Minggu, 13 Maret 2016

[FBC] 028 - ADAM CAINABLE

VERSUS
FATANIR
SANELIA NUR FIANI
[Tantangan V1]
oleh: Kakarotomo

---


"DREAM THEATER"



Stage I

The Arrival


Seorang pria berjaket kulit merah gelap tampak berjalan menyusuri ruang bidang putih tanpa batas. Mata biru navynya menjelajah ke seluruh penjuru arah. Dengan teliti, ia memeriksa segala sesuatu yang mungkin akan memuaskan rasa ingin tahunya.

"Hey!"

Fokusnya terpecah saat suara tanpa rupa memasuki rongga telinganya tanpa permisi. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari asal suara tersebut.

"Di sini!"

Lelaki itu berhenti, menggerakkan kepalanya ke arah asal suara yang berada di belakangnya. Benar saja, sesosok makhluk berjas dengan kepala bantal lucu berwarna ungu tengah berdiri di hadapannya. Tubuhnya setinggi anak kelas lima SD, tak lebih tak kurang.

Si gondrong flamboyan sedikit terhenyak. Ia baru pertama kali melihat makhluk yang keanehannya melebihi makhluk lain di semesta. Kewaspadaannya menurun seiring sorot matanya yang mencoba mengajak bersahabat.

"Siapa kau, nak?"

"Namaku Ratu Huban, salam kenal.." Tangan Ratu Huban terulur mencoba bersalaman.

Adam langsung menerima jabat tangan Ratu Huban, "Adam Cainable, panggil saja Adam. Ngomong-ngomong di mana ini?"

"Alam mimpi," jawab Ratu Huban singkat.

"Alam mimpi?" Dahi Adam mengerut. "Jadi semua ini hanya khayalan belaka."

Ratu Huban berjingkrak-jingkrak mengelilingi tamu pertamanya sambil memutar tongkat berwarna pelangi miliknya. "Bisa dibilang iya, bisa juga nggak. Dunia ini bukan ilusi, semua ini nyata. Hanya saja tempat ini emang tercipta dari utopia semua makhluk. Khayalan, impian, cita-cita, lamunan dan juga trauma. Makanya wujudnya suka berubah-ubah."

"Pantas semuanya terlihat begitu abstrak. Tadi berisi, sekarang malah kosong," ujar Adam.

"Gitu deh, namanya juga mimpi." Logat Ratu Huban mulai terdengar seperti orang Betawi. "Betewe, apa mimpimu?"

Adam terdiam seribu bahasa. Kepalanya mendongak ke atas seolah mengamati sesuatu yang tak terlihat. Sorot matanya terlihat sayu dengan kelopak matanya yang sedikit menyempit. Otaknya menjelajah di memori yang telah berusia melebihi jagat.

"Aku ingin menjadi manusia," jawabnya polos.

"Bruakakakakakakakakakakak!!!"

Tawa Ratu Huban meledak begitu hebat. Ia jatuh berguling-gulingan ke segala arah. Bahkan air mata muncrat dari dua lubang di bantal ungunya. Ia memukul lantai berkali-kali seolah tak bisa menahan sensitivias humornya yang meledak.

Sementara Adam hanya terdiam sambil menatap kelakuan lebay si penghuni alam mimpi. Ia mencoba berpikir mimpi keduanya yang terlihat konyol. Menjadi manusia? Sehina itukah?

"Aduh..auh. perut aye kram," Sang Makhluk Mimpi mulai mencoba berdiri sambil memegang perutnya. "Ente kan sudah jadi manusia?"

"Ini hanya kulit."

"Eh?"

Adam mengangguk pelan. "Pada dasarnya aku bukan dari kalangan manusia, Ratu Huban. Kau tahu? Berkelana ke berbagai tempat di dunia fana ini. Melihat setiap kehidupan datang dan pergi."  Pandangannya kembali diarahkan ke atas. "Sampai dua insan itu datang dari langit."

"Kau bicara tentang dua manusia pertama yang diceritakan dalam literatur suci,  kan?" tebak Ratu Huban. Logatnya mulai normal.

"Yah, hanya darah dan daging yang menyusun tubuh mereka. Tapi para manusia bisa melalui semua itu dengan hanya mengandalkan akal dan kerja sama satu sama lain. Bukankah itu sangat indah? Mereka sungguh membuatku iri."

Ratu Huban hanya manggut-manggut. Perlahan ia mengerti kenapa makhluk berkulit manusia di hadapannya sangat mengagumi ras yang ditakdirkan menjadi khalifah bumi oleh Yang Maha Kuasa.

"Sorry, tadi aku lupa bilang. Ada aturan main di Alam Mimpi. Pertama, setiap jiwa yang mati di sini akan menjadi bagian dari Alam Mimpi. Kedua, jika jiwa tersebut berstatus masih hidup di semesta asalnya, maka ia harus menjalani tes untuk menunjukkan kualitas usaha mewujudkan mimpinya," kata Ratu Huban berusaha menjelaskan.

"Tes?" Dahi Adam mengkerut.

Si bantal mengangguk. "Yup! Tesnya akan disesuaikan dengan personalisasi setiap jiwa yang mampir ke Alam Mimpi. Jika sampai mati, maka jiwa-ragamu akan menjadi serpihan Alam Mimpi."

Ratu Huban mengarahkan ujung tongkatnya ke atas. Tiba-tiba benda kesayangan si Makhluk Mimpi itu menyemburkan sebuah kembang api yang menyebarkan kelap-kelap berwarna-warni. Secara ajaib, sisa cahaya kembang api itu berpusar menjadi portal dimensional berwujud pusaran lubang hitam.

"Oi! Aku masih banyak per-"

Ucapan Adam terpotong saat tubuhnya terhisap ke gerbang secara instan. Pada saat itu juga pusaran ciptaan perempuan berkepala bantal itu menghilang usai melaksanakan tugasnya.

"Sekarang waktunya nonton pertandingan," ucap Ratu Huban.



Stage II

Not Alone

"Sialan, makhluk itu langsung memindahkanku ke sini."

Adam mendapati dirinya terbaring di daratan imajiner yang terbuat dari bahan transparan. Lelaki itu mencoba berdiri perlahan-lahan. Setelah berhasil memantapkan posisi kedua kakinya, ia mengarahkan pandangannya ke atas.

Di atas sana, terlihat jutaan bintang menggantung di langit.  Bintang Epsilon Orionis bersinar biru cerah selembut purnama di dunia nyata.

Langit berwarna biru agak gelap seperti malam. Aurora menari-nari di langit mengikuti simfoni alam. Hujan meteor meluncur menghiasi gemerlap semesta. Planet-planet beredar mengelilingi angkasa raya dalam keteraturan. Begitu damai dan hangat seolah menggambarkan bahwa tempat ini adalah nirwana.

Aku juga bisa bernafas di sini. Tempat ini memang menakjubkan.

Sejenak Adam terbawa suasana, mengenang masa lalu di semesta purba tempatnya berasal. Namun keasyikannya mendadak buyar oleh satu kehadiran asing.

Ia mengedarkan pandangan matanya ke segala arah. Mencari eksistensi yang cukup membuat instingnya terusik. Adam mulai memasang sikap siaga penuh. Siapa tahu musuh langsung menyergap dari belakang.

Dugaannya tepat. Saat ia menoleh, terlihat dua sosok asing seukuran manusia turut hadir di dimensi Alam Mimpi.

Sesosok anak muda berjambul keriting cokelat agak kurus. Berkulit sawo matang, pakai tuksedo hitam mewah. Di dalamnya kemeja katun putih lengan panjang yang kancing paling atasnya dibiarkan terbuka.

Satunya lagi adalah seorang wanita. Didominasi warna biru, ia mengenakan rok mini, serta stocking hitam di kaki. Untuk bajunya, wanita ini mengenakan kemeja berwarna biru muda dan memberikan pelapis tambahan berupa jubah menggerai. Ukurannya cukup panjang, menjuntai hingga sebatas betis.

Adam menatap penuh selidik. Mata kanannya bereaksi memindai setiap inci subjek di hadapannya.

"Siapa kalian?"

Si keriting hanya berkacak pinggang. Telunjuknya menuding tepat ke mata kanan Adam. "Gak sopan ngintip data orang, Bang. Gue udah tahu sejak pertama lihat. Itu mata pasti kamera, kan? Kayaknya dia udah mindai data kita, Nely!"

Kedua mata Adam melebar. Ia tersentak, mengetahui lawan bicaranya bisa mengidentifikasikan perangkat yang terpasang di rongga matanya dengan sekali lihat. Mata kanannya memang adalah lensa sensor optik, tapi wujudnya yang terlihat persis dengan mata organik tak akan mudah dikenali oleh orang asing.

Si kribo ini? Bisa membaca pikiranku, rupanya..

"Kau benar, Fata." Mata si perempuan berambut biru menatap penuh kebencian. "Apa dia musuh yang harus dimusnahkan?"

"Gak salah lagi, Nel! Kata si bantal, kita musti ngalahin cowok berambut panjang diiket, pake jaket merah, bawa tas dan tongkat. Ni orang persis ama yang di gambarin Ratu Huban."

Dahi Adam mengernyit keheranan. Ia tak habis pikir kenapa dua orang di hadapannya langsung pasang target tanpa alasan jelas. Baru pertama bertemu, langsung dijadikan sasaran pembunuhan.

