Minggu, 14 Februari 2016

[KATALOG KARAKTER] MAHESA WERDAYA | AWATARA ABIMANYU

Sumber ilustrasi profil dari editan pemilik OC
/1/ DATA KARAKTER
Penulis
:
Status Karakter
:
Juara [Battle of Realms 3 : Heroes x Heretics]
Nama Lengkap
:
Mahesa Werdaya
Panggilan/Julukan
:
Awatara Abimanyu
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Usia
:
16 tahun
Profesi
:
-Siswa SMA (IPS)
-Atlet panahan, perwakilan Indonesia untuk Olimpiade 2115.
-Awatara Abimanyu.
Ras
:
Manusia Awatara

/2/ DESKRIPSI FISIK
Penampilan
Postur tubuh sedang
Rambut potong rapi warna hitam
Warna mata : coklat tua
Tinggi : 170 cm.

Busana:
Kaos berkerah warna putih
Jaket Tim Nasional Panahan warna merah dengan paduan garis putih pada pinggirnya.
Celana jeans hitam atau celana training warna hitam.

Aksesoris :
Gelang logam kuning tembaga di tangan kanan
Arloji komunikasi berlayar sentuh di tangan kiri

/3/ KEPRIBADIAN
Kelihatan angkuh karena 'stress' akibat sering ikut pelatihan atlet sehingga sering lupa bagaimana cara komunikasi yang baik dan benar.
Tidak gampang percaya pada orang karena sejak usia 6 tahun sudah ditinggal mati ayahnya yang seorang jurnalis dan ibunya mengajari dia untuk percaya hanya pada dirinya sendiri.
Gampang naik darah tapi gampang juga reda emosinya.
Paling malas disuruh belajar Matematika dan IPA.
Butter hand kalau di hadapan cewek cantik.
Pantang mundur walau sudah tahu bakal kalah.
Ambisius

/4/ BIOGRAFI
Bogor, Tahun 2093

"Mereka sudah datang, kalian cepat pergi!" Hariwangsa membimbing istri beserta anaknya yang baru berusia 6 tahun keluar dari apartemen mereka. Di luar hujan deras tengah mengguyur kota itu – seperti biasa. Tiga orang itu berjalan dengan terburu-buru ke arah pintu keluar darurat.

"Siap berbasah-basah?" Hariwangsa berpaling pada istrinya yang hanya menjawab dengan anggukan.

"Ayah, kita mau ke mana?" tatapan polos putra semata wayangnya menatap lurus ke arah Hariwangsa.

Hariwangsa berlutut sejenak dan menatap mata anaknya dalam-dalam, "Kita akan pergi … dari kota ini."

"Tapi … kenapa?"

"Karena …," belum sempat Hariwangsa menyelesaikan kata-katanya, sebuah seruan segera membuyarkan pembicaraan mereka.

Hariwangsa langsung bangkit dan mendorong anaknya ke dekapan istrinya, "Isna! Bawa Mahesa pergi! Aku akan menahan mereka!"

"Hati-hati, Mas!" dan perempuan itu langsung berlari keluar, berlari dalam selubung hujan.

"Kau!" pria yang menghardiknya tadi langsung mencabut medali yang menggantung di lehernya. Empat pria lain yang turut bersamanya juga melakuka hal serupa. Masing-masing medali berubah menjadi sebuah gada.

"Mati kau, Arjuna!" sang pria itu segera memutar-mutar gadanya dengan ekspresi mengancam.

Tapi Hariwangsa tidak peduli, didekapnya sebuah gelang perunggu di tangan kanannya lalu sejenak kemudian berubahlah gelang itu menjadi sebuah busur panah berwarna kuning tembaga. "Ayo maju!" katanya.

*****

Wanita itu terus berlari menembus lebatnya hujan, menyeberangi jalanan yang sepi oleh kendaraan, melintasi taman yang lengang tanpa pengunjung – sambil terus mencoba menenangkan anaknya yang sedari tadi berontak.

