Selasa, 26 Juli 2016

[ROUND 1 - 7F] 09 - ZEPHYR | IT'S JUST GOOD BUSSINESS

oleh : Denis Novendra


--IT'S JUST GOOD BUSSINES--


××--<>--××


"War is the Statesman's Game, the Priest's Delight, the Lawyer's jest,
,the Hired Assasin's Trade~"


-Percy Bisshe Shelley-


××--<>--××


First Bullet
||| /
...Victory Love Preparation...


Part 01


Beberapa saat setelah pertarungannya dengan RelaxingEnd, Zephyr didatangi oleh seorang mahluk? Dengan tubuh seorang anak kecil dan berkepala bantal yang mengatakan dirinya adalah seorang Reveriers dari sebuah pertandingan Multisemesta bernama Battle of Realms : Masterpiece of Reveriers.


Tentu, awalnya Zephyr tidak percaya. Apalagi saat sebagian besar pertanyannya tidak dijawab oleh gadis berkepal bantal itu yang hanya menjawab dengan : "Maaf kak, sebagian besar pertanyaan mu itu mengandung spoiler!" Heck, siapa yang tidak kesal dan bingung jika pertanyaan serius hanya dijawab enteng seperti itu.


Apalagi gadis yang mengaku bernama Ratu Huban itu juga memberi seekor Domba juga tanpa alasan yang jelas dan bilang itu adalah hadiah karena lolos babak seleksi.


Namun...


Zephyr segera menelan kembali semua perkataannya tentang Ratu Huban dan segala sesuatu yang dikatannya dalam - dalam.


Setelah dirinya tiba - tiba berpindah tempat ke dalam sebuah Aula raksasa dengan nuansa emas berkarpet merah mewah bludru yang dilihat dari desain dan benda - benda yang ada di dalamnya ia simpulkan adalah sebuah museum bersama dengan 66 orang lainnya yang juga nampak kebingungan akan apa yang terjadi.


Banyak sekali mahluk yang bisa dibilang fiksi dan tidak mungkin ada berada di Aula ini. Seperti seorang hybrid antara manusia dan hiu yang sekarang sedang menggelepar di lantai, sebuah robot cyclops, kakek - kakek berkepala naga, dan bahkan hantu yang terkenal dari negaranya, Pocong, juga ada di antara kerumuman itu.


Akan tetapi, manusia juga terlihat mendominasi di kerumunan. Ya.. meskipun kebanyakan dari mereka juga tidak dapat di kategorikan sebagai normal. Setidaknya mereka masih bisa disebut sebagai manusia jika dilihat dari sampulnya.


Suara riuh rendah memenuhi Aula, kebanyakan adalah suara frustasi para Reveriers yang merasa telah diculik dan tanpa penjelasan apapun di bawa ke alam antah berantah oleh seorang gadis kecil berkepala bantal dan dua orang lainnya.


Apa ini? Museum? Gila besar sekali! Bahkan Ronggo Warsito Museum di E.O tidak sebesar ini. Dan lagi apa - apaan dengan kerumunan ini? Aku sedang tidak berada di E.O, kan? Gumamnya dalam hati sambil melihat sekeliling dan kemudian memilih menyingkir dari kerumunan lalu duduk di sebuah kursi panjang di pojok Aula yang kelihatannya diperuntukan bagi pengunjung.


Sepertinya gadis berkepala bantal itu benar - benar membawaku ke dalam sesuatu yang besar.


Mata di balik Google Falantnya mendelik, begitu juga keringat dingin yang tanpa ia sadari mulai mengalir di seluruh tubuhnya saat melihat bagian langit - langit museum yang berbentuk kubah dimana ada 66 lukisan yang tertempel disana. Bukan cuma sekedar lukisan biasa, tapi lukisan yang menggambarkan pertarungan tiap peserta saat babak penyisihan tadi.


Tanpa basa - basi Zephyr segera beranjak dari tempat duduknya untuk mencari lukisan manakah yang menggambarkan dirinya sama seperti semua orang di kerumunan tadi.


Dan dia pun menemukannya, sebuah lukisan berbingkai emas dimana di dalamnya terdapat gambar Zephyr yang sedang menembak RelaxingEnd tepat di kepala.


"Apa - apaan ini!?.." hanya itu kata yang terucap keluar dari mulutnya sebelum sebuah tepukan tangan ringan terdengar dari arah balkon yang cukup keras untuk membuat semua orang di Aula menatap balkon itu.


"..sebenarnya kemana aku telah dibawa!?!?"


Disana, berdiri tiga orang sosok yaitu seorang pria dengan pakaian ala Mafia, seorang wanita cantik berpakaian ala prajurit kuno Roma, dan tentu saja sosok yang tidak asing bagi selurh Reveriers disini. Gadis kecil berkepala bantal dengan nama Ratu Huban.


"Bagaiamana? Apa kalian menyukai lukisan - lukisan ini, Reveriers?" Si pria berpakaian Mafia membuka pembicaraan, "Yah, walaupun semuanya adalah karya yang indah. Tetapi belum mencapai level untuk menjadi sebuah mahakarya. Dan bagi kalian semua... selamat datang di Museum Semesta!!! Tempat dimana karya terbaik dari seluruh semesta, dunia, dan dimensi disimpan dengan rapi dan indah.."


Museum Semesta?


"..omong - omong, namaku adalah Zainurma sang Kurator. Dan wanita jutek di sebelahku ini adalah Mirabelle sang Dewi Konservasi. Kemudian mahluk ini adalah-."


"Halo semuanya!!~ aku Ratu Huban!~ salam kenal!!!~"


Sebelum si pria, Zainurma, selesai memperkenalkan mereka bertiga. Ratu Huban dengan girang dan melompat ke pembatas balkon memotongnya sambil melambaikan tangannya ke arah 66 Reveriers yang menatapnya penuh kebingungan.


Tanpa belaa kasih Zainurma menendang Ratu Huban hingga ia terpeleset dari pembatas balkon dan jatuh ke Aula, "Maaf atas gangguan kecil tadi, seperti yang kalian tahu. Kalian adalah enam puluh satu Reveriers terpilih yang lolos ke babak selanjutnya. Oleh karena itu... saya ucapkan selamat datang... dalam Battle of Realms~ Masterpiece of Reveriers!!.."


Sambut Zainurma seraya merentangkan kedua tangannya lebar - lebar. Umumnya, setelah adegan seperti ini seluruh ruangan akan dipenuhi oleh suara tepuk tangan dan teriakan peserta. Akan tetapi, yang menyambutnya sekarang hanyalah kesunyian dan tatapan aneh dari para Reveriers.


"Enam puluh satu? Berarti lima dari kita !?!-.."


"Museum semesta?! Oi oi oi yang benar saja jangan bercanda kau!? Tempat apa ini sebenarnya?"


"Sebenarnya apa tujuanmu membawa kami kemari? Cepat katakan kalian berdua!!.."


Mendengar sahutan pertanyaan - pertanyaan yang mulai muncul dari para Reveriers, sang Dewi Konservasi, Mirabelle, melangkah maju, "Akan kujawab pertanyaan kalian," katanya dengan suara yang sangat lantang untuk ukuran wanita anggun sepertinya.


"..benar kalian sedang berada di dalam Museum Semesta, kalian yang memiliki mimpi dan ingin menciptakan atau mencapai mahakarya kalian. Telah dipanggil oleh Sang Kehendak untuk bersaing dalam mendapatkannya. Maka dari itu, jadilah kuat dan berjuanglah sekuat tenaga dalam menggapai Mahakarya kalian."


"Dan untuk lima orang yang tidak beruntung, sayang sekali karya kalian terlampau jelek untuk terus bertanding. Maka atas perintah dari Sang Kehendak..."


Zainurma dan Mirabelle memalingkan wajah mereka dari kerumunan di depan mereka dan seketika itu juga teriakan pilu penuh kesakitan terdengar dari lima orang yang tiba - tiba membentuk posisi seperti sedang dicengkram tangan raksasa dengan sangat kuat.


Astaga... hanya itu yang dapat Zephyr ungkapan dalam hati.


Saat salah seorang Reverier yang berdiri tidak jauh darinya tiba - tiba berubah menjadi sebuah tembikar dengan bentuk dan motif yang sangat buruk. Jadi sekarang, telah ada 5 guci jelek yang tiba - tiba berpindah ke tempat Zainurma dan Mirabelle.


"A-apaan tuh?! Napa tuh orang bisa jadi guci!?"


"Kalian berdua... apa yang kalian lakukan?! Pada mereka ayo jawab!!"


Tanya seorang gadis berkaca mata dan gadis yang anehnya memiliki tentakel di beberapa bagian tubuhnya dimana gadis bertentakel terlihat ingin menyerang Mirabelle dan Zainurma.


Zephyr yang juga penasaran sekaligus ngeri juga ingin menanyakan hal yang sama, tetapi bukannya jawaban yang dirinha dapat. Melainkan sebuah shock wave yang keluar dari tombak Mirabelle yang membuat semua orang di Aula jatuh tersungkur.


Mereka berdua terlihat acuh melihat gadis bertentakel tadi menatap mereka dengan tajam dan kemudian seperti menghela nafas, "Tidak ada yang bisa kami lakukan, itu tadi adalah perintah dari Sang Kehendak. Kami juga sama tidak berdayanya dengan kalian.."


Mereka semua terdiam seperti layaknya orang pasrah yang telah menerima kematiannya. Namun, tiba - tiba Zephyr berdiri diantara kerumunan itu dan menatap lekat - lekat Zainurma dan Mirabelle, "Dengan kata lain, kami harus menang untuk mendapat mahakarya dan keluar dari alam ini. Dan jika kami kalah, kami harus menjadi dari properti museum ini untuk selamanya. Benar begitu?"


"Yak! Seratus untuk nak Zephyr! Untuk seorang karakter game ternyata kau cukup pandai ya."


Ngajak berantem om!?


"Maka dari itu, berjuanglah dengan keras dan jangan kalah... dan sekarang, waktunya kalian kembali ke dalam Bingaki Mimpi kalian masing - masing untuk menunggu kabar soal pertempuran selanjutnya.. Ratu Huban akan mengantar kalian, kalau begitu kami undur diri. Kami harus meletakkan tembikar - tembikar ini ke tempatnya. Para Reverier... Selamat berjuang.." tutup Mirabelle yang kemudian segera berlalu bersama Zainurma seraya membawa tembikar - tembikar itu.


Beberapa detik kemudian portal mulai muncul di depan masing - masing Reverier dan Ratu Huban terlihat menendang mereka satu persatu ke dalam portal.


"Ayo cepat - cepat!~ kasihan domba - domba kalian terlalu menunggu di dalam bingkai mimpi!~ "


Satu demi satu merekapun menghilang dari dalam Aula, begitu juga Zephyr yang juga ditendang masuk ke dalam portal oleh Ratu Huban.


Part 02


Setelah Zephyr kembali ke bingkai mimpi miliknya, post-apocalyptic Semarang City. Zephyr segera mempersiapkan semua yang ia punya mulai dari senjata dan amunisinya. Mengingat disini ia tak bisa membuka item yang ada di inventorynya. Maka dirinya harus berjuang dengan apa yang ia miliki saat ini.


Cuma perasaanku saja atau memang langitnya menjadi lebih gelap dari sebelumnya? Ah biarlah.


"Stampade dan Jackal, serta masing - masing enam magazin untuk mereka berdua, pisau pemburuku, dan... itu saja? Cih! Merepotkan sekali. Kenapa RelaxingEnd tidak menjatuhkan semua itemnya sebelum dia menghilang dari sini?"


Zephyr memandangi senjata yang ia miliki saat ini sambil duduk di depan landmark Semarang City, Tugu Muda Statue. Dirinya resah, biasanya untuk melakukan sebuah misi ia selalu membawa persiapan yang cukup. Mulai dari item untuk heal seperti Health Potion hingga item yang digunakan jika keadaan terdesak seperti Flash Bomb atau semacamnya.


Ditambah sepertinya aku juga belum bisa menggunakan semua skillku, setelah pertarungan denga serigala sialan itu aku jadi lupa bagaimana caranya bertatung dengan skill ku. Semoga aku bisa menggunakan setidaknya satu skill disaat pertempuran nanti.


Semenjak masuk ke dalam bingkai mimpi, sebagian besar fitur virtual asli dari game ELYSIUM ONLINE sudah mulai menghilang, ya.. meskipun ini sebenarnya adalah The Locker atau tempat para player yang mati menerima pinalti. Tetap saja Zephyr kehilangan kemampuan untuk mengakses semu item dalam Inventory miliknya dan juga kemampuan untuk memanggil konsol dan melihat HP Bar miliknya. Akan tetapi, statusnya sebagai karakter dari game masih tetap tidak berubah sehingga memungkinkan Zephyr untuk dapat menggunakan item - item yang ia dapat atau temukan.


Mau bagaimana lagi... semoga di tempat selanjutnya aku bisa berimprovisasi dan mendapatkan item - item yang kubutuhkan.


"Mbeeee~.."


"Hm? Ada apa Domba? Sudah jangan menggangguku dulu."


"Mbeeeee!!~.."


"Sudah sana menyingkir."


"MBEEEE!!!~..."


Tanpa peringatan apapun, domba pemberian Ratu huban menelan kedua pistol kesayangan Zephyr begitu saja. Tentu saja dirinya tak tinggal diam, dengan segera ia memposisikan domba itu dengan kepala di bawah dan langsung mengguncangnya.


"He?!!!!-.. KAMBING SIALAN APA YANG KAU LAKUKAN!???? CEPAT MUNTAHKAN PISTOLKU AYO CEPAT MUNTAHKAN!!!!" Hardik Zephyr dalam amarah seraya tanpa ampun terus mengguncang domba itu.


"Mbeee- mbeee- mbee- mbbweekkkk!!!!~.."


"Jika kau berani menelan pistolku lagi akan kupastikan hal terakhir yang akan kau lihat adalah dirimu sendiri yang sedang kumasak!!!"


Setelah 5 menit menggoyang - goyang dan mengguncang tubuh si domba. Kedua pistol Zephyr pun keluar dari mulutnya dan jatuh ketanah. Dan bukan cuma itu saja, kedua pistol itu sekarang juga di selimuti glitter warna - warni dan cairan kental seperti gulali yang merupakan kelenjar alami si domba.


Dengan kesal dan menggerutu Zephyr pun terpaksa membongkar dan membersihkannya dengan seksama sampai bagian terkecil dari sisa - sisa glitter dan gulali tadi. Pengetahuannya yang luas akan pistol membuat kegiatan bongkar / pasang seperti ini hanya seperti bersepeda di taman dengan mata tertutup.


"Hufftt~... ambil sisi positifnya Zephyr. Mungkin ini pertanda dari atas untukmu agar segera mengecek Stampade dan Jackal," ucap Zephyr pada dirinya sendiri.


"...dan untukmu domba, apa kau tidak pernah dengar sebuah quotes : victory love preparation? Kalau pernah jangan pernah menggangguku saat sedang bersiap - siap seperti ini lagi. LAGI."


Tambah Zephyr tanpa menatap si domba yang sekarang sedang terkapar lesu karena pusing setelah diguncang - guncang tanpa ampun oleh Zephyr.


Beberapa menit berlalu, dan Zephyr pun selesai melakukan persiapan. Kedua pistolnya sedang dalam kondisi prima ditambah magazin yang telah penuh terisi peluru dan pisau pemburu miliknya yang telah diasah. Memang ini bukanlah starter pack terbaiknya dalam melakukan sebuah quest, tapi setidaknya itu cukup jika untuk sekarang sebelum ia mampu mendapat item - item lainnya.


Dan bersamaan dengan itu juga, muncu sebuah pop-up tepat di depan tempat Zephyr berdiri bertuliskan 'New Quest' . Melihat hal itu entah kenapa mata Zephyr berbinar, dan tanpa pikir panjang langsung mengetuk pop-up itu dengan telunjuknya yang langsung membuka sebuah informasi panjang layaknya deskripsi dari sebuah quest dalam game.


Dengan mata masih berbinar - binar Zephyr membaca deskripsi quest itu dengan seksama sambil tersenyum/menyeringai? Mata di balik google falant yang ia kenakan pun penuh akan gairah seperti predator yang telah menemukan mangsanya.


"Hehehe... menarik, benar - benar menarik. Jika quest ini benar - benar di tempat seperti itu, maka akan ada banyak sekali yang bisa kudapatkan," matanya masih belum teralih dari gambar yang menyertai deskripsi tersebut, "Kau.. domba kecil, tunggu saja baik - baik disini. Aku tidak ingin kau menggangguku saat aku bekerja. Jika memang sudah saatnya nanti, kau akan kubawa. Mungkin."


Selang beberapa detik, si Domba kembali mengembik. Tapi kali ini bukan embikan tanpa arti, melainkan untuk membuka sebuah portal. Portal yang akan menjadi pintu masuk ke dalam Realm dimana pertandingan selanjutnya akan berlangsung.


"Baiklah Domba kecil, akan kutunjukan padamu.." Zephyr memasukan magazin ke kedua pistolnya dan menyarungkannya di holster yang menggantung di balik jasnya, "...bahwa persiapan yang matang.." Kemudian memasukan pisau pemburunya yang ada di bagian belakang ikat pinggangnya, "..akan membawa kemenangan," terakhir, ia memasukan semua magazin cadangannya ke kantong rahasia yang berada di balik jasnya.


