Rabu, 14 September 2016

[ROUND 2] 09 - FA | F.F



FA VS NANO REINFIELD

oleh : Bayee Azaeeb

--

Chp 1 : Fake Fairytale
"This is your life, and it's ending one minute at a time." – F.C
 [Fa's POV]



"Welcome back, Monsieur."

Wanita ini pasti bercanda. Apa dia katakan barusan? Welcome back? Manusia macam apa yang menyambut seseorang dengan moncong shotgun ditodongkan ke wajah?

Aku mengangkat bahuku dan menggeleng, "Maaf, aku tak mengenalmu," jawabku ketus.

"Aku Sjena Reinhilde, dan aku tidak nyata."

Lelucon macam apa lagi ini?

Sjena melepaskan shotgunnya, membiarkannya menguap dan menghilang di udara. Ia lalu merebahkan dirinya begitu saja di trotoar, seolah tak peduli dengan sekitarnya. Kacamata sihir yang melayang di sekitar tubuhnya mendarat dengan lembut di sampingnya.

"Dunia ini tidak nyata bukan? Ini di mana? Limbo? Dimensi tertutup? Katakan padaku, Monsieur."

Aksen asingnya yang dibuat-buat membuatku merasa sedikit tidak nyaman. Tapi perlu diakui, dia ada benarnya. Dunia ini tidak nyata, ini hanyalah bingkai mimpi – sebuah tempat yang berdasarkan alam bawah sadar.

Hei, tunggu sebentar. Alam bawah sadar siapa ini? Aku ingat sekali bingkai mimpiku sebelumnya adalah hutan belantara dengan hantu-hantu sialan berkeliaran. Dan aku berhasil lolos dengan membunuh salah satu hantu sialan itu. Tapi kenapa aku sekarang berada di sebuah kota metropolitan? Apa yang sedang terjadi di sini?

"Aku masih mengingat samar-samar sweater abu-abumu itu, ketika aku masih kecil dan dikejar-kejar seorang pemerkosa. Kau menyelamatkanku dengan sebuah cahaya putih yang menghangatkan. Tapi tak berhasil, hahahaha.."

"Kau pasti salah orang, Sjena," jawabku sambil ikut duduk di sampingnya. Memandang jalanan yang ramai dilewati mobil dan aktivitas manusia.

"Setelah membunuh pria itu, aku merasa tak pantas hidup lagi. Orang tuaku juga tak bisa ditemukan, jadi kuputuskan untuk membunuh diriku sendiri, tapi gagal. Setiap kali aku membunuh diriku, aku selalu terbangun di tempat lain. Menariknya lagi, aku tak bisa keluar dari kota ini. Jadi aku asumsikan, tempat ini tidak nyata bukan?"

Aku menarik nafas panjang sambil menatap langit biru kusam yang menaungi kota asing ini.

"Ya, ini adalah proyeksi alam bawah sadar yang disebut Bingkai Mimpi. Jadi secara teknis, kau adalah proyeksi alam bawah sadar seseorang. Yang aku tak bisa mengerti, kenapa Bingkai Mimpiku bisa terhubung kesini."

"Hei Monsi – "

"Fa. Panggil aku Fa," kataku singkat memotong perkataan Sjena. Jujur, dipanggil Monsieur terasa sangat aneh. Tapi kurasa terjebak di Bingkai Mimpi selama belasan tahun, terjebak dalam loop dan tak bisa mati tentu saja dapat membuatmu gila, sehingga mencampur adukkan bahasa satu dengan lainnya.

"Baiklah Fa, jika aku adalah proyeksi alam bawah sadar, dan seorang proyeksi tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Bisakah kau.. membunuh diriku?"

Wanita ini pasti bercanda.

Sesaat kemudian, sebuah portal muncul tepat di sampingku. Baru saja aku sampai di Bingkai Mimpi, apa tak ada waktu untuk beristirahat sejenak?

"Apa ronde selanjutnya sudah dimulai?" Tanyaku pada Ixephon, domba mungil yang berjaga di samping portal.

"Belum, tapi Zainurma dan Huban mengundangmu untuk melihat sesuatu," jawab Ixephon via telepati.

Aku segera beranjak dari tempatku dan berjalan menuju portal magis itu.

"Hey Fa!" Panggil Sjena.

"Jika proyeksi tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Apa yang akan terjadi apabila proyeksi membunuh Sang Pemimpi?"

Aku sedikit berharap sebuah ucapan sampai jumpa atau semacamnya. Tapi tampaknya aku salah, mengharapkan pertanyaan yang waras dari Sjena adalah sesuatu hal yang tidak waras. Dan entah mengapa, pertanyaan itu terasa sedikit lucu buatku.

"Hahahaha, beri aku 1001 alasan untuk membunuhmu! Kita baru kenal kurang dari 1x24 jam bukan? Jadi aku tidak punya sedikitpun alasan untuk menerima..permintaan bunuh dirimu."

Oke, itu perpisahan paling tidak konvensional dalam genre drama.


(* * *)


[Sjena's  POV]


Tak lama berselang setelah perginya Fa, sesuatu terjadi di Bingkai Mimpi. Pohon-pohon tiba-tiba tumbuh dengan cepat dari tanah, membuat jalanan menjadi hutan tanpa rintangan. Bumi bergetar hebat, mengguncang gedung dan merubuhkan bangunan.

Sjena segera mematerialisasikan sebuah sayap hitam dari udara kosong. Materialisasi kegelapan adalah kekuatan yang ia miliki setelah membunuh pria itu. Sebuah kekuatan misterius yang ia tak tahu untuk apa. Beraktivitas layaknya manusia normal benar sia-sia, bunuh diri pun serasa percuma. Dengan datangnya Fa, perubahan drastis membuat Sjena kembali merasa hidup. Dengan sayapnya, ia terbang untuk menghindari reruntuhan gedung dan pohon-pohon yang mencuat liar.

Tak sampai satu jam, kota itu telah menjadi hutan belantara.

Di kejauhan, Sjena melihat bayangan sebuah kota yang muncul tiba-tiba. Bayangan samar itu perlahan membentuk imaji nyata, dan tak lama kemudian membangun dirinya dengan kokoh dan sempurna.

Sesuatu mengetuk pintu hati Sjena, sebuah keingintahuan dan 1001 pertanyaan. Tapi konon, keingintahuan membunuh sang kucing. Apakah Sjena akan menemukan cara untuk membunuh dirinya? Ataukah ia tidak akan berhasil membunuh dirinya? Kota itu adalah kotak Schrodinger, dan Sjena adalah kucingnya, panggil dia Ms. Kitty.

Dengan riang, ia mendatangi kota itu.


(* * *)


[Nano & Natera's POV]


Rasa muak memenuhi rongga dada Nano, pemuda bertudung biru gelap. Sekembalinya ia dari Bingkai Mimpi yang ditunjukkan oleh Huban dan Zainurma, ia merasa muak dengan pertandingan antar jagat yang ia ikuti. Baginya, percuma berkarya jika pada akhirnya karyanya dinilai tak layak dan dihancurkan begitu saja. Lebih baik tidur saja daripada berkarya.

Terlebih lagi apabila sebuah karya dinilai layak atau tidak oleh sebuah entitas mutlak yang disebut Sang Kehendak. Di mana semua jiwa yang ada di sana menjadi kuasaNya, bisa ia bunuh atau hidupkan sesuka hatiNya. Ingin rasanya ia menghancurkan entitas itu, tapi ia tak punya kuasa. Kuasa hanya milik Sang Kehendak.

"Kakak kenapa?" Tanya Natera, adik perempuan Nano.

Nano hanya menggeleng kecil sambil mengusap rambut merah adiknya, gadis itu lalu beringsut manja ke dekapan Nano sambil memandangi ujung horizon dari atap istana bersama kakaknya.

Tiba-tiba gempa bumi melanda, pohon-pohon mencuat keluar dari tanah dan meluluhlantakkan sebagian besar kota. Nano memeluk erat Natera dan segera berlari menyelamatkan diri. Namun belum berapa lama, gempa tersebut berhenti. Sebuah kota asing terlihat muncul secara misterius dari ujung cakrawala. Nano dan Natera kebingungan melihat bentuk kota yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Banyak gedung-gedung beton pencakar langit yang memenuhi struktur kota itu. Ia heran, bagaimana kota itu bisa bertahan dari serangan kerajaan lain apabila tidak ada benteng, anti aircraft di tiap sudut atau meriam laras panjang di tiap sisinya? Siapapun yang mendesain kota itu perlu dipecat.

Sebuah gulungan kertas muncul dengan megah di hadapannya. Surat pemberitahuan ronde selanjutnya menyesuaikan dengan status Nano sebagai pangeran. Dengan gagah, pangeran flamboyan itu membuka kertas di hadapannya.

Hai Nano Reinfield.

Panitia sedang malas mengirim kalian ke arena baru, jadi untuk saat ini kalian main-main di Bingkai Mimpi ya. Tapi jangan kecewa, kali ini Bingkai Mimpi kalian akan digabung dengan Reverier lain yang jadi lawan kalian.

Setelah kalian baca surat ini, maka Bingkai Mimpi kalian akan dihadapkan satu sama lainnya. Kalian harus mengalahkan lawan kalian secepat mungkin karena :

1. Ada kejutan yang menunggu di mimpimu. Kalian tidak mau kejutan ini dekat-dekat dengan kalian. Menyerang lawan akan membuat kejutan ini lebih umm..mengejutkan untuk lawan.
2. Kalian tidak mau jadi patung
3. Aku juga tidak mau jadi patung

TTD

HUBAN

Kejutan? Kejutan macam a –

"WELCOME TO THE RICEFIELD, MOTHERFUCKER!!"