"Mahesa mau sama ayah! Mahesa mau sama ayah!" demikian anak itu meronta-ronta dengan hebat sehingga wanita bernama Isnani itu harus membagi konsentrasinya, antara terus berlari dan menenangkan putra semata wayangnya itu. Suara ribut anak itu pastinya akan menarik perhatian dan celakanya jika sampai para pengejar itu menemukan mereka …, maka habislah sudah.

"Mau ke mana, Nyonya Cantik?" tiba-tiba suara seorang pria yang dikenalnya membuat dirinya merasa seluruh pembuluh darah di tubuhnya membeku. Dipalingkannya wajahnya ke arah datangnya suara itu dan didapatinya seorang pria yang kehadirannya sangat tidak ia harapkan.

"Rodrakarma!"

"Terkejut?"

"Mau apa kau?"

"Mengubah takdir!"

"Setan!"

"Aku? Setan? Mungkin! Tapi bahkan setan pun berhak hidup, bukan? Aku mencari hidup, dan karena untuk hidup itulah … anakmu itu harus mati!"

"Tidak akan pernah!"

"Ayolah, Subadra! Kenapa kau lindungi anak seperti dia?"

"Kau pikir seorang ibu akan menyerahkan anaknya begitu saja untuk dibunuh orang lain?"

"Baiklah!" pria itu segera menghunus sebilah pisau yang terselip di balik jas hujannya, lalu tanpa ba-bi-bu lagi langsung berlari ke arah Isnani yang langsung berlari lebih kencang daripada sebelumnya.

"He! Wanita yang menarik," Rodrakarma menjilat bibirnya sesaat sebelum mempercepat laju larinya.

Jarak antara Isnani dan pengejarnya sudah semakin dekat. Lima langkah … empat langkah … tiga langkah … dan Rodrakarma meloncat untuk menerkam buruannya, pisaunya diarahkan ke leher mulus wanita itu. Tapi sebelum pisau itu sempat mengenai korbannya, sebuah pedang telah merintangi laju pisau itu.

"Bangsat! Siapa kau?" Rodrakarma langsung bersalto mundur dan mengambil posisi kuda-kuda, sementara di hadapannya kini berdiri seorang pria seukuran dirinya, wajahnya tertutup syal hitam dan matanya tak terlihat di balik kacamata hitamnya.

Rodrakarma mengayun-ayunkan pisaunya ke kanan dan ke kiri, sejenak memamerkan kelihaiannya bermain pisau dan dengan cepat segera melesat maju ke arah lawannya. Tapi dengan kecepatan yang luar biasa, lawannya itu langsung menebas Rodrakarma hingga kepalanya putus dan menggelinding di jalan.

Pria itu menoleh ke arah Isnani,"Nakula sudah menunggumu! Sebaiknya Mbakyu cepat-cepat ke sana."

"Suamiku masih di sana! Menghadapi Laskar Pralaya!"

"Biar Kakang Bratasena yang urus mereka! Kalian, cepat lari!"

*****
Surakarta, Tahun 2094
"Bagaimana kabar Mahesa?" seorang pria berdiri di hadapan seorang wanita yang tak lain adalah Isnani.

"Sudah mulai bisa melupakan persoalan malam itu."

"Apa yang kau katakan soal ayahnya?"

"Aku katakan ayahnya sedang bertugas di luar negeri. Meliput medan perang sehingga ia tidak akan pulang untuk beberapa lama."

"Dan ia percaya?"

"Saat ini ya. Tapi aku tidak tahu bagaimana jadinya jika ia semakin besar nanti."

"Oh ya, bisa panggilkan Abima … – maksudku Mahesa?"

"Kenapa?"

"Aku hendak memberikan ini," pria itu menyodorkan sebuah gelang perunggu berukir kepada Isnani, "Astra Sarotama milik Arjuna."