Setelah semua persiapan selesai, dengan langkah kaki yang mantap Zephyr segera melangkah ke dalam portal tersebut dan dirinya segera disambut cahaya putih yang menyilaukan mata mulai menyelimuti dirinya.


Part 03


Di Bingkai Mimpi lain pun, Domba - Domba yang diberikan Ratu Huban juga telah membuka portal untuk menuju ke tempat pertempuran berikutnya, pertempuran dengan skala yang jauh lebih besar dari babak penyisihan sebelumnya.


Tentu saja, ada Reveriers lainnya yang akan ikut masuk ke dalam Artless Country, seperti seorang remaja dengan rambut tiga warna yang menarik, manusia dengan tubuh separuh wanita dan separuh pria, seseorang dengan gender tidak jelas yang mengenakan jas laboratorium, dan seorang dengan gender yang bisa berganti?.


Bersama, mereka masuk ke dalam portal yang dibuka sang Domba. Dan akan menjadi penentu besar tentang sisi manakah yang akan memenangkan pertenpuran.


Dan sekarang...


Setelah cahaya yang menyelimutinya menghilang, Zephyr langsung disambut cahaya yang lebih terang tetapi bukan cahaya dewa seperti tadi. Melainkan cahaya matahari yang menerobos awan - awan mendung yang menghiasi langit negeri ini. Sinar matahari nampaknya baru saja naik dari ufuk timur membuat Zephyr menduga dirinya tiba di negeri ini hanya beberapa jam setelah matahari terbit.


Sinar ini tentu saja membuat matanya sakit, karena setelah berada di depan yang sangat hitam eh maksudnya gelap. Melihat matahari langsung seperti ini sama saja seperti tidur dengan lampu padam dan tiba - tiba seseorang menyorotkan lampu ke matamu! Iya matamu!.


Oleh karena itu, dengan bagian depan topinya ia langsung menutupi wajahnya dan memeriksa keadaan sekitar.


Dan kemudian matanyapun membulat, saat ia sadar dirinya tengah berada di halaman sebuah rumah kosong yang hampir rubuh. Tak berselang lama ia juga sadar, bahwa dirinya juga sedang dikelilingi sekompi pasukan militer dengan semua senjata mereka mengarah kepadanya.


"T-tunggu dulu! Aku bisa jelaskan apa yang terjadi jadi bisakah kalian-.."


"Diam! Siapa kau?! Kenapa kau bisa muncul disini dengan tiba - tiba?" Tanya salah seorang tentara.


"S-sabar tuan - tuan, aku yakin kita bisa membicarakannya secara damai," Zephyr mengangkat kedua tangannya dengan niat menunjukan bahwa dirinya tidak berbahaya. Tapi...


"Pistol! Dia membawa senjata!! Bajingan, siapa kau sebenarnya?!" Itulah reaksi para tentara yang secara tidak sengaja, melihat Stampade dan Jackal milik Zephyr di pinggangnya.


S-sial, aku lupa mengancingkan jasku kembali!.. rutuk Zephyr dalam hati seraya melihat seseorang yang baru saja datang dan mendekati dirinya.


Seseorang itu adalah seorang perempuan yang mengenakan pakaian militer yang nampaknya adalah petinggi mereka karena seragam yang ia kenakan berbeda dari prajurit yang sekarang menodongnya.


Perempuan itu bisa dibilang menarik, karena dengan tinggi yang bahkan hampir menyamai Zephyr dan rambut hitam diikat model ponytail dengan sebuah pistol tergantung di pingganngnya. Membuatnya tampak elegan dan garang di saat yang bersamaan. Setidaklah itu pendapat Zephyr padanya.


"A-ah kau pemimpin mereka, kan? Kalau begitu aku mau bilang bahwa ak-uuughhhhh!!!??!!!~"


"Tidak sopan! Apa kau tau dengan siapa kau berbicara?!"


Tanpa peringatan apapun tinju perempuan itu menghantam lambung Zephyr dengan keras dan membuatnya berlutut di tanah sambil memegangi perutnya. Ia bahkan tidak menyangka, perempuan itu memiliki kekuatan sebesar ini.


Gawat! Aku harus kabur dari sini terlebih dahulu! Tapi bagaimana caranya?... untuk sesaat ia berpikir, dan sesaat kemudian.. aku tau! Aku tinggal menggunakan Stealth Walk untuk pergi dari sini!


Ia pun perlahan berdiri dan bersiap untuk bergerak, "Stealth... W-Walk?" Akan tetapi tidak ada yang terjadi. Membuat semua orang yang mengepungnya kebingungan akan apa yang ia lakukan terutama sang Komandan yang malah merasa di lecehkan, "K-kenapa... kenapa skillku tidak bekerja?.."


"Skill skill apanya yang skill!!!!!.." dengan seluruh tenaganya sang Komandan melayangkan sebuah uppercut ke dagu Zephyr. Yang langsung membuatnya tak sadarkan diri.


Dibuat pingsan oleh seorang wanita. Yeah, ini bukanlah awal yang baik. Sialan. Ucapnya dalam hati sebelum ia kehilangan kesadaran sepenuhnya.


"Cih! Masukan dia ke mobil, aku akan membawanya untuk bertemu Jenderal Vanart."


"Baik! Tapi apakah tidak apa - apa membiarkan orang asing bertemu Jenderal?"


"Tenang saja, ini adalah perintah langsung dari atasan dan bukankah seharusnya kau juga sudah tahu tentang hal semacam ini? Tapi sebelum itu, berikan senjatanya padaku. Sepertinya orang ini punya senjata yang bagus."


Perintah sang Komandan pada salah satu tentara sembari melihat Zephyr yang sedang di masukan ke dalam sebuah mobil jip.


Part 04


Di tempat lain, diseluruh penjuru negeri ini...


Para Reveriers lain juga telah tiba dan memulai langkah mereka masing - masing.


Dan walau melangkah melewati portal pada waktu yang sama di Alam Mimpi, mereka tetap sampai di tempat berlangsungnya pertempuran di waktu atau bahkan hari yang tidak sama.


Seperti saat ini, 12 jam setelah seorang Reverier berpakaian ala mafia dan bertopi koboi tiba, perempuan yang nampaknya hanya seperti perempuan polos biasa. Bersembunyi di sebuah gang sepi dan tidak beranjak dari sana setelah tiba ke alam ini. Sebenarnya ingin rasanya ia beranjak pergi, tapi keberadaan militer yang masih bolak - balik di area itu membuat nyalinya ciut. Ia merasa bahwa melangkah sedikit saja dari sini maka akan ada sniper yang langsung menembak kepalanya.


"Bagaimana ini... aku harus bergerak, ta-tapi.. militernya banyak sekali dan mereka nampaknya juga jahat," gumamnya saat melihat para militer itu menggeledah rumah - rumah warga seperti mencari sesuatu.


"Jika aku bergerak aku akan... t-tapi jika aku tidak bergerak.. aku tidak akan menyelesaikan ronde ini, ta-tapi!-.."


"Kau ini terlalu banyak tapi - tapian, Na! Jika kau takut, biarkan aku yang mengurusnya dan kau tidur saja sana!"


Suara seorang pria menggema dalam pikiran perempuan itu, Na. Suara yang sudah sangat ia kenal siapa pemiliknya.


"T-tidak! Aku pasti bisa! H-hanya seperti ini saja aku pasti bisa, jadi kau jangan khawatir, Fa!"


Balas Na pada suara itu, atau lebih tepatnya sosok lain dari dirinya. Seorang laki - laki berusia 24 tahun dan sekaligus sisi kasar dan keras dari Na yang halus dan rapuh, Fa.


"Arrghh!! Tidak ada waktu untuk berdebat jika kau tidak cepat-.."


"Ada apa Fa? Tidak biasanya kau berhenti di tengah kalimat ketika marah?"


Fa tidak menggubrisnya, akan tetapi Na juga akan segera tahu alasan Fa terdiam. Karena saat ia mendongakkan kepalanya. Sesuatu-.. tidak, lebih tepatnya seorang laki - laki tiba - tiba terjatuh dari lantai 3 sebuah bangunan dan mendarat tepat di dalam sebuah tempat sampah.


Berkat itu juga suara yang sangat keras muncul dan tentu menarik para tentara yang sedang patroli untuk memeriksa tempat sumber suara itu.


"Ah.. anoo.. apa kau baik - baik saja?" Tanyanya pada laki - laki itu, dilihat dari penampilannya dia juga bukanlah orang biasa. Ya maksudnya mana ada orang biasa yang memiliki rambut dengan 3 warna dan membawa 2 pedang kembar? Apalagi di negeri berpenjagaan ketat seperti ini.


"Tentu saja aku tidak baik - baik saja! Terima kasih telah bertanya!" Bentak laki - laki itu sembari mencoba keluar dari tempat sampah.


"..sialan kau domba!? Membuka portal di tempat seperti ini, saat kembali akan ku-.."


Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, dirinya keburu di dorong oleh Na yang langsung membuat mereka berdua tersungkur di tanah. Awalnya ia kaget dan kesal, namun setelah mendengar beberapa suara tembakan. Laki - laki itu sadar bahwa mereka berdua sedang ditembaki oleh seseorang.


"Cih! Belum apa - apa sudah main serang saja! Sebenarnya ada dengan tempat ini?!!!"


"S-sebaiknya kita berlindung dulu!"


"Berlindung? Yang benar saja dia kan cuma... sendirian. Sial."


Dengan tampang lesu ia melihat ke selusin tentara yang sudah mengacungkan senapannya ke arah mereka dan siap menembak.


××--<>--××


Second Bullet
|| /
...Choose Your Side...
 
("-Salam kenal... nama saya adalah Zeta...-")


Part 01


Diktator... mau di dunia manapun juga, sepertinya praktik kepemimpinan dibawah tirani ini sepertinya benar - benar populer. Tipe pemerintaha dimana sang Pemimpin memerintah secara otoriter atau tirani yang dibarengi dengan intimidasi menggunakan kekerasan. Dan tentu saja, dimana ada tirani, selalu ada beberapa orang pemberani atau bodoh? Yang menolak rezim sang Diktator walaupun mereka tahu yang mereka lakukan tidak dapat berarti banyak atau malah tidak berarti apapun.


Lalu disinilah para Reveriers harus menentukan sisi mana yang akan mereka pilih. Menerima rezim sang diktator, atau melawan dengan kepustus - asaan bersama sang pemberontak..


D-dimana aku? Kenapa gelap? Apa aku sudah mati? J-jangan diriku sudah berubah jadi guci!?..


"Kolonel, bukankah seharusnya pihak pemberontak itu sudah kalah? Kita sudah mengeksekusi Harun. Pemimpin mereka, bukan?"


Pemberontak?... Harun?...


"Jangan bodoh! Apa kau pikir mereka akan menyerah begitu saja? Nyatanya komik - komik itu masih saja beredar di kalangan masyarakat dan bahkan hingga masuk ke dalam Istana! Itu artunya mereka belum menyerah."


Ah, benar juga... aku dikalahkan oleh seorang wanita dan ditangkan militer, menyedihkan.


"B-baiklah aku mengerti, lalu apa yang akan kita lakukan pada orang ini? Membunuh lalu membuangnya?"


He? Jangan bercanda!? Aku tidak boleh mati sebelum mendapatkan sesuatu dari tempat ini!!


"Tidak, Jenderal Vanart ingin bertemu dengannya. Sepertinya beliau ingin tau, bagaimana ia bisa masuk ke negeri ini padahal militer kita menjaga semua pintu masuk dan keluar dengan sangat ketat.."


Dan setelah itulah, Zephyr dapat kembali melihat saat kain hitam yang digunakan untuk menutup matanya terbuka. Membuat dirinya dapat melihat keadaan kota dari dalam mobil jip yang membawanya.


Matanya membulat, saat yang ia lihat adalah kejadian yang pernah ia lihat dalam cutscene sebuah game FPS retro yang pernah ia mainkan dulu.


I-ini!? Bukankah seperti cutscene dari game Modern Warfare? Batinnya sembari terus melihat para tentara menyisir setiap rumah yang dilaluinya dan menghancurkan semua benda - benda yang berhubungan dengan seni dan bahkan tak segan mengeksekusi warga yang melawan dengan tembak di tempat.


Mau itu perempuan atau laki - laki, tua ataupun muda, atau bahkan seorang anak kecil yang memegang pensil warna. Tanpa ampun prajurit - prajurit itu menembakan senapan mereka.


Nama Artless Country... benar - benar cocok dengan negeri ini.


..aneh, harusnya aku merasa mual dan jijik jika melihat hal - hal seperti itu. Nampaknya persona milik Zephyr telah benar - benar mendominasiku sekarang. Teh... tu-tunggu dulu!!?? Jika ini benar mengikuti pattern di cutscene itu, bukankah artinya aku akan mati?!..


Saat itulah, jantung Zephyr mulai berdegup dengan kencang ditambah keringat dingin yang mulai mengalir di pelipisnya.
Tentu saja ia tak hanya diam saja, namun setelah beberapa kali mencoba menggerakan tangan. Tangannya telah terborgol satu sama lain di belakang punggung. Membuatnya tak dapat berbuat banyak.
"Ada apa? Apa ada ular masuk ke celanamu?" Sahut si prajurit perempuan yang melihat gelagat aneh Zephyr dari rear-view mirror dengan alis terangkat sebelah.


"Tanpa ada ular masuk ke celanaku, di dalam sana sudah ada anaconda yang bersarang kau tau?" Balas Zephyr ketus.


"Anaconda? Jangan bercanda, memanggil ulat bulu seperti itu dengan anaconda. Apa kau melihat adik-mu itu dengan kaca pembesar? Hahaha!~" ejek dan tawa sang prajurit wanita yanh bahkan juga membuat si pengemudi terkekeh geli.


"Bangsat... eh tunggu?! Hoi kau! Apa kau melihat pistolku?! Dimana pistolku!?"


"Oh ini? Aku membawanya. Yeah, meskipun kau payah sepertinya seleramu dalam senjata bagus juga."


Pertanyaan Zephyr hanya dijawab dengan nada santai sambil memutar - mutar pistol iti di telunjuknhya. Saat itu juga ekspresi Zephyr berubah, meskipun si pengemudi dan prajurit wanita tak dapat melihatnya. Itu tak dapat mempungkiri ekspresi yang muncul dari balik Google Falant dan Scarf Zephyr.


Hehehe~.. boleh juga, setelah aku sampai. Akan kubuat kau menyesal karena telah menyentuh barang - barangku.


"Hey, jika kau tidak mengembalikan pistol itu.." Zephyr menatap balik si prajurit wanita melalui rear-view mirror, "..akan kupastikan itu adalah benda terakhir yang kau sentuh dengan jarimu."


Sebenarnya sang Prajurit wanita ingin menjawab perkataan Zephyr. Tetapi saat ia melihat arah tatapan Zephyr, lehernya serasa tercekat dan sulit mengeluarkan kata - kata dan memilih membuang muka dan meludah keluar jendela.


Akan kutunjukan pada orang - orang sok kuat seperti kalian.. kematian itu lebih dekat dari pada yang kalian kira.. batinnya dengan bibirnya mulai membentuk senyum kecil dan menjurus ke sebuah seringai.


Part 02


Ada yang pernah bilang, bahwa medan pertempuran adalah tempat yang penuh ketidak pastian. Karena, 1 menit pertama mungkin kau bisa menjadi pemenang, akan tetapi 1 detik kemudian... kau juga bisa langsung jatuh ke dalam kekalahan..


Seperti saat ini, keadaan benar - benar terbalik dimana sebelumnya FaNa dan pria berambut belang itu sedang dalam todongan senjata, dan sekarang mereka berdua tengah berdiri di tengah tubuh para tentara yang tergeletak di tanah dengan bersimbah darah alias mati.


"Padahal sudah kubilang jika mereka menyerah mereka tidak akan mati.. dasar keras kepala."


"K-k-k-kenapa kau membunuh mereka semua?! Kau benar - benar jahat!"


"EEEHHH!!! Apa kau tidak lihat bahwa aku baru saja menyelamatkan nyawa kita?!!"


Yeah, jika seperti ini kalian pasti tidak mengerti apa yang terjadi. Jadi, bagaimana kalau kita sedikit flashback kebelakang sebelum perdebatan ini terjadi?


5 menit sebelumnya..


"S-sebaiknya kita berlindung dulu!"


"Berlindung? Yang benar saja dia kan cuma... sendirian. Sial."


Dengan tampang lesu ia melihat ke selusin tentara yang sudah mengacungkan senapannya ke arah mereka dan siap menembak.


"Cih, andai saja ada jeda waktu agar bisa menyerang mereka..." ia melengos ke arah FaNa yang malah sudah terlihat meringkuk pasrah di tanah, "..hoi! Apa kau tidak punya kemampuan untuk memberi kita jeda waktu untuk lolos? Kau juga peserta turnamen itu, kan?!"


