Kamis, 28 Juli 2016

[ROUND 1 - 12L] 18 - ARCA | PENJAHAT SESUNGGUHNYA?

oleh : Penulis Dadakan
--


Beberapa hari sebelum turnamen di mulai.

Seorang pria berpakaian serba hitam berjalan cepat di koridor hotel. Pria itu menuju sebuah kamar bernomor 19 yang berada di ujung koridor.

"Tok..tok…tok.." pria itu mengetuk pintu.

Tidak lama pintu itu terbuka dan pria berpakaian serba hitam itu masuk. Kamar itu kosong, tidak ada tempat tidur, kursi, jendela, kamar mandi, atau barang apapun. Kamar itu seperti sebuah bangunan kotak kosong.

Pria berpakaian hitam itu berkomat-kamit sebentar lalu tiba-tiba munculah asap hitam. Berlahan asap hitam itu berkumpul membentuk wujud manusia bermata merah menyala. Si pria hitam segera berlutut bersujud.

"Bangkitlah," si bayangan hitam berkata dengan suara serak. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya.

"Aku ingin membunuh orang ini," kata si pria berpakaian hitam sambil menunjukan sebuah foto bergambar Arca.

"HA… HA… HA… HA…," si bayangan tiba-tiba tertawa saat melihat foto tersebut. "Apapun usahamu kau tidak akan bisa membunuhnya, tidak ada manusia di dunia ini yang mampu membunuhnya. Dia memiliki Batu Keabadian yang melindunginya dari kematian di dunia ini," sambungnya lagi.

"Tunggu apa maksudmu tidak ada manusia di dunia ini yang mampu membunuhnya? Apa manusia dari dunia lain bisa membunuhnya?" tanya si pria.

"Mungkin saja, karena hukum di dunia lain berbeda dengan hukum di dunia ini," jawabnya.

"Kalau begitu, bagaimana aku bisa membawa manusia dari dunia lain?" tanya si pria lagi.

"Hanya ada 1 cara yaitu dengan mengikut sertakannya dalam Battle of Realms," kata si bayangan.

"Battle of Realms? Apa itu?" tanya si pria jadi penasaran.

Si bayangan menjelaskan apa itu Battle of Realms secara rinci. Si pria mendengarkan setiap penjelasannya dengan baik.

"Lalu bagaimana caranya agar dia bisa masuk kesana?" tanya si pria.

"Datanglah kembali besok," jawab si bayangan.

Kemudian bayangan itu kembali memudah menjadi asap hitam dan menghilang.

Keesokan harinya si pria kembali ke tempat itu untuk bertemu dengan si bayangan.

"Masukan cairan ini ke dalam minumannya dan dia akan masuk kesana," kata si bayangan sambil memberikan sebotol kecil berisi cairan berwarna hitam.

"Terima kasih atas bantuanmu," kata si pria sambil berlutut.

Tubuh si bayangan kembali memudar dan menghilang.

Si pria memperhatikan botol berisi cairan hitam tersebut lalu berkata "Aku harap apa yang dikatakannya benar."

***

Saat ini.

Arca baru saja keluar dari sebuah portal elips yang muncul di lapang alun-alun kota Bandung.

"Sialan… aing eleh ngan digibeug kitu hungkul (Sialan, aku kalah hanya dengan sekali gebrak seperti itu saja)," katanya kesal. "Tingali weh mun papangih deui ku urang moal di bere ampun (lihat saja kalau ketemu lagi aku tidak akan memberi ampun," sambungnya lagi.

Setelah marah-marah, Arca mengalihkan pandangannya ke sekelilingnya.

"Asa sararepi kieu (terasa sepi)," katanya.

Bingkai mimpi Arca adalah sebuah alun-alun kota Bandung masa kini dimana gedung-gedung tinggi menjulang, supermarket, deretan toko dan besar dipusatnya. Hanya saja alun-alun itu sangat sepi, tidak ada seorangpun terlihat. Tapi anehnya barang-barang di supermarket, di toko-toko dan kendaraan yang terpakir semua tampak baru. Semua tersedia, seolah orang-orang di kota itu baru saja menghilang tiba-tiba dan meninggalkan semua itu.

Arca memutuskan untuk berkeliling kota dan Arca menemukan seekor domba putih sedang merumput di salah satu tanah lapang.

"Eta, Embe anu di bere ti si hulu bantal (itu, domba yang diberi dari si kepala bantal)," katanya.

Arca segera menghampiri si domba dan segera domba itu memasang tanda waspada.

"Oh, maneh rek nangtang urang? (oh, kau mau menantangku?)" kata Arca tersenyum.

Arca segera mengeluarkan beberapa kartu dari tangannya seperti sulap.

"Kadieu maju maneh (sini maju kau)," katanya menantang si domba.

Domba itu menyiapkan tanduk melengkungnya yang besar dan kokoh, lalu mengais-ngais tanah dengan kaki kanan depannya secara kasar. Domba itu sudah bersiap menyeruduk Arca dan sebelum keduanya melancarkan serangan tiba-tiba.

"DHAAAARRRR…" sebuah ledakan kembang api muncul di antara keduanya.

Ledakan itu memunculkan sebuah kertas yang melayang pelan ke arah Arca. Dengan mudah Arca menangkapnya dan menemukan tulisan anak kecil pada kertas tersebut.

"Kau harus memelihara domba itu, kau tidak boleh membunuhnya. Kalau kau membunuhnya kau tidak akan bisa kembali ke dunia nyata,"

"EH..!!"

Akibat membaca itu Arca menjadi lengah dan si domba langsung melesat maju menyeruduk Arca hingga terpental 2 meter.

"Uuuhhhkkk… gelo gede oge tanagana (gila besar juga tenaganya)," kata Arca sambil meringis kesakitan.

Si domba sudah bersiap kembali dan mulai melaju dengan cepat ke arah Arca yang masih mencoba berdiri. Tapi kali ini Arca tidak lengah dan dapat menahan serudukan si domba dengan kedua tangannya.

"He…he…he… maneh pikir bisa nyuruduk urang deui (kau pikir dapat menyerudukku lagi)," katanya dengan nada mengejek.

