Selasa, 23 Februari 2016

[FBC] 003 - RAKAI JAE IRENG

RAKAI JAE IRENG
VERSUS
EOPHI RASAYA
[Tantangan N2]
oleh: Gin Anjar

---

Cahaya Merah Putih
#1
Mimpi Khayalan

Impianku
Apa impianku?
Apa aku punya impian?
Aku rasa tidak ada

Impianku
Yang kupunya harapan
Ya, hanya sebuah harapan
Berharap bisa melawan manusia kuat itu lagi

Rakai Jae Ireng, begitulah seorang berpakaian serba hitam yang baru saja melantunkan dua bait puisinya. Dia duduk di dahan pohon yang tinggi sambil menatap langit yang cerah. Kala itu matahari tepat di atas kepalanya. Terik sang surya mengharuskan keringatnya untuk mengalir beberapa tetes dari pelipis sampai ke dagu.

Jae, begitulah panggilan sosok kurus tinggi dengan rambut keriting sebahu. Dia juga memiliki julukan dari manusia-manusia di sekitar tempat tinggalnya. Hantu Penjaga Pulau, begitu orang menyebutnya. Dia memang terlihat seperti hantu kalau dilihat dari pakaian yang serba hitam dan berkulit pucatnya. Ada pula yang mengategorikan mayat hidup. Bahkan saat sang raja pop dunia, Michael Jackson meninggal, Jae disebut-sebut sebagai penampakan sang idola. Padahal Jae sudah ada jauh sebelum kejadian peristiwa tersebut.

Jae sudah hidup sejak peperangan melawan penjajah negaranya. Mungkin hanya dia saksi mata yang masih ada sampai sekarang. Satu-satunya orang yang tahu bagaimana kapalnya bisa karam saat melawan penjajah. Lalu bagaimana cara mayat teman-temannya hangus terbakar oleh bubuk mesiu.

Di atas dahan dia berada merupakan tempat tinggalnya sekarang. Sebuah pulau bernama Pulau Tak Bernama. Kira-kira Jae sudah menetap selama seratus tahun di pulau tersebut. Setiap harinya Jae berpatroli di sekitar pulau pribadinya. Jae juga sering pergi ke kota untuk mengganggu manusia. Jae melakukan kejahilannya hanya pada orang yang tidak peduli lingkungan saja.

"Panasnya membuatku ngantuk. Apa sebaiknya aku tidur dulu ya? Hm... Baiklah. Sudah setengah hari ini aku mengganggu manusia-manusia itu. Tidak ada salahnya kan istirahat?" ucap Jae sebelum merebahkan tubuhnya di atas dahan.

Jae menatap langit. Beberapa detik kemudian matanya tertutup. Dia berusaha senyaman mungkin dan berharap memimpikan sesuatu yang indah. Seperti berjemur di pantai utara pulau, bersama tiga wanita cantik dan sebelas anak kecil, yang semua itu adalah anggota keluarganya.

Dalam hitungan menit Jae sudah tertidur pulas. Dia telah asyik berada di alam mimpinya. Angan-angan yang tadi dia pikirkan, sekarang terjadi di dunia mimpinya, dan sama persis. Apa ini yang disebut mimpi khayalan diri sendiri?

"Ayo mas Jay sini ikut renang!" Seorang wanita cantik memanggilnya di tepi pantai. Wanita itu memanggil dengan sebutan agak orang barat. Sehingga Jae mengernyitkan dahinya.

"Iya ayah. Ayo kita main voli air!" Seorang anak kecil juga memintanya untuk ikut masuk ke dalam air. Lalu beberapa anak lainnya juga.

"Ah. Baiklah istri-istri dan juga anak-anakku." Jae beranjak dari tikar yang sedari tadi menjadi alas duduknya.

Terlihat anak-anak Jae bersorak. Wajah-wajah bahagia dari anak-anak itu menyambut sang ayah di tepi pantai. Salah satu anaknya melempar bola ke arahnya. Jae berhasil menangkapnya. Dia bergegas masuk ke dalam air.

"Ayah terima pukulan dari ku! Huahahaha!" seorang anak laki-laki berambut pirang berteriak. Dia bersiap melakukan smash.

"Oke. Ayah siap!" jawab Jae dengan wajah kebahagiaan.

Begitulah Jae menikmati hari-hari bersama keluarganya di alam mimpi. Tertawa bersama anak-anak dan istri-istrinya. Sungguh menyenangkan jika itu benar-benar terjadi di alam nyata. Walau dia sadar itu hanya ada di mimpi, dia tetap merasa senang.

Buak!

"Ahahaha. Ayah kena bola!" beberapa anak tertawa melihat wajah Jae memerah terkena bola voli.

"Aduh. Kenapa musti kena bola si? Memalukan. Gara-gara melamun dan rasa senang ini. Ah yang penting ini sangat menyenangkan sekali. Hehehe. Tidak apa-apa ini kan mimpi. Tidak sakit juga kok." Jae berkata dalam hati sambil berdiri lagi.