Saat Nano menoleh ke arah suara itu, hak sepatu telah menempel di pipi pria bertudung itu. Ia lengah, tak menyangka lawan akan datang secepat ini. Ia tak sempat mengaktifkan kemampuan prediksinya karena terdistraksi Bingkai Mimpi lawan. Sedetik kemudian, Dive Kick – tendangan dari udara yang dilancarkan seorang wanita bersayap kegelapan mementalkan Nano hingga terjatuh dari atap istana.

Natera tak sempat bereaksi penuh, ia hanya reflek melindungi tubuhnya dengan tangan. Sampai akhirnya ia sadar kakaknya telah terpental keluar istana dan terjatuh dari ketinggian.

"Apa yang kau lakukan, brengsek!?" Umpat Natera kesal. Dengan marah, ia menerjang wanita misterius itu dengan tendangan memutar.

Anehnya, wanita dengan tudung merah itu sama sekali tak menghindar. Ia menerima tendangan itu apa adanya, tanpa ada paksaan sedikitpun, seolah dirinya dan tendangan itu adalah pasangan yang lama tak bertemu.

Ya tentu saja, dia terpental menghantam tembok dan terbatuk-batuk. Atau lebih tepatnya, terkekeh. Ia terbatuk dan tertawa di saat yang bersamaan. Senyum menghiasi bibir ungunya, ditambah aksen merah darah yang menetes sedikit dari sudut bibirnya.

"Namaku Sjena Reinhilde. Siapa namamu wahai mademoiselle berambut merah?"

Merasa tak perlu menjawab, Natera kembali menerjang Sjena, wanita kurang waras itu dengan kemampuan bela dirinya.

Sebuah pukulan melayang lurus ke wajah Sjena, dan lagi-lagi ia menerima pukulan itu dengan keras tanpa pelumas. Menghantam tepat hidungnya dan membuatnya sedikit goyah. Natera kembali bersiap menyambung serangannya dengan pukulan kedua. Namun kali ini Sjena berhasil menangkap tangan Natera dan memutarnya ke belakang, membuat wanita berambut merah itu berputar memunggungi Sjena.

Wanita berkulit tan itu langsung mendekap leher Natera dengan lengannya, sementara tangan satunya mengunci tangan Natera di punggung.

"Hmm.. Mademoiselle, rambutmu merah sekali. Wangi gosong matahari. Hmm rambut panggang.."

"Jangan panggil aku rambut panggang, dasar tolol! Aku adalah Natera Reinfield, putri raja Muarza," balas Natera sengit.

Bukan Natera namanya kalau ia tak bisa meloloskan dari kuncian lengan Sjena. Bertahun-tahun menekuni bela diri membuat tubuhnya menjadi terbiasa dengan pertarungan. Kakinya yang masih bebas ia lentingkan ke atas, memutar mengitari leher Sjena dan mencekiknya, membuatnya reflek melepaskan leher Natera.

Dengan lentur, Natera meliuk dengan gerakan gulat rumit dan menggunakan kakinya untuk mencekik Sjena. [Foot Choke Slam], gerakan gulat tingkat tinggi – mengutamakan kekuatan kaki untuk mencekik dan menghempaskan tubuh lawan ke tanah dengan melentingkan tubuh dengan gerakan salto.

Saat Natera kira ia berhasil, sebuah tangan bayangan berwarna hitam muncul dari punggung Sjena dan menopang tubuhnya dan mencegahnya terjatuh. Sjena lalu mematerialisasikan tangan baru dari telapak tangannya sebagai perpanjangan untuk meraih Natera. Yang ia lanjutkan dengan kalimat cheesy dari masa lalu.

"Shall we dance, milady?"

(* * *)


[Fa's POV]


Pohon-pohon ini terasa familiar. Apa yang terjadi pada Bingkai Mimpiku? Setelah tiba di kota yang asing, sekarang Bingkai Mimpi semakin terdistorsi, alam bawah sadar saling menubrukkan diri satu dengan lainnya. Dan voila, jadilah sebuah tempat yang tidak masuk akal. Sebuah mimpi yang tidak nyata.

Aku sedikit berharap ada yang menyambutku dengan shotgun sesampainya aku di sini. Tapi tidak, yang menyambutku hanyalah hutan dan reruntuhan gedung. Orang-orang dan karakter figuran tampak panik, beberapa tampak kebingungan, yang lainnya menangis, sisanya tewas. Tak apa, lagipula tempat ini tidak nyata.

Kalian tahu hal terbaik dari semua ini? Hal yang paling kutakutkan tiba.

Not this shit again.

Makhluk sialan itu bertengger di batang sebuah pohon. Kepalanya mengejang seperti ayam, kedua bola matanya bergerak tak tentu arah. Liur berwarna hijau menetes dari sudut bibirnya yang menganga. Aku ingin bilang kalau ini semua mimpi, lalu terbangun. Namun tidak, aku terjebak di sini.

Aku berusaha merebut diriku dari ketakutan, dengan keputusasaan akan kuakhiri semua ini.

"BLEEEERRGGHHH!!!"

Manusia berkepala raksasa itu memuntahkan cairan kehijauan ke segala arah. Oke, itu barusan benar-benar menjijikkan. Bau anyir menyeruak menusuk hidung, membuatku sedikit pusing.

Aku mengacungkan tangan kananku layaknya pistol dan mematerialisasikan keputusasaan pada makhluk itu, membuat tubuhnya berlubang dan berdarah. Ia memekik kebingungan dan mencari keberadaanku yang bersembunyi di balik pohon.

Tiba-tiba sebuah surat melayang jatuh ke hadapanku. Ah, ini pasti surat dari Huban. Aku membungkuk untuk mengambil surat itu.

Hei, tunggu. Kenapa ada bayangan lain?

Aku menoleh ke atas dan benar saja, seorang pria bertudung biru sedang menghujamkan dua bilah pisau dari atas pohon. Sengaja menungguku saatku lengah. Aku segera menghindar dan memasang kuda-kuda, membentuk tanganku seperti pedang.

Pria bertudung itu tertawa melihat kuda-kudaku yang aneh dan ajaib. Hahahaha got you!

Kukibaskan tanganku secara vertikal dari jauh, menorehkan luka secara magis di dadanya. Ia tak sempat menghindar karena sibuk tertawa.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya kebingungan sambil memegangi dadanya.

Hahaha maaf, aku bukan karakter utama komik yang akan menjelaskan jurus-jurusku padamu. Meski sebenarnya aku suka menjelaskannya.

Aku segera berlari untuk bersembunyi, hanya untuk menemukan beberapa makhluk itu telah berkeliaran di sekitarku. Aku meningkatkan intentitas keputusasaan dan membangkitkan dream catcher hitam yang melayang di belakangku.

Despair best served cold.


(* * *)


[Nano's POV]


Nano terkejut saat mendapati dirinya tiba-tiba berada di tengah hutan. Seingatnya barusan, ia ditendang hingga jatuh dari ketinggian yang cukup untuk membunuhnya. Tapi alih-alih membunuhnya, ia tiba-tiba saja berada di tempat lain. Seolah ia berpindah dari satu adegan mimpi ke adegan mimpi lainnya.

Ia mencari jalan keluar dari hutan dan reruntuhan yang asing baginya. Banyak mayat dan korban bergelimpangan, tapi bukan itu fokusnya untuk saat ini. Untuk saat ini, ia hanya ingin mencari jalan kembali ke istana dan bertemu kembali dengan Natera.

Pria bertudung biru mengambil dua bilah pisau yang tersembunyi di balik jaketnya. Lalu ia memejamkan matanya dan berkonsentrasi, mendengarkan instingnya untuk menemukan karakter yang berbeda di sekitarnya.

Satu, dua, tiga, terlalu banyak eksistensi yang terasa tidak normal. Nano memutuskan untuk mengikuti instingnya dan menemukan sekumpulan makhluk menyeramkan yang memuntahkan cairan hijau.

Orang-orang yang terkapar di genangan hijau tersebut mengejang-ngejang seolah terjangkiti penyakit. Tak lama kemudian, wajahnya terdistorsi, membesar melebihi badannya dan berubah warna menjadi pucat dengan gerakan mengejang yang tak berhenti. Menjadi salah satu dari makhluk pembawa wabah.

Salah satu dari makhluk tersebut menerjang untuk menggigit Nano dan menjangkitinya. Tak disangka, gerakan mereka begitu cepat, namun Nano tak mungkin kalah cepat. Angin adalah sahabatnya, dengan lincah ia melentingkan badannya sambil menebaskan pisaunya dengan cepat, membunuh salah satu dari makhluk itu.

Nano memutuskan untuk memanjat pohon karena lantai hutan dipenuhi dengan makhluk itu. Ia melompati dahan demi dahan bak seorang ninja. Sampai instingnya menemukan keberadaan karakter asing yang terasa berbeda dengan makhluk-makhluk itu.

Tepat sekali, pria berjaket abu-abu itu sedang membungkuk. Ini saat yang tepat untuk menyerang. Nano melompat dan menghujamkan kedua bilah pisaunya ke pria asing itu.

Namun pria tersebut berhasil menghindar dan memasang kuda-kuda yang tidak lazim. Nano hanya tertawa melihat lawannya terlihat kikuk dalam bertarung.

Sampai ia melakukan gerakan tebasan dan menimbulkan luka toreh di dada Nano tanpa senjata apapun.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Nano tak percaya.

Pria berponi samping itu hanya tersenyum sinis lalu berlari. Nano tak membiarkan hal itu terjadi, namun makhluk-makhluk itu kembali datang dan berusaha memuntahkan proyektil menjijikkan padanya. Dengan reflek setingkat lebih tinggi dari manusia biasa, dengan mudah Nano menghindari proyektil kehijauan sembari menebas makhluk-makhluk itu dengan lincah.