Si domba semakin kesal dan menambah kekuatan dorongannya. Tapi kemudian dengan bertumpu pada kaki kanannya Arca segera melompat kesamping kanan. Sehingga si domba melesat maju dan menabrak sebuah tiang listrik hingga bengkok.

"HA…Ha…ha…ha… rasakeun tah (rasakan itu)," Arca tertawa senang melihat si domba berdiri sempoyongan seperti mabuk.

Si domba tidak menyerah dan langsung melancarkan serangannya lagi. Namun dengan mudah Arca mengantisipasinya.

Arca menendangnya, memukulnya, membanting, bahkan tidak segan-segan melukainya. Kekuatan si domba tidaklah sebanding dengan kemampuan Arca yang sudah hidup sangat lama. Dan akhirnya si domba ambruk karena kelelahan. Arca berjalan santai ke arah si domba yang kini tergolek lemah. Sebagian tubuhnya penuh dengan sayatan, memar di kaki, dan kepalanya berdarah-darah.

"Heh, urang teu apal kunaon maneh teu resep ka urang, tapi mulai ayeuna maneh kudu nurut ka urang (aku tidak tahu kenapa kamu tidak suka padaku, tapi mulai sekarang kau harus menurut padaku)," kata Arca sambil berjongkok di hadapan si domba.

"MBEEEEKKK.."

Mulai hari itu Arca merawat si domba. Hal yang sungguh tidak biasa bagi seorang pembunuh sadis seperti Arca. Dalam beberapa hari saja si domba sudah mulai pulih dari sakit yang dideritanya. Karena kebaikan Arca perlahan domba tersebut mulai menurutinya. Dan akhirnya si domba mulai membentuk ikatan dengan Arca.

"Tuan… tuan…aku menemukan sesuatu,"

Sebuah suara pemuda muncul di kepala Arca.

"Apa Bodas?" jawab Arca.

Dengan gerakan cepat Arca melompat turun dari sebuah gedung berlantai lima untuk menuju sumber suara itu. Tidak membutuhkan waktu lama Arca sudah menemukan sumber suara tersebut. Sumber suara itu berasal dari seekor domba putih yang tidak asing baginya. Ya domba itu kini bisa berbicara secara telepati dengan Arca. Dan Arca memberinya nama Si Bodas.

"Naon eta?" tanya Arca kepada Bodas yang sedang menggigit sebuah amplop.

"Teuing atuh sigana sebuah surat (Tidak tahu sepertinya sebuah surat)," kata si Bodas.

"Cik ningali (coba lihat)," kata Arca sambil menarik amplop itu dari mulut si Bodas.

Arca membuka amplop tersebut dan didalamnya ada sebuah kertas berwarna kuning. Arca membaca isi dari surat itu.

"Persiapkan dirimu, babak selanjutnya akan segera dimulai 2 hari dari sekarang.
 Zainurma"

Tulisan yang singkat namun Arca sudah tahu maksudnya. Arca menoleh ke arah si Bodas.

"Sigana permainanna geus rek dimulai (sepertinya permainan akan segera dimulai)," kata Arca.

Setelah baca surat itu Arca segera membuangnya lalu berjalan memasuki sebuah toko DVD.

"Ieu geus di tonton, ieu ge geus, nu ieu oge (ini sudah di tonton, ini juga, yang ini juga)," kata Arca sambil memilah-milah kaset DVD yang berada di tempat itu.

"Tuan teu latihan? (Tuan tidak latihan?)" tanya si Bodas.

"Keur naon latihan deui (untuk apa latihan lagi)," jawab Arca santai. "Elmu urang geus cukup luhur (Ilmuku sudah cukup tinggi)," sambungnya lagi.

"…." Si domba tidak bisa menjawab apa-apa lagi. Dia juga tahu bahwa tuannya ini bukanlah orang biasa.

Setelah cukup lama memilih dan memilah kaset DVD di tempat tersebut akhirnya Arca menemukan sebuah DVD film aksi yang cukup menarik baginya.

"Nonton ieu weh lah (nonton ini aja)," katanya sambil menuju mesin DVD.

Arca dan si Bodas nonton bersama sambil memakan popcorn yang sudah tersedia di tempat itu. Arca menikmati setiap adegan yang berada di film tersebut sampai Arca merasakan sesuatu yang familiar. Sebuah adegan dimana si penjahat menyerang si protagonis dengan membagi dirinya menjadi dua.

"Sigana urang pernah ningali jurus eta (sepertinya aku pernah melihat jurus itu)," kata Arca dalam hati.

Setelah di perhatikan beberapa lama tiba-tiba beberapa potong ingatan mulai memasuki pikiran Arca.

"Ah.. Hu uh urang inget (ah iya, aku ingat)," katanya.

Kemudian Arca berdiri dan mulai menyingkirkan barang-barang yang ada disekitarnya untuk memberikan ruang gerak tambahan.

"Ajian Bayang Diri,"

Arca merasakan tubuhnya seperti di tarik dari berbagai arah dan kemudian saat itu Arca melihat dirinya sendiri menjadi 3 orang.

"Arca 1… 2… 3…" Arca mulai menghitung.

 "Jadi ajian ieu bisa nyieun urang jadi 3 deui, alus…alus he…he….he…, (jadi ajian ini bisa membuatku menjadi 3, bagus)," gumamnya dalam hati.

"Ok, maraneh gera nyebar (Ok, kalian segera menyebar)," kata Arca memberi perintah.

Ke tiga bayangan Arca segera bergerak cepat menyebar ke segala penjuru bingkai mimpi.

"Alus, ieu siga urang boga opat monitor dina pikiran urang (bagus, ini seperti memiliki empat monitor dalam pikiranku)," katanya dalam hati.

Setiap apa yang dilihat oleh si bayangan akan segera terkirim ke pikiran Arca. Dengan hal itu memungkinkan Arca berada di empat tepat secara bersamaan. Mereka semua berbagi pendengaran, penglihatan, rasa dan ingatan.

Mulai saat itu Arca mulai sering menggunakan ajian itu untuk mulai latihan. Dengan waktu yang singkat Arca sudah mengetahui kelemahan dari ajiannya.

"Mun siga kieu urang kudu ati-ati makena (Kalau seperti ini aku harus hati-hati menggunakannya)," kata Arca.

Kemudian Arca melihat si Bodas yang babak belur karena ikut latihan.