"Ayah tidak apa-apa kok. Tenang saja ayah kan ayah kalian yang hebat!" Jae berenang mengambil bola yang tadi mengenai wajahnya.

"Hore! Ayo ayah kita balas kekalahan tim kita!" seru seorang anak gadisnya yang berpenampilan sedikit tomboi.

Mereka pun melanjutkan pertandingan voli air keluarga.

#2
Gadis Pembawa Payung

Satu jam berdasarkan waktu di alam mimpi telah berlalu. Wanita dan anak-anak yang menghiasi mimpinya mulai pudar. Apa waktu mimpi khayalannya hampir habis? Jae menyikapinya dengan rasa bingung dan berusaha mencegah. Namun sesuatu memaksa dirinya untuk diam dan menerima khayalannya terhapus.

Gelap. Alam mimpinya menjadi gelap. Jae mengamati tubuhnya. Meskipun gelap dia masih bisa melihat setiap detail tubuhnya. Lalu dia bertanya-tanya pada diri sendiri.

Kenapa? Ada apa ini? Suara batinnya.

"Hai, permisi. Apa kamu yang bernama Jahe?" Seseorang menyapa dari belakang.

Suara yang begitu ramah masuk ke telinga Jae. Jae pun berbalik badan. Lalu dia menjawab, "Ah. Siapa ya? Maaf ya, gadis kecil. Namaku bukan Jahe. Tapi Jae, Rakai Jae Ireng."

Gadis berkepala bantal itu malah tertawa kecil. Jae menatapnya semakin aneh. Lalu gadis itu membuka payungnya. Dia bergerak-gerak layaknya seorang gadis yang sedang malu.

"Maaf." Hanya itu yang gadis kecil katakan.

"Tunggu. Aku punya pertanyaan." Jae maju satu langkah dan berlutut, agar tingginya seimbang dengan gadis itu. Jae menyipitkan matanya.

"Kenapa kamu bisa tahu namaku? Lalu kamu siapa ya? Aku tak pernah melihatmu." Jae berhenti dan sedikit berpikir sambil mengelus-ngelus dagunya. "Apa tempat gelap ini buatanmu?"

"Ng. Tadi kau bilang apa? Banyak amat pertanyaannya." Gadis itu menggaruk kepala bantalnya.

Jae yang sedari tadi melihat keanehan kepala gadis itu tidak berkomentar apapun. Dia tidak tertawa, takut, atau semacamnya. Jae justru menganggapnya biasa dan lumrah. Apa Jae pernah berkhayal tentang sosok seperti gadis itu? Mungkin saja.

Si gadis berjalan beberapa langkah ke kiri. Dia berhenti dan kembali menatap Jae. Lalu dia mengubah warna tempat mereka berada menjadi lebih berwarna seperti pelangi.

Sesaat Jae kagum akan keindahan warna-warna yang terlukis rapi di langit maupun tempatnya berpijak. Porsi warna dan gradasinya sangat menakjubkan. Butir-butir bercahaya seperti kunang-kunang terbang melintas di depannya.

"Namaku Ratu Huban. Aku tahu segala sesuatu yang ada di mimpimu. Oh ya. Kau punya impian yang menarik ya?" Ratu Huban melanjutkan selagi Jae menikmati keindahan alam sekitarnya.

"Fantastis." Jae bergumam.

Merasa kurang nyaman dengan berlutut, Jae mengubah posisinya. Sekarang Jae bersila panggung dengan tangan bersedekap. Topi koboinya agak miring. Entah sejak kapan dia memakai topinya. Begitu juga pakaiannya, bukan pakaian bernuansa pantai seperti yang Jae kenakan tadi. Dia kembali ke penampilan kesehariannya.

"Tapi aku baru saja melihat impian seseorang yang sangat tangguh, lho! Aku penasaran. Siapa di antara kalian yang lebih kuat, ya?" Ratu Huban masih saja meneruskan paragraf panjangnya.

Jae memiringkan kepalanya ke kiri. Jae berusaha memahami apa yang dikatakan gadis itu. Ingin rasanya mengatakan sesuatu. Namun tadi dia sudah terlalu banyak bertanya. Sekarang biarlah gadis itu bicara sampai selesai.

"Oh..? Kau ingin bertarung dengannya? Sungguh? Hm, apa kau yakin bisa mengalahkannya? Apa kau berani bermimpi untuk menerima tantangan ini?" Ratu Huban memutar payungnya. Lalu dia mengitari Jae sambil menari kecil dan bersenandung. Dia tampak seperti sosok anak kecil yang Jae impikan.

Jae tahu bahwa alam mimpi bisa mengekspresikan impian seseorang. Dia mengingat saat nuansa pantai tadi, sebelum tempatnya menjadi gelap. Mungkin Ratu Huban juga salah satu bentuk ekspresi impiannya.

"Tentu aku ingin melawannya," jawab Jae dengan tegas. "Aku harus tahu apa dia yang kamu maksud itu lebih kuat. Apa dia lebih kuat dari manusia yang pernah kulawan?" Wajah Jae menjadi lebih serius.

