Senin, 14 Maret 2016

[FBC] 035 - MARITA

MARITA
VERSUS
TEN GALLON TANK
[Tantangan N5]
oleh: Dyah Ayu Savitri

---

"S & M"

Episode 1: Di Dalam Loker Ada Seekor Domba

"Marita."

Gadis berambut biru gelap itu memicingkan matanya, menatap ke balik jeruji besi di depannya, berusaha mengira-ngira arah suara yang memanggil namanya.

"Kau pikir kau sendirian di sini?"

Marita berbalik dan menemukan seseorang duduk di atas kasur kerasnya.

"Aneh ya, kenapa kita ada di sini? Hahaha."

Seseorang muncul di pojok ruangan dan tertawa. Marita semakin bingung. Ia melihat dua sosok Sonata di depannya.

"Kenapa kalian ada di sini? Pergilah, pergilah." Marita mengusir mereka seperti mengusir kucing jalanan.

"Hei Mar, kau harus segera keluar dari sini."

Terdengar ocehan dari belakang mereka, Marita melihat sesosok makhluk bicara. Jelek sekali, pikirnya.

"Kau tahu Davy Jones? Kalau kau tidak bisa keluar dari lokernya, tamatlah riwayatmu." Katanya sambil sesekali ia menggaruk otaknya. Sepertinya makhluk ini kehilangan tempurung kepalanya setelah menjadi satu dengan dinding yang berlumut.

"Maksudmu, saya sekarang sedang berada di dalam loker?" Marita menatap ketiga Sonata aneh di depannya. Terutama Sonata berlumut yang terakhir bicara. 

"Cepat, cepat, kamu harus segera keluar dari sini!" salah satu Sonata itu mengambil benda panjang di dekat tempat tidur dan mencoba menggunakannya sebagai pengganti linggis untuk membuka pintu jeruji.

Marita masih mencoba berpikir jernih dan bertanya-tanya bagaimana bisa saudara kembar laki-lakinya ini jadi tiga.

Pintu jeruji terbuka dan insting menyuruhnya untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Anak yang manis ya." Sonata 1 berkata pada Sonata di sebelahnya.

"Aku sudah mulai merindukannya." Sonata 2 mulai menitikkan air mata.

"Hei! Saya masih bisa mendengar kalian!" teriak Marita seraya berlari menuju dek. Ia masih mendengar sayup-sayup tawa mereka.

Ya. Marita berada di sebuah kapal laut. Sesampainya di dek, ia semakin bingung karena menemukan banyak sekali Sonata berlalu lalang mengikuti perintah sang kapten kapal yang juga adalah Sonata.

Di salah satu potongan kayu, ia melihat seekor domba putih sedang duduk diam. Ia pun segera mengambil tempat duduk di samping domba tersebut. Sang kapten berjalan bolak-balik di depan Marita sambil menyuruh awaknya mengembangkan layar dan menarik jangkar, tetapi Marita tidak merasa kapalnya ini bergerak.

Benar saja.
Ketika Marita melihat ke bawah kapal, bukan air yang ditemukan, tetapi pasir. Marita hanya melihat pasir merah muda sejauh mata memandang.

Sang kapten kapal mulai marah-marah. Marita berusaha tidak menarik perhatian dan menggeser pantatnya mendekati domba di sampingnya.

"Uh… uhuk." Gadis itu mencoba melakukan pendekatan. "Pssst, hei."

Tapi domba tersebut tidak menjawab.

Marita bergeser sedikit lagi hingga tak ada jarak lagi antara dia dan sang domba.

"H-hai…" Marita mulai bicara lagi sambil melirik ke arah domba itu. "Saya lihat kamu duduk sendiri saja di sini…. Boleh kita … berkenalan?"