"Karunya teuing, maneh kudu mulai latihan sorangan Bodas (Kasihan sekali, kau harus berlatih sendiri Bodas)," kata Arca kepada si Bodas sambil mengelus-ngelus kepalanya.

"Mbeeekkk…" Si Bodas mengembik lemah.

Arca memangku si Bodas dan membawanya masuk ke dalam sebuah klinik kesehatan terdekat di lapangan alun-alun.

"Maneh kudu jadi leuwih kuat Bodas, urang teu apal naon anu aya dihareupna engke (Kau harus jadi lebih kuat Bodas, aku tidak tahu apa yang ada di depannya nanti)," kata Arca kepada si Bodas sambil mengobati luka-lukanya.

Setelah latihan yang berat bersama bayangannya sendiri Arca merebahkan diri di sofa panjang klinik tersebut.

"Tinggal menunggu waktu," katanya sambil memejamkan matanya.

***

Suara derap langkah cepat terdengar di telinga Arca dan dengan sigap Arca segera bangkit. Kebingungan adalah hal pertama yang di rasakan oleh Arca. Dia terbangun di tengah hutan dengan segerombolan mayat hidup sedang berlari ke arahnya.

Tidak ada waktu untuk menelaah sekelilingnya dengan cepat Arca mengeluarkan kartu-kartu dari tangannya seperti sebuah sulap. Dengan kecepatan tinggi Arca melempar kartu-kartu itu ke arah para mayat hidup.

Puluhan kartu di lemparkan dan menancap di kening, di tubuh, di tangan para mayat hidup tersebut tapi tetap saja mayat hidup itu terus maju.

"Sial," kata Arca sambil mundur.

Saat sedang mundur kakinya tersandung sesuatu dan ternyata itu si Bodas yang masih tidur pulas.

"BODAS HUDANG (Bodas Bangun) !!!" Teriaknya membuat si Bodas langsung membelalakan matanya.

"Aya naon (ada apa)?" tanyanya.

Mata si bodas langsung menangkap puluhan pasukan mayat hidup yang sedang berlari ke arahnya. Dengan cepat si Bodas berdiri lalu bersiaga di samping Arca.

"AJIAN BAYANG DIRI" Arca berteriak.

Dalam sekejap Arca berubah menjadi 4 orang dan langsung bergerak menyerang para mayat hidup itu dengan tangan kosong.

"Hayu Bodas urang indit (Ayo Bodas kita pergi)," kata Arca.

Arca dan si bodas berlari memasuki hutan semakin dalam hutan mencoba berlindung dan menelaah situasi yang sedang dihadapinya. Sampai akhirnya mereka tiba di depan sebuah goa.

"Hayu asup ka dinya (ayo masuk ke sana)," kata Arca sambil menunjuk ke goa.

Tapi si bodas malah diam tidak bergerak sambil melihat ke dalam gua. Arca tahu insting binatang lebih tajam dari manusia, dan sepertinya si Bodas merasakan sesuatu yang aneh di dalam goa tersebut.

Suara geraman terdengar dari dalam goa dan Arca segera bersiaga menanti apa yang akan keluar dari dalam goa. Suara geraman itu semakin dekat dan tanah mulai bergetar.

"BOOOOMMMM…" ledakan terjadi dari dalam goa dan melemparkan beberapa buaya seukuran kuda dari dalam goa.

Tidak lama kemudian seekor gorila raksasa dengan tangan batu kristal biru keluar dari dalam goa sambil menyeret seekor buaya. Buaya itu dibantingnya hingga tanah bergetar hebat an debu mengepul kemana-mana.

"Uhuk…uhukk…uhukkk…" Arca terbatuk-batuk saat debu-debu itu mengenainya.

Si gorila raksasa menoleh ke arah Arca lalu berteriak keras. Gorila itu menerjang dan mengibaskan tangannya ke tubuh Arca hingga Arca terpelanting jauh dan menubruk sebuah pohon hingga tumbang.

Kristal keabadian segera bekerja menyembuhkan luka-luka yang di derita Arca. Walaupun begitu serangan si gorila cukup kuat hingga membuat beberapa tulang rusuk Arca patah. si Bodas segera menghampiri tuannya yang bersandar di pohon tumbang.

"Maneh diuk weh di dieu jagaan urang (kau duduk saja di sini menjagaku)," kata Arca menahan sakit.

Sepertinya si gorila besar itu tidak menyadari kalau Arca masih hidup karena si gorila tidak datang menyerangnya. Gorila itu masih berdiri di mulut goa sambil berteriak-teriak tidak jelas dan memukul-mukul dadanya yang kekar.

Setelah dirasa cukup pulih Arca bangkit dan segera pergi menjauh dari goa tersebut. Berjalan terseok-seok ke dalam hutan bersama si bodas sebenarnya sangatlah berbahaya. Bisa saja sesuatu menyerangnya dalam kondisi seperti ini tapi Arca memaksakan dirinya masuk ke dalam hutan.

"Bodas maneh tungguan di dieu, urang rek naek ka tangkal eta (Bodas kamu tunggu disini, aku mau naik pohon itu)," kata Arca sambil menunjuk sebuah pohon besar.

Dengan cepat Arca melompat naik ke pohon tersebut dan memperhatikan sekelilingnya. Di sebelah selatan Arca dapat melihat sebuah gunung api, di timur ada sungai, di barat ada barisan perbukitan dan di selatan ada air terjun. Fokus Arca berubah saat melihat seekor srigala berbulu perak yang sedang di kejar oleh seorang wanita berambut hitam pendek.

Wanita itu bergerak sangat cepat mengejar si srigala dengan sebuah pedang ditangannya. Dapat di lihat dari matanya wanita itu sangat bernafsu memburu si srigala. Selain si wanita Arca melihat seekor domba mengikuti si wanita.

"Ah… aya Reveriers nu lain (ah, ada reveriers yang lain)," kata Arca.

Srigala itu berlari melewati pohon tempat Arca sembunyi dan si wanita juga melewatinya tapi kemudian berhenti mengejarnya. Pandangannya teralihkan ke arah si Bodas yang sedang duduk santai di bawah pohon.

"Domba gemuk, pasti kamu enak untuk dimakan," katanya dengan tatapan lapar.