"Ah. Kalau soal itu. aku tidak tahu." Ratu Huban berhenti melangkah. Dia menoleh ke arah Jae. "Oh ya. Ada lima belas makhluk yang bisa kau pilih. Aku hanya akan menyebutkan nama mereka dan sedikit informasi saja."

Jae mengerutkan dahi. Dia mengamati setiap nama yang Ratu Huban sebutkan serta sedikit informasi tentang mereka. Jae tampak berpikir sebentar.

"Aku pilih Eophi Rasaya," ucap Jae dengan jelas.

"Bagus." Ratu Huban mengangguk pelan.

"Namanya unik. Kamu juga tadi menyebut bahwa dia memiliki pertahanan yang kuat. Ini menarik. Sehebat apa dia ya?" Jae mengelus-elus dagunya. Mata hitam beriris merahnya melirik ke kanan dan ke kiri.

"Oh? Kau lihat saja sendiri!" Gadis itu menutup payungnya dan menghilang bersamaan dengan perubahan di sekitar Jae.

#3
Bocah Berambut Hijau

Lagi-lagi Jae perubahan di sekitar membuatnya terkejut. Dia juga mencari sosok gadis yang tadi bersamanya. Gadis itu menghilang? Begitulah pertanyaan yang ada di pikirannya.

"Hei! Gadis kecil kau di mana? Ratu Huban! Aku belum selesai!" Jae berteriak, berharap Ratu Huban muncul lagi.

Mata hitam beriris merah milik Jae menyapu seluruh alam sekitarnya. Dia seperti mengenali tempatnya berada sekarang. Benar saja. Tempat ini mirip dengan perairan Kepulauan Seribu dan berdekatan dengan Pulau Tak Bernama. Tongkat yang sedari tadi dipegangnya teracung ke arah barat, tempat Kepulauan Seribu berada.

"Eh? Kalau ke sana kan Pulau Seribu?" gumam Jae sambil berputar ke arah lain.

Sekali lagi mengamati setiap detailnya. Semakin lama banyak perubahan yang terjadi. Sepertinya tempat itu menyatu dan bercampur aduk dengan dimensi yang berbeda. Lalu seseorang muncul di kejauhan. Orang berambut hijau itu memakai piama dengan beberapa item melayang di sekitar.

Matanya melotot dan menatap tajam ke arah naga kecil yang bersama orang itu. Dia benar-benar melihat naga asli. Dulu Jae hanya mendengarnya dari cerita orang Tiong Hoa. Sekarang Jae melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Apa ini termasuk pengekspresiannya? Jika begitu, kenapa tidak dari dulu ekspresi itu muncul?

"Hei bocah!" Jae menyapa orang berwajah santai tersebut. "Apa kau yang bernama Eophi?" tanya Jae.

Bocah bernama Eophi itu menunduk, melihat laut di bawahnya. Lalu dia kembali menatap Jae dan mulai bicara. "Hei. Kenapa aku bisa terbang setinggi ini tanpa bantuan apapun?"

Jae mengernyit sambil mengangkat bahunya. "Mana ku tau? Aku juga tidak tahu."

Eophi bertanya lagi. "Kau ini manusia bumi, kan? Tempat ini juga Indonesia, kan? Apa kau tahu di mana rumah Vajra, Asep, dan Bu Mawar? Oh tapi tampaknya kau tidak tahu. Maaf sudah banyak bertanya."

"Phi, tumben banyak tanya? Apa Phi kangen cama meleka?" Tiba-tiba naga kecil di samping Eophi bicara.

"Hah? Naga, naga itu bisa bicara? Buset dah. Aku tak percaya ini!"

"Eh? Phi dia nggak pelcaya kalo aku bica ngomong." Naga kecil itu menanggapi Jae. Dia berputar mengelilingi pemeliharanya.

Hening. Sejenak suasana menjadi sepi. Angin berhembus semilir dan bau amis lautan menyengat hidung. Di kejauhan gerombolan awan kulumunimbus sedang mendekat. Kelap-kelip cahaya berpendar di sisi gelap awan itu. Sekarang gelombang laut lebih tinggi dari sebelumnya. Ikan-ikan kecil di bawah sana mulai menyingkir.

"Badai sebentar lagi datang. Aku harus segera mulai menyerang, memastikan seberapa kuat Eophi, dan secepat mungkin mengalahkannya," gumam Jae sambil bersiap menerjang Eophi.

Beberapa detik kemudian. Jae memutuskan maju dan melesat dengan kecepatan terbangnya. Tongkatnya bermain, berayun ke arah lawannya. Sementara Eophi diam menatapnya tanpa pergerakan.

Tang! Suara dua benda keras berbenturan.

Ternyata Eophi berhasil menangkis serangan Jae yang begitu cepat. Jae mundur sambil meringis senang. Dia merasakan adrenalinnya kian naik dan bersemangat. Tepat seperti perkataan Ratu Huban. Eophi mempunyai pertahanan yang kuat memang benar adanya.

