Senin, 06 Juni 2016

[PRELIM] 41 - ZAUBER MAGI | MIMPI ADALAH KEBOHONGAN YANG MANIS



oleh : Raditya Chema

--

“Mimpi adalah kebohongan yang manis,
dan realita adalah kenyataan yang pahit”
-Anonymous

Mimpi, siapa yang tidak suka mimpi? kita di mimpi bisa mendapat apa yang kita inginkan seperti memimpikan orang yang kita sayang, uang yang berlimpah, atau jadi raja termahsyur pun bisa. Tapi tak selamanya mimpi itu indah, kita bisa mendapat mimpi buruk. Tapi mimpi itu membantu kita, seperti menghilangkan rasa takut pada sesuatu, merasakan sebuah kepuasan tersendiri, atau bisa juga mengingat memori yang telah lama hilang. Ya, mengingat memori yang telah lama hilang, aku harap aku bisa mengingat memori bersama ayahku….

—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab 1 : Kenyataan Pahit Realita-

“Zaima!! Kenapa makanan untuk meja nomer 32 belum siap?!” Teriak seorang paman tua yang sedang memasak di sebuah restoran yang cukup besar.
“I-iya, sebentar paman Maz, sebentar lagi siap!” Teriakku sambil mengambil 2 piring berisi makanan dari meja dekat paman Maz dan berjalan cepat ke arah meja dengan sebuah hologram di tengahnya bertuliskan angka 32.
“Ini pesanan anda nyonya.” Kataku lembut sambil meletakan piring itu ke meja.
“Apa-apaan ini?! Kenapa sausnya diatas pudingnya?! aku sudah bilang dipinggir saja!” Teriak perempuan bertubuh besar yang duduk di meja 32.
“Ah maaf, saya tidak ta-
“Cepatlah Zaima! Meja nomer 34 dan nomer 12 butuh bantuanmu! Dan antar 9 makanan ini ke meja nomer 9, 7, dan 5!!” Teriak paman Maz dari dapur.
“Iya pam-
“Hei! fokus dong! saya ini pembeli!” Protes perempuan tadi.
“Ah, iya maaf nyonya.” Kataku sambil  menunduk dan kebingungan.
Beginilah hiruk pikuk di restoran terbesar di planet Chikyuu, restoran Prena. Restoran swasta yang dikelola kerajaan Jakiro dengan juru masaknya yang handal bernama paman Maz.
Ibuku meninggal saat aku kecil dan ayahku meninggalkanku di dimensi ini. Untuk saat ini aku tinggal sendirian di planet ini, karena satu-satunya keluargaku yang tersisa adalah pamanku yang bahkan aku lupa namanya tinggal di planet lain bernama planet Kasei. Karena aku hidup sendiri, aku harus mencari uang sendiri juga, sehingga aku memutuskan kerja magang di restoran ini.

Saat pagi hingga siang hari, aku sekolah di sekolah kerajaan Wonheim.  Di sekolah itu, aku mendapat ranking 1 dari semua penyihir yang ada di dimensi ini, sehingga aku dinobatkan menjadi The Grand Magus.

Walaupun aku menjadi penyihir yang terbaik di dimensiku dan membuat aku terkenal, aku tidak mempunyai orang yang benar-benar dekat denganku. Di sekolah aku dikagumi dan di sukai oleh teman-temanku, namun aku tidak benar-benar dekat dengan mereka karena  siswi sekolah kerajaan Wonheim 80% dari keseluruhan siswa. Hal ini dikarenakan kebanyakan laki-laki akan menjadi perajurit pedang, pemanah, atau yang lainnya. Sedangkan perempuan banyak yang menjadi penyihir. Karena aku memiliki fisik yang lemah dan kemampuan sihir yang jauh diatas normal, aku memutuskan menjadi penyihir juga.
Sonne, bintang utama dari realm ini mulai turun untuk berganti bulan, waktu sebelum senja sudah tiba. Waktunya aku pulang ke asrama dari tempat magangku.
“Paman! aku pulang duluan ya!” Teriakku sambil melambaikan tangan ke arah paman.
“Ah, baiklah, hati-hati dijalan.” Jawab paman yang masih mencuci piring di dapur.
Aku berjalan menuju ke sebuah mini market. Aku membutuhkan beberapa bahan makanan dan mungkin sebuah roti.
Setelah selesai membeli beberapa benda, aku langsung menuju ke asramaku yang bersebelahan dengan bangunan kerajaan. Aku menaiki tangga menuju lantai teratas asrama yaitu lantai 9. Setelah aku menginjakan kaki di lantai teratas, aku melihat ke kanan dan kiriku melihat kamar-kamar sebelahku. Dan yang kulihat selalu sama, kosong dan sepi. Aku adalah satu-satunya orang yang tinggal di lantai teratas tanpa alasan yang jelas. Pihak sekolah menganggapku spesial dan memutuskan untuk membedakanku dari yang lain. Aku terkadang heran, kenapa aku dikirim ke sini? kenapa aku dibedakan? kenapa ayahku meninggalkanku disini? dan kenapa dia pergi begitu saja tanpa bekal apapun yang diberikan ke aku?
Besok harinya aku terbangun dengan mimpiku yang normal. Karena hari ini hari minggu, sekolah diliburkan dan restoran paman Maz juga ditutup. Aku memutuskan hanya akan dirumah saja dan tidak melakukan apapun.
*Ting-tong*
“Eh? tamu? tumben…, aku datang!”
Biasanya aku tidak kedatangan tamu di asramaku ini, setidaknya tidak ada yang datang akhir-akhir ini. Terakhir kali aku kedatangan tamu adalah sekitar 4 bulan lalu saat pamanku datang dari desanya untuk menjemputku.

