Selasa, 20 September 2016

[ROUND 2] 14 - WAMENODO HUANG | MEMIENTAL MIEMPI

oleh : Nibelhero
 
--
 
MEMIENTAL MIEMPI
Prolog

Keegoisan sang kehendak adalah misteri. Tidak ada yang paham apa yang sebenarnya diinginkannya sampai harus menggoncang banyak semesta dan memainkan seluruh mimpi para reverier. Kecuali satu, Zainurma.

Sebagai Kurator alam mimpi, karya-karya yang muncul selalu dinilainya. Jika ada yang tidak bagus tapi masih bisa berkembang, dia akan memaksanya agar bisa menghasilkan karya yang bagus. Jika ada yang bagus, bukan pujian yang keluar melainkan senyum aneh seakan ada yang dia sembunyikan yang dia berikan.

Mau itu rencana Zainurma ataupun kehendak dari sang Kehendak, ketidakseimbangan semesta akhirnya memicu kekesalan satu makhluk semesta mimpi. Si gembala para domba hitam, Oneiros.

Kepala berbentuk bola mata besar yang menempel pada tubuh yang hanya terdiri dari kerangka cebol dan mengenakan jubah ungu kehitaman sambil membawa tongkat yang aneh, ciri khas yang dapat mengingatkan kita pada Huban. Si kepala bantal, gembala para domba putih.

Mungkin mereka makhluk yang sama. Tapi jelas, sifat mereka berbeda.

"Aku tidak suka ini, aku benci sang kehendak."

Melihat semesta mimpi seakan diacak-acak oleh kehadiran banyak pemimpi dan buncahan mimpi yang asal menempel setelah ada pemimpi yang kalah, membuatnya tak senang.

"Kalau begini, ketimpangan akan muncul lagi. Sudah cukup."

Oneiros berbalik ke arah para domba hitamnya.

"Saatnya mengusir para kutu yang merusak keseimbangan dunia mimpi."

Ronde berikutnya dari Battle of Realms, sepertinya tidak akan berjalan mulus bagi para Reverier. Rencana sang kehendak pun sepertinya akan kacau, atau...

Mungkin ini semua sudah masuk dalam rencana sang kehendak?

***

1st Thread
Ambrossia City-Men's Room

"Pak, rasanya domba ini...berbeda deh," Onya yang sudah 30 menit tertegun melihat keanehan di depannya, akhirnya buka suara.

Men yang tidak terlalu memerhatikan pun mulai menyelidik.

"Kau...hm..."
Mata mereka saling bertatapan. Sang domba melaga kepalanya ke kepala Men. Men merintih kesakitan.

"H-hey, kenapa jadi kasar begini." Kepalanya berdenyut, merah.

"Tapi memang ada yang berbeda. Tanduknya lebih besar, tubuhnya rasanya lebih berotot ya? Lalu..."

Men mengangkatnya, Domba yang besar itupun tak tampak berat saat Men mencoba mengangkatnya, lengan chefnya sudah terbiasa mengangkat sapi dengan berat 2 ton lebih. Men mencoba mengelus dan merasakan bulunya.

"Kenapa warna dan bentuknya seperti mie? Teksturnya tetap seperti kapas sih." Onya menimpali.

"Kau domba yang aneh!" Ucap Men.

Laga kepala pun terjadi lagi.

"Argh! Kau lakukan itu sekali lagi, kujadikan bahan masakan!"

Domba itupun sembunyi di belakang Onya.

"Lah, malah jadi penakut." Umpat Men.

"...tapi pak, sepertinya fungsi domba ini tidak terbatas mengirimkan bapak ke semesta mimpi dan mengumumkan awal dan akhir pertarugan, tapi sepertinya lebih dari itu."

Onya membungkuk dan mengelus kepala si Domba. Domba itu membalas dengan menyentuhkan kepalanya pelan ke kepala Onya.

"Eh..hey. kok beda kalo sama cewek." Protes Men.

Onya tertawa, "Pak, mungkin...ini hanya analisa saya sih, dia berevolusi mengikuti perjalanan bapak. Domba ini akan terus berkembang sesuai apa yang bapak alami."

Men berpikir sejenak, "rasanya memang si kepala bantal itu pernah bilang soal ini sih...yang jelas, kalau dia melaga kepalanya lagi, KUMASAK!"

Domba itu mengembik keras, lalu menunduk. Diam.

"Waduh, kenapa nih? Jangan-jangan dombanya rusak?"

"Dia bukan mesin pak..."

Mata domba itu tiba-tiba bercahaya.

"Halo, Men."

Tampak di ujung cahaya yang keluar dari mata domba, terpampang wajah Zainurma.

"Kau.."

"Cuma sebentar, mau mengabari, sebentar lagi karyamu akan kutransfer ke situ. Beberapa reverier lainnya sudah menerimanya. Silahkan menikmati!"

Men terdiam, rasa kesal dan penasaran itu semakin menumpuk. Zainurma, sebagai sosok kurator, Men yakin ada hal yang disembunyikannya dari para Reverier.

Men teringat kembali saat berkumpul bersama para Reverier di suatu area dunia mimpi, mereka diceramahi oleh Zainurma.

"Kalau kalian tidak mau semesta kalian menjadi bagian dari alam mimpi ini –berikut juga diri kalian akan menjadi bagian dari para artefak; dewa-dewi gagal dari banyak dunia, maka kalian harus berusaha lebih keras dari ini, jadilah lebih kuat."

Ocehan Zainurma itu terlontar sembari memperlihatkan karya semesta yang luar biasa, tiga lukisan raksasa berbingkai emas yang bergerak layaknya film.

Di situ terputar adegan beruntun saat banyak bongkahan-bongkahan dari banyak dunia yang akhirnya "dilahap" oleh sang Kehendak.

Tapi hal itu pun belum menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi sekarang.

Walaupun dikatakan, dengan atau tanpa reverier, saat Sang kehendak meminta semesta berubah, maka berubahlah mereka. Lalu, kehadiran para reverier terpilih, hanya untuk mengubah sedikit probabilitas akan musnahnya semesta mereka.

Masih banyak kalimat tersembunyi dari Zainurma. Men yakin itu. Makanya saat itu dia bertanya, "Lalu, untuk apa kami ikut? Probabilitas mempertahankan semesta? Lalu berikutnya apa? menunggu saat sang kehendak tetap menelan semesta kami di turnamen berikutnya? Dan kalian; kau, Mirabelle, dan Huban, apa untungnya buat kalian mengikuti sang kehendak. Terutama kau, kenapa kau bersikeras kami harus memberikan karya terbaik? Ini kemauan sang Kehendak, atau maumu?"

Zainurma tak membalas saat itu, yang ada hanya dia berbalik dan mengingatkan mereka untuk bersiap pada ronde selanjutnya.

Kini, karya dari Men sebagai Reverier sudah dikirimkan.

"Ingat, aku Cuma meminjamkan karya ini, kalau rusak –walau kalian tak bisa merusaknya sih –aku pastikan kalian harus membayarnya."

***

"Aku permisi masuk," ketukan pintu terdengar.

Vanart, seorang pangeran labil dari negeri seniman, semesta yang diacak oleh sang Kehendak juga dengan kehadiran para Reverier di ronde sebelumnya. Dia menjadi murid—bawahan tepatnya—dari Men. Beberapa sikap dan pikirannya sudah dirombak oleh salah satu Reverier yang ahli menyanyi.

Kedatangannya bertujuan untuk melaporkan kondisi kota. Tugas yang diberikan Men padanya agar dia segera belajar tentang semesta tempat belajarnya sekarang sekaligus mempermudah Men menggkoordinir situasi saat ini.

Belum lagi melapor, dia terkejut melihat ada dua benda-karya yang aneh di kamar Men. Satu buah lukisan dan sebuah patung. Dia agak panik melihat patung, bukan karena figurnya, tapi karena dia sendiri masih memiliki trauma yang kuat pada karya seni itu di dunianya dulu—bahkan setelah dirombak pikirannya oleh Song Sang Sing, traumanya belum hilang sepenuhnya.

"Men! I-itu...!"

"Karya dari Museum semesta. Kau masih trauma ternyata ya? Dan jangan panggil aku dengan nama di sini, panggil aku dengan guru atau pak."

"Ergh..,." enggan, untuk apa dia memanggil orang yang membantu pemberontak menghancurkan kesenangannya sebagai raja baru dengan panggilan Guru? Tapi dia tak bisa menolak, "Baik, Pak Guru..."

"Laporan?"

"Ya, tadi..." Vanart membuka catatannya.

"Beberapa Area mulai berwarna kembali, Cuma beberapa bagian yang masih menghitam dan tak bisa diakses. Penghuni kota juga sudah mulai bermunculan. Kemudian...hm..."

Vanart ragu untuk membacakan hasil laporannya yang ini, bukan sesuatu yang buruk sebenarnya, malah ini catatan pribadinya.

Dia tak menyangka, Men yang keras, taat aturan, bahkan tak segan menghalalkan cara yang tak biasa lumayan disenangi oleh para penduduk. Ada satu atau dua cemoohan, tapi itupun datang dari orang-orang yang sepertinya terdoktrin oleh para pembelot di negeri ini. Dia sendiri berpikir dan membandingkan dengan kondisi dirinya di dunianya lalu. Tak jauh beda, tapi kenapa bisa beda efek?

"Kenapa? Cuma segitu laporannya?"