Batinnya mulai meragu akan kepercayaannya selama ini. Untuk sekarang, ada dua manusia yang langsung menargetkan nyawanya tanpa pikir panjang. Namun Adam masih menahan diri. Ia sadar ada kemungkinan bahwa sepasang insan ini mungkin memiliki alasan kuat untuk mengambil hidupnya.

"Apa salahku sehingga kalian ingin menyerangku?"

Hening menyergap kedua orang tersebut. Tak ada suara yang menjawab rasa ingin tahu Adam. Mereka berdua terdiam, tak mengucap sepatah kata pun.

Tampaknya dua orang di depannya mengalami situasi rumit. Terjebak di ranah yang sama dan terpaksa mengikuti prosedur saling membunuh. Bisa saja si kepala bantal menculik jiwa mereka yang terlelap untuk diadu satu sama lain.

Dua pemikiran yang menghasilkan satu kesimpulan yang sama : menang dan kembali terbangun...

Atau kalah dan lenyap menjadi fragment alam mimpi.

Adam menghela nafas panjang. "Sudah kuduga, kalian sebenarnya sama denganku. Tampaknya realita di sini memiliki regulasi yang cukup mengerikan. Mau bertarung sekarang? Atau memikirkan solusi untuk keluar dengan selamat?"

"Ya," ucap wanita bernama Nely dingin. "Cukup satu tarikan pelatuk untuk  mengakhiri neraka ini. Aku harus kembali demi Safira dan rakyatku."

"Wah, sekarang lu sadis juga, Nel," tukas Fata terkekeh. "Kalo gue sampai kalah di sini, gimana nasib anak bini gue nanti?!"

Rasa miris melanda jiwa Adam saat menatap para manusia di hadapannya. Meski mendapat respon kurang mengenakan, kini ia sudah mengerti apa yang menjadi motivasi dua lawannya untuk membunuh.

Kembali ke keluarga.

Sedangkan ia hidup sebatang kara semenjak bermigrasi ke dunia ini. Tanpa kawan atau kerabat yang menemani sepanjang perjalanan, sendirian menghadapi hidup yang panjang.

"Dua lawan satu. Sepertinya aku yang dianggap monster di sini," ujar Adam sambil mendongakkan kepala ke atas. Matanya menyempit seolah tengah menatap sesuatu yang menyilaukan. "Ini sih terlalu besar buat satu tarikan pelatuk."

Sebuah satelit lengkap dengan meriam raksasa di bagian bawah tengah melalukan proses pengisian energi kosmik dan mengarahkannya tepat ke wajah Adam. Partikel-partikel plasma mengumpul dan terus membesar di ujung moncong senjata, membentuk akumulasi energi yang cukup menyilaukan mata .

Tanpa ampun, struktur raksasa mekanik itu menembakkan larikan laser pemusnah, membentuk pilar cahaya vertikal ke bawah. Ledakan yang ditimbulkannya menciptakan gelombang kejut yang melebar ke arah galaksi-galaksi yang tengah melintas. Bongkahan-bongkahan asteroid dan planet-planet kecil ke segala penjuru ikut terhempas dari garis edarnya, menabrak satu sama lain. Debu nebula berarak menyelubungi seluruh area dalam radius ribuan kilometer

Sementara itu, terlihat Nely dan Fata tengah terselubungi perisai  berwarna sihir hijau daun transparan. Si rambut keriting mengawasi ke segala penjuru. Dengan mengandalkan pembagian kesadarannya ke setiap benda berteknologi, seharusnya ia dengan mudah menemukan Adam yang mata kanannya adalah organ bionik.

Sedangkan Nely langsung melenyapkan perisainya setelah mengkonfirmasi ledakan telah mereda. Ekor matanya mengerling ke sang partner.

"Pembukaanmu terlalu dahsyat, Fata."

"Mau gimana lagi? Cepet beres berarti cepet pulang," tukas si kribo.

"Tapi Tekno-Kreasimu tetap mengagumkan. Menciptakan benda sebesar itu tanpa membuat lawan sadar, kau memang masih licik seperti dulu," sahut Nely.

Fata menyilangkan tangan penuh kesombongan. "Hahahahaha! Bukan Kribo Mantap kalo gak nglakuin ginian! Tapi makasih juga buat perlindungannya, kalo ga ada Praesidio mungkin kita udah game over."

"Jangan remehkan Ratu Exiastgardsun, Fatanir! Seranganmu barusan tidak ada apa-apa bagiku."

"Jiah! Mentang-mentang udah punya orok satu!"

Nely hanya tersenyum kecut.

Namun nalurinya kembali berteriak. Logikanya yang sempat terlenakan  oleh masa lalu kembali berjalan. Instingnya mengatakan seolah-olah bahwa monster yang mereka bunuh belumlah lenyap.

Jika memang Adam sudah mati, kenapa mereka masih bertahan di dimensi ini?

Ada sesuatu yang aneh terdeteksi oleh penglihatannya. Mata Nely bersinar kehijauan, meningkatkan indera visual ke titik maksimal.

"Tidak ada?" gumamnya tak percaya.

"Tunggu!" Fata baru menyadari ada yang salah. Ia langsung menengok ke arah satelit pemusnah ciptaannya. Dengan Teknophatianya, pemuda keriting itu mencoba mendeteksi apa yang terjadi.

Matanya melebar saat sebuah cahaya berbentuk petir biru menjalar ke segala komponen yang menyusun satelit Fata. Rahang si teknopath menegang sewaktu energi tersebut mengurai sebagian besar komponen benda metalik tersebut menjadi jutaan kepingan logam yang lenyap tertelan angkasa.

"Ya ampun! Tanpa alkimia dan Cosmon, mungkin aku sudah mati."

Di dalam sisa-sisa reruntuhan logam besar tersebut, terlihat Adam berjalan keluar dengan tubuh memancarkan aura berwarna turqoise. Ia langsung meregangkan tubuh dengan santainya.

Kemudian Adam menatap ke arah Fata, mencoba menerka apa saja yang dipikirkan si kribo satu ini. Pandangannya masih terlihat teduh seolah tak memiliki ketakutan atau dendam seperti kebanyakan orang setelah nyaris dibunuh.

[Tekno-Kreasi: Menyusun homing missile drones.]  

Meski tertutup kemejanya, Fata merasakan roda gerigi emas yang berada di bagian dadanya berputar kencang. Artefak neo sibernetik itu memproses data-data digital menjadi bentuk material yang tersusun menjadi objek yang diinginkan.

Di sekeliling Sang Teknopath, puluhan bola besi berukuran lima kali lipat bola basket bermunculan dari ketiadaan. Ratusan misil muncul dari segala permukaan drone untuk siap diluncurkan kapan saja.

"Mampusin si gondrong!"

Bola-bola besi itu langsung memuntahkan peluru-peluru misil tanpa jeda. Ratusan amunisi peledak skala planet meluncur dalam skala besar dan langsung menukik ke target.

Adam yang melihat hujan rudal tengah mengepungnya langsung bertindak. Alih-alih menghindar, ia justru melompat lurus ke seluruh misil yang berkelok tajam menuju ke arahnya. Tongkat yang dipegangnya berubah menjadi tombak dengan ujung melengkung.

Lelaki itu melesat secepat cahaya. Aura yang melambarinya kini menyembur ke belakang seperti mesin jet. Ia langsung mengayunkan tombaknya yang teraliri energi kosmik ke arah hujan logam pemusnah dengan sekali hentakan.

Ratusan sabit cahaya raksasa meluncur deras dari sabetan tombak Pranarium. Dalam sekejap, serangan Adam membelah semua rudal kendali milik Fata menjadi dua. Rangkaian ledakan menggelegar saling bersahutan, mengguncangkan tata surya.

Adam masih terus bergerak gesit. Tubuhnya meliuk-liuk di antara batuan bekas pecahan asteroid yang terkena ledakan rudal.

Nely langung mengambil giliran menyerang.

"Iovis Tempestas Fuluriens!"

Tangan ibu muda tersebut teracung ke depan. Sebuah pusaran angin bercampur petir tercipta dan berputar-putar ganas menyerbu lurus ke depan. Dalam waktu sepersekian detik, angin halilintar tersebut melahap objek-objek antariksa berukuran gigantik dengan intensitas gila-gilaan.

Sesaat sebelum badai guntur itu menelannya, Adam langsung bergerak menghindar ke atas dalam kecepatan melebihi cahaya. ia telah melompati banyak planet-planet sebagai batu pijakan dengan gerakan akrobatik. Sesekali ia melirik ke belakang untuk memastikan ular tornado tersebut tak sempat mencaplok tubuhnya.

"Kau pikir bisa lolos dari badai petirku?"

Wanita penyihir itu tak kehabisan akal. Seolah memiliki pemikiran tersendiri, angin bermuatan listrik tersebut bergerak liar mengikuti pelarian sang target sesuai perintah melalui gerak jari Nely.

Sementara itu, Adam masih sibuk bermain kejar-kejaran dengan bencana elemental ciptaan Nely. Badai petir tersebut telah menghancurkan planet-planet yang kebetulan melintas di jalurnya tanpa henti seolah menganggap benda langit yang menghalanginya hanyalah kerikil semata.