Pertanyaan itu langsung membuat Na dan Fa yang berada dalam pikiran Na sadar dan teringat. Bahwa mereka Fa dan Na adalah seorang Reveriers dalam satu tubuh yang memiliki kemampuan di luar manusia biasa. Dan selang beberapa detik kemudian...


"Aku tidak ingin kalah dan menjadi guci di Museum Semesta! Aku masih ingin bermimpi. Bermimpi untuk mendapatkan mahakarya yang selama ini kami impikan!.."


"N-Na apa yang kau lakukan!? Jangan berdiri dulu dasar kau bodoh! Cepat menunduk!" Perintah Fa dari dalam pikiran Na yang tak diindahkan oleh gadis itu.


"K-kau.."


"Tolong tutup matamu sebentar... Illuminate!!" Na menyerukan suaranya dan bersamaan dengan itu sebuah Dream Catcher raksasa berwarna emas muncul di punggungnya.


Sinar yang mungkin terangnya berjuta - juta candela Muncul dari tubuh Na dan membutakan semua tentara yang melihat cahaya itu. Selang beberapa saat, para tentara mulai menjahtukan senjata mereka dan seperti orang gila mulai memegangi mata mereka masing - masing yang sekarang serasa tengah terbakar.


Sang pengguna pedang membuka matanya, dan setelah melihat musuh yang tengah lengah. Tanpa basa - basi ia menerjang ke tengah dan seperti seorang ballerina ia menari diantara nereka menggunakan kedua pedangnya.


"Ma-mataku!!!???... Aarrggghh!!???"


"D-dimana? Dimana dia-Uaargggghh!!?!?!?!"


"Tembak! Tembak!! Sial mataku tak bisa melihat!?!"


Satu demi satu mereka berjatuhan ketanah sambil bersimbah darah hingga akhirnya tak ada satupun dari mereka yang tersisa.


Dan begitulah, awal mula kejadian ini terjadi. Kemudian sekarang...


"..namaku Kuro, Kuro Godwill. Dan kau siapa namamu?" Tanya pria itu sembari berjalan menuju ke dua kendaran pengangkut prajurit yang terhenti di tengah jalan. Mencoba memeriksa apakah masih ada orang yang tersisa.


"N-Na.." jawab Na pelan dan dengan hati - hati berjalan jinjit agar tak menginjak mayat para tentara tadi.


"Na? Cuma Na saja? Baiklah terserah. Sepertinya kita baru saja menyingkirkan tentara yang harusnya mengirimkan mereka ke suatu tempat."


Kuro membuka pintu belakang salah satu truk kendaraan itu dan mendapati dua orang yang tengah terikat dengan kondisi babak belur. Satu adalah seorang wanita berambut coklat yang diikat ponytail. Dan satunya adalah pria berambut biru acak - acakan dan mengenakan kemeja biru.


"Apa kalian cuma akan berdiri disana? Atau bantu melepaskan ikatan ini?" Kata si pemuda berkemeja biru sembari menunjukan ikatan yang menyatukan kedua tangannya.


Part 03


Suara langkah kaki dari sepatu vantouvel dan boot menggema ke seluruh lorong itu. Lorong indah bak istana di negeri dongeng yang seluruhnya terbuat dari marmer dan pualam dengan berbagai furnitur dan hiasan yang memiliki nuansa emas atau bahkan memang terbuat dari emas. Meskipun begitu, tidak ada satupun lukisan, atau patung di dalam bangunan ini. Bahkan patung dan lukisan dari si pemilik, Lord General Vanart. Tidak terlihat dimanapun.


Dengan mata sayu Zephyr menyusuri lorong ini dengan pengawal di setiap sisinya. Membuatnya terlihat seperti seorang tamu kehormatan dari negeri lain. Bahkan sesekali tubuh Zephyr limbung dan menubruk para pengawalnya.


"Ah maaf, aku tidak sengaja." Untuk kesekian kalian Zephyr meminta maaf karena berjalan dengan limbung, dan kali ini menubruk tubuh si prajurit wanita yang mengambil pistolnya itu.


"Jalan yang benar! Jika sekali saja kau menubrukku akan kubunuh kau!" Ancamnya sambil medorong tubuh Zephyr dengan kasar.


"Membunuh? Ahahaha pinggangku terbang~.. aku takut sekali."


Ejek Zephyr padanya, akan tetapi karena mereka telah sampai di depan ruangan Lord General Vanart. Perempuan itu menahan diri agar tidak menghajar Zephyr, setidaknya sebelum diperintahkan oleh Lord Vanart.


Pintu besar itu pun terbuka, dan memperlihatkan seorang pria paruh baya dengan pakaian petinggi militer dan topi baret. Sedang menatap keluar jendela, dan bukan hanya itu saja, mata Zephyr juga tertuju pada pedang yang tergantung di pinggang kanan dan sebuah pistol di paha kirinya.


"Lapor! Jenderal Vanart! Saya Kolonel Irina Sneijder membawa seorang penysup yang tertangkap di kota!"


Wajahnya?!! General Morden dari Metal Slug! Pikir Zephyr seketika saat melihat secara langsung pemimpin negeri ini. Lord General Vanart. Kuharap dia tak memiliki bazooka seperti dalam game.


"Lagi? Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini?" Sahut Lord Vanart dengan intonasi yang sangat dalam dan tegas.


"Iya Jenderal, dan sama seperti sebelumnya. Orang ini juga muncul secara tiba - tiba entah dari mana."


"Hmmm, kau, bocah. Siapa kau? Dari mana asalmu? Kenapa kau bisa masuk ke negeriku begitu saja?"


Tanya Lord Vanart tanpa berpaling untuk melihat orang yang sedang diajaknya bicara.


"Siapa aku? Dari mana aku? Heh, saya beritahupun kalian pasti tidak akan percaya.."


Timpal Zephyr terhadap pertanyaan Lord Vanart yang langsung dihadiahi pukulan di perut oleh Kolonel Irina dengan keras hingga membuat Zephyr berlutut di lantai sambil mengerang kesakitan.


Irina kembali mengangkat tinjunya, "Kau! Beraninya kau bicara begitu pada Jenderal!!" Sebuah pukulan kembali di lepaskan namun sebelum kepalan tangan itu mengenai sasarannya, Zephyr memiringkan kepalanya beberapa derajat ke kiri sehingga pukulan Irina meleset.


"Aku tidak menganggap semua orang di sini adalah orang bodoh yang tidak bisa mengerti. Hanya saja, ini memang sesuatu yang tak akan pernah kalian mengerti jika aku hanya menggunakan kata - kata.."


"Apa maksudmu sebenarnya?" Lord Vanart mulai mengalihkan pandangannya ke arah Zephyr. Raut wajahnya mulai berubah.


"Maksudku adalah... biarkan aku mendemosntrasikan siapa diriku sebenarnya.."


Zephyr bangkit dari posisi berlutut. Dan betapa terkejutnya Irina dan seluruh penjaga saat melihat borgol Zephyr terlepas begitu saja dan terjatuh ke lantai.


Sudah cukup main - mainnya! Akan kutunjukan pada diri kalian siapa diriku sebenarnya! Teriak Zephyr dalam hati. Seharusnya kalian memeriksa tubuh tawanan kalian dengan benar..


"CUKUP! Penjaga habisi dia!" Perintah Jenderal Vanart pada para penjaganya.


"Stealth Strike~.."


Penjaga - penjaga itu tentu tak tinggal diam, mereka segera bergerak untuk menangkap Zephyr. Tapi...


Sebelum mereka dapat menyentuhnya.. Zephyr telah menghilang dari tempatnya berdiri. Dan muncul di belakang salah satu mereka dan langsung mengambil pisau rahasia dari sabuk belakangnya. Tanpa buang waktu Zephyr langsung menggorok leher pria itu. Tak berhenti disana, setelah ia melepaskan pria itu. Dirinya kembali menghilang dan mulai menghabisi semua penjaga yang ada di sana satu persatu hanya dengan sebuah pisau.


Irina hanya bisa merasakan kengerian menjalar di seluruh tubuhnya, apalagi saat Zephyr tiba - tiba muncul di belakang tubuhnya, "K-k-kau!?! K-kenapa kau bisa melepas borgolnya?!"


"Menurutmu untuk apa aku menubrukmu saat perjalanan kemari tadi? Ya ampun, ini sebabnya jangan biarkan seorang wanita menjadi tentara."


"T-tidak mungkin!? T-terkutuk kau dasar pembunuh!!!"


Ia menarik pistol dengan maksud menembak pria bertopi koboi itu. Sayang, reaksi Zephyr jauh lebih cepat dengan dirinya menendang kaki Irina yang langsung membuatnya jatuh terlentang. Kemudian, menggunakan berat tubuh dan kaki kanannya ia menahan tangan kiri Irina sementara tangan kirinya menahan tangan kanan Irina. tangan kanan Zephyr yang bebas menggenggam pisau, siap menghujam Irin kapan saja.


"Nah, apa kau ingat apa yang kukatakan di mobil tadi? Bahwa saat kau menyentuh pistolku itulah benda terakhir yang akan kau sentuh dengan jari - jarimu?" Dengan paksa Zephyr membuka telapak tangan Irina.


"..harusnya kau lebih mendengarkan peringatan orang lain, Kolonel Irina Sneijder. Karena jika iya mungkin aku hanya memotong jarimu. Bukan kerongkonganmu."


Zephyr langsung menghujamkan pisaunya, Irina hanya bisa berteriak dan memejamkan matanya. Menunggu rasa sakit yang akan segera muncul. Namun aneh, rasa itu tak pernah muncul dan saat ia membuka matanya, ia mendapati pisau itu mendarat tepat di sebelah lehernya.


"Bagaimana? Setelah melihat yang saya lakukan bisakah anda menyimpulkan? Jenderal Vanart?" Tanya Zephyr seraya bangkit dari tubuh lunglai Irina, ".. saya bukanlah sesuatu yang berasal dari dunia ini." Tambahnya sambil mengambil Revolver miliknya dari tangan Irina dan Pistol satunya dari pinggul perempuan itu.


"Hm, begitu. Kau adalah bocah yang berasal dari dunia lain. Lalu, apa tujuanmu kemari?" balas tanya Lord Vanart to the point yang anehnya masih terdengar tenang padahal Zephyr baru saja membantai semua anak buahnya di ruangan itu.


"Oh benar juga, tujuan! Ehem.. tujuan saya kemari adalah, untuk men-klaim sepuluh kantong emas bagi siapapun yang dapat menangkap Hael Steiner!"


"Kenapa kau bisa tau nama itu? Apa kau yang memberi tahunya? Irina?!"


"Bu-bukan Jenderal, kami belum mengatakan padanya tentang itu!"


"Jangan shock begitu, bukankah itu juga membuktikan bahwa diriku benar - benar berasal dari dunia lain? Kalau begitu, biarkan saya memperkenalkan diri dengan layak. Salam kenal... nama saya adalah... Zeta. dan di dunia asal saya, saya sering dipanggil sebagai Dark Blue Hitmen."


Ungkap Zep-.. Zeta pada Lord Vanart sambil membungkukan sedikit badannya. Lord Vanart terdiam sejenak, lalu kembali menatap Zeta dengan tajam.


"Hitmen katamu? Apa kau dikirim oleh kelompok seniman busuk itu untuk membunuhku?!" Tangan Lord Vanart seraya bersiap mengambil pistol di pahanya.


"Jenderal Vanart.. di dunia asal saya, ada yang pernah bilang 'Jika kau hebat salam sesuatu, jangan lakukan dengan gratis', " kata Zeta kemudian memasukan kedua tangannya ke kantong celana, "..lalu seperti yang Anda lihat, saya hebat dalam membunuh. Jadi apa Jenderal pikir saya akan bergabung dengan para seniman yang bahkan kesulitan untuk bertahan hidup? Maka dari itu, saya memilih untuk pergi ke tempat dimana jasa saya bisa sedikit lebih... anda tahu? dihargai."


Lord Vanart kembali berpikir, dan setelah beberapa saat. Mulutnya yang semula datar berganti menjadi membentuk sebuah seringai yang jujur saja bahkan membuat Zeta ngeri. Lord Vanart juga membatalkan niatnya untuk mengambil pistol dan kembali menatap keluar jendela.


"Baiklah, jika kau memang sehebat itu. Buktikanlah, bawa bajingan Hael itu kehadapanku dan biarkan aku yang membunuhnya. Jika kau bisa melakukannya, aku akan membayarmu tiga kali lipat!"


T-tiga kali lipat!??!?!?!... tawaran yang cukup menggiurkan. Sepertinya General Morden ini tau caranya berbisnis.


"Apakah itu artinya Anda setuju untuk mengontrak saya?"


"Apa kau perlu jawaban untuk itu?"


"Tentu saja, jika iya. Saya harus menerima uang muka darimu sebelum bisa bekerja." Tukas Zeta sambil kembali memasukan kedua senjatanya, Stampade dan Jackal. Ke holster mereka masing - masing.


"Uang muka?" Tanya Lord Vanart meminta kejelasan.


"Ya, uang muka. Mungkin dengan Ijinkan saya mengambil beberapa benda dari gudang senjata militer Tuan Vanart. Tenang saja, aku tidak akan melakukan yang aneh – aneh."


Part 04


Malam telah menyelimuti negeri tak berseni ini, yang juga mulai dibanjiri oleh air hujan yang menyebabkan hawa menjadi agak lembab dan bau tanah tercium dimana - mana. Petir - petir yang terus menyambar dilangit seolah menjadi simbol Lord Vanart dan pasukannya yang terus memecut para seniman dan suara gemiricik air di tanah menjadi suara - suara para seniman yang terus menyerukan kebebasan berekspresi seperti tahun - tahun lalu sebelum Lord Vanart naik tahta.


Karena bagi mereka apa yang dilakukan oleh Vanart sudah keterlaluan. Membantai semua orang yang ingin menghasilkan karya seni, menghancurkan semua patung, lukisan dan sebagainya. Bahkan memperjual belikan karya seni walaupun itu hanya sebuah lukisan sederhana, akan dianggap sebagai pelanggaran berat dengan hukuman tembak di tempat.


Setelah pengenalan yang singkat, akhirnya Kuro dan Na tahu bahwa mereka telah menyelamatkan salah seorang gadis cantik berkulit sawo matang yang merupakan petinggi di Aktivis Seniman bernama Dania Monique. Ditambah... seorang pemuda yang secara blak - blakkan mengaku sebagai Reveriers bernama Dallas.


Mereka pun memutuskan, untuk menuju ke markas pusat Aktivis Seniman untuk bertemu pemimpin Dania, seseorang yang kata gadis itu baru beberapa hari menjadi pemimpin Aktivis Seniman, Hael Steiner...


Karena sejak awal Kuro dan Na memang ingin bergabung ke sisi Hael. Ini menjadi semacam keberuntungan bagi mereka. Sementara bagi Dallas, ia mengikuti mereka semua karena ingin membalas jasa Kuro dan Na yang telah menyelamatkan dirinya.


"Nah, kenapa kita harus membawa pakaian - pakaian ini?" Tanya Kuro sembari melihat pakaian yang tergeletak di lantai mobil, atau lebih tepatnya seragam militer yang tergeletak di lantai mobil.


"B-benar, padahal sudah cukup buruk dengan Kuro menghabisi mereka semua. Kemudian, kau masih melucuti semua pakaian mereka." Na menyahut.


"Sudahlah diam saja, aku membawa seragam dan senjata mereka karena siapa tahu nanti akan berguna." Jawab Dallas enteng, "..dan lagi, tidak ada ruginya membawa pakaian mereka, kan? Kita juga membawa mobil mereka padahal."


Dengan mobil angkutan militer tadi, mereka beranjak menuju ke ujung selatan negeri ini dimana markas Aktivis Seniman yang asli berdiri. Dan setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya mereka sampai ke depan sebuah gedung besar yang setengah bagiannya tertimbun pasir.


Setelah mereka turun, dan masuk ke gedung itu. Mereka bertiga serasa di oper kembali ke dalam Museum Semesta, atau lebih tepatnya bagian kecil Museum Semesta.


Banyak sekali karya - karya seni tergeletak di seluruh sudut bangunan ini dan hanya dibungkus dengan kain seadanya.


"Saat ini, kalian sedang melihat koleksi terakhir karya seni yang ada di negeri ini. Ya setidaknya sampai akhirnya Vanart bajingan itu menemukan kami dan menghancurkannya."


"A-aku tidak mengerti, kenapa Lord Vanart ini sampai segitunya dalam memberantas karya seni?"


Rasa penasaran Na akhirnya terucap keluar dari bibirnya. Namun Dania hanya menghela nafas dalam. Kemudian membuka pintu sebuah ruangan dimana sudah ada beberapa orang di dalamnya. Yang salah satunya adalah pria mengenakan kemeja putih dengan lengan ditekuk yang tak lain adalah pemimpin Aktivis Seniman. Hael Steiner.


"Hmm, mungkin akan lebih baik jika pemimpin kami yang mengatakannya," jawab Dania, seraya melirik ke arah Hael yang sedang sibuk menggambar komik.


"...jadi, katakanlah. Hael."


"Karena konon katanya dia memiliki fobia terhadap semua karya seni, terutama patung dan lukisan.." Hael memalingkan wajahnya dari kertas gambarnya, dan mendapati rekannya itu sedang berdiri di depannya bersama 3 orang asing yang memiliki penampilan seperti artis, "Kenapa kau menculik anggota sirkus dan membawanya ke markas kita, Dania?"