"Ah, bukan..." Gelagapan, tak mungkin dia melaporkan catatan pribadinya yang itu, "Ah ya, Keluarga Navolee memanggil, katanya dia membutuhkan anda segera."

"Oh? Keluarga pembuat Pizza? Bukannya area dia berada di bawah tanggung jawab departemen Roti dan makanan ringan?" alis Men merengut.

"Mana mungkin aku tahu dia butuh apa, aku orang baru di sini." Ujar Vanart sambil mengangkat bahunya.

"Ah...Baiklah, nanti aku akan mampir ke kediamannya."

Vanart kembali diam, gamang karena melirik patung itu lagi. Kali ini bukan trauma yang menggetarkannya, dia mulai merasakan sensasi aneh dari karya semesta itu.

"Sudah selesai laporannya?"

"Sudah."

"Terima Kasih, sekarang..." Men menyerahkan satu kertas berisikan alamat, "Kau pergilah ke sini. Aku butuh kau untuk mempersiapkan diri."

Vanart tak merespon dengan kata-kata. Dia hanya menatap kertas di tangannya.

"Onya, tolong...panggilkan Perdana Menteri. Sekalian antar dia sampai tengah jalan."

"Baik, segera dilaksanakan."
***
2nd thread

Berbandana merah, menutupi suatu simbol tak biasa di dahinya. Dengan pakaian sederhana dengan armor ringkas. Menandakan dia adalah seorang yang memiliki kemampuan berbasis survival, militer mungkin.

Pria, tapi bukan manusia biasa tentunya, dia salah satu Reverier dari semesta yang berbeda.

Jati dirinya pun dia masih belum tahu sepenuhnya, yang jelas, dia mengikuti turnamen ini dan terpilih karena impiannya yang besar. Di sini dia merasa bisa menemukan semua jawaban atas pertanyaannya.

Dulu sekali, yang menemukannya pertama kali adalah Wanita perkasa bernama Franka, seorang ahli survival dan militer. Shade ditemukan dalam sebuah kapsul.

"Jadi, senjata itu...dia?" komentar yang keluar dari hampir seluruh staff peneliti dan militer saat Franka menunjukkan  seonggok tubuh yang dibawanya.

Shade, namanya bukan nama asli, diambil dari simbol S yang ada di kepalanya. Diketahui dari informasi yang beredar di lorong rahasia dunia bawah, kalau dia adalah klon. Hanya saja, kemampuannya dikatakan dapat membawa petaka buruk.

Franka mengangkatnya sebagai murid dan mengajarinya banyak hal. Shade yang awalnya hanya seperti wadah kosong dengan mental bayi, semakin lama semakin mahir. Dia mampu melakukan apa yang Franka mampu lakukan.

Shade, layaknya seseorang dengan pribadi yang berkembang dari kecil hingga dewasa, mulai merasakan hal-hal yang membingungkan. Perasaannya pada gurunya salah satunya. Dia tak paham.

Apa memang seperti itu rasanya antara guru dan murid? Apa ada hubungan lain selain itu? Tidak tahu. Dia hanya melangkah dan sekarang terlibat dengan turnamen dunia mimpi.

***

Antara harapan atau ancaman, Zainurma memberikan karyanya pada seluruh reverier—meminjamkan tepatnya. Shade melihat hasil karya yang dia miliki. Dia tak paham apakah itu bagus atau tidak.

Bingkai emas, lukisan raksasa, kilau cahaya yang menghangatkan, tapi ada lubang besar juga di lukisan itu.

"Artinya apa?"

Dia hanya menggumam.

Tak mampu mencerna hal-hal semacam seni ini, akhirnya dia memilih untuk keluar dari biliknya.

Padang es itu diterpa cahaya matahari cerah. Suhu yang suam-suam kuku pun mulai mengelus wajah Shade. Belum lagi menikmati tarikan nafas yang menyegarkan, di sudut mata Shade, dia menyadari ada yang aneh pada langit bagian utara. Sebuah lubang hitam besar menganga.

"Itu...apa?"

***

Terakhir kalinya Men berpikir  keras sekaligus merasa kepercayaan dirinya gamang, adalah saat dia belajar memahami perbedaan mie yang harus dimasak dalam 3 menit dengan mie yang hanya bisa dimasak dalam 30 menit.

Kacau, frustrasi. Tak mengerti apa yang harus dinikmati dari apa yang dihadapkan padanya. Begitu juga saat ini, dia masih tidak bisa menilik apa nilai dari benda yang dipinjamkan oleh Zainurma.

Masakan mungkin bisa memiliki nilai tergantung dari kualitas bahan, cara memasak, penyajian...tapi tidak dengan karya seni yang katanya terbuat dari perjuangannya di ronde-ronde sebelumnya.

Apa yang berharga dari ini? apa yang dinilai oleh sang kehendak dari ini?
Mungkin itu yang menyebabkan dia gusar. Dia bukannya menikmati karya miliknya, tapi mencoba mencari tau nilai sejati yang berasal dari persepsi sang kehendak atas dirinya.

Samar, dia hanya mampu merasakan sesuatu. Sesuatu yang tidak jauh berbeda saat dia memasak atau saat sedang makan. Ada jiwa di dalam karya itu. Masakan akan memiliki rasa jika sang kokinya memasukkan jiwa yang tepat ke dalam masakannya. Dan tentunya, jiwa itu adalah sebenar-benarnya bagian dari diri sang koki.

Masalahnya, kini Men bukan sedang memasak atau memakan makanan. Tapi bertarung, memperjuangkan impiannya, berusaha agar Semestanya tidak dihancurkan oleh sang kehendak.

Karena itulah dia menyeletuk, "Mungkin aku harus memasak untuk sang kehendak," tanpa mengetahui itu memunculkan inspirasi pada dirinya. Inspirasi besar yang pada saatnya nanti akan menjadi kunci untuk membuka pintu di akhir perjuangannya.

***
3rd thread

Pernikahan Besar-Navolee Family

"Terima kasih sudah berkenan untuk memenuhi permintaan kami yang egois ini."

Kepala Keluarga Navolee benar-benar tertunduk, merasa segan dan hormat seutuhnya pada kesediaan Men. 2 hari lalu dia mengajukan permintaan agar Men mau menjadi chef utama dalam acara pernikahan anak keduanya, Valentina.

"Terima kasih kembali, hanya menjalankan tugas sebagai seorang Chef, Tuan Navolee. Saya sendiri sudah lama tidak memasak untuk jamuan besar seperti ini."

Awalnya Men menolak, karena dia sendiri masih mengalami goncangan besar. Memang dia masih bisa mengolah beberapa menu non-mie, tapi dia tetap tidak percaya diri, karena masih belum ada satu menu mie pun yang bisa dia kuasai kembali.

Dia menyarankan agar Tuan Navolee mau meminta Onya saja. Lagipula, mereka pastinya lebih terbiasa dengan makanan dengan nuansa yang sama dengan pizza, yaitu pasta.

Tuan Navolee menolak, dan bersikeras ingin Men yang menjadi chef utamanya, ingin yang variatif dan lintas tradisi katanya.

"Seperti biasa, masakan Tuan Huang benar-benar menakjubkan. Semuanya berkualitas dan menarik. Bahkan para pengunjung apalagi orang-orang dari klan atas pada memuji."

Men menerima pujian itu dengan sedikit membusung dada. Memang itu sebenarnya hal yang sepele, tapi untuknya yang sekarang, itu cukup membangkitkan inspirasi yang baru.

"..sayangnya tidak ada olahan mie spesial batan and—ah, anu..itu...ma—" Tuan Navolee lupa.

Onya ada menjelaskan sedikit kondisi Men yang sekarang terkait dengan situasi yang terjadi pada ambrossia city, pada Earth Culinary ini. Sekarang dia ketakutan kalau Men tersinggung dan akan menghabisinya di tempat. Di acara berbahagia ini.
Men sendiri, yang awalnya mulai cerah, kembali menetralkan diri. Semangatnya kembali mendatar.

"Tidak apa-apa Tuan Navolee. Cukup dengan ini saja sebenarnya bisa membuat saya bersemangat kembali," tapi berbeda dengan desahan nafasnya yang kecewa.
Situasi galau pun tak terelakkan. Tuan Navolee kebingungan menyambung pembicaraan. Rasanya pelangi pun menjadi abu-abu.

"GURU! INI SANGAT MERIAH! AKU TIDAK TAHU PESTA PERNIKAHAN ITU BENAR-BENAR MENYENANGKAN!"

Teriakan Vanart penuh dengan keriangan, memecah kesuraman seketika. Dia bersenang-senang dengan Beppe, anak ketiga Navolee. Inovasi pizzanya mengesankan lidah Vanart yang baru pertama kali terjun ke dunia sosial yang baru ditemuinya.

"Lain kali kau harus mencoba pizza milik adikku juga, kau akan lebih bersyukur telah hidup! Hahahahah" ujar Beppe riang.

"Oh? Wah! Aku akan senang bermain-main ke tempat kalian lagi. Dan buat kakakmu, wanita tercantik di atas singgasana satu hari saat ini, kudoakan yang terbaik! Bersulang!"

Wine terbaik dari Ambrossia, wine puluhan tahun yang dikelola oleh keluarga pemilik anggur ternama, keluarga dari mempelai pria. Bukan sensasi mabuk yang terasa, tapi keriangan yang membuncah.

Pernikahan yang indah, pernikahan yang baik. Vanart yang tak pernah berkarya pun seperti mendendangkan sebuah sajak.

