Senin, 07 Maret 2016

[FBC] 025 - SHIRR DAEVA

VERSUS
ALSHAIN KAIROS
STALLZA
RENA CHRONOSS
[Tantangan V6]
oleh: Aki Firmansyah

---

Unleash
An Introduction

Semilir debu pasir terempas angin barat.
Daratan di belakangku terkoyak meninggalkan sisa-sisa cabikan panjang sejauh cakrawala terbentang.
Tak ada lagi yang tersisa.
Tak ada.

Kedatanganku kembali membawa petaka.
Lagi-lagi, kala langit mulai runtuh,
dan kehancuran mulai melanda.
Sosokku hadir membawa bencana.

Akulah sang pembawa malapetaka.
Akulah manusia terakhir yang dikutuk Dewi Nama.
Dewi mimpi dan kematian yang menanamkan benih kekacauan dalam tubuhku.
Benih yang setiap saat menggerogoti nalarku.

Namaku Shirr Daeva.
Dikenal sebagai penombak kacau dari Wyrdland
Akulah yang tersisa dari kaumku
Para pemimpi radikal penyembah Nama.

Akulah sang pemimpi
Radikal
Akulah si penombak kacau
Akulah sang kekacauan itu sendiri.

***

Beranikah engkau bermimpi?
Beranikah?
Beranikah engkau?
Bermimpi?
***


Rift
Suara gemuruh dan terjangan pasir masih jelas terasa. Ia tak pernah menyangka, sergapan bandit gurun di tengah badai pasir akan sangat mematikan hingga memisahkan rombongannya. Sialnya lagi, ia harus terperangkap di dalam gua dengan luka tusukan di punggung.

Erangan terdengar lantang kala Daeva mencabut pisau yang menancap. Bekas luka ia tutup dengan sehelai robekan kain. Ia lantas berdiri dengan tombak menjadi titiannya.

Berbekal tombak, tiga pisau, pakaian lusuh dan baju zirah yang ia temukan dalam gua, ia pun siap menerjang badai dan mencari rombongannya yang terpisah.

Suara gemuruh dan terjangan pasir masih jelas terasa. Setelah mengenakan helm berwarna ungu gelap, Ia melewati celah sempit gua. Namun, sebuah pisau melesat dari balik badai.

Ia tak pernah menyangka, dapat bertemu dengan para bandit secepat ini.

***

Shift
Sekali pijakan, pria berpakaian zirah tersebut melesat menembus dinding badai. Tombak perak erat di tangan kanannya sementara tombak berwarna ungu gelap terbentuk dalam sekejap di tangannya yang lain.

Badai pasir lenyap sekali terjangan. Di hadapannya, keadaan langit dan sekitarnya berubah seluruhnya. Langit terlihat lebih terang dengan rembulan yang memancarkan cahaya keemasan. Sementara sekelilingnya tampak sangat berbeda. Namun begitu, yang membuat dirinya bersiaga adalah kehadiran seorang pemuda yang tengah berdiri di hadapannya.

Pakaiannya serba hitam. Rambutnya kontras bak kertas di atas genangan tinta. Perawakannya cukup tinggi dengan wajah yang terlihat ... bosan. Ia memainkan sebuah pisau lempar dan tatapannya berubah serius kala melihat si penombak muncul dari antah-berantah.

Tak ingin membuang waktu, Daeva melesatkan tombak ungu ke arah si pemuda. Si pemuda refleks melompat mundur dengan jari kanan membentuk huruf "J". Saat itu juga, jalur melesatnya tombak berubah condong ke sisi kanan tubuhnya. Namun begitu, Si penombak justru tersenyum licik.

Kala lawannya melompat  mundur, si penombak lenyap dalam sekali kedipan mata. Ia bertukar posisi dengan tombak ungu yang kini tertancap di atas tanah alih-alih si Penombak kini berada di belakang si pemuda dan melancarkan manuver menggunakan tombak peraknya hingga menjatuhkan dan mematikan gerakan si rambut putih.

Tombak peraknya siap menembus tengkorak kepala lawannya. Begitu pun dengan si pemain pisau yang siap menggorok Daeva dengan sepasang pisau yang tersilang di leher lawannya.