Akhirnya lelaki itu berhasil mendarat di permukaan asteroid besar yang kebetulan bergerak menjauhi guntur angkasa tersebut. Ia berbalik ke arah datangnya serangan sambil memasang sikap bertahan. Tongkat yang ia pegang diposisikan secara horisontal. Matanya menatap nyalang seolah pusaran maut itu hanya seekor cacing belaka.

"Kau pikir aku lari-larian hanya untuk bermain?" balas Adam.

Adam langsung menarik nafas teratur. Respirasi paru-parunya  memompa aliran energi ke seluruh tubuh. Kekuatan setiap tarikan dan hembusan nafas yang dilakukan Adam jauh di atas manusia bahkan atlit atau tentara sekalipun. Kecepatan yang bisa dicapai si alkemi pada setiap proses pernafasannya adalah seperti...

Komet

Tubuhnya berpendar biru laut akibat aliran aura yang menyerbu melalui alat pernafasannya. Tidak seperti saat Adam baru keluar dari satelit, selubung biru berkilauan yang menyelubunginya lebih menggelora bagaikan gelombang pasang.

Kekuatan kosmiknya telah bersinergi dengan seluruh sel tubuh Adam.

"Ayo, majulah! Cosmonku atau badai petirmu, Nona!" Adam berseru menantang sang pembawa kematian.

Ia memutar tongkatnya dengan arah yang berlawanan dengan tornado Nely. Ujung batang logam panjang yang sempat teraliri energi angkasa milik Adam berpendar membentuk cincin saat bergerak dalam kecepatan tinggi.

Di saat yang sama, teknik tornado luar angkasa milik Nely berhasil menjangkau posisi Adam, menghantam telak tepat di atas raga. Sihir bencana level kosmik itu juga turut mengikis tempat Adam berpijak secara liar. Debu angkasa beterbangan ke semua arah memblokir pandangan.

"Hmmm..." Sang Dark Mage menyunggingkan senyum melihat bencana ciptaannya melahap habis mangsanya.

Tiba-tiba  pusaran petir Nely melambat akibat kehilangan sebagian momentum gaya. Kecepatannya terus bergerak menurun ke titik nol seperti ada yang berusaha mengurangi kelajuannya semaksimal mungkin.

Nely terkesiap. Ia langsung menfokuskan titik pandangnya ke lokasi terakhir sihir pusaran anginnya menghilang.

Yah, dengan menggunakan gerak memutar secara berlawanan, Adam tengah berusaha menetralkan pusaran guntur dengan menggunakan putaran tongkat berkekuatan kosmik. Dua gerak berpusar secara berkebalikan akan saling menghantam dengan gaya sama besar sehingga menciptakan aksi-reaksi yang bersifat nol.

Sementara itu, Nely hanya bisa ternganga saat melihat apa yang terjadi tepat di depan mata kepalanya sendiri. Ia tak mengira jika ada makhluk yang memiliki kekuatan untuk menghentikan bencana itu sendiri.   

Dan bencana itu lenyap tanpa bekas, memperlihatkan Adam dengan kondisi pakaian tercabik-cabik akibat ribuan sayatan tajam yang dilahirkan oleh tornado tersebut.

"Captus Flammeus!" pekik Nely.

Tiba-tiba Adam merasakan ada hawa panas yang berputar-putar. Ketika Nely mengerahkan tangan kanan ke arah pengguna Cosmon tersebut, sebuah pusaran api tercipta dari ketiadaan menjulang tinggi ke angkasa. Dinding apinya terlapisi aliran Manna mengurung mangsa.

"Percuma saja, Nona!"

Adam mencoba menjebol kurungan berapi tersebut dengan tombak perak yang teraliri Cosmon. Namun ujung bilahnya seperti membentur sesuatu yang sangat keras.

"Penghalang sihir?!"

Belum habis keterkejutan Adam, ia seperti merasakan ada objek yang tengah bergerak secepat kilat.

[Tekno-Kreasi : Shockwave Gauntlet!]

Di saat itu juga, Fata langsung melesat dalam kecepatan dewa dari atas. Tangannya tertutupi armor logam tak dikenal mengacung lurus ke Adam. Mesin pendorong di lengannya memancarkan cahaya merah menyala, meningkatkan kelajuan serta daya hancur serangan Sang Teknopath.

Lengan si kribo terdorong keras bak meteor yang siap menghantam bumi.

Adam tak mau kalah. Tombak yang dipegangnya terurai menjadi serbuk logam dan kembali mewujud menjadi gauntlet di tangan kanannya. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat, mengkonsentrasikan kekuatan ke satu titik untuk menyambut kedatangan Fata.

Cahaya biru laut meletus dari gauntletnya. Menciptakan gaya serupa dengan Fata. Tangan Adam teracung ke atas dengan  booster yang menyalak-nyalak.

Dalam satu momen bersamaan, kedua tinju logam saling beradu menciptakan gelombang dahsyat. Seluruh bagian tata surya yang kebetulan melintas mulai berguncang seperti kapal yang terombang-ambing oleh badai. Para hewan penghuni masing-masing planet berteriak keras seperti merasakan adanya bencana yang datang dari angkasa.

Bahkan barrier api yang dilepaskan  Nely lenyap seketika.

Tinju mereka masih menempel satu sama lain. Ada sedikit retak yang menjalar ke seluruh bagian lengan logam Fata. Sedangkan gauntlet milik Adam tak mengalami kerusakan sedikitpun. Komposisi logam yang solid serta mampu beregenerasi membuatnya berhasil bertahan dari serangan dahsyat barusan.

Hanya saja Adam merasakan ada yang tak beres di bahunya. Wajahnya sedikit meringis menahan sakit. Meskipun demikian, ia mengabaikan rasa nyeri dan beralih menatap Fata.

"Ho.. langsung mengambil serangan fisik, yah? Kau berani juga, Anak Muda!" puji Adam.

"Cih! Musuh kaya elo emang cocok diladeni pake berantem satu-lawan-satu. Gue cuman pengen ngetes hasil latihan aja, Bang," sahut Fata seraya menatap remeh.

Seumur hidupnya, ia tak pernah sekalipun langsung mengambil serangan jarak dekat. Entah apa yang di pikiran si kribo sehingga ia mengambil tindakan di luar kebiasaannya. Yang jelas, kepribadian si pemilik rambut afro seperti mengalami sedikit perubahan.

Namun bukan Fata namanya jika tak main curang.

Bibir si kribo terangkat, mengukir senyum licik.
                                                                                      
"Ashura!"

[Tekno-kreasi : Tremor Gauntlet]

Suara digital kembali bergema saat gerigi emas kembali berotasi sesuai perintah Fata. Rumus-rumus emas berputar mengelilingi lengan logamnya, merekonstruksi bagian-bagian menjadi bentuk model silinder lengkap dengan pegas pendorong.

Insting Adam langsung bekerja. Ia langsung melompat mundur sejauh mungkin, menjauhi Fata yang masih dalam tahap rekonstruksi. Mata melebar seperti melihat ada sesuatu yang berbahaya pada musuhnya.

Sementara Fatanir mengetatkan giginya, urat-urat lehernya mengencang. Bagian turbin di lengan metaliknya berputar memompa tenaga. Merasa daya outputnya mencapai batas maksimal, pemilik Ashura tersebut mengerahkan pukulannya tepat ke arah dada Adam dari jarak yang tak mungkin terjangkau tangan manusia.

Tiba-tiba tubuh Adam terlempar jauh ke belakang. Ia terus melesat jauh menuju ke sebuah satelit alam seolah ada meteorit yang baru saja menabraknya.

"Uaaarrrggg!!!"

Adam berteriak kesakitan. Semua tulang rusuknya terasa membengkok ke dalam seperti tertubruk sesuatu yang dahsyat. Tubuhnya bergetar nyeri, sambil memuntahkan darah segar dari mulutnya.

Fata langsung bergerak mengambil kesempatan. Ia mereka-ulang gauntletnya menjadi senjata rifle dengan proyektil elektro magnetik. Dengan tenang, ia menarik pelatuk dan menahannya hingga kekuatan pelurunya berada di ambang batas.

Sementara Adam yang terpojok langsung mengambil langkah seribu. Ia berlari di udara menuju ke orbit  bebatuan asteroid yang rapat.

Si Teknopath menilik pergerakan Adam. Ingin segera menyelesaikan pertarungan, Fata mengarahkan ujung laras riflenya dengan bantuan program pengunci target otomatis. Proses re-charge peluru pengacau magnetik sedang berjalan di kisaran enam puluh sembilan persen.

Namun Fata terlalu fokus dengan mangsanya. Ia melupakan pertahanan di sekelilingnya.

Sebuah asteroid berukuran planet Mars tengah bergerak menuju ke arah si penembak dari belakang atas. Batuan-batuan angkasa yang lebih kecil darinya melebur menjadi kerikil kecil saat terkena oleh material raksasa yang melewatinya. Sisa-sisa serpihan mineral antariksa langsung terdorong ke arah Fata seperti hujan.

Si keriting mengumpat, "Asu! Kenapa pake asteroid maen ganggu segala?! Terpaksa dah!"

Nely terbang mendekat, "Kita gunakan serangan jarak jauh!"

"Oke, Nel!"