Marita tak menyadari bahwa kapal tersebut sudah kosong dan sang kapten sudah melompat turun dari kapal. Entah mengapa ia sangat tertarik dengan domba yang sedang duduk sendiri itu. Marita menatapnya dengan penuh harapan. Berharap sang domba menyadari kehadirannya. Setidaknya, berpalinglah! Marita menjerit dalam hati.

Tiba-tiba sang domba menaruh salah satu kakinya di atas tangan Marita dan berpaling. Wajah Marita memerah. Senpai noticed me!

Domba tersebut menatap Marita dengan mata perseginya, lalu …

"Mbeeeeeeeeek!"

Dalam sekejap seluruh pemandangan berubah menjadi padang bunga yang kuning dan salju berwarna biru turun secara perlahan. Di sana hanya ada Marita dan sang domba. Domba tersebut berdiri dengan kedua kaki belakangnya dan menggenggam kedua tangan Marita dengan kedua kaki depannya, entah bagaimana caranya.

"Impian yang sangat menarik."

Tiba-tiba sebuah suara muncul. Marita menjerit kecil dan berbalik. Di depannya berdiri seorang anak kecil berkepala bantal yang sedang memegang tongkat permen besar dengan kembang api warna-warni di ujungnya.

"Huh? Kamu siapa?"

"Itu dombaku."

"Apa?" Marita menoleh dan domba itu sudah berdiri dengan empat kaki. Alih-alih, ia ternyata sedang menggenggam tangan Sonata yang … seluruh tubuhnya kelihatan transparan!

"Saya … nggak ngerti." Mata hijaunya melihat si kepala bantal, lalu Sonata, lalu kembali ke kepala bantal.

"Sebelumnya, perkenalkan, aku Ratu Huban." Ia menggoyangkan tongkatnya, memanggil si domba.

Sejenak Marita diam. Ia berkedip beberapa kali hingga sang domba menghilang dari pandangan.

"Tapi rambutmu tidak kuning. Kamu bahkan tidak punya rambut." Marita mengelus dagunya, berpikir keras. "Kenapa namamu Huban?"

"Ratu Huban hanya panggilan orang-orang saja. Mungkin rambut kuning maksudmu… 'uban'? Setahuku, uban itu putih."

"Bukan, bukan. Saya yakin uban itu kuning. Sejauh yang saya tahu, Putih itu adalah nama planet tempat tinggal saya."

Keduanya diam. Kalau saja Ratu Huban memiliki wajah, mereka berdua pasti terlihat sama-sama sedang berpikir keras.

"Ah!" tiba-tiba Marita seperti menemukan ide. "Apakah kita sedang ada di dalam mimpi?"

"…Ng? Tadi kau bilang apa?"

Marita garuk-garuk kepala. "Saya bertanya, apakah kita sedang berada di dalam mimpi?"

"Oh. Ya tentu saja. Ini mimpimu. Menarik."

Marita segera melihat sekeliling dengan antusias, lalu ia menoleh ke arah Sonata yang sedang tersenyum. Ini menjelaskan kenapa Sonata ada di sini. Kenapa saya terus-menerus melihat Sonata. Tentu saja, saya sedang bermimpi! Marita berteriak senang dalam hati. Ia memeluk saudaranya itu erat-erat.

"Saya kangen, Sonata."

Aneh rasanya memeluk seseorang yang transparan hingga Marita bisa melihat sendiri tangannya yang berada di punggung Sonata.

"Apakah itu impianmu?" Marita berbalik, mendengarkan Ratu Huban, kini dengan fokus yang lebih.

"Maksudmu Sonata?" Marita menatap kembali Sonata yang masih tersenyum. "Saya… Saya tidak tahu…"

"Hmm… kurasa keinginanmu untuk mewujudkan impianmu tidak begitu kuat. Padahal mimpimu sungguh menarik, sayang sekali. Sepertinya undangan ini bukan untukmu."

"Undangan?"

"Aku mampu mewujudkan impianmu, tetapi kau harus mengikuti sebuah sistem pertarungan dan memenangkannya. Aku ingin mengundangmu karena impianmu kelihatan menarik, tetapi kurasa aku salah menilai." Ratu Huban mulai berjalan mundur.