Tentu saja Arca tidak tinggal diam melihatnya dia langsung melompat turun diantara si wanita dan si Bodas. Tentu saja si wanita terkejut dengan kedatangan Arca yang tiba-tiba.

"SIAPA KAU?!" teriaknya.

"Seharusnya aku yang bertanya kau siapa? Dan kenapa ingin memangsa dombaku?" kata Arca.

Si wanita memperhatikan Arca dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu tersenyum dan pedangnya berubah menjadi ungu terang.

"HA…HA…Ha…ha… sepertinya kau enak untuk dimakan," katanya sambil menerjang maju dan menghunuskan pedangnya.

Arca menangkis pedang itu ke samping kiri dengan tangan kirinya lalu memukul wajah wanita itu dengan keras. Wanita itu sempoyongan ke samping tapi tidak sampai jatuh. Wanita itu menoleh dan membenarkan rahangnya yang berubah posisi .

"Kau kuat juga, Nora jadi semakin lapar," katanya .

"Jadi namanya Nora," kata Arca dalam hati.

Nora kembali menerjang Arca dan menyabetkan pedangnya dengan ganas.

"Gelo gancang pisan (gila cepat sekali)," kata Arca terkejut saat melihat sabetan pedang Nora.

Pedang Nora berhasil menggores perut dan bahu Arca. Darah mengucur dari bahunya dan perutnya tapi tidak lama.

"Lumayan, untuk gadis sepertimu," kata Arca. "Tapi kau menghadapi musuh yang salah nona," sambungnya kembali.

Nora tidak memperdulikan perkataan Arca dan segera menyerang dengan buas. Pedang Nora membelah Arca tapi Nora menjadi bingung. Arca menjadi dua orang. Arca yang satu segera melemparkan kartu-kartu dari tangannya. Kartu itu melesat dan menggores pipi Nora, darah hitam keluar dari goresan itu.

Nora segera menyerang Arca yang melemparkan kartu tapi kemudian Arca yang satu lagi tidak tinggal diam. Arca yang satu segera menarik jaket Nora sehingga sabetannya meleset, sebuah pedang kembali terbentuk di tangan kirinya menyabet Arca yang menarik jaketnya.

Dua pria lawan satu wanita, sungguh pertarungan yang tidak seimbang. Itulah yang terjadi dalam pertarungan Arca dan Nora. Domba Nora melihat tuannya di lawan secara tidak seimbang segera maju menerjang tapi segera di tahan oleh si Bodas. Kepala kedua domba itu saling beradu.

Nora makin terpojok saat tiba-tiba seseorang menendang punggungnya sehingga dia terdorong maju. Di saat itu kedua Arca segera menghantap wajahnya sampai Nora terpelanting dan jatuh terlengkup. Kesempatan ini segera dimanfaatkan oleh kedua Arca untuk mengunci kedua tangannya dengan menginjaknya.

Pedang Nora berubah menjadi rantai dan membelit kaki kedua Arca. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena lagi-lagi seseorang segera menginjak punggungnya hingga terdengar derakan. Nora melihat ke depan melihat Arca sedang berjalan mendekatinya sambil menggusur domba miliknya.

"Wah, wah, lihatlah," kata Arca sambil melemparkan domba Nora yang sudah mati bersimbah darah.

Leher domba itu menganga mengeluarkan darah segar yang langsung membasahi tubuh Nora.

Arca berjongkok di hadapan Nora lalu menjambak rambut Nora dengan kasar.

"Aku akan membuatmu tidak lapar lagi," kata Arca.

Arca hendak mematahkan leher Nora, tapi Arca melihat bola hitam mengapung di dekat kepala Nora.

"Apa ini?" kata Arca sambil mengambilnya.

Nora yang melihat hal itu segera berontak dan jaket yang kenakannya berubah menjadi duri-duri tajam dan yang langsung menusuk para bayangan Arca. Dalam sekejap para bayangan Arca segera berubah menjadi pasir. Nora langsung bangkit dan menyabetkan pedangnya ke arah Arca yang ada di hadapannya.

"Splaaattt…" bukannya sebuah tebasan yang dihasilkan tapi semburan tinta menodai wajah Arca.

Arca sudah menghancurkan bola hitam itu saat melihat ke tiga bayangannya tertusuk. Mata Nora terbelalak dan dia tahu akhirnya apa yang menantinya.

***

Si Bodas melihat Arca dengan takut saat mengetahui apa yang dilakukannya kepada Nora. Arca mematahkan tangan dan kaki Nora dan membiarkannya di mangsa sekelompok srigala berbulu perak. Salah satunya adalah srigala yang lolos di buru oleh Nora.

"Jadi ayeuna urang keur aya di luhur buaya gede (Jadi sekarang aku sedang ada di atas buaya besar)," kata Arca sambil membaca kertas yang baru saja di dapatnya dari Nora.

Arca membaca kertas kemudian memasukannya kedalam saku jaketnya. Dengan santai Arca terus berjalan menelusuri pulau tersebut. Sesekali beristirahat karena serangan dari binatang buas atau setelah membantai pasukan mayat hidup yang menyerangnya.

"Gelo pisan," katanya kesal sambil menendang putus kepala seorang mayat hidup. "Asa teu beak-beak eta jombi (perasaan tidak habis-habis itu zombie)," sambungnya lagi.

Arca kembali menaiki sebuah pohon tinggi untuk melihat sekelilingnya. Arca tidak ingin menggunakan ajian bayang dirinya untuk mengekplorasi pulau. Selain berbahaya, itu sangat beresiko bila tiba-tiba dia bertemu dengan orang seperti Nora dan Arca tidak dapat menggunakan ajiannya.

Matanya menyisir setiap sudut hutan dan Arca melihat sebuah lapang rumput yang cukup luas.

"Bodas, aya rejeki nomplok keur maneh (Bodas, ada rezeki besar untukmu)," kata Arca.

Arca segera turun dari pohon lalu mengajak si bodas untuk mengikutinya. Dalam waktu singkat Arca sudah tiba di padang rumput tersebut dan si Bodas langsung makan rumput tersebut dengan lahap.

"Kade tong wareg teuing. Engke hese lumpat (hati-hati jangan terlalu kenyang, nanti susah lari)," kata Arca memberi peringatan kepada si Bodas yang sedang merumput.