"Si-sirkus? Apa maksudnya?" Tanya Kuro kebingungan akan maksud Hael.


"Mungkin dia mengira kita adalah anggota sirkus, apalagi dengan rambut belangmu itu." Tukas Dallas datar yang langsung ditanggapi tatapan tajam oleh Kuro.


"Rambutmu juga berwarna!!"


"Tapi tidak belang - belang sepertimu~"


"Sudah - sudah cukup! Aku membawa kalian kemari bukan untuk meributkan masalah rambut!" Potong Dania, "..Hael, mereka ini datang untuk membantu. Aku yakin mereka akan sangat berguna dalam rencana kita untuk menghentikan rezim Vanart!"


Tambah Dania dengan menggebu - gebu, sementara Hael masih terlihat tidak yakin. Selain karena penampilan mereka, beberapa dari mereka membawa senjata yang membuat pria itu semakin curiga kepada mereka.


"Benarkah? Apa buktinya kalau mereka bukan utusan orang tua itu untuk membunuhku!" Bentak Hael, yang anehnya lebih terdengar seperti orang depresi dari pada orang marah.


Dania ingin menampik itu, akan tetapi...


"Jika kami diutus untuk membunuhmu, kau pasti sudah mati." Ucapan dingin Dallas terlebih dahulu keluar mendahului sanggahan yang akan dikatakan oleh Dania.


"Anoo.. maaf jika aku memotong pembicaraan kalian. Tapi tuan Hael, kami disini benar - benar berniat untuk membantu. Benarkan Kuro? Dallas?"


"Hoya! Itu benar, rezim Vanart sudah tak bisa dimaafkan. Aku akan membantu kalian melepaskan diri dari cengkraman orang itu dan mengembalikan seni ke negeri ini!"


"Nah, benarkan Hael? Mereka semua datang-.."


"Wow wow wow~... tunggu dulu, aku tak pernah bilang apapun soal membantu kalian.."


Ucapan Dania terhenti, sementara sebuah senyum kecil terbentuk di mulut Dallas ditambah tatapan tajam menatap ke arah semua orang yang ada di ruangan ini. Lengan Kuro tiba - tiba terjulur untuk mengangkat kerah kemeja pemuda berambut biru itu.


Ia berteriak, "Apa maksudnya?! Apa kau sudah lupa? Kita kemari karena ingin membantu Aktivis ini, bukan?!" Jelas Kuro sembari mengguncang - guncang kerah Dallas.


"Itukan cuma untuk kau dan gadis pemalu itu, aku kemari hanya sebagai rasa terima kasih karena telah melepaskanku. Dan karena kalian sudah sampai ke tempat ini, aku sudah tak memiliki alasan lagi untuk melindungi kalian. Tapi tenang saja, aku akan membantu kalian, jika kalian bisa membayarku dengan harga yang sesuai.." kata Dallas memperjelas kalimat yang ia ucapkan sebelumnya.


"Bajingan! Disaat seperti ini kau masih saja memikirkan uang!?" Kuro sudah mencapai batas sabarnya. Ia mengangkat tangan kanannya yang bebas dan langsung bersiap meluncurkan kepalan tangannya ke wajah Dallas.


"Mau bagaimana lagi? Uang yang membuat dunia berputar!" Katanya dengan bangga, "Ditambah membawa senjata, mobil, dan seragam tentara - tentara juga ideku, bukan?"


Kuro mendecih, ia tak tahan lagi dengan sikap pemuda yang sedang diajaknya bicara ini. Setelah diselamatkan malah tidak mau bekerja sama! Pikir Kuro pada Dallas. Kemudian tanpa aba -aba bogem mentahnya pun melesat menuju ke kepala Dallas, sementara pemuda yang menjadi sasaran tersebut hanya melihat tinju yang mendekat ke kepalanya itu dengan tersenyum lebar.


Beberapa detik kemudian, Kuro hanya bisa menelan ludah. Karena sekarang tinjunya yang tadi berniat menghantam kepala Dallas malah meninju angin. Dan Dallas, masih dengan senyum lebar. Menodongkan pistol yang ia bawa ke dagu Kuro, "Hei hei! bisakah kau tenang? Tidak baik bertengkar di ruang kerja orang."


"K-keparat..." umpat Kuro.


"Baiklah hentikan! Dallas, turunkan pistolmu. Kuro lepaskan dia!" Seru Dania sembari memisahkan mereka berdua, "..aku membawa kalian kemari bukan untuk bertengkar! Dan Dallas jika kau benar hanya mau membantu jika dibayar bagaimana jika aku membuat kontrak denganmu?"


Dallas menaikan sebelah alisnya, "Apa aktivis ini benar punya uang untuk membayarku?" Tanyanya tak yakin.


"Tidak, tapi Vanart punya... karena saat aku dibawa keruangannya untuk diinterogasi. Aku tak sengaja melihat dirinya membuka berangkas yang berisi semua kekayaannya. Jadi, bagaimana? Kau bantu kami, dan aku akan memberitahumu dimana letak brangkas itu."


"Hmmm... kau membuat penawaran yang menarik, tapi bagaimana aku tahu kalau kau tidak bohong?" Dallas menatap lekat - lekat mata Dania dan mendapati keyakinan yang sangay tinggi dari sorot mata gadis itu.


"..aku bisa langsung membunuhmu, lho."


"Tak apa! Demi Tuhan, Aku tidak bohong soal brangkas itu. Jadi bagaimana? Kau mau atau tidak? Kau bantu kami menggulingkan Vanart, akan kupaksa bedebah itu untuk membuka brangkasnya, dan kau boleh mengambil harta sebanyak yang kau mau dari sana," Tukas Dania.


"Sepertinya kau berhasil membuat tawaran yang tak bisa aku tolak, Dania.." Kata Dallas sembari tersenyum kecil dan memasukan pistolnya kembali ke dalam holsternya, "..baiklah, aku setuju dengan kontrak kita. Aku Dallas! Akan bekerja dengan serius dalam memenuhi kontrakku padamu, Dania Monique!"


××--<>--××


Third Bullet
| /
...The Enemy Of My Enemy, Is(not) My Friend...
 
("-aku Dallas... juga akan berjuang!")


Part 01


Di dalam kediaman mewah atau Istana Lord General Vanart bukan hanya ruangan pribadi dan ruang pemerintahan saja. Ada banyak ruangan lain di dalam bangunan ini yang meliputi ruang perlengkapan senjata militer dan bahkan hingga ruang penjara berkeamanan ketat.


Ya, meskipun memiliki embel - embelnya adalah penjara berkeamanan ketat. Sebenarnya sel itu hanya berukuran 3 X 3 meter dengan dinding dan atap beton tanpa penerangan dan terletak 2 lantai di bawah Istana Lord Vanart. Bukannya negeri ini tak memiliki penjara, hanya saja ini adalah tempat dimana orang - orang yang pemerintah tidak suka tetapi belum bisa mereka bunuh dikurung.


Seperti yang satu ini, sesosok manusia aneh dengan dua kelamin di satu tubuh yang mengaku bernama Jess Hutcherson. Sedang tergeletak di lantai selnya sembari memegangi perut dan mulutnya yang terus - terusan memuntahkan isi perutnya.


"A-a-apa yang baru s-saja kau masukan ke-kedalam tubuh kami! Uhuk!! Uurgghhh!!!" Ujarnya dengan intonasi suara yang dalam khas dari pria tulen yang diketahui milik Hutcherson.


Dia tak sendirian di dalam sel itu, di depannya berdiri seseorang yang tak dapat ia lihat wajahnya karena pandangannya yang buram dan cahaya dari luar sel yang membuat mata Jess dan Hutcherson silau dan hanya bisa melihat siluet orang itu.


Orang itu memiliki tubuh layaknya seorang pemuda yang baru beranjak dewasa dan yang Jess dan Hutcherson pastikan lagi adalah ia mengenakan topi dan semacam kacamata dengan lensa berwarna biru tua.


"Hm? Masih tanya juga, itu adalah racun. Atau lebih tepatnya adalah racun Tetrodotoxin atau TTX. Untuk lebih jelasnya silahkan cari sendiri informasinya di Wikipedia," jawab orang itu yang dari suaranya mereka perkirakan adalah seorang laki - laki berumur 19 hinggan 20-an.


"K-kenapa kau melakukan ini!? Jika ingin kami mati kenapa tak langsung menembak kepala kami saja!" Teriaknya, yang kali ini adalah suara seorang wanita yang berarti Jess yang berbicara.


"Jika ada yang ingin kalian mati, yang pasti itu bukanlah aku. Aku kemari hanya ingin menawari kalian sebuah kesepakatan."


Pria itu menjatuhkan sebuah suntikan yang isinya baru saja masuk ke dalam pembuluh darah Jess Hutcherson dan menginjaknya hingga hancur berkeping - keping.


"Kesepakatan?" Tanya Hutcherson penasaran, "..kau in-ingin membuat perjanjian dengan kami?"


"Benar! Begini, jika prediksiku tepat. Kalian akan sekarat dan mati akibat racun itu dalam dua belas jam dari sekarang. Dan jika kalian tidak ingin itu terjadi, aku ingin kalian melakukan sesuatu untukku besok. Jika kalian melakukannya, akan kupastikan kalian mendapat antidot dari racun ini ditambah! kesempatan balas dendam pada orang yang memerintahkan semua ini," jelas sang pria pada Jess Hutcherson sambil menarik satu lagi suntikan dari kantung jasnya.


Jess dan Hutcherson tau mereka sebenarnya masih memiliki pilihan, namun setelah berpikir dan menyamakan pendapat satu sama lain. Akhirnya memilih untuk menyetujui permintaan dari si pria misterius ini. Jess Hutcherson mengangguk kaku menandai mereka menyetujui kesepakatan ini.


"Itu artinya kalian setuju, kan? Hehe bagus.. baiklah kalau begitu, untuk mendapat antidot ini aku ingin kalian untuk melakukan sesuatu yang sangat simpel."


"Sim-simpel? Uhuk uuurggghh!!??!?.."


"Benar sekali, tugas yang sangat mudah bagi seorang Reverier sepertimu-.. eh tidak, tapi seperti kalian," Jelas sang pria misterius dengan intonasi yang terdengar serius, "Oh ya, dan sebelum bekerja jangan lupa untuk membersihkan muntahan kalian."


Part 02


"Apa tidak apa kau menyewa orang itu, Dania? Ia terlihat seperti seorang pembunuh bayaran," ucap Hael, yang sekarang sedang berbicara dengan Dania secara empat mata, "Aku tidak terlalu percaya dengan orang itu. Apalagi kau mempertaruhkan dirimmu sendiri sebagai jaminan."


"Tentu saja aku tidak mempercayainya. Tapi sekarang kita perlu semua bantuan yang ada untuk membuat rencana mu berhasil! Maka dari itu aku memberinya tawaran itu dan jika terjadi sesuatu dia tidak akan mengincarmu."


Jelas Dania, ada sedikit keraguan dibalik nada bicaranya namun wajahnya yang masih nampak tegar membuatnya tidak terlalu berpengaruh pada orang di sekitarnya. Termasuk Hael.


"Huh, sebenarnya aku tak ingin ini semua. Aku tak ingin menanggung beban orang lain. Aku hanya ingin menggambar komik dan melihat komik buatanku membuat orang bahagia, tapi kenapa untuk melakukan itu saja kita harus bertaruh nyawa!?" Jawab Hael dengan kesal seraya menggebrak meja kerjanya.


Giginya menggeretak kesal, bukan hanya karena tak bisa keluar dari negeri ini. Namun juga karena ia merasa terbebani oleh kewajibannya sebagai pemimpin Aktivis Seniman. Karena pada dasarnya dirinya hanya ingin bebas dalam menggambar komik - komiknya.


Setelah itu... sebuah tamparan keras mendarat di pipi pemuda itu yang tak lain dan tak bukan berasal dari tangan Dania.


"Sadarlah! Kau ini adalah pemimpin Aktivis Seniman sekarang! Jadi bersikaplah layaknya seorang pemimpin!.."


"T-tapi walau kau bilang begitu-.."


"..dengar, Hael Steiner, kau tidaklah berjuang sendirian. Anggota yang lain, para orang - orang aneh itu, dan aku! Aku Hael! Akan membantumu sekuat tenaga! Jadi jangan pernah kau merasa sedang berjuang sendirian... kami, aku, akan ikut menopang beban berat yang kau sangga di pundakmu itu~"


Hael hanya bisa terdiam, bukan karena ia tak mau membalas, tapi karena ia tak bisa. Itu karena sekarang Dania tengah memeluknya dengan sangat erat dari belakang. Dan bahkan Hael bisa merasakan hembusan hangat nafas Dania mengenai lehernya.


"Mo- Monique.." panggil Hael karena merasa pipinya yang mulai memanas, "..a-aku tak bisa bernafas."


"Sssstttt~... berisik!" Timpal gadis berambut ponytail itu sambil membenamkan wajahnya ke punggung Hael dan memeluknya dengan lebih erat.


"..dasar tidak bisa membaca suasana."


Part 03


Gudang senjata, adalah tempat terakhir yang Zeta datangi dalam jadwalnya. Di tempat ini, ia mulai mencari semua perlengkapan yang ia butuhkan dan memasukannya ke dalam 2 buah peti senjata besar berwarna abu - abu. Mulai dari peluru hingga granat yang mungkin cukup untuk mempersenjatai satu kompi pasukan militer.


Wuhuu! Seperti perkiraanku, semua teknologi dan persenjataan mereka sama seperti di bumi abad 20! Tidak buruk juga militermu Vanart.. batin Zeta sembari terus mengemas apapun yang ia butuhkan.


Irina tentu saja penasaran dengan hal itu. Memang, kontrak Zeta adalah untuk menangkap Hael Steiner, pemimpin pasukan Aktivis yang pasti tak akan mudah ditaklukkan. Akan tetapi, dengan senjata sebanyak itu ia malah mengira Zeta akan menjualnya pada para pemberontak.


"Banyak sekali yang kau ambil? Apa kau ingin mempersenjatai para pemberontak itu?!"


"Hm, diam dan lihat saja. Jangan banyak omong."


"Cih! Tapi setelah mendatangi dua orang tadi, kenapa kau masih membutuhkan semua perlengkapan ini?" Tanya Irina kembali, sembari menyebut dua orang yang mereka temui sebelum mereka datang kemari.


"Oh mereka? Tenang saja, kau sudah kuberitahu tentang siapa dan apa yang harus dilakukan pada kedua orang itu, kan? Jika kau mengikuti rencanaku semuanya akan baik - baik saja.." balas Zeta sembari mengecek kembali barang - barang yang ia masukan ke peti senjata.


Setelah merasa semuanya lengkap, ia menutup peti itu dan kemudian melirik Irinia dari balik bahunya, "..omong - omong, apakah kalian punya seorang tawanan dari Aktivis Seniman? Kalau iya aku ingin menemuinya."


Irina mengangguk, "Ada, kebetulan dia adalah salah satu petinggi yang tertangkap sedang menyusup dan rencananya akan dibawa dengan konvoi ke penjara untuk di siksa dan diinterogasi untuk informasi."


Zeta menyeringai, kemudian tertawa pelan dan berjalan menuju Irina dan kemudian merangkul pundaknya seolah mereka berdua adalah kawan lama.


Benarkah? Ternyata aku benar – benar…


"Hehe, lucky~ aku ingin kau melakukan satu hal lagi untukku."


"A-apa?!"


"Masukan aku ke dalam konvoi yang membawa tahanan itu. Aku akan menyamar menjadi seorang tahanan yang juga akan dibawa ke penjara. Oh, dan pastikan bahwa pasukan yang mengawal konvoi itu tidak tahu siapa diriku sebenarnya. Karena... kau tau, kan?"


"Jangan gegabah! Aku tidak tahu apa rencanamu kali ini. Tapi jika itu tidak berhasil kau akan masuk ke dalam penjara. Aku tidak akan bisa mengeluarkanmu begitu saja!" Sahut Irina seraya menepis tangan Zeta dan menatap mata pemuda itu.


"Aku akan ambil kesempatan itu. Dan juga, masukan peti - peti ini juga ke dalam mobil yang membawa kami."


Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Zeta berbicara seolah rencananya akan berhasil. Irina hanya bisa memandang orang di depannya ini dengan tatapan tidak percaya. Dirinya juga merasa bahwa batas antara keberanian dan kebodohan pembunuh di depannya ini benar - benar tipis, "Tentu saja aku bisa! Ya ampun, sebenarnya apa sih yang ada di kepalamu itu!?"


"Rahasia.... dan Oh! Iya.." Zeta melempar sebuah alat komunikasi mini kepada Irina, "..simpan itu baik - baik dan pastikan kau selalu membawanya. Jika sudah waktunya, aku akan menghubungimu. Besok, akan kubawakan kalian tamu penting."


Part 04


"Intinya, kau ingin masuk menyusup ke dalam Istana dan membunuh Vanart sementara yang lain membuat kekacauan di halaman utama kerajaan dengan pameran seni itu?" Tanya Dallas memastikan.