"Tunggu!" Marita menggenggam erat tangan Sonata. Matanya mulai menunjukkan semangat untuk berjuang, namun masih ada bulir-bulir keraguan di dalamnya. "Saya… Saya….."

"Apa impianmu, Mar?"

"Tentu saja saya ingin Sonata hidup kembali!"

"Kurasa impianmu tidak sebatas itu." Marita yakin sekali ia merasakan gadis cilik di depannya itu menyeringai, meski tanpa wajah. "Jadi, kau ingin mengikuti pertarungan ini?"

"Tapi … saya tidak bisa bertarung." Marita menjawab sedih.

"Bukankah kau sudah memiliki senjata? Sebesar itu keinginanmu untuk menang kan? Atau… aku salah menilai lagi?" Ratu Huban menunjuk benda panjang di samping kaki Marita.

Sebuah pensil.

Ya.
Marita mengambil pensil tersebut yang berukuran tidak biasa. Diameternya mungkin sekitar 6-8 cm karena ia agak kesulitan juga memegangnya. Panjangnya hampir setinggi badannya. Itu sebuah pensil hijau yang sangat besar. Tentu saja merknya bukan faber-castell.

"Saya ikut pertarungan itu!" suaranya tegas kini. Meskipun gadis kuliahan ini masih belum tahu apa-apa tentang kekuatan senjatanya, ia dengan berani memutuskan untuk ikut terjun ke pertarungan yang tak diketahuinya itu.

"Bagus sekali. Aku bangga, Mar." Sonata transparan itu akhirnya bersuara.

"Ah, sudah waktunya aku melihat mimpi calon peserta lain." Ratu Huban melihat tangannya yang tidak kelihatan memakai jam tangan. "Aku akan mencarikan lawanmu. Bersiaplah sebelum itu."

Tanpa aba-aba, gadis kecil berkepala bantal itu menghilang dari pandangan.

.
.
.

Selingan

"Buruk! Buruk sekali!" Sonata menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Rerumputan berwarna ungu cerah menyala di bawah matahari oranye diselingi semilir angin sepoi-sepoi, sungguh suatu tempat yang nyaman untuk tidur. Sayangnya, Marita masih terus berlatih menggunakan pensil barunya itu.

"Kamu tidak tahu betapa sulitnya mengontrol pensil sebesar ini." Marita mengatur napasnya.

Mobil yang digambarnya tidak memiliki roda yang sama besarnya, tetapi masih bisa digunakan. Kelinci-kelinci berlarian. Ada seekor gajah dengan belalai yang pendek dan seekor jerapah dengan leher yang kepanjangan. Namun ada banyak sekali tikus abu-abu berkeliaran di sekitar Marita dan berukuran pas. Sepertinya, satu-satunya makhluk yang berhasil digambar dengan baik adalah para tikus.

Marita duduk dan beristirahat. Sambil bersandar di sebuah pohon, ia mulai membentuk lekukan-lekukan indah di udara menggunakan pensilnya. Sonata bersandar di sampingnya. Sebuah baju terusan berwarna biru pucat muncul di udara dan jatuh di pangkuan Marita. Ia terkikik kecil memeluk baju tersebut.

"Sonata, saya rasa mencoba menggambar senjata lain bisa lebih membantu. Saya sudah mulai terbiasa menggunakan pensil ini. Bagaimana menurutmu?"

"Kamu mau menggambar apa?"

"Pedang?"

Marita yang tiba-tiba saja sudah mengenakan baju baru birunya sudah memegang sebilah pedang panjang. Senyumnya melebar, seraya ia berteriak.

"Saya seorang kapiten~! Mempunyai pedang panjang~!" nyanyiannya lantang dan serius, Sonata terkikik geli. "Kalau berjalan prok prok prok. Aku seorang kapiten!"