                "Kau hebat juga untuk seukuran bandit gurun." Seru Daeva memuji lawannya.
               
"Bandit gurun?"
"Namaku Alshain Kairos, dan aku bukanlah seorang bandit!" sentak Kai seraya mendorong mundur lawannya.

"Bandit mana ada yang ngaku!" ketus Daeva seraya melompat tinggi menembus lapisan awan nimbus.

***

Phase
Di lain pihak, sesosok bertudung putih terlihat berjalan menuju sebuah istana. Tubuhnya yang ramping terlihat ketika angin mengempaskan jubahnya. Pria berbaju zirah perak mengawasi dari sebuah pulau melayang. Matanya yang berkilau karamel terlihat "Tertarik" dengan sosok tersebut. Ia dikenal sebagai Ventinis, wadah dari Spiritia.

Tak lebih dari lima menit, sosok berjubah putih keluar dari istana. Tudungnya ia kenakan kembali seraya memanggil beberapa makhluk yang pernah ia kalahkan. Ialah Rena Chronoss, Seorang pemanggil arwah dari negeri Chronoss.

"Seorang pemanggil juga, menarik ...." gumam Ventinis. "Tinggal dua petarung lagi yang harus kuselidiki" lanjutnya seraya berbalik.

Alangkah terkejutnya ia ketika sosok berjubah putih berdiri di hadapannya. Wajahnya terlihat sangat cantik hingga berhasil membuyarkan konsentrasinya.

"Jadi, kaukah yang harus kuhabisi terlebih dahulu?" raut wajah Rena berubah serius walau sesaat kemudian kembali menunjukkan ekspresi datar.

Ventinis tersenyum. Ia tak terlihat gemetar dengan gertakan dari gadis tersebut walaupun sebuah belati siap menusuk tubuhnya.

                "Menarik ... sangat menarik. Jika kau ingin menghabisiku, maka lakukanlah wahai nona cantik"
                "Apa sepuluh detik cukup bagimu untuk menghabisiku?" tantang Ventinis.

"Kau pikir ini sebuah permainan?" balas Rena bersiap dengan belati dan beberapa ninja yang muncul dari balik bayangannya.

***
Backlash
Di atas titik tertinggi lompatannya, Daeva tertegun melihat pemandangan di depannya. Terhampar dataran yang sangat kaya akan tumbuhan hijau. Sangat kontras dengan gurun di belakangnya. Dari jauh tampak sepasang istana megah yang dipisahkan oleh gunung besar mirip Gunung Merrygold dari negeri barat.

Tak butuh waktu lama bagi Daeva untuk menyadari setiap kejanggalan yang terjadi, Ia yakin, dirinya telah terlempar menuju dimensi lain atau mungkin dunia lain. Sebuah fenomena perpindahan jiwa dan raga yang sempat ia dengar dari seorang petualang gnome termahsyur bernama Branze. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum ia terhempas ke dalam Gua. Dan yang ia ingat adalah sebuah bisikan yang menggema dalam nalarnya.

Beranikah engkau bermimpi?
Beranikah?
Beranikah engkau?
Bermimpi?

Beberapa saat melayang di angkasa, Daeva membentuk tombak hijau di tangan kanannya. Sedetik kemudian, Daeva menukik tajam ke arah Kai dengan tombak hijau yang mengepulkan asap beracun. Ekor asap kehijauan menukik membelah awan dan menerjang lurus ke arah Kai yang kini tengah bersiap dengan kemampuannya.

                "Omnicarta"

Tulisan-tulisan, kalkulasi ribuan angka, grafis dimensi, dan layout wilayah di sekitar Kai tergambar jelas mengelilinginya. Grafis keadaan, infografis waktu satu jam sebelum, lima jam kemudian, tiga jam kemudian, alternatif satu jam kemudian, hingga puluhan menit kemudian terpampang membentuk kubah informasi yang sulit dicerna makhluk biasa.

                "Bagaimana mungkin?"

Adalah kata yang terucap setelah menerima jutaan kemungkinan dan sebab dari akibat yang mungkin bisa terjadi. Yang aneh dari jutaan kemungkinan tersebut, semuanya menjurus pada satu kejadian akhir yang bersifat mutlak akan terjadi.