/5/ KEMAMPUAN DAN SENJATA
Astra Sarotama
Di tangan kanannya terdapat gelang logam berwarna kuning tembaga berukir (ala Jepara) yang selalu dibawa ke mana-mana dan tidak pernah dilepas (meskipun ia sedang mandi). Dalam keadaan tertentu gelang ini akan berubah menjadi busur panah berwarna kuning tembaga. Busur ini tidak dilengkapi anak panah namun jika Mahesa mendekatkan tangannya ke busur ini akan tercipta sebuah anak panah. Tipe anak panah yang bisa ia ciptakan antara lain:
1. Panah biasa > tarik, lepas, melesat langsung ke sasaran
2. Panah rantai > saat ditembakkan, anak panah ini akan berubah menjadi rantai dan membelit musuh
3. Panah Ayatana > bentuknya seperti anak panah biasa, tapi ada semacam hulu ledak di ujungnya. Daya ledaknya bervariasi antara daya ledak petasan hingga daya ledak granat. Semakin besar energi yang dikeluarkan Mahesa, semakin besar daya ledaknya.
Kamandaka A-4
Dunia tempat Mahesa tinggal (dalam hal ini RI) sedang dilanda pemberontakan. Gerakan separatis Laskar Pralaya tidak jarang menculik dan menghabisi para atlet yang bertanding ke luar negeri. Untuk mengatasi hal ini, setiap atlet dibekali sebuah pistol bermagasin 12 peluru produksi PT. Pindad, bernama Kamandaka A-4. Kaliber pistol ini 9 mm dan setiap atlet yang pernah mengikuti Pelatnas (berapapun usianya) wajib menguasai penggunaan senjata ini.
Cakram Candraputra
7000 tahun yang lalu ia hidup sebagai Abimanyu, titisan putra Dewa Bulan sekaligus cucu Bathara Indra. Ia dapat membentuk sebuah cakram di salah satu tangannya untuk dilempar ke arah musuh. Cakram ini mampu memutuskan leher musuh dan membelah sebongkah batu andesit menjadi dua bagian. (Cakram ini sudah digunakan untuk melawan Edward)
Jangkah Agya
Saat malam datang atau saat dalam kondisi gelap tanpa cahaya, pergerakan Mahesa melonjak drastis.
Penembak jitu
Sebagai atlet panahan tingkat nasional, ia sudah biasa menembak sasaran yang bergerak ataupun sasaran yang ada di kejauhan sekalipun, tanpa alat bantu sama sekali. Dari 100 kali uji coba menembak, ia hanya meleset 18 kali.
Danurwenda (UPDATE!)
Danurwenda adalah ajian yang sama dengan milik Drona, Bisma, Arjuna, dan Adipati Karna. Dengan ajian ini tidak ada proyektil (baik peluru maupun panah) milik penggunanya yang bakal meleset dari sasaran. Kekurangannya perapalan ajian ini makan waktu tiga menit dan menguras banyak energi.
Triwikrama : Pasopati (UPDATE!)
Panah yang dimiliki Arjuna pada saat Bharatayudha. Anugerah dari Sang Hyang Siwa. Karena Arjuna sudah mati, senjata-senjata miliknya jatuh kepada kedua anaknya. Gandewa jatuh pada Bayu Sutawijaya dan Pasopati pada Mahesa. Pasopati adalah panah yang tidak pernah meleset dan memiliki daya hancur yang mampu memporak-porandakan satu peleton prajurit atau memenggal kepala orang. Kekurangannya, Mahesa hanya bisa pakai Pasopati satu kali dalam 3 hari.

/6/ KELEMAHAN
1. Bisa dilukai dengan cara biasa, toh pada dasarnya ia tetap manusia.
2. Mudah naik darah dan kalau sudah begitu pasti ia melakukan kesalahan fatal.
3. Mudah terbujuk oleh rayuan cewek cantik (oh yah … ia mata keranjang dan terkadang sedikit mesum, persis ayahnya).
4. Cakram Candraputra hanya bisa digunakan 1 kali dalam setahun.
5. Tanpa Jangkah Agya, pergerakannya cukup bisa diprediksi oleh mata seorang petarung ahli.
6. Danurwenda menguras stamina. Jika sudah memakai Danurwenda mustahil memakai Pasopati.
7. Pasopati hanya dipakai sekali dalam tiga hari. Mantra perapalannya juga lama. Makan waktu lima menit.

