Kamis, 28 Juli 2016

[ROUND 1 - 11K] 19 - AIRI EINZWORTH | SCARLET LILY IN THE WINDY HILLS


oleh : Kagero Yuuka

--


Scarlet Lily In The Windy Hill

Chapter 0 : Furnace Epilogue

Malam itu merupakan malam yang sangat menyakitkan, benar-benar menyakitkan saat seseorang yang baru saja mulai kau sayangi seperti saudaramu sendiri, Hilang, Mati dihadapan mu, karena kesalahan dan kelemahanmu.
“Airi, Ini bukan salah mu, mungkin ini adalah takdir ku, ahaha” sosok itu mencoba tertawa meskipn keadaannya begitu memilukan.
“Maya” aku memanggil namanya pelan.
“Mulai Sekarang Bersamalah Erica yah, kaliah harus saling menjaga diri, aku duluan..”
Kini sosok itu terkulai lemah di pelukan ku, bersimpah darah karena kelemahan ku, karena keterlambatan ku semuanya adalah kesalahan ku.
Aku menitikkan airmata menahan tangis yang sebenarnya tak kuasa ku tahan, sekali lagi semua ini salah ku.
“Mbee~”
“Selamat, Kau sudah melewati ujian mu” Suara Asing itu terdengar dari belakang ku.
“Sepertinya kita sedikit berlebihan Paman Nurma” suara lain lagi terdengar.
“Mungkin, Tapi tidak ada mahakarya yang indah tanpa adanya perjuangan dan rasa sakit Huban” suara laki-laki itu terdengar lagi.
Aku menoleh kan kepalaku dan mendapati sesosok laki-laki tinggi bertopi fedora dengan jubah bulu menutupi tuxedonya, ia nampak seperti seorang mafia, apa lagi dengan kacamata hitam tersemat di hidungnya serta rambutnya yang terlihat klimis dan mengkilat saat ia melepas topinya membuatku benar-benar berpikir kalau ia adalah mafia sungguhan seperti di film-film.
“Ban-Tal?” Erica bersuara pelan menatap sosok kecil di samping laki-laki tinggi itu.
“Ya~Hallo~” sahutnya Riang, “Maaf yah kalian harus mengalami hal ini” lanjut sosok kecil berkepala bantal itu.
“Siapa Kalian berdua?” tanyaku.
Sesaat kemudian yang kulihat hanyalah hamparan hitam dimana tak ada lagi puing-puing kediaman Einzworth yang barusaja terbakar, Tak adalagi Jasad Maya yang berada di pelukan ku, semuanya menghilang hanya menyisakan aku, Erica dan dua sosok asing ini.
“Perkenalkan Namaku adalah Zainurma sang Kurator Museum semesta dan ini adalah”
“Aku adalah Ratu Huban, Senang Bertemu kalian~” sosok berkepala bantal itu memutar-mutar payung err tongkat? Atau apapun itu yang berbentuk bak lolipop besar yang kemudian diikuti munculnya kembang api kecil di atas kepalanya, err jujur saja aneh.
“Jadi kenapa kalian ada disini? Apa tujua kalian?” Erica yang sedari tadi diam mulai bersuara dan bangkit berdiri, anehnya kuihat luka-luka di tubuh kami sudah menghilang, hanya menyisakan rasa lelah saja.
“Tidak perlu buru-buru nona putih, semua akan terjelaskan pada saatnya tiba tapi untuk sekarang yang kalian perlu tau adalah, ini bukanlah dunia kalian lagi, dan selamat datang di alam mimpi” sahut zainurma memberikan penjelasan kecil.
“Dan sebagai hadiah, akan ku berikan seekor domba ini kepada kalian” lanjut Ratu Huban.
“Domba? Benar juga dari tadi aku mendengar suara domba” balas ku.
“Ufufu~ Mereka Lucu kan? Iya kan? Tenang mereka tidak akan menggigit kok—“
“A-Aduh... duh..duh...sakit...”ucapan Ratu Huban di sela oleh Erica yang mengerang kesakitan karena tangannya yang digigit Domba saat hendak mengelus kepalanya, waw tumben sekali perasaanya benar-benar terlihat.
“baiklah-baiklah sekarang lanjut ke berikutnya, waktu kita tidak banyak Huban” Zainurma sang kurator mengibaskan tangannya cepat pertanda buru-buru.
“A-Ah.. baiklah Paman Nurma, Kalau begitu sekarang akan ku antarkan kalian ke tempat kalian bisa beristirahat selagi menunggu keputusan berikutnya dari Sang kehendak” ucap Ratu Huban sambil mulai menggerak-gerakkan tongkat permennya lagi yang kemudian diikuti perubahan sekejab lagi.
Ya Kami kembali lagi, disini Kediaman Einzworth, masih lengkap dengan reruntuhan dan puing-puing hanya saja tak ada Api yang melalapnya.
“Kalau begitu kami pamit Reveriers, dan buatlah Mahakarya yang indah” ucap Zainura sebelum ia menghilang lagi bersama Ratu Huban.
Aku hanya bisa terdiam, apa semua ini lelucon? Atau ini mimpi? Maksudku ini benar-benar alam mimpi? Tapi, kenapa?
-Furnace END-

Chapter 1 : Kenyataan di dalam Mimpi

“dimana ini?”
“ap-apa yang akan kalian lakukan dengan membawa kami kemari?”
Banyak suara-suara dan pertanyaan terucap dari bibir banyak orang disini. Ruangan bergaya eropa ini terlihat sangat besar, tapi untuk ruangan sebesar ini di gunakan untuk menyimpan sebuah patung besar dan aneh terlihat sangat berlebihan.
Kami tiba-tiba saja di hadapkan dengan sebuah patung aneh berbentuk sebuah otak, maksud ku ya benar-benar seperti otak manusia yang di gambar kan dalam buku-buku ilmu pengetahuan yang ada di perpustakaan rumah.
Gempa besar terjadi, banyak yang terjungkal jatuh, tak luput dengan tekanan batin yang begitu berat dan mengerikan menerpa batin kami, sebenarnya kenapa ini.
“Ho-hoi hentikan gempa ini otak sialan” ucap sosok Zainurma kepanikan.
Bukannya semakin reda malah gempa ini semakin menguat bahkan tak sedikit orang-orang yang semakin terjungkal, dan juga banyak diantara kami yang bahkan pingsan. Yang ku pikirkan adalah, tidak semua yang berada disini adalah manusia, aku bisa melihat sosok robot bermata satu, naga yang tua, hingga err.. kaleng penyegar ruangan?
“To-tolong maafkan kami wahai Sang Kehendak yang agung” sosok wanita bergaun kebiruan bak seorang dewi tiba-tiba muncul dan berlutut di sebelah sosok zainurma.
Gempa itu pun perlahan-lahan semakin mereda hingga akhirnya menghilang dan hawa menekan itu juga berangsur-angsur menghilang dan meninggalkan kesunyian.
“Maaf atas sambutan yang terlambat ini, disini kalian semua di kumpulkan atas keinginan dari Otak sial—ehm, maksudku Sang kehendak, untuk mengisi Museum semesta ini dengan Mahakarya-Mahakarya yang indah dan luar biasa” Zainurma berucap sembari membenarkan topi fedoranya yang miring dan rambutnya yang sedikit berantakan. “Uhm” ia berdeham lagi sebelum melanjutkan ucapannya.
“meskipun, di antara kalian ehm, sudah menghasilkan Karya yang berkualitas jelek” lanjut zainurma lagi, diikuti teriakan beberapa orang yang berteriak, kesakitan dan ketakutan.
Beberapa sosok itu, kini berubah menjadi beberapa tembikar buruk rupa, jelek dan err tidak layak pajang, aku mungkin sedikit buta akan karya seni tapi, di bandingkan benda-benda pajangan dikediaman Einzworth, benda-benda itu jauh dari kata “indah” atau “Cantik”.
“A-apa yang kalian lakukan? Ke-kenapa mereka?” sosok gadis berambut twintail di sebelahku bersuara, ia masih terlihat mengenakan sebuah seragam seperti seragam sekolah dan bahkan membawa buku di dalam tas dan pelukannya.
“Izinkan Saya Mirabelle menjawab pertanyaan mu wahai Reveriers” sosok dewi tersebut bersuara dengan sopannya.
“Kalian para Reveriers disini kami kumpulkan sebagai pencipta dari Mahakarya untuk mengisi Museum Semesta yang agung ini” lanjut sang dewi.
“Mahakarya eh?” Gadis bermata Heterochromia merah biru menyahuti suara sang dewi.
“Ya Mahakarya, jelas kalian bisa saja berakhir seperti yang tadi, jadi berusahalah” Zainurma menyahuti.
“lalu bagaimana kami agar bisa selamat?” si gadis twintaill bertanya lagi.
“Bertarunglah, jadilah semakin kuat, dan buatlah Mahakarya yang sangat indah” sosok kecil berkepala bantal itu bersuara.
“Ah~ lihatlah sekeliling kalian, ini adalah sedikit dari contoh karya yang sudah kalian lahirkan” lanjut si kepala bantal.
Di sekeliling kami, tepatnya di seluruh bagian tembok telah tergantung banyak sekali lukisan, mulai dari lukisan hitam dengan banyak kilauan bintang, sesosok kota yang kosong,gurun pasir hingga, Lukisan sepasang gadis yang tengah duduk menangis sembari salah satunya memeluk seorang gadis lain di hadapan sebuah rumah yang terbakar.
Aku mengenal sekali apa itu, kejadian itu terukir jelas diingatanku, kematian Maya, dan semua ujian-ujian serta tipuan itu. Aku hanya bisa menahan tangis menatapnya, kalau saja aku lebih kuat mungkin aku bisa merubah takdir itu, meskipun ini alam mimpi setidaknya aku ingin bisa menjaga Maya agar tetap hidup tapi, aku tak bisa, aku terlalu lemah.
“kalian semua pasti mengenal salah-satu dari lukisan-lukisan yang tergantung di dinding itu, ya tentusaja itu adalah lukisan dari ujian kalian sebelum kalian bisa berada disini, bersyukurlah kalian yang terpilih dan tidak berakhir seperti yang tadi” ucap zainurma sembari menaikkan kacamata hitamnya yang sedikit melorot.
“Kurang... Ajar..” gumam ku pelan sembari menggenggam erat tanganku menahan perasaan yang kapan saja bisa meledak ini.
“Baiklah, karena Otak sial—ehm, sang kehendak belum memutuskan apa berikunya yang akan kalian lakukan, maka kalian bisa kembali ke bingkai mimpi kalian, terserah apapun yang ingin kalian lakukan disana aku juga tak terlalu peduli” Lanjut zainurma.
“baiklah~ Tunggu Kabar dari kami yah, ah ngomong-ngomong, apa kalian mengingat domba yang aku berikan sebelumnya, jagalah mereka baik-baik yah, mereka bisa membantu kalian, tergantung bagaimana kalian memanfaatkannya uhuhuhu~” beberapa kerutan muncul di permukaan kepala bantal itu seperti menandakan kalau ia tengah tersenyum, dan kemudian ia mengangkat tinggi-tinggi tongkat permennya dan memutar-mutar tongkat itu di atas kepalanya.
Yang ku lihat berikutnya adalah cahaya putih menyilaukan, terlalu putih sampau aku merasa tertelan di dalamnya, dan kemudian pemandangan yang kulihat adalah sebuah kamar kecil dengan semua perabot terbuat dari kayu yang terlihat kokoh meskipun sudah di makan umur.
“Nona Airi, anda sudah bangun?” Erica berjalan memasuki kamar.
“Ah, entah aku darimana, tapi ya aku bangun” sahutku datar sambil memgang dahiku yang sedikit basah akibat keringat dingin.
“maaf mungkin kasurku kurang nyaman untuk anda, tapi setidaknya kita beruntung kalau rumah pemberian tuan besar ini tidak ikut terbakar bersama kediaman utama.
“A-Ah~ tidak apa-apa Erica, aku sudah terbiasa tidur beralaskan koran sampai sebelum kau membawa ku kesini dan memaksaku tinggal disini” sahutku yang bangkit dari atas kasur kecil yang berada di atas ranjang kayu sederhana.
“saya sudah membuat makanan untuk kita nona, aku yakin nona pasti lapar, seingatku kebun di samping rumah ini belum panen, tapi kini sudah panen, jadi setidaknya kita punya stok makanan” sahut Erica.
“a-aku tidak... Krryyuuuu~.. Ah!?” aku membuang muka untuk menyembunyikan wajahku yang memerah.
Erica hanya diam dan tersenyum kecil, ya senyuman yang tak pernah ku lihat sebelumnya, meskipun sekilas aku yakin dia tersenyum.