.
.
.

Episode 2: Ayo Serang Titan Itu!

"Namanya Ten Gallon Tank. Panggilannya Galon."

Akhirnya Marita bertemu kembali dengan Ratu Huban, tetapi pertemuan itu hanya sekejap. Marita sudah terbangun di sebuah barak.

"Mar, cepat bangun. Sudah waktunya kumpul." Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan rambut pirang kecoklatan dan mata coklat hazel membangunkannya.

Marita tidak mengenal orang tersebut, tetapi secara alami, ia langsung bangkit dan bersiap memakai seragamnya yang terdiri dari kemeja dan celana berwarna terang, tali-tali sabuk yang melilit tak hanya di pinggang, tetapi hampir di seluruh tubuh, jaket luaran coklat dengan lambang 'sayap', sepatu boots hitam tinggi dengan pelindung tempurung lutut di ujungnya, dan jubah hijau tua dengan lambang yang sama. Tentunya senjata tak lupa dipasang di bagian kiri dan kanan pinggang, yakni dua bilah pedang dan peluncur; 3D Manuever Gear.

"Hormaaat!"

Barisan berlambang sayap menghentakkan kaki dan memukulkan tangan ke bagian dada secara serentak. Marita mengikuti sambil celingak-celinguk memperhatikan keadaan. Mereka berada di atas sebuah dinding tinggi yang cukup lebar, sedangkan kota di bawahnya sudah bersih dari penduduk.

Dari kejauhan terlihatlah sosok- sosok monster yang bergerak mendekat.

"Titaaaaaaaaan!"

 Teriakan bergema dari semua orang yang ada di sana dan mereka mulai beterbangan menyerang 'titan'. Marita menyisir seluruh kota dengan tenaga pendorongnya. Namun, ia menghindari para titan dan mencari sosok lain. Di pinggir sungai, sebuah benda menarik perhatiannya. Sebuah tongkat panjang berwarna hijau.

Itu pensil saya!

Marita segera berlari untuk mengambil pensilnya itu, tetapi ia dikejutkan oleh satu titan besar setinggi bangunan di sampingnya.

SIAL!

Fokus Marita kini hanya satu: pensilnya.

Untuk itu dia harus melewati titan buruk rupa di depannya. Sambil tersenyum senang, Mar mengeluarkan dua bilah pedangnya dan langsung lari menerjang ke arah monster.

"THIS IS SPARTAAAAAAAAAAAA!"

Marita melukai kedua kaki titan dan membuatnya jatuh terjengkang. Ia segera berlari secepat yang ia bisa menuju tempat pensilnya berada, tetapi naas, sang titan berhasil menggenggam salah satu kaki Mar. dengan mudahnya, gadis kecil itu dilempar ke arah reruntuhan bangunan yang baru saja dihancurkannya.

"Adudududuh…" Marita berusaha bangkit dan menyingkirkan beberapa pecahan batu yang menimpa kakinya. Celananya sobek dan darah segar mulai mengalir. Mar berjalan tertatih, ia menggigit bibir demi menahan rasa sakit di kakinya. Tak ayal, air mata bercucuran juga.

Mar sudah hampir menyerah dan ingin menangis sekencang-sekencangnya ketika ia melihat titan yang tadi melemparnya tiba-tiba saja muncul di atas kepalanya. Namun, sebelum sempat ia melakukan apapun, titan tersebut tersungkur ke samping.

"G-galon!?"

Kata itu terucap begitu saja dari bibir sang gadis berambut biru ketika ia melihat sebuah tabung besi berwarna hitam meluncur dengan dorongan roda duanya.

"Apa yang kau lakukan di sana, ndree!? Cepat potong tengkuknya, ndree!"

Mar segera melupakan sakit di kakinya dan memotong bagian leher belakang sang titan yang masih tersungkur.

"Heh, tak bisa dipercaya aku menolong lawanku sendiri, ndree."