Demi semesta dan isinya!
Pertemuan adalah keajaiban!
Dua titik yang berjauhan, bertemu di tengah oleh sebuah garis!
Garis lurus yang tak terputus, yang kemudian memunculkan percikan-percikan takdir yang terbaik!
Lihat!
Gagahnya sang pria!
Ketegasan atas diri untuk melaju dengan penuh tanggung jawab!
Memegang jiwa diri dan kekasihnya!
Mengusir rasa gelisah, lalu memberi jaminan akan masa depan!
Perhatikan!
Cantiknya sang wanita!
Kekuatan yang terpancar atas kemandirian!
Menyerahkan diri karena kepercayaan!
Memantapkan kesetiaan, lalu membagikan kebahagiaan!
Inilah cinta!
Semesta tunduk pada satu hari!
Untuk melayani cinta yang sejati!

Semua bersorak sorai, Men tersenyum di balik maskernya.

"Setidaknya dia tidak kacau seperti di dunianya," ungkap Men dalam hati.
Kewaspadaan Men menumpul. Kejadian berikutnya akan membawa petaka besar bagi semestanya sendiri.

***

Shade bergumam, dia tak paham.

Sudah satu jam lubang itu menganga di langit. Tapi tak ada tanda apapun. Tak ada yang keluar dari dalamnya. Dia sudah memikirkan kemungkinan akan adanya makhluk tak kasat mata atau eksistensi kecil seukuran mikro yang mungkin datang. Tapi nihil.

"Aneh..."

Sayangnya, bukan itu yang seharusnya Shade takuti. Karena fokusnya teralihkan terus, dia tak menyadari ada perubahan pada semesta miliknya. Lubang hitam itu hanyalah tanda terjadinya penyatuan, Pertemuan antara dua dunia akan terjadi.

Setelah ini, akan terjadi kehancuran yang tak terelakkan.

***

4th thread

Awalnya hanya sebuah guncangan besar, semua orang berlarian. Bangunan hancur. Pesta pernikahan yang indah pun jadi porak poranda. Kebinasaan apa yang datang?

Dari lubang hitam muncul belasan makhluk aneh. Ukurannya 2 kali manusia biasa, sedangkan yang paling besar mungkin berukuran setinggi gedung berlantai 3.

"AkKHU adLAh NasI siS4! AkU IngiiN mbLAZ DndaM pAda orG-oraG MubaZir!" satu monster dengan penampilan menjijikkan bersuara, etnah apa yang dikatakannya.

"Aku adalah kentang dicampur eskrim. Aku akan membuat kalian merasa aneh! HAHAHAHAHAAH," satu lagi monster aneh berbicara, kali ini lebih jelas. Siapa pula yang mau memakan hal begitu?

Monster-monster itu menyerang warga. Terutama semua yang datang ke pesta.
Men mencoba menghalau beberapa, tapi ternyata cukup sulit dihabisi. Onya memanggil beberapa combat chef untuk membantu.

"Si Kurator itu baru mengumumkan Ronde kedua dan tiba-tiba jadi begini? Apa maksudnya ini?!" sambil mengoceh dia terus bertahan.

Fokus utamanya adalah menghabisi para monster itu terlebih dahulu. Hanya itu cara meminimalisir korban dan kerusakan saat ini.

"Graaaarghh!!!" Kaki-kaki mekanik Men meremukkan satu monster kacang yang ditaburi bubuk greentea campur sambal.

Onya berlari menghampiri Men.

"Pak, 3 monster sudah dihancurkan para combat Chef yang lain. Satu sudah saya hancurkan dengan bantuan keluarga Navolee. Dengan anda menghancurkan dua monster juga, ditambah 5 jumlah monster yang terdeteksi di area utama, semuanya ada 10 monster."

Terlihat keluarga Navolee, bahkan kedua mempelai yang harusnya merayakan kebahagiannya hari ini, ikut bertempur. Walau mereka bukan chef hebat, mereka membantu sebisa mereka.

"Lima lagi? Area penyebaran?" respon Men.

"Empat monster masih di daerah sini, Satu lagi hanya diam di depan gedung pemerintahan pak. Korban sampai saat ini belum bisa dihitung dengan jelas, perkiraan ada hampir dua puluh orang yang luka parah dan tak ada yang tewas. Status combat chef masih bisa terus bertahan."

"Perdana Mentri? Dan kepala departemen lainnya?" Men terus bertanya dengan menganalisa kondisi sekeliling.

"...pak, sepertinya karena kondisi dunia yang sekarang, banyak para kepala departemen yang masih menghilang. Pedana Menteri masih ada di gedung pemerintahan, sepertinya."

"'SEPERTINYA' ITU BUKAN STATUS. JANGAN HANYA BERDASAR PERKIRAAN!" amarah Men meledak.

Onya terkesiap. Kondisi darurat artinya sudah berjalan.

Jika perdana Menteri sampai kenapa-kenapa, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Dua pilihan melandanya sekarang. Mengecek langsung ke tempat sahabatnya, sang perdana Menteri atau fokus menyelamatkan para penduduk yang sekarang.

Kelebatan ingatan akan terjadinya genosida kaumnya, membuatnya semakin panik. Tapi takkan ditunjukkannya melalui ekspresi yang lantang.

"VANART. KEMANA KAU?!"
"A-aku di sini," Lelaki berbaju zirah merah dan jubah merah keemasan itu bersembunyi di bawah meja.

Ternyata keberaniannya malah surut saat menghadapi hal begini, mungkin karena pikriannya masih kacau.

Men tak peduli, dia mengangkat Vanart dengan 1 lengan mekaniknya.

"Pengecut," satu hantaman ke pipi Vanart. Lalu menghempasnya ke tanah.

"Gunakan kemampuanmu, aku berikan 3 combat chef level A untuk kau atur sekarang. Periksa ke sumber guncangan awal tadi. Cari tau apa yang terjadi. Cepat!"

Tak ada waktu untuk takut, Vanart berlari bersama pasukan kecilnya. Apa yang akan dia lihat nanti, bukan sesuatu yang bisa dia dan para combat chef atasi.

***

"Shade, di sini saljunya semakin lebat, segera kembali ke pos. Bagaimana keadaan di situ?" Perintah Franka.

Alih-alih memberikan ancaman, lubang hitam itu tetap ada di langit, bergeming dan tak mengeluarkan apapun. Malah terjadi guncangan aneh saat Domba mengembik dan Zainurma mengumumkan Ronde berikutnya sudah dimulai. Cuaca ekstrim hadir, salju besar menghalau pandangan.

Padang es yang memang sudah awalnya dingin, malah menjadi semakin sulit dijalani.

Tapi itu di area yang berbeda, yang shade tahu berikutnya, saat ini dia sedang kewalahan menghadapi monster yang ada di hadapannya. Seperti daging busuk dan tulang-tulang keras, lendir lengket di seluruh tubuhnya.

"Bagaimana aku harus mengalahkan ini?" Shade berbicara dengan belatinya.
Tusukan, sabetan dan lain sebagainya tak mempan.

"Monster ini mengingatkanku pada si manusia buaya raksasa, Rha'Dasa. Masalahnya, ini dilukai pun tak ada yang terluka," Bingung dia memikirnya.

Belum lagi selesai, satu monster menghempasnya dari arah belakang. Beberapa tulang retak, badannya membentur dinding gunung dengan keras.

"Shade! Bagaimana kondisimu di sana?!" tanya Franka was-was.

"Di sini tidak ada salju, malah panas! Cuma..." Shade berusaha menghindari serangan dua monster sekaligus. "Aku cukup kewalahan di sini."

"Pemuda bodoh! Monster begini pun dirimu tak bisa selesaikan?"

Shade mencari asal suara itu, Myst Man, sosok yang terus membantunya di ronde sebelumnya kembali muncul setelah menghilang.

"Aku sudah menghabisi satu. Aku akan bantu yang satu ini juga, kau, harus bisa atasi monster yang satunya ya.", ujar si manusia misterius sambil melemparkan beberapa peledak dan amunisi.

Shade memutar otak, bantuan, entah siapapun dia, saatnya menggunakan gerakan yang efektif. Shade teringat satu bagian dari gunung dimana ada bagian batu retak yang tak seimbang,kesanalah dia mengarahkan makhluk itu.

Saat sudah sampai di bawahnya, "Jika tak bisa dilukai, maka kubuat dia tak bisa bergerak lagi saja." Dengan beberapa ledakan dari granat, bebatuan runtuh dan menimpa monster.

"Yap, selesai!" teriaknya.

"Belum, dodol! Masih banyak! Yang kita hadapi di sini hanya beberapa." Teriak Mystman.

"Apa-apaan..."

***

5th thread

Men terpuruk. Monster lemon tea campur kecap itu membuat Men tidak bisa bergerak. Air di seluruh tubuhnya, adalah tanda kekalahan yang pasti buatnya.

Tubuh semi mekaniknya ini membuatnya takkan bisa bertahan lama jika terkena cairan.

"Pak!" Onya langsung berlari, melaju ke arah meja rusak untuk mengambil titik lompat.

Saat melayang di udara, dia mengeluarkan keahlian liquid bending-nya. Monster itu dikompress dengan suhu tinggi dan menguap. Hilang.

"Anda tidak apa-apa?" Onya mengecek Men yang kaku di tanah.

Men hanya bisa menggeleng. Onya segera mengeluarkan cairan-cairan yang memungkinkan untuk ditarik dari tubuh Men. Dia harus berhati-hati agar tidak salah mengeluarkan cairan yang berasal dari tubuh Men. Bisa gawat.

