    ok masuk ke cerita. mungkin karena pembagian part2nya, setiap satu karakter muncul perannya kerasa terlalu singkat. tapi itu efisien sih.

    daripada plot twist saya ngerasa keputusan na itu sebuah progress. progress yg sangat besar... dan tak terduga :'''3

    nilai: 8.5 = 9
    oc: castor flannel

    BalasHapus
  17. Woh ini seru bener banyak gambarnye dan kerasa banget ituh momen demi momennye,,jadi perlahan kabur bayangannye,,terus ilang..beneran kerasa sedihnye.

    Aye agak keder sama gonta-gati sorotan cerita gitu dari karakter satu terus jadi karakter laen terus ganti- ganti terus...tapi masih bisa aye ikutin sih,,cuman kudu mesti sering-sering baca ulang

    Berantemnya beneran mantep,,aye suka..

    Ponten dari aye 10
    Karakter Harum Kartini

    BalasHapus
  18. KANG BAYEE TANGGUNG JAWAB!
    SAYA BAPER MAKSIMAL

    "Na... Ikanaide..." T.T



    Oke, secara plot ini bagus banget.Banyak Komedi, yang bikin saya ngakak sebelum saya liat endingnya. Battlenya juga seru, tapi mendadak saya dapat bad feeling pas habis battle, waktu ada gambarnya Na keluar. Saya autocry ini tanggung jawab tolong.

    Makin ke bawah, saat alfa muncul saya bener2 ga bisa nahan baper. Ini baru ronde-ronde awal tapi sudah all out begini.

    (mana saya denger lagu Eine Kleine-nya Kenshi Yonezu)


    Ada beberapa bagian yang buat saya agak tell di narasi ya



    Titip 9 ya



    PS : Saya kasihan sama Kuro kehilangan calon istri


    -Odin-

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.