Hael mengangguk, "Itu benar, dengan baju, senjata, dan kendaraan yang kalian curi. Itu akan mempermudah segalanya. " jawab Hael.


"Itu ideku!" celetuk Zephyr yang langsung dibalas jitakan keras oleh Kuro.


"M-maaf jika aku memotong, tapi bukankah keamanan Istana tidak semudah itu untuk dibobol?" Sambung Na memberikan pendapatnya soal rencana yang dikemukakan oleh Hael.


"Tapi jika kau melakukan itu bagaiaman dengan nasib orang - orang yang diluar!? Kau ingin mereka dibantai!?"


"S-santai dulu Kuro, maka dari itu aku dan Dania membagi tugas yang akan kalian jalankan. Aku, Dania, dan Kau. Akan masuk kedalam untuk membunuh Vanart. Sementara Na dan Dallas, akan ikut para seniman di lapangan untuk memberikan perlindungan pada mereka.. ituloh! Mengulur waktu!"


Jelas Hael akan dasar rencana yang akan mereka laksanakan besok. Iya besok! Dilihat dari waktu perencanaannya yang singkat nampaknya misi ini tidak akan berhasil, tapi karena kedatangan tak terduga dari para Reveriers ini. Membuat Hael dan Dania yakin untuk segera melaksanakan rencana ini.


Hael berencana melakukan pameran seni terakhir di negeri ini tepat di tengah lapangan kerajaan dengan semua karya seni mereka di angkut 3 truk kontainer yang katanya memiliki gandengan berbentuk box kaca besar anti peluru. Lalu kemudian, dengan memanfaatkan kekacauan yang terjadi di luar istana, dirinya dan beberapa orang lain akan masuk untuk menyingkirkan Vanart.


Mereka juga dapat segera memutuskan tugas dari masing - masing Reverier setelah mengetahui kemampuan mereka setelah sedikit demonstrasi yang dilakukan oleh Na dan kawan - kawan. Setelah itu Hael mengeluarkan beberapa benda kecil mirip seperti Headset tanpa kabel keatas meja.


Tetapi jika dilihat dari susunannya kalian pasti mengira akan ada Reverier yang menentangnya. Dan benar saja, dengan nada tidak suka Dallas mulai menyuarakan ptotesnya.


"Lalu dengan alat ini kita kan berkomu-.."


"Tunggu dulu, kenapa aku harus ikut di luar bersama gadis ini? Ku kira aku akan ikut masuk bersama kalian berdua," gerutu Dallas.


"Ada apa lagi, Dallas? Apa kau akan terus bersikap menyebalkan seperti ini?" Sahut Kuro kembali menatap pemuda berambut biru itu.


"Na.. untuk besok biarkan aku yang bekerja. Aku tidak yakin kau bisa melakukannya. Dan lagi..."


Suara Fa kembali muncul di dalam alam bawah sadar Na.


"Tidak Fa! Aku bisa melakukannya! Aku pasti bisa melakukannya!"


"Aku tau kau pasti bisa, Na! Hanya saja ku juga ingin berguna untukmu. Apa menurutmu diriku suka melihatmu berusaha keras sendirian!? Dan lagi aku tidak percaya pada pada orang bernama Dallas itu. Orang itu mencurigakan!"


"Fa... baiklah, tapi bisakah kau tak mencurigai Dallas? Dia sudah berjanji untuk membantu kami melakukan tugas ini."


"Dallas, aku butuh kau untuk melindungi Na, karena di ruang terbuka seperti itu Kuro pasti akan sedikit kesulitan. Lalu jangan lupa, kau terikat kontrak denganku. Dan jika kau macam - macam... kau tak akan pernah mendapat brangkas Vanart!"


Ancam Dania pada Dallas yang membuat pemuda itu terkekeh dan mengangkat kedua tangannya ke udara, "Hahaha~ wanita memang menakutkan! Baiklah baiklah aku mengerti. Aku akan melakukan tugasku dengan baik dan benar."


"Terima kasih!" Seru Hael tiba - tiba sembari membungkukan badan.


"A-ada apa Hael?" Tanya Dania spontan.


"Terima kasih karena telah percaya padaku, aku seorang pemimpin yang payah tapi kalian semua percaya padaku. Kalian pasti tahu jika ini gagal kita pasti akan mati, maka dari itu aku tidak peduli kalau diantara kalian adalah pembunuh bayaran atau semacamnya. Selama kalian membantu kami aku sangat - sangat berterima kasih. Maka dari itu-.."


Sebelum Hael mampu menyelesaikan pidatonya, Kuro terlebih dahulu menepuk pundak Hael dan menyuruhnya berdiri.


Tampang percaya diri dan senyum lebar menggantikan ekspresi sebal pemuda berambut belang itu, "Jangn khawatir! Selama Kuro Godwill berada di sisimu, bahkan raja iblis sekalipun dapat kita kalahkan!" Tukasnya sembari mengacungkan jempolnya.


"Aku juga! Meskipun aku tidak tahu aku dan Fa akan berguna. Tapi kami juga akan berjuang sekuat tenaga!" Tambah Na yang juga tak kalah bersemangat walau masih terlihat malu - malu.


Dallas tersenyum kecil kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada, "Musuh dari musuhku adalah temanku. Karena musuhku sekarang adalah Vanart, dan musuh dari Vanart adalah kalian. Yang berarti, aku Dallas... juga akan berjuang!"


××--<>--××


Fourth Bullet
/
..It's Just Good Bussiness..


Part 01


Sang mentari bahkan belum menampakan dirinya hujan pun masih belum sepenuhnya reda, namun seluruh orang di negeri ini, mau Aktivis Seniman, militer, dan bahkan rakyat biasa sudah sibuk mempersiapkan sesuatu. Angin dingin yang berhembus tak menghentikan apa yang mereka lakukan karena hari ini adalah hari penentuan.


Dimana bagaimana Artless Country ini akan jadi apa kedepannya setelah...


Pihak Aktivis Seniman mengadakan Pameran Seni untuk pertama dan terakhir kalinya untuk masyarakat negeri ini.


Bagaimana dengan Vanart? Tentu saja ia tahu tentang hal ini, dan memperketat dan menggadakan patroli dan keamanan.


Dan sekarang, dari salah satu sel penjara gelap nan rahasia di dalam Istana Putih Lord Vanart. Seseorang-.. atau setidaknya bisa dibilang begitu.


Tengah duduk dengan raut wajah kesakitan yang nampaknya ia tahan dengan sekuat tenaga.


"Jess~... apakah yang kita lakukan ini adalah hal yang benar? Aku rasa kesepakatan itu adalah hal yang tidak benar."


"Apa maksudmu?! Jika kita tidak melakukannya kita akan mati! Atau lebih buruk! Jika aku harus melihatmu mati terlebih dahulu-.. tidak tidak tidak!! Aku tidak akan membiarkan diri kita mati lagi, Hutch!"


Benar, mereka adalah sepasang kekasih yang terjebak dalam satu tubuh dan merupakn Reveriers dari Museum Semesta, Jess dan Hutcherson. Dimana mereka menanti seseorang datang untuk menjemput mereka.


Karena sebuah racun, hidup mereka hanya tersisa 4 jam lagi kecuali mereka berhasil mendapat antidot yang dijanjikan pria misterius yang menyuntikan racun ini kemarin. Aneh memang, yang menyuntikan juga malah menawarkan penawarnya pada mereka. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur.


Mau tak mau mereka berdua harus ikut ke dalam rencana pria misterius itu untuk mendapatkan antidot racun yang telah menyebar di tubuh mereka.


Dan kesempatan balas dendam pada orang yang memerintahkan pembunuhan pada mereka berdua.


"Baiklah aku mengerti, kalau begitu. Setidaknya dengan kondisi tubuh seperti ini, kita harus bisa melakukan sesuatu." Kata Hutch yang merasakan tangannya sedikit berair dan bergetar.


"Sialan, aku harap pria itu menepati janjinya!" Tambah Jess kesal sambil mengingat perjanjian yang mereka buat dengan pemuda misterius itu kemarin.


"Itu artinya kalian setuju, kan? Hehe bagus.. baiklah kalau begitu, untuk mendapat antidot ini aku ingin kalian untuk melakukan sesuatu yang sangat simpel."


"Sim-simpel? Uhuk uuurggghh!!??!?.."


"Benar sekali, tugas yang sangat mudah bagi seorang Reverier sepertimu-.. eh tidak, tapi bagi kalian berdua," Jelas sang pria misterius dengan intonasi yang terdengar serius.


"L-lalu apa yang kau ingin kami lakukan?" Tanya Jess meminta kejelasan.


Pemuda itu melangkah pergi keluar sel, dan setelah sampai di depan pintu sel ia menatap Jess dan Hutch dari balik bahunya dan seketika itu juga Jess dan Hutch merasa mereka telah membuat kesepakatan dengan dewa kematian.


Jess meskipun matanya belum bisa melihat dengan jelas, masih dapat melihat mulut tengkorak orang itu dan merasakan entah tatapan mata tajam, bernafsu, atau apapun itu memancar dari balik kacamata yang dikenakan orang ini.


"Besok, di jam yang sudah kutentukan. Kau akan dijemput seorang perwira yang akan membawamu bertemu Vanart, kau pasti tahu siapa dia, kan? Lalu setelah itu-.."


"T-tunggu sebentar, Vanart!? Apa kau bekerja sama dengan pemimpin laknat dan kejam itu?!"


"...setelah itu! Aku ingin kalian berdua untuk melumpuhkan Vanart. Ingat ya melumpuhkan, bukan membunuh! Jika sampai aku datang menyusul kesana dan mendapati orang itu telah mati, ucapkan selamat tinggal pada antidot itu dan silahkan susul Vanart ke akhirat."


Jelas pemuda itu tanpa mendengar semua pendapat dan perkataan yang Jess dan Hutch keluarkan kepadanya sebelum akhirnya benar - benar keluar dari sel Jess & Hutch dan menutup kembali pintunya.


Pasangan kekasih ini sekarang sedang dilanda oleh dilema dahsyat. Di sisi Hutch ia tidak ingin menuruti permintaan pemuda misterius itu, dan di sisi Jess ia sebenarnya juga tidak ingin apalagi orang itu juga belum tentu akan benar - benar menyerahkan antidotnya pada mereka. Namun, tak ada pilihan lain! Jika ini memang bisa menyelamatkan kami maka akan kami lakukan! Apalagi kita juga memiliki kesempatan untuk menghajar Vanart. Orang yang mereka tahu membawa kesengsaran pada semua seniman di negeri ini.


Berjam - jam mereka duduk terdiam tanpa bicara sepatah katapun seraya terus menatap pintu penjara yang tak kunjung terbuka. Awalnya mereka mulai ragu, akan tetapi...


Pintu sel itupun terbuka, menampilkan seorang perwira tentara yang dari postur tubuh dan suaranya diketahui adalah seorang wanita.


"Jess dan Hutcherson... waktunya untuk bertemu Jenderal Vanart."


Part 02


Lapangan utama kerajaan, entah kenapa sekarang telah ramai di datangi oleh masyarakat negeri ini. Akan tetapi mereka tidak sedang melakukan demo, unjuk rasa, atau sebagainya. Mereka hanya datang, iya datang. Layaknya mereka sedang melakukan tamasya. Baik orang tua dan anak - anak, mereka datang dan berkumpul seperti keluarga yang sedang jalan - jalan.


Para penjaga nampak tidak mengkhawatirkan hal itu. Karena toh jika mereka pada dasarnya mereka cuma jalan - jalan kenapa harus dibubarkan. Itu malah akan menimbulkan kerusuhan yang tidak berguna. Setidaknya itulah pikiran mereka.


Namun sesaat kemudian, mereka langsung menyesali hal itu karena tiba - tiba 3 buah truk kontainer besar datang merangsak ke tengah lapangan begitu saja. Para tentara dan penjaga tentu saja segera bergegas menuju ke truk - truk itu. Akan tetapi, para warga tiba - tiba menghalangi langkah mereka dan mulai meneriakkan seruan - seruan seperti :


"KEMBALIKAN SENI KE NEGERI KAMI!!!"


"TURUNKAN VANART DARI TAHTANYA!!"


"BEBASKAN SENIMAN DALAM BERKARYA DI NEGERI INI!!"


Dengan begitu kontainer yang di bawa truk - truk itupu terbuka dan memperlihatkan berbagai macam karya seni. Mulai dari ukiran, pahatan, hingga karya seni yang paling dibenci Lord Vanart. Segala jenis patung dan lukisan. Keributan menyeruak dengan cepat. Antara para tentara melawan anggota Aktivis Seniman yang anehnya memiliki senjata untuk melawan balik para militer.


Sementara itu, di sisi lain Istana...


Hael, Dania, dan Kuro yang berhasil menyusup akibat mengenakan seragan militer dan jip yang mereka curi kemarin. Berhasil masuk ke dalam istana dan menyusuri jalur rahasia yang diketahui Dania sebelum dirinya tertangkap tempo hari.


Karena kerusuhan yang terjadi di luar Istana, penjagaan dalam Istana akan melemah sehingga mereka bisa menyusup dengan mudah. Itulah yang mereka bertiga pikirkan dan harap akan terjadi. Akan tetapi, kata ekspektasi selalu mengkhianati kenyataan memang benar adanya.


"Sial, kenapa masih ada penjaga disini?!" Umpat Kuro yang sedang dalam dikelilingi sekompi pasukan dengan senjata lengkap.


"Bukankah seharusnya mereka semua keluar untuk mengurus keributan itu?" Tambah Dania mulai merasakan keringat dingin mengalir di seluruh tubuhnya.


"Sepertinya seseorang telah membocorkan informasi penyusupan kita pada pihak Vanart," kata Hael kemudian mengambil sesuatu dari dalam kopornya, "Tapi kita tak boleh menyerah setelah sejauh ini! Kita tak boleh menyiakan perjuangan rekan - rekan kita diluar sana!"


Hael melempar benda yang diambilnya tadi ke arah gerombolan tentata itu dan seketika itu juga benda itu meledak layaknya sebuah granat namun bedanya benda itu mengeluarkan cairan hitam tinta dari dalamnya yang membuat mereka buta untuk beberapa saat.


Mereka tak menyia - nyiakan kesempatan itu. Dengan segera mereka berlari pergi namun sebelum Kuro dapat berlari lebih jauh ia merasakan sensasi terbakar pada paha kirinya yang kemudian ia sadar dirinya telah tertembak.


"Kuro!!"


"Hoi! Apa kau baik - baik saja!? Kita harus lari!"


"Kalian berdua larilah ke tempat Vanart. Aku akan menahan mereka semua disini!" Perintah Kuro sembari menyobek sedikit perban yang ada ditangannya dan mengikatkannya ke pahanya, "..lalu aku kan menyusul kalian setelah yakin tak ada yang mengikuti kalian."


"T-tapi kami tak bisa-.."


"Barraaine!"


Ucapan Hael terpotong oleh Kuro yang tiba – tiba mengeluarkan barrier berupa dinding api yang menghalangi para penjaga yang mengejar mereka. Tembok api itu cukup besar dan cukup panas, itu terbukti dari peluru yang dimuntahkan senapan penjaga – penjaga itu meleleh saat melewatinya.


Namun kuat juga bukan berarti akan bertahan selamanya, sebelum barrier itu padam Kuro segera memaksa Hael dan Dania untuk pergi menuju ke tempat Vanart.


"B-baiklah kami akan pergi terlebih dahulu! Kau sebaiknya bisa menyusul kami, Kuro!" Hael dan Dania segera bergegas meninggalkan Kuro yang sekarang tengah dalam posisi siap bertarung dengan kedua pedang kembarnya sudah berada di tangan.


Setelah bearrier itu padam, ada seorang penjaga yang mencoba mengikuti Hael dan Dania, akan tetapi… baru saja ia melewati Kuro. Kepalanya sudah melayang lepas dari tubuhnya.


"Fuutou~.. mau kemana kau? Bukankah sudah kubilang aku akan menahan kalian disini?" Kuro menyeringai, api putih tiba – tiba menyelimuti kaki kirinya dan saat api itu menghilang. Bekas luka Kuro juga lenyap, "Sekarang, ayo keluarkan semua yang kalian punya!"


Part 03


Beberapa saat sebelum kejadian diatas, tidak, lebih tepatnya beberapa saat sebelum Pameran Seni dimulai. Beberapa anggota Aktivis Seniman sudah ada yang terlebih dahulu melakukan penyusupan – penyusupan ke beberapa tempat dan bangunan strategis di sekitar lapangan Istana sambil membawa senjata yang diberikan oleh Dallas.


Setelah penyusupan dan pengaturan posisi selesai, mereka tinggal menunggu hingga semuanya dimulai. Begitu juga Dallas dan Fa yang juga melakukan persiapan mereka sendiri. Eh tunggu, jika kalian penasaran siapa itu Fa. Dia adalah saudara Laki – Laki Na yang hanya bias muncul jika diijinkan oleh Na. dan saat mengambil alih tubuh Na. Gadis imut nan pemalu itu berubah menjadi remaja laki - laki kasar yang seenaknya sendiri, atau bias dibilang dia adalah Abbrasive Side dari Na.