"Aku tidak apa-apa, aku butuh waktu sebentar agar bisa bergerak lagi. Aku harus segera ke tempat perdana Menteri."

"Tapi pak, anda mas—" ucapan Onya terpotong. Men mendorong tubuh onya ke pinggir, dua monster tiba-tiba menghampiri mereka dan menyerang.

Onya selamat dengan luka kecil, tapi Men remuk terhantam rata ke tanah. Satu lengan mekaniknya tampak kacau. Nafas Men tersenggal.

Onya berusaha menghalau mereka dengan perisai air raksa. Tapi sepertinya tak akan bertahan lama.

"O-nya, la..ri.urghhh," Men mencoba bangkit, rasa sakitnya makin menyesakkan.
Satu yang tak mereka sadari, Monster-monster itu entah kenapa sedikit membesar dibanding sebelumnya.

"Saya tidak akan meninggalkan anda pak!", tangannya bertahan, otot-ototnya semakin mengeluarkan tenaga untuk mengimbangi semua pukulan dari kedua monster itu.

Perisai air raksa itu hanya akan bertahan satu hempasan lagi. Onya tahu itu, tapi bagaimanapun, dia tidak akan lari.

"Maafkan saya pak...sepertinya kita sampai di sini saja." Onya berbisik, menyadari kelemahannya.

Mata Men nanar, tak ada yang bisa dia perbuat. Dia merasa semua yang diusahakan selama ini sia-sia. Mungkin hanya do'a terakhir yang bisa dia panjatkan dalam hati, karena Semuanya akan habis. Semuanya akan selesai di sini.

"JANGAN!" suara teriakan muncul dari angkasa "JANGAN KEHILANGAN HARAPAN KALIAN!"

Teriakan itu menubruk kedua monster itu. Dua tangan raksasa muncul dari angkasa dan menghancurkan keduanya.

"Hah! Datang tepat waktu!" ujar sosok gembul dengan suit Tuxedo yang membuatnya kelihatan makin chubby.

"A-anda..." Onya lega tapi tetap saja dia tidak tahu siapa yang di hadapannya.

"Fapi! Panggil aku Fapi. Pitta N. Junior, putra keempat dari Navolee! Keluarga penuh kebahagiaan!" senyumnya merekah.

Dari jauh, terdengar suara sorak sorai. Keluarga navolee merasa bantuan terkuat akhirnya datang.

"Semuanya! Semangaaaat!"

***

"Hoi, MystMan. Ini kenapa monsternya tidak habis?"

Shade dan Mystman saat ini bersembunyi di salah satu igloo yang tersembunyi.

Cuaca panas ekstrim tadi sudah berganti menjadi salju yang lebat. Sama seperti yang Franka bilang sebelumnya.

MystMan hanya mengangkat bahu. Karena dia tahu, seharusnya Shade yang lebih paham.

"Apa artinya ini?" sambil mengunyah segumpal daging kijang bakar simpanannya.

"Artinya, Ronde dua adalah penyatuan dua dunia. Kondisi ini adalah...dua mimpi buruk...yang saling...memengaruhi," setelah menyampaikan itu, si baju zirah merah terkapar. Pingsan.

"Hoi! Kau kenapa! Apa maksudmu dua mimpi buruk? Kenapa kau bisa sampai di sini?!"

Tentu saja tak terjawab, Vanart sudah tak sadarkan diri, punggungnya terluka.

"Selamatkan dia dulu, baru kita tanyai lebih lanjut." Ujar mystman.

***

Fapi yang baru saja kembali dari perjalanan jauhnya, tiba-tiba dihadang oleh berbagai macam monster. Dia berhasil menghindari beberapa, tapi akhirnya dia berhasil mencapai rumah keluarganya sekarang.

Tak menyangka, yang diselamatkannya adalah salah satu orang terpenting di Ambrossia. Matanya berbinar.

Tempat persembunyian mereka adalah gedung pemerintahan. Di situ entah kenapa ada satu monster yang tak bergerak sama sekali.

Mata Fapi semakin berbinar, suatu kejadian besar ini membawanya bertemu orang-orang hebat, bahkan wanita cantik! Master chef pasta pula! Dia jadi teringat wanita yang dicintainya dari klan spaghetti.

Kemudian dia jadi sedikit murung sekaligus terkejut saat onya menceritakan apa yang terjadi.

"Battle of Realms tidak asing bagiku," lalu dia bertukar cerita sembari membantu memulihkan Men.

"Jadi ini domba yang kau bilang tadi ya?" Fapi menatap domba itu..."EMPUUUUK!" domba itu lari ke belakang Onya, takut dengan sergapan Fapi.

"Hahahha, tapi aku ada melihat domba seperti ini saat menuju ke tempat kalian, hanya saja lebih kecil, domba berukuran biasa sepertinya, hanya saja..." Fapi mengingat-ingat yang dilihatnya, "warnanya hitam legam."

Men dan Onya bingung. Selain ada domba ini? sekarang ada domba hitam pula? Apa yang terjadi?


***

6th thread

Mereka berhasil menyelinap masuk ke Ambrossia, melewati para monster-monster yang berkeliaran. Shade mendeteksi adanya perbedaan antara monster yang muncul di areanya dengan monster yang ada di kota ini.

"Benar rupanya yang dibilang orang ini..." gumam Shade dalam hati.

Dua jam yang lalu Vanart tiba-tiba muncul di tempat persembunyian Shade dan Mystman. Dengan punggung terluka dan nyaris mati. Setelah Shade memberikan pertolongan pertama, Vanart siuman dan menjelaskan kalau dia ada bertemu dengan sosok aneh. Kecil, memakai jubah, berbadan tengkorak, berkepala besar dalam rupa mata satu. Membawa tongkat dan dia dikawal oleh empat domba.

"Kami mencoba mendekatinya tetap dengan kewaspadaan. Tapi tiba-tiba salah satu dombanya mengetahui keberadaan kami. Kami mencoba melawan." Ujar Vanart saat itu.

"Lalu, dua dari kami, saat mencoba memukul domba itu...keanehan terjadi. Tubuh mereka terurai lalu utuh kembali. Malah, salah satu dari penyerang seakan tidak berkutik dan tidak mampu bergerak. Saat kami tarik dia menjauh, dia hanya berkata 'Aku tidak tahu bagaimana cara bertarung, aku tidak tahu apa yang terjadi, rasanya semua kemampuanku lenyap!' begitu katanya," Cerita yang aneh itu mengalir dari mulut Vanart.

Sayangnya, untuk saat ini, cerita itu tentu bukanlah dongeng. Dari apa yang dilihat Shade, mungkin saja ada penyusup baru dari dunia mimpi.

Vanart pun kembali menceritakan bagaimana dia terluka. Sosok yang menyatakan dirinya bernama Oneiros itu juga tidak bisa diserang, sama seperti domban hitamnya.

"Aku takkan biarkan sang kehendak sesukanya. Pas sekali sepertinya sekarang dia memberikan mimpi buruk di alam ini. Sekalian saja ku porak-porandakan semua yang ada di sini. Terutama Reverier terpilih!" Vanart menirukan saat-saat oneiros melakukan monolog sebelumnya.

Keputusannya adalah, mereka harus bergegas ke Ambrossia. Dengan pertimbangan, daya tempur di sana lebih banyak dibanding di tempat shade ini.

Shade tidak keberatan. Bahkan mungkin bisa sekali tepuk seratus lalat. Dia bisa menjauhkan apapun yang terjadi saat ini dari Franka, dia tak mau Franka terlibat masalah yang lebih berat.

Juga, tentunya, Dia bisa menyelesaikan yang seharusnya diselesaikan di ronde ini dengan Reverier lawannya. Wamenodo Huang.

"Tapi ini payah juga...Monsternya semakin banyak. Juga...salju hitam apa ini..." bisik Shade.

Salju hitam itu tampaknya tidak memengaruhi Shade dan Mystman. Sebaliknya, Vanart merasa badannya semakin tidak karuan.

"Cepat, kita harus temui Guru."

***

"Turnamen kalian lebih aneh daripada yang pernah aku alami. Jadi, ini di dalam bingkai mimpi? Jadi ini mimpi atau kenyataan?" tanya Fapi.

Men hanya menggelengkan kepala. Onya pun mengangkat bahu saat Fapi mencoba mencari jawaban dengan melihatnya.

"Setidaknya sekarang kita bisa beristirahat sejenak. Kurasa tidak akan lebih buruk dari ini kan?" Fapi memutar-mutar adonannya dan mempersiapkan Pizza untuk penyembuhan.

"Ajarkan aku hal yang sedang kau lakukan sekarang!"

Men yang sedari tadi seakan tak punya tenaga untuk bangkit, mencengkram lengan Fapi. Dia merasa bisa kembali memintal mie dengan cara yang dilakukan Fapi.

"...." Fapi mengangguk dalam diam.

***

"Jadi kau yang bernama Men?" tanya shade.

Men hanya diam, Vanart yang mewakili Men. Vanart menjelaskan kondisi sekarang.

Men dan Shade tidak melepas pandangan dari masing-masing diri.

"Sekarang bertambah lagi masalahnya? salju hitam?" Men akhirnya buka suara.

Men dan yang lainnya yang berada di gedung pemerintahan tidak melongok keluar sampai akhirnya diberitahu Vanart sekarang.

Salju hitam menumpuk.