                "Bagaimana mungkin seseorang bisa menentukan sesuatu secara absolut seperti ini?"

Hujaman keras menukik hingga menghasilkan lubang sebesar radius lima puluh meter. Lubang dipenuhi asap kehijauan, namun Kai sama sekali tak terlihat sosoknya. Daeva bersiaga dengan tombak hijau di tangan kanan dan tombak perak di tangannya yang lain. Namun belum sempat Daeva menoleh untuk mencari lawannya, Kai muncul di hadapan Daeva.

"Siapa kau ini huh?" bisik Kai seraya menghantamkan bogemnya hingga menghempaskan Daeva. Rambut hitam keunguan terurai kala helm Daeva terlepas.

***

Fade
Pertarungan antar pemanggil terjadi di atas sebuah pulau langit futuristik. Ribuan lebah terbentuk di sekitar Ventinis, sementara Rena memanggil puluhan pasukan bersenjata api setelah gagal menyerang Ventinis dalam sepuluh detik.

"Kau memanggil arwah para petarung, benarkan nona?" terka Ventinis.
"Berbeda denganmu, aku memanggil Spiritia langsung dari negeri spirit." Lanjutnya bangga. Tangan Ventinis terangkat, dan ribuan lebah melesat ke arah Rena setelah berubah wujud menjadi jarum.

Rena tak tinggal diam. Setelah memberikan perintah kepada pasukan bersenjata api, Ia pun kembali lenyap dan mendekati Ventinis secepat kilat. Belati terhunus dan siap menusuk lawannya. Namun begitu, lagi-lagi Ventinis dapat menandingi kecepatannya dan berdiri di belakang Rena.
               
"Lihatlah pasukanmu kembali lenyap tak bersisa." Bisik Ventinis.
"Apa kita akan bertarung seperti ini lagi, dan lagi?"

Rena kembali menunjukkan ekspresi datarnya, lalu lenyap dari hadapan Ventinis dan mulai menyiapkan ritual pemanggilan makhluk spesial. Sesosok berjubah hitam muncul di samping Rena.

Di tengah pertarungan antar pemanggil. Daeva terhempas dari antah-berantah setelah menerima tendangan telak dari lawannya. Setelah menerima serangan dari Kai dan dibawa berpindah lokasi di setiap serangannya, Daeva terlihat kehabisan tenaga. Tubuhnya hampir mencapai batas, dan kemampuannya dalam pembentukan tombak mulai terganggu.

Beruntung Daeva bisa menahan beberapa serangan Kai dengan tombak peraknya. Walaupun kini, ia berada di tengah-tengah pertarungan lain dan menerima tembakan dari prajurit bersenjata api dan ratusan jarum yang menusuk punggungnya.

Daeva berteriak kencang, berusaha menahan rasa sakit yang tengah ia rasakan. Ia membungkuk di tengah-tengah, sementara Kai dengan lantang berteriak ke arah dua pemanggil yang sebelumnya bertarung.

"Kita harus habisi dia sekarang, SEKARANG!" Kai terlihat kacau, tak terkendali dan gemetaran. Hasil dari Omnicarta tampak masih mempengaruhi tindakannya.

***

Rise
Ventinis dan Rena tampak kebingungan dengan kemunculan Kai dan Daeva. Walaupun masing-masing dari mereka telah diberikan instruksi tentang sosok yang harus mereka lawan sebelumnya, bahkan dalam instruksi pun telah jelas diberitahukan bahwa salah satu lawannya adalah seorang dari kaum pemimpi radikal. Ventinis heran karena dapat merasakan kejanggalan dalam diri Daeva. Ia memastikan bahwa sesuatu yang kelam dan kuno bersemayam dalam tubuh pria bertombak perak tersebut.

                "Tampaknya tak perlu mencari sisa petarung ... sungguh beruntung." seru Ventinis seraya memanggil spiritia bernama Neona berwujud gadis bergaun yang bersinar menyilaukan. Kini area di sekitar mereka mulai dilingkupi lingkaran sihir, dan dimensi cahaya pun terbuka.