Meskipun begitu dirinya sudah berjanji pada Na agar tak menyebabkan masalah dan membantu Aktivis Seniman walaupun sebenarnya ia tidak suka.


"Merepotkan sekali, apa mereka piker melakukan sesuatu yang gila seperti ini akan mengubah keadaan mereka? Inilah sebabnya aku benci orang – orang naïf, " ujar Fa pada dirinya sendiri saat ia mengamati lapangan Istana dari sebuah gang sepi.


"Jika mereka semua mati juga sama saja, kan?"


"Fa! Bukankah sudah kubilang agar tak berbicara seperti itu!" sahut Na dari alam bawah sadar mereka.


"M-maafkan aku Na, aku hanya merasa ada yang salah dengan semua ini. Terutama dengan orang berambut biru itu. Oh iya omong – omong dimana dia?"


Fa memendarkan pandangannya ke sekeliling, kalau tidak salah dia merasa baru saja bertemu dengan Dallas. Tapi entah kenapa sekarang pemuda berambut itu kembali menghilang dari pandangannya.


"jangan begitu Fa! Dallas itu juga membantu Aktivis Seniman, dia bukan orang jahat."


"Baik baik terserah kau saja, tapi jangan salahkan aku bila-.."


Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, 3 buah truk konteiner besar tiba – tiba telah menyeruduk masuk ke dalam lapangan Istana yang artinya rencana telah dimulai. Fa segera berlari meninggalkan posnya untuk menuju ke titik yang sudah ditentukan.


Konteiner terbuka, bersamaan dengan itu juga para warga mulai merangsak masuk ke dalam lapangan untuk melihat koleksi karya seni terakhir negeri ini dengan mata mereka sendiri. Dan inilah tugas Fa, disaat masyarat berkerumun untuk melihat. Ia bertugas membutakan para penjaga, militer, atau siapapun yang mengganggu sementara Dallas memberikan perlindungan dengan senjata.


Akan tetapi saat dirinya tiba di titik itu Dallas tak terlihat dimanapun. Di tengah kerumunan yang kacau balau itu dengan kesal ia mencoba mencari Dallas dan bingo! Iya menemukan pemuda itu sedang berjalan ke dalam sebuah gedung yang dirinya ingat menjadi tempat penyimpanan senjata mereka. Fa langsung bergerak untuk menyusulnya, tetapi kerumunan ini tidak dapat membuatnya bergerak dengan cepat.


"Bajingan minggir kalian minggir!" umpatnya sembari menyingkirkan semua orang ada di jalurnya, mau itu warga biasa maupun militer, "..sialan kau rambut biru! Membuatku berlarian layaknya orang bodoh."


Dan saat ia sampai di depan ruangan dimana Dallas berada, Fa dapat mendengar pemuda itu sedang berbicara dengan seseorang melalui perangkat radio yang berbeda dengan apa yang Aktivis Seniman gunakan.


"Irina, ini aku. Rencana dimulai. Jemput banci hode itu dan bawa ke tempat Vanart sekarang, dan katakana sekali lagi pada mereka. Jika orang tua itu mati sebelum aku sampai disana perjanjian kita akan batal. Dan mereka serta kau… tak akan mendapatkan itu. Oh iya, apa kau sudah memerintahkan pasukanmu untuk bergerak ke jalur itu? Sudah? Bagus. Aku akan menemuimu sebentar lagi."


Irina? Pasukan? Jangan – jangan!?-… Sudah kuduga! Sudah kuduga! Dasar Na bodoh!!! Sudah kubilang orang itu tidak bias dipercaya! Lihat! Dia sudah menjebak kita semua dasar gadis naïf, polos, bodoh! Umpat Fa dalam hati dan dengan amarah yang membara langsung merangsak ke arah Dallas.


"I-itu tidak mungkin! Itu pasti tidak mungkin!"


Dallas yang sadar bahwa Fa menerjang ke arahya segera menghindar, dan dengan reflek supernya itu bukanlah hal yang sulit. Ia mencoba menarik senjatanya namun saat ia telah memengang Stampade dan Jackal tiba – tiba pergelangan tangannya dilanda rasa sakit luar bias yang membuatnya tidak focus dan memberi kesempatan Fa untuk menendang kedua pistol Dallas lepas dari tangannya.


"Heh! Merepotkan saja! Stealth-.."


"Tidak akan kubirkan!!! Obfuscate!"


Dream Catcher hitam milik Fa memancarkan kegelapan ke seluruh ruangan yang membuat Dallas tak bisa melihat apapun. Dalam kondisi ini Dallas tak bisa menggunakan Stealth Walk maupun Stealth Strike, meskipun begitu ia tak mau menyerah. Dengan cepat ia mengambil pisau pemburunya.


"Ap-?! Cih! Sialan kau Fa!?!"


Tapi itu juga tidak terlalu membantu karena kenyataan bahwa dirinya belum bisa melihat belum berubah. Fa juga tidak berhenti disitu, ia kembali menendang senjata Dallas dari tangannya dan segera mengunci tubuh Dallas di lantai dengan kakinya dan juga mencekik leher pemuda itu dengan kedua tangannya.


"Bajingan tengik, beraninya kau mempermainkan kami!!! Siapa kau sebenarnya!??" Tanya Fa sembari terus mencekik leher Dallas yang wajahnya mulai membiru.


Dallas tak menjawabnya karena ia sibuk mencoba meraih pistolnya yang tergeletak tak jauh dari mereka berdua. Namun Fa yang menyadarinya segera bertindak cepat dengan menendang pistol itu menjauh, "Heh percuma juga bertanya, lebih baik kalau mati sekarang juga!"


Fa semakin mengencangkan cekikannya ke leher Dallas, Dallas pun terlihat mulai menggelepar dalam kuncian Fa mencoba melepaskan diri namun apa daya posisi yang kurang menguntungkan membuatnya tak bisa berbuat apa – apa. Tapi tiba – tiba…


Ruangan tempat mereka bergulat meledak karena serangan dari luar dan membuat mereka terpental dan otomatis terpisah. Dallas yang segera mengambil nafas sebanyak yang ia bisa langsung bergerak menuju ke kotak senjata yang telah terbuka dan mengambil sesuatu dari dalamnya.


Tak mau kalah Fa juga segera bergerak walaupun seluruh tubuhnya terasa sakit dan bersiap dengan apa yang akan Dallas lakukan. Saat Dallas mengeluarkan tangannya dari kotak senjata itu, "Tidak secepat itu pengkhianat! Obfus-.."


"Kau benar, tidak secepat itu!!" seru Dallas balik.


Dallas melemparkan benda yang diambilnya dari dalam kotak yang ternyata adalah sebuah granat flashbang yang langsung tepat meledak di depan wajah Fa. Dallas yang masih sempat menutup matanya dan hanya merasakan suara bisingnya saja mengambil kesempatan untuk mendekati Fa yang tengah shock dan kemudian mengambil sesuatu dari kantong kemejanya dan menempelkannya ke leher Fa.


"A-A-Aaarggg!!! Mataku!? Keparat apa yang kau!?~… lakukan." Tubuh Fa mendadak lunglai dan tak dapat digerakkan membuatnya tergeletak tak berdaya di tanah, "K-kau… bukan manusia? Cih, se-sepertinya aku terlalu meremehkanmu. Maafkan aku Na, sepertinya aku mengacaukannya."


"Memangnya sejak kapan aku bilang aku ini manusia, dasar bodoh," sahut Dallas dingin pada Fa yang sekarang menatap pada luka – luka ditubuhnya. Yang anehnya tidak mengeluarkan darah tetapi malah seperti pecahan – pecahan kaca berwarna merah yang melayang kemudian hilang di udara.


Pemuda itu menghela nafas panjang, "Hufftt~… penyamaranku terbongkar lebih cepat dari yang kuperkirakan. Sepertinya kemampuan penyamaranku sudah agak menurun."


Dallas kemudian berjalan ke arah Fa lalu mengambil perangkat komunikasi miliknya dan kemudian menginjaknya hingga rusak, "Sayang sekali… benar, kan? Fa, atau harus kupanggil Na? alah terserah lagipula kau juga sudah tak bisa apa – apa. Tapi jangan khawatir, kau tidak akan mati itu hanya racun hemotoksin. Racun itu hanya akan melumpuhkan seluruh otot di tubuhmu agar kau tak bisa bergerak untuk beberapa jam."


"Dasar licik!"


"Yeah, aku lebih suka menyebutnya sebagai pragmatist.."


Pemuda itu kembali berjalan menuju ke kotak senjata untuk mengambil sesuatu kembali. Fa kira ia akan mengambil senjata untuk membunuhnya, akan tetapi yang ia ambil ternyata adalah sebuah topi koboi abu – abu dan jas hitam dan langsung mengenakannya. Setelah itu Dallas kembali mengambil senjatanya yang berserekan di lantai kemudian berjalan ke luar ruangan yang sudah setengah hancur itu.


Tentu saja Fa mencoba untuk mengikutinya, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas bahkan menggerakan jarinya saja ia tak bisa.


"O-oi pengkhianat, kenapa kau tidak membunuhku?" Tanya Fa dengan suara yang terlampau lemah.


"Pengkhianat? Aduh aduh kasar sekali kau ini. Untuk sekarang, diriku juga sedang bekerja dibawah perintah Dania, kau tau?..." Dallas menghentikan langkahnya.


"...aku tidak dibayar untuk membunuhmu, maka dari itu aku tidak mau repot – repot melakukannya, maaf ya, jangan dendam padaku. Oh, dan kau jangan khawatir aku tidak akan membunuh si rambut belang dan Dania." tambah Dallas dingin pada Fa yang menatapnya dengan tajam dari balik bahunya kemudian berlalu pergi meninggalkannya begitu saja.


Sementara itu keadaan di lapangan juga tak kalah kacau, mengetahui para Aktivis Seniman memiliki senjata untuk melawan. Militer tak segan – segan menggulirkan tank – tank dan artileri mereka ke jalanan untuk menembak-... bukan lebih tepatnya membantai mereka.


Perlawanan berubah menjadi pembantaian, para Aktivis yang pada dasarnya tidak ahli dalam menggunakan senjata langsung dibantai bersama dengan masyarakat yang tidak mau bekerja sama. Truk – truk itu mungkin dapat bertahan dari rentetan peluru senapan.


Akan tetapi beda ceritanya ketika meriam utama tank dan artileri yang membidik mereka.


Fa hanya bisa melihat kejadian itu dengan pasrah dan mengutuk dirinya yang tidak berdaya. Ia juga menyesal kenapa tak mengambil tindakan lebih cepat sebelum semuanya bterlambat seperti ini. Namun tiba – tiba, sesuatu bergema di telinganya. Yang tak lain dan tak bukan adalah radio komunikasi miliknya yang masih sedikit bekerja.


Dengan semua tenaga yang tersisa pun ia menyebarkan informasi terbaru yang ia dapat pada siapapun yang masih terhubung ke radionya.


"Dallas adalah anjing Vanart! Jangan percaya padanya, jika kalian yang mendengar ini bertemu dengannya lari! Atau jika mungkin bunuh dia! Aku ulangi, Dallas adalah pengkhianat! Bagi yang bertemu dengannya, lari! Atau jika mungkin bunuh dia!!!-.........."


Part 04




(Senang Berbisnis denganmu juga...)


kembali ke dalam Istana, dimana sekarang juga sedang terjadi keributan besar yang tak kalah dengan di luar Istana.


Yang bahkan di dalam ruangan pribadi Lord General Vanart tak terlepas dari kekacauan itu. Dimana sang Jenderal juga harus ikut turun tangan mengurus kekacauan tersebut. Yeah, mau bagaimana lagi karena penyebab dari semua kekacauan ini bisa dibilang diakibatkan oleh beberapa pihakyang tak berasal dari dunia ini.


Membabi buta, itulah yang menggambarkan apa yang dilakukan Jess dan Hutch dalam ruangan Vanart sementara sang Jenderal juga tak kalah beringasnya dengan pasangan itu seolah ingin menunjukan bahwa gelar Jenderal yang ia sandang bukanlah pajangan semata.


Sayatan pedang, tembakan pistol dari Jenderal Vanart beradu dengan ayunan penggesek biola dan gitar yang entah bisa menjadi sangat tajam dank eras di tangan Jess dan Hutch.


Sebenarnya, Vanart sendiri juga tidak tahu kenapa tawanan berbahaya yang harusnya berada dalam sel isolasi di ruang bawah tanah Istana bisa sampai keruangannya dan bahkan menyerangnya. Tapi, setelah tahu bahwa salah satu bawahannya lah yang membebaskan Jess dan Hutcherson. Sang Jenderal merasakan apa yang dinamakan pengkhianatan.


Dan untuk nasib si pengkhianat tadi, Kolonel Irina Sneijder, yang sekarang tengah bersandar di ujung ruangan dengan wajah yang sangat pucat dan bahkan mirip seperti orang sekarat sambil terus memegangi perut kirinya yang kini tengah dibanjiri darah.


"Keparat! Apa kau tidak tau siapa aku!? Aku adalah Jenderal Vanart! Penguasa tertinggi ini, melawanku sama saja dengan kau ingin bunuh diri!"


"Apa wajahku terlihat peduli akan semua itu!? Yang aku tahu sekarang adalah di depanku sedang berdiri pemimpin diktaktor yang membantai semua warganya hanya karena tidak suka dengan karya seni. Aku telah diberi kesempatan untuk menghajarmu, oleh karena itu tidak akan kusia – siakan kesempatan itu!!"


"Aku adalah hukum di negeri ini! Semua yang ada di negeri ini berjalan seusai keinginan dan perintahku! Kolonel Irina setelah aku mengeksekusinya selanjutnya adalah giliran mu."


Pedang Vanart berdansa dengan kedua penggesek biola Jess dan Hutch. Tebasan demi tebasan tebasan mereka lemparkan pada satu sama lain dengan kecepatan yang luar biasa. Bahkan Hutch tidak percaya orang dengan fisik setua Vanart bisa menyaingin kecepatan mereka. Namun kemudian dirinya teringat ia sendiri juga tidak sedang dalam keadaan prima akibat racun yang disuntikan kedalam tubuhnya kemarin. Hutch yang mengambil alih sebagian besar pertarungan ini karena teknik Survive To Alive miliknya lebih cocok dengan tugas yang dengan terpaksa mereka emban kemarin.


Sekali lagi Vanart menarik pistol dengan tangan kirinya dan mengarahkannya ke dada Jess, Jess tentu tak tinggal diam, ia membalik gitarnya dan peluru yang dimuntahkan pistol Vanart terpental saat mengenai gitar itu.


Tidak itu saja, sebuah tebasan horizontal juga dilancarkan oleh Vanart arah leher Jess dan Hutch. Dengan niat memenggal kepala pasangan kekasih satu tubuh itu.


"Selesai sudah!" seru Vanart dengan senyum penuh kemenanan tersungging di bibirnya.


Mata Jess membulat saat melihat bilah pedang Vanart menuju kea rah lehernya dengan cepat, "S-sial… kita terlalu meremehkannya."


Mereka berdua menutup mata dan bersiap menerima rasa sakit yang akan menerjang leher mereka. Akan tetapi, setelah beberapa saat rasa sakit itu tak kunjung dating. Jess membuka matanya dan mendapati seorang pria mengenakan kemeja putih telah menahan laju pedang Vanart dengan menggunakan koper coklat yang orang itu pegang.


"Kau!? HAEL STEINER!!!!!..... "


"H-hehehe~… akhirnya kita bertemu juga, Jenderal Sialan Vanart." Kata Hael sambil terkekeh pelan, kemudian dengan sedikit gerakan ia membuat tebasan pedang Vanart meleset.


Vanart segera memperbaiki posisinya, dan dengan tatapan tajam dan mengerikannya yang khas ia kembali bersiap menyerang, "Sepertinya bocah itu berhasil, tidak buruk. Tapi sayang sekali dengan begini aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Hehehe.."


Jess dan Hutch hanya bisa melongo saat melihat siapa yang baru saja datang. Dari awal mereka memang mau berjuang di sisi Aktivis Seniman, tetapi karena portal mereka muncul di tempat yang jauh dari harapan mereka. Akhirnya mereka berdua tertangkap oleh militer Jenderal Vanart dan dijebloskan ke penjara.


"Ha-Hael Steiner!? K-kau pemimpin Aktivis Seniman itu, kan?" Tanya Hutch memastikan kebenaran dari apa yang ia lihat dan bukan halusinasi semata.


"Itu benar sekali tuan-EH Tuan!?? B-bukankah kau tadi seorang gadis?"


"Memanggil?" sahut Jess seraya menunjuk dirinya sendiri dan berkedip cantik kea rah Hael.


"EEEHHHHHHH!!!!!!!!!" Dania yang baru sempat menyusul Hael pun sama terkejutnya saat melihat sosok yang baru diselamatkannya adalah manusia dengan tubuh separuh wanita dan separuh pria.


Namun keterkejutan itu tidak berlangsung lama, karena tiba – tiba ledakan yang cukup besar terjadi di dalam Istana yang membuat seluruh bagian Istana itu bergetar seperti terkena gempa. Hael dan Dania tentu saja langsung teringat akan Kuro karena sumber ledakan tadi seperti berasal dari jalur rahasia yang baru saja mereka lewati.