Nely langsung tangannya tinggi-tinggi. Partikel listrik bermunculan di telapak, membentuk sebuah tombak raksasa berornamen khas mitologi Nordik. Gabungan angin dan petir menyelubunginya seperti puting beliung yang siap membombardir segalanya dan tidak pernah gagal menusuk jantung lawannya sekali dilepaskan.

"Gungnir!"

Nely langsung melepaskan tombak legendaris tepat ke pusat asteroid. Bersamaan dengan terlontarnya Gungnir, Fata langsung menarik pelatuk dan memuntahkan proyektil elektromagnetik.

Dalam tempo singkat, serangan gabungan mereka berhasil menghantam batu besar tersebut. Retak-retak warna bermunculan, menurunkan tingkat kepadatan asteroid yang tergolong sangat rapat. Kemudian peluru Fata yang telah berhasil masuk ke dalam menyebarkan partikel elektronnya ke segala arah.

Riak gelombang mulai meruntuhkan susunan batu besar tersebut dan meledakkan benda tersebut hingga menjadi milyaran kerikil yang terpencar ke segala sudut angkasa. Ribuan garis cahaya mengukir langit, memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

"Untung! Badan kita nyaris jadi rempeyek kalo sampe kena!"

"Kuh.. tanpa Gungnir, mustahil kau bisa menghancurkan batu besar itu," sahut Nely ketus.

"Gitu aja sombong! Betewe jadi inget pas Battle of Realms, wokwokwokwokwok!"

Raut muka Nely mendadak judes begitu kata itu terdengar. Ia langsung membuang muka, tak sudi berucap kata. Si kribo hanya mendesah panjang, mengingat masa lalu sendirian.

"Ah, baru ingat! Dia kan masih trauma gara-gara dibuntingin pas ronde ketiga," gumam Fata

Belum sempat ingin melepas nafas lega usai lolos dari maut, Teknopathianya kembali menjerit di dalam otak. Seluruh inderanya mendeteksi sesuatu yang datang dari bekas ledakan tersebut.

"Astaga naga!"

Saat mata Sang Penguasa Teknologi menoleh ke arah yang dimaksud, Adam tengah meluncur dari balik batuan asteroid yang telah hancur. Kedua tangannya mengenggam senjatanya yang kini berubah menjadi tongkat baseball yang terlumuri cahaya biru langit. Seluruh sel tubuhnya bergetar saat dia memusatkan energi untuk meningkatkan daya penghancuran di atas batas maksimal.

Keringat dingin Fata mengalir saat informasi yang ia terima dari tongkat Adam mampir ke dalam kepalanya. Sel-sel otaknya bekerja lebih cepat begitu ia mengetahui kepalanya yang akan jadi sasaran.

Tiba-tiba Nely menghadang tepat di depannya. Kedua tangannya terbentang menciptakan perisai lapis ganda. Konsentrasi energinya jauh melebihi saat ia menggunakan tameng tersebut saat Fata melakukan serangan pembukaan.
                                                        
Tak lama kemudian, sabetan tongkat baseball ciptaan Adam berpendar meninggalkan garis lengkung indah seperti pelangi, menghantam tameng absolut penyihir tersebut dengan kekuatan gaya sejuta newton yang terpusat di satu titik.

Terjadi benturan dengan sangat telak di atas penghalang transparan, menciptakan kilatan cahaya putih yang nyaris membutakan mata. Tak ayal, tubuh Fata dan Nely terpental ke arah bulan dengan kelajuan abnormal seperti bola yang terpukul jauh keluar dari gelanggang.

Goblok! Ntu om malah dapat homerun! Sial, malah kita yang jadi kayak gini! rutuk Fata dalam hati.

Dengan cepat, Fata menciptakan pelindung tak terlihat di bagian belakang. Sementara Nely masih berkutat mempertahankan Praesidio. Beberapa kali dua manusia itu menabrak gerombolan kerikil raksasa yang kebetulan merintangi jalur lintasannya. Permukaan solid ciptaan pemuda keriting tersebut mulai retak, tak kuasa menanggung daya benturan.

Akhirnya tubuh  mereka  menghantam permukaan bulan. Ledakan hebat tercipta bergema ke seantero jagat, meninggalkan sebuah kawah raksasa yang tercipta.  Sebagian besar mineral penyusun bulan terlempar ke angkasa akibat kuatnya gaya potensial gravitasi di luar nalar.

Sementara itu, perisai gabungan Fata dan Nely masih terus menembus ke bagian inti. Tubuh mereka terbentur berberapa kali hingga terhenti di sebuah area bawah tanah. Berulang kali mereka terpelanting menubruk dinding tanah hingga terpelanting di atas lapisan mineral yang membungkus secara langsung bagian terdalam dari bulan itu sendiri.

"Urrrgghhh..."

Si kribo tampan terkapar lemas tak berdaya. Beberapa tulangnya terasa seperti hendak pecah. Namun kesadarannya masih stabil akibat mekanisme darurat yang terinstal di tubuhnya sejak lama. Ia lalu bangkit dan mencoba mengecek keadaan sekitar.

"!"

Mata Fata terbelalak saat melihat Nely terbaring tak sadarkan diri. Lensa kontak Fata berpendar, memindai struktur tubuh perempuan setengah Annunaki.

[Sepertinya pria itu sengaja menahan diri, Fata.]

Fata langsung mendelik marah, "Loe tahu apa, Ashura?!"

[Maaf, tapi musuh kita terlihat sengaja menunggu temanmu membuat perisai, Fata. Kau tahu sendiri kan, kecepatan aktivasi rangkaian sihir Sanelia tergolong agak lambat. Jika lelaki itu mau, pasti kepalamu sudah kena hantam duluan sampai tewas.]

"Cih! Ceritanya dia mau ngremehin kita semua, gitu?"

[Entahlah, tapi sepertinya dia ada rencana tersendiri. Apa kau masih ingat aturan yang disampaikan Ratu Huban?]

"Gue inget kok! Makanya gue pengen bunuh ntu bajingan!"

[Tapi bagaimana dengan Nely? Bukankah hanya ada satu pemenang yang berhak keluar?]

'Arrgghhh, udah! Sekarang kita lakukan operasi ke tubuh gue dulu!"

[Baik...]

Fata langsung berbaring di atas tanah. Gerigi itu pun berputar menciptakan mesin-mesin medis berukuran nano di bagian dalam tubuh majikannya untuk melakukan prosedur pemulihan.

Menambah kecepatan penyembuhan lebih jauh, Fata memfokuskan untuk menambal bagian tulang yang retak. Mesin-mesin itu juga melakukan penyambungan otot yang tersobek akibat serangan Adam. Tangannya memegang kepala, membantu mempertahankan kesadaran yang hampir menghilang.

Akhirnya, Fata kembali ke kondisinya semula. Perlahan ia bangkit dari pembaringannya di lapis ketujuh di bawah tanah. Matanya memandang penuh dendam ke langit seperti iblis yang dibuang dari surga.

"Menganalisis data lawan!"

[Prosedur pemindaian data target diaktifkan!]

Lensa kontaknya kembali berpendar kekuningan. Fata terdiam membisu dengan kepala masih menengadah. Semua hasil input data diunduh ke dalam Ashura dan diunggah ke otak kirinya dengan kecepatan data di level terabyte. Beberapa kali ia mengangguk seolah seperti mengerti akan informasi yang masuk.

[Adam Cainable. Umur tak terhitung. Ras tak bisa diidentifikasi. Pengalaman tempur di atas rata-rata. Keagresifan, ada peluang peningkatan tajam di situasi darurat.]

Akhirnya si pengendali teknologi telah mendapatkan semua informasi yang ia butuhkan. Matanya kembali terpejam, memproses peralatan yang sekiranya akan mampu menghadapi Adam.

[Tekno-kreasi : Black Golden Titanium's Warrior Armor]

Tangan Fata teracung ke depan, menciptakan rumus-rumus konstruksi unik yang menyimpan informasi pembuatan teknologi. Mengikuti perintah sang tuan, Ashura kembali berputar mematerialisasi bahan berupa logam hitam emas.

Dengan telaten, Fata menyusun satu persatu setiap komponen yang muncul dari imajinasi. Jemarinya menari-nari indah, memasang perangkat demi perangkat..

Sebuah zirah legendaris telah tercipta. Warna hitam yang tegas berpadu harmonis dengan garis emas yang mengukir pola surgawi di sekujur bagian. Satu-persatu, komponen baju perang tersebut bergerak dan memasang secara  otomatis di badan Fata sesuai bagiannya.

Usai memakai perlengkapan perang, tatapan Fata tertuju ke arah Nely yang masih tak sadarkan diri. Matanya terlihat menyempit, menyimpan sedikit rasa sungkan.

"Sori, Nel. Kayaknya loe mesti jadi baterai gue."

Kemudian tangan pemuda itu terarah ke rekannya yang pingsan, menciptakan sebuah gelembung yang membungkus raga tersebut  dan terkompres hingga seukuran bola kristal seukuran kelereng. Bola itu pun melayang masuk ke dalam jiwa Fata.

"Waktunya mengamuk, Ashura..."

[Aku mengerti keinginanmu, Fata!]


Stage III

Revenge of Fallen Angel

Sementara itu, Adam masih berdiri mengambang di tengah kekosongan angkasa yang tak berakhir. Matanya masih mengarah ke bulan tempat Fata jatuh. Raut wajahnya terlihat sendu, memperlihatkan keprihatinan yang mendalam.