"Jadi gadis kecil itu tidak berbohong. Hehehe. Huahahahaha!" Jae tertawa lantang. "Baiklah. Walau kau masih anak-anak. Tapi apa boleh buat. Saatnya 'mengganggu'. Hya!"

Wut!

Sekejap Jae menghilang dari pandangan Eophi. Eophi kebingungan dan mencari lawannya. Sementara naganya malah menyanyi. Entah apa yang naga kecil pikirkan di saat tuannya seperti itu.

Beberapa detik kemudian Jae sudah ada di belakang Eophi dengan menghunus tongkatnya yang berapi-api. Rambut keriting Jae juga berubah menjadi lidah-lidah api, namun tidak serta-merta membakar topi koboinya. Jika dalam tayangan lambat Jae tersenyum optimis pada serangan yang tidak terduga seperti itu.

Tak! Duak!

Nasib berkata lain. Lagi-lagi Eophi berhasil menangkis serangannya. Jae terpelanting setelah menerima pukulan bantal dari Eophi. Jae berguling di permukaan laut. Namun refleks Jae membuatnya kembali terbang ke posisi bertarungnya.

"Yup! Selangannya belhasil gagal. Hole," ucap naga kecil di samping Eophi sambil menari-nari. Sementara Eophi hanya mengangguk dan bersiap menyerang Jae. Atau mungkin menunggu serangan Jae.

Jae menyipitkan matanya. Bertanya keheranan. Eophi bisa mengetahui serangannya. Bagaimana itu bisa terjadi? Apa Eophi memiliki indra keenam atau semacamnya? Pikiran Jae saat itu menjalar ke mana-mana.

"Hya!" Seruan para petarung menggema di atas lautan. Teriakan itu menandakan kekuatan mereka. Teriakan juga bisa melumpuhkan lawannya.

Kedua petarung melesat maju. Jae dengan pedang yang dia keluarkan dari tongkatnya. Disusul Eophi dengan pedang gulingnya yang bercahaya. Keduanya mengeluarkan kekuatan yang cukup besar. Hembusan angin menyebar saat kedua senjata bertabrakan. Lalu kedua petarung terpental ke belakang. Masing-masing menjaga keseimbangannya di udara.

Awan kumulunimbus sekarang bergerak lebih cepat ke arah mereka. Sepertinya hempasan angin dua senjata itu yang mengundangnya.

"Kau lumayan hebat juga ternyata. Kau sangat cepat. Tapi aku pernah melawan seseorang berkecepatan seperti itu," ucap Eophi setelah dia menyeimbangkan  tubuhnya di udara.

Jae memiringkan kepalanya ke kiri. "Eh? Benarkah begitu? Tapi apa kau bisa menghadapi yang satu ini?"

#4
Petir Menyambar

Jae menyeringai. Dia semakin bersemangat. Adrenalinnya juga meningkat. Lidah api rambutnya berkobar semakin liar. Pedangnya berpendar dan terbakar menyala-nyala. Lalu Jae bergumam lirih, "Ilango!"


Wut!

Sekejap, Jae menghilang lagi dari pandangan Eophi. Sesaat Eophi mengamati sekeliling mencari tahu keberadaan Jae. Lalu Eophi mengomentari, "Trik yang sama akan gagal untuk kedua kalinya. Bagaimana Hell? Di mana di..." Ucapan Eophi terpotong tiba-tiba.

"Ah! Apa?" Seketika itu Eophi melotot. Tiba-tiba Jae muncul dua meter di depan Eophi.

"Huahahaha! Kejutan! Kau tak bisa menahan serangan ini. Hya!"

"Awas Phi!" teriak naga kecil memperingati. Namun peringatannya sudah terlambat.

Jae melaju cepat. Tinggal dua detik lagi sampai pada Eophi. Kini Eophi tidak bisa menghindar maupun menangkisnya. Pedang berbentuk seperti keris miliknya menebas. Jae tersenyum bangga.

Crash!

"Phi!" teriak naga kecil saat pedang Jae menebasnya.

"Hell!" teriak Eophi sambil menangkap Hell yang terpelanting bercucuran darah.

Jae menatapnya kaget tidak percaya. Ternyata naga itu menyelamatkan pemiliknya. Hell berkorban untuk Eophi. Dia terkena tebasan pedangnya. Terlihat adegan dramatis nan mengharukan saat Eophi memeluk erat naganya, Hell. Berkali-kali Eophi memanggil Hell tanpa ada jawaban.

...
BERKORBAN
KORBAN... KORBAN...
KORBAN PERANG...
PENGORBANAN SEORANG TEMAN...
DARAH TEMAN...
...


Tiba-tiba Jae menjerit, meremas kepalanya. Jae merasa kesakitan. Otaknya berkali-kali mengingat lembar masa lalunya, peperangan melawan penjajah. Ada pula ingatan tentang kapalnya yang tertembak meriam oleh kapal musuh dan tenggelam. Lalu Jae mendapati dirinya terdampar bersama temannya di sebuah pulau. Semua hal buruk merasuk berputar hingga membentuk pusaran.