Tempat itu cukup sepi dan Arca mencium aroma yang tidak sedap.

"Bau bangke," katanya.

Arca menelusuri dan mencari dari mana sumber bau itu dan saat tiba Arca menemukan sosok seorang gadis berambut biru tergeletak tak bernyawa.

"Mati dibunuh, ada luka tembakan dan sayatan," kata Arca.

Tidak jauh dari tempat itu Arca menemukan jejak rumput yang terpotong rapi, selongsong peluru dan suntikan bekas.

"Insulin," kata Arca sambil mengambil dan mengamati suntikan bekas tersebut.

Arca kembali meneliti sekeliling mayat tersebut dan menemukan bercak darah di rerumputan.

"Hmmm… Gunung api," katanya.

"BODAS, HAYU URANG KA GUNUNG (bodas ayo kita ke gunung)!" teriaknya mengajak si Bodas.

Si Bodas segera berlari dan mulai mengikuti Arca menuju gunung api. Di sepanjang jalan tampak beberapa kerusakan hutan yang tidak biasa. Pohon yang roboh, goresan kasar di pohon dan batu, jejak-jejak binatang besar, dan pasukan mayat hidup yang sudah tidak berbentuk lagi.

"Siga urut perang gede (Seperti bekas perang besar)," kata Arca kepada si Bodas.

Jejak pertempuran itu mengarah ke sebuah goa di kaki gunung api.

"Hayu asup (ayo masuk)," kata Arca.

Tidak seperti sebelumnya si Bodas kali ini mau di ajak masuk ke dalam goa tersebut. Tapi sebelum masuk Arca mengambil ranting, daun kering dan kayu. Arca mengumpulkan barang-barang tersebut di samping goa lalu mulai membuat api.

Masa hidup yang lama sudah membuat Arca terbiasa dengan alam liar dan keterampilan-keterampilan survival. Arca baru saja membuat api dan merobek sebagian jubahnya untuk dijadikan obor.

Dengan hati-hati Arca masuk kedalam goa tersebut. Ternyata ada bekas pertempuran di dalam goa itu. Goa ini cukup dalam dan hawanya cukup panas. Keringat bercucuran dari kening Arca begitu juga si Bodas yang sudah mulai menjulurkan lidahnya.

"Sigana jauh keneh (sepertinya masih jauh)," kata Arca.

Mereka berdua terus menesuri ke dalam goa dengan mengikuti jejak-jejak pertempuran sehingga percabangan tidak jadi masalah. Semakin ke dalam udara dalam goa malah menjadi hangat dan mulai terlihat dinding-dinding goa yang menyala-nyala seperti sulur-sulur api.

"Kasar pisan jeung rada tiis (Kasar sekali dan sedikit dingin)," kata Arca saat menyentuh dinding goa.

Keadaan goa sudah cukup terang sehingga Arca mematikan obornya dan Arca melihat beberapa kristal merah menjadi sumber cahaya.

"Lumayan keur batu akik (Lumayan untuk batu akik)," Kata Arca sambil mencokel sebuah kristal merah kecil yang menacap di dinding.

Arca dan si bodas terus menelusuri goa dan menemukan cahaya kuning terang di ujung goa. Semakin mendekati cahaya itu Arca semakin mendengar kegaduhan dan saat tiba di cahaya itu Arca terkejut.

Sebuah tempat luas dengan sebuah jantung kristal biru besar yang berdenyut-denyut. Kristal itu mirip sekali dengan milik Arca hanya berbeda warna saja. Bukan hanya itu yang menjadi perhatian Arca tapi pertempuran skala besar yang terjadi di tempat itu. Ratusan buaya dan pasukan mayat hidup bertempur melawan ratusan binatang-binantang yang hanya ada di dunia fantasi.

Para binatang fantasi itu dipimpin oleh sepasang pria dan wanita berbaju hitam, sedangkan pasukan buaya dan mayat hidup di pimpin oleh seorang pria paruh baya berkepala botak.

"Rame pisan (ramai sekali)," kata Arca.

Arca berjalan mendekati salah satu pilar dan bersembunyi disana memperhatikan pertempuran yang sedang berlangsung.

"PASUKAN PHOENIX SERAAAAANGGG…!!" teriak si pria sambil mengacungkan pedang peraknya.

Burung-burung api menyerbu dengan semburan api dan tembakan api dari bulu-bulunya ke arah pasukan buaya.

"Gorilla batu blokir ratakan pasukan itu," teriak si wanita sambil menunjuk pasukan mayat hidup yang mendekat.

Gorilla itu bergerak cepat lalu mengacak-acak formasi pasukan mayat hidup dengan tangannya yang terbuat dari batu. Gorilla itu seperti kesetanan dan mengamuk membanting, menginjak, menghantam pasukan mayat hidup seperti sekawanan kecoa.

Si pria dengan gagah membantai para buaya dan mayat hidup yang berada disekitarnya. Si wanita melemparkan kartu-kartu hitam ke arah pasukan mayat hidup.

"Harimau angin, buka jalan menuju Baron," kata si wanita.

Dengan cepat sebuah tornado tercipta menghempaskan pasukan buaya dan mayat hidup ke berbagai arah termasuk ke tempat Arca bersembunyi. Sebuah kepala mayat hidup baru saja jatuh di samping Arca.

"Halo," kata Arca yang lalu menedangnya menjauh.

Tornado berhasil membuat jalan ke arah si pria botak yang di panggil Baron oleh si wanita.

"Sheraga. Sekarang saatnya," kata si wanita kepada si pria.

Seekor domba seukuran kerbau berlari menyeruduk apapun berlari ke arah si pria yang dipanggil Sheraga. Dengan gerakan yang tangkas Sheraga melompat menaiki si domba dan berlari cepat menuju Baron.

Baron berdiri tenang sambil mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah Sheraga. Bola cahaya biru terbentuk di tangan itu dan seperti sebuah tembakan laser besar melesat ke arah Sheraga. Domba Sheraga segera berbelok tajam menghindari serangan itu dan Baron mengarahkan tangannya mengikuti Sheraga.

Tembakan itu membakar apa saja yang dilewatinya hingga menjadi debu. Sheraga mengambil bergerak melingkar untuk menghidari serangan itu sekaligus mengurangi pasukan Baron. Kesempatan ini di ambil si wanita untuk langsung menyerang Baron dengan lemparan kartunya.