Lalu, beberapa combat chef yang bertugas mengevakuasi orang-orang dari kota mulai gelagapan dan terburu memberikan laporan.

"Pak...salju hitamnya..." dengan nafas terengah mereka memberitahukan hal terburuk yang ada sekarang. "..salju hitamnya, membuat...semua bahan makanan membusuk dengan cepat. Beberapa orang juga terserang demam tinggi dengan cepat. Beberapa sudah kami evakuasi. Tapi dengan begini, semua makanan akan segera musnah dari kota ini."

"..." Men terdiam, masih mengulen mienya.

Remasan Men semakin keras. Semua ini membuatnya semakin frustrasi.

"Ditambah lagi...api-api padam, tak ada api yang bisa hidup sekarang pak. Kami sudah mencoba. Tak ada yang bisa menyala."

"Apa?"

Api adalah elemen esensial di dunia ini. Kalau tak ada api, beberapa bahan yang bisa dihangatkan, bahkan proses memasak akan terhenti. Makanan busuk juga tidak bisa dimusnahkan. Yang artinya, kondisi keracunan makanan akan meningkat.

Mereka bersitegang sekarang.

Men dan Onya juga beberapa combat chef mulai memikirkan cara untuk menanggulangi bencana ini secepat mungkin. Mereka mulai kehabisan cara.

Shade yang memerhatikan mereka mulai memotong pembicaraan.

"Apapun cara yang kalian lakukan akan sia-sia," ujarnya.

"Apa maksudmu?" Men menghampirinya dengan ekspresi marah.

"Kau masih tidak paham juga? ini adalah bagian dari Turnamen. Ini adalah ulah sang kehendak. Dan kita adalah reverier. Jelas kan?" jelas Shade.

"Kita harus saling mengalahkan di sini agar semua ini selesai. Hanya itu penyelesaiannya. Ingat, bukan hanya areamu yang hancur. Areaku juga. aku meninggalkan areaku dengan risiko kehancuran yang sama dengan yang kau alami di sini. Tapi aku ambil risiko itu sekarang."

"Terus, kau mau kita saling menghajar di sini?" Men mengeluarkan pisau dari Pandragon.

"Kecuali kau punya cara lain?" balas Shade sambil mengeluarkan belatinya.

"Bagaimana kalau kalian bekerja sama untuk menghalau kejadian yang kalian sebut mimpi buruk ini?"

Fapi bersuara, dia berdiri dari tempatnya duduk.

"Kalian berdua, punya kemampuan sebesar itu kan?" sindirnya.

Men dan Shade terdiam. Men, hanya terfokus pada kondisi para penduduk dan kotanya, tidak peduli dengan apapun yang harus dia lakukan, separah apapun.Sedangkan Shade, dia sendiri merasa berada di antara pikiran perlu dan tak perlu fokus pada dunianya sendiri, asal ini selesai, semuanya pasti kembali seperti semula atau setidaknya itu prediksi yang memungkinkan.

Fapi, sebagai orang yang berpandangan lurus dan tak suka kerusakan. Memberi pandangan baru untuk keduanya. Kebaikannya memberi pencerahan pada keduanya.

"Tapi, musuh kita sekarang bukan hanya monster ini, tapi juga salju hitam ini. Monster ini—seperti yang dibilang Vanart, kemungkinan mimpi burukku, apapun kekuatan impian yang aku keluarkan, akan memengaruhi aksi mereka. Sedangkan shade, akan memengaruhi salju hitam ini. kondisi ini hanya akan berputar tidak karuan," Men masih meragukan saran Fapi.

"Ini pertarungan kalian, ini Battle of realms milik kalian. Kenapa tidak kalian gunakan secara penuh kekuatan kalian? Mimpi kalian adalah milik kalian. Gunakan semuanya!" Ujar Fapi dengan senyum tampak gigi.

Men dan Shade terdiam lagi. Mereka mulai berpikir. Sampai ada satu momen yang jelas, mereka saling bertatapan. Mereka saling membalas anggukan.

"Onya, bantu aku di dapur utama. Bawakan juga kunci rahasia Pandragon," perintah Men.

Onya mengangguk, domba Men mengikuti Men.

"Aku dan Mystman membutuhkan beberapa perlengkapan, apa ada di sini?" tanya Shade.

"Vanart, arahkan dia ke Barak Combat Chef," perintah Men lagi.

"Siap," respon cepat Vanart langsung berlari dan mengajak dua orang tamunya.

"Aku ikut bapak ya?" Fapi penasaran dengan apa yang akan dilakukan Men.
Mereka bersiap dan mulai mengerahkan kemampuan masing-masing.

***

7th thread

Men yang terinspirasi oleh kata-kata Fapi dan latihan mengulen adonan dari Fapi, mulai mempraktekkan kemampuannya. Kali ini dia tidak memakai kemampuan tangan mekaniknya untuk membuat Mienya yang pertama sejak kemampuannya kembali.

Dia mencampurkan bahan-bahan mulai dari tepung, telur sampai bahan-bahan mineral khusus penguat rasa untuk menjadikan mie yang dibuatnya berkualitas tinggi. Dia memintal mie itu penuh khidmat.

Satu bahan rahasia yang dia masukkan adalah Buah Merah. Bahan ini hanya ada di kampung Men. Dan tidak tersisa banyak, tidak bisa –atau tepatnya belum bisa diproduksi lebih jauh dalam bentuk kembang biak tanaman. Men menyimpan beberapa di kompartemen badan Pandragon. Dikuncinya dan hanya dia dan Onya yang tahu letak kuncinya.

Khasiat buah ini antara menakjubkan sekaligus mengerikan. Buah ini akan memberikan sensasi menusuk pada lidah dan dari rangsangan itu, otak akan memerintahkan tubuh untuk masuk dalam mode terdesak. Lalu tubuh akan bereaksi spontan dan kekuatan sejati dari dalam tubuh akan keluar serentak. Singkatnya, Buah ini seperti doping alami.

Men mencampurkan buah itu dalam adonan mienya. Adonan mie merah pun kini siap. Sekarang, tinggal memberikan kuah terbaik untuk mie terbaik ini. Sayangnya, efek salju hitam masih terasa.

"Sial, tidak ada api! Bagaimana ini? Onya, tidak adakah sumber api yang lain?"

Onya menggeleng. Sekarang rasanya percuma memasak ini semua, hanya itu yang terpikir.

"Butuh api?"

Mereka melongok ke arah Fapi.

Fapi menyodorkan kepalan tangannya ke arah Onya dan Men.

"Kurasa, hanya apiku yang tak padam," dari tangan Fapi tiba-tiba muncul gelombang panas, lalu bunga api merah pun memercik.

Onya takjub, terlebih lagi Men. Dia tak menyangka kemampuan langka begini dimiliki anak muda berbadan tambun ini. Bagaimanapun dari awal dia takjub dengan kehadiran Fapi. Dari perawakannya, siapapun takkan mengira dia bisa bertarung, bijaksana dan kemampuan hebat. Tapi sepertinya, karena memiliki rasa cinta yang besar, semua itu menjadi berubah.

Dari awal, Men merasa kehadiran Fapi ini, layaknya percikan takdir yang sulit ditolaknya.

"Mulailah memasak, apiku akan tetap membara!" senyumnya semangat.

Men pun mulai mengolah mienya yang pertama di turnamen ini. Ada semangat yang membuncah, mungkin ini pengaruh api semangat dari Bocah Pizza di depannya, mungkin juga karena dia menjadi bergairah setelah akhirnya bisa memasak lagi. Jiwa memasaknya kembali.

Begitupun, rasa khawatir tetap muncul sedikit. Kecemasan kalau-kalau masakannya hancur tetap ada. Berulang kali dia menggumamkan, "Resep itu tak berjiwa, Cheflah yang memberikan jiwa pada makanan."

Dia mencurahkan segalanya pada mie pertamanya ini. Bahkan pada sentuhan akhirnya dia tak main-main. Mie berwarna merah dengan kuah kaldu berwarna bening dengan cacahan sayur kuning dan irisan daging terbaik. Onya dan Fapi yang melihat tanpilan dan menicum aromanya saja rasanya seperti disengat sesuatu.

Rasanya tenaga mereka meluap.

"Maaf, aku hanya memasak dua mangkuk untuk kali ini, hanya untukku dan Shade," ujar Men sebelum kedua orang disampingnya meminta makan.

"Yaaaah," Fapi kecewa, tapi tidak keberatan.

"Apa nama menu ini pak?" Onya menyimpan kekecewaannya dalam hati.

"Aku beri nama..." Men berpikir dalam-dalam, "O-Men."

***

Shade dan Men bersiap. Masing-masing sudah menyiapkan peralatan dan hal yang diperlukan.

Baru saja mereka mau bergerak, sesuatu yang gawat terjadi.

Monster yang ada di depan Gedung pemerintahan mulai bergerak. Monster terbesar yang ada di situ akhirnya mulai beraksi.

Dengan cepat Men dan Shade meminta Mystman dan Vanart untuk tinggal di gedung pemerintahan. Ini pertahanan terakhir. Men dan Shade ingin fokus dengan musuh di depannya. Dengan ini beban mereka bisa berkurang.

Mystman dan Vanart Setuju.

Setelah mendapatkan keringanan, Men segera menyerahkan mie buatannya pada shade.

"Saat lagi begini disuruh makan?"

Tapi tetap dilahapnya. Men juga mulai menyantapnya dengan cepat.