Sepertinya Eophi telah membuatnya jatuh kembali ke ingatan masa lalunya. Jae benar-benar terhanyut jauh lebih dalam dari biasanya.

Satu menit berlalu.

Sekarang Jae sedikit lebih tenang. Beruntung Eophi membiarkannya meronta seperti itu. Jae perlahan membuka matanya. Jauh dari pandangannya, Eophi masih memeluk Hell di atas sebuah kasur. Mereka masih melayang di udara. Artinya keseimbangan dan kesadaran masih ada.

Jae menyeringai, memperlihatkan gigi taringnya yang berjumlah enam pasang, kanan dan kiri. Matanya bersinar merah. Otot pelipisnya menonjol. Rambut api menjilat-jilat di balik topinya. Pedangnya juga turut berkobar semakin besar dan panas. Kini lidah api pedang itu nyaris tidak terlihat. Sehingga yang kelihatan hanya bilah yang berpendar kemerahan. Lengan bajunya mulai terkoyak karena radiasi pedang miliknya.

Sementara itu Eophi sudah berdiri dengan penampilan yang berbeda. Dia tampak seperti badut dan berdiri di atas bola besar. Dua jenis senjata terselip di punggung dan tangannya. Matanya menyipit, tersirat penuh dendam. Meskipun wajahnya tidak terlalu berekspresi.

"Hah? Kau mengubah penampilanmu? Berarti kekuatanmu seharusnya bertambah kan?" Jae berteriak dengan suara serak, berat dan dobel.

"Bukankah kau juga berubah penampilan tuan? Oh ya siapa namamu? Aku belum tahu namamu. Lalu kenapa kau menyerangku? Maksudku ingin melawanku?"

"Nama? Dengarkan baik-baik sebelum kau mati. Namaku Rakai Jae Ireng! Huahahaha!" Jae kembali tertawa lantang. "Alasannya cukup sederhana. Aku ingin kau mati, Eophi Rasaya! Bersiaplah kau untuk mati!"

"Oh begitu? Kalau begitu kau juga akan membayarnya!" sahut Eophi.

...

Jae melaju dengan cepat. Namun petir membuatnya berhenti saat itu juga. Hampir saja dia tersetrum petir yang cukup besar. Suara petir itu sungguh memekak di telinganya. Sat itu juga Jae menutup telinganya. Begitu juga Eophi melakukan hal yang sama. Eophi juga hampir terkena petir di tengah-tengah mereka.

"Ini sungguh berbahaya. Kalau sekali lagi aku tidak berhati-hati gosonglah tubuhku. Parahnya jatuh ke dalam lautan di bawah sana. Lalu dimakan hiu kaya di film-film." Jae bergumam lirih menyesali kecerobohannya.

"Ah. Tapi mana mungkin ikan hiu doyan mayat hidup sepertiku?" ucap Jae melanjutkan kalimatnya.

Jae menatap kembali lawannya. Eophi masih berdiri dan dalam posisi menyerang. Lalu Jae mengubah posisinya. Kuda-kudanya ia lebarkan.

#5
Hujan Menghapus Jejakmu

Kedua petarung kembali melesat maju. Jae terbang dengan kecepatan penuh. Begitu juga Eophi yang memantul dari bola sirkusnya. Senjata mereka siap beradu. Kilatan cahaya merah dan putih meluncur berlawanan arah. Saat itu juga petir menyambar di sekeliling arena pertarungan. Pertanda badai baru akan memulai pertunjukannya.

Ting! Ting! Ting!

Suara pedang mereka saling beradu. Berpuluh-puluh percikkan api terlihat di atas laut Jawa yang bercampur dengan dunia alas Eophi. Supersel pun datang dengan bersembunyi di balik kulumunimbus. Badai petir berputar itu tepat berada di sisi mereka. Arena pertarungan bertambah 'indah' karenanya.

Tang! Tang! Tang!

Beberapa kali beradu akhirnya kedua petarung berhenti. Keduanya berhadapan dengan dua senjata mereka saling menekan. Jae masih menyeringai. Sedangkan Eophi mengerutkan dahinya. Percik api dua buah senjata muncul berkali-kali, layaknya gerinda yang mengamplas plat besi.

Detik berikutnya mereka masih belum melepaskan tekanan pedang mereka. Ketegangan mulai terasa. Siapa yang akan bertahan dari tekanan senjata lawannya? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

"Eophi, apa kau ingin mati?" tanya Jae tiba-tiba.

Eophi yang ditanya hanya diam. Wajahnya justru semakin geram. Lalu dia menambahkan tekanan pada pedangnya sedikit mendorong Jae.

"Diam artinya ya." Jae meringis. Wajahnya semakin mengerikan kala mata tanpa alisnya bersinar semakin merah menyala. "Baiklah. Akan aku wujudkan keinginanmu itu!" Jae melanjutkan perkataannya sendiri.