I-inikah Galon? Meski baru bertemu, aku merasa sudah lama mengenalnya. Marita mengambil ancang-ancang menyerang. Dua bilah pedang di tangannya, Marita mengira-ngira gerakan apa yang akan dilakukan si tabung pemadam kebakaran itu.

"Kau serius mau melawanku dengan senjata jarak dekat seperti itu, ndree?" tabung logam ini mundur perlahan melihat pedang tersebut. Selangku bisa terpotong, ndree!

"D-diam kau, ndree!" seketika Marita membekap mulutnya sendiri. Apa yang 'ndree'…? Kenapa aku jadi ikutan mengatakan 'ndree'? "Saya tidak akan kalah, ndree!"

Luka di kakinya malah membuat kesadaran dan fokusnya semakin kuat. Marita berlari maju dan menyerang Galon secara serampangan. Tentu saja, pedang tersebut tidak melukai Galon sedikitpun. Ternyata, bukan Galon yang diincarnya. Marita berlari melewati Galon menuju pensilnya.

Hal pertama yang ia lakukan setelah mendapatkan pensilnya adalah menggambar perban untuk kakinya yang terluka. Ia menghapus air mata yang masih mengalir terus dari matanya.

"Kemarilah. Saya tidak takut padamu sekarang!"

"Pensil… ndree? Apa ini serius… ndree?"

"Saya akan mengalahkanmu dengan pensil ini, ndree! Kamu hanya sebuah tabung pemadam kebakaran memangnya bisa apa, ndree?"

"Pelajaran pertama… jangan sepelekan lawanmu, ndree!"

Dengan selang panjangnya, ia menyemburkan cairan mirip slime berwarna hijau ke arah Marita. Mar menghindar sebisanya, tetapi ia terpeleset akibat cairan menjijikkan tersebut.

"Iyuuuuuuhh!" Mar menggambar segiempat besar di langit yang segera menjadi kain tebal dan menutupi cairan yang disemprotkan Galon.

Sementara perhatian Galon tertuju pada kain tersebut, Mar menggambar bola-bola di atas Galon dan segera saja bola-bola tersebut berubah menjadi bola besi yang berat. Kaget, Galon tak sempat menghindar dari bola pertama dan menyebabkan dorongannya penyok dan rodanya bengkok. Setelahnya, ia jadi kesulitan menghindari bola-bola besi yang berjatuhan menghantam tanah. Tak hilang akal, Galon menggunakan corongnya untuk menghindar.

Marita masih menggambar ketika sesuatu berkelebat di depan matanya.

Dua Galon!?

Ya. Marita melihat sabuah tabung pemadam kebakaran yang sama hitamnya bergerak menuju dia dan meluncurkan semprotan airnya bertubi-tubi. Segera saja Marita berhenti menggambar dan memutar pensilnya, membuat dinding pertahanan dari serangan air tersebut. Anehnya, air tersebut tidak jua disemprot oleh Galon hingga beberapa saat setelahnya.

Marita tahu bahwa tangannya masih belum mahir menahan teknik memutar pensilnya itu lama-lama. Selang beberapa detik, dia melihat lagi Galon sudah ada sejajar sekitar 5 meter di sampingnya.

Bagaimana bisa dia—!? Marita berpaling ke balik semprotan air dan Galon masih berada di sana. Jadi … apakah yang saya lihat ini…

Marita memutar otak dan mendapat akal. Ia berlari menghindari semprotan air Galon, mendekati Galon kedua yang tadi dilihatnya dan menggambar sesuatu di tanah, lalu ia segera beranjak mundur lagi. Tepat seperti yang diperkirakannya, Galon bergerak tepat ke tempat yang sudah ditandainya dan…

"Net noooot!" Marita berteriak senang sambil bertepuk tangan. Suara ledakan luar biasa mengiringi tepuk tangannya. Galon baru saja terjebak ranjau. Rodanya melewati ranjau yang sudah disiapkan Marita sebelumnya.