-Scarlet Lily in the Windy Hills-
Suara Dentuman itu terdengar sesekali saat sepasang tonfa berwarna kemerahan menghantam sepasang sarung tangan baja berwarna kehitaman, Disanalah mereka berdua. Di depan puing-puing kediaman Einzworth yang sudah hampir rata dengan tanah akibat terbakar.
“Nona Airi sepertinya sudah cukup untuk hari ini kita berlatih” sosok berambut putih panjang itu melompat kebelakang dengan nafas yang terengah-engah karena kelelahan akibat berlatih.
“baiklah kalau begitu, berapa lama yah? Tiga jam?” sosok yang di panggil Nona Airi itu menjawab. Dan hanya di balas dengan anggukan kecil dari lawan bicaranya.
“Tapi Nona”
“huum?”
“Sebenarnya dimana kita? Tempat ini bukan lagi Belka”
“Mbeee...” suara seekor domba terdengar mendekat.
Ya itu adalah domba yang di berikan oleh Ratu Huban sebelumnya, sampai sekarang sebenarnya aku tak tau apa yang bisa di lakukan oleh domba ini selain makan rumput dan juga menggigit tangan Erica saat ia ingin menyentuhnya.
Erica hanya beranjak mundur perlahan menjaga jarak dari domba itu sementara aku sendiri malah mendekatinya, dia imut, dan juga terlihat lembut, tapi kenapa dia malah memebenci Erica? Domba yang aneh.
Aku bergerak mendekatinya dan berjongkok di hadapannya, pelahan aku menyentuhkan tangan ku ke atas kepalanya, dan merasakan sedikit kelembutan bulu-bulu tipis yang menutupi kepalanya dan hingga akhirnya aku memeluk tubuh domba itu dengan kedua tanganku, tidak hanya terlihat lembut, tapi bulunya benar-benar lembut dam empuk.
“Hee.. Nona suka binatang juga rupanya” Erica bersuara pelan sambil masih menjaga jarak dari si domba.
“begitu kah?” aku bertanya sembari masih memluk domba itu erat-erat.
Mengingat kembali mimpi itu, di tempat yang di sebut oleh zainurma sebagai Museum semesta dan melihat orang-orang yang di anggap gagal itu berubah menjadi karya seni jelek berkualitas rendah membuat ku jadi berpikir, apa aku akan berakhir seperti mereka? Apa itu bentuk kematian? Dan apa bila aku mati apa nantinya aku akan bertemu dengan Maya lagi?, Tidak!. Jelas tidak, kalau aku kalah disini maka aku akan menjadi barang rongsokan yang akan di hancurkan dan di jadikan bagian dari Museum semesta itu.
Aku harus bertambah kuat dan bertahan disini, hingga sampai akhirnya aku bisa membawa Maya kembali, meskipun hanya mimpi bukan kah aku masih bisa bebas berharap? Tentu saja aku berharap bisa kembali bersama, kami ber tiga, utuh seperti sedia kala.
“Nona..? Nona Airi?”
“Uh ahh? Apa?”
“Nona Melamun ? atau senyaman itukah bulu domba itu sampai-sampai nona tertidur?”
“err uh tidak juga aku Cuma sedikit memikirkan sesuatu”
“Memikirkan apa?”
“Kau tidak perlu tau Erica, sekarang saatnya kita istirahat dan makan siang, err ini siang kan?”
“kalau di lihat dari suasananya sih memang siang tapi—“
Ucapan Erica terpotong oleh suara gemuruh guntur yang mulai terdengar, langit yang semula terang benderang bak siang hari tiba-tiba saja berubah dengan cepat.
Awan hitam mulai bergulung menyatu dan menutupi cahaya matahari dan tetesan hujan mulai turun disertai oleh kilatan-kilatan cahaya, ya ternyata memang benar Alam mimpi ini benar-benar absurd dan tak pasti.
“Saya bahkan belum menyelesaikan ucapan dan sudah terjadi saja” keluh Erica yang berlari kearah teras rumah kecil yang berada di belakang puing-puing sisa terbakar.
“ahahah... benar juga yah? Lambat laun kita pasti terbiasa”
“terbiasa? Jadi nona tidak mau keluar dari sini dan kembali ke Belka?”
Aku Cuma terdiam mendengar ucapan gamblang Erica yang di sertai ekspresi datarnya. Sedikit banyak aku mulai mempelajari bagaimana Erica bereaksi, di balik wajah yang terlihat datar itu tersimpan banyak keinginan, perasaan dan emosi, Aku yakin kejadian kemarin itu adalah hal yang mengerikan baginya, meliahat sosok tuan yang sangat ia sayangi mati di hadapannya.
“Erica?”
Ia menoleh dalam diam dan menatap ku dalam-dalam.
“Apa kau ingin keluar dari sini?”
“Tentu saja, aku ingin ,mengakhiri mimpi buruk ini dan kembali ke Belka, ke tempat nona Maya berada”
“Kalau begitu, kita harus bertambah kuat, agar kita bisa bertahan dari apapun sampai pada saatnya nanti”
“Ya, aku harap nona tak keberatan untuk menjadi teman berlatih saya”
“hoho? Kau pikir kau bisa mengalah kan ku eh?”
“Bukan kah selama kita berlatih tadi saya berhasil memojokkan nona berkali-kali”
“Tu-tunggu! Apa katamu! Jangan membual cerita seperti itu, justru akulah yang sudah memojokkkan mu berkali-kali tau!”
“huh! Nona yang jangan mengarang cerita, dan terima sajalah kenyataan kalau tadi memang terpojok”
“Hee... kau ingin merasakan tinju ku eh?”
“Berikan Nona, aku akan mematahkan tinjumu”

-Scarlet Lily in the Windy Hills-

Chapter 2: Bentala Vayu

“Nona..” Erica berjalan pelan mendekati ku yang tengah merawat dua pasang sarung tangan baja berwarna kemerahan dan kehitaman serta sepasang tonfa kemerahan di atas meja.
“ada apa?” aku menoleh masih sambil memenggosok tonfa merah itu dengan sehelai kain hingga berkilau.
“ada sebuah surat tergeletak di bawah pintu, dan...” Erica menggantungkan kata-katanya sembari menyodorkan sehelai surat kepadaku.
“dan?”
“Pengirim surat ini adalah laki-laki bernama Zainurma” lanjut Erica.
Aku menerima surat itu dan melihat amplopnya, terdapat tulisan latin kecil di baliknya yang menandakan nama pengirimnya Zainurma”.
Aku membuka surat itu dan membacanya pelan.
          Wahai Reveriers, sebuah tantangan baru telah di tentukan oleh Sang Kehendak yang mulia, ini adalah tahapan baru demi menciptakan Mahakarya yang indah, bertahanlah, jadilah kuat dan buatlah Mahakarya yang sangat indah. Kau bisa pergi menuju tujuan berikutnya menggunakan Domba yang di berikan oleh Huban sebelumnya, tak perlu khawatir, selama kau tak kehilangan domba itu kau akan baik-baik saja, ah hampir saja aku terlupa, tujuan mu berikutnya adalah, Bentala Vayu, sebuah desa yang berangin yang sangat damai. Apapaun yang kau lakukan, apapun yang kau putuskan akan menjadi penilaian apakah kau layak atau tidak.
Semoga Berhasil

Zainurma Sang Kurator Museum Semesta

Aku meremas surat itu, dan menggebrak meja, jujur saja mendengar kata-katanya membuat ku ingin sejaki menghajar wajah laki-laki sialan itu dan membuat rambutnya yang klimis itu menjadi berantakan.
“No-Nona?” Erica sedikit terkejut melihatku yang tiba-tiba menggebrak meja.
“A-aku tidak apa-apa, hanya saja aku ingin menonjok wajah si Zainurma itu, kata-katanya seolah kita adalah binatang ternak yang akan menghasilkan “Mahakarya” itu”
Erica Hanya terdiam.
“aku harus pergi sendiri Erica, tolong jaga tempat ini oke?”
“kalau memang itu adalah perintah nona, saya akan menurutinya, tapi saya tetap akan mengikuti kehendak nona Maya yang menyuruh kita tetap bersama, selalu ingat nona untuk kembali dengan selamat, keselamatan mu adalah yang utama” Erica menjawab dalam intonasi datar seperti biasa.
“Kau tak perlu khawatir, aku bukanlah orang yang lemah”
“akan ku doakan agar Nona kembali dengan selamat, tapi sebelumnya, tolong bawa bekal siapa tau nona kelaparan” ucap Erica yang kemudian berpaling menuju kearah dapur.
-Scarlet Lily in the Windy Hills-

“apa semuanya sudah siap nona?”
“hm...? ini terlalu banyak, aku malas membawanya” ucapku melihat sebuah tas yang cukup besar berisikan banyak perlengkapan yang di siapkan oleh Erica.
“ini demi kenyamanan anda nona”
“tidak, aku akan memilih yang akan ku butuhkan untuk di bawa” balasku sambil membongkar-bongkar tas besar itu.
Di dalamnya aku menemukan banyak sekali hal-hal yang menurutku tak perlu di bawa, makeup,handuk, baju ganti, alat masak, apa-apan dia apa dia pikir aku selemah itu dan lagi disini penampilan tak lagi penting, yang penting adalah kemampuan bertahan hidup, dan penampilan untuk beradaptasi dari lingkungan yang tidak pasti.
Zainurma sudah mengatakan kalau tujuan berikutnya adalah desa yang aman dan tentram di tengah-tengah bukit yang berangin, jadi pakaian yang lebar-lebar seperti gaun bukanlah pilihan yang baik maka dari itu aku sendiri mengenakan setelan kaos hitam lengan pendek dengan jaket putih yang bagian lengannya sengaja ku pisah agar bisa ku lepas saat mulai merepotkan atau mulai panas, dan juga sebuah celana pendek yang membuatku mudah bergerak dengan lincah dan juga sepatu boots yang cukup tinggi mendekeati lutut.
“ta-tapi nona kalau nona Cuma membawa itu saja maka nona bisa”
“kau meremehkan ku eh? Ini saja lebih dari cukup Erica, jangan khawatir” aku menempatkan sepasang tonfa ku di balik jaketku serta sepasang sarung tangan baja kemerahan di kedua tangan ku.
“aku berangkat dulu, selama aku tak ada jaga rumah baik-baik yah” lanjut ku sebelum berjalan menuju ke kandang dimana domba pemberian ratu huban di tempatkan.
Masih seperti biasa domba itu jinak terhadapku dan masih suja menggigit Erica, tapi entah kenapa kali ini domba itu mau disentuh oleh Erica, ia nampak mengelus-elus domba itu sebelum aku menaikinya.
“kalau begitu aku berangkat Erica”
“Selamat jalan Nona”
Aku mengelus-elus kepala domba itu dan sekelibat saja tiba-tiba pandangan ku gelap, yang kemudian u lihat adalah banyaknya galaxy-galaxy atau mungkin bintang-bintang, kemudian banyaknya pigora-pigora yang bergambarkan banyak tempat.
Hingga akhirnya domba yang sedari tadi berjalan riang, dan mengeluarkan suara bak bersenandung itu berhenti dan memasuki sebuah bingkai bergambarkan sebuah bukit tingi dengan desa yang berada nan jauh disana.
“jadi disini kah?” aku bergumam pelan menuruni domba yang menjadi alat transportasiku, aku melihat ke seluruh penjuru, yang kulihat hanyalah hutan untuk sementara ini, dan saat aku menoleh, Domba itu menghilang. Tunggu menghilang lalu bagaimana aku pulang berikutnya?
Aku berjalan menyusuri hutan yang rimbun ini mencari jalan menuju desa yang di sebutkan di dalam surat yang di kirim oleh Zainurma.
Angin berhembus semilir memberikan kesan yang menenangkan dan tentram, di tambah rimbunnya hutan ini semakin memperkuat kesan itu, yang sontak saja membuatku mengantuk dan sedikit lapar, aku melepas tas pinggang ku dan ku keluarkan sebuah nasi kepal yang di bungkuskan Erica sebelum berangkat tadi.
Sebuah nasi kepal berisikan suiran daging ayam dengan bumbu khas buatan nya yang begitu nikmat, tapi ntahkenapa meskipun besar, tapi tetap tidak membuatku kenyang.
“Aku lapar, kupikir ini saja cukup, tau begini aku bawa yang lebih banayak, ah tapi setidaknya ada permen yang bisa ku nikmati selagi mencari makanan yang bisa membuatku kenyang.
“kakak!” suara laki-laki kecil memanggil dari belakang.
Aku menoleh dan menemukan sesosok laki-laki, err bocah? Berambut hijau bergelombang menatapku dengan mata yang berbinar.
“itu permen?, boleh aku minta?” lanjut bocah itu.
Apa-apaan bocah ini, tidak tau dari mana asalnyadan siapa dia, dan tiba-iba saja datang dan meminta permen.
“coba ku lihat, seingat ku aku membawa beberapa tadi” ucapku mengambil tas pinggang ku dan mengeluarkan beberapa permen lolipop dengan beberapa rasa, tentu saja selain lolipop rasa melon favoritku.
“kalau begitu ku ambil yang ini, ini dan ini yah kak?” ia mengambil beberapa sesuka hatinya, kenapa aku merasa bocah ini menjengkelkan sekali, ingin sekali ku jitak kepalanya.
“aha-aha..haha... ngomong-ngomong dimana ini?” aku bertanya selagi mencoba tersenyum menahan rasa jengkel karena bekal kecil ku yang sengaja ku sembunyikan bahkan dari Erica sudah di ambil seenak jidatnya.
“uhm? Ini hutan di dekat desa bentala vayu, apa kakak tersesat”
“begitulah”
“tapi, kalau menuju ke desa setidaknya masih memakan waktu sekitar setengah hari perjalanan”
“eh? Masih sejauh itu?”
Bocah hijau itu mengnagguk dengan semangat
“kalau kau sendiri bagaimana nak kau tersesat?”
“tidak sopan sekali, umur ku sudah dua puluh satu tahun loh!”
“geh, ta-tapi badan mu?”. Aku terkesiap bahkan ia lebih tua dariku, tapi bagaimana bisa ia memiliki tubuh ang kecil dan wajah kekanakan tapi dengan usia yang bahakan lebih muda daripada ku? Dunia ini benar-benar membingungkan.
“ja-jadi apa kau tersesat?” lanjut ku.
“err tidak juga, aku memang sedang menuju ke desa kok, sekaligus pulang kampung”
“hee jadi desa itu tempat kelahiran mu?”
“Uhm” ia mengangguk bersemangat masih sambil menikmati lolipop di mulutnya.
“baiklah kalau begitu mau kau mengantarku kesana? Aku juga ada perlu sih”
“oho, baiklah, ah kita belum berkenalan, namaku Seth nama kakak?”
“Panggil saja Airi, dan err... itu yang di belakang pohon?”
“oh jadi kakak mengetahuinya?”
“aku tidak terlalu suka di mata-matai, sebenarnya aku juga sudah merasa dari tadi sih”
“yo” sosok gadis berambut hitam terikat sidetails kecil samping muncul dari balik pohon.
Aku menatapnya dalam-dalam, memperhatikannya perlahan dr atas kebawah, mata Heterochromia itu sepertinya aku pernah melihatnya entah dimana, dengan kulit yang berwarna putih sedikit pucat itu memberikannya kesan unik tapi tidak normal.
“hm.. kau memperhatikan ku sedikit terlalu lama, apa kau menemukan hal menarik dariku?”
“uh tidak, tidak ada” jawanku sembari menutup sebagian wajah ku yang terdapat luka melepuh yang biasanya tertutup oleh poni rambutku.
“kau tau, aku membenci warna mata kiriku ini, jadi tolong jangan memperhatikannya terlalu lama aku juga tidak suka” celetuk sosok gadis itu.
“Dan juga kau bisa memanggilku Cathy, salam kenal yah” lanjutnya.
“semakin banyak orang maka semakin baik benarkan?” ucap Seth ceria.
-Scarlet Lily in the Windy Hill-