<Kau tak menyembuhkan cederamu? Rusuk sama sendi bahumu perlu diperbaiki, tuh.>

Suara digital khas gadis kecil terdengar dari arloji yang melingkari tangan kanan Adam. Lampu indikator berwarna hijau menyala berkelap-kelip, menandakan ada sebuah kehidupan yang tergugah. Sebuah program kecerdasan buatan baru saja terbangun dari tidur lelapnya.

Sementara, lelaki itu masih diam mematung.

"Eve, kenapa kau baru bangun?"                                                                                

<Ada sedikit pembersihan di memori. Jadi untuk beberapa saat, aku tidak  bisa aktif. Ngomong-ngomong, tubuh manusiamu mulai rusak. Apa tidak apa-apa kau tetap membiarkannya seperti itu?>

"Tak apa, semua ini sudah kurencanakan sejak awal."

<Heeeh.... masih ingin membuangnya, kah? Sepertinya kau sengaja mempercepat kerusakan tubuh manusiamu. Apa kau ingin melepas semua kekuatan itu?>

Arlojinya berpendar, seolah mengekspresikan rasa penasaran. Ia sudah tahu keinginan tuannya sejak lama. Hanya saja, Adam masih belum menemukan tempat yang tepat untuk melakukan hal tersebut.

Keinginan itulah yang membuat pengelana satu ini bersusah payah untuk mendatangi dimensi yang hanya bisa didatangi dengan bermimpi. Sebuah tempat yang cocok untuk menyembunyikan sesuatu yang tabu bagi para makhluk dunia fana.

Itulah yang selama ini dicari Adam sepanjang hidupnya.

Adam mengangkat lengannya seraya memandang penunjuk waktunya. "Kau sudah tahu, kan?"

<Aku tahu! Aku kan terlahir dari rusukmu, kan? >

"Sebagaimana mereka berdua," sahut Adam.

<Kau masih saja membicarakan dua manusia itu!>

"Sudah, sudah! Sekarang bisakah kau memonitor objek di bawah sana?"

<Baik! Baik!>

Eve langsung mengambil alih kontrol alat optik milik Adam. Kamera bionik yang menggantikan mata kanan tuannya kini bergerak menyesuaikan jarak pandang. Penginderaannya terus melacak, menembus ke dalam lapisan bulan tempat Fata terkapar.

<Adam, tunggu! Gelombang macam apa ini?>

Pancaran kuning tipis-tipis keluar dari rekahan bekas jatuhnya Fatanir, semakin meluas dan bertambah terang. Kemudian bulan tersebut sekonyong-konyong mengkerut. Lonjakan daya misterius terdeteksi oleh sensor Eve, terus meningkat ke titik di mana programnya tak sanggup mengukur besaran yang didapat.

Adam tak bisa berkata apa-apa. Tangannya menggengam tongkat lebih erat. Ia memicingkan matanya sambil memasang sikap tempur. Terlihat tetesan keringat dingin mengalir dari dahinya.

Tiba-tiba bulan itu pun terbelah dua, dari pusat retakan keluarlah sosok yang sangat berbeda. Sesosok pria berzirah hitam keemasan! Tiga pasang sayap hitam dan sepasang mata putih dengan kilatan berwarna gelap membuatnya terlihat seperti perwujudan kematian itu sendiri.

Rambut afro panjangnya berkilauan, menyebarkan partikel cahaya ke segala arah. Ukuran sayapnya membentang menambah kesan majestik pada wujud tersebut.

Dialah Fatashura. Gabungan dari Fatanir dan Ashura yang menciptakan pembawa petaka bagi seluruh ciptaan Tuhan di alam fana.

"Luar.... biasa" ucap Adam terpana, seolah terpesona oleh kedigdayaan entitas di hadapannya.

Seakan memberi salam perkenalan, Sang Malaikat Maut mengepakkan semua sayapnya. Jutaan bola kuning raksasa melesat ke segala arah. Saat hujan bola api tersebut mengenai gugusan planet, ledakan bertubi-tubi pun tercipta. Alam Mimpi pun menjadi terang benderang oleh rentetan bola cahaya yang menyinari seluruh galaksi.

Dalam waktu sekejap, tata surya berubah menjadi ruang kosong tanpa sisa. Dan Sang Pembawa Kiamat ini mengepakan sayap, menari-nari di atasnya.


Stage IV

Rise of Ancient Being


Pertarungan sudah berganti posisi. Adam merasa sudah tak dapat lagi menggunakan kekuatannya yang sekarang pada Fata yang sedang bercahaya. Transformasinya membuat dirinya  dan peluru—laser—yang keluar dari sayapnya dapat melebur apapun.

Sangat tak adil memang, tapi itulah sesungguhnya kekuatan yang diperlukan dalam perang.

Untuk itulah, sebuah kartu as sangat penting dalam setiap pertempuran. Senjata pamungkas yang kadang meminta bayaran yang setimpal dengan apa yang didapat penggunanya. Sebagai alkemis, Adam tahu akan hal itu

Sudah waktunya, Eve...

<Kembali ke asal-muasal kita, Adam...>

Satu untuk semua... Semua kembali ke satu...

Si penggemar manusia menengadah ke angkasa. Tongkatnya melebur membentuk lingkaran transmutasi dengan pola octogram. Sang alkemis masuk menapak angkasa, melangkahi lingkaran tersebut. Matanya terpejam seolah pasrah dengan konsekuensi yang ada.

Setelah berada di atas rumus ciptaannya, kedua tangan Adam bertepuk layaknya orang berdoa. Sebuah sensasi tak terbayangkan mulai menjalar ke seluruh tubuh. Memorinya kembali melayang ke masa-masa kejayaannya sebagai eksistensi tak terkalahkan dalam semesta kuno.

Lingkaran transmutasi pun mengeluarkan cahaya guntur yang menggelegar. Jagat raya terasa seperti bergoyang, menyambut kelahiran sang dewa yang ingin membuang segala bentuk kesempurnaan yang dimilikinya.

Bahkan Fatashura yang sempat bersenang-senang mulai tertegun saat menyaksikan peristiwa langka tersebut. Ia terdiam dengan raut muka tak sabar menantikan perubahan sang calon rival.

Ke wujud lama yang sesungguhnya.

Tubuh Adam terpecah oleh tangan-tangan mungil bercahaya yang muncul dari segala arah. Perlahan namun pasti, raga manusia miliknya terurai sempurna dan menghilang dari realita. Menyisakan sebuah bola cahaya berwarna biru perak yang memancarkan hawa kehidupan luar biasa.

Dalam memori Adam, benda itu memiliki sebuah nama yang menggambarkan puncak dari kesempurnaan itu sendiri.

Heart of Eden.

Kemudian dari artefak tersebut, keluarlah beberapa garis yang menjalin satu sama lain, membentuk sebuah gambaran baru akan konsep kesempurnaan makhluk hidup. Larik-larik berwarna putih menyusun satu persatu bagian tubuh hingga Heart of Eden tertutup sempurna.

Dan sebuah perwujudan baru telah lahir ke dimensi khayalan. Sosok berwujud humanoid dengan tubuh jasmani yang terbuat dari logam mulia yang tak akan ditemukan di dunia manapun. Rambut putih panjang berkibar ke segala arah meningkatkan kesan keanggunan. Mata putih bersih tanpa pupil menggambarkan kekosongan tanpa batas.

Bayondra

Ras makhluk kuno terkuat dalam sejarah multi dimensi dengan kekuatan yang sanggup meluluhlantakan dunia. Eksistensi mengerikan yang bahkan membuat Adam membenci darah yang mengalir dalam tubuhnya sendiri sehingga memiliki keinginan kuat untuk membuangnya jauh-jauh.

Namun untuk menghadapi makhluk seperti Fatashura, dibutuhkan sebuah kekuatan yang setara atau bahkan lebih. Demi hal itulah, Adam terpaksa melanggar prinsipnya sendiri.

Menyaksikan perubahan musuhnya yang terkesan superior, hati Fatashura mulai dipenuhi oleh sesuatu. Tapi bukan rasa takut atau benci. Itu adalah rasa seperti nafsu saat melihat musuh yang mampu meladeni keinginan untuk menghancurkan segala sesuatu.

Kemudian Adam menoleh ke arah Fatashura. Mata putih pekatnya memandang tenang. Si Teknopath pun terbang merendah, mendekati Si Bayondra.

Kedua sosok itu berdiri berhadapan, terpisah dalam jarak puluhan kilometer di relung angkasa. Keenam sayap Fatashura memancarkan kelap-kelip sinar keemasan. Jutaan bintang meredup seolah takut akan kebesaran Sang Malaikat Kematian.

Sedangkan aura milik Adam bercahaya penuh ketenangan. Fatashura bisa melihat dengan jelas, sosok itu terlihat begitu simpel namun menyimpan milyaran misteri tak terpecahkan. Makhluk yang seolah-olah berada di luar ranah logika dunia itu sendiri.

Adam pun berjalan maju. Langkah-langkahnya menapaki permukaan lajur angkasa. Loncatan listrik bermunculan dari punggungnya, terhubung ke setiap planet dan bintang-bintang yang tergantung di langit.