/7/ LATAR BELAKANG
Realms
:
Arcapada – 2115 AD
Afiliasi
:
Heroes
Kehidupan sebelum BoR3:

Kita adalah putra-putra Arjuna. Panah adalah kawan kita, awan mendung adalah perisai kita. Kau dan aku saudara satu ayah tapi beda ibu, dan aku membencimu karena itu, tapi aku juga tak akan biarkan mereka membunuh dirimu begitu saja!
(Bayu Sutawijaya)

Setelah gagal mengalahkan lawan terberatnya di PON, Bayu Sutawijaya, sehingga ia hanya berhasil menggondol medali perunggu – Mahesa merasa dirinya sudah harus berhenti dari dunia olahraga panahan dan fokus ke sekolah, tapi tiba-tiba KONI memanggilnya untuk bertanding di Olimpiade Vancouver selepas ia lulus SMP. Alasan pemanggilannya adalah : Bayu Sutawijaya menghilang dari rumahnya, tampaknya diculik. Pemegang medali perak, Faiz Hamizan juga menghilang dari rumahnya, sehingga untuk menggantikan posisi pemegang medali emas dan medali perak itu di Olimpiade, KONI memutuskan mengirim Mahesa untuk mewakili Indonesia di kejuaraan memanah tingkat dunia itu.

Keberangkatannya di Bandara Soekarno-Hatta hingga sampai di Vancouver sama sekali tidak menemui masalah atau hambatan. Tapi ketika H-1 sebelum pertandingan dimulai, sesudah upacara pembukaan, seorang pengawal atlet memasuki ruang gantinya dan menodongkan senjata ke arahnya. Pria itu membantai seluruh atlet yang ada di ruang ganti itu beserta seorang pengawas dari KONI. Mahesa berhasil melarikan diri dan lari dari gedung asrama itu. Tapi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya, sekumpulan orang berhasil mengepungnya. Ketika ia berteriak minta tolong, seorang polisi Kanada menghampiri mereka, tapi seorang dari kelompok misterius itu menembak kepala polisi itu hingga polisi itu rubuh.

Empat pucuk pistol sudah tertodong ke arahnya, sementara ia sendiri menarik Kamandaka miliknya yang jelas-jelas tidak akan seimbang melawan empat pria bersenjata itu. Tapi ketika ia merasa sudah siap untuk mati empat pucuk anak panah melesat dan menembus kepala keempat pria itu. Ketika ia menengok untuk melihat siapa penolongnya, ia melihat Bayu Sutawijaya sudah berdiri di kejauhan.

"Ha?" Mahesa hanya terbengong-bengong saja melihat rival abadinya itu tiba-tiba menolongnya, "Bukankah komite bilang kau menghilang?"

"Menghilang? Bukan menghilang! Tapi melarikan diri!"

"Melarikan diri dari tanggung jawab sebagai anak bangsa?" ejek Mahesa.

"Melarikan diri untuk terus hidup … dari kejaran mereka," Bayu menunjuk ke arah pintu asrama atlet dan tampaklah pria yang tadi membantai para atlet di ruang ganti sudah menemukan Mahesa, dengan berlari-lari ia menenteng sepucuk pistol di tangan kanannya. Ketika ia bersiap menembak, sepucuk anak panah menembus tangan kanannya dan membuat dirinya menjatuhkan pistolnya.

"Jauhi adikku, Jayadratha! Atau kau akan menyesal!" ucap Bayu penuh nada ancaman sebelum sebuah kabut asap menutupi dua pemuda itu.

"Irawan!!! Lagi-lagi kau!!!!" jerit pria yang dipanggil Jayadratha itu keras-keras. Diambilnya pistolnya yang tadi terjatuh tapi ketika ia menengok ke tempat di mana Bayu dan Mahesa tadi berdiri, kedua remaja itu sudah menghilang.
Pertarungan Final BoR3:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.