O-Men itu benar-benar berpengaruh besar pada keduanya. Otot mereka membesar, syaraf mereka terasa tertarik dengan sangat kuat, jantung mereka terpacu karena aliran darah yang mengalir cepat.

Tak ada dialog lebih lanjut, mereka menghajar monster tersebut. Men fokus pada bagian bawah tubuh monster. Men harus bergerak seefektif mungkin. Tubuhnya sendiri lumayan berat, maka serangan-serangan mendasar ke bagian bawah adalah yang paling tepat. Sedangkan serangan lincah, berputar dan melompat diserahkan sepenuhnya pada Shade.

Setiap kali mereka dihempaskan monster, saat itu juga mereka bangkit dan kembali menyerang. Sampai akhirnya Men mampu meremukkan kaki monster tersebut dan shade menghujamkan belati, granat dan bahan peledak lain yang dia miliki.

Ledakan itu membuat tubuh monster besar itu tercerai berai.

Selesai? Tidak. Tiba-tiba monster muncul semakin banyak, salju semakin lebat. Tapi mereka tak menyerah.

Semakin banyak monster, semakin cepat mereka bergerak.

Semua yang melihat mereka terkesima. Mereka berdua tak saling kenal. Mereka berdua bahkan harusnya saling membunuh. Tapi kini mereka bergerak sinkron dalam menjalani ujian ini.

Fapi berbeda, dia terus bersiaga dengan adonan di tangan kanannya dan api membara di tangan kirinya tanpa terlalu memerhatikan aksi mereka. Tugasnya jelas, melindungi penduduk yang selamat agar tidak didekati monster dan menjaganya dari salju hitam yang terus muncul.

Usaha mereka tampak membuahkan hasil. Karena kekuatan keinginan dan impian mereka dipaksa seimbang sekarang, efek mimpi buruk itu perlahan berkurang dan terus berkurang.

Saat kekuatan impian Men membesar, monster-monster terus berdatangan dan menghajar mereka berdua. Tapi mereka terus menghancurkannya. Namun dengan itu, kekuatan Shade membesar.

Saat kekuatan impian Shade membesar, salju semakin kuat, namun dengan kemampuan Legendary centurizan Chefnya, dia mampu bertahan dan salju itu semakin menipis.

Semuanya saling berkesinambungan sekarang.

Mimpi buruk ini hampir berakhir.

Seharusnya...

***

"Saatnya aku melakukan pekerjaanku,"

Oneiros muncul! Keempat dombanya berkeliling di dekatnya. Semuanya benar-benar lupa akan adanya sosok ini. Dia datang dalam sunyi.

"Serang!" teriak Oneiros.

Belum lagi Men dan Shade selesai menghadapi mimpi buruk ini, hal yang lebih buruk malah muncul sekarang.

Fapi melebarkan adonannya dan langsung membuat pizza raksasa untuk melindungi warga. Berapa kalipun domba-domba hitam itu mencoba masuk dengan menanduk Pizza itu, mereka terpental kembali.

Fapi memberi api pada pizza itu, satu domba terpental dan terbakar saat mencoba menanduk lagi, tapi tidak mati.

"Ck, ternyata reverier-reverier ini punya tenaga bantuan yang menyusahkan."

Oneiros memerintahkan keempat domba hitam itu untuk berputar dan mencari celah masuk. Fapi semakin kewalahan.

Sementara itu, Domba putih milik Men semakin bersembunyi di balik Onya. Onya berusaha menenangkannya.

Sebaliknya, Domba putih milik shade, alih-alih bersembunyi. Dia memancing domba-domba itu menjauh dari penduduk. Sayangnya hanya dua domba yang tertarik mengejarnya.

Shade yang melihat itu teralihkan perhatiannya. Keseimbangan runtuh. Monster semakin bertambah.

***

Domba milik shade hampir musnah. Dua dari empat domba hitam milik oneiros melumat dan memakannya. Energi impian dalam domba itu hampir habis.

Shade sendiri kewalahan menghadapi monster-monster yang semakin banyak datang. Salju pun semakin menghilang.

Shade berteriak ke Fapi, "Fapi gunakan adonanmu!"

"Untuk apa?!" dia tidak paham apa yang dimaui Shade.

"Domba hitam itu memang tidak bisa dipukul ataupun dilukai, tapi bisa dikurung kan? kalau dilingkupi dengan adonanmu, mereka takkan bisa berkutik! Cepat!" Shade terus menembaki domba-domba itu.

Fapi yang tersadar dengan ide itu langsung mengkreasikan pizzanya. Dua domba yang berputar di sekelilingnya, dia tangkap. Lalu dia maju dan menghalau dua domba yang menghabisi domba milik Shade.

"Berhasil!" Fapi membawa dua gulungan pizza berisi domba-domba Oneiros.

Itu, adalah kesalahan langkah yang mereka lakukan.

Oneiros marah. Kepalanya—mata besar itu memerah. Serigala mencuat dari lubang di matanya.

"Kalian menyusahkan, kalian merebut domba-dombaku!" gusar, marah, Oneiros tak suka dombanya diapa-apakan.

Serigala itu memakan habis domba Shade. Shade terpaku. Rasanya ada yang hilang, dirinya merasa kaku.

Men mengabaikan serangan monster yang datang dan menghampiri Shade.

"HOI! Kau kenapa?! Berdiri!" dia melindungi shade dari gempuran dahsyat para monster.

Domba milik Men yang melihat kejadian itu, mulai merasakan sesuatu dalam dirinya.

"Shade! Berdiri! Kita harus selesaikan ini!" teriak Men.

"Kalian takkan kubiarkan mengacau alam mimpi lagi!" Oneiros semakin marah.

Serigala itu bereaksi pada kemurkaan Oneiros. Dia mengamuk dan mencengkram lengan Men. Koyak, pendarahan terjadi. Shade tetap tak bergerak. Fapi kewalahan karena Domba-domba yang dia tangkap pun mulai berontak keras.

Mereka kehabisan langkah. Serigala itu kembali menggeram, mengambil satu langkah kebelakang dan bersiap melompat. Satu terjangan, dan Men akan mati.

"MBEEEEEK!!!"

Domba milik Men menabrak serigala itu. Terjangan serigala batal. Domba itu melindungi Men.

"Kau..." Men terkesima.

Onya juga terkejut. Tiba-tiba Domba penakut itu melaju kencang dari belakangnya. Tak bersembunyi lagi.

Di saat yang sama, domba-domba hitam milik Oneiros lepas dari Fapi.

Fapi segera lari dan kembali melindungi penduduk. Tenaganya sudah mulai habis, takkan sanggup jika harus mengurung empat domba itu lagi.

Semuanya semakin kacau.

Domba Men berusaha mengelabui keempat domba lainnya agar tidak menyerang Men ataupun Shade.

Men bangkit, dia merangsek ke arah serigala itu. Menggunakan semua peralatan yang dia punya dan membelitnya dengan lengan mekaniknya.

Tenaga lawan tenaga. Men menguras semua tenaga yang tersisa. Otot-otot Men mengeras, teriakannya menandakan usahanya yang terakhir.

Lalu...

Di satu detik itu, semuanya berakhir.

Saat keinginan dan kekuatan Men untuk bertahan, berada di puncaknya. Men berhasil memusnahkan serigala hitam Oneiros.

Namun...

Di saat itu juga, Shade yang lepas dari perhatian siapapun, hancur diremuk oleh monster-monster yang tiba-tiba muncul mengelilinginya.

Tubuhnya tercerai berai. Pemandangan yang tak mengenakkan.

Mystman melihat asuhannya hancur jauh dari posisinya...semuanya hancur...

Domba Men mengembik keras.

Ronde ini berakhir dengan kemenangan Men. Kemenangan yang sama sekali tidak langsung. Kemenangan yang...kacau.

***

8th thread

"Wah, wah...seru sekali!"

Zainurma, sang kurator Museum Semesta. Keluar dari dalam portal bersama Mirabelle.

"Aku akan usir Oneiros," Mirabelle langsung mengambil langkah.

"Ah, ya ya...urusan dombanya serahkan saja pada Huban, biar dia yang usir. Dia juga pasti kesal melihat kerjaan Oneiros," kata Zainurma Cuek.

Dia senang-senang saja untuk urusan satu itu, "Malas," itu katanya dulu saat harus berhadapan dengan Oneiros.

"Sekarang aku harus datangi tuan rumah yang di sini," ujarnya.

"Tak perlu repot," satu lengan Mekanik menembus tubuh Zainurma, dari punggung sampai ke dada.

"Eheh," respon Zainurma hanya tersenyum kecil.

Tubuhnya tetap tak bisa dilukai. Penghuni Museum semesta masih tidak bisa dilukai sembarangan. Dari tusukan Men, tubuh Zainurma terpencar, kemampuan abstraksinya membuatnya mampu mengurai tubuhnya dan kemudian bersatu kembali, utuh.

"Kasar sekali," kata Zainurma.

Men hanya menanggapinya dengan berulang kali menyerang tubuh sang kurator.

"Beneran mau ngajak berantem nih?"

Men menghentikan serangannya,"Kau sudah mengacaukan banyak hal di sini, entah itu maunya sang Kehendak, atau mau mu, aku tak peduli. Kau bertanggung jawab atas semua ini."

Zainurma membetulkan jasnya dan menghela nafas. Dia malas sekali menanggapi pembicaraan ini.

"Kau..." Zainurma kembali bungkam. Keduanya diam.

Onya yang dari jauh memerhatikan Men dan dua orang di dekatnya, mulai khawatir.
"Apa yang mereka bicarakan?"