Seketika itu juga, setiap planet merekonstrusi kandungan mineral yang mereka miliki menjadi energi murni. Simbol khusus terukir dan mengalirkan daya kehidupan planet tersebut ke Adam.

Dan tangan Si Bayondra memancarkan simbol alkemi ke depan, memberi komando pada setiap objek yang terhubung dalam pikirannya. Planet dan bintang yang terkoneksi dengan Adam melepas jutaan energi plasma berbentuk tinju berkekuatan lima juta triliun newton hingga samudera tata surya tak kuasa menahan hingga bergolak hebat.

Fatashura berseru sambil mengepakan sayapnya menjauhi Adam. Namun  betapa terkejutnya ia ketika hujan pukulan alien kuno itu mengejarnya dalam formasi terkonsentrasi. Beberapa lempeng sistem solar yang tengah berotasi tertumbuk hebat hingga hancur berantakan.

Si Malaikat Teknopath meliuk-liuk dengan kecepatan kosmik. Sementara itu seluruh kepalan pemusnah langsung berbelok tajam ke arahnya. Beberapa pukulan antariksa berhasil melipat jarak dengan Fata, langsung menghantam setiap inci tubuh dengan telak.

Namun Sang Pewaris Kreasi berhasil menyingkirkan semua serangan beruntun tersebut dengan sekali kibasan sayap yang memancarkan aura pelebur. Adam mendengus kesal melihat gaya serangan Fata yang terkesan seperti main cheat. Ia pun langsung melesat melebihi kilat.

Sambil terus berlari di udara, tubuhnya berbelok diagonal mengacungkan jari-jari yang terkepal.  Gumpalan altana menyelubungi tangan Adam, bersiap menghabisi nyawa Sang Raja Teknologi.

Dalam sekejap, Adam berhasil memotong jarak dengan Fatashura. Makhluk itu mengayunkan pukulannya dengan output energi setingkat lebih tinggi dari yang biasanya. Aurora putih dari rambutnya berkobar hebat.  

Tinju itu langsung meretakkan ruang antariksa itu sendiri. Berbagai entitias kehidupan di Alam Mimpi gemetaran ketika serangan Adam meremukkan tembok dimensi di hadapannya

Tak ayal, Fatashura yang terhantam langsung terpental dalam kecepatan cahaya. Di tengah kejatuhannya, ia kembali menciptakan ribuan drone dan menembakkan ribuan laser penghancur berskala planet ke arah Adam. Milyaran garis cahaya terlukis cantik di angkasa, meledakkan berbagai benda langit tanpa kesulitan.

Namun Adam seakan menatap serangan Fatashura seperti air hujan semata. Bukannya menghindar, kedua lengannya teracung agak condong ke belakang. Ruang dimensional terlihat membengkok seperti dicengkeram kuat oleh Adam.

Kemudian Bayondra itu melemparkan sepasang tangannya ke arah Faatashur. Bersamaan itu pula, ribuan gugus bintang, asteroid dan planet bergerak menyerbu bak bola yang dilemparkan kiper.

Tangan sang dewa menyeret antariksa!



Stage V

Piece of Soul


Hujan larik laser menghancurleburkan seluruh bagian galaksi yang baru saja dilempar Adam. Ledakan demi ledakan saling menyambung menghancurkan gendang telinga siapa saja yang nekat untuk mendengarnya. Reaksi berantai itu terus terjadi hingga satu objek terakhir, menyisakan hanya dua makhluk dengan kemampuan berpotensi menimbulkan akhir dunia.

Tak ada kata, tak ada pembicaraan hanya untuk sekedar intermezzo sesaat. Pandangan mereka saling beradu bagaikan dua pistol yang tak ragu untuk saling memusnahkan.

Kedua monster itu kembali melesat membelah dimensi khayalan. Gemerlap lautan bintang di alam raya berpijar lebih terang, menjadi saksi pertikaian para iblis angkasa. Tubuh mereka berdua menghilang dari persepsi visual, tapi bersamaan dengan itu timbullah cahaya petir mengguntur yang menandakan manuver serangan mereka tengah bertabrakan dalam kontak fisik.

Ledakan demi ledakan seakan mengiringi lesatan dua makhluk yang bahkan tak akan terjangkau oleh mata manusia. Tubuh Adam dan Fatashura mendesing beradu diselingi tinju mereka berbenturan dalam dentuman maut. Bahkan suara yang bergaung dari pertempuran tersebut seolah jebol melewati batas realita.

Tiba-tiba intensitas konfrontasi fisik tingkat kosmik tersebut berhenti mendadak. Tubuh Fata terhempas. Adam melayang mundur ke belakang sambil memasang posisi bertahan.

"Kau masih tak mau mengerti, yah?"

Untuk pertama kalinya dalam sejarah di dunia ini, mulut Adam terucap saat berwujud Bayondra. Suaranya terkesan lebih mendalam dari biasanya.

Dan dia melihat sosok lawannya. Sosok berzirah hitam dengan tiga pasang sayap. Pemuda itu masih menggengam erat tinjunya. Hawa membunuhnya menyeruak dan mengental hanya untuk satu tujuan.

Fatashura tak lagi berkata. Ia kembali melaju dalam ledakan energi tanpa batas. Taburan berjuta warna mengisi runtuhan semesta yang memecah indah saat tubuh Sang Teknopath menuju satu titik target absolut.

Si Bayondra mengetatkan konsentrasi kekuatannya di tangan kanannya. Adam kembali menendang udara, berlari secepat cahaya menyongsong rival dengan serangan tapak terbuka. Sementara Fatashura telah terselimut cahaya hitam keemasan. Sorot matanya bersiap meladeni setiap jurus lawan.

Dua setan langit kembali bertubrukan. Partikel udara meledak terkena jejakan tapak kaki emas dan biru. Tatapan mereka berkilat-kilat, penuh hasrat membaja untuk meraih kemenangan.

Fatashura membentuk cambuk api listrik di tangannya. Ayunannya sangat ganas, membakar hangus setiap objek langit yang kebetulan mendekat. Lecutannya menghasil bunga api raksasa yang sanggup meledakkan matahari sekalipun.Rentetan dentum serangan bergema di udara dan menjalar ke semua arah dalam ruang tanpa batas.

Namun  setiap serangannya bernilai nihil di mata Adam. Ia  berkelit dengan gerakan akrobatik dengan kecepatan yang menakjubkan. Semua cambukan pemilik relik Ashura berakhir menyambar setiap asteroid yang berada di belakang Adam.

Gagal menyerang, Si Teknopath mengembangkan sayap lalu terbang meninggi di antara laju galaksi yang beredar tanpa henti. Dengan cepat, Fatashura menciptakan rentang jarak yang berjauhan dengan Adam. Ia ingin membombardir Adam dengan serangan jarak jauh.

Tiba-tiba ia kembali terseret ke bawah. Sebuah momen gaya luar biasa menariknya hingga jatuh ke bawah. Saat lajunya terhenti, Fatashura langsung menoleh ke belakang.

Terlihat Adam tengah menempelkan tangan seolah tengah memusatkan seluruh kekuatannya dalam satu titik. Si afro tak mengerti apa yang baru saja terjadi. Ia hanya menatap nanar seakan waktu tengah berjalan lambat. Ingatannya melayang ke waktu pasukan dronennya menembakan garis cahaya pemusnah ke arah galaksi yang dilempar Adam.

"Begitu, ya?"

Akhirnya ia baru mengerti.

Adam baru saja memperpendek jarak dengan melipat dimensi seperti menarik taplak meja.

Memanfaatkan kelengahan Fatashura, kening Adam berpendar. Cahayanya memenuhi setiap sudut medan pertarungan. Membawa mereka berdua ke jurang kematian.

Dalam sekejap Adam dan Fatashura telah berada dalam genangan air dengan volume tak terdefinisi, mereka semakin tenggelam seakan permukaan air itu terus meninggi. Adam sudah siap dengan segala pertaruhannya.

"—Mereka yang sudah membulatkan tekad, melempar tubuh ke dalam laut yang dalam hingga mereka kehabisan jiwa," ucap Adam.

Pada dasarnya, lautan imaji ciptaan Adam adalah suatu bentuk manifestasi dari kematian. Air yang di dalamnya akan memangsa energi kehidupan setiap makhluk yang memasukinya hingga meregang nyawa. Tak peduli pengguna atau lawan, entah bakteri atau dewa, semuanya akan habis terhisap.

Namun Adam yang sempat mencuri altana dari setiap planet saat bertarung melawan Fatashura memiliki keunggulan di atas kertas. Cadangan nyawa di tubuhnya mampu membuat lelaki itu bertahan hidup hingga musuh tewas duluan.

Kemampuan Adam inilah yang membuatnya memiliki rentang usia yang tak masuk akal bagi dewa sekalipun. Dua puluh dua milyar tahun telah dilaluinya sebagai Bayondra. Namun setelah berjumpa dengan dua manusia pertama di bumi, pemikiran berubah.

Ia ingin hidup sebagai makhluk normal yang memperjuangkan impian di atas ketidaksempurnaan.

Namun Heart of Eden yang dimilikinya sebagai Bayondra akan membuat siapapun akan tergoda untuk memiikinya. Oleh karena itu, ia rela datang ke Alam Mimpi demi membuang identitasnya. Demi menyegel artefak berbahaya yang berpotensi merusak keseimbangan realita.