Tak butuh waktu lama, Nano berhasil menghabisi semua penyebar wabah dan menyusul kompetitornya, yang kali ini berdiri di tengah jalan aspal yang ditumbuhi pohon. Di punggungnya melayang sebuah dream catcher raksasa berwarna ungu kehitaman. Mayat-mayat penebar penyakit berserakan di mana-mana. Sementara pria kurus berjaket abu itu tak terluka sedikitpun, menengadah menatap langit kusam yang dipoles rona kehijauan yang memuakkan.

Nano tak membuang kesempatan emas itu untuk menyerang lawannya. Dengan bantuan angin, langkahnya menjadi lebih ringan dan jangkauan pisaunya bisa menjadi lebih jauh. Tusukan itu mendarat dengan telak..

..di sebuah dream catcher berwarna putih kusam yang muncul dari udara kosong.

Namun pria bertudung biru itu tak kehabisan langkah, perlindungan kecil dari dream catcher seperti itu takkan membuatnya berhenti menyerang. Dengan satu langkah efisien, ia memutar dan menerjang dari kanan. Sementara pria berjaket abu tak sempat bereaksi dan hanya melindungi dirinya dengan tangan.

Tusukan dagger bertuliskan NANO menancap dengan sempurna di bahu lawannya, membuatnya mengerang kesakitan dan berusaha membalas dengan sihirnya.

Insting Nano mempelajari dengan baik gerakan lawannya, yang ia perlukan hanyalah menghindari arah gerakan tangan lawannya yang serampangan karena terluka. Ia bahkan tak perlu menggunakan kemampuan prediksinya yang di atas manusia biasa. Kini, sihir misterius pria itu takkan mampu menorehkan luka baru di tubuh Nano. Bahkan, luka yang tadi pun hanya terasa seperti sekedar cakaran kucing.

Kemenangan diraih dengan mudah oleh Nano..

..jika saja kegelapan tidak muncul tiba-tiba dan membutakan Nano untuk sejenak. Sihir misterius pria itu benar-benar minim aksi, tanpa rapalan atau apapun yang membuatnya mudah untuk dihindari.

Tapi kondisi ini lagi-lagi membuat Nano berada di atas angin. Dengan instingnya, ia bisa merasakan keberadaan lawan meski dalam kegelapan. Dia tak lagi berada di atas angin, dia adalah Sang Pangeran pengendara angin dari Muarza.

Dengan satu lompatan, Nano sangat yakin serangannya akan menancap telak di tubuh lawannya.

Kegelapan pergi dan penglihatannya pun kembali. Tiba-tiba jalan tempatnya berpijak barusan telah menjadi lubang yang sangat dalam. Membuat Nano dan lawannya terjatuh ke dalam kegelapan. Nano berusaha meraih dinding untuk dipanjat, namun terlalu jauh. Sementara pria misterius itu seolah tak peduli dengan anomali yang baru saja terjadi.

"Sensasi jatuh akan membuatmu terbangun dari mimpi. Namun kadang, Alam Mimpi akan mencegahmu bangun dengan cara memindahkanmu ke mimpi lainnya. Menipumu dengan [False Awakening]."

"Geografi tak bekerja di dalam mimpi. Alam bawah sadar yang merancang dunia mimpimu. Kau memang tak bisa mengendalikan geografi secara langsung. Tapi kau tahu kan bagaimana alam bawah sadar bekerja? Afirmasi."

"Selamat datang di Bingkai Mimpiku, semoga kau terbangun di tempat yang lebih layak. Salam kenal, aku Fa."

"Dan sampai jumpa di lain waktu."

Nano tak sempat membalas perkataan Fa saat kesadarannya ditelan sub-kesadaran yang lebih luas.


Chp 1 : Fake Fairytale
[FIN]

===(* * *)===


Chp 2 : Fake Fire/Furious Flame
"Everyone smiles with that invisible gun to their head." – F.C
[Sjena & Natera's POV]


Sjena tak pernah merasa sehidup ini. Selama ini ia hanya menjalani hidup membosankan dengan manusia-manusia palsu membosankan dengan aktivitas membosankan, mencuri makanan yang membosankan, mengulangi hari dengan membosankan, dan membaca paragraf ini yang sangat membosankan dan banyak repetisi kata membosankan.

Saat kota baru ini muncul, ia segera mencari keberadaan pemilik Bingkai Mimpi ini. Dan tentunya, akan sangat mudah mengetahui siapa pemilik Bingkai Mimpi. Ya, kalian tahu – seperti bagaimana mengetahui yang mana karakter utama di anime. Karakter-karakter figuran tentunya terlihat generik dan membosankan, dan karakter utama pasti terlihat 'stand out in crowd'. Berbekal kepekaan dinding keempat, Sjena dengan mudah mengetahui pemimpi dan menyambutnya dengan hangat.

"I don't want to die without any scars." – F.C

Karena proyeksi tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Maka hanya seorang pemimpi lah yang bisa membunuhnya. Atau mungkin, proyeksi lain? Untuk mati dengan indah, perlu pertarungan dengan sengit.

"I wanted to destroy everything beautiful I'd never have." – F.C

Sjena tertawa sendiri, betapa kematian stylish yang ia dambakan akan tiba sebentar lagi. Natera kebingungan melihat lawannya tertawa sendiri tanpa sebab.

Tanpa pikir panjang, Natera melemparkan sebuah bola api dari pukulan tangannya. Sjena tak ingin mati dengan mudah dan murah. Ia menghindari bola api itu dengan gerakan minim, lalu mematerialisasikan sebuah pedang kegelapan dari udara kosong.

Namun ia melenyapkan kembali pedangnya saat melihat Natera tak memiliki senjata. Sjena ingin mati dengan jujur dan adil. Ia lalu memasang kuda-kuda kacau, jelas karena dia tidak pernah menekuni bela diri sebelumnya.

Natera tersenyum sinis melihat lawannya meremehkannya. Ia terbiasa melawan pria bersenjata, tentunya dengan mudah mengalahkan wanita kurang waras seperti ini. Gadis berambut merah itu lalu kembali melemparkan sebuah bola api.

Sjena menangkis sekenanya dengan perisai kegelapan yang tidak sempurna, tiba-tiba Natera sudah berdiri di hadapannya dengan tendangan ke arah pelipis. Sjena tak sempat menghindari tendangan secepat itu dan kembali terlempar ke lantai.

"Mati kau," gumam Natera melihat lawannya tak berdaya di lantai.

Tiba-tiba sebuah proyektil cairan berwarna hijau melesat dengan cepat dari arah titik butanya. Natera dengan sigap melemparkan bola api ke cairan tersebut, yang fatalnya – membuat cairan tersebut menguap dan menebarkan asap yang menusuk hidung dan menyesakkan paru.

Sjena yang sadarkan diri segera berlari meninggalkan Natera yang masih terbatuk. Namun Sjena tidak sedang melarikan diri, ia mematerialisasikan sebuah shotgun untuk menembak seekor makhluk humanoid aneh yang bertengger di pohon bak burung hantu.

Tanpa disadari, makhluk-makhluk aneh itu memanjat dinding istana dan mengincar mereka berdua. Panik, Natera memekik ketakutan saat salah satu dari mereka berlari merayap mendekati gadis itu, sementara Natera hanya memiliki tangan kosong untuk melawan.

"KAKAKK , TOLONG AKU!!" Pekik Natera.

Tiba-tiba kepala makhluk tersebut meledak, ditembak oleh Sjena. Natera memandangi Sjena dengan heran.

"Kenapa kau menolongku? Bukankah kita lawan?"

"Bukannya aku ingin menolongmu, tapi aku tak ingin mati ditangan makhluk gembel seperti ini. Hmph, bodoh."

Natera hanya bisa menggeram kesal mendengar perkataan Sjena.

Wanita penyihir kegelapan itu lalu mematerialisasikan sebuah pedang dan melemparkannya pada Natera.

"Kau bisa menggunakan pedang kan?" Tanya Sjena.

Natera tak menjawab, ia lalu mengambil pedang itu dan menyerang salah satu makhluk yang baru saja selesai memanjat dinding, menancapkan pedang itu ke matanya dan membuatnya terjatuh dan menghilang ditelan rimba hutan.

"Natera, awas!"

Saat Natera menoleh ke arah suara tersebut, tampak Sjena sedang menangkis serangan dengan tameng besar, melindungi Natera di belakangnya, tak lupa sambil tersenyum dan berkata,

"Anda tidak apa-apa, Mademoiselle?"

"Berhenti memanggilku Mademoiselle, dasar bodoh!"

Natera memang seorang puteri kerajaan dan pantas dipanggil dengan sebutan itu, tapi ia tak mau dipanggil seperti itu oleh wanita kurang waras seperti Sjena. Dia lebih memilih mati – um, well – lupakan itu barusan. Dia baru saja mengubah pikirannya, mati di tangan makhluk menjijikkan itu sungguh tydac very nyce.

Tak ada pilihan lain, selain bekerja sama dengan Sjena untuk menghadapi serbuan makhluk pembawa wabah. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa. Harus.

Sjena mengubah tamengnya menjadi shotgun dan menembakkannya dengan anggun ke berbagai arah, sedangkan Natera dengan lincah bermain pedang dan memotong-motong makhluk tersebut menjadi sashimi.

Namun serbuan tersebut tak kunjung usai, satu demi satu mayat bergelimpangan dan menyebarkan aroma anyir yang menusuk hidung. Natera merasakan tubuhnya tak bisa bertahan lebih lama lagi, staminanya sudah hampir habis. Selain itu dadanya juga sesak dan pandangannya semakin kabur. Tubuhnya lunglai, ayunan pedangnya lemah menyapu udara seperti serpihan kertas.