Kami berjalan menyusuri hutan, menuruni lembah hingga akhrinya malam pun tiba. Meskipun malam, angin masih saja berhembus kencang seperti siang tadi, sehingga kami memutuskan untuk tidak mendirikan tenda dan memilih bermalam beralaskan tikar, toh langit disini terlihat cerah dengan jutaan bintang menghiasi gelapnya langit malam.
“Sebenarnya yah..” Seth mulai berbicara sembari duduk di hadapan api unggun. Aku yang tengah bersantai di tepi api unggun tertarik oleh pembicaraan, sedangkan Cathy sedang asik mengasah pisau yang mungkin sedari tadi ia bawa.
“Aku pulang kampung ini, bukan dalam alasan yang baik” seth berbicara.
“apa maksudmu?” aku bertanya
“aku pulang demi balas dendam kepada orang-orang yang telah membunuh kedua orang tua ku dan mengusirku dari desa ini” lanjut Seth pelan, dari nada suaranya ia terdengar begitu sedih.
“hee? Memangnya kenapa orang-orang di desa itu mengusirmu?”
“Ayahku adalah seorang Archan, sedangkan ibuku adalah manusia, tak seharusnya dua ras itu hidup damai dan tentram, tapi ayah nekat menikahi ibuku hingga terlahilah aku” ia sedikit terisak.
“warga desa yang tak setuju archan dan manusia bersam memutuskan untung menghukum orang tuaku, mereka mengebiri kedua orang tua ku, dan menggantung mereka di pohon keramat di sisi desa dan kemudian melempari mereka hingga mati” lanjutnya.
“aku sendiri berhasil melarikan diri bersama paman ku yang merupakan sahabat baik ayah dan ibuku ke ibukota kerajaan, dan disana pun aku di didik sebagai prajurit hingga akhirnya aku bisa kembali kesini dan membalaskan dendam orang tua ku” ia mengakhiri ceritanya dan kemudian memeluk lututunya dan membenamkan wajahnya dalam pelukannya.
“Seth....” aku memanggilnya pelan dan berjalan memeluknya.
“aku akan membantumu kalau begitu tenang saja, bagaimana dengan mu cathy?” lanjutku.
“Selama itu menyenangkan aku ikut” sahut Cathy yang tengah mengangkat pisau yang memiliki permata merah diantara bilah dan gagangnya sembari tersenyum puas.
Kini pagi telah tiba mendatangkan hari baru dengan takdir baru, aku sudah bertekat akan membantu Seth membalaskan dendamnya, meskipun sebenarnya aku tak ada sangkut pautnya dengan ini, tapi mendengar ceritanya itu membuatku teringat akan sedikit masalalu ku, ya saat sebelum mendiang ibuku meniggal, aku sering sekali di tindas dan di usir, aku tak ingin siapapun mengalami itu.
Kami melanjutkan perjalanan dengan menuruni bukit, disana aku menemukan banyak sekali binatang-binatang aneh, seekor ikan yang terbang, err ya benar-benar terbang di udara, penyu yang terbang, burung besar yang sepertinya tak pernah mendarat dan banyak hal lagi, sepertinya karena daerah ini selalu terhembus angin yang kencang binatnag-binatang disini pun juga sudah beradaptasi dengan lingkungan ini.
Di kejauhan aku menatap banyak kincir angin besar, serta layang-layang tinggi yang terlihat memiliki ekor panjang, dan sepertinya kami sudah dekat.
“nah Kak Airi bisa aku minta tolong?”
“hm..?”
“aku akan memberikan mu sedikit bantuan berupa bala pasukan, tolong tembus gerbang utama desa itu, sementara aku dan kak Cathy akan menyusup melalui jalan lain, setidaknya alihkan perhatian para penjaga kepadamu selama sesaat” Seth berkata sembari menjelaskan strateginya.
“baiklah, tunggu darimana kau mendapatkan bala bantuan?” tanyaku penasaran.
“Dengan ini” jawabnya sambil menunjukkan sebuah seruling berbentuk naga panjang.
“Lihat ini kak” lanjutnya.
Sesaat kemudian ia memainkan sebuah alunan melodi yang begitu merdu dan menenangkan, membuatku sampai hampir saja jatuh tertidur, selain karena suara merdu itu, juga karena angin sepoi-sepoi dan rimbunnya hutan, ahh suasana yang sangat nikmat untuk tidur siang.
Suara gemuruh mulai terdengar sesaat setelah Seth berhenti memainkan serulingnya, sekelompok makhluk menyerupai naga berlarian mendekati kami, mulai dari yang ber postur bak manusia yang mengenakan baju zirah serta membawa senjata, sampai naga besar yang ber postur gagah dan bisa terbang.
“nah mereka akan menuruti perintah Kak Airi jadi tolong yah, sekarang kak Cathy kita ke tempat selanjutnya” ucap Seth.
“selamat bersenang-senang Airi, dan kita akan bertemu di Pohon besar di tepi desa” Ucap Cathy.
“hee.. Aku jadi umpan ya? Baiklah kalau begitu.. woi kalian semua saatnya serbu desa itu!!” teriak ku kepada para naga diikuti teriakan semangat dari mereka.
Karena jarak yang sebenarnya cukup jauh, akhirnya aku menaiki seekor naga besar berwarna kecoklatan dengan empat sayap di punggungnya, aku sedikit heran jadi benar adanya Naga di dunia ini, ah tapi ini adalah alam mimpi bukan tidak mungkin makhluk seperti ini bisa muncul disini.
-Scarlet Lily in the Windy Hill-

Gerbang besar berdiri di hadapan para bala tentara naga yang bergerak di darat, gerbang itu adalah gerbang utama desa yang di jaga oleh para kaum Archan, seperti cerita Seth, Kaum Archan adalah makhluk yang memiliki fisiologi tubuh layaknya manusia tetapi tetap memiliki ciri khas dari Unggas atau burung seperti sayap, bulu dan paruh sedangkan sejauh mata memandang Manusialah yang bekerja sebagai buruh dan petani.
Gerbang itu tak lebih dari bongkahan kayu yang berjejer, dan tentu saja selalu mudah untuk di robohkan, sekalinya tidak bisa di robohkan pun masih bisa di bakar.
Anak panah berterbangan dari atas menghujani para bala tentara naga ku dan menjatuhkan beberapa ekor, Aku terbang turun menunggangi naga besar dan menyemburkan Api kearah gerbang itu dan membakarnya bersama dengan para penjaga Archan itu.
Tak lupa seekor naga lain yang tak memiliki sayap, dan bertubuh kekar layaknya Badak itu bergerak dengan cepat dan menerobos gerbang yang sudah terbakar, kulit dan sisik nya yang tebal seakan menjadi zirah yang kebal terhadap panas dan suhu tinggi sehingga tak menghasilkan luka padanya.
Gerbang pun hancur, bala tentara Naga itu pun berhamburan dan mulai membantai para warga desa entah itu manusia maupun Archan tak terkecuali.
Darah terciprat kemana-mana, teriakan dan tangisan kepanikan pun terdengar dimana-mana, kobaran api melahap bangunan-bangunan unik berbentuk kerucut yang sepertinya di desain agar kuat terhadap terpan angin. Dan ini semua ulah ku, maksudku apa benar ini yan diinginkan oleh Seth? Balas dendam? Tapi dengan membunuh banyak orang?.
Aku turun dari punggung naga yang sedari tadi ku naiki dan berjalan melihat sekitar, kehancuran dimana-mana, aku sudah membunuh banyak orang disini, apa ini adalah yang benar?.
“jadi kau yang sudah menjebol gerbang utama desa dan juga memasukkan para naga itu ke desa ini?” suara seorang gadis terdengar dengan tegas di dekatku.
“Dia turun dari punggung naga nona Serilda, dia pasti pelakunya” suara gadis lain yang terdengar masih kecil menimpali.
“Liliana, tolong bantuan mu ya.. kita akan melawannya—“
“bukankah bercakap-cakap saat melawan musuhmu adalah sebuah kesalahan Nona?” ucapku yang sudah melesatkan tinjuku kearah sosok gadis bergaun putih yang tertutup oleh sedikit armor baja yang tengah berada di atas kuda.
Ia terjungkal dari atas tunggangan kuda nya, jatuh dan terseret memberikan luka pada kulit putih dan mulusnya.
“No-Nona Serilda!” si gadis kecil Twintail ini memanggil nama sang putri dan berlari memanggilnya, di hadapan ku gadis ini mengenakan setelan seragam bak seragam sekolah sihir seperti di kisah-kisah yang pernah Maya baca, tunggu sepertinya aku pernah melihatnya entah dimana.
“Kau,,, sungguh Curang! Dimana Keadilanmu sebagai seorang petarung!” si tuan putri pun bangkit dan mulai mencabut anak panah dari Quiver yang tergantun di punggungnya dan mulai membidik ku dengan busurnya.
“keadilan eh? Baiklah, biar aku memperkenalkan diri nama ku adalah Airi Einzworth setidaknya ingatlah itu tuan putri yang agung” sahutku sambil memasang kembali kuda-kuda sebelum bertarung.
“Serilda Artemia” jawabnya masih dalam pose siap menembakkan panahnya.
“A-Aku juga tidak akan kalah! Ingatlah namaku wahai perusak, aku adalah gadis yang akan berdiri di puncak dunia, namaku adalah Lilia—“ gadis Loli itu menggigit lidahnya sendiri secara tidak sengaja.
“Dia menggigit lidahnya” ucapku datar.
“Ya dia menggigit lidahnya sendiri tanpa sengaja” sahut Serilda Artemia
“baiklah cukup atas perkenalannya mari kita mulai pertarungan ini” ucapku sembari menarik nafas dalam-dalam.
“Lilia, tolong persiapkan segalanya, aku akan memberikan mu waktu”
“ba-baiklah nona Serilda” Lilia menarik keluar sebuah buku besar dai dalam tas selempangannya yang bertuliskan Basic Elemental Magic for Idiot, Fire Edition dan mulai membacanya.
“pengguna Sihir? Hee..” aku hanya bergumam pelan.
“kemana kau melihat heh!” Serilda bersauara sembari melepaskan anak panah dari busurnya, tapi percuma, aku menggerakkan punggung tangan kanan ku untuk menangkis anak panah iu dengan cepat tanpa perlu takut terluka karena aku mengenakan sepasang sarung tangan baja yang terbuat dari logam khusus yang ku temukan sendiri di tambang  Belka.
“hehe..”
“Elfire!!” Lilia berteriak diikuti banyak bola api melesat kearah ku dari puing-puing bangunan yang tengah terbakar, ia mengendalikan apinya.
“ugh bahaya... Catashthrope!!” aku menarik nafas panjang dan meneriakkan sebuah kata, ya dimana aku akan memanggil malapetaka kedalam tubuhku. Aku menghisap panas dari api itu sesaat dan membuangnya keluar melalui hembusan nafas, membuatku terhindar dari rasa panas yang membakar kulit tapi meskipun begitu, menghisap suhu panas ke dalam tubuh tetap memberikan rasa terbakar untukku.
Aku terhempas oleh ledakan bola api yang menabrak tubuhku, dan sukses mendarat dan menghancurkan sebuah tembok di belakangku.
“dengan keadilan aku akan menghukum mu!” Serilda berteriak lagi tetapi bukan menembakkan panahnya tapi ia malah mencabut sebilah pisau dengan pinggirannya di lapisi oleh intan yang terlihat berkilau dan berpendar terkena pantulan dari api yang membara.
“haah... hah...” dengan nafas terengah-engah aku bangkit dan mencabut sepasang tonfa yang berada di balik jaket ku dan menepis pisau berlapis intan itu, sekali lagi aku terselamatkan. Tapi, rasa sakit dari menghisap hawa panas tadi masih menyiksa ku.
“elfire!!” Lilia mengucapkan mantra lagi dan melempar banyak bola api kearahku dan meledakkan daerah sekitarku. Sekali lagi aku terlempar, sial melawan dua orang itu bukanlah hal mudah.
“hee... kau terpojok?” Suara tak asing itu terdengar di dekatku sesaat setelah aku mendearat dan sukses menghancurkan sebuah tembok di belakangku.
“Ca-Cathy.. Ka-Kau Datang...” ucapku terbata.
“Seth menyuruhku untuk melihatmu sementara dia bersiap untuk rencananya” Sahut suara yang panggil Cathy itu.
“Jadi kau temannya? Aku akan mengalah kan mu juga dan membawa kedamaian kembali ke desa yang indah ini” Serilda berteriak sembari memasukkan kembali pisau belatinya dan menarik keluar busur dan anak panahnya.
“Hee... begitu kah?, Sepertinya menarik” ucap Cathy yang telah bergerak dengan cepat dan berada di depan Serilda, sontak Serilda kaget dan terdiam. Wajah cantiknya yang sepertinya sudah sembuh dari bekas tonjokan ku kini berubah menjadi ekspresi takut. Ya takut, tertekan akan keberadaan Cathy di hadapannya.
“Ka-kau!” Pekik Serilda.
“Ahahaha!!—lambat-lambat!!” pekik Cathy sebelum ia melayangkan sebuah tendangan berputar kearah perut Serilda dan membuatnya terlontar jauh kebelakang.
“No-Nona Serilda!!” Teriak Lilia kepanikan.
“Sekarang giliranmu nona kecil! Ehehehe—“ Ucap Cathy yang bergerak dengan cepat mencabut sepasang pisau dari pahanya, pisau itu begitu berkilau dengan sebuah permata berwarna kuning dan merah di tengah-tengah antara bilah dan handlenya.
Aku mencoba bangkit sembari menahan rasa sakit di dalam tubuhku dan juga luka gores dan terbakar di kulitku yang semakin nyeri.
“Panz-- A-Aah A-apa yang!! Ja-Jangan mendekat!” ucapan Lilia terpotong sebelum berhasil merapal manta pertahanan dan akhirnya menerima sekelebat tebasan dari pisau di tangan Cathy.
“Kau tau... nona kecil... warna matamu indah sekali... sedangkan aku membenci mata kiri ku ini, boleh ku minta satu warna mata mu nona?” Ucap Cathy yang dengan tenang menduduki tubuh Lilia yang kecil sambil mengangkat salah satu pisaunya.
“Dasar Makhluk Sialan!! Akan ku bunuh kau!!” Serilda yang sedari tadi terjatuh dan bangkit sambil mengacungkan pisaunya, kini busur dan panahnya sudah hilang entah kemana, sepertinya terlempar saat ia terlontar oleh tendangan Cathy. Serilda dengan cepat berlari kearah Cathy dan mencoba menusukkan pisaunya.
“hee... masih bisa bangun toh? Padahal tadi ku kita tendangan ku setidaknya sudah mematahkan tiga atau empat rusukmu lhoo” sahut Cathy santai sambil bersalto kebelakang menghindari tubrukan Serilda.
“oops... Sepertinya Hal menarik akan segera terjadi saatnya aku pergi.. Airi Semoga kau selamat yah fufufu—“ lanjut Cathy yang kemudian melompat keatas salah seekor naga dan kemudian terbang bersamanya.
“Sial, aku di tinggal...!” keluhku dalam hati sembari mencoba berdiri.
“Lilia!! Lilia! Bangun! Bangunlah Lilia!!” Serilda berteriak sembari menggoyang-goyangkan tubuh Lilia yang terkapar.
“aku tidak yakin dia bisa selamat, melihat dari bentuk nya Pisau milik Cathy itu bukanlah pisau sembarangan, aku belum pernah melihat material seperti itu sebelumnya” ucapku pelan sembari berjalan mendekati Serilda dan Lilia.
“Jangan Mendekat!!! Ini semua salah mu! Kalau tidak ada penyerangan disini makan Lilia tidak akan seperti ini!” Serilda berteriak dan memaki ku. Memang benar aku yang menyerang tempat ini, tapi sebenarnya bukan aku juga, ini semua keinginan Seth, apa sekarang balas dendamnya sudah terwujud?.
“Jadi Kau masih ingin bertarung huh! Mari kita selesaikan semua ini kalau begitu!” lajut Serilda yang sudah berdiri kembali dengan Belati berlapis intan di tangannya dan juga luka-luka luar yang perlahan terlihat meregenerasi hingga tertutup kembali.
“Regenerasi? Ini tidak ada Habisnya” gumamku pelan. Aku tak mau melawannya lagi, bukan karena aku takut, tapi aku sudah tidak ada niatan lagi, aku meragukan keputusan ku sekarang.
Apa benar ini yang di namakan balas dendam? Maksudku mereka manusia-manusia yang tak bersalah juga menjadi korban, darah berceceran dimana-mana, tak hanya manusia, Archan pun juga banyak korban, memangnya dari mananya tidak akur di desa ini? Bukankah mereka hidup tentram sebelum penyerangan ku?.
“Kenapa kau hanya diam saja Airi Einzworth!! Lawan aku!” Serilda Berteriak lagi.
“Tidak, ini tidak benar... ini tidak benar..!” pekik ku yang kemudian berlari meninggalkan Serilda bersama Lilia yang tak sadarkan diri.
-Scarlet Lily in the Windy Hills-