Beberapa menit sebelumnya, di tempat Kuro…


Lelah, mungkin adalah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan Kuro Godwill saat ini. Dengan nafas terengah – engah pemuda tampan itu masih setia berdiri di tempat yang sama seperti beberapa menit lalu ketika berjanji pada Hael dan Dania untuk menahan pasukan musuh. Di depan Kuro juga telah tergeletak mayat para tentara atau tentara yang merintih kesakitan yang tak terhitung jumlahnya.


Dengan beberapa luka tembak di bahu dan paha yang tak bisa sembuh dengan sempurna, Kuro dengan susah payah menjaga dirinya agar tetap berdiri dan mempertahankan kesadarannya. Yeah, meskipun dirinya bukan manusia biasa dan bisa dibilang setengah malaikat. Terus – terus menggunakan kemampuan bertarung sedikit demi sedikit mulai menguras staminanya apalagi tanpa jeda diberikan untuk beristirahat.


"Hosh~ hosh~… Cih! Mereka tidak ada habisnya! Hei kalian menyerahlah, aku tidak ingin membunuh kalian semua yang ada disini!" Kuro berteriak, sembari menatap kelompok yang baru saja datang dan telah mengacungkan senjata mereka ke dirinya.


"..Hoi! kalian dengar atau tid-.."


"Tembak!..."


Sang pemimpin kelompok tak menggubris apa yang dikatakan Kuro dan langsung membuka tembakan ke arahnya. Kuro langsung bergerak cepat dengan memanggil skill Prison Wind miliknya yang membuat dirinya dikelilingi barrier berbentuk kubah dari udara dan membuat peluru – peluru mereka hanya menghantam barrier tersebut dan berjatuhan di tanah.


Kuro tersenyum, eh tidak lebih tepatnya menyeringai saat melihat semakin banyak pasukan yang mengepungnya, "Sepertinya kalian perlu merasakan panasnya api neraka…" gumamnya pelan sembari melirik ke arah tangki besar bertuliskan Gas Propane yang anehnya mengeluarkan suara mendesis dari lubang yang sepertinya terbuat akibat tusukan benda tajam.


"Tornadofire."


Semakin lama semakin banyak pasukan yang memenuhi jalan ini, dan Kuro hanya merentangkan kedua tangannya yang kemudian muncul sebuah tornado api kecil yang mungkin hanya berdiameter 2 meter bergerak ke arah kerumunan tentara itu. Mereka cuma tertawa melihatnya karena bagaiamana pusaran api sekecil itu bisa melukai mereka? pikir mereka. Namun...


Mata mereka semua segera membulat dan teror segera melanda pikiran mereka saat tau mereka semua telah di kelilingi gas. Mereka semua tunggang langgang mencoba kabur dari tempat itu, akan tetapi semua sudah terlambat karena tornado api milik Kuro telah terlebid dahulu melakukan kontak dengan gas tersebut.


Dalam hitungan detik api mulai membanjiri tempat itu dan menggulung semua pasukan yang ada di dalamnya dengan ombak api. Membakar mereka semua. Hingga akhirnya disusul oleh sebuah ledakan dahsyat yang meruntuhkan pintu masuk ke jalan ini. Tak lupa Kuro juga menggunakan barrier miliknya untuk melindungi dirinya sendiri. Namun apa daya, staminanya yang melemah membuatnya ikut terlempar akibat ledakan itu.


"Urrrggghhh! S-sial.. tak kusangka ledakannya akan sekuat ini.." rutuk Kuro sembari mengedipkan matanya beberapa kali karena pandangannya yang masih berkunang – kunang.


"A-aku harus segera menyusul Hael dan Dania. Mereka pasti sedang kerepotan disana!"


Dengan susah payah ia mencoba keluar dari reruntuhan yang menimbun sebagian tubuhnya. Tetapi kemudian ia berhenti, saat melihat ada pria berjas hitam dan bertopi koboi berdiri beberapa meter di depannya. Kuro memicingkan mata, dan setelah pandangannya menjadi sedikit lebih jelas, ia mulai mengenali kemeja biru di balik jas itu dan juga senyuman menyebalkan yang menurutnya hanya dimiliki satu orang di semesta ini...


"Da-Dallas? Apa itu kau!? Kalau itu benar – benar kau maka cepat bant-..."


"Dallas adalah a-..." Sebuah suara tiba – tiba muncul di radio komunikasi milik Kuro.


Yang kemudian di susul sebuah timah panas menembus dada sebelah kanan Kuro. Membuat darah mulai mengucur deras dari luka yang ditimbulkannya. Ia mendelik, dan langsung menatap Dallas dengan tatapan heran, marah, dan bingung.


"..-njing Vanart! Jangan percaya padanya, jika kalian yang mendengar ini bertemu dengannya lari! Atau jika mungkin bunuh dia! Aku ulangi,-.."


"Tenang saja, kau tidak akan mati. Mungkin," ucap pemuda berjas itu, Dallas. Sembari memasukan pistol hitam yang baru saja ia gunakan ke dalam holsternya, "Aku hanya ingin kau tetap berada disini untuk beberapa saat lagi."


"..-Dallas adalah pengkhianat! Bagi yang bertemu dengannya, lari! Atau jika mungkin bunuh dia!!!-.........." Suara itu berhenti. Dan Kuro... hanya bisa melihat Dallas di depannya dengan senyum penuh kemenangan.


"Ka-kau!? K-kenapa?!" tanya Kuro selagi menahan kesadarannya agar tak hilang terlebih dahulu, "..B-bukankah kau sudah berjanji untuk m-membantu kami?"


"Kenapa katamu? Mudah saja, ini hanyalah bisnis yang bagus."


Jawab Dallas enteng kemudian berjalan perlahan mendekati Kuro yang sekarat. Ia mengambil mengambil sesuatu yang berbentuk tabung dengan jarum sebagai ujungnya dan kemudian menusukannya ke leher Kuro. Setelah isi dari tabung itu habis ia membuangnya ke sembarang tempat.


"Fyuuh~.. pujianku untuk ahli kimia itu. hasil kerjanya benar – benar berguna," gumam Dallas pelan seraya berjalan meninggalkan Kuro yang mulai kehilangan kesadaran.


"Oh dan tenang saja, aku pasti akan menepati janjiku pada Dania untuk membantunya mengalahkan Vanart." Tambahnya terakhir sebelum akhirnya benar – benar meninggalkan Kuro di tempat itu.


Kembali ke Ruang Pribadi Lord General Vanart. Sekarang...


Vanart semakin terpojok dan mulai merasa resah. Memang, dirinya tidaklah merasa takut dengan mereka semua ini yang sedang melawannya. Akan tetapi, ia tetap tak bisa terus – terusan melawan mereka bersamaan tanpa bantuan dari pasukannya. Ditambah kedua senjatanya yang kini telah menjadi serpihan logam.


Tubuh tuanya sudah berdiri di tempat yang dulunya adalah tempat dimana meja kerja dan kursinya berada. Keadaannya juga tidak begitu baik, dengan lengan kiri yang terkilir dan luka sabetan benda tajam di beberapa bagian tubuhnya.


"Menyerahlah, Vanart! Dengan begitu kami tidak harus membunuhmu!" tutur Dania sembari mengarahkan laras pistolnya ke arah Vanart.


"Menyerah katamu? Lucu sekali, aku tidak akan menyerah sampai aku benar – benar menghapus seni dari negeri ini!" balas Vanart masih teguh dengan pendiriannya.


Jess dan Hutch? Mereka masih berada di ruangan itu, hanya saja sekarang mereka tengah berlutut di tengah ruangan sambil memegangi perut mereka dan muntah – muntah. Wajah tampan Hutch dan ekspresi manis Jess seolah menghilang dan berganti menjadi tatapan putus asa. Hael sempat bertanya apa yang terjadi pada mereka, namun sebelum pasangan kekasih itu dapat menjawabnya...


"Sepertinya waktumu sudah hampir habis ya, Hode." Terdengar suara seorang pemuda dari arah pintu.


Hael mendelik, "Dallas?! Kenapa kau ada disini? Bagaiamana dengan anggota yang berada di luar dan Fa?" ucapnya dengan nada yang mulai meninggi.


"Tenang saja, aku sudah mengurus mereka. Kuro juga."


"Kuro? Sebenarnya apa maksudmu?!"


"Simple..." Dallas mengangkat pistolnya dan menembakan satu peluru ke arah kepala Hael, "..Kau mati, dan aku mendapat bayaran."


Dania yang melihat itu merasa seperti ada yang hancur dalam dirinya, air mata yang tak terbendung mulai mengucur dari matanya dan dengan tangan bergetar ia mengalihkan todongan pistolnya pada Dallas.


"A-APA YANG KAU LAKUKAN BAJINGAN?! KAU MEMBUNUH HAEL!" hardik Dania. Dengan jari bergetar ia menarik pelatuk pistolny, berniat membunuh pemuda itu. Akan tetapi, reflek dan kemampuan Dallas terlalu unggul dibanding dirinya dan oleh karena itu...


Tanpa Dania sadari, Dallas telah berada tepat di belakang punggungnya. Dengan ngeri ia menengok kebelakang dan mendapati wajah Dallas dengan sebuah senyum kecil terukir di sudut bibirnya, "Dasar psikopat! Orang gila! Pembunuh!"


Dallas tertawa, "Hahaha!!~.. darimana saja kau selama ini? Oh dan aku ingin mengkoreksi beberapa hal, aku bukan seorang psikopat. Psikopat, membunuh tanpa alasan apapun. Sementara diriku, membunuh karena uang. Jadi yang kau teriak – teriakan itu salah." Tukasnya yang disusul suara dramatisir dari petir yang menyambar – nyambar di luar istana.


"Keparat kau Zeta!.. kau mempermainkanku! Bocah kecil sepertimu!?-.."


Dallas kembali menghilang dari pandangan mata, dan kali ini muncul di belakang Vanart. Membuat Dania tak bisa menembaknya dan berlutut di depan mayat Hael yang terlentang di depannya.


"Diam! Apa kau tahu hal yang paling kubenci di dunia ini? Satu, orang – orang sok kuat. Dua, pihak berwajib. Dan tiga, klien yang tidak membayar. Dengan kata lain, aku mendapatkan semuanya dalam satu paket dalam bentuk dirimu. Lord General Vanart~ lagipula namaku bukan Zeta, dan juga bukan Dallas. Jadi mulai sekarang jangan panggil aku dengan nama itu.."


Jelas Dall-..Zephyr dengan nada mengejek seraya menodong kepala Vanart. Kemudian mulai melanjutkan narasinya, "Tapi, meskipun begitu kau tetaplah klien pertamaku. Jadi akan kuberi kau keringanan daripada harus membunuhmu secara langsung."


"Baiklah baiklah! Akan kuberikan apapun yang kau mau! Jadi apa!??" tanya Vanart frustasi dan merasa terhina pada Zephyr.


"Bagaimana dengan membuka berangkas yang ada di belakang kita ini," Zephyr melirik sebuah dinding kosong di belakang punggungnya dan melihat Vanart sedikit bereaksi.


Vanart mengangguk pelan, dan lalu bergerak menuju ke dinding itu dan mulai melakukan sesuatu. Tak perlu lama, bunyi khas mesin muncul dari balik tembok itu disusul terbukanya pintu besar yang seluruhnya terbuka dari logam yang di dalamnya menyimpan sesuatu yang membuat Dallas hampir orgasme dibuatnya.


Emas, begitu banyak emas hingga seluruh bola mata Zephyr menjadi kuning karena kilauan logam mulia itu. Vanart, ternyata merencanakan sesuatu, dari dalam berangkas itu ia mengambil sebuah senapan mesin dengan peluru yang menjuntai ke lantai dan mengarahkannya ke arah sang pemuda berpakaian necis.


"DENGAN TANGANKU SENDIRI, AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN SEMUA DAN SEMUA SENIMAN DI NEGERI INI!!!"


Peluru mulai berterbangan dari senapan Vanart, akan tetapi Dallas ternyata jauh lebih cepat dan lincah dari pada kemampuan Vanart untuk mengarahkan dan menahan recoil senjata itu dengan benar. Dan dengan satu gerakan saja, pistol yang Dallas telah berganti menjadi pisau yang menancap dari leher belakang Vanart sampai tembus ke bagian jakunnya.


"Senang berbisnis denganmu juga."


Zephyr menarik lepas pisaunya dan darah merah segar menyembur deras dari luka di leher Vanart.


Merasa urusan dengan Vanart selesai, ia masuk kedalam dan mengambil 20 kantong berisi emas lalu meletakkannya di dekat mayat Hael sementara Dania tetap memandangnya dengan tatapan yang hina walaupun Zephyr tetap cuek akan hal itu.


"H-hei orang gila!! Bagaimana dengan kami? Kami berdua telah mengikuti rencana busukmu ini. Jangan bilang kau juga akan mengkhianati kami!" sahut Jess sembari mencoba berdiri menggunakan bantuan biolanya. Juga meminta bayaran yang dijanjikan Zephyr padanya.


"Ah~.. benar juga. Kau benar. Ini!" Dallas melempar sebuah suntikan kearah Jess dan Hutch yang langsung ditangkap dengan susah payah olehnya.


Tanpa basa – basi Jess segera menyuntikan cairan itu kelehernya dan setelah isi tabung itu kosong ia membuangnya begitu saja dan memulai menunggu efek yang ditimbulkan suntikan ini. Tapi... bukannya sembuh sakit yang melanda tubuhnya malah menjadi makin parah dan bahkan semua tenaga ditubuhnya langsung menghilang dan membuatnya tersungkur di tanah.


"B-bajingan... suntikan it-itu, itu bukan antidotnya, kan!?"


"Tentu saja bukan, itu adalah dosis TTX yang harusnya kugunakan saat sedang terdesak. Tapi melihatmu masih bisa berdiri setelah disuntik racun yang harusnya bisa membunuh selusin manusia dewasa? Itu membuatku ingin menguji daya tahan tubuh kalian. Dan bukankah sebelumnya sudah kuberitahu untuk membaca soal TTX di Wikipedia? Racun Tetradotoxin.. sampai saat ini belum ditemukan penawarnya."


"K-KAU MENIPU KAMI!? LAGI PULA DI DUNIA INI TIDAK ADA INTERNET!! " pekik Jess sembari mencoba berdiri, "Kau benar – benar keparat paling berdosa yang pernah kami temui!!" tambah Hutch yang untuk pertama kalinya menaikan nada suaranya akibat marah pada pemuda yang satu ini.


Zephyr merentangkan kedua tangannya keudara, "Aku tak bisa membantahnya. Kau tak bisa mengeja assassin tanpa kata Sin(dosa) dan dua kata Ass(keparat/bajingan, )!!" tukasnya dengan bangga.


"Ha-Hael.. H-Hael... kau, kau sudah membunuh Hael. Kau harus mati!"


"He? Apa? Oh ternyata kau. Ya ampun tidak kukira gadis tegar sepertimu bisa patah semudah ini. Pantas saja Hael yang menjadi pemimpinnya."


Untuk sesaat Zephyr sempat lupa kalau Dania masih berda di tempat itu. dan sekarang gadis yang mentalnya telah hancur itu berjalan ke arah Zephyr dengan mata yang hampa dan pistol mengacung. Giginya menggeretak dan jari kembali siap menarik pelatuk.


Zephyr hanya santai saja melihat itu karena ia yakin bahwa dengan kondisi Dania yang sekarang gadis itu tak akan bisa melukainya. Dan benar saja, sebuah hantaman kuat di leher Dania langsung membuatnya pingsan dan terbarik di samping mayat Hael Steiner.


Zephyr tersenyum saat melihat siapa yang melakukan itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Irina. Masih dengan memegangi perutnya yang kini telah dibuntal dengan kain seadanya.


"Yah, sepertinya keadaanmu juga tidak terlalu baik, ya? Irina."


"Tenang saja, luka ini tidak seberapa aku pernah mengalami yang lebih parah."


"Oke oke, baiklah. Karena tugasku sudah selesai di negeri ini, harusnya sebentar lagi domba kecil itu datang menjemputku-.." pandangan Zephyr tercuri pada benda coklat yang tergeletak di samping mayat Hael dan tangannya mulai bergerak untuk mengambilnya, "..Kopor yang bagus, aku akan membawanya! Kau tidak keberatan, kan. Hael?" gumamnya pelan.


Ia membuka kopor itu, lalu mengeluarkan beberapa benda dari dalamnya seperti granat tinta milik Hael dan peralatan – peralatannya lalu menggantinya dengan granat – granat dan alat lain yang dirinya simpan dalam kantung jas dan kemejanya. Setelah selesai, sebuah portal hitam tiba – tiba mulai muncul di belakangnya. Sang Domba datang menjemput!.


Zephyr tersenyum lebar, "Aha! Datang juga! Kalau begitu waktunya untuk pergi oi domba tolong bawa bayaranku ya! Dan Irina, kau boleh melakukan apapun pada... orang ini? Ya pokoknya apapun lah, menurut pandanganku tubuhnya sudah tidak bisa bergerak dan sebaiknya kau lakukan sebelum jemputannya datang." Saran Zephyr sembari mulai berjalan ke arah portal.