Onya semakin terkejut saat si wanita berzirah emas mengarahkan tusukannya ke Men.

Namun Onya lega, karena Men masih bisa menangkap tombak si wanita dengan tangan mekaniknya.

"A-apa aku harus kesana?" gelisahnya.

"Tak usah," Vanart menanggapi ekspresi cemas Onya. "Ini urusan mereka, tak usah menambah runyam keadaan yang ada."

Vanart dari tadi ikut membantu korban bencana kali ini. Cukup banyak yang terluka.

"Tapi..." Onya bingung.

"Percaya saja pada guru," tangannya tak berhenti melilit perban pada salah satu korban,"Kau yang lebih lama bersama dengannya kan? percayalah pada kekuatannya."

"Bukan kekuatannya yang aku pikirkan...tapi...." alasan itu tetap tersimpan di hati Onya.

***

Mystman mengambil alat komunikasi yang tergeletak. Suara Franka dari seberang sana, kepanikan membumbung di hatinya.

"Dia sudah tiada."

Jawaban Mystman mengguncang Franka. Dia kehilangan Muridnya, sekaligus kehilangan sosok berharga bagi negaranya.

Namun dia berusaha tenang, berusaha menjalankan permintaan Shade. "Serahkan alat komunikasinya pada Huang," ucapnya.

"Dari Franka," Mystman berbicara pada Men sambil memberikan alat itu pada Men, "Ada yang mau dia sampaikan."

Men mengambilnya lalu mendengarkan apa yang dikatakan Franka. Tak ada perubahan pada mimik wajahnya. Tak ada satu bait kata pun yang keluar dari mulutnya. Tak ada suara apapun didenguskannya. Dia hanya diam, dan mendengarkan.

Tak lama, Men menyerahkan kembali alat itu pada Mystman.

"Onya, kumpulkan seluruh bagian Shade. Sekecil apapun. Kalau perlu atom tubuhnya jangan ada yang terlewatkan." Perintah Men terdengar datar. Tanpa menoleh. "Bawa ke Dapur Khusus Centurizan."

Onya terkesiap, dia sudah tahu apa yang akan dilakukan Men.

"Apa yang akan kau lakukan?!" gusar Mystman.

"Aku akan memakannya," Jawab Men cepat sambil berlalu.
Mystman terkejut, berusaha meminta penjelasan pada Men, tapi ditahan oleh Vanart. Yang lain terdiam.

"Franka! Apa yang kau katakan padanya?" tanya Mystman yang tak mendapat jawaban dari Men.

***

Epilog

Dalam keheningan malam, dan redupnya cahaya. Men duduk dalam lingkaran pikirannya sendiri.

Dia memeriksa kondisi tubuhnya. Beberapa bagian yang luka, remuk ataupun terpotong sudah kembali pulih. Setelah memakan Shade, dia merasa mendapat energi baru, dan pemulihan dirinya dalam Mode Centurizan menjadi lebih cepat.

"Benar yang dikatakan wanita itu," gumamnya.

Bahkan dia merasakan ada inspirasi baru yang mengalir dalam kepalanya, "aku harus mencobanya besok."

Men juga mengulang kembali semua yang sudah dia lalui beberapa waktu ini.
Dia tetap tidak terima dengan semua hal yang berjalan. Memang ini keputusannya untuk maju di turnamen aneh ini.

Tapi sikap Zainurma dan dua rekannya membuatnya geram. Mereka seakan memiliki agendanya sendiri untuk mengadu para reverier. Siapapun yang kalah, mereka tidak peduli. Siapapun yang menang, rasanya akan disedot sampai habis tak bernyawa.

"Kau tak perlu berpikir lebih jauh lagi! Ikuti saja alur yang diberikan sang kehendak. Toh dirimu bisa dapat apa yang kau mau, kalau bertahan kau juga akan bisa berkembang lebih jauh dari yang kau bayangkan selama ini!"

Ucapan Zainurma tak bisa dibantahnya, tapi kejijikan yang muncul dalam dirinya terhadap orang ini juga tak bisa dibantahnya.

Kemampuannya bukan hanya kembali, tapi berubah sedikit demi sedikit. Perubahan itu juga memengaruhi daya hidup dan cara pandangnya.

200 tahun lebih dia menghadapi banyak hal, dan setiap kali, selalu ada fase dimana dia harus mengambil keputusan yang arahnya kadang tidak dia sukai.

Semuanya hanya demi keamanan negerinya, demi para dewa yang menganugerahnya masakan.

Demi dirinya. Agar tidak terus berkubang dalam perasaan tak mampu. Perasaan putus asa.

Saat ini, dia paham, mau ini adalah mimpi ataupun dunia nyata dengan keajaibannya yang tak terukur, dia harus selalu bisa memintal benang takdirnya dengan seluruh kemampuan yang ada. Tak boleh ada keraguan. Tak boleh ada kesombongan.

"Karena ini semua, selalu tentang memakan, atau dimakan."


--


>Cerita sebelumnya : [ROUND 1 - 6F] 15 - WAMENODO HUANG | PEMIEMPIN ADIL
>Cerita selanjutnya : -

13 komentar:

  1. Saya udah ngira Fapi sama Men satu universe, jadi ga heran juga begitu keluarga Navolee disebut. Cuma obrolan sama Fapi jadi bahan pikiran juga buat semua yang make karakter 'senior' ketemu karakter baru (macem canon bang Ichsan) : yang ngadain beda, tapi kenapa namanya sama" Battle of Realms?

    Dibanding entri Shade, entri ini lebih mulus masuk ke konfliknya, manifestasi mimpi buruknya juga menarik. Paling agak disayangkan Shade matinya karena faktor kecelakaan. Saya sempet mikir juga gimana ini bakal berakhir kalo dua"nya kerjasama dan ga ada salah satu yang kalah, tapi ternyata ngambil jalan 'kehendak penulis' ya

    Dan akhirannya, Shade dimakan. Ini juga saya ga kepikiran, tapi makes sense buat karakter Men yang notabene chef dan Lawful Evil. Penasaran apa Men bakal jadi kayak Kirby yang dapet kemampuan baru dengan ngisep (makan) lawan"nya

    BalasHapus
  2. 1. Soal nama sama pelaksana beda...
    Ini aye anggapnya battle of realms itu terus berpindah2 lokasi dan pelaksana karena suatu link.

    Saat satu selesai, "ide/konflik" dari bor itu seakan pergi, dan terbang, nemplok ke entitas lain. Jadi...ya gitu...

    2.aduh, susah ternyata lepas dari pandangan "cerita dari kehendak penulis".

    Aye udah usahain alurnya jalan:
    Domba sebagai pemicu mimpi terdesak, men kacau dan lepas fokus pertarungan, shade menguat dan bertahan dari serangan monster, men coba selamatin domba, Keinginan/impian men menguat karena itu, itu menekan mimpi buruk dari shade dan menguatkan efek mimpi buruk di tempatnya (monster), karena itu monsternya makin banyak, dan akhirnya shade ga bisa bertahan.
    Mau gambarin itu bener2 laga keinginan/melindungi impian secara ga langsung. Tapi ga dapat ye.

    3. Kemampuan barunya bakal terwujud jadi Menu Mie baru.

    Thanks sudah komen, ditunggu votenya.

    BalasHapus
  3. Kesan saya pas baca, mungkin saya aja kali ya, ini narasinya hampir-hampir datar. Kurang penjiwaan. Kayak, ngejelasin semata orang melakukan A dan B, dst. Ya, kita tahu mereka ngapain. Tapi nggak tahu gimana isi benak mereka, maupun bayangan tentang visualnya. Semacam orang melantangkan naskah drama, tapi nggak ada pertunjukannya. Paparannya pun radak tell dan kurang dielaborasi. Bukan sesuatu yang gimana banget sih, cuman kalo buat saya hal tsb bisa bikin saya kurang masuk ke dalam ceritanya. Saya ngutamain narasi dulu soalnya.

    Ke alur: ini juga cepat, akibat pembawaan narasi seperti yang sebelumnya saya sebutin. Dan sama kayak Shade (dan entri saya sendiri pula), ini entri di awal nggak langsung ketemu musuh. Malah ke event” tertentu dulu. Tapi jujur aja, kalo di Shade saya melihat ngulur-ngulur di awalnya itu demi pendalaman OC dan juga pembangunan kanon serta worldbuilding, saya belum nangkep alasan awalan rada panjang di Men ini. Untung, beda dari Shade, Shade rada lebih dianggap dengan menyelipkan PoV-nya.

    Dan entri ini, bukan hanya lawan yang kurang terasa gimana isi kepala mereka, Men sendiri terasa kurang pendalamannya sbg karakter.

    Tapi satu yang paling memorable buat saya: monster-monster makanan itu. Eww, lemon tea pake kecap. Eww.

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
  4. Entri Men konsisten ringkasnya ya bang Dhiko. Saya jujur nggak capek karena sekali duduk, bolak-balik entrinya kurang lebih lima menit, saya udah bisa ngerti ama cerita yang disajiin Men di sini.

    Tapi ya, lagi-lagi, seperti entri Nano sebagai pembanding, entri yang ringkas rawan kekurangan, terutama di bagian penjiwaan atau emosi dalam cerita yang dibuat. Sayangnya Men juga kena gejala ini. Ada beberapa bagian yang kerasa kayak "Udah, gitu aja?" tanpa meninggalkan kesan yang kuat. Meski harus saya akui dialog bersama Fapi dan perwujudan mimpi buruk Men adalah hal yang saya suka di sini.