Chapter 4: Di Antara Kebenaran dan Keraguan

“Ugh, Sakitnya seperti melalui darahku” gumamku yang kini berada di pinggir desa, menyendiri di tengah-tengah hutan yang perlahan menggelap oleh malam, dan bersama dengan terpaan angin semilir yang menenangkan.
Aku duduk di bawah pohon dan bersandar, memikirkan kembali apa yang sudah kulakukan, apa ini adalah kebenaran? Kalau aku memang sudah membunuh banyak orang karena menuruti Seth? Lalu apa perkataannya itu semuanya bohong? Tentang keluarganya? Tentang masalalunya?
Aku membuka tas pinggang kecilku dan mengeluarkan sebuah permen lolipop rasa melon yang sengaja ku simpan meskipun bentuknya sudah hancur tapi ia tidak kotor jadi masih layak makan, rasanya manis tapi entah kenapa kini berubah sedikit asin.
Air mataku menetes perlahan membasahi pipi sampai-sampai memasuki mulutku yang tengah menikmati permen lolipop kesukaan ku. Memeluk lututku merupakan hal yang hanya bisa ku lakukan untuk sekarang, aku menyesal melakukan ini, ya penyesalan selalu datang terlambat, kalau saat pertama apa itu masih di sebut penyesalan?, kini banyak orang mati oleh tangan ku.
Tak peduli berapa kali pun aku mencuci tangan ku tetap saja darah dari mereka yang tak bersalah tak akan pernah hilang, di bawah pohon ini aku menangis sendiri meyesali perbuatanku, sekali lagi karena ketidak dewasaan ku untuk berpikir aku menyebabkan kematian lagi.
“Ini bukan salah mu kok Airi” sebuah suara terdengar di dalam kepala ku, sebuah suara yang tidak asing.
“tapi, tapi Maya.. aku sudah..” aku merintih pelan sembari menenggelamkan wajahku diantara kedua lututku.
“Tidak apa-apa, ini bukan salah mu kok, sekarang kalau kau memang benci yang perlu kau lakukan hanya seperti biasa” suara Maya kembali terdengar.
“Seperti biasa?” aku mengangkat wajahku pelan.
“Bukankah kau selalu mengatakan, tetap Sabar, Tetap Tenang, Tetap Santai dan Hajar, padaku bukan? Ufufu~ kau pasti bisa melakukannya...” bayangan maya terlihat di depanku dengan senyuman khasnya yang ku rindukan.
“Hm... ada seseorang disini... kau kan...” suara lain terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok Maya dari hadapanku. Apa aku berimajinasi saja bahwa maya ada disini?.
“uhng... aku...” aku tak bisa berkata-kata, sosok itu muncul sembari duduk santai di atas pohon yang bergerak, maksudku ya benar-benar pohon yang bergerak.
“Hm..? bukan kah kau yang menyerang Desa di sana itu tadi siang bersembunyi disini kau rupanya...” pohon raksasa yang ia tumpangi itu mengangkat salah satu dahannya bersiap untuk memukulkannya kearahku.
“Tu-tunggu.. a-aku tidak bermaksud—Ugh!!” Aku sekali lagi terhempas, karena hantaman dahan besar itu, darah muncrat keluar dari mulutku. Aku melayang hingga akhirnya beberapa pohon tumbang oleh oleh tubuhku yang terbang menabraknya.
“Kkh—hentikan... aku sudah tidak memiliki minat lagi dengan desa itu...” ucapku terbata-bata menahan semua rasa sakit ini. Rasa sakit akibat pertempuran yang percuma, dan rasa sakit akan penyesalan.
“Jadi sekarang kau musuh atau kawan?” sosok itu akhirnya turun dari atas pohon besar yang bersamanya dan menampakkan wujudnya di bawah cahaya bulan yang terang benderang, sosok gadis itu berambut hitam panjang dengan pakaian serba hitam.
“A-aku tidak tau...” jawabku lirih.
“Jadi kalau begitu, kau bisa ku bunuh..” ucap sosok serba hitam itu sembari mengarahkan tangannya kepadaku diikuti banyak akar-akar yang mulai bergerak merambat dan perlahan mengikat tubuhku ke tanah.
“Jadi ini akhirnya?” ucapku pelan. “Haha, sebuah balasan yang pas..” ucapku pelan.
“Apa kau ada permintaan terakhir nona penyerang?” tanya sosok serba hitam itu.
“kalau bisa... aku ingin.. menghajar bocah sialan itu dengan tanganku sendiri..”jawabku lirih sebelum memejamkan mata perlahan.
Mungkin ini akhirnya, ya akhir yang pantas bagi ku, yang kurasakan berikutnya hanyalah dingin, aku tak lagi bisa merasakan kedua tangan dan kaki ku, apa ini namanya kematian? Apa ini yang di rasakan Maya saat ia pergi malam itu.
Gelap, terlalu gelap, kegelapan ini menelan semuanya bahkan aku tak mampu melihat diriku sendiri, sunyi dan sendirian begitu menyesakkan dada, ya sepertinya aku sudah mati, Maaf Erica aku tak bisa menepati janji mu dengan kembali dengan selamat, aku harus menanggung apa yang sudah ku lakukan, Haha bodoh sekali bukan?. Bocah itu pasti sudah tertawa kalau tau aku sudah mati, ah sialan. Aku benar-benar ingin menghajarnya dengan tangan ku sendiri.
“Wahai Reveriers.. belum saatnya engkau mati meninggalkan alam mimpi ini” Suara yang tak asing terdengar, suara wanita lembut nan elegan itu benar-benar menyejukkan bak angin sore di desa Bentala vayu itu.
Sebuah cahaya kecil muncul di tengah kegelapan ini, cahaya yang perlahan membesar, tidak mendekat dan akhirnya mengusir semua kegelapan hingga aku kembali bisa melihat tubuhku lagi. Sosok itu pun muncul, sosok wanita bergaun kebiruan dengan baju zirah pelindung bak seorang dewi itu terlihat. Mirabelle.
“Wahai Reveriers, Ketahuilah.. sebelum kau menuntaskan Tugas ini, Sang Kehendak tak akan membiarkan Jiwa mu pergi” ucap Mirabelle.
“A-apa maksudmu?” aku sedikit terkejut mendengar ucapan Mirabelle.
“Untuk Sekarang, kau akan di kembalikan dengan Izin Sang kehendak ke wujud sempurna mu tanpa adanya luka atau bekas apapun wahai reverier” sahut Mirabelle.
“Ta-api apa maksudnya dengan Jiwa ku tak bisa pergi? Bukankah aku sudah mati?” tanyaku.
“Kelak kau akan mengetahuinya sendiri Reverier, sekarang kembalilah dan selesaikan tugas mu” ucap Mirabelle sebelum menghilang dan diikuti cahaya yang menyilaukan.
-Scarlet Lily in the Windy Hill-