Sebuah kartu hitam melesat cepat ke arah Baron dan "TRAAAAAANGG…" kartu itu berhenti di tengah udara. Baron menatap si wanita dengan seringai jahatnya dan langsung mengibaskan tombak yang dipegang oleh tangan kirinya.

Sebuah gelombang energi berbentuk sabit melesat cepat memotong apapun di jalurnya mengarah ke si Wanita. Dengan lincah wanita itu melompati sabit tersebut sambil melepaskan beberapa tembakan ke arah Baron.

"Tembakan ganda," kata Arca saat melihat wanita itu menembak.

Peluru pertama berhenti di tengah udara saat beberapa senti lagi mengenai kepala Baron. Tapi kemudian peluru kedua mendorong peluru pertama yang tertahan sehingga peluru pertama berhasil menggores kepala botaknya.

Darah mengucur dari goresan itu dan membuat Baron murka. Belum sempat Baron mengangkat tobaknya sebuah pedang mengarah padanya. Pedang itu tertahan oleh medan pelindung yang tak kasat mata.

Sheraga mendorong kuat-kuat pedangnya sampai terdengar deritan. Hanya dengan kibasan tangan saja Sheraga terpental membentur dinding. Wanita itu tidak tinggal diam dan langsung melemparkan kartu-kartunya. Baron memutar-mutar tombaknya menangkis kartu-kartu milik si wanita.

Sheraga kembali menyerang sehingga kali ini ada dua orang yang menyerang Baron. Satu jarak dekat dengan pedang dan satu dengan jarak jauh. Sheraga menyabet-nyabetkan pedangnya dan pedang Sheraga terbakar api menambah kekuatan serangannya. Sebuah sabetan kuat menghantam perisai pelindung Baron hingga hancur dan Baron terlempar mundur beberapa meter.

"Luar biasa, kuat pisan duanana (Luar biasa, kuat sekali keduanya)," kata Arca yang masih menikmati pertarungan tersebut.

Pasukan mayat hidup dan buaya semakin menipis dengan gempuran pasukan binatang.

"Sigana geus rek beres (sepertinya akan segera selesai)," Arca berkata dalam hati.

Dalam keadaan yang semakin terdesak tiba-tiba jantung kristal itu berdenyut kencang dan sebuah ledakan energi tercipta dari tubuh Baron. Sheraga dan si wanita terlempar cukup jauh dari Baron. Kemudian dengan kekuatan penuh Baron menghantakan tombaknya ke lantai goa.

Serentak pasukan mayat hidup, para buaya dan bangkai mereka meledak menciptakan kekacauan yang luar biasa pada pasukan Sheraga dan si wanita. Ledakan itu sampai juga ke tempat persembunyian Arca hingga dia terlempar ke dinding.

Ledakan itu mengakibatkan kematian masal pada pasukan Sheraga dan si wanita bernasib tidak beruntung. Sebagian tubuhnya hancur terkena ledakan menyisakan separuh tubuh ke atas.

"Ru… Ru…," panggil Sheraga yang juga terluka parah.

Dengan merangkak Sheraga bergerak ke arah si wanita yang sudah tidak bernyawa.

"HA….HA…HA…HA…HA… rasakan kekuatanku," katanya bangga.

Baron berjalan mendekati Sheraga yang sekarat lalu menendangnya.

"Kalian berdua bisa saja membunuh Alpacapone dengan mudah. Tapi aku… kau terlalu banyak bermimpi untuk bisa mengalahkanku," katanya.

"Uhuk…uhuk… Aku…aku..," katanya lemah.

Dengan kakinya Baron membuat Sheraga terlentang, kemudian menghunuskan tombaknya. Sheraga sudah pasrah dengan keadaanya dan mulai menutup matanya. Kedua tangan dan kakinya sudah mati rasa sehingga tidak mungkin lagi untuk mengelak.

Bukan rasa sakit yang terasa melainkan cairan hangat dan lengket yang terasa membasahi tubuhnya.

"AAAAAAAAAAAAHHHHHKKKKK…." Sheraga mendengar Baron berteriak kesakitan.

Sheraga membuka matanya dan melihat Arca baru saja menebas tangannya yang memegang tombak dengan pedang miliknya.

"Siapa dia?" katanya dalam hati. 

"Maaf aku terlambat," kata Arca.

Arca menyabetkan lagi pedangnya sehingga tangan kiri Baron putus, kemudian menebas pahanya hingga Baron terjatuh.

"Ini menyenangkan," Kata Arca menyeringai.

"Kau…Kau… apa kau salah satu dari mereka?" tanya Baron menahan sakit.

"Kau tak perlu tahu siapa aku," kata Arca.

Dengan cepat Arca menebas leher Baron. Kemudian Arca berjalan dan mengambil tombak Baron.

"Uhuk…uhuk… Kau…a..aku per…pernah melihatmu," kata Sheraga sambil terbatuk-batuk.

Arca menoleh lalu melihat Sheraga yang sekarat dan berjalan mendekatinya.

"Tentu saja, aku juga pernah melihatmu," kata Arca.

Arca menghunuskan tombaknya ke wajah Sheraga, kemudian menusukan tombaknya ke mata Sheraga hingga tembus ke belakang kepalanya.

"Dengan begini semuanya selesai," kata Arca sambil mencabut tombak tersebut.

"Mulai sekarang akulah penguasa pulau ini," sambungnya lagi sambil melihat ke arah jantung kristal dihadapannya.

***

"Uuuhhhh… tak kusangka dia bisa berbuat sejahat itu, menunggu semuanya sekarat baru menyerang. Sungguh perbuatan tidak terpuji," Ratu Huban berkata sambil mengerutkan kepala bantalnya.

"Ya, namanya juga penjahat. Pantas saja banyak orang yang ingin menyingkirkannya," balas Zainurma.

***

"KURANG AJAR!!!" Pria misterius berpakaian hitam itu baru saja menggerak mejanya hingga retak.

"Aku sudah senang dia mati, tapi ternyata dia masih bertahan. Padahal aku sudah ubah bingkai mimpinya," sambungnya lagi.

Pria itu mengambil sebuah foto seseorang dari lacinya.

"Kita lihat apa dia akan bertahan setelah ini?" katanya.