"Baiklah, haruskah aku berterima kasih? Heh, sepertinya tidak. Sejujurnya aku masih tidak percaya, kenapa kau bisa selamat sampai sekarang dan menjalankan semua rencana gilamu itu. kau benar – benar iblis." Irina melirik ke arah Jess dan Hutch yang sedang mencoba mencerna apa yang mereka berdua katakan.


"Kenapa kau tidak ambil sisi positifnya, dengan begini kau bisa menjadi pemimpin negeri ini sebagai pengganti Vanart. Dan untuk Dania,meskipun Hael menjadi korban revolusi yang mereka lakukan telah berhasil karena Vanart mati seperti rencana awal Hael. Lalu diriku? Mendapat bayaran yang dijanjikan oleh keduanya! Happy Ending untuk semuanya!!!"


Jelas Zephyr disusul tawa yang membahana. Irina hanya busa menatapnya dengan ngeri, meskipun bisa dibilang dirinya sudah sering melihat tingkah itu sewaktu ia menemaninya di Istana tetap saja sifat pemuda bertopi koboi itu selalu membuat ngeri.


"..sudah sudah, aku tidak mau berlama – lama lagi di tempat ini. Bye Irina! Sampai jumpa di neraka suatu saat nanti, bercanda. Ha!"


Kakinya mulai bergerak melewati portal hitam diikuti oleh sang Domba yang membawa 20 kantong berwarna hitam yang berisi emas milik Zephyr dipunggungnya. Setelah melewati portal tersebut Zephyr dan sang Domba sudah benar – benar menghilang dari ruang ini meninggalkan Irina dengan Jess dan Hutch.


Irina mengeluarkan pistol pribadi miliknya dan melirik ke arah pasangan satu tubuh itu, "Sekarang, waktunya membalas apa yang kalian lakukan pada anak buahku saat kalian datang kemari," dengan laras pistol mengarah ke kepala Jess/Hutch, jarinya sudah bersiap di depan pelatuk.


Saat itulah Jess dan Hutch mengingat sesuatu saat mereka baru saja datang ke negeri ini. Portal yang di buka oleh domba mereka ternyata mengirim mereka masuk tepat ke salah satu barak militer Jenderal Vanart. Sebelum akhirnya tertangkap Jess dan Hutch telah membantai terlebih dahulu pasukan yang ada di dalam barak tersebut.


Pasukan yang ternyata di komando dan dikepalai oleh Kolonel Irina Sneijder.


"Tu-tunggu! K-kami benar – benar minta maaf. Saat itu kami hanya mempertahankan diri!" sergah Hutch.


"Yeah, benar. Tapi maaf untuk kalian berdua.." jari Irini menarik pelatuk pistolnya, "..tidak ada happy ending bagi kalian."


Ujar Irina dingin sembari menatap tubuh tak bernyawa Jess dan Hutch yang bersimbah darah di lantai.


××--<>--××


Epilogue


..Another Deal..


Sudah hampir 5 menit Zephyr berjalan setelah memasuki portal namun dirinya tak kunjung keluar dari dalam kegelapan tersebut, tak seperti saat Ratu Huban menendangnya masuk, atau saat dirinya memasuki portal untuk masuk ke dalam dunia tadi. Ia menggaruk kepalanya kebingungan, dan mulai bertanya pada dombanya.


Akan tetapi, sebelum ia mendapat jawaban yang memuaskan, dirinya terlebih dahulu merasakan kehadiran seseorang di dekatnya dan langsung menarik keluar Stampade dan Jackal. Zephyr memendarkan pandangannya ke semua arah, namun tak mendapati apapun setidaknya sebelum ada seseorang yang tiba – tiba berbicara di belakangnya...


"Halo, Nak Zephyr. Sepertinya kau telah menyelesaikan babak pertama dengan cukup sukses, jika dilihat dari barang – barang yang kau bawa." Suara itu terdengar tidak asing ditelinga Zephyr, suara yang pernah didengarnya tak lama ini.


Ia mengintip sang Pemilik suara dari balik bahunya dan menghela nafas dalam, "Sudah kuduga, ada apa tuan Kurator? Apa kau yang menyebabkan kami berputar – putar di tempat ini?" katanya sembari membalik badan untuk melihat orang itu.


Orang yang berpakaian seperti petinggi mafia dan mengenakan kacamata, Kurator dari Museum Semesta, Zainurma.


"Ya.. bisa dibilang itu benar, sebenarnya aku ingin berbincang denganmu sebentar."


"Berbincang?"


"Yap! Sejujurnya aku terkejut saat kau memutuskan untuk mengeliminasi Hael dan Vanart. Aku tau jika Vanart adalah seorang bedebah, tapi Hael? Aku benar – benar tidak menyangkanya. Tapi... biarakan aku bertanya, dari kedua sisi tadi sebenarnya pada siapa kau lebih berpihak? Dan si Zia Maysa Poasea, kulihat Cuma dia yang tidak terluka olehmu."


"Dengar, tuan Kurator. Aku tidak pernah peduli pada siapa yang kupihak, mau itu raja iblis atau tuhan dari surga kedelapan pun aku tidak peduli. Yang kupedulikan adalah apakah mereka klienku yang mebayar atau bukan. Untuk ahli kimia itu, jujur saja aku suka padanya. Bukan secara harfiah, tapi karena dia membuat pekerjaanku jauh lebih mudah."


Zainurma mengangguk ringan sambil tersenyum. Ia memberikan tatapan aneh ke arah Zephyr yang tentu membuat sebelah alisnya terangkat. Zainurma kemudian memunggungi Zephyr, dan melirik Zephyr dari balik bahunya.


"Seperti yang aku harapkan.." kepalanya mengangguk sekali lagi, "Sekarang, biar ku katakan tujuanku memulai perbincangan singkat ini. Nak Zephyr, apa kau ingin bergabung dalam sesuatu yang sedang kulakukan? Tentu saja kau akan kubayar."


Zephyr mendecih, "Kau ingin membuat kontrak denganku? Maaf saja tapi aku-.."


"Jika kau tidak suka aku juga tidak memaksa, tapi biar kukatakan ini... bayaranmu kali ini bisa dibilang saaaaaaangat... jauh diatas yang bisa kau bayangkan sebelumnya."


Tambah Zainurma memberi Zephyr pilihan. Sementara Zephyr? Dia hanya bisa meneguk ludah berulang kali mendengar tawaran Zainurma dan membuat seluruh keraguannya untuk menolak pergi begitu saja. Ketamakan memakan jiwa pemuda ini.


Tidak menjawab Zephyr malah mengenakan scarf bergambar tengkorak dan google falantnya kembali setelah sempat ia tanggalkan demi menyusup ke kelompok Vanart, "Jadi, bagaimana? Apa kau mau ikut?"


"Apa kau masih perlu jawaban?" kedua pistol Zephyr menyilang di depan dadanya, "Dark Blue Hitmen, siap melayani Anda~.."


Zainurma tersenyum, kemudian berbalik kembali ke arah Zephyr untuk menepuk pundaknya pelan seraya menyunggingkan sebuah senyuman yang cenderung mirip sebuah seringai ke arah Zephyr.


"Bagus, oh dan bolehkah aku bertanya. Kenapa kau menggunakan scarf bergambar tengkorak itu? aku lihat kau jauh lebih tampan tanpanya," tukas Zainurma karena penasaran.


"Sebenarnya aku punya beberapa alasan, dan salah satunya adalah. Agar target dan klienku tahu, saat mereka melihatku. Sama saja dengan melihat Grim Reaper sedang tersenyum ke arah mereka.." jawab Zephyr dengan penuh percaya diri.


To Be Continued...

>Cerita sebelumnya : [PRELIM] 18 - ZEPHYR | RELAXING END, MURDEROUS START
>Cerita selanjutnya : -

16 komentar:

  1. alurnya maju mundur ya.

    akan lebih seru kalo identitas dallas nggak diungkap dr awal. maksudnya diungkap diakhir saja biarkan pembaca menebaknya terlebih dahulu.

    dan Zia kayaknya cuma disebut saja di sini. semacam nggak ada peran sama sekali atau malah eksistensinya di sini jd hilang? padahal ada juga karakter tmbhan slain OC tamu.

    saya penasaran sama cairan yang disuntikkan ke kuro. itu obat bius? atau racun? ada yang
    bilang kalo nggak ati2 nanti dia jadi anita mardiani 2. kotanya hancur deh. hahaha.

    na ntah knp jadi kerasa kaya gadis otaku kalo baca dialognya.

    ada beberapa typo tapi itu sih sudah wajar saya sendiri juga belum bisa menghindari typo.

    hmm...lagi2 saya bingung mau ngasih nilai. 8.5 tp nggak boleh deslmal jadi 8 aja deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. jawab pertanyaan dulu :D

      di draft asli ane Zia ada scenenya :'tapi karena wordnya overlimit maka dengan sangat terpaksa gak ane masukin :'3

      yg dimasukin Z ke Kuro sama yg kaya dimasukin ke FaNa, Hemotoksin. cuma buat melumpuhkan aja dan gak mematikan yg mematikan itu yg TTX

      ane sedang berusaha melawan typo dan kayaknya belum berhasil juga, doakan di kedepannya ane bisa menghilangkan penyakit ini :'3

      btw makasih buat nilai 8nya kak! nanti akan ane bales di entrnya Kuro biar kita semua bisa sama - sama masuk round 2 heheh :'v

      Hapus
  2. Banyak typo, lol.

    Jadi terkesan membandingkan mungkin, tapi karena kelompok ini sebelumnya saya kenal dari ceritanya FaNa, karakterisasi di sini terkesan inferior. Bahkan karakternya zephyr yang seharusnya tokoh utama pun terkesan datar.

    Tapi lembangunan konfliknya oke. Demikian pula dengan twist twist di akhir cerita.

    7/10

    Fahrul Razi
    OC: Anita Mardiani

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe itu penyakit ane dari dulu king, typo :3
      entah ane yg males ngecek ato gimana,karena perasaan waktu ane cek itu udah pas pas aja .-.tp btw makasih masukannya king. karena OC yg ada disini banyak ane malah jd fokus gimana cerita ini slese sesuai dengan yg ane mau dan imbasnya ya gitu deh :3

      tp sekali lagi terima kasih udah mampir bang :D

      Hapus
    2. hehe itu penyakit ane dari dulu king, typo :3
      entah ane yg males ngecek ato gimana,karena perasaan waktu ane cek itu udah pas pas aja .-.tp btw makasih masukannya king. karena OC yg ada disini banyak ane malah jd fokus gimana cerita ini slese sesuai dengan yg ane mau dan imbasnya ya gitu deh :3

      tp sekali lagi terima kasih udah mampir bang :D

      Hapus
  3. Saya sebenernya suka konsepnya. Netral, tamak, dan sadis, semua ada disini. Konklusi mendekati akhir cerita juga cukup menerangkan apa yang masih buram di tengah-tengah.

    Tapi jujur aja, saya kurang suka penyajian ceritanya.

    Hampir di seluruh narasi kurang enak saya baca. Typo bertebaran. Dan ada beberapa paragraf yang cuma satu kalimat panjang, bahkan tanpa koma.

    Saya masih belum paham gimana bisa Zephyr tiba-tiba jadi Dallas dan Zeta dan memihak keduanya. Entahlah, otak saya belum bisa mencerna penjelasannya.

    But, nice plotting. Caption "Ass-Ass-Sin"nya itu... xD

    Overall Score: 7

    At last, greetings~
    Tanz, Father of Adrian Vasilis

    BalasHapus
  4. Hmm, sebenernya ceritanya menarik. Tapi rasanya saya pribadi merasakan ada sedikit kekurangan dalam dialognya. Mungkin kurang alami kali ya kalau menurut saya. Bisa jadi ini bias subjektif dari saya sendiri sih, jangan terlalu diambil.

    Pengolahan plotnya sendiri lumayan, tapi rasanya ada yang kurang. Lebih tepatnya, build-up dan pas mau ke transisi tiap adegan, terutama yang aksinya.

    Gitu aja sih, selain dari itu entrinya udah lumayan solid dan menghibur.

    Maap kalau dikasih 7. Sebenernya potensial, tapi ya kurang maksimal.

    Salam sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut.

    BalasHapus
  5. ==Riilme's POWER Scale==
    Plot points : B
    Overall character usage : C
    Writing techs : C
    Engaging battle : C
    Reading enjoyment : C

    Dari awal saya udah bisa ngira kalau Dallas = Zeta = Zephyr, tapi sampe akhir saya ga ngerti gimana Dallas dan Zeta itu orang yang sama karena mereka berasa ada di dua tempat yang beda di waktu yang sama. Alur ceritanya lumayan bikin bingung dan agak terseok" saya bacanya buat ngikutin, meski nangkep intinya Zephyr jadi semacem double agent yang nyingkirin dua pihak sekaligus

    Beberapa kali saya nemu Dallas disebut Zephyr pas dia belum reveal siapa dia sebenernya, dan pas udah bilang dia itu Zephyr pun tetep aja ada berapa kali masih disebutnya Dallas, berasa bolak-balik dan yah itu bikin kurang sreg

    Terakhir, saya beneran miss Zia di entri ini nasibnya gimana

    ==Final score: C (7)==
    OC : Iris Lemma

    BalasHapus
  6. Lah, si begalodon klepek-klepek di lantai~

    Mbek-nya omnivora
    ._.

    Aih, saya tahu referensi adegan CoD4-nya, di misi pertama itu kan ya? wkwkwkwk

    Agak pusing sama alurnya, ternyata maju mundur.
    ._.

    Saya juga berulang kali tersendat ketika membaca, kala ada typo yang menyela seperti kerikil jalanan.
    Si Zephyr rasanya kurang kegali, saya bahkan masih belum ngerti hubungan si Zephyr menuju Dallas.

    Ass-ass-in
    ntap

    Oh iya, si Zia jadinya gimana?
    ._.

    Point : 7
    OC : Venessa Maria

    BalasHapus
  7. Maju mundur cantik alurnya~

    Gak bisa komentar banyak karena ujungnya2 sama kyk di atas. Konflik dan plotnya lumayan.
    Penamaannya yg terlalu beragam bikin bingung.
    Typo berserakan dan juga kata yg kelebihan.
    Terakhir, ada kata 'eh' dalam narasinya , jadi berasa kyk sudut pandang org pertama.

    7
    samara Yesta~

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Tentang ulat bulu, anakonda, dan semacamnya, berhasil bikin saya muntahin beberapa mili teh gelas yang lagi saya minum pas baca ini. Penceritaannya jenaka dan menyenangkan banget.

    Tapi saya harus setuju dengan komentar yang lain, kalau ada beberapa typo yang bikin arti katanya melenceng hampir parah, jadi, semoga cepet sembuh dari penyakit typonya. Soal karakterisasi sudah cukup terasa. Zephyr maut banget ya. Dan pertunjukan terakhirnya, itu epik. 8/10

    Oc: Namol Nihilo

    BalasHapus
  10. bingung mau komentar. wkwkwk...
    saya sempat skip bagian awal, entah kenapa itu semacam sesuatu yang nggak perlu di mata saya. soalnya di prelim permulaan cerita seperti itu cukup lumayan. makanya ngga saya baca dan langsung saya pilih ke bagian yang memulai cerita yang sebenarnya.

    penggunaan alur maju-mundur yang cukup berani. mengingat keterbatasan aturan panjang naskah. dan buat saya itu sudah lumayan rapi ya.

    selain itu, mungkin sama saja dengan yang udah review di atas. soal typo, pemilihan kata yang kurang tepat, dll.

    nilai 7
    MirorMirors/Tal

    BalasHapus
  11. aq bngung mau ngomong apaan. ternyata alur nya maju mundur yah. alur maju mundur itu keren, tapi salah dikit malah yg baca bingung. jadi kyk pedang bermata dua. konsep dan karakter unik, cuma terasa superficial, ga alami gitu. seperti itu kesan q dengan Zephyr

    total:7
    OC: Mia

    BalasHapus
  12. Sasuga nee, dari entri yang lebih prefer ke action. Tapi sangat disayangkan, typo-nya banyak banget.

    Karakterisasi dari karater lain kurang terasa, dan Zephyr-nya sendiri gak bisa dipungkiri sama seperti itu.

    Kalau keseluruh jalan cerita sih udah oke, tapi saya rasa entri Zephyr yang kemarin lebih enak dibaca.

    Nilai: 7

    OC: Satan Raizetsu

    BalasHapus
  13. Hue, maafkan saya harus baca dua kali buat ngeh karena alurnya ternyata bolak balik ya...

    Buat plot sendiri sebenarnya sudah cukup bagus, twistnya juga, apalagi pas Irina nembak Hudson--maksud saya Jess Hutch, itu cukup bikin mata saya mendelik. Tapi again, typo. Sebenarnya saya ga mau ngomongin teknis tapi typo parah sampai makna geser atau orangnya ganti, bikin saya 'eh? eh?'

    Untuk awalannya sendiri, saya sempet kira itu kayak ada naratornya, macam tell, bukan show.


    Buat sekarang kayaknya saya kasih 7 dulu ya

    semoga bisa lolos.
    semangat

    -Odin-

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.