Chapetr 5: Light My Fire

Pandangan berikutnya adalah penampakan hutan lagi, hutan yang gelap yang hanya bercahayakan dari cahaya bulan yang menyinari langit penuh bintang, hutan Bentala Vayu.
Dan disana aku menemukan sosok hitam itu lagi, sosok gadis berambut hitam yang tadi sepertinya membunuhku, aku tak yakin tapi memang sepertinya dia membunuhku.
“Ka-Kau bukan kah dadamu sudah kutembus, tapi kenapa?” ia sedikit kepanikan.
“Kalau aku tau mungkin sudah ku beritau nona pengendali tanaman” sahut ku yang tak kalah heran kenapa aku sudah berpindah tempat dengan semua luka yang sudah sembuh secara sempurna dan tak meninggalkan goresan apapun kecuali luka lama sebelum aku memasuki alam mimpi ini.
“Jadi, kau menginginkan ronde kedua he? Kemarilah nona penyerang” ia memasang kuda-kuda bertarung, terlihat kalau ada sedikit kilauan keringat di pelipisnya yang menetes pelan dari balik poni rambutnya, melihat orang yang sudah mati kembali lagi sepertinya benar-benar mengerikan ya?.
“Tidak, aku sudah tidak ingin bertarung, yang ku inginkan adalah memukul wajah bocah sialan yang sudah membuatku seperti ini” balasku sembari mengangkat kedua tangan ku di depan dada tanda tak ada niatan buruk.
“boleh ku tau nama mu nona pengendali tanaman? Aku berharap bisa bekerja sama dngan mu menyelamatkan desa ini” lanjutku.
“Samara—Yesta” jawabnya singkat sembari menurunkan kuda-kudanya.
“Airi Einzworth, panggil saja Airi” ucapku yang memperkenalkan diri juga.
“jadi sekarang kau sudah tidak ada niatan menyerang desa itu?”
“aku bahkan sejak awal sebenarnya tidak memiliki motiv apapun untuk menyerang dan menghancurkan desa itu yaa aku Cuma di manfaatkan, sial aku benar-benar kesal sekarang” gerutuku sambil menginjak-injak tanah karena geregetan.
“lalu kenapa kau bisa menyerang desa itu?”
Aku menceritakan semuanya dari saat aku bertemu dengan seth, apa yang ia ceritakan, hinggga sampai kejadian dimana aku—mati.
“Mira..belle... kau bertemu dengannya? Jangan-jangan kau ? Reverier?” ia bertaya kepadaku.
“eh? Kau juga? Atau jangan jangan Serilda dan Lilia yang ada di desa itu..” aku terkejut mendengar perkataannya.
“Ya, mereka juga” sahut Samara sebelum aku melanjutkan kata-kataku.
“Kalau begitu, kita harus bergegas sepertinya kehancuran desa itu mulai mendekati pohon besar di sisi desa, dan aku benci saat ada tanaman atau pohon yang di hancurkan” lanjut Samara.
“jadi kita bekerja sama?” tanya ku yang menyodorkan tangan untuk berjabat tangan.
“kalau kau berkhianat aku akan membunuhmu” balasnya sembari menjabat tanganku.
“Kita tak punya banyak waktu, saatnya— eh?“
“naik ini saja” ucap Samara yang sudah melompat keatas sebatang pohon yang kemudian perlahan mulai bergerak.
“Ah... praktis juga” sahutku yang ikut menaiki pohon besar itu.
-Scarlet Lily in the Windy Hills-

Bergerak menerabas hutan, memang meninggalkan beberapa kehancuran di belakang karena pohon ini menabrak yang lain, tapi entah kenapa setiap kali kami lewat langsung saja ada pohon yang tumbuh dan menutup bagian yang rusak karena di lewati.
Pengendalian tanaman benar-benar menakjubkan, atau jangan-jangan dia ini tidak perlu makan dan hanya butuh air karena bisa err membuat makanan seperti tanaman juga? Ah sudahlah itu tidak penting, yang terpenting sekarang kami harus cepat sampai ke desa dan menghajar si brengsek hijau itu.
Bala tentara naga itu masih saja mengamuk di seluruh desa, masih dengan senangnya membunuh manusia dan archan, ada juga yang malah memakan jasad dari manusia atau membakar dan menghancurkan bangunan yang masih berdiri, benar-benar mereka mengamuk dengan riang gembira, ya itu semua karena ku.
tak sedikit diantara mereka yang bergerak mengejar dan menyerang kami, sepertinya Seth sudah benar-benar menganggap ku sebagai seorang penghianat, atau jangan-jangan Cathy Juga?
“Oops Hampir saja!!” pekik ku melompat turun dan menginjak seekor naga berbentuk seperti kadal besar ber baju zirah yang hendak menembakkan panah kearah kami, bisa bahaya kalau Samara yang mengendalikan pohon besar ini terluka, meskipun aku tak yakin kalau pohon ini akan membiarkan Samara terluka.
“Dari sini aku akan berlari saja, terima kasih atas tumpangannya, dan err tolong tahan mereka yah, di keroyok itu merepotkan” ucapku yang kini berlari sembari sesekali menonjok manusia-manusia kadal yang ingin menyerangku.
“Ho-hoi aku akan membuat perhitungan dengan mu nanti!!” teriak Samara yang mulai menyapu banyak Bala tentara naga menggunakan pohon besar yang kami tumpangi tadi.
Aku berlari mengikuti jalanan yang tergenang oleh darah, dan juga mayat para bala tentara Naga, Manusia dan juga Archan, dan sosok itu muncul lagi dan tanpa ada bekas luka apapun di tubuhnya yang mulus bak putri itu.
“Serilda...” panggil ku pelan.
“Jadi Setelah apa yang kau lakukan, kau masih ingin mengejar kami lagi hm.. kau sedikit berbeda” balas Serilda dengan nada sarkastik, sepertinya dia memang menyimpan dendam padaku.
“Aku sudah tidak ingin bertarung dengan mu Nona Serilda Artemia, dan tolong minggir agar aku bisa buat perhitungan dengan sumber dari masalah ini” jelas ku mencoba memintanya minggir, aku tak ingin melawannya lagi merepotkan.
“Oh jadi kau mencoba membual Airi Einzworth? Bersiaplah aku dan Lilia Akan menghajar mu lagi” Serilda sedikit menggantung kalimatnya. “ Apa kau yakin Lilia? Bukankah kau baru saja sembuh?” serilda melanjutkan ucapannya pada sosok Lilia yang muncul di sebelahnya dengan membawa buku grimoire dalam pelukannya.
“ah tidak... tidak perlu khawatir nona Serilda, Nona Mirabelle datang menemui ku saat aku tidak sadarkan diri dan seperti nona Serilda lihat, saya sudah sembuh total, sepertinya ini berkat Nona Mirabelle, aku akan berterima kasih kepadanya nanti kalau bisa bertemu” jawab Lilia dengan sopan seperti sebelum-sebelumnya, dan akhirnya ia menatap kearahku dan seolah mengatakan “Bersiaplah”.
Aku hanya menelan ludah sesaat, memang sepertinya merubah kesan terhadap seseorang yang sudah melihat keburukan diri dari seseorang itu beanr-benar susah, ya yang terukir di kepala mereka adalah aku sebagai penyerang desa ini yang mengakibatkan banyak kematian warga desa, aku tak menyalahkannya itulah kenyataan yang terjadi, bahwa memang aku yang banyak membunuh mereka.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan mencoba menenangkan diri dari segala tekanan situasi dan juga memfokuskan pikiran agar tidak goyah, sekali lagi yang harus ku lakukan adalah pergi dari sini, dan menuju ke pohon besar di sisi desa dan membuat perhitungan dengan bocah itu.
“Catashthrope” ucapku pelan dan bersamaan itu rasa panas mulai menjalar di dalam tubuhku dan semua itu kini berpusat di kedua tangan dan kaki ku, tasanya sakit, kaki ku seakan terbakar, tapi akan ku tembus Serilda dan juga Lilia agar semua ini bisa berakhir dengan cepat dan sesuai keinginan.
“Bersiaplah kalian berdua, aku akan melukai kalian lagi” ucap ku sembari memasang kuda-kuda bertarung ku, tapi kali ini tak akan ku gunakan senjataku, tinju baja panas ini saja sudah lebih dari cukup untuk melukai mereka. Bukan bermaksud untuk menyombong tapi aku menyimpan nya demi melawan “Dia”.
“ini tak akan berakhir seperti sebelumnya, bersiaplan Airi Ein—“ ucapan lilia tersendat karena ia tak sengaja menggigit lidahnya sendiri.
“Dia menggigit lidahnya” ucapku.
“Ya Dia menggigit Lidahnya Lagi” Serilda menimpali.
“Kalian ini apa-apaan sih kok bisa kompak, sudahlah sekarang Nona Serilda aku akan membantu mu mengalahkannya” Ucap Lilia bersemangat sambil membuka kembali Buku Basic Elemental Magic for Idiots. Fire edition miliknya.
“Li-Lilia Awa--!!” Serilda mendorong tubuh kecil Lilia dan membuatnya terjerembab dan menghindarkan Lilia dari serangan kejutanku, aku menerjang keras, berlari sekencang-kencangnya dan melancarkan tendangan kearah perut Lilia, tapi gagal.
Serilda yang mendorong Lilia pun malah tak luput dari tendangan ku yang telah mengandung Catashthrope di dalamnya, kalau orang normal jelas pasti akan mendapatkan luka bakar, dan itu yang di dapatkan Serilda tepat di perutnya dan membuatnya terdorong mundur.
“hee... sudah ku bilang aku tak ingin bertarung dengan kalian... Lagi.. jadi tolong kalian minggir, Aku mohon.” Aku mencoba berbicara lagi, mencoba meyakinkan mereka agar tak menghalangi ku.
“Sebaiknya biarkan dia pergi Nona Serilda, aku rasa dia benar benar tak ingin bertarung dengan kita” ucap Lilia yang baru saja bangkit meskipun bukunya masih saja terbuka, sepertinya ia masih siaga.
“kalau bisa sih aku ingin meminta bantuan kalian, kalian membenci biang kerok dari kejadian ini bukan? Err kalian sudah menghajarku, dan juga yang disana itu sudah membunuh ku satu kali” ucapku seolah itu hal ringan sembari menunjuk arah belakang menggunakan ibu jari kearah pohon besar yang sedari tadi mengamuk dan melibas bala tentara Naga yang mencoba menjatuhkannya.
“Sa-Samara Yesta membunuh mu? Apa maksudnya?” Serilda bangkit sambil memegangi perutnya yang jelas terasa terbakar.
“aku tak bisa menjelaskannya untuk sekarang, tapi aku ingin kalian ikut pergi bersama ku ke pohon besar itu atau, kalian bisa memilih disini dan melanjutkan memberantas para Naga sialan itu” balasku sembari menghela nafas panjang, rasa panas dan membakar itu pelan-pelan pun berkurang hingga akhirnya hilang tak bersisa.
“memangnya apa yang ada disana? Apa jangan-jangan?” Serilda bertanya dan menggantungkan kata-katanya.
“Ya, pelakunya ada disana” sahutku, dan Sebuah ledakan besar terjadi di bagian pangkal pohon, ledakan itu terlihat cukup besar hingga terlihat sampai tengah desa.
“A-apa yang, dan ledakan apa itu” Lilia terkejut dan berjongkok sambil menutupi telinganya.
Ledakan terdengar kembali, semakin lama semakin banyak ledakan yang terjadi di satu waktu, sepertinya Seth memang sudah memulai aksinya,
“Jadi, ikut atau tidak, aku tidak punya banyak waktu, jadi aku duluan” ucapku langsung kembali berlari menuju kearah pohon besar yang tengah meledak-ledak itu.
Dan benar saja sesampainya disana sosok kecil itu langsung terlihat bersama Cathy, sedang menatap dengan senyuman keji kearah banyak kawanan naga yang menyemburkan api dan mengakibatkan ledakan-ledakan di pangkal pohon.
“SETH!!” aku berteriak menyebut nama bocah kecil hijau itu, dan yang bersangkutan pun menoleh dengan santai diikuti Cathy di sampingnya.
“Ah, Airi, selamat datang kembali, apa pekerjaan mu sudah selesai?” tanya Seth santai masih sambil menikmati permen lolipop di mulutnya.
“Kurang Ajar kau!! Kau sudah.... kau sudah membohongi ku!”
“aku tidak berbohong kok, aku beanr-benar membalaskan dendam ku tuh..” balasnya santai sambil melihat beberapa orang terikat tali dan dalam keadaan terbakar, mereka menjerit kesakitan dan ketakutan, semuanya bercampur menjadi satu hinnga akhrinya ajal mnjemput mereka, dan semua itu karena keegoisannya sendiri.
“Tapi semuanya tidak terlihat seperti itu, kalau hanay beberapa orang saja seperti itu kau harusnya tak perlu sampai menghancurkan desanya juga!!” aku kembali berteriak geram.
“Hee... bukan kah yang menghancurkan desanya kau Airi?” Cathy bersuara.
“Benar tuh, bukan aku yang menghancurkan desanya” Seth menimpali dengan santainya.
“lagi pula siapa suruh menerima permintaan ku mentah-mentah bweeee~ dasar bodoh” Seth menjulurkan lidah mengejek ku, sial aku benar-benar ingin menghajarnya, tapi dengan Cathy di sebelahnya ini akan susah dan juga bala tentara Naga itu juga akan sangat merepotkan.
“jadi apa yang akan kau lakukan berikutnya Airi? Menghajar ku dan juga Seth?” Cathy berbicara santai, tapi ada sesuatu yang berbeda di dalamnya, dia menakutkan.
Dia masih diam berdiri di sebelah Seth, tapi entah kenapa aku jadi tak ingin melawannya, aku Takut. Sekeras apapun aku mencoba menatap matanya, entah kenapa tubuh ini langsung reflek menghindarkan kontak mata, kedua tangan dan kaki ku gemetar, aku tidak bisa fokus.
“Airi...” panggilnya pelan sambil berjalan kearah ku yang terdiam.
“Airi.... ayo kita bermain..” lanjutnya masih dalam intonasi yang sama, tenang, dan mencekam.
“Ja-jangan mendekat... “ aku terbata-bata, tanpa kusadari aku melangkah mundur perlahan mencoba menjaga jarak dengannya, dia begitu menakutkan, aku sungguh ingin lari.
“Hee,,, kenapa aku tidak boleh mendekat? Apa aku semenakutkan itu? Hee... Airi Penakut ya..” balas Cathy dengan santai dan menarik sebilah pisau yang memiliki permata berwarna biru gelap dan memainkan pisau itu dalam genggamannya.
“Ja-Jangan mendekat!! Kuperingatkan kau.! Ja-Jangan mendekat atau.... atau aku akan...” suaraku serasa terhenti, semakin dekat dia semakin aku tak bisa bergerak karena ketakutan, dia seperti sesosok entititas yang sangat besar dan memiliki tekanan yang kuat, aku-aku ingin pingsan, tapi kalau itu sampai terjadi maka aku akan. Mati [Lagi].
Sebuah anak panah melesat lurus kearah Cathy, panah yang ku ketahui hanya ada satu roang yang pernah ku temu yang menggunakannya. Bola api pun tak luput berterbangan kearah para naga yang berada di belakang Seth, meskipun tak banyak dari para naga itu yang mati karena memang yang bertahan memiliki sisik yang tebal.
“Jangan Takut! Dia hanya membohongimu Airi Einzworth!” Teriak suara yang tak asing. Serilda.
Aku mencoba menoleh kearahnya dengan banyak keringat dingin tercucur deras dari dahi dan seluruh tubuhku. Aku benar-benar ketakutan, tapi melihat Serilda dan juga sosok Lilia disampingnya membuat ku sedikit berani.
Getaran besar terjadi, Gempa? Tidak lebih tepatnya Akar Pohon Raksasa ini bergerak, yang kutau hanya satu orang yang mungkin bisa melakukan ini. Akar-akar itu bergerak liar dari dalam tanah dan menyapu bala tentara Naga yang sedari tadi mencoba merobohkannya. Ia melumat semua Naga yang ada disana dengan akar-akar raksasa itu, sekeras apapun sisik mereka pasti akan hancur, dan tak luput dari tempat kami berpijak, kini akar-akar begerak kesana kemari secara liar.
Kami terhempas oleh sebuah akar yang tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, hingga memisahkan kami, Aku bersama Serilda, dan juga Lilia, dan sepertinya Seth bersama Cathy.
“Aku bisa bergerak lagi!”, seruku dalam hati aku sudah terlepas dari kesan terror Cathy yang sedari tadi membuatku ketakutan, tak ada lagi ketakutan, tak ada lagi keraguan, aku harus maju dan menghajar mereka.
“Airi Einzworth Jangan maju semabrangan si pengguna pisau itu sepertinya memiliki banyak trik tersembu—AARRGGHH!!“ ucapan serilda terpotong oleh sura terawa seseorang. Cathy.
“Ehehe... tepat sekali” ia tertawa sebelum kemudian melompat keluar dari balik kegelapan dan menebas punggung Serilda menggunakan pisaunya meninggalkan luka terbelah yang sangat lebar di punggungnya dan tumbang.
“Nona Serilda!!!” Lilia Berteriak histeris, “kauu!!” Lilia kembali membuka Buku petunjuk menggunakan sihir miliknya, tapi itu terlalu lambat.
“Lambatt!!” Cathy berteriak sembari menerjang Lilia.
“Kyaaa!!” pekiknya pelan dan menggunakan Bukunya sebagai prisai, ia tak sempat menggunakan sihir pelindung, dan suara sesuatu pecah terdengar, bukannya suara robek tapi kenapa malah suara sesuatu yang pecah?.
Serpihan serpihan itu terlihat berkilauan di tengah gelapnya malam yang hanya bercahayakan sinar bulan. Dan darah kembali menyembur dari dada Lilia [Lagi].
Buku itu robek tak lebih dari buku sihir, hanya sebagai buku biasa dan tak akan bertahan melawan pisau yang jelas ku tau bukan terbuat dari bahan sembarangan. Pisau itu benar-benar berkualiatas sangat tinggi, bahkan paling tinggi yang pernah ku lihat sebelumnya.
“Lilia!!” aku berteriak pelan, tapi semua itu tiba-tiba terhenti, sebuah serangan keras terdengar dari atas salah satu cabang dari pohon besar ini, aku melongak keatas dan melihat seekor naga berwarna coklat keemasan yang terikat oleh akar tanaman, dengan keadaan menggigit setengah tubuh Samara.
“Sa-samara... “ aku tergagap.
“Ahahahaha.. hahaha... hahaha!!!” Seth tertawa terbahak-bahak dari atas seekor naga yang tengah terbang.
“Lihatlah wajahmu Airi, benar-benar lucu, memilukan, caramu berteriak saat teman-teman mu itu terbunuh olehku dan Cathy, benar-benar lucu!!” ia berteriak dari sana.
“Sialan kau!!” aku berteriak dengan penuh amarah, sedih, kecewa semuanya bercampur menjadi satu, rasanya darah ku mendidih dan ingin sekali meledak.
“Airi.... jangan lengahh.. eheheh!!” Cathy kembali menerjang kearah ku seambil menebaskan pisau yang berada di tangan kirinya, pisau hitam mengkilat dengan permata biru gelap.
Dentingan besi terdengar, percikan bunga api pun tak luput muncul dari gesekan antara sarung tangan tinju ku dengan pisau milik Cathy, dan kami pun saling terdorong mundur beberapa meter.
“Hee.... Baja apa itu kenapa bisa menahan pisau ku? Hee sepertinya menarik”
“Heeii jangan acuhkan aku!! Serang mereka—AAH!!” Suara Seth tiba-tiba terhenti oleh sesuatu yang tak terlihat, ia terjatuh bersama dengan naga yang tengah terbang yang di tumpanginya.
“A-apa yang terjadi?” aku melongok kearah Seth yang terjatuh, tidak dia di tekan dari atas oleh sesuatu yang tak terlihat.
“Hoi-hoi apa yang terjadi?” Cathypun tersentak kaget.
Terlihat tiga buah kobaran api berwarna coklat kemerah-merahan di atas salah satu akar yang mengerubungi tempat ini. yang ku tau api itu hanya milik seseorang, tidak benar-benar sebuah api, tapi kekuatan misterius yang bahkan dia sendiri tak ingin membahasnya. Ya Cuma seseorang yang ku kenal yang memilikinya.
“Nona Airi, apa Cuma itu kemampuan yang nona miliki? Nona sampai terdesak oleh dua orang dan hampir saja mati” suara datar tak berekspresi yang selalu menjengkelkan itu benar-benar aku kenal, dan kobaran api itu melompat turun dan berjalan mendekati kami.
“Hee... bukankah aku meninggalkan mu di Belka? Bagaimana bisa kau bisa kesini Erica?” aku menyebut namanya dengan santai dan sesaat kemudian kobaran api di kedua tangan dan dahinya menghilang.
“sebenarnya sesaat setelah nona pergi dari kediaman Einzworth, domba sialan itu kembali kerumah, meskipun dengan kekerasan aku berhasil memaksanya agar membawa ku kemari, dan tentu saja aku membawa perbekalan” jawabnya dalam intonasi yang tenang dan tanpa ekspresi.
“Ho-Hoi Kalian berdua apa yang—Ohokk!!“ ucapan Cathy terhenti karena sebuah pukulan dari Sarung tangan baja berwarna hitam mendarat di perutnya.
“Tolong jangan ganggu percakapan kami Nona, dan maaf karena aku memukulmu meskipun aku tak mengerti siapa kau” ucap Erica yang sesaat saja sudah berada di depan Cathy dan menghantam perutnya.
“Hee... Sudah-sudah, sekarang kalau kau tak mau kerepotan disini mari kita selesaikan dengan cepat, itu tolong yah disini biar ku selsaikan”aku berkacak pinggang.
“hee... baiklah kalu itu perintah Nona” Erica melepaskan Tinjunya dari perut Cathy dan kemudian berlari kearah Seth.
“Ka-Kau Kira bisa mengalah kan ku Airi?” Cathy Terbata.
“Kalau tidak, aku tidak akan bisa pulang, bailah Cathy Mari kita lanjutkan” ucapku sembari memasang kuda-kuda bertarung lagi.
I der Herrscher der Erde,der Halter des Willens der Erde,Sie derjenige vor mir,beugen und zu gehorchen vor der Erde Königin*
*TL: I the ruler of the earth,the holder of the will of the earth, you the one in front of me, bow down and obey in front of the Earth Queen
Suara itu terdengar pelan, ia mulai merapal kembali mantranya untuk mengaktivkan kekuatan misteriusnya, aku menarik nafas dalam-dalam dan menghelanya perlahan.
“Catasthrope!!” teriak ku yang kemudian menerjang kearah Cathy.
-Scarlet Lily in the Windy Hills-