Jae menambah tekanan pada pedangnya. Hingga pedang Eophi terdorong dan membuat penggunanya terpental ke belakang. Dengan cepat Jae melanjutkan gerakannya. Dia kembali melesat, mengilang, dan muncul kembali hingga beberapa kali. Begitulah kombinasi jurus 'Ilango!' dan 'Maburo!' miliknya. Lalu dia mengayunkan pedang ke arah Eophi berkali-kali. Namun Eophi masih bisa menangkisnya.

Tepat pada serangan ke dua puluh. Jae akhirnya bisa membuat Eophi terpental dan berlutut di atas bola sirkusnya. Jae pun tertawa puas. Kepuasannya seperti habis memenangkan undian berhadiah atau sejenisnya. Atau mungkin lebih dari itu.

Setelah puas tertawa, Jae kemudian menatap tajam lawan bicaranya. "Apakah itu cukup?"

Eophi mengangkat sedikit wajahnya yang tertunduk saat Jae bertanya seperti itu.

"Aku lihat dari tadi kau tidak menyerangku dengan kekuatan penuh. Ayolah Eophi. Jika kau terus seperti ini pertarungannya kurang asyik," ucap Jae memancing dengan suara yang masih serak dan berat.

Eophi bangkit, berdiri di atas bola sirkusnya. Wajahnya yang tertunduk kini memandang Jae dengan tatapan tajam.  Entah itu gara-gara pancingan Jae atau yang lain. Sekarang Eophi mengeluarkan pancaran energi yang cukup besar. Kilatan badai mulai banyak di langit. Sebuah petir kembali menyambar tepat di tengah-tengah mereka. Meskipun begitu hujan tidak kunjung turun.

"Ya, begitu seharusnya. Huehehehe."

Jae membalas dengan meningkatkan auranya. Topi koboinya terkoyak sedikit. Lambang garuda di tengah bagian depan topinya berpendar kemerahan. Rambut apinya semakin berkobar. Pedangnya juga semakin panas membara seperti besi yang baru saja dipanaskan. Tanpa basa-basi, Jae menyerang Eophi terlebih dahulu. Jae menghunuskan pedangnya. Dia terbang dengan kecepatan luar biasa ke arah Eophi.

Sementara Eophi dengan senang hati menyambut serangan Jae. Dia juga menghunuskan pedangnya. Dia memantul dari bola sirkusnya dengan kecepatan yang hampir sama. Lalu kedua petarung itu dalam sekejap sudah berdekatan. Beberapa detik lagi mereka akan bertabrakan satu sama lain.

Hujan akhirnya turun dengan cueknya. Ia tidak peduli apa yang ada di sekitarnya. Lalu datang juga sang angin yang berhembus kencang. Badai yang pertama datang mulai menggila. Petir juga menyambar liar tak terkira. Seakan keduanya menyambut hujan dan angin penuh suka cita.

"Heh, matilah kau Eophi!" Jae berseru lantang. Suaranya hampir tidak terdengar karena badai. Namun Eophi samar-samar masih mendengar apa yang dikatakannya.

Jleb!

"Argh... Pedangmu ini panas, ya?" Eophi yang pertama membuka mulutnya saat mereka sudah berdekatan. Dia tersenyum pahit.

"Tapi kau sebentar lagi juga mati." Eophi melebarkan senyumannya sambil merasakan sakit di dada sebelah kirinya. Rupanya Jae menghunus tepat di jantungnya.

"Argh... Hoak..." Berikutnya giliran Jae yang bersuara. Suara itu menandakan bahwa Jae baru saja memuntahkan darah kental dari mulutnya. Pedang Eophi lah yang menjadi penyebabnya. Pedang itu menusuk tepat di perut sebelah kirinya. Jae masih beruntung.

Kini kedua petarung mulai merasakan sesuatu yang bernama sekarat merasuki setiap denyut nadi mereka. Jae terpejam meringis kesakitan, merasakan tulang-tulangnya seperti mau rontok. Sementara Eophi melotot tegang dan kaku membisu. Tetes hujan membasahi wajahnya dan terlihat seperti orang menangis.

Perlahan Jae melepaskan pedangnya dari dada Eophi. Setelah itu Eophi tampak kejang-kejang. Jae juga mundur, melepaskan diri dari bilah pedang Eophi yang cukup lebar. Saat itu pula darah mengucur deras dari perutnya. Ususnya nyaris menyembul keluar. Jae secepat mungkin memegang perutnya yang berdarah.

Jae perlahan membuka mata dan menatap Eophi. Bocah berambut hijau itu masih berdiri kaku dengan darah mengalir deras di dadanya. Eophi juga kembali berpenampilan seperti semula. Perlengkapan tidur miliknya juga ada di sana. Senantiasa menemani tuan mereka dengan kondisi babak belur.

Hujan semakin deras mengguyur kedua petarung. Di kejauhan Eophi perlahan memudar ditelan hujan. Hingga hujan benar-benar menghapus jejaknya. Lalu sang petir menyambar di sana setelahnya.