Natera pun terkulai lemas. Sjena tak membiarkan tubuh calon pengant – ehm – pembunuhnya sampai menyentuh tanah. Dengan sigap ia menangkap tubuh Natera, mematerialisasikan sepasang sayap dan meninggalkan atap istana dengan segera. Suatu hal yang bisa saja ia lakukan sejak tadi, tapi ia yakin Natera tak mau dekat-dekat dengannya.

Rambut panjang merah Natera berkibar-kibar ditiup angin, memberi rona di hamparan cakrawala hijau beracun. Sjena menatap lekat wajah Natera yang putih bersih, dengan bibir merah muda lembab yang mungil.

Sjena teringat dongeng Putri Tidur, yang terbangun saat dicium pangeran. Tapi sayang ini bukan cerita dongeng, dan Sjena juga bukan pangeran putih, tapi penyihir hitam. Tak ada alasan bagi Sjena untuk menciu –

Oh well she did it anyway.

Dia tidak peduli dengan dongeng-dongeng palsu. Tidak peduli dengan statusnya, tidak peduli dengan apapun selain bibir merah muda lembab yang mungil itu. Yang benar-benar terasa lembut saat bertemu dengan bibirnya. Sjena merasa sedikit bersalah melakukan hal barusan, tapi kesempatan tidak datang dua kali. Lebih baik menyesal karena khilaf daripada menyesal karena tidak beli.

Ia menemukan sebuah tempat yang sekiranya aman. Di pinggir jalan besar terbuka dengan gedung-gedung yang masih utuh di Bingkai Mimpi Fa. Sjena menurunkan tubuh Natera yang ia bopong sejak tadi. Sekeliling terlihat begitu sepi, seolah tak ada kehidupan yang tersisa.

Tiba-tiba tubuh Natera menggelepar hebat, wabah kehijauan yang tak sengaja ia hirup di awal tadi kini mulai terlihat efeknya : mengubah siapapun menjadi penyebar wabah. Wajah Natera memucat, matanya membelalak dan kepalanya membesar mendadak. Menggeram dan berteriak menggapai-gapai udara kosong.

Sjena menekan leher Natera untuk mencegahnya bangun.

"B-bunuh aku!" Pinta Natera dengan suara serak yang hampir hilang. Kesadarannya begitu tipis, diambil alih oleh kesadaran lain yang lebih kuat dan beracun.

Pupus sudah harapan Sjena untuk mati dengan anggun di tangan wanita anggun. Tak ada pilihan lain lagi, Sjena sudah berusaha memanggil Natera, namun percuma. Hanya ada satu cara untuk menyelamatkan Nate –

Oh well she did it anyway.

Ledakan peluru shotgun dari jarak minim memecahkan tempurung kepala Natera. Membuatnya menjadi seribu pecahan lendir dan berliter-liter warna merah kental.

"I am Jack's complete lack of surprise. I am Jack's Broken Heart." – F.C

Sjena menghela nafas panjang, sekarang ia harus mencari Fa dan mencari jawaban yang lain.


Chp 2 : Fake Fire/Furious Flame
[FIN]


===(* * *)===


Chp 3 : Fearsome Foe
"I am Jack's smirking revenge." – F.C
[???'s POV]

Cakrawala hijau terbelah.

Kaki-kaki hitam mungil membelah langit dan memaksa masuk. Puluhan binatang manis dengan bulu empuk berwarna senada menyerbu masuk dan menjejak di udara tanpa pijakan. Mengabaikan hukum fisika, mereka para penghuni Dunia Mimpi.

Sang gembala, seorang tengkorak berjubah ungu dengan kepala berupa bola mata raksasa dengan iris ungu. Tangan kanannya menggenggam sebuah tongkat dengan dream catcher  di ujungnya, dengan untaian beberapa dream catcher kecil yang menghiasi tongkat tersebut.

Matanya menyelidik kesana-kemari, melakukan gerakan mengendus seolah dia memiliki hidung. Mengabaikan hukum biologi, mereka para penghuni Dunia Mimpi.

Ada sesuatu yang ia cari. Sesuatu yang telah dicuri darinya beberapa waktu lalu. Matanya mendelik marah saat melihat untaian di tongkatnya yang kehilangan dua buah hiasan. Ya, seseorang telah mencuri sepasang dream catcher-nya, dan dia tahu kemana harus mencari.

Oneiros – Sang Penggembala, memerintahkan domba-dombanya untuk segera memakan habis Bingkai Mimpi itu. Yang diperintah segera melaju turun dan memakan pohon-pohon yang tumbuh liar dengan kecepatan yang tidak masuk akal.


(* * *)


[Fa's POV]


"If I could wake up in a different place, at a different time, could I wake up as a different person?" – F.C

Aku mendapati diriku di sebuah ruangan kecil yang kosong dan gelap. Aku mengenal ruangan ini, ini [Ruang Sub-Kesadaran Kolektif] bukan? Tapi, apa fungsi ruangan ini? Jika aku berada di Bingkai Mimpi, apa berarti aku sedang bermimpi lebih dalam lagi?

Ah, kepalaku sakit. Aku ingin tidur sebentar.

Sebuah kasur muncul dari udara kosong. Kasur single dengan sprei berwarna manis. Aku dengan senang hati merebahkan diri dan menghirup wangi bunga krisan yang menempel dengan manja di sarung bantalnya.

Cahaya muncul dan menerangi ruangan ini. Satu-persatu, furnitur keluar dari persembunyiannya dalam gelap. Menunjukkan jati diri mereka yang terbuat dari kayu jati. Sebuah lemari baju dan rak sepatu di sampingnya. Dari jenis sepatunya, bisa kupastikan pemilik ruang ini sebelumnya adalah seorang wanita.

Sebuah meja komputer muncul terakhir. Layarnya masih menyala dengan peramban yang masih membuka sebuah jendela.

Battle of Realms 4 : AFTERLIFE



Ah, cerita ini tentang Sjena? Jadi, pemilik ruangan ini sebelumnya pernah membaca cerita tentang Sjena? Jadi itu menjelaskan kenapa Sjena terproyeksi ke alam bawah sadarnya. Tapi kenapa Sjena? Apa karena Sjena adalah sesosok wujud ideal baginya? Atau dia merasa terhubung dengan karakter Sjena dan merasakan koneksi spiritual dengan karakter tersebut? Butuh alasan yang sangat kuat untuk memproyeksikan seseorang ke alam bawah sadar.

Ruangan ini seolah ingin memberitahuku sesuatu. Kuputuskan untuk membuka salah satu folder yang terlihat di jendela utama. Namun folder ini hanya memiliki satu buah file.



"Fa, bangun!"

Sepertinya aku mengenali suara itu?

Sedetik setelah suara itu terdengar, aku merasakan ubun-ubunku tersedot dan tubuhku terlempar hingga aku..

Tersadar di bawah sebuah pohon.

Rasa sakit mengembalikan kesadaranku seutuhnya, bahu kananku terluka cukup parah. Dengan susah payah, kubuka jaket dan bajuku, lalu mengikat lukaku dengan baju kaus sebisaku lalu kembali mengenakan jaket.

"Cepat Fa, kita harus lari!"

Ah Ixephon rupanya yang membangunkanku.

Ixephon melompat-lompat panik sambil menarik jaketku dengan moncongnya. Aku mengerti kodenya dan segera menaiki punggungnya.

Awan gelap beserta petir menyalak bersahutan di langit, pertanda mimpi yang lebih buruk datang menyambut kami di persembunyian. Seolah tak ada yang lebih buruk lagi dari pembawa wabah, membawa keputusasaan menghantui jejakku.

Jalanan yang kulalui dihiasi lubang yang tidak normal, seolah tertelan oleh kegelapan pekat.

Nafasku tercekat saat sesuatu menghalangi lajuku. Seorang tengkorak berjubah ungu bermata raksasa dengan iris berwarna merah.

"Halo, pencuri."

Sosok itu mengingatkanku pada sebuah mimpi pada dahulu kala. Sebuah mimpi di mana aku memetik dua buah dream catcher dari tongkat – ah, dia pemilik dream catcher ini! Dia yang mengejarku dengan murka saat aku mengambil kedua dream catcher ini, namun aku berhasil meloloskan diri dengan terbangun di dunia nyata. Aku kira itu dulu hanya sekedar bunga tidur, namun ternyata takdir membawaku kembali ke Alam Mimpi.

Tengkorak itu mengayunkan tongkat hitamnya dan memerintahkan legiun domba hitam untuk memakan kami. Amarahnya menggelegar, menghantam bersamaan dengan petir yang menyambar langit. Puluhan domba hitam berlari di udara dan mengejar kami.

Aku dan Ixephon segera memutar arah, domba kecilku menggunakan kembali wujud tingkat atasnya. Tubuh dan kakinya memanjang seiring langkahnya menjejak. Api memercik membentuk sayap pudar dan meninggalkan jejak percikan bunga api.

Seekor domba hitam menerjang dari samping. Reflek, aku menggunakan kekuatanku untuk menorehkan luka padanya. Tubuh domba hitam itu tiba-tiba terpecah menjadi partikel kecil dan menyatu kembali, membuka mulutnya dengan sangat lebar seolah ingin menelan kami utuh-utuh. Namun Ixephon lebih lincah daripada yang kukira, kaki jenjangnya menjejak di udara dengan kekuatan magis dan melakukan manuver radikal untuk berputar balik.

Aku kembali menggunakan kekuatan yang sama untuk menyerang domba tersebut. Kali ini dia memekik kesakitan, meski tubuhnya kembali pecah dan menyatu tanpa luka. Ada sesuatu yang bisa kusimpulkan di sini :

- Domba-domba ini tidak bisa dilukai secara fisik
- Namun kekuatan dream catcher ini melukainya secara mental, sindrom pasca trauma mungkin?