Chapter 5.1 : Erica
“Kau yang disana, seperti yang ku perhatikan selama seharian ini, kau yang sudah menghasut agar Nona Airi agar melakukan semua kejadian ini benar?” ucapku datar sesaat setelah merapal mantra demi memanggil Will of Earth. Ya sebuah kekuatan yang ku dapat dari masa lalu, saat kejadian itu terjadi.
Aku tak ingin membahasnya sekarang, dan sekarang aku hanya ingin berfokus untuk menyelesaikan ini dengan cepat sebelum nantinya aku pingsan, membanting makhluk besar yang tengah terbang itu dan setidaknya membuat dia tak berkutik sesaat.
Benar-benar melelahkan saat aku hatus memanggil Will of Earth dua kali, haaah aku benar-benar membencinya, mengurus rumah saja sudah melelahkan dan kini harus melawan makhluk-makhluk yang banyak ini.
“Ka-Kau!! Apa Yang kau... A—aku tidak menghasutnya, dia sendiri yang mengatakan akan membantuku balas dendam“ seth berkilah sembari memasang wajah memelas.
“Yang ku tau, Nona Airi tidak akan melakukan hal aneh-aneh kalau tidak di bohongi, sungguh Nona yang Masih Polos” balasku pelan sembari berjalan mendekati Seth yang masih berada di tanah sedangkan Naga yang ia tumpangi sejak tadi sudah hilang kesadaran.
“Tolong Ampuni aku, aku... aku hanya ingin membalaskan dendam kedua orang tua ku dan setelahnya aku akan memulai kehidupan yang baru di Ibukota sebagai prajurit, kumohon..” Seth memelas dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
“...” aku hanya diam menatapnya, tapi aku bukanlah orang yang bisa di bohongi semudah itu, apa lagi aku sudah menonton hampir semua kejadian seharian ini, mulai dari pertemuan mereka, hingga sampai nona Airi menyerang desa itu, aku Cuma bisa geleng-geleng kenapa dia bisa terperdaya oleh bocah ingusan seperti ini.
“Eheh He kau lengah!” Seth menarik sebuah pistol semi otomatis dari balik bajunya dan menembakkan peluru kearah ku, tapi itu semua percuma.
“Hee.... ternyata memang benar yaa kau sudah membual” sahutku datar sembari menatap Peluru-peluru yang di muntahkan oleh pistol di tangan seth itu berhenti satu inci di depan dadaku dan kemudian jatuh bebas ke tanah.
“Ka-Kau Bukan manusia... ka-kau iblis!!!” Seth Berteriak kepanikan sebelum kemudian tiba-tiba saja melompat sangat tinggi bak terbang di angkasa, tubuhnya terlihat begitu ringan tak berbeban.
“Hahaha!! Selamat Tinggal!!!” teriak nya dari atas, ia tertiup oleh angin yang berhembus di desa Bentala Vayu ini.
“Heee... Kau pikir bisa kabur?” aku melompat tinggi dan mengurangi tarikan gravitasi di sekitar tubuhku sehingga aku bisa menyusulnya dalam satu kali lompatan. “Hai bocah kita bertemu lagi”. Lanjutku sebelum menghantamkan tinju ku kearah wajahnya dan mendorongnya jatuh ke tanah lagi dengan bantuan tingkat Gravitasi yang di tingkatkan.
Sebuah ledakan terdengat begitu keras bersamaan dengan kepulan asap debu yang menyerbak tak beraturan pun dapat terlihat dari jauh, Ya semua ini sudah Berakhir, dan sekarang aku bisa istirahat.
Aku melihat sosok bocah itu, wajahnya hancur, tidak benar-benar hancur hingga kepalanya pecah, tapi setidaknya tulang hidung dan sedikit rahangnya ada yang pecah, aku masih menahan kekuatan jatuhan tadi, karena Nona Maya selalu mengatakan kalau saat aku harus berkelahi, jangan sampai aku membunuh orang itu.
Ya aku akan selalu menuruti perintah itu, andai Nona Maya ada disini, mungkin dia sudah mengomeliku karena membuat seseorang babak belur seperti ini.
“Aku Ingin bertemu Nona Maya Lagi” gumam ku pelan sebelum akhirnya jatuh terlentang, terkulai lemas tak bertenaga karena memanggil Will of Earth dan megeluarkan kekuatan yang cukup banyak.
Aku tak yakin apakah jika aku pingsan disini, apa aku akan selamat? Ya karena banyak Naga yang berkumpul disini karena panggilan dari Bocah Tengik itu, tapi sepertinya aku sudah menghancurkan Seruling yang ia gunakan untuk mengendalikan kawanan Naga itu, dan seoerti dugaan, mereka mundur perlahan dan berlari masing-masing sampai akhirnya menghilang dalam kegelapan malam.
“Aku... Selamat.. hehehehe... Nona Airi Berjuanglah”.