    Saya hampir lupa kalau Men alignment-nya Lawful Evil di sini. Sepanjang cerita, kelihatannya Men malah netral kalau menurut saya.

    Tapi... begitu di akhir, saya jadi makin kekait dengan Men. Semua karena satu kalimat ini:

    "Karena ini semua, selalu tentang memakan, atau dimakan."

    Langsung saya kepikir Kamen Rider Amazons. Jangan-jangan Men tidak akan segan kalau musuhnya dimakan ya? Mulai dari sini.

    Overall, untuk sebuah turning point, saya rasa sudah OK. Yang sangat disayangkan cara penyelesaian konflik dengan Shade kurang mantep aja.



    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe lupa salamnya. Votenya menyusul ya ;)

      Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut.

      Hapus
    2. Atas pertimbangan:

      -Kanon Men yang menghibur dan membuat penasaran, meski sebenarnya kanon Shade juga sama-sama menghibur dan membuat penasaran
      -Twist yang dibuat pada akhir menaikkan ekspektasi terhadap kanon Men
      -Karakterisasi yang juga menaikkan ekspektasi terhadap Men

      Enryuumaru dan Mbah Amut memutuskan untuk memberikan Vote terhadap Men.

      Ini salah satu vote yang sulit, karena Shade dan Men sebenarnya sama-sama menyajikan cerita yang bagus. Namun harus saya akui saya lebih bersemangat saat melihat karakter Men dan tema yang disajikan dalam ceritanya.

      Hapus
  5. @_@:
    “Wahaha, temen masak di kuliah lab kuliner! Bergabunglah dengan kelompok 4 yang tak bisa masak semua agar mendapat vote kami… eh nyuap ding, rasa sianida ajah. Ghoul, gemana menurutmu? Dukung siapa, nih? Kalo vote Men, makan mi tiap hari, loh…”


    GHOUL:
    “Shade aja, soalnya dah ikutin dari fbc, sayang aja kalo belum tuntas…”


    @-@:
    “Kayaknya Mum sama. Soalnya di entri Men kok battlenya rada sudden gitu. Gak ada perkembangan yang halus, langsung aja tiba2 datang monsternya. Nih kesannya kayak langsung banjir tanpa hujan. Prosesnya tak jenuh, berantai tunggal semata…

    Baca judulnya, Keseleo de lidahnya, aku baca kayak logat gagapnya Thapki…

    Kehendak, Pak (huruf awalan huruf besar karena pengganti nama mahluk hidup).
    Para reveriers (pake ‘s’, kan jamak).
    Sang kurator (huruf ‘k’ kecil).

    Si gembala para domba hitam—Oneiros.
    Si kepala bantal—gembala para domba putih
    (perkenalkan, tanda baca itu namanya em dash).

    Memerhatikan (memperhatikan karena kata dasarnya ‘hati), jadi p ga luluh).
    Silakan (ga pake ‘h’).
    Ekstrem.

    Ada Pesan moralnya ya, jangan buang2 makanan. Aku suka itu!

    Setelah diskusi sambil makan bakmi mewah, kami memutuskan vote diserahkan pada…”


    GHOUL:
    “SHADE!!! Ya meski typonya jatuh sana-sini menghujani mataku sampai lebam-lebam, tapi dimaafkan ajalah karena alur cerita menarik. Enak diikuti pendakiannya, ga langsung sudden aja kesannya. Jadi ga kaget perkembangannya. Seperti yang dibilang di awal tadi, battle di entri Men terlalu sudden tanpa adanya perkembangan adonan. Kurang sreg aja gitu dengan suddennya.”

    :=(D

    BalasHapus
  6. Men :
    Untuk Mas Men
    Cerita yang dibawakan mudah diikuti. Narasinya singkat dan cukup menjelaskan situasi yang terjadi. Bahkan penggambaran mimpi buruk yang diceritakan jauh lebih baik dari entri Shade. Bisa dibilang bencana yang terjadi di sini termasuk yang paling memorable cos temanya makanan, wkwkwkwkwk..
    Karakter yang dimainkan juga lebih banyak. bahkan Fapi aja sampai turun tangan. Jauh lebih rame dan variatif. OC lawannya juga lebih dapat “spot”. Sayang sekali, deliverynya masih kurang mulus. Lawan mati karena kecelakaan, saya mengharapkan kematian Shade bisa dibikin jauh lebih epik lagi.
    Dan juga narasi yang singkat memiliki konsekuensi sendiri. konflik yang ditonjolkan kurang berasa nendang, lebih seperti angin yang cepat berlalu. Itu preferensi pribadi sih, tp bg saya itu ttp aja berpengaruh di enjoyment pada cerita yang dibawakan.

    BalasHapus
  7. Openingnya dimulai dengan pace yang cukup cepat walau shownya tetep banyak. Kemunculan rivalnya men juga kersa impactnya walau porsinya lebih dikit dari Men yang berkutat dengan Vanart.

    Vanart ini karakter dari setting sebelumnya kan? Dia jadi kerasa berasal dari satu universe sama Men karena udah memihak pada Men. Ditambah lagi mereka berpesta dan Vanart ternyata masih mengawasi Men sampe battle pun.


    Kalau saran, saya cuma ada saran waktu monster2 di depan gedung pemerintahan mulai beraksi, mungkin kalau lebih diungkap lagi gimana Men sama Shade ngantisipasi mereka. Gimana terkejutnya mereka dan rusuhnya keadaan seketika. Pasalnya, Men dan Shade kan udah nyiapin peralatan, eh malah diganggu monster. Kesel.

    Berikut penggalan adegan yang dimaksud:

    [Shade dan Men bersiap. Masing-masing sudah menyiapkan peralatan dan hal yang diperlukan.

    Baru saja mereka mau bergerak, sesuatu yang gawat terjadi.

    Monster yang ada di depan Gedung pemerintahan mulai bergerak. Monster terbesar yang ada di situ akhirnya mulai beraksi.

    Dengan cepat Men dan Shade meminta Mystman dan Vanart untuk tinggal di gedung pemerintahan. Ini pertahanan terakhir. Men dan Shade ingin fokus dengan musuh di depannya. Dengan ini beban mereka bisa berkurang.]

    O-Men! Nyambung karena ini pertanda buruk.

    Lalu. Kemunculan Fapi dan keluarganya udah bisa menyajikan nuansa 'Bangkit' karena narasi sebelumnya udah despertate banget soalnya dengan mengatakan semuanya bakal berakhir di sini.

    Adegan pemberian kabar kematian Shade ke Franka saya suka. Jadi lebih mengejutkan.

    PUCUNG

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini jenis komen yang aye butuhkan.
      Mantap!
      Ditunggu votenya.

      Hapus
  8. Karena harus membandingkan 2 cerita sekaligus maka penilaian secara bersamaan tidak bisa dielakkan

    Gaya Penceritaan :
    Sama sama menarik dengan 2 style yang sangat berbeda, dimana kisah Men ini mengingatkan pada gaya penceritaan ala LoTR sedangkan kisah Shade dengan gaya penceritaan Novel Action. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan pihak men penceritaannya cukup mengalir tapi sayang kurang memberikan pendalaman lebih lanjut ke karakter Men, mungkin akibat terlalu banyak karakter. Sedangkan pihak shade biarpun cerita cukup memberikan gambaran tambahan untuk char shade tapi lompatan timeline antara tiap chapter membuat kenyamanan membaca berkurang.

    Alur Cerita :
    kedua pihak sama sama mencoba memberikan cerita yang berbeda, Walaupun setting cerita di pihak Men lebih menarik tapi konklusi akhir pertarungan yang terasa terlalu sederhana kesannya terlalu menyia nyiakan potensi Shade. Sedangkan setting cerita Shade terlalu klise, dengan adegan pencarian jati diri dan segala macam memori dibelakangnya, apalagi penggambaran Men dan para pengikutnya di kisah Shade terasa melihat char yang berbeda dibandingkan versi pengarang aslinya

    Overall
    Kisah versi Men sebaiknya lebih memberi porsi lebih kepada Men sebagai tokoh utama, baik itu pikiran maupun tindakan nya. Pembaca mungkin akan lebih menikmati pertentangan batin yang ada dalam kepala Men.
    Kisah versi Shade sebaiknya jangan terlalu berlebihan dalam mengumbar masa lalu shade sehingga malah terasa menutupi kisah para dreamcatcher yang merupakan background story utama

    btw, sama sama nggak menulis cerita dari sudut pandang orang pertama ya?

    Nilai Akhir
    Versi Men : 7/10 (Butuh pendalaman karakter yang lebih banyak, dan konklusi yang lebih baik)
    Versi Shade : 8/10 (karena Franka dkk dikisahnya terasa lebih mempunyai peran dibandingan Vanart dkk disini)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thaaanks untuk nilai dan komentarnya...
      Untuk votenya, vote siapa nih untuk yang diinginkan buat lanjut?

      Hapus
    2. Mungkin kisah Men lebih baik diberikan kesempatan sekali lagi, selain masih banyak potensi yang belum digunakan, sekaligus bisa untuk menjadi memperbaiki apa apa yang sebelumnya masih dirasa kurang, Untuk kisah Shade sendiri, terlalu awal untuk memainkan semua kartu membuat agak susah untuk melihat nya berkembang lebih jauh dari jalur yang sedang dijalani saat ini.

      Hapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.