Ah, iya. Dream catcher milikku berasal dari tongkat tengkorak itu. Dan apabila dia adalah penggembala domba hitam, maka aku bisa setidaknya mengendalikan domba-domba hitam ini dengan kekuatan yang sama dengan tengkorak itu. Ya, tidak sepenuhnya memang. Tapi pantas dicoba.

Tiba-tiba seekor domba hitam muncul dari titik buta dengan moncongnya yang terbuka sangat lebar.

Ixephon menghentakkan badannya hingga membuatku terpelanting ke samping. Ia mengembalikan wujudnya ke asal dan membiarkan dirinya ditelan domba hitam.

"Ixephon!"

Perut domba hitam itu menggelembung seketika setelah menelan Ixephon. Aku mengarahkan tangan kiriku pada domba hitam itu dan menyerangnya. Tubuh domba itu pecah seribu, meninggalkan Ixephon yang meringkuk utuh.

Sebelum domba hitam itu kembali menyatu, Ixephon segera meloloskan diri dan menyelamatkanku yang masih terkapar setelah jatuh tadi. Aku menggenggam erat bulu Ixephon dan domba kecil itu segera melaju dengan wujud satunya.

Di kejauhan, kulihat sesosok misterius berkulit tan, dengan jubah merah dan kaca biru yang melayang, sedang menodongkan sebuah senapan laras panjang padaku. Nostalgic!

Sjena, penyihir kegelapan dan pecinta kematian lalu memberikan salam cheesy padaku.

"Welcome back, Monsieur."

Aku menunduk saat Sjena menembakkan senapannya tanpa peduli. Tembakannya mengenai domba di belakangku dan membuat lawan menghentikan langkahnya sejenak.

Guntur kembali menghentak, kini suara auman garang menyahut entah dari mana. Seekor serigala hitam pekat termaterialisasi keluar dari mata sang jubah ungu. Yang lalu berlari dengan cepat, melompat dan hendak menerkam Sjena, namun gagal saat wanita itu mematerialisasikan sayap untuk meloloskan diri terlebih dahulu. Tapi rencana Sjena ternyata gagal saat serigala itu melangkah di udara dengan bebas, mengabaikan hukum fisika.

Serigala itu menerjang ke atas, tepat di bawah kaki Sjena. Dengan sayap sekaku itu, aku tak yakin Sjena bisa meloloskan diri. Aku mengkonsentrasikan kekuatanku untuk melakukan serangan dengan jarak yang lebih jauh dari biasanya.

Dengan satu hentakan, serigala itu pecah sebelum menerkam Sjena. Wanita itu segera melenyapkan sayapnya dan turun sebelum serigala itu menyatu kembali. Ia segera menodongkan kembali senapannya padaku dan menembak seekor domba yang hampir menerkam kami dari belakang.

Serbuan ini tak ada habisnya jika tengkorak itu masih di sini.

Beberapa ekor pembawa wabah merayap keluar dari hutan bak kadal gepeng. Not this shit again. Mimpi buruk berlapis-lapis, membawa awal yang tragis.

Ironisnya, kadal gepeng itu segera dilahap oleh mimpi buruk yang lebih kuat, domba hitam. Ini adalah tempat di mana yang kuat memakan yang lemah. Kesadaran yang lebih tinggi menelan kesadaran yang lebih rendah. Antivirus membasmi virus. Sebuah momen distraksi yang manis.

Namun serigala hitam itu tak terdistraksi oleh keberadaan pengganggu. Tujuannya hanya satu, membunuhku.

Jika serigala ini tak bisa dilukai, maka..

Akan kutorehkan keputusasaan pada pemilik serigala.

Aku berkonsentrasi dan menorehkan luka pada tengkorak itu. Dan benar dugaanku, itu membuatnya pecah seribu, terdistraksi dan membuat serigala tersebut lenyap sebelum akhirnya menyatu kembali.

Membuatnya murka adalah suatu kesalahan. Ia kembali mematerialisasikan serigala baru dari matanya, tak hanya satu namun kali ini dua sekaligus.

Aku dan Ixephon berlari menuju tempat Sjena berdiri untuk menjemputnya. Kami bertiga lalu melaju menembus belantara untuk menyelamatkan diri.

Hutan dipenuhi lubang aneh, telah dimakan domba hitam. Sebuah proyektil muntahan meluncur dari depan, hampir saja mengenai kami jika Sjena tidak mematerialisasikan tameng kegelapan untuk menangkisnya.

Situasi telah berubah menjadi kacau. Kami tidak bisa memprediksi darimana serangan selanjutnya akan tiba. Bisa saja proyektil muntahan datang dari depan, domba hitam dari samping, atau serigala..

Dan benar saja, serigala itu menerjang kami dari balik kegelapan. Kutorehkan luka padanya dan membuatnya pecah sebelum menerkam kami.

Kami tidak bisa berlama-lama ada di hutan, kuperintahkan Ixephon untuk kembali ke jalanan kota di depan. Lebih aman berada di tempat terbuka, karena di kegelapan musuh bisa menyerang dari manapun.

Aku mengenali jalan ini. Ini jalan yang tadi bukan?

"Halo, pencuri."

Tengkorak itu masih duduk di udara sambil melambaikan tangannya padaku, tak bergeser dari posisinya sedari tadi. Tapi ini sungguh tidak mungkin! Aku melaju dengan lurus tanpa berbelok sedikitpun, sangat tidak mungkin kami kembali ke tempat semula kecuali..

Sial, aku lupa kalau dia adalah penghuni dunia mimpi, tentu saja dia tahu bagaimana geografi bekerja di dalam mimpi. Afirmasi.

Afirmasi alam bawah sadar membutuhkan ketenangan dalam berpikir. Sedangkan aku saat ini tidak bisa berpikir dengan tenang dalam kondisi dikejar-kejar makhluk sialan. Jika saja aku bisa mengafirmasikan sebuah jurang di sampingku untuk saat ini, aku bisa meloloskan diri. Namun tidak memungkinkan, konsentrasiku terpecah antara serangan dadakan dari hutan atau dari tengkorak misterius itu.

Dan jikapun aku menggunakan [False Awakening] untuk meloloskan diri, aku pasti terpisah dengan Sjena dan Ixephon, dan itu akan lebih membahayakan lagi. Terutama dengan luka yang membuat tangan kananku nyaris tak bisa digerakkan.

Aku tak tahu kemana harus pergi. Domba-domba hitam mulai mengepung kami dari segala arah.

Ditengah kekalutanku, kami telah terkepung domba hitam dan serigala kegelapan. Aku selalu punya kecenderungan berpikir terlalu banyak di saat yang tidak terlalu tepat.

There is no kill like overkill.

"On a long enough timeline, the survival rate for everyone drops to zero." – F.C


(* * *)


[Nano's POV]

Pria bertudung biru itu mendapati dirinya berada di sebuah jalanan besar dengan gedung-gedung runtuh. Sesaat lalu ia baru saja terjatuh ke jurang, namun tiba-tiba saja dia sudah berada di tempat lain tanpa diketahui penyebabnya. Namun tampaknya sang lawan yang memahami cara kerja dunia mimpi, dan mengetahui cara untuk memanipulasi mimpi untuk menyudutkan Nano.

Sebuah siluet hitam mungil menarik perhatiannya di kejauhan. Nano memutuskan untuk menghampiri siluet misterius itu.

Alangkah terkejutnya dia saat mendapati seekor domba hitam kecil sedang mengejar monster pembawa wabah yang ketakutan. Moncongnya terbuka lebar dan melahap apapun yang ada di hadapannya. Bahkan tanah pun ikut termakan, meninggalkan lubang kosong seolah tak ada apapun yang tersisa di sana selain kegelapan.

Ok, that was weird.

Nano memutuskan untuk memutar arah mengitari gedung, dia tidak ingin dimakan dan berakhir dengan sia-sia. Sebelum ia menemukan cara untuk menyelamatkan Dimara, tunangannya yang dibunuh, ia tak boleh berhenti di sini.

Ada satu hal lain yang menarik perhatian Nano, sesosok tubuh yang terkapar begitu saja di jalan raya. Nano mengenali pakaian itu, tiada lain adalah milik Natera. Pria bertudung biru itu panik dan segera berlari menyelamatkan Natera.

Namun sayang, adiknya tak bisa diselamatkan lagi. Seekor domba hitam muncul entah dari mana dan melahap utuh adiknya dengan sekali suap.

"NATERAAA!!"

Emosi Nano memuncak, yang ada di pikirannya hanya mengejar domba hitam sialan itu, yang segera menerjang Nano dengan moncong yang terbuka sangat lebar.

Nano dapat dengan mudah menghindari terkaman domba hitam dengan instingnya. Dengan kedua pisaunya, ia menusuk domba itu tepat di perutnya – yang seketika pecah menjadi partikel kecil dan meninggalkan tubuh Natera yang ia telan tadi.

Tubuh Natera yang tak berkepala jatuh menghempas bumi. Darah segar terciprat dari sisa rahang bawah yang menyisakan deretan gigi dan sebuah lidah yang menggelepar. Kepala Nano terasa ditusuk-tusuk melihat kondisi adiknya yang mengenaskan. Meskipun ia terbiasa dengan mayat dan pembunuhan, namun melihat mayat saudara kandungnya sendiri membuat perutnya serasa diaduk.

Domba kecil itu kembali menyatu dari partikel, namun Nano tak memberinya kesempatan untuk menyatu kembali. Ia mencacah tubuh domba tersebut menjadi partikel dan memotong-motong partikel itu menjadi lebih kecil dengan membabi buta, dengan kalap, dengan segala amarah dan teriakan tidak percaya dan kebencian yang tak berhenti.