                "Kak ... pinjamkan kekuatanmu padaku" Sosok berjubah hitam menghilang, dan berubah menjadi sesosok makhluk raksasa dengan baju zirah gelap dan pedang api yang membara. Tanpa pemanggilnya, sosok tersebut mulai mengamuk.

Masih menahan sakit yang Daeva rasakan. Ia semakin memaksakan diri dalam pemanggilan tombak-tombaknya. Ia sadar betul bahwa yang mengelilinginya bukanlah lawan yang bisa ia remehkan. Sialnya, cahaya menyilaukan yang berasal dari Spiritia Ventinis otomatis membutakan hampir kesemuanya, menyisakan Ventinis, Kai, dan makhluk panggilan.

Namun, dari cahaya yang menyilaukan tersebut, bayangan ungu dan asap kehijauan menyeruak dari tubuh Daeva hingga membelah dua sisi cahaya menjadi ungu gelap dan hijau limau. Kai semakin tak terkendali mengingat beberapa ribu kemungkinan yang telah ia lihat mulai terwujud.

                "Hentikan, bangsat!" teriak Kai seraya berpindah ke hadapan Daeva dengan pisau di genggamannya. Namun, sesuatu menghempaskan Kai.

***
Form
Pandangan Daeva mendadak buyar. Efek samping dari pemanggilan tombaknya secara paksa mulai terasa ditambah keinginan untuk hidupnya sangatlah besar, keinginan untuk bertarungnya semakin menggebu, dan keinginan untuk mengalahkan lawannya luar biasa tinggi.

Antara hidup dan harus hidup, mati dan harus hidup, bertarung dan menang, hingga kekacauan dalam benaknya membuka kunci berkah dewi Nama. Dari sinilah, sosok dalam diri Daeva muncul dan mengambil alih sebagian tubuh Daeva.

Ia mengerang, meraung, menggertak lawan-lawannya. Kulitnya mulai menyatu dengan baju zirah dan kepalanya memipih membentuk helm ungu yang sempat terlempar oleh pukulan Kai. Mata kiri Daeva memancarkan bayangan ungu sementara asap hijau mengepul dari balik mata kanannya.

Ketiga lawannya merasakan hawa mengerikan mencuat dari balik asap ungu hijau. Kai semakin kacau hingga memaksakan diri untuk menggunakan kemampuan terlarang seorang Cartographer. Pun dengan Ventinis yang merasa terancam hingga memanggil tiga spiritia terkuat miliknya. Rena sendiri memanggil seluruh makhluk
Panggilannya hingga sisa mana dalam dirinya menipis.

Transformasi tubuh Daeva terus terjadi. Mengubah hampir seluruh wujudnya menjadi sosok berlapis zirah ungu gelap. Sarung tangan berwarna hijau limau terbentuk di tangan kanannya diikuti sebuah tombak hijau melayang di sampingnya. Pun terjadi dengan tangan kirinya yang membentuk sarung tangan berwarna magenta dengan tombak ungu gelap yang melayang-layang.

Hawa berubah mencekam. Langit menggulung membentuk pusaran awan dengan raungan dan kilatan halilintar yang menyambar dan menggema sejauh ribuan kilo. Rena mengerahkan seluruh makhluk panggilannya, begitu pun dengan Ventinis yang memberikan komando kepada ketiga spiritianya diikuti kemampuannya dalam memerangkap musuh dalam dunia satu detik.

Sementara itu Kai merapalkan sebuah kalimat terlarang.
"In Necis Renascor!"
Tubuh Kai mulai berkedip berbayang-bayang ketika sebuah portal terbentuk di atas langit. Gravitasi melemah diikuti riak ruang dan waktu yang berdentum-dentum dan berbenturan dengan dunia satu detik Ventinis.

Transformasi tubuh Daeva terhenti ketika tujuh tombak melayang di belakang punggungnya. Tangannya memegang tombak perak dan dalam sekejap fenomena yang terjadi di sekitarnya terhenti. Gravitasi, ruang, waktu, materi, hingga antimateri dilahap habis oleh asap hijau keunguan.