-Scarlet Lily In the Windy Hills-


Chapter 5.2 : Airi

Sebuah ledakan terdengar bersamaan dengan kepulan asap debu yang terbang tinggi, aku meliriknya sekilas, sepertinya Erica sudah menyelesaikan urusannya dengan bocah itu, sayang sekali aku tak bisa menghajarnya secara langsung tapi tak apalah, setidaknya ke jengkelan ku karena dia sudah membohongi ku sudah di balaskan.
Dan sekarang urusan ku hanya dengan sosok itu, sosok gadis berambut hitam dengan mata heterochromia yang berdiri di depanku dengan sepasang pisau belati yang ada di kedua tangannya.
Aku tak yakin melawan dia tanpa senjata, tapi, sarung tangan besi inilah satu-satunya harapanku karena Tonfa kesayangan ku sudah terbang dan hilang entah kemana.
“CATASTHROPE!!” Pekik ku yang kemudian menerjang kearah Cathy, Rasa terbakar itu kembali menjalar ke tubuhku, Rasa sakit ini bagaikan rasa sakit itu sendiri yang mengalir menggantikan darahku.
“AIRI!!!! AHAHAH!!!!” Cathy Berteriak dan tertawa terbahak bahak dan bersamaan dengan itu pun ia menerjang ku, kami saling menerjang satu-sama lain, ia menghunuskan pisau di tangan kanannya dan berbenturan langsung dengan tinju tangan kiriku, kami terdorong mundur oleh momentum hantaman masing-masing.
“Aku benar-benar ingin sekali melelhkan pisau itu, tapi apa daya semakin lama aku semakin tak bisa mengontrol panas dari Catasthrope ini, lama-lama bisa mati sendiri aku” gerutuku pelan masih menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.
“ayo kita bermain lagi Ai—aakh” Sebuah benda berkilau bergerak cepat dan menancap di punggung Cathy, Sebuah Anak panah.
“Hehe... lama sekali Tuan putri, apa tidur mu nyenyak?” ucapku mencoba meledek sosok yang baru saja muncul dari balik kegelapan dengan sebuah busur di tangannya.
“Tidak sopan sekali kau, tapi setidaknya kau sudah menyelamatkan ku dan Lilia, dengan mengulur waktu hingga aku bisa sembuh total dan masih bisa juga mencari Busur dan Anak panahku”.
“Ka—KAU!!! DASAR WANITA JALANG!!” Bentak Cathy Kearah Serilda, ia benar-benar marah dan mencoba menerjang Serilda, tapi beberapa Anak panah kini menancap di dadanya.
“Kalau kau bertarung dengan emosi, kau tak akan bisa berpikir jernih dan mengamati sekitarmu” ucap Serilda kalem, tidak seperti sebelumnya.
“Kkh—uhukkk!!... Sialan kalian.. aku... aku akan membalas kalian nanti” Cathy memuntahkan darah dari mulutnya, tapi kemudian ia berlari kedalam hutan dan menghilang begitu saja dalam kegelapan.
“Aah- sepertinya aku tak dapat jatah ya? Akh.. panas- panas...” ucapku yang abrusaja tersadar karena terlalu fokus sampai aku melupakan bahwa sesuatu tengah membakar tubuhku sendiri dari dalam, Sang Malapetaka Berjalan.
“Jadi Airi Einzworth, bisa kita tuntaskan pertarungan kita yang tidak selesai kemarin?” ucap serilda menarik keluar belatinya.
Aku mengangkat kedua tanganku di udara, “aku menyerah saja”Ucapku.  “melawan mu tidak ada habisnya, dan sepertinya kau bahkan bisa menolak suhu panas ekstrim yang ku masukkan melalui tendangan dan pukulan ku jadi aku tidak ingin melawan mu lagi” lanjut ku sedikit menjelaskan.
“Cih, dasar Pengecut” gerutu Serilda.
Kalau boleh jujur, aku benar-benar ingin sekali menonjok Tuan Putri ini, selain tingkahnya yang bisa di akui sangat elegan, tapi perkataannya membuat ku ingin sekali menghajarnya di tempat.

Chapter 6: The Piece Of Memories

Cahaya matahari mulai meninggi, menyinari semua kegelapan, dan disanalah,di atas akar pohon beringin raksasa Bentala Vayu ini aku melihat mereka semua terbaring dengan luka yang perlahan sembuh sendiri, apa ini kekuatan dan izin Sang kehendak itu? Lalu apa yang Mirabelle lakukan sebelumnya? Ya, saat aku. Mati.
Seperti yang ku perhatikan, sosok Lilia yang terkena tebasan langsung dari Cathy, dan juga Samara yang bahkan hampir saja kehilangan setengah badannya, luka bekas sabetan di seluruh tubuh dan luka bakarku semuanya perlahan memudar dan menghilang.
Ya sepertinya memang kita di penjarakan disini demi menciptakan Mahakarya yang selalu saja di sebut-sebut oleh si Zainurma itu.
Sebenarnya apa itu Mahakarya? Sebuah karya seni? Tapi kalau membuat karya seni, kenapa harus melewati ujian-ujian seperti ini? Kenapa kami harus saling bertarung dan membunuh satu-sama lain? Apa tidak bisa gitu membuatnya bersama-sama sebuah patung besar dari tanah liat? Atau keramik ukir yang indah dengan desain-desain khas para Reverier lainnya?
Semua ini masih benar-benar membingungkan.
“Selamat Reveriers, sepertinya kalian semua berhasil melewati ujian ini, ya meskipun ada seseorang yang tidak ada disini, tapi tak apa, ia akan segera kembali bersama dombanya ke Bingkai Mimpinya” Sosok laki-laki tinggi bertopi fedora itu tiba-tiba saja muncul lagi bersama Ratu Huban di sebelahnya.
“Zainurma!!” pekik ku yang kemudian bangkit dan melesatkan tinju kearah wajahnya itu.
“oops... tidak sekarang Reveriers” tubuhnya melebur bak asap, tidak, debu? Atau lukisan abstrak? Ia menghindar beberapa meter dan menyisakan Jarak diantara kami.
“Beruntung kau Mirabelle yang mengembalikan jiwamu saat Samara Yesta menembus dadamu, kalau aku sih, mungkin akan membiarkan mu Mati” sahut Zainurma santai.
“Paman Nurma, tak seharusnya Paman berkata seperti itu, itu adalah tugas yang di berikan oleh Sang Kehendak, kalau tidak paman lakukan dengan baik nanti kualat loh” Ratu Huban menimpali dengan mengayun-ayunkan tongkat permennya dan memuntahkan kembang api-kembang api kecil, masih saja di mataku itu Aneh.
“Ah Tuan Zainurma, Lama tidak bertemu” Serilda menyapa dan berdiri di sebelahku.
“Oho, Nona Serilda Artemia Rupanya, pertarungan yang menarik, semoga saja Sang Kehendak menyukai Hasilkarya kalian” Zainurma membalas dengan sopan dan membungkukkan badan seraya memberikan Hormat, begitu pula Serilda pun membalas hormat Zainurma, waw karisma seorang putri atau mungkin seorang ratu memang sangat menyilaukan, ya seperti sosoknya.
Sekali lagi aku ingin sekali duduk memeluk lutut ku dan menangis, Kematian Maya masih saja berbekas di pikiran ku, kalau saja aku lebih kuat saat itu, aku pasti bisa.
“Hoi Airi Einzworth! Apa Kau melamun!?” Serilda mengayun-ayunkan tangannya di depan wajahku.
“A-aah, tidak tidak, jadi Zainurma apa yang kau lakukan disini? Mengganggu kami?” ucapku ketus.
“akibat dari kehancuran di desa ini, kalian jelas tak bisa membangun ulang dengan tangan kalian sendiri, dan disinilah aku akan merekonstruksi ulang bingkai mimpi ini, dan menghilangkan semua kerusakan yang ada” Zainurma membentangkan tangannya lebar-lebar dan berkata bangga.
“hee...” aku dan Serilda hanya bergumam pelan.
“Dan berikutnya, kalian akan aku pulangkan bersama domba-domba kalian agar kalian bisa beristirahat di Bingkai mimpi kalian~” Ratu Huban Berkata dengan ceria sambil memutar-mutar tongkatnya.
“Serilda, Kita Harus berpisah disini”
“ugh, apa yang terjadi?” Samara bangkit perlahan dan menggosok matanya seolah bangun tidur.
“hau, sudah pagi?” Lilia pun menyusul, dan Hanya Erica yang belum bangun, ia masih terkapar tak sadarkan diri dalam balutan baju pelayannya, sepertinya aku ahrus menggotongnya pulang.
“Airi Einzworth.. suatu saat aku akan menantangmu dan mengalahkan mu! Ingat itu!” ucap serilda sebelum akhirnya berjalan menjauh kearah sebuah portal yang sudah di buka oleh Ratu huban, bersama dengan domba putih dan empuk yang tiba-tiba saja muncul di sebelahnya.
“A-Ah Nona Serilda, apa kita akan bertemu lagi?” tanya Lilia.
“kau bisa main-main ke tempatku sesekali Lilia, kalau begitu sampai jumpa lagi, kutunggu kedatanganmu” ucap Serilda yang kini sudah menghilang dalam cahaya yang menyilaukan.
“Sepertinya tugasku sudah selesai? Bisa aku pulang Ratu Huban?” tanya Samara.
“Tentu~” Ratu huban membuka lagi sebuah portal entah kemana, dan samara berjalan pelan kearahnya dan kemudian menghilang.
“dia tak mengucapkan apapun? Sugguh aneh” gumamku.
“Kau Nona Airi Einzworth, Lihat saja saat kita bertemu Akua akan—akh”ia bangkit dan berdiri tapi ucapan Lilia terhenti.
“Dia menggigit lidahnya” ucapku pelan.
“ya dia menggigit lidahnya Sendiri~” sahut Ratu Huban.
“Di-Diam kalian!! Huuh!!” Lilia berlari kearah sebuah portal yang sudah berada di depannya.
“lalu kamu Airi Einzworth? Mau pulang?” Ratu Huban bertanya.
“Anu Ratu Huban boleh aku bertanya Sesuatu, Ho hoi!! Jangan makan rambut Erica!!” aku berteriak dan menarik domba yang sudah menggigit rambut Erica, sepertinya ia dendam karena sudah dipukuli dan di paksa mengantar Erica kesini, ahah lucu sekali.
“Ah Kalian akrab yah ahahah~” suara tawa Ratu Huban sedikit berbeda, dia antara kerutan-kerutan di kepala bantalnya, aku merasakan sedikit cipratan kesedihan.
“Aku ingin bertanya sesuatu Ratu Huban, apa kalian bisa membawa kembali orang yang sudah mati?” aku bertanya dengan nada lirih.
“Kau ingin membangkitkan gadis bernama Maya itu nona Airi?” Ratu Huban membalas dengan nada kalem.
Aku mengangguk mantab. “Apapun Bayarannya, meskipun aku sendiri yang harus mengorbankan nyawaku demi dirinya, aku bersedia” lanjutku.
“Kalau itu sih, mungkin kamu harus menghadap Sang kehendak agar tau jawabannya, kami disini tidak bisa apa-apa tanpa izin dari Sang Kehendak, Benarkan Paman Nurma?” balas Ratu Huban sambil menoleh kearah Zainurma, dan Zainurma hanya mengangguk mengiyakan.
“begitu yah, lalu bagaimana caranya aku bisa bertemu dengan Sang Kehendak? Bukankah Ia ada di Museum Semesta?” Tanya ku lagi.
“Kelak kau akan menemuinya Reverier, tapi tidak sekarang, tetaplah berjuang, bertahan dan bertarunglah kemudian persembahkan Mahakarya yang terbaik kepada Sang Kehendak agar Ia mendengarmu” sahut Zainurma dalam intonasi yang entah kenapa begitu menenangkan.
“begitu ya, baiklah kalau begitu aku akan kembali ke bingkai mimpi ku” ucapku sembari mengangkat tubuh Erica yang lebih besar dariku ke atas domba putih yang tadi sempat mau memakan rambut Erica, dan kemudian berjalan kearah portal yang sudah di siapkan oleh Ratu huban.
“Sepertinya dia sudah sedikit dewasa kan Paman Nurma?”
“Begitulah, yaa setidaknya kita harus cepat selesaikan disini dan kembali”
“Baiklah~ ufufufu” balas Ratu huban Ceria.
-Scarlet Lily in the Windy Hills-

Chapter 7: Epilogue
Masih ingat jelas di dalam benak ku saat aku terbang di langit bentala vayu sembari menunggangi Seekor naga besar ber sayap empat, aku sempat melihat sebuah bunga Lily aneh, yang ku tau bunga lily yang di tanam oleh Maya selalu berwarna putih.
Tapi tidak, Bunga itu berwarna Kemerahan, seperti warna rambutku, sayangnya aku tak sempat memetiknya dan membawanya pulang.
“Nona Airi Melamun?” Suara Erica memecah keheningan, sore itu di teras rumah kayu yang sederhana ini.
“tidak, aku hanya sedikit memikirkan sesuatu”
“Apa itu?”
“Apa kau menemukan Bunga Lily berwarna merah di bukit Bentala Vayu?”
“Ini?” Erica menyodorkan sebuket bunga Lily berwarna kemerahan di hadapanku.
“Ba-bagaimana kau bisa?”
“aku menemukannya, kemudian menggoyang-goyangkan sedikit ujung bunganya dan mendapatkan bijinya” ucap Erica.
“dan kini aku menanamnya di belakang rumah, dan sekejab saja sudah tumbuh dan mekar seperti ini” lanjutnya sambil meletakkan buket bunga Lily itu dalam vas berisi kan air.
“Terima Kasih” ucapku pelan.
“Eh?”
“Tidak, Tidak ada apa-apa, Lupakan saja”
“Apa nona, tau kenapa aku mengambil biji nya dan menanamnya disini?”
“tidak, kenapa?”
“Karena saat aku melihatnya, aku selalu mengingat Nona Airi, Bunga ini Hidup dalam terpaan angin yang kuat di Bentala Vayu, tapi tak sekalipun ia tercabut dan terbang di hembuskan angin, ia kuat dan juga cantik, serta warna merahnya itu benar-benar mencerminkan Nona Airi” Erica tersenyum selagi mengucapkannya.
Aku hanya terdiam menatap senyumannya yang teduh itu, ucapannya barusan benar-benar membuatku berpikir berkali-kali tentang dirinya, dia masih begitu misterius, tapi juga menarik, di balik ekspresinya yang minim, ia menyimpan banyak sekali ekspresi yang tak semua orang bisa mengetahuinya.
“Erica...” aku bangkit dari kursi dan memeluknya Erat. Aku menatap wajahnya yang sedikit lebih tinggi dariku, aku mencoba berjinjit dan sampai akhirnya bibir kami bersentuhan.
“Terima kasih” ucapku pelan.