--

>Cerita sebelumnya  : [PRELIM] 29 - ARCA | MUSUH LAMA
>Cerita selanjutnya : -

15 komentar:

  1. Ngebaca narasinya nggak jauh beda dari prelim, gayanya tell sekali. Dan serba ujug-ujung. Pun saya ngeliat banyak typo maupun kesalahan tatabahasa--ini nggak penting. Cuma di entri ini bertebaran semacam contohnya kamu imbuhan depan sama kata kerja malah dipisah. Udah gitu banyak penjelasan yang berulang-ulang @_@

    Secara cerita sih standar ya. Tugas selesai, Baron mati. Pertanyaannya, siapa yg mihak Baron? Alpaca kayaknya. Tp dia ga dikasih spot. Mestinya Nora aja sekalian.

    Karakter lainnya sendiri nggak begitu kelihatan sifatnya. Kecuali Nora dgn laparnya. Sheraga dan Ru, oke mereka dapat spotlight tapi ya sekadarnya aja.

    Yg menarik di sini itu ... karakter Arca. Dia jahat juga ternyata masih pengasih sm dombanya. Walau udah diancam juga sih. Tp sepanjang perlakuan baiknya sm si domba, itu ngasih kesan tersendiri.

    Kalo secara objektif sy kasih 6. Tapi kamu pionir grup 12 jadi nilainya 7~~

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
  2. settingan ini termasuk baru dari smua yang sudah saya baca. jd saya mencoba membaca mengenai set ini.

    set L padahal termasuk set yang unik dan bisa digali lebih dalam mengenai kemisteriusannya. tapi kesan saya setelah membaca entri ini. settingan kurang dimanfaatkan dan konflik juga tidak terlalu didalami. padahal akan lebih bagus jika konfliknya diperkokoh. semacam tidak ada yg mendasari tindakan arca. yang ia lakukan cuma menghancurkan smua yg ia temui tnp ada penyelidikan ato pemahaman lokasi.

    hmm...krn saya sedang berbaik hati jd 8

    BalasHapus
  3. Anjir.. ane cukup tercengang, dari dombanya sampe akhir. Terutama dombanya. Ane kira bakal di bunuh pas awal-awal. Bahaya dong. Akaka~

    Aduh, bang Arca~ Ane suka gimana penjelasan dan teknik bertarungnya. Bahkan ane yg punya OCnya ga pernah kepikir cara bertarung kyk gitu. Akakaka
    #digampar Ru#

    Yah.. walau alurnya cuma lurus aja gitu. Dan cara penyampaian penjelasan terlalu singkat dan padat.

    Oh, dan untuk bahasa khas Arca, menurutku dia itu terlalu... 'lemes' bahasa sundanya untuk seorang penjahat.

    Overall dari ane 6
    Tapi ane kasih point plus sesama 1 grup, sesama pemain kartu, dan ane suka gimana Ru mati disini. Akaka~

    Ru: Setan!
    ---------------
    Rate: 7
    Ru Ashiata(N.V)

    20 Shade
    21 Ganzo
    18 Arca

    BalasHapus
  4. Aksinya udah cukup oke la, tapi ya itu kyk komen di atas, terlalu tell, sekali jalan, jalan cepat lagi.

    Terus tanda baca terutama koma yg gk ada, otomatis jadi pengaruh ke bacanya dan artinya bisa jadi beda.

    Latarnya tidak tersaji dengan baik, selain monster yg cuma seekor dua ekor, gunung berapi, mestinya bisa ditambahin lagi yg lain.

    7
    Samara Yesta~

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. ==Riilme's POWER Scale==
    Plot points : C
    Overall character usage : D
    Writing techs : D
    Engaging battle : C
    Reading enjoyment : C

    Hmm, impresi saya ga jauh berbeda sama prelimnya. Sebenernya cerita entri ini simpel, tapi datar dan kurang berkesan. Masih juga ada penggunaan sfx yang kerasa janggal, dan narasi berantemnya berasa sekelibat sekedar lewat aja. Belum akhirannya, Arca muncul gitu aja terus nusuk Baron sama Sheraga, udah. Beneran kurang konflik buat digali dan saya pun jadi kurang bahan juga buat komen lebih banyak dari ini

    Kalau ada yang memorable dari entri ini, mungkin gimana Arca dan Bodas konsisten ngomong pake bahasa Sunda dan mesti dikasih subtitle dalam kurung di tiap kalimatnya

    ==Final score: C (7)==
    OC : Iris Lemma

    BalasHapus
  7. akhirnya ada juga yang make setting ini, wkwkwkwkwk
    Hanya saja, saya ngrasa klo cerita ini hambar akan development karakter. Yah, sisi emosional para chara di sini gak kerasa... mereka terkesan kayak berantem doang kaya lagi maen game Gta. Liat musuh, tembak! Ciat! Duar! Duar! Gitu doang.

    Dan perlu diingat, setiap chara punya karakteristik sendiri sehingga harusnya mereka gak akan segampang gitu bak-bik-buk. Ada rolenya, misal Si Alpa kemungkinan besar bakal ngikut Baron cuma dia berpotensi jadi pengkhianat, si asher jadi penentang karena Baron dan Asher punya pandangan yang berlawanan mengenai “kepercayaan” gitu dah...


    Saya kasi 6 dulu

    BalasHapus
  8. @_@:
    “Hay, aku adalah… ah sudahlah, langsung aja aku ngomong…
    “Selain dialog ga usa ada kutipannya, kan pintunya ga ngomong. Splat juga.
    “Typo dikit…
    “Dialog taqnya selalu pake ‘kata arca’, kan dialog taqnya jadi kurang bervariasi. Bagusnya apa kek, seru arca, tutur dll.
    “Enak bacanya ga banyak istilah ribet, mudah dimengerti pula.”
    “Bahasa domba ama arca sama bahasa daerahnya? Kan si domba dari alam mimpi.
    “Agak kurang nyaman ama dialognya. Langsung baca dalam kurungnya. Hm bagusnya si dikurangin dikitlah…”

    GHOUL: :=(D
    “Tuh domba apa banteng. Nyeruduk…
    “Tumben arca baek, ya… biasanya brutal.
    “Maunya si 8, tapi karena entrinya pendek banget tetap 8 sih maunya…”

    BalasHapus
  9. Halo Arca~

    Mendengar tittle Arca, "Sang Penakluk", saya mengharapkan dia melawan keempat OC lain seorang diri! Dengan tangan terikat! Di dalam air! #KenaTampar

    Ahem...
    Seperti kata kebanyakan komentator, entri ini terasa cukup datar. Saran saya untuk entri berikutnya, mungkin tambah sedikit lika-liku dalam cerita Arca, mungkin si lawan kabur dan terjadi kejar-kejaran atau paksa Arca melawan Begalodon dalam air.