Fatashura terus tenggelam seakan gravitasi dalam air meningkat hingga berkali lipat ganda. Sayap-sayap sucinya terus mengepak, mencoba membawa dirinya ke atas permukaan, tapi dia tetap semakin tenggelam ke dalam lubang kenestapaan.

"Ughhhh..."

Luka yang ada di tubuh Fatashura terus mengalirkan darah emas segar, mencemar kebeningan air di sekelilingnya, energi di sekitar tubuhnya terasa semakin meredup.

"Mana mungkin…" Batinnya marah. "Sekeras apa pun aku mengepakkan sayap, aku cuma semakin jauh dari permukaan...!"

"Yah, jelas...," sahut Adam.

Entah bagaimana caranya. Tapi Adam dapat berbicara dalam air dengan lancar. Fatashurapun terlihat dapat mendengarnya dengan jelas. Mungkin ini bisa terjadi karena mereka berada dalam dunia ciptaan milik Adam. Yah, apapun itu, mereka pokoknya bisa berbicara di sana~

"Kita yang melempar diri masuk ke dalam lautan dimensional terlambat kalau mau mengepakkan sayap, tapi aku mengerti kenapa kau begitu," lanjut Adam. "Kalau kata orang, saat kau masuk ke dalam air dingin, niat hidupmu menurun seiring dengan suhu tubuhmu."

"Tapi itu kedengaran egois sekali, memalukan juga ada batasnya—"

Sebuah suara perempuan terdengar dari belakang Adam. Sebuah bayangan tiba-tiba muncul dari belakang Adam. Bayangan itu berubah menjadi sosok perempuan yang kemudian memeluk Adam dari belakang. Bibirnya yang tipis tersenyum tipis pada Adam.

"Pria yang membuat janji tapi tak menepatinya dan perempuan yang tak bisa melupakan cintanya, begitu, 'kan." Wanita itu mendekatkan mulutnya ke arah telinga Adam, dia menurunkan sedikit nada bicaranya. "—Raja Bayondra..."

"Sudah lama tak melihatmu dalam wujud seperti itu, Eve." Adam balas menyapa.

Begitu panggilan akrab Adam untuk sang belahan jiwa. Yah, dialah Eve yang dulunya adalah kecerdasan buatan yang bersemayam di arloji Adam. Wanita yang tercipta dari rusuk Bayondra yang tak sudi mengakui rasnya sendiri. Namun aura dan penampakan fisiknya sangat dewasa. Berbeda dengan Eve dalam mode AI yang terkesan kekanak-kanakan.

Mereka terlihat seperti pasangan kekasih yang baru saja bersua.

Namun ekspresi Eve berubah sendu.

"Ayolah! Jangan dingin begitu," ucap Adam.

Eve melepaskan pelukan tangannya, dia melompat sedikit menjauh dari Adam, matanya terlihat mengembun saat melihat tubuh Adam yang kembali ke asal semula.

"Oh lihat,..." Ucapnya dengan nada sedikit menyindir. "Beginilah jadinya kalau kau melanggar pantanganmu, menjijikan sekali..."

"Kau jahat sekali seperti biasanya."

"Mungkin. Tapi aku masih bagian dari jiwamu..." Jawab Eve dengan nada sedikit pelan. "Aku sudah biasa dengan sikapmu yang seenak-enaknya."

"Dan sudah bersumpah menemaniku sampai akhir, 'kan?" sambung Adam.

"Ngomong sama siapa kau...!!!" teriak Fatashura terdengar begitu keras walau berada dalam air.

Jelas sekali dia merasa marah karena merasa diabaikan begitu. Dia tak dapat melihat Eve, tentu saja. Eve adalah bagian dari jiwa Adam, personalita yang terlahir ketika Adam menyegel kekuatan Bayondra ke dalam Heart of Eden.

"Kau pikir kau sudah menang?" hardik Fatashura. "Kau pikir kau bisa membunuhku? Seakan-akan dunia murahan ini cukup untuk membunuhku!!!"

Adam menatap nyalang ke arah Fatashura. Tangannya berpendar, terlihat dengan jelas nyala Energi di jari Adam yang tak begitu terang. Fatashura juga bergerak, sayapnya mengepak dengan cepat ke arah Adam. Agaknya dia berubah pikiran, dia lebih memilih menyerang Adam dari pada mengepakkan sayapnya mencari permukaan air itu.

"Betapa kejamnya kehidupan abadi yang bercahaya di ujungnya adalah benang putih yang menandakan penyesalan. Paling tidak, yang bisa kulakukan adalah memutus benang itu..." ucap Adam seolah sedang melafalkan mantera kematian. "Penyesalan menyakitkan yang mengelilingi dirimu, Inilah akhirnya—"

Jemari Adam bergerak seakan dia bisa mengendalikan air. Energi tipis bagai benang mengggumpal mengelilingi leher Fatashura. Adam melompat, mengumpulan semua kekuatan yang masih tersisa dalam tubuhnya. Benang energi itu langsung menjerat leher Fatashura.

"Selamat tinggal di kehidupan selanjutnya!"

Seketika Leher Fatashura terpotong, benang kosmik biru terbentang menyayat leher sang Teknopath. Tidak, tidak hanya itu, kepala Fatashura berpendar, kepalanya hancur meledakkan gumpalan yang tercerai. Tubuh tak berkepala itu jatuh menyusuri kegelapan relung nestapa.

Adam yang juga sudah tak punya sisa kekuatan untuk menahan efek lautan pemakan nyawa, tak bisa menahan dirinya dirinya. Energi tubuhnya yang terkuras hebat tak bisa menampung beban tubuhnya sendiri. Sang Bayondra itu pun jatuh tak berdaya.

Sebuah tangan menghampiri, mendekap tubuh lelaki  yang sudah tak berdaya. Mata Eve terlihat begitu sayu, sifat ketusnya seakan sirna hanya menyisakan rasa pilu tersirat di matanya.

"Tak kuduga bisa tidur di atas pangkuanmu..." gumam Adam bercanda. "Sesekali memakai kekuatan Bayondra, bagus juga ya?"

Rasa kasihan Eve hilang, tangannya langsung mencoba untuk menusuk mata Adam, beruntung Adam masih punya kekuatan untuk menghindar.

"Cuma bercanda,..." ucap Adam

"Hmph... kita jadi kelihatan mirip... dan sama-sama aneh." gumam Eve. "Tapi paling tidak... kita menang."

"Oh? Ada apa ini?" Balas Adam. "Kau kalem sekali hari ini—"

"Oh, diamlah!" tegas Eve. "Lebih baik kita pergi dari sini."

Adam terdiam, bahkan untuk menyela ucapan Eve dia sudah tak mampu. Ia benar-benar sudah kehabisan kekuatan.

"Kau sudah melawannya sekuat tenaga." Eve kembali membujuknya. "Walaupun kau telah menyalahi prinsipmu sendiri, tak ada yang akan menyalahkanmu—"

"Aku mengerti. Bisakah kau melakukannya untukku?"

Sang belahan jiwa hanya mengangguk. "Ayo, tutuplah matamu. Biar kuambil alih semua yang kau ingin buang dari sini dan kita akan pergi... bersama-sama..."

Adam memejamkan matanya perlahan. Tangan Eve mendekap Adam dari belakang. Perlahan mereka berdua tenggelam dalam bayangan.

"Kita akan memulai hidup baru, Sayang."




The End



15 komentar:

  1. CSnya gk bsa dibuka
    Hmm, susah dinilai dah. :|

    BalasHapus
  2. Ebuset, ini battle panjang lebar, sampe tata surya hancur berserakan, ternyata diakhiri dengan one hit kill
    wkwkwkwk


    Battle na benar-benar level ilahiah, mas Agung pasti risetnya gak main-main sama dua OC ini (Fata sama Nely)
    Sedikitpun saya nggak ngerasa ada yang OOC dari dua orang ini, kecuali bagian interaksinya aja. Ini Fata akrab banget sama si Nely, wkwkwkwk

    Point : 8
    OC : Orchid Chocolatechan

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih, kang..

      klo itu, di entri Pak Po, Fata sempet duet ama Nely di prelim..

      Hapus
  3. Hehe, coba kamu baca punya si Om Al deh, kok plot tarungnya agak-agak sedikit mirip ya. Misalnya si Fata yang pakai hujan misil dan Adam yang seperti Al, mendayagunakan energi kehidupan planet dsb.

    Oke, Nely kelihatannya hanya sebagai pemanis cerita, dan kebanyakan fokus untuk overpowering Fatanir. Pokoknya coba baca entri si Al deh, jadi penasaran gimana kalau sampai dua dewa itu saling bertarung :p

    Skor: 8
    OC: Alistair Kane

    BalasHapus
  4. Setelah baca cerita ini, saya mendapat beberapa kesan. Ini dia:

    1. Pembukaanya agak kurang nendang. Barangkali karena dimulai dengan si Adam yang lagi bingung.

    2. Cara ketawa Ratu Huban, "bruakakakakak". Asli saya langsung terpaku sejenak. Mikir, apa ada ketawa model ginian?

    3. Ternyata semakin diikutin (dengan niat ogah2an), ceritanya makin seru. Tanpa tendeng aling-aling, langsung sikat! Bukan, sebelum sikat masih ada jembatan yang bikin enak dinikmatin. Semacam pertentangan batin si Adam serta alasan Fata dan Nely. Saya suka.