-Scarlet Lily in the Windy Hills End-

--

>Cerita sebelumnya : [PRELIM] 10 - AIRI EINZWORTH | FURNACE
>Cerita selanjutnya : -

18 komentar:

  1. Kapital, tanda baca, typo, bertebaran di mana-mana. Terutama kapital yg gk seharusnya. Meski hal seperti itu tdk terlalu mengubah apapun sih.

    Ada bagian yg buat tanda tanya besar dan belum terjawabkan di narasinya. Tepatnya di bagian ketika pisau Cathy menembus buku Lilia. Bukannya suara robek malah suara pecah?

    Lalu, Lilia yg sering mengigit lidah itu jadi ciri khas ya?

    Entri ini sebenarnya panjang, tapi bagian battlenya terasa pendek. Fast paced gitu.

    Pengunaan pov Erica di chapter 5.1 kgk perlu menurutku, seharusnya tetap pov Airi aja yg sejak awal memang gitu. Tanggung amat rasanya cuma sepetak gitu diganti view nya. Ampe dikira sub judulnya yg Erica, tau2nya pov nya juga ganti :)

    7
    Samara Yesta~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haii Haiii Yahharrooo~ Kagero Disini~

      Makasih udah mau komentar di post Airi :3

      sengaja masalah buku itu sih... soalnya di CS lilia, buku itu ga bkal bisa ancur klo core crystalnya ga ancur, dan yg kebetulan di ancurin sama cathy itu core crystalnya makanya pecah dan sobek

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. ada bagian yang pov nya membingungkan. padahal menggunakan pov aku=airi tp knp dia menyebut dirinya sendiri 'sosok yang dipanggil nona airi'? (lupa tepatnya apa tp yah mungkin smacam itu). jadi pov orang pertama di sini terasa janggal dan mengurangi kenyaman untuk membaca.

    hmm...terus narasi battlenya kurang menggambarkan suasana peperangan. jika ada penyerangan seharusnya ada pasukan militer/pertahanan/smacamnya yang akan bergerak mempertahankan desanya. tp di sini seolah-olah airi datang dg pasukan naga menghancurkan desa mati. meskipun dijelaskan adanya korbn. tp ntah knp kurang berasa aja. ditambh lg airi yang langsung menyimpulkan org yg ditemuinya adalah reverier. memangnya bkal menjamin itu beneran reverier? bukannya penduduk biasa atau pasukan pertahanan desa itu? seolah2 makhluk hidup yg ada di desa itu hanya mereka saja. di arena pertempuran itu bnyak kemungkinan yg bisa terjadi. jd ada baiknya itu dipertimbangkan saat membuat cerita.

    dan sepanjang entri saya selalu menemukan kata 'he' dalam stiap dialog. (meski nggak smua sih). spertinya itu kata2 favorit ya.

    terakhir, seingat saya dalam sekali misi domba hanya bisa membuka portal dua kali yaitu waktu berangkat dan misi selesai. kok ini malah bisa buka lg trus ngantar erica?

    krn lg pngen berbuat baik jd saya kashh 8^_^
    saya juga sadar kok kalo saya belum tentu bs bkin lbh sempurna meski udah komen begini. smoga berkenan

    BalasHapus
    Balasan
    1. yahhaloo~ Kagero disini...
      terima kasih syudah mau memberikan keritik dan saran semoga kelak bisa jadi perbaikan di entry seterusnya..

      kalo di pikir lagi memang agak janggal sih ya buat bagian awal yang di sebut tadi, POVnya jadi lompat ke POV3 secara tydac langsung, ini bner-bener masukan buat sy.. skali lagi makasih banyak.

      err ada kah keterangan klo domba cm bs 2x buka portal? sy kurang tau, sepertinya memang kudu baca-baca kanon panitia lagi ini mohon maaf kalo mungkin lancang dr system karena ke tydac tahuan saya @3@

      sekali sy mohon maaf dan juga berterima kasih atas komentarnya

      ttd

      Kagero yuuka (Airi Einzworth)

      Hapus
  4. ==Riilme's POWER Scale==
    Plot points : C
    Overall character usage : B
    Writing techs : D
    Engaging battle : C
    Reading enjoyment : B

    Tulisan ini agak berantakan juga ya. Banyak kalimat kurang huruf, typo, atau kurang kapital buat kata di awal kalimat. Apa nulisnya buru"?

    Zainurma sejak kapan pake fedora?

    Kuambil, kulihat, ku+kata kerja itu benernya disambung

    Dialognya didominasi percakapan yang menurut saya gayanya agak kelewat santai (atau malah kaku?) dan kadang jadi berasa ga natural di konteks tertentu. Selain itu gumaman kayak 'errr' kayaknya keseringan, juga kalimat yang kepotong sebelum selesai

    Jadi di entri ini peserta bisa respawn lagi meski udah mati kalo misinya belum selesai? Jadi kayak dota aja

    Cathy di sini sukses jadi sosok antagonis banget ya bareng Seth. Tapi rasanya pihak desa dan bangsa Archan-nya kurang diceritain di sini, ga kayak entri Samara. Saya juga ga ngerti gimana Erica mendadak muncul menjelang akhir battle, cuma sekilas pula. Apa itu bagian dari kemampuan Catashtrope Airi?

    ==Final score: C (7)==
    OC : Iris Lemma

    BalasHapus
  5. secara sepintas, formatnya lebih rapi dari prelim kemaren. Tapi banyak sekali kesalahan Ebi seperti huruf kecil di awal kalimat, huruf besar setelah koma, terus juga pemakaian koma di antara dua kalimat yang harusnya bisa diberi titik. Ada beberapa typo juga seperti sampau.



    Nilai : 7

    BalasHapus
  6. @_@:
    “Hy, Airi! Aku kreatornya Ghoul, mau ngamuk lagi nih…
    “dah nemu typo di awal paragraph.
    “Huruf besar ga pada tempatnya,
    “awalan di, mu, dan masih banyak lagi
    “dan banget meleset ebinya, ntar penuh 10 halaman ini kalo kutulis mua.
    “Mari kita sama2 belajar eyd di grup nulis fb banyak banget deh bertaburan, tak kalah banyak dari jumlah satelitnya planet Jupiter. Lebi banyak malah. Sangat perlu gabung grupnya!
    “Bergabunglah sekarang juga. Secara pelan2 bisa nulis sebagus entri lainnya. Semangat!
    “Duh suratnya tulisannya kecil bongot
    “tapi masih lebih bagus daripada entri dulu masih banyak K.O di EYD-nya…”
    :=(D

    BalasHapus
  7. Halo Eneng Airi. Di sini Mbah Amut yang mengetik dan berkomentar.

    Langsung aja ya, mbah lagi kurang fit soalnya heheh.

    Perkara lakon, kalau dibandingkan ama lakon eneng di prelim, mbah harus akui kalau ada perkembangan.

    Cuma sayang euy, narasi lakonnyaacak-acakan. Mbah yang kurang fit jadi sulit konsentrasi pas bacanya, jadi pas di tengah-tengah suka hilang fokus terus lupa ini teh ceritanya ngapain.

    Tapi buat eneng Airi mah mbah rela baca ulang lagi sampe ngerti. Dan ternyata bagus juga lakonnya, penjiwaan karakter ama beberapa adegan berantemnya lumayan berkesan buat mbah. Terutama penjiwaan karakter sih.

    Tapi balik lagi, neng. Narasinya euy, eleuh-eleuh... nanti kalo tembus R2 mah omat yeuh, narasinya diperbaiki biar penjiwaan karakternya lebih oke.

    Tapi intinya mah, entri ini cukup menghibur mbah deh. Jadi nilai 7 mbah kasih buat neng Airi.

    TTD

    Mbah Amut

    BalasHapus
  8. As usual, saya masih ga ngeti kenapa kok narasimu berasa panjaaaaang banget tapi sebenere cuma ngecover sedikit banget porsi cerita. Mungkin karena kebiasaan bertele-tele, atau ada bagian yang sengaja kamu jelasin sejelas-jelasnya.

    saya suka gimana karakter di sini digambarkan. Good luck ya di R2.

    Nilai dari William A. Anderson : 8

    BalasHapus
  9. Pheeeww ceritanya panjang juga...

    Begini, saya ga pernah komentarin tentang penulisan karena saya sendiri masih sangat noob dalam hal itu... tapi satu hal yang saya tau dan saya sukai dalam sebuah tulisan adalah rapihnya kapital dan dialog.

    Diluar itu sih ceritanya ga masalah, masih asik untuk dibaca :D

    Kalau dimantapkan lebih lanjut lagi bisa 'lebih asik' lhoo entri nya padahal...

    Semangat ya! Nilai 7 dulu

    Wasalam
    Ganzo Rashura

    BalasHapus
  10. Seperti nama OC-nya mari kita airi entri ini dengan kesegaran.
    Sepertinya author cukup ngebut bikin entri ini karena ada kata-kata yang kurang huruf dan typo
    Tapi tidak apa2 toh punyaku juga tidak bisa sebaik ini.

    Nilai 8
    Penulis Dadakan / Arca

    BalasHapus
  11. uummhh.. gimana ya? alurnya bagus dan menarik.. tapi rasanya ada yang mengganjal gitu. narasinya terkesan nggak natural gitu.

    tapi yang kusuka dari entry ini adalah saat Lilia tidak sengaja mengigit lidahnya, airi lalu berkata sesuatu dan ditimpali yang lain..

    typo udah dijelasin di komen sebelumnya, dan saya masih mengerti perpindahan POV dari airi ke erica.

    well, nilai dari saya 7.
    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
  12. Cukup melelahkan juga untuk membaca sekian ribu kata namjn dipenuhi tupo. Tapi alurnya sudah terbentuk sih, cukuo terbangun juga, beserta dialog-dialohnya. Tapi ada beberapa dialog yang kadang2 menurutku lebih baik di-cut saja krn kurng relevan dengan alur... overall, saya maauh bejm ngerasa ada kesan yang kuat dari interaksi para karakter di sini, kecuali Serikda-Airi yang justru malah aaya suka dengan galaknya Serilda di sini. Goodjob for that

    Saran aja, kalau lolos, luangkan waktu lebih buat editing, terutama kalau bermaaalah di EYD dan typos seperti saya.

    Nilai 7.

    Rakai A
    OC Shade

    BalasHapus
  13. Entri ini sudah bagus, tapi kalau tulisannya dibuat lebih rapi pasti bakal makin enjoy buat dibaca.

    Fighting scene di entri ini cukup oke, tapi kayaknya bakal lebih enak kalau narasi ditambah. Sejauh yang saya baca, sehabis dialog selalu ditutupi dengan keterangan tambahan. Menurut saya sih lebih enak kasih dialog aja, abis itu bikin narasi tentang keadaannya.

    Karakter yang udah mati di sini bisa hidup lagi, poin ini buat saya ngurangin nilai cerita. Kalo kata seorang swordman berbaju hitam itu "a game where you can die is too easy" gitu.

    Nilai dari saya 7
    OC : Catherine Bloodsworth

    BalasHapus
  14. 6.
    I can't enjoy this entry.

    bacanya juga jadi aye skimming dengan lompat jauh beberapa paragraf.
    Belum lagi ada interaksi yang seharusnya ga perlu.

    btw, don't use that cursive font again.
    ga bisa dibaca ini....
    @_@

    oC: wamenodo Huang

    BalasHapus
  15. Hmm...

    Oke, saya benar-benar tersendat bacanya. Jumlah kesalahan (kapital, tanda baca, dan typo) dalam tulisan ini melebihi batas yang bisa saya tolerir.

    Kau boleh saja memperindah karyamu dengan font cursive dan kata-kata berbahasa asing, tapi menurutku akan lebih baik kalau kau memberi usaha lebih di bahasa Indonesianya dulu.

    Maaf, ini saya hanya bisa beri 6 poin.

    Asibikaashi

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.