    Impresi karakter Arca di kepala saya adalah "Tak Terkalahkan", jadi sebisa mungkin tunjukan kelihaian dan kekuatan Arca yang membuatnya mendapat julukan sang "Penakluk".

    Well... Saya harap bisa membaca entri Arca berikutnya!
    Nilai 7

    OC : Nora

    BalasHapus
  10. Hmm, mau komentar nih.

    Jadi, setelah membaca entri R1 Arca, kesan yang saya dapatkan tidak jauh berbeda dengan prelim. Masih sama.

    Potensi cerita yang ada kurang dimanfaatkan dengan maksimal, dan narasinya juga masih begitu aja.

    Walau begitu, saya cukup terkesan Arca yang kesannya jahat ternyata masih ada rasa sayang ama dombanya. Mungkin karena terpaksa kali ya? Tapi itu cukup berkesan buat saya.

    Nilai dari saya 7 deh.

    Semoga Sukses! Sampai bertemu di R2

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
  11. Haahahhaha nu edan... Jang aing mah sih ieu entri geus alus sih....

    Ngan kieu, lamun maneh rek ngajieun tema carita make basa sunda campur jeung indonesia kahade kudu loba nu di perhatikeun jiga translate ti basa sunda ka basa indonesiana, ekspresi, alur carita.

    Tong nepika asik ngajieun dialog sunda nu ekspresif, maneh jadi poho nanemkeun ekspresi nu sarus hadena jiga di dialog basa sunda. Soalna urang nu ngarti sunda apal pisan ieu pikaseurieun jeung ekspresif, ngan pas dibaca translate na naha kalahka jadi datar kieu?

    Intinamah sing hade ngabagi ekspresi karakter dina dua dialog, mun geus mahir dina hal eta dijamin caritana bakal alus pisan.

    Diluar eta, carita jeung karakterisasi OC lain geus alus sih. Ngan mun bisa improve deui caritana meh leuwih hade soalna potensina loba :D

    (Selain auth) Bingung saya komentar apa? Hahahahaha :D

    Nilai 7
    Wasalam
    Ganzo Rashura

    BalasHapus
  12. abdi teh teu ngarti bahasa sunda, tapi aya translate mah abdi paham naon Arca omongkeun (maaf taunya cuma itu :v )

    dan masih Arca kelihatan kurang garang karena bahasa sundanya yang "katanya" masih halus.

    battlenya datar dan penggambaran settingnya kurang maksimal. dan si arca bunuh gitu aja. malah jadinya aneh. arca yang "abadi" malah muncul dengan cara (maaf) pengecut.

    konflik, motivasi, dan masalah utama di entry ini hampir tak terlihat ditutup oleh battle yang menurut saya ala kadarnya.

    OC lain dan OC tamu jadi cameo numpang lewat. padahal pengen liat Ru sama Arca battle saling lempar kartu. karena itu ekspektasi saya saat liat entry Arca dan Ru di prelim dan kalian dalam satu grup. dan ekspektasi saya meleset jauh.

    well, karena ceritanya masih bisa dinikmati, saya kasih nilai 6.

    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
  13. Ah...

    Saya bingung mau komen apa...

    Dari segi karakterisasi dan narasi ini datar. Kalau dari karakterisasi, saranku kau coba tingkatkan dari dialognya dulu (bukan berarti narasi kalah pentng, tapi di sini menurutku narasinya tidak separah dialognya).

    Saya gak tahu kau ini orang Sunda beneran atau bukan, tapi kalau dinilai dari dialog, saya akan berasumsi kalau Sundanese is not your native tongue.

    Contoh dialognya:

    "Kadieu maju maneh..."

    Itu datar, dan nanggung. Nyaris tanpa emosi.

    Sekarang misal diubah jadi:

    "Yeuh! Si jangkar kehed, kadieu siah!"

    Meski begitu, baiknya hanya frasa tertentu saja yang disundakan, dan sisanya mengandalkan aksen dalam dialog saja. Misal, orang Sunda biasanya menyebut kata "sayah", "teh", "atuh", "da", "mah", "gusti", dan berbagai kata umpatan, rutukan, dan makian setempat.

    Itu akan lebih nyaman dibaca ketimbang mayoritas dialog/monolog si karakter harus diterjemahkan pakai dalam kurung.

    Untuk ini saya hanya berani kasih 6 poin, maaf.

    Asibikaashi

    BalasHapus
  14. Sebenarnya aku terhibur dengan dialog Sundanya lho, meski nggak paham2 banget tapi bisa jadi nilai lebih buat karakterisasinya lah... namjn sauang perasaan itu ngedrop kala Arca kembali berdialig dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, ligat Sundanya kemana atuh? Biasanya sundanesse akan tetap mempertahankan digtong "atuh", "mah", "euy" atau "siah" meski dia pakai bahasa Indonesia. Jadi serasa 2 karajter berbeda, antara Arca berbahasa Sunda dengan Arca yang berbahasa Indonesia.

    Terus, seperti yg sudah dituis para kmentators sebelumnya, entry ini kerasa datar, sepettinya kelemahannya masih di diksi yang terbatas dan pemenggalan adegan/scene. Tapi lama2 bisa lewat sering menulis.

    Nilai 7.

    Rakai A.
    OC Shade

    BalasHapus
  15. waduh, padahal battlenya udah asik juga sih ini, terutama bisa masukin dombanya.

    btw, itu pake penjelasan bahasnaya di tanda kurung rasanya malah bikin kesan sundanya jadi ga perlu..maunya biarkan aja bahas sudanya aja, biar pembaca kebingungan wkwkwkw

    semoga lolos, nilai 8 sebagai apreasiasi!

    oc: Wamenodo Huang

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.