Namun usahanya sia-sia, domba itu terus menyatu kembali menjadi utuh. Domba itu tampaknya lelah dicacah dan memutuskan untuk meninggalkan Nano sendiri, tak jadi melahapnya.

Sementara itu Nano berlutut di hadapan mayat Natera, memukul-mukul aspal dan meneriakkan nama Natera berkali-kali meski tanpa jawaban. Air mata menggenangi sudut matanya, dendam memenuhi sudut hatinya, dan amarah menguasai sudut pikirannya.

Setelah Dimara, kini Natera. Siapa lagi yang bisa menjadi pelipur lara dikala duka?

Nano is done with this shit.

Instingnya mengatakan kemana ia harus pergi selanjutnya. Sebuah tempat di mana langit dipenuhi awan kelabu dan petir saling menyambar.


(* * *)


[Fa & Sjena's POV]


Fa menekan bahu kanannya dan meringis kesakitan. Sedari tadi ia berusaha melupakan rasa sakit yang menusuk bahunya, namun ternyata itu tidak mungkin. Domba-domba itu lalu menerjang serentak, Sjena segera mematerialisasikan senapan buru dan menembak ke segala arah. Kondisi Fa membuat keputusasaannya semakin kuat, sehingga masih mampu bertahan untuk menyerang domba-domba tersebut. Sedangkan Ixephon berusaha menghindari kawan hitamnya dengan manuver di udara.

Kedua serigala hitam berlari lebih cepat dari senapan buru Sjena dan juga serangan Fa. Sedangkan mereka berdua juga disibukkan dengan domba-domba kecil yang mengitari mereka. Ixephon kehabisan tenaga setelah berlari sedemikian jauh, sedetik kemudian ia kembali ke wujud asalnya, membuat Fa dan Sjena jatuh menindih tubuh mungilnya.

Tiba-tiba kedua serigala hitam itu menghilang, menandakan sang pemilik sedang diserang dan kehilangan fokusnya.

Benar sekali, pria bertudung biru yang dilawan Fa di awal tampak menyerang tengkorak berjubah ungu dengan lemparan pisaunya. Sementara itu, domba-domba hitam teralihkan perhatiannya dan segera berlari menuju orang yang menyerang tuannya.

Fa menggendong domba kecilnya yang pingsan dan berlari menuju pria bertudung itu.

"Apa yang kau lakukan, Fa? Kita bisa menyelamatkan diri sekarang! Biarkan saja bocah biru edgy itu mati dimakan domba! Aku tidak mau dimakan domba, sangat tidak stylish!" Hardik Sjena sambil menunjuk arah berlawanan.

"Tidak, yang tengkorak itu incar adalah aku. Karena aku telah mencuri dream catcher miliknya. Aku tak bisa menyeret orang lain untuk menyelesaikan masalahku. Lagipula, dia sudah menyelamatkan nyawa kita. Sekarang giliranku membalasnya, " ucap Fa memberikan Ixephon pada Sjena dan berlari ke arah kematian.

Sjena berpikir, ada benarnya juga apa kata Fa barusan. Ada sebuah harapan kecil yang membuat Sjena merasa pantas untuk hidup. Harapan kecil yang disebut teman. Terlepas dari eksistensinya nyata atau tidak, dia tak peduli lagi.

Sekelebat harapan dalam bentuk sayap berwarna putih terngiang di benaknya. Sesosok yang memberinya senyuman dalam keputusasaan, yang menolongnya di saat tergelap dalam hidupnya. Sosok yang – meski gagal melindunginya, tetap memberinya asa dalam peluk hangat.

Ia melihat sosok itu samar-samar di balik punggung Fa, tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Sjena teringat nama sosok cahaya itu dan memanggilnya..

"Kak Na!"

Namun yang dipanggil tak menjawab, karena dia tak ada di sana.

Sjena membaringkan Ixephon di bawah sebuah pohon dan berlari mengejar Fa.


(* * *)

Fa menebaskan luka pada domba-domba yang menghalangi jalannya, sampai akhirnya sampai di tempat tengkorak misterius itu yang tak sempat melakukan apapun karena terus diserang tanpa henti. Ada keputusasaan yang jelas terasa dari pria bertudung biru itu dengan serangannya yang serampangan, tak serapi di saat pertama mereka bertemu.

"Hentikan," ucap sang tengkorak.

Namun tak ada yang berhenti. Pria bertudung itu masih saja menyerang dengan nafas tersengal-sengal. Fa menyerang para domba sampai tangan kirinya gemetar, ujung jari-jarinya menghitam dan serasa terbakar. Sementara itu, Sjena menyusul dan menembakkan senapan burunya tanpa ragu.

"Apa yang kalian lakukan sia-sia," lanjut sang tengkorak.

Pria bertudung menebaskan pisaunya, yang sama sekali tidak mengenai lawan. Tenaganya terkuras habis dan membuatnya jatuh bersimpuh kehabisan nafas.

Para domba hitam tiba-tiba berhenti menyerang.

"Aku Oneiros, Sang Penggembala Mimpi. Aku kesini hanya ingin membersihkan Alam Mimpi dari sampah yang diproduksi dari tabrakan antara kedua Bingkai Mimpi kalian. Memberi makan domba-dombaku dengan mimpi buruk dari Bingkai Mimpi ini. Kalian tahu.. makhluk itu," ujar Oneiros sambil menunjuk salah satu pembawa wabah yang berkeliaran jauh di ujung cakrawala.

"Tapi aku menemukan seseorang yang menarik di sini, seorang pencuri yang telah mencuri dream catcherku."

Fa menghela nafas panjang lalu angkat bicara.

"Aku minta maaf," jawab Fa singkat. "Aku tidak tahu kalau itu milikmu. Saat kau mengejarku dulu, aku ketakutan dan tiba-tiba terbangun. Aku tidak tahu jika kedua dream catcher ini ternyata ikut ke dunia nyata."

"Itu jawaban yang aku tunggu sedari tadi."

"Bagaimana aku bisa menjawab kalau kau terus memerintahkan domba dan serigalamu menyerangku?"

"Maaf, aku terbawa emosi di awal. Sebenarnya aku hanya kesal pada Sang Kehendak yang seenaknya saja membenturkan Bingkai Mimpi satu dengan yang lainnya, sehingga memproduksi sampah mimpi buruk yang menumpuk di mana-mana. Menjadi Gembala Mimpi benar-benar pekerjaan melelahkan, kau tahu?"

"Kau tak menginginkan ini kembali?" Tanya Fa sambil mematerialisasikan kedua dream catchernya dalam bentuk kalung.

Oneiros menggeleng, "kedua dream catcher ini pasti yang memanggilmu ke tempatku untuk membawa mereka pergi. Mimpi adalah inspirasi, mereka adalah pasangan yang ingin menangkap inspirasi baru, menjelajah dunia nyata. Jika kau ingin mengembalikannya, maka kembalikanlah saat kau berhasil menangkap mimpi terbesarmu."

Fa menerawang, ia tak tahu mimpi seperti apa yang harus ia tangkap. Ah tidak, ia punya mimpi yang harus ia jadikan kenyataan. Tapi..ia tak bisa mengingat apa mimpi itu. Yang bisa ia ingat adalah sesosok cahaya bersayap putih yang selalu tersenyum sedih. Tapi ia tak bisa mengingat wajah itu milik siapa.

"If you don't know what you want," the doorman said, "you end up with a lot you don't." – F.C

"Natera.. Tapi kenapa kau harus membunuh Natera?"

Pria bertudung itu bangkit dengan tubuh terhuyung-huyung, masih mengatur nafas.

Oneiros angkat bicara,"aku tidak membunuh siapa –"

"Aku yang membunuh Natera,"potong Sjena.

Pria itu naik pitam dan meninju wanita penyihir hitam tepat di wajahnya.

Sjena menyeka hidungnya yang berdarah dan melanjutkan kalimatnya, "karena dia berubah menjadi makhluk penyebar wabah. Aku tak bisa membiarkannya hidup sebagai makhluk sialan itu. Apa kau sendiri tega membiarkan adikmu menjadi salah satu dari mereka?"

Pria itu kembali jatuh bersimpuh dan menangis. Langit pun ikut berkabung bersamanya, hujan deras pun turun dari awan kelabu yang sedari tadi menaungi mereka.

"Bukankah kalian masih ada urusan yang harus diselesaikan?" Tanya Oneiros, "Aku akan memberi makan domba-dombaku. Tenang, aku takkan mengganggu kalian lagi. Tapi, aku tak bisa menjamin Bingkai Kalian akan utuh seperti sedia kala sehabis dombaku makan."

Tak ada yang menjawab saat Oneiros melangkah pergi meninggalkan mereka bertiga. Semua sudah tahu, apa urusan yang harus diselesaikan itu. Sebuah pertarungan yang menentukan mimpi mana yang layak untuk dijadikan kenyataan.

"Aku tak sempat membalas perkenalanmu di awal, Fa. Aku Nano, Nano Reinfield. Jadi.. kita lanjutkan pertarungan yang tadi sempat terputus?"

"Ya, tampaknya kita harus melakukan ini jika kita tidak mau berubah jadi patung. Lagipula, ada kesempatan bagi kita untuk sama-sama maju apabila Sang Kehendak terhibur, bukan?"

Nano dan Fa mengangguk, ada ikatan yang terjalin diantara dua petarung setelah sebuah pertarungan yang sengit.

"Aku Sjena Reinhilde, dan aku tidak nyata."

And there is this crazy girl.

Tak ada yang mempedulikan kegilaan Sjena. Nano memilih untuk memasang kuda-kuda, tangannya terkepal siap meninju.

"Aku kehilangan pisauku, bagaimana kalau kita bertarung dengan tangan kosong?"