"Argh. Si Eophi itu..." Jae kembali ke suara normalnya. Dia terbatuk memuntahkan darahnya lagi. Baju yang terkoyak tadi kembali seperti semula. Begitu pula topi koboi kesayangannya.

"Apa dia benar-benar mati?" tanya Jae untuk terakhir kalinya sebelum dia pingsan dan jatuh ke laut.

Byur!

~ the end ? ~

25 komentar:

  1. Pertarungan sengit yang dihadirkan dalam cerita ini terasa epik buat saya :^)

    Ketika Jae yang berapi-api memainkan tongkatnya memukuli seorang Eophi Rasaya, bocah berambut hijau itu dengan nafsunya. Mata saya berbinar-binar *-*

    Baiklah, lupakan kebusukan saya diatas. Cerita Abang bagus,
    titip ... 6
    OC : Mawar Mulia

    BalasHapus
  2. Mungkin kalau ada yang paling ingin saya komentari adalah soal tantangannya, yaitu pertarungan udara. Di sini belum begitu tampak penggambaran itu, tentang bagaimana feel-nya Jae dan Eophi bertarung di udara. Dari awal digambarkan keduanya hanya melayang-layang saja, terkesan statis. Kurang penekanan pada naik-turun, jatuh, terbang lagi, dan sebagainya. Barangkali bisa coba diperkaya lagi variasi adegannya sehingga penonton (dalam hal ini pembaca) bisa lebih terkesima. Bagaimanapun, saya salut karena penulis di sini sudah mencoba :D

    Yang kedua, masih terkait dramatisasi, barangkali pada setiap adegan tempur perlu diperjelas detail-detailnya jika itu memang dibutuhkan. Misal saat Eophi menangkis, menangkisnya dengan cara apa? Atau gimana luapan emosi Eophi saat temannya terbunuh? Banyak sekali yang bisa dieksplor lebih jauh untuk membuat cerita yang semakin dramatis.

    Adapun mengenai karakterisasi Jae, saya rasa sudah oke. Namun Eophi mungkin perlu riset lebih jauh lagi. Semoga author Eophi bisa mampir di sini dan memberikan petuah~

    Nilai 7-

    - hewan -

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Padahal space katanya masih banyak ya om. Saya malah gx maksimalin space itu. :( .

      Hapus
  3. "Hai, permisi. Apa kamu yang bernama Jahe?" Seseorang menyapa dari belakang. >> saya sangat suka bagian ini. Jae itu bacanya tetap Jae atau Jay? =)

    Abang Jae, mau membuatkan beberapa bait puisi untuk saya? <3

    Saya menikmati membaca pertarungan udara ini. Terasa melayang-layang sambil bertarung dan mempertahankan diri. Untuk karakterisasi Eophi, saya juga kesulitan membuat karakterisasi lawan sampai webe dan ditinggal berkelana.

    Bang Jae, saya beri 7 ya....

    OC : Anne Ezbari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Padahal saya lumayan ngikuti entry eophi dulu di bor 5. Mungkin ke depannya saya jarus mempelajari lebih dalam OC yang akan saya lawan. Pendiskripsiannya juga.

      Hapus
  4. Haha, Gin, kesannya kayak ada teman yang bantu saya melawan Eophi lagi. Coba kalau yang tampil itu Wan Pillow, mungkin judulnya bakal jadi perang bantal, bukan tarung di udara ya.

    Btw, walaupun pertarungannya cukup seru, mungkin bisa lebih difokuskan ke temanya, yaitu pertarungan di udara. Misalnya Jae sembunyi di balik awan berbentuk bantal, dsb, lalu kejar-kejaran seperti Superman vs Gatotkaca. Alamak, gue lupa, itu tongkat si Huban bisa dibuka jadi seperti payung ya? Ya sudah deh, the spit has been spat.

    Karakterisasi si Jae aku bisa selami, juga backgroundnya. Cukup jelas pesan yang ingin kamu sampaikan lewat tokoh pejuang ini, rasanya seperti bertemu Pahlawan Nasional, I Gusti Ngurah Rai. Sebaliknya, walau saya akui nggak terlalu banyak eksplor karakter Eophi waktu lawan dia di BoR-5 dulu, di sini dia terkesan seperti dimunculkan begitu saja untuk diajak berantem di dunia mimpi. Setidaknya saya menangkap kesan ini adalah sebuah tanding pra-kompetisi belaka, nggak lebih dari itu.

    Oke Gin, untuk sekarang saya beri nilai 7 dulu ya. Good luck!
    OC: Alistair Kane

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Kalo sama wan ntar gx jadi beranyem malah tidur semua, tidur si alam mimpi.

      Mungkin saya kurang referensi battle di udara. :D

      Hapus
  5. Aku suka adegan battle nya.. >,<

    Part saat rambut jae terbakar dan berkibar-kibar bikin saya inget sama Megaloman...

    Saya gak bisa berhenti baca ceritanya sampe habis... dan endingnya....