Ialah Khaoss. Wujud awal semesta, dasar dan pembentuk apapun yang kini ada. Kekuatan ini bersemayam dalam tubuh Daeva. Wujudnya tak berwujud. Bentuknya tak berbentuk, namun jika di ekstraksi dari indera makhluk hidup, yang terlihat adalah pancaran bayangan ungu bercampur kepulan asap hijau. Nalar makhluk hidup akan mencerna Wujud Khaoss sebagai wujud naga.

***
Unleash
Dalam wujud sempurnanya, Daeva dapat mengendalikan sepuluh tombak sekaligus. Setiap tombak memancarkan warna dan atribut serta wujud Khaoss-nya sendiri terkecuali tombak perak yang memiliki wujud fisik.

Kejadian berikutnya yang terjadi tak bisa terbayang oleh nalar manusia biasa. Bahkan terlalu rumit hingga yang terlihat hanyalah kekacauan yang tak henti-hentinya melahap apapun secara terus menerus. Indera penglihatan manusia akan melihat kejadian yang kini terjadi sebagai kekacauan absolut.

Bagaimana tidak, setiap tombak terlihat berubah bentuk menjadi sosok naga dengan warna yang berbeda satu sama lainnya. Kini, tujuh naga terbang di belakang Daeva. Iglaziana, Serpenthina, Terrokarana, Nimbusiana, Yol-Syiana, Viegnovana, dan Jotungardna. Masing-masing naga merupakan esensi dasar dari Khaoss, pembentuk materi semesta. Sementara itu, tombak hijau dan tombak ungu bergabung membentuk Khaoss itu sendiri.

The First to born
The last to breath
The remnant of Silence
The Essence of verse

Thou art known her as the goddess of death
As all known her the weaver of dream, Nama
Shirr Nama, the beginning
The death itself

Encaged in the neverending memories
Enchained in between the rift of thousand verse
Enslaved by the neverbroken past
Enguarded by Valla Custodia the light of hope

As Aethra comes,
The counter matter of Chaos
As Shindariana thy name
The Counterpart of Khaoss itself

Yang terlihat sebelum semuanya lenyap hanyalah kekacauan. Ketujuh naga bersamaan melesat hingga melenyapkan apapun yang dilewatinya sejauh cakrawala terbentang. Daeva sendiri setengah sadar. Ia tahu betul, kekuatan dalam dirinya teramat mengerikan.

Beruntung tombak peraknya menyelamatkan ketiga lawannya yang kini hanya berupa jiwa yang terperangkap dalam kristal Aether. Ialah Shindariana, satu-satunya yang bisa menetralkan kekacauan. Wujudnya berupa naga cahaya dan kedatangannya menghentikan proses pelahapan semesta.

Kemunculan Shindariana mengakhiri proses pelahapan. Ketiga lawan Daeva beserta semua yang ada di sekelilingnya berubah menjadi kristal Aether. Menyisakan padang pasir yang semakin gersang sejauh cakrawala terbentang. Tak ada lagi gunung Merrygold, kedua istana lenyap, pulau-pulau langit perlahan runtuh, dan semesta bergetar hebat.

Bisikan Shindariana terdengar sebelum akhirnya semesta benar-benar runtuh dan Daeva memulai langkahnya dengan fisik yang menyatu dengan zirah ungu.
               
                "You, bearer of cursed Khaoss"
                "Step forward and find your very answer of thy existence"
                "Thou I, Shindariana exist to balance the chaos"
                "Thou you will know thy truth, here ... at the land of neverending memories"
               
                "Thou I, Shindariana ... the balancer"
                "Of you, The Chaos itself"

7 komentar:

  1. Pertarungang yang kacau balau nan penuh kehancuran. Pas dengan karakter tokoh utama. Semuanya tampak punya kekuatan setara dewa, tapi tetap tokoh utama yang lebih tinggi. Bahkan sampai ke taraf yang (seandainya saya sebagai lawan karakter ini) sangat bagus untuk mendapatkan penurunan kemampuan besar-besaran saking tampak overpower. Sampai mikir, "Gimana caranya bikin OC ginian mati, ya?"

    Congratulation for releasing your dark side safely.