Fa mengangguk meski tangan kanannya nyaris tidak bisa digerakkan, dan jemari tangan kirinya serasa terbakar saat dikepalkan. Lagipula, sudah lama dia tidak memukul orang. Ia lalu menoleh ke arah Sjena yang ikut memasang kuda-kuda.

Sjena berlari ke arah Fa, membuatnya terheran-heran, apa yang wanita kurang waras ini sedang lakukan?

"WELCOME TO THE RAINFIELD, MOTHERFUCKER!"

Tiba-tiba saja Sjena menendang wajah Fa tanpa alasan, membuat pria itu tak sempat melindungi dirinya dan terpental.

"Hahaha bodoh! Siapa yang bilang aku ada di pihakmu? Battle royale  lebih mengasyikkan!"

Fa bangkit dan tersenyum, sungguh lucu mengharapkan hal yang waras dari Sjena.

"And the eighth and final rule : If this is your first night, you have to fight." – F.C


Chp 3 : Fearsome Foe
[FIN]

===(* * *)===


Chp 4 : Final Fantasy - The Suicide Elite
"This isn't a real suicide-thing. This is probably one of those cry-for-help things" – F.C
[Fa's POV]

Hujan masih mengguyur deras tempat kami berpijak. Percikan air memantul di aspal dan lumpur dari hutan mulai mengotori jalanan. Dengan kuda-kuda tidak efektif, kemampuan beladiri fiktif, dengan pesan persuasif yang masif, dan tatapan pasif-agresif, kami memulai pertarungan kolektif.

Aku memutuskan untuk memulai serangan dengan tinju pada Nano. Ia dengan mudah menghindari seranganku dan melancarkan pukulan tepat ke hidungku.

Namun Sjena menggagalkan pukulan Nano dengan tendangan di perutnya. Aku memaksakan tangan kananku dan meninju pipi Sjena yang ingin kupukul sedari awal cerita. Hahahaha, rasakan itu dasar gila!

Sjena terkekeh saat pakaiannya kotor oleh lumpur. Ia lalu bangun dan –

Nano memukulku tepat di hidung saat pandanganku teralihkan oleh Sjena.

"Tetap fokus pada lawanmu, Fa!"

Aku tak pernah bertarung dengan tangan kosong sebelumnya. Pukulan tadi cukup membuat mataku berkunang-kunang. Tapi ada satu rasa menarik yang berdesir di hatiku, apa ini yang disebut adrenalin? Rasanya aku ingin meninju semua orang yang ada disini, just for fun!

Sjena lalu melancarkan pukulan ke wajah Nano, yang sangat mudah dihindari –

Pukulanku mendarat dengan tepat di kening Nano. Hahaha bodoh, dia tidak menyadari kalau aku ikut menyerangnya dari samp –

Sebuah pukulan dari Sjena mendarat tepat di perutku tanpa kusadari, membuat kunang-kunangku jadi mual(?)

Nano membalas dan melempar kami berdua dengan tendangan berputar, kini kunang-kunangku jadi mual dan berputar-putar(?)

Kombinasi mual dan kunang-kunang ini membuatku kehilangan fokus dalam bercerita.

Nano melanjutkan serangannya padaku, aku reflek mematerialisasikan dream catcher putih untuk menangkis serangannya. Ups, aku curang..

Ternyata Nano tidak memukul dengan tinju, melainkan dengan jarum es yang ia dapat entah darimana. Jadi siapa yang curang kali ini?

Berbicara tentang kecurangan, tentu saja Sjena sudah siap dengan shotgun-­nya terkokang dan siap ditembakkan. Nano segera melanting untuk menghindar, sedangkan aku segera menorehkan luka secara langsung ke tubuh Sjena, membuatnya memekik kesakitan dan senjata materialisasinya lenyap sebelum sempat ditembakkan.

Nano kembali mematerialisasikan dua jarum es dari air hujan. Hei, aku tidak tahu dia bisa mematerialisasikan es? Sementara itu, Sjena mematerialisasikan dua buah pistol. Aku tak mau kalah dalam segi 'materi', aku segera meningkatkan intentsitas keputusasaan untuk memunculkan dream catcher hitam di punggungku.

Dengan ini, aku bisa menorehkan luka yang lebih fatal.

Tangan kiriku tiba-tiba bergetar hebat, area kehitaman yang tadinya hanya ada di ujung-ujung jari kini semakin meluas dan hampir memenuhi telapak tanganku. Tampaknya aku sudah mencapai batasnya, sementara materialisasi mereka tampaknya tak terbatas.

Dengan keputusasaan yang semakin berat, kurasakan tanganku tak bisa mengimbangi lincahnya gerakan Nano. Sementara itu, Sjena menembakkan pistolnya secara serampangan, membuatku terpaksa mengganti dream catcher hitam dengan putih untuk melindungi diri. Dengan tameng sebesar ini, aku dapat merasakan sebagian dari jiwaku tersedot paksa .

Namun gerakan Nano lebih lincah dari tembakan ngawur Sjena, sesaat kemudian ia telah ada di belakang Sjena dan bersiap menusuknya dengan jarum es.

Sebuah tusukan menancap dengan fatal di tubuh Sjena, hanya saja apabila penyihir itu tidak berteleportasi ke belakang Nano..?

Hah, sejak kapan Sjena bisa berteleportasi? Aku tak tahu Sjena bisa berteleportasi. Bicara tentang kecurangan..wanita ini sungguh mengejutkan. Tapi aku tak bisa hanya diam, segera aku kembali mengganti kekuatanku dari putih ke hitam dan memfokuskan keputusasaan dalam satu hentakan terakhir ini.

Insting Nano jauh lebih kuat daripada tipu muslihat Sjena. Sebelum Sjena berhasil menembak tempurung kepala Nano, pria itu dengan mudah melontarkan tubuhnya ke belakang Sjena dan bersiap menusuk punggungnya dengan jarum es.

Tampaknya Sjena tak bisa berteleportasi lagi, tipu muslihatnya habis sudah. Tampak senyum di wajahnya saat ia menerima takdirnya. Dalam sepersekian detik yang terasa lambat itu, dapat kulihat ia mengucapkan sesuatu.



Permintaan bunuh diri Sjena menjadi katalis kekuatan keputusasaanku. Bagai konduktor, menyalurkan keputusasaan dengan arus yang lebih besar dan melipatgandakannya dengan kegelapan yang ada di hatinya.

Satu hentakan keputusasaan dariku. Kepala Sjena meledak seketika, bersamaan dengan kepala Nano yang ikut meledak karena rentetan arus keputusasaan yang terlalu besar. Area hitam di tanganku meluas dengan cepat. Urat-urat di tanganku ikut meledak, tulang jemariku menekuk ke arah yang tidak seharusnya, merobek otot dan daging di tanganku, membuatnya hancur tak berbentuk, seperti daging yang masuk mesin penggiling.



Rasa sakit yang tak terhingga merenggut kesadaranku, hal terakhir yang bisa kulihat hanyalah..

                Seorang..
                                                Malaikat..
                                                                                Putih..?



"You met me at a very strange time in my life." – F.C


Chp 4 : Final Fantasy - The Suicide Elite
[FIN]

===(FIN)===


Epilogue : Friendly Fairy
"Only after disaster can we be resurrected. It's only after you've lost everything that you're free to do anything." – F.C 

Sebuah portal muncul di Bingkai Mimpi yang nyaris hancur digerogoti domba hitam. Zainurma, Sang Kurator muncul dari portal tersebut bersama Mirabelle, Sang Konservator. Keduanya menggeleng saat melihat kondisi Bingkai Mimpi dan para Reverier yang juga mengenaskan.

"Menurutmu, siapa pemenangnya?" Tanya Zainurma, pria bersetelan necis tersebut sambil memperbaiki letak kacamata hitamnya.

Sang Dewi Konservasi tersebut tampak bingung dan menjawab, "mungkin yang ini masih hidup?" Sambil menunjuk pria muda yang tangan kirinya hancur. "Well, setidaknya kepalanya tidak hancur?"

"Mirabelle, sembuhkan dia secukupnya. Setelah itu kita cari Oneiros, dombanya sudah makan terlalu banyak, sampai Bingkai Mimpi ini dipenuhi lubang. Tampaknya domba milik orang ini juga tak sadarkan diri, sembuhkan saja dulu, nanti biar dombanya yang memandunya kembali ke Museum Semesta."

Beberapa belas menit setelah Zainurma dan Mirabelle meninggalkan tempat itu, Ixephon sadar dan segera berlari menuju majikannya yang masih terkapar tak sadarkan diri. Sebuah pendar cahaya berwarna biru dengan aksen merah melayang di atas tubuh Fa.

Ixephon mengenali pendar cahaya itu. Semua spesies Domba Mimpi mengetahuinya. Itu adalah [Ekstrak Mimpi], yang hanya dimiliki oleh orang-orang dengan impian yang menakjubkan, dan hanya bisa diekstrak oleh dream catcher dengan membunuh pemilik mimpi dan merebutnya untuk memperkuat diri sendiri.

Atau pada Oneiros, yang hanya mengekstrak mimpi yang ditinggalkan orang lain. Mimpi yang terlupakan dan terbuang.

Ixephon meringkuk di lengan Fa dan menatap pendar cahaya hangat itu. Apakah Fa akan menghancurkan mimpi itu untuk memperkuat keputusasaan? Atau dia akan menerima mimpi itu dan membawa harapan? Yang bisa ia lakukan saat ini hanya menunggu majikannya bangun dan menguak rahasia dari Alam Mimpi dan KehendakNya.