Keren sekali aku bisa melihat masa depan walaupun cuma sekilas! Kekuatan ini sangat membantu! Apakah ini… kekuatan penyihirku?

Es batu!
Kali ini Marita melihat hujan es batu dan ia segera menggambar payung besar yang kokoh untuk melindunginya. Ternyata Galon masih hidup.

Marita bisa melihatnya. Tabung tersebut meletup-letup dan kelihatan sangat geram, perasaan Marita jadi tidak enak melihatnya. Dari balik payung jumbonya, Mar menggambar sebilah pedang panjang yang amat sangat tajam yang diharapkan dapat menembus tubuh logam Galon.

Dia hanya sebuah tabung pemadam kebakaran. Sambil meyakinkan dirinya sendiri, Mar berbalik dan menghunus pedangnya itu kepada Galon, tetapi tiba-tiba seluruh pemandangan di depannya berubah total.

Padang rumput ungu menghampar dihiasi langit malam dengan bulan temaram.

Seketika ia menjatuhkan pedangnya ke tanah. Lututnya lemas. Tangannya gemetar. Ia bersimpuh di atas rumput yang basah.

"Pertarungan yang tidak kusangka jadi cukup menarik."

"Ratu Huban…" Marita menengadah dan menemukan sosok anak kecil berkepala bantal di depannya. "Saya… Saya hampir menang kan? Kenapa tiba-tiba…"

"Tidak. Belum cukup. Keinginanmu untuk menang belum cukup kuat."

Marita bernapas terengah-engah, terbangun di ranjangnya. Keringat mengucur deras dari dahinya. Sekujur tubuhnya basah, mandi keringat. Bola matanya bergetar. Perlahan ia terisak, air mata mengalir di pipinya yang tembam.

"Saya… Saya hampir membunuh seseorang…"

Marita lalu menangis keras. Seperti anak kecil yang masih ingin menetek payudara ibunya, Marita menangis.

.
.
.

Episode 3: Saya Rey dan Saya Tahu Kamu Itu Galon, Ren

Gadis dengan mata hijau menyalanya memegang pensil besarnya yang sedang dililit sebuah selang hitam tebal nan kuat. Ia bertahan dan mendesis.

"Menyerahlah! Tidak akan ada yang membantumu lagi di sini, ndree! Aku memiliki kekuatan The Force, ndree!"

"Saya tidak akan menyerah, ndree! Sadarlah Galon, saya tidak ingin melawanmu, ndree!"

"Namaku Kylo Ren! Panggil aku Kylo Ren, ndree!!!"

Tanah bergetar hebat di bawah keduanya. Sebuah tabung pemadam kebakaran dengan warna serba hitam tak tertarik untuk menambah kehitamannya dengan topeng atau jubah. Ia tak butuh itu. Orang pun sudah tahu siapa dia jika berhadapan dengannya.

Galon mendorong gadis di depannya dan melempar pensil itu ke arah berlawanan.

"Pertarungan ini sudah berakhir, Rey. Akulah yang terpilih, ndree. Kau bisa istirahat dengan tenang sekarang, ndree." Galon sudah mengarahkan corongnya pada Rey— maksudnya, Marita.

"Saya tidak akan menyerah, ndree!!" Marita bangkit, berlari, dan menghindari Galon sambil mengarahkan tangannya ke arah pensilnya, berharap Force berada di pihaknya.

Dan, ya. The Force berpihak padanya!

Bak magnet, pensil itu melayang tepat ke tangan Marita. Sebelum Galon berhasil meluapkan gas beracunnya, Mar sudah lebih dulu menggambar pedang light saber yang mirip dengan milik Luke. Dengan kekuatan melihat masa depannya, Mar menebas selang panjang Galon dan membuatnya kewalahan.