    Titip 8 awalnya, tapi minus 1 karena endingnya gantung.. '-'

    Overall 7 :3

    Sign,
    Lyre Reinn

    OC : Altair Natsuki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Sangat bermanfaat

      Hapus
  6. 1. Terik sang surya mengharuskan keringatnya untuk mengalir beberapa tetes dari pelipis sampai ke dagu. (kenapa harus? gimana kalau keringatnya menolak untuk mengalir dan bersembunyi saja di bawah permukaan kulit?)
    2. Narasinya masih kaku jika ditulis sebagai cerita, tapi bagus buat laporan tugas sekolah.

    4

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Hapus
    2. Komentar dan nilainya saya anulir, ya? :)

      Ini ajang untuk bersenang-senang dalam menulis. Boleh saling memberikan kritik asalkan penyampaiannya tidak terkesan merendahkan. Hal yang dikritik pun ada baiknya diberikan penjelasan. Misal, kalau narasinya kaku maka kakunya di bagian mana saja?

      Demikian dari admin, semoga bisa dijadikan pelajaran.

      Hapus
  7. Jae, oh jae
    Terbang, dan terbang

    Juru kunci pulau vs juru kunci perbantalan.

    Ratu Huban kykx hobi nama orang dibikin kacau deh,

    Rambut berkibar, berapi2. Ini yg bikin semangat
    sekilas kyak Human Torch jdinya.
    Seru jadinya

    8
    OC: Kaede Hazuki

    BalasHapus
  8. OC: Ghoul :=(D

    Hm story tellingnya masih lumayan sih, tapi kurang bumbu…

    Kata sapaan awalan huruf besar pada kata “Ayah”, “Tuan”…

    Hm lawan bocah. Duh rasanya gak tega aja kenapa mesti lawan anak kecil imut. Hm aku jadi baper. Kasian Eophi T0T

    Suka ama karakteritik rambut api yang gak buat topinya terbakar.

    Dariku 6 saja karna story tellingnya masih kurang membuatku duduk tegak di depan laptop membacanya :=(D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya.

      Mungkin kurang detail ya? Saya sidah berusaha. Tapi jadinya itu.

      Hapus
  9. Saya cenderung gak gitu peduli soal battle, dan tetek bengeknya. Cuman, saya setuju sama komen di atas. Aerial battle-nya kurang kegambar.

    Efek suara agak mengganggu. Teknik penulisan di beberapa bagian kurang luwes, karena ... udah ada keterangan dari dialog, tapi masih dijabarkan lagi dengan narasi. Tapi gaya penceritaannya sendiri udah cukup mengalir.

    Titip 7.
    OC: Rebecca Friedmann

    BalasHapus
  10. Saya menyukai endingnya - karena dramatis (entah siapa yang mati). Pertarungan udaranya memang kurang tergambarkan dengan jelas, tapi pendiskripsian sosok Jae dan emosi emosinya terdeskripsi dengan baik. Terutama rambut apinya, bikin Jae jadi badass. Untuk Eophi, kurang di emosinya.

    7 untuk Abang Jae yang berapi

    OC - Rea Beneventum

    BalasHapus
  11. Hallo Hallo~~

    Yah, ini cerita yang paling lama saya baca.. Entah ada masalah apa dalam tulisan ini yang bikin saya mager...

    Jae mimpi di pantai - didatangi Ratu Huban - Jae ketemu Eophi - Mereka bertarung - Tamat

    Feel saat si naga mati kaga ada rasanya...

    Hmm.. Duel udara, kurang terasa...

    Kriss Jae sama Pedang Bantal Eophi jangan sampe di adu sama Pedang Rose-V OC ku, senjata mereka bisa hilang tanpa bekas xD

    Duelnya mayan lah..

    Jae cukup blagu juga..

    Ane kasih 8 deh ~~~

    BalasHapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. masih bingung bagaimana penggambaran si Jae ini. pejuang yang masih hidup dari perang, untuk ukuran manusia secara logika pastinya penggambarannya bakal tua dan segala kelemahannya. endingnya lumayan sih pake cara menggantung cuma dalam penceritaannya lebih kepada si Jae, lawannya si Eophi nggak terekspos banyak dalam penceritaannya.

    nilai 7 aja walau sebenernya bisa 8 kalo konsep fight dan penjelasan tiap karakter lebih matang

    Dwi Hendra
    OC Nano Reinfield

    BalasHapus
  14. Sekilas ingat Genocider dari Ninja Slayer, tapi saya uga ingat Jae dan Genocider adalah dua entitas berbeda.

    Untuk masalah entri sendiri, battle ama dialog porsinya buat saya udah pas. Namun rasanya ada yang ngeganjel gitu. Entah karena bagian aerial battle-nya kurang gereget, Eophi yang rasa penokohannya kurang dalam, atau karena Jae yang sepertinya belum full power?

    Untuk eksekusi ending, saya pribadi senang yang seperti ini, karena meninggalkan banyak pertanyaan yang bikin penasaran.

    Ngomong-ngomong saya kasih 7 buat nilai.

    Jujur, dalam entri ini potensinya banyak tapi kurang dimanfaatkan dengan baik D:

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Zarid Al-Farabi.

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.