T̏ͯ̉̔ͧ̋ͦ͞͏̫͙̝͕̺̝h͚̗̗͔͒ͪ̍ͥ͆e̳̹̰͚͇̟͒̊ ͔̦̟͖̺͛̋̈́̓́̀͝f̖̺͂̽ͪͤi̛̼̩̙ͧ̂̀̊̇̒̾ͦ̚͟͝ŕ̘͓͙̜͖̜̺̬̃̇̄ͯ͛͑͘s̸̭̖͙̰̲̤̩̙͐̆̄ͭͪ̎ͯͬͦ̀͝t̳͍̯̠̱͓͙ͯ̎̒ͨ̿̄̑́͜͢ ̶̘̖̙̬̬̘̙̋ͦ́́r̷ͭ̒̌͆̈̉͋̓͒҉̗̱͔̼̯̥͚̲u̮͓̖̪͖̾͌͠ḽ̵͚̫̪̲̄ͬ͒͢͝e̢̙͖͉̋̅̀͝ ͯͫ҉̧̺̹̘̥͇̪ǒ͇͖̘̗̲̪̮ͮ͞f̡̫ͫ̂̚͝ ̢̝̤̠͕̓̓ͬ͂̑̕F̗͚̯͚͆̏ͣ̂ͨ͒͛̒́͜ï̴̤̝̹͖̝͌͑͌̍́g̳͒́̿͂̈́̿ͫh̵̢̬͚͙͇̦̖̝̝̍t̷̴̼̻͍͖͔͛ͭ̋̓ͭ̆͋̌ͦ ̧̔̀ͬ̍̅͋̓̋͢͏̱͍̰C͕̭̬̩̬̐̏͂̎̾̂͠l̢̧̼̲̪̯̃͊͌̇ͥ̓u̼̙̗̤̱̮̹̞͂ͭͦ͝ͅb̨̡̜̥͚̟̫̫̱̲ͪ͐̈́̍ͭ͑̑ͥ ̴̭̜̝̹̹͍̪̲ͪͬ̿͟ḯ̧͇̫̘̘̤̖̞̓ͨ͂̋s̮̦̬̣̯̗̩̩ͣͦ̔̀:̱̤͙̠̝͊̀̒́ ̤̭͓ͥͨ͌Y̵̧̤͉̻͈̱̤̘̙̆̀̓ͮ̚o͆̅͂͑҉̥̗͕u̸̼̱̜̣ͥ͗͢ ̙̦͂̂͑̌ͬͦͫd̮̮̜ͬ̅̾̽ͅo̞͑͗ͨͫͦͭ̀͜ ̡̬̜͐ͦ̿ͩͪ̈ͤ̕͡ṇ̨̞͚͖̪͚͔ͯ̎͂̓̚o̤̮̙̩̭͉̲̦̯ͤͯͩ́ṱ̶̼̤̤̦̘̰ͫ̓̉͂͘͜ ̴̷̒͒̂̊͆͐̈́̈҉̫̱̩̮̗t̴̩͔̳̾ͥͪ̈̓͌͟͜ͅa̵̝͎̠̐ͨ͂̓̋̿̅̇ļ̻͔̫̮ͨ̎̕ḵ̛̄͟ ̠̣͚̜̻͉̯ͬ̆͛͋́̓͆͘a̧̘̮̬̞͖̝͆b̵̘̳̜̪̭̰̽̉̍͂͛̉ͅơ̶̸̮̖̿͒ͯ̑ͤ̾ṵ̠̂̽̈ͅt̶̥̦̥̪̦̩͖ͦ̑ͥ͌ͦ͝ ͗̔̽́͏͈̳̜̱F͍̣̩̻͆̂͐ͧi͗̅ͯ̋̋͢҉̤̳̰̟̼͇͡g̴̡̭̮̿͆̓̿̃̄̈͞ẖ̖̣̣̱̻̳̤͎̏̆́͋̌ͯ̃̔ͧt̡̡͍̻̙̝͉̘̍̌ͣ̏ ̻̹͍̊̓ͦ̋̋͗́͆ͦ̕C̷̻̱̘̺̭̃̅ͣͭ̽͘͘l̸̜̙͍̭̘͓̯̹̮ͪͬ̌̔͊̓ų̵̷̜̩͉̗͂ͦ͋b̠͇̠͙̩̼̤͙͂̌̒̇̃̀͋̏.̹̲͇̜̾͌͐͛͊̕

===(FIN)===

Author's Note

Hei, author di sini! Kalian bisa ikut berpartisipasi dalam character development Fa. Apa dia akan menjadi penghancur mimpi, atau mungkin pelindung mimpi? Menghancurkan mimpi akan mengurangi 1 nilai dan memperkuat skill tree hitam. Sedangkan melindungi mimpi akan menambah satu nilai dan memperkuat skill tree putih.


Untuk memilih, kalian bisa tulis [Destroy] atau [Protect] di kolom komentar, sertakan alasan juga ya!


>Cerita sebelumnya : [ROUND 1 - 7G] 03 - FaNa | F.P
>Cerita berikutnya : - 

5 komentar:

  1. Sepeninggal Na dengan hadirnya Sjena versi BoR4, karakter Fa malah kerasa kayak kurang spotlight. Bahkan Nano sama Natera keliatan lebih berwarna, sementara saya masih agak samar buat nangkep Fa, begitu dia sekarang sendiri gini. Tapi yang paling mencuri jatah perhatian jelas Sjena, yang serba seenaknya ngeganggu siapapun dengan dropkick dan shotgunnya. Yah, orang juga bilang hal yang sama di entri saya dengan Mira Slime, jadi pengen tau aja gimana Fa ngebawa entri ini di ronde depan tanpa Na atau Sjena

    Oneiros keliatan cukup jinak di sini, malah undur diri sendiri. Saya kira dia bakal ngacau atau apa, tapi begitu ketemu Fa ternyata ga gitu hostile juga. Bagian akhirnya begitu udah fistfight (tapi akhirannya malah makin kacau) itu bagian paling memorable dari entri kali ini. Berantakan, kotor, dan muter" in a good way. Meski jujur saya masih belum nangkep gimana kerja kekuatan keputusasaan Fa ini bikin kepala orang meledak

    BalasHapus
    Balasan
    1. ==Riilme's CQC Score==

      >Character likability
      Fa tanpa Na berasa ada sesuatu yang hilang meski ada Sjena, sementara Nano sama Natera meski komplementer tapi belum nunjukin selling point karakter mereka imo
      >DRAW

      >Quality value
      Entri Fa lebih enak dibaca, jadi nilai buat Fa
      >Fa

      >Canon anticipation
      Saya nunggu ke depannya Fa bakal kayak gimana setelah ga ada lagi Fa dab Sjena, jadi sekali lagi poin buat sequel hook
      >Fa

      2-0, VOTE Fa

      Hapus
  2. Referensi yang disebut dalam cerita ini ntabs juga. Sebagai sesama penikmat meme, saya harus jujur kalau sedikit banyak saya bisa enjoy baca entri Fa karena ada banyak meme bertebaran, yang ditempatkan dengan pas.

    Adapun, dibandingkan Fa, yang jelas menonjol di sini malah Sjena dan Nano-Natera. Meski ternyata Fa dan Na sepertinya ada hubungan dengan Oneiros setelah adegan munculnya Oneiros.

    Perkara battle dan deskripsi jangan ditanya, udah bak bik buk sampe puas banget, kayak F.C. deh.

    Saya ngerasa ini semacam nge-reset progress lagi dari nol, semacam New Game+, jadi kayaknya perkembangan Fa buildupnya agak slow lagi ya, meski kalau berdasarkan entri R1 kemaren, bisa aja pas ronde selanjutnya langsung dibanting lagi www

    Cuma akhirnya aja sih yang tiba-tiba meleduk duerr. Masih belum ngeh sama kemampuan perusak/pelindung mimpi Fa. Tapi saya udah nangkep sih soal kepala meleduk itu.

    Btw kalau Fa lolos, saya pengen liat Fa "Protect the Dream" dengan dreamcatchernya.

    Votenya menyusul, soalnya mau bom komentar dulu uwu)

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Atas pertimbangan:

      -Twist dalam development karakter Alfa menaikkan ekspektasi terhadap Alfa untuk kedepannya
      -Potensi cerita yang lebih menarik

      Enryuumaru dan Mbah Amut memutuskan untuk memberikan Vote kepada Alfa

      Hapus
  3. Hmm ... awalan komentar sy yang paling klise: udah baca dari lamaa, tapi baru komen. Maaf.

    Dibanding R1, jelas ada penurunan. Entah gimana. Kayak kurang ... kehangatan? Kebersamaan? Mungkin itu benar juga. Soalnya Na saja hilang. Sekarang yang menarik perhatian malah sub OC-nya (Sjena--eh dia sub OC kan?). Dia kayaknya punya disorder yg bikin saya tertarik sekaligus ingat sesuatu.

    Tapinya, jujur ... Fa sebagai pemimpi utama malah kayak karakter yang 'kosong'. Saya kurang ngerasain gimana isi benaknya. Nano sama Natera juga begitu sih di sini. Sekali lagi, sorotnya malah kebanyakan ke Sjena.

    Buat ceritanya, ini rada ... 'begitu aja'. Maksudnya saya belum menemukan sesuatu yg menggugah kayak R1--nya. Tapi ga bisa nuntut juga sih. Twist di R1 itu memang luar biasa. R2 ini masih agak plain. Paling yang menarik perhatian bgt ya battlenya. Saya suka deskipsinya yg detail dan kronologis. Hehe xD

    Hmm ... bingung mau komentar apa lagi.

    Dan saya udah komen di sebelah, jadi langsung aja saya vote ke sini.

    VOTE FA

    Karena: lebih enak diikuti secara teknis dan alur, lebih mendalami lawan, lebih menarik perhatian dan twist R1 masih menyisakan harapan: semoga ada twist yang lebih masyuk lagi.

    -Sheraga Asher

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.