"S-sialan, ndree…" Galon mundur perlahan karena selang dan corongnya sudah putus. Bagian bawah tubuhnya juga sudah berlubang, membuat cairan di dalam tubuhnya terus mengalir tak sesuai keinginan.

Napas Marita juga sebenarnya sudah putus-putus. Tangan dan kakinya sudah merah dengan darah, bahkan telapak kakinya melepuh karena menginjak asam yang dijadikan jebakan oleh Galon. Namun, kali ini ia tidak menangis.

"Saya… benar-benar tidak ingin membunuhmu, ndree…" Marita memegang light saber dan pensilnya dengan kedua tangan. Ia melihat pesawat-pesawat beterbangan di langit, masih saling menembak. "Tetapi saya harus melakukannya, ndre… setidaknya, saya akan membuatmu indah, ndree."

Marita tak kuasa tersenyum dan menarik garis dengan pensil dan light saber-nya di tengah tubuh Galon dan ia pun meluncur ke angkasa, lalu meledak dengan indah layaknya kembang api di tahun baru.

Tanah yang dipijaknya perlahan ambruk. Marita sekelebat melihat seekor domba sebelum ia terjatuh bersama runtuhnya tanah di atas death star itu.

.
.
.

Episode 5: Akhir. S&M. Sonata dan Marita.

"Mar! Marita!"

Marita membuka matanya dan ia terbangun di atas ranjangnya. Di samping ranjang, ia melihat saudara kembarnya berdiri dengan memegang secangkir teh.

"Sonata!" Marita memeluk pria tersebut erat-erat.

"Hei, hei. Marita, kau mimpi buruk?" Sonata mengusap kepalanya lembut. "Minum teh hangat dulu ini. Mau ceritakan padaku?"

"Saya mimpi sangat aneh!" sahut Marita sambil menyeruput tehnya.

Sonata melirik buku di atas meja kecil yang ada di samping ranjang.

"Kamu bukan mimpi tentang … 50 Shades of Grey, kan?" Sonata bertanya sambil tersenyum jahil.

"A-apa!?" Wajah Marita memerah dan menyundul pria yang sangat dirindukannya itu. "Dasar Sonata Mesum!"

9 komentar:

  1. FIRST!!! And hyup. And here i found another parody-loving author.

    Judul entri ini sangat memancing. Aku membaca entri ini sambil mengharapkan adegan S&M, eh ternyata S&M kependekan Sonata & Maria. What a let down, but the click bait. IT WORKS!!

    Parodi oh parodi. Menggelitik pembaca dengan sesuatu yang mereka kenal, tapi hanya karena pembaca tahu apa yang kamu ceritakan, bukan berarti deskripsi boleh absen.

    Contohnya ketika para titan muncul, kamu hanya mendeskripsikan mereka dengan satu kata tunggal "Titan". Harusnya kamu jelaskan secara garis besar, gambarkan para titan itu seperti titan sebenarnya. Seperti orang mabuk berukuran XLLLL atau sejenisnya.Ini juga mengantisipasi pembaca yang asing sama yang kamu parodikan.

    Bila berganti dari satu parodi ke parodi lainnya, tolong kasih adegan transisi, karena aku bertanya-tanya kok bisa dari parodi AoT loncat ke parodi starwars.

    Pertarungan melawan Galon sangat intens. Pendek tapi kuberi dobel jempol. Narasi juga rapi dan mengalir lancar.

    BTW. Kenapa langsung loncat ke dari episode 3 langsung ke episode 5? Apa mungkin adegan S&M yang kucari ada di episode yang hilang itu?