    4. Penulis sukses mengeksekusi klise fiksi fantasi yang muncul dalam ceritanya. Semacam "Kamu harus ujian ini! Kamu pasti bisa!" dan "Kamu nanti pindah tempat! Gak pakai tapi! Harus!". Great.

    5. Saya agak kurang nyaman dengan nama alias yang begitu banyak disematkan. Misal, "sang pembawa kematian (untuk badai)" dan "sang Dark Mage" dan "si Malaikat ..." pokoknya gitu, deh. Ada baiknya langsung tembak aja dengan sebutan "si janda" dan "si kribo". Lebih hemat juga.

    6. Saya terpaku lagu waktu Fata ketawa ngejek Nely, "kwokwokwokwok". Duh, duh.

    7. Adegan tarung megakosmik-nya lebh kerasa. Lebih megah daripada yang di sebelah. Melibatkan berbagai atribut luar angkasa. Secara kasar, gak cuma bilang "melibas selaksa planet dalam sekali serang". Nice.

    8. Karakterisasi Adam sebagai entitas tingkat tinggi juga cukup sukses. Sesuai, dia bisa dibilang setara Dewa. Dan memang punya sifat yang mencerminkan Dewa. Kagak narsis, kagak banyak cakap, kagak berlagak macam anak2. Saya suka.

    9. Saya gak masalahin hal teknis (tumben). Iya, karena saya lagi mode baca cepet. Masih punya hutang dengan kawan.

    So, nilainya ... 8 ....

    Bukan ....

    Karena banyak yang bikin saya suka, jadi 10 aja, deh ....

    Emm ....

    Tapi ketinggian ....

    Masih ada hal yang bikin tersendat pula ....

    Jadi 9 aja, selamat.

    OC: Punya saya WO. Namanya Fionn Coileain na Claonai

    BalasHapus
  5. Beres baca,

    - Boros kata. Banyak sekali ditemukan narasi yg kuanggap ga perlu dan malah membosankan. Kalo panjang menarik sih enak, tapi aku malah ngantuk. Narasi yang terlalu panjang kadang bisa nurunin pace di saat adegan tarung itu, menurutku, harusnya fast-paced. Aku juga agak ngga suka sama ucap tawa yang dipaksakan. "bruakakakak" itu aneh buat dijadikan suara tawa, apalagi kalo kepanjangan. "wokwokwokwok" juga. Agak ga demen di sini.

    - Nely sama Fata, dialog mereka berdua malah menurunkan pace tarung yg seharusnya seru. Aku juga nggatau sih sebaiknya gimana, tapi di tengah pertarungan ada dialog panjang itu agak ganggu kalo aku.

    - Nely mati percuma, ngga berefek apa2 selain buat fuel si Fata. Seolah perannya di cerita memang cuma buat jadi bahan bakar, jadi aku agak ngga sreg.

    - BATTLE-NYA MEGAH! Berkali-kali aku senyum gara2 ini. Bahkan teriak 'anjer' sendirian, haha. Gila aja, bisa narik semesta. Bisa bikin dimensi laut tak terbatas. Bisa ancurin planet2 kayak kerikil. Anjer lah. Demen aku, kalo ga gara2 poin ini mungkin aku bakal bosan sepenuhnya.

    - Satu lagi, "dan" itu kata hubung, kurasa sebaiknya ga ditaruh di awal kalimat. Yg ini ga akan memengaruhi penilaianku sih.

    - Untuk prolog, kamu kurang bisa bikin cerita yang 'mengundang' minat pembaca. Banyak adegan yang ga perlu, sehingga bikin bosan. Mirip sih jatuhnya sama boros kata di poin pertama.

    - Konsep menakjubkan. Aku kagum kamu bisa bikin konsep Adam dan Hawa menjadi suatu entitas Ketuhanan. Apalagi entitas ini ingin jadi manusia! Luar biasa.

    Karena narasi yg boros membosankan, aku awalnya pengen ngasih 7, er... 6 bahkan. Beruntung, kamu bisa ngasih cerita yg megah sehingga bisa bikin aku senyum2 sendiri bacanya. Kamu bisa buat plot yg menarik, kuhargai itu.

    Final score? 8 :)

    ~Dreyanata

    BalasHapus
  6. Pertarungannya ndewo megah ilahiah megakosmik dan sebutan lainnya, sangat keren ❤
    Senang akhirnya bisa on PC dan ngasih komen....

    Ratu Huban jadi lebay ya di sini. Penulian dan diksi mantab, aku belajar banyak dari entri ini. Lalu Fatashura-nya terlalu keren, Mbak Nely jadi tenggelam. Penulis benar-benar tahu tentang karakterisasi dan skill Fata + Nely

    Tapi tidak seluruhnya serius, ada bagian yang bisa membuat tertawa

    10 untuk Mas Adam

    OC Rea beneventum

    BalasHapus
  7. aku suka gaya bahasa kek gini, memang terkesan sedikit bertele-tele kepengen nunda lebih panjang tapi aku suka
    pengen nyoba nulis dengan gaya kek gini tapi apa daya, cuma bisa yang mode cepat

    pertarungan yang ilahiah ampe planet-planet hancur kek kerikil akhirnya bisa selesai dengan putusnya kepala~~~

    ada beberapa kata yang jarang didengar bahkan gak tahu artinya sama sekali, kalau tidak salah ~majestik~ (semoga gak salah baca) kalau di kota Medan sih itu toko roti LOL

    Gw kasihan ama planetnya, gak salah apa kok dihancurin~

    Overall 9
    OC: Samara Yesta

    BalasHapus
  8. Yah, ane baca sekelebat pertarungannya, sudah ane duga dari sang pecinta superpower. Ane demen juga yang beginian. Kata-katanya beberapa ane kurang ngerti, tapi mungkin kalo baca dari segi scenenya, ane bisa tau apa yang dibicarakan. Yah, nanti ane baca-baca semua. Ijin copas, gan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lupa nilai. Ane kasih 8 dari segi pertarungan ^^

      Hapus
  9. Entri megah.

    Megah banget, Adam di sini benar-benar kerasa lah sebagai entitas setengah dewa. Battle-nya juga ga muluk-muluk. Beneran level megakosmikal.

    Detailed, tapi memang gak masalah karena yang harus ditunjukkan dalam pertarungan megakosmikal adalah proses ancurnya planet jadi butiran debu :p

    9 deh dari saya.

    Salam hangat dari Enryuumaru dan Zarid Al-Farabi

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini siapa, ya? Tolong identitasnya kalau bisa pakai nama individual, bukan identitas lembaga ._.

      Hapus
  11. Sebelumnya, izinkan saya titip nilai dulu. 9 buat kamu.

    Alasan yang paling utama: saya akui perkembangan menulismu sangat ... sangat pesat (seenggaknya buat saya), ketimbang pas kamu nulis Nobuhisa dulu. Dan saya pun senang karenanya. Good job. Kayaknya ditunjang juga dengan riset mendalam. Hahah, amazing~!

    Selain itu, battle-nya saya akui luar biasa. Benar-benar, semua kekisruhan skala jagat itu ditunjukkan ke pembaca, bukan cuma dijelaskan dgn sepatah-dua patah paragraf. Pemilihan diksinya pun mendukung. Cuman agak kesendat aja kadang", pas nemuin istilah yang kesannya saintifik. Tapi nggak mengurangi kenikmatan baca secara keseluruhan.

    Kekurangan mungkin yah, awalannya yang agak membosankan dan kurang penting, karakter lawan yang kurang dalam (ya, kurang dalam. Fata dan Nely berantem ya udah, niatnya kurang berasa. Gitu doang), dan beberapa dialog yang saya rasa kurang enak diucap di dunia nyata. Kaku gitu kesannya >_<

    Saya gak mempermasalahkan teknis. Nanti kamu juga paham sendiri, toh? :D

    Salam~
    OC saya WO~

    BalasHapus
  12. Kalau dari tantangannya sudah benar-benar terlaksana dengan baik. Skala megakosmosnya tergambarkan dalam seluruh lingkupan pertarungannya. Cuman yang saya agak heran, ini planetnya ada berapa banyak, ya? Hancur semua begitu dan saya kurang menangkap ada banyak perpindahan tata surya. Mestinya kalau sudah menghancurleburkan sekian banyak planet, maka tak akan terlihat planet lain sampai mereka pindah dulu ke tata surya ataupun galaksi lain. Seolah di sini planet-planetnya bisa respawn gitu. Itu aja sih keanehan yang kerasa. Dan keluhan lain palingnya ya ... kelemahan-kelamahan yang dituliskan di charsheet nggak kegarap di entri ini. Kesannya kurang asik aja, kalau menurut saya pribadi.

    Ada sejumlah typo yang kesalahan tata bahasa (silakan cari sendiri tepatnya~) yang membutuhkan ketelitian lagi ke depannya. Tapi seperti kata Noni, perkembangan tulisannya benar-benar kerasa. Setidaknya ini jauh lebih ngena battle dan karakterisasi Adam-nya ketimbang saat entri Nobu melawan Bu Mawar dulu.

    Dan iya, ketawa Ratu Huban dan tingkahnya bikin kening saya berkerut sedikit ._.

    Ponten 8++

    - hewan -

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.