    Nilai: 8

    BalasHapus
  2. Buset, ini dari awal sampe akhir dibikin bak bik buk tanpa dikasih napas~

    Akii nulisnya ke sini jadi makin nyastra~ :D

    Btw, saya rada miss euy sama battle-nya. Begitu intense sampe bingung, "ini mereka lagi ngapain sih?"
    Soalnya dari awal langsung masuk ke penjabaran si A bisa ini, si B bisa itu, si C bisanya ini itu. Terus begitu ABC ketemu, ya udah main gebuk-gebuk aja tanpa ada ba bi bu. Maksud saya, plot yang menggairahkan pembaca (saya) buat terus penasaran itu rasanya kurang~
    Sepanjang cerita saya seakan dipaksa buat menelan seluruh kekacauan yang Akii coba sampaikan.

    Tapi ini bisa dimengerti sih, toh Akii udah berjuang keras melawan ke-WO-an.
    XD

    Nilai : 7
    :D

    OC : Orchid Chocolatechan

    BalasHapus
  3. Wih padet. Congrats bisa tetep submit! Selain hal2 yang udah dipaparin di atas, saya salut sama karakter lain selain daeva yang udah berusaha deksplor. Kritiknya paling perpindahan adegan daeva vs kai dan ventinis vs rena mungkin bisa diperhalus lagi. Jadi ga terlalu tiba2 mereka ada di satu arena.

    Karakter daeva di beberapa bagian, terutama respon dengan Kai nampaknya lebih ke arah lawful evil.

    Adegan para naga keluar diiringi puisi itu kesab grandenya dapet.

    7/10

    Othema Spreed

    BalasHapus
  4. Sastranya keren ♥

    Agak bingung di perpindahan duel Daeva - Kai dengan Rena - Ventinis, tapi proses menjadikan satu mereka keren

    Perubahan form Daeva perlahan dari awal sampai form sempurna itu bagus, jadi keinget Unlimited Tombak Works #diinjek

    Pertarungannya benar benar kacau seperti Daeva yang membawa kekacauan. Aku baca bagian introduction seperti baca puisi

    8 untuk Daeva
    OC Rea Beneventum

    BalasHapus
  5. Saya sepikles begitu baca entri ini.

    Eksekusinya megah juga. Sastranya juga kental kerasa.

    Battlenya agak ngacak, tapi pas lah eksekusinya. Kekuatan si Daeva juga udah ngeri banget.

    Saya gak bakal komentar banyak, tulisan sudah menunjukkan.

    Jadi 9 deh dari saya.

    Salam hangat dari Zarid Al-Farabi bersama Enryuumaru

    BalasHapus
  6. OC: Ghoul :=(D

    runtuh dan kehancuran (ga pake koma sebelum ‘dan’ karena hanya 2 hal, kecuali kalo lebih daripada 2 hal misalnya ‘aku, kamu, dan dia’ = baru pake koma sebelum ‘dan’)

    prolog yes, gak berbelit-belit, alurnya gak lamban. Langsung konflik fisik di awal kisah bagi aku sih yes. (jreng-jreng-jreng).

    Kayaknya Daeva lebih ganteng tanpa helem! Aku bisa bayangkan dramatisnya saat rambutnya melambai2 waktu helemnya terlepas. Wuih, benarkah?

    Eh tuh lagu apa?

    Kalo Daeva gak pake helem sih aku kasih 8, tapi karena Daevanya pake helem (hm wajahnya tersembunyi) ya tetep 8 sih…

    BalasHapus
  7. Singkat dan padat. Terlalu padat, malahan. Beruntun disuguhkan adegan aksi tanpa jeda, menurut saya justru kurang membangun intensitas dari pertarungan. Jeda itu perlu sehingga pembaca bisa menelan ludah sebentar dan berkeringat dingin. Ibarat di film horor, kalau terus-terusan disuguhkan adegan jump scare kan nggak efektif juga.

    Tantangan one hit tripple kill-nya sudah diselesaikan dengan baik pada teknik penutup di cerita ini. Yang kurang mungkin karakterisasi Daeva-nya saja. Belum terlalu banyak digali di sini. Pembaca baru dikasih tahu kalau Daeva begini begitu, titisan ini, bisa melakukan itu, dan Deava sudah masuk ke ultimate form.

    Ponten 7

    - hewan -

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.