    Nilai : 7

    OC : Begalodon.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha. aku gak bener2 suka parodi kok, cuma lagi pengen nulis aja :3

      I love bait XD

      btw makasih komennya~ untuk transisi, karena dari AoT wis bangun tidur, jd pas battle lagi adegan udah pindah. udah pindah episode juga soalnya... maaf bikin bingung =w="

      ufufufufufufuuuu~ ternyata kamu nangkep bait terakhir LOL
      harusnya episode 4 itu ada lagi. judulnya Fifty Shades of Yellow + Hansel & Gretel, tapi yah.... terlalu banyak sensor, jadi cuma keluar di penyebutan aja di epi 5 >//////////////<

      Hapus
  2. saya sukses kemakan bait :V

    yeah seperti yg dibilang atas ane.. soal pendeskripsian harus lebih dipertegas lagi. cuma jangan sampe jadi paragraf gemu:vk. saya acungi jempol buat balance antara narasi dan dialog.. gak terlalu padet ato encer .

    untuk parody,saya masih belum ngerasain kesan lucunya. faktor humor sense emang kompleks sih jadi ga perlu dipermasalhin. jadi saya tunggu peningkatannya di BoR 6

    7

    Adam Cainable

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih banyaaaak~~~ *bows*

      semoga saya bisa ikut BoR 6 QwQ

      Hapus
  3. Ehem, sebagai penulis netnot ringan, aku termakan rayuan judul. Kupikir S&M itu bener bener S&M dan aku sudah bahagia akhirnya ada juga entri berisi netnot. Tapi ternyata kena bait. Kejam T_T

    Tapi aku menyukai humornya karena parodinya dr animu dan film favorit. Seharusnya ada parodi dr Fifty Shades of Gray #diusir

    Narasinya lancar, plotnya mengalir lancar. Seperti yg dikatakan dua komen di atas, pendeskripsian perlu dikembangkan lagi.

    Kita sama sama belajar yaaa....

    7 untuk Mar dengan pensil ajaibnya

    OC Rea Beneventum

    BalasHapus
  4. Uhuhu sayang sekali saya juga kemakan bait. Padahal udah seneng judulnya S dan M u w u

    Pengemasan parodi di sini udah oke lah. Tapi ya kalau buat yang nggak ngeh ama parodinya bakal jadi miss juga sih, makanya kadang kudu dikasih deskripsi dikiiit aja kayak kata rekan-rekan yang lain.

    Udah S&M lah entri ini. Maksud saya Smooth & Memefying :>

    jadi 8 dari saya, karena parodinya okeh.

    Salam tiga jari dari Enryuumaru dan Zarid Al-Farabi

    BalasHapus
  5. Saya termasuk yang ngasih bait karena link di page BoR kan saya yang ngasih deskripsinya. Jadi yah, hahaha, ternyata semua pembaca BoR itu tahu SM ya? Kirain pada polos-polos O:)

    Btw, saya melihat penulisan narasi dan paragrafnya sudah rapih. Tidak terlalu banyak kesalahan teknis, mungkin penulis sudah terbiasa membuat cerita. Walaupun jelas tampak belum terlalu piawai dalam mengolah adegan tempur. Tapi di sini kita bisa sama-sama belajar. Barangkali di lain kesempatan bisa coba diolah lagi detail pertempurannya, aksi demi aksi, lalu reaksi dan ekspresi saat berjibaku, kemudian impact dan after impact-nya (bahasa apa ini :v) juga diperjelas.

    Saya sangat menyarankan untuk ikut di turnamen Battle of Realms 6. Di sana bakal lebih banyak kesempatan belajar dan berkenalan~~

    Saran untuk parodinya seperti kata Overlord Hall, kadang bisa sedikit kasih gambaran sehingga pembaca yang tidak akrab dengan apa yang diparodikan bisa lebih mengerti. Walaupun saya sendiri tahu kalau parodi yang terbaik itu yang pembacanya bisa langsung mengerti tanpa perlu dikasih penjelasan apa-apa. Soalnya saya juga kadang nulis parodi~

    Ponten 7

    - hewan -

    BalasHapus
    Balasan
    1. cuma aku yang gak tahu apa itu S&M T0T

      Hapus
    2. SM itu semacam ... err, bisa dibilang "genre" (._.)

      Hapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.