“Ada yang bisa saya ban….tu ?” Kataku halus sambil membuka pintu kamarku.
“Halo zaima.” Terlihat seorang pria yang terlihat tidak gagah lagi, tersenyum ramah dengan rambutnya yang putih memakai jubah cokelat dengan tongkat kayu di punggungnya. Tidak salah lagi kalau itu-
“Paman!!” Teriakku kegirangan.
“Wah paman sudah lama paman tidak mampir ke sini.” Kataku dengan mata yang berbinar-binar.
“Ah iya, paman sedang tidak sibuk, jadi paman memutuskan untuk mampir kesini.” Kata pamanku sambil berjalan masuk kamarku dan duduk di kursi yang ada di kamarku.
Kami asik berbincang-bincang tentang apapun yang ada di dalam pikiran kita, tentang apa yang terjadi baru-baru ini, sejauh mana kekuatanku, atau apapun saja. Tidak terasa senja tiba lagi dan bulan sudah mulai terlihat. Tiba-tiba aku ingin menanyakan tentang ayahku walaupun sebenarnya aku merasa tidak enak dan kurang yakin. Tapi karena aku sudah tidak tahan lagi, aku memutuskan tentang ayahku.
“Pa-paman, tolong ceritakan ke aku, sebenarnya apa yang terjadi pada ayah.” Tanyaku gugup bercampur ketakutan.
“Hmmm…. Memang sudah saatnya kamu tau tentang ini, kejadian ini berlangsung 16 tahun yang lalu, tahun kamu lahir. Seperti yang kamu tau, fallen mage penyihir yang dulunya baik dan berubah menjadi jahat akan dinobatkan menjadi lucias mage. Dulu ada lucias mage yang terkenal kekuatannya karena dia adalah The Grand Magus pada masa itu, dia bernama Agma Kawanagi, kakak dari ayahmu.
Kerajaan memutuskan memilih the grand magnus yang baru, yaitu ayahmu dan adik dari Agma, Shikawa atau bisa dipanggil Shirawa Kawanagi. Dia punya julukan unik, yaitu grand magnus paling lemah dari grand magnus sebelumnya dan sampai sekarang dia adalah yang terlemah. Dia adalah masokis, masokis yang sangat aneh. Dia menyukai kesakitan dan bahkan kekuatannya adalah membuat dirinya kesakit-.” Jelasnya panjang lebar.
“Kenapa dia suka sak-.” Tanyaku memotong pembicaraannya namun dia memotong juga pembicaraanku.
“Diamlah nak, ada sesi pertanyaan di akhir cerita.” Jelasnya cepat.
“Ok lanjut, lalu pada suatu hari Agma menyerang kerajaan Jakiro. Ayahmu selaku grand magnus harus melawan kakaknya sendiri. Hari pertarungan itu adalah hari dimana kamu lahir. Kekuatan shikawa yang terlalu lemah tidak bisa menandingi kekuatan Agma. Adikku yang telah melahirkanmu memutuskan menggunakan kekuatan overdracht-nya yang dapat menyalurkan kekuatan. Dia menyalurkan semua kekuatannya ke Shikawa agar ayahmu dapat mengalahkan Agma. Pertarungan itu diakhiri kemenangan ayahmu. Tapi ibumu yang kehabisan kekuatan, dia tidak dapat di tolong dan akhirnya dia meninggal.” Jelasnya dengan raut wajah sedih.
“Wah…. Mereka memanglah orang yang hebat. Walaupun tidak kuat, ayahku masihlah orang yang hebat. Dia tetaplah ayahku.” jawabku dengan raut wajah yang sedih juga.
“Yah… begitulah…. Ah, sudah malam. Paman harus pergi keluar kota lagi. Jaga dirimu baik-baik ya.” Katanya sambil berdiri dari kursi dan menuju pintu.
“Paman, aku tidak pernah tau nama lengkapmu, namamu lengkap paman apa?” Tanyaku.
“Ha? Kenapa tiba-tiba bertanya itu? Nama lengkap paman Izayoi Nakama.” Jawabnya.
“Nggak papa, cuman nanya aja kok, yasudahlah… sampai jumpa lagi paman.” Kataku sambil melambaikan tangan.
Setelah paman membuka pintu tiba-tiba dia berbalik ke arahku sambil mengatakan,
“Ah iya, Zainurma. Titip salam untuknya.” Setelah itu paman langsung keluar dari kamarku dan munutup pintu.
“Hah? Zainurma? siapa itu? Namanya mirip denganku, Zai…nur….ma… hmmm… Tidak pernah dengar.” pikirku sambil mencoba mengingat-ingat siapa itu Zainurma.
Jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Aku sudah merasa lelah dan ingin tidur di kasurku yang empuk.

Aku mulai tertidur tanpa makan waktu yang lama. Mungkin memang karena faktor lelah habis bertemu dengan pamanku yang sudah lama tidak bertemu.
—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab 2 : Mimpi adalah Kebohongan-

“Reveriers….”
“Hah? Siapa itu yang berbicara?”
“Mahakarya….”
“Hei! Siapa itu?!”
“Alam mimpi…”
“Apa?! Siapa itu…. Siapa… yang… berbi…. cara…….” Kataku di dalam hati namun terlelap tidur kembali.
Aku terbangun dengan merasakan pusing kepala dan rasa sakit di mata yang menyebabkanku tidak bisa melihat dengan jelas. Setelah berdiri dari tempat tidurku, aku berjalan pelan sambil memegang kepalaku yang pusing sekali menuju kamar mandi di kamarku.

“Uugh… kepalaku pusing sekali….” Kataku sambil memegang kepala dan membasuh mukaku.

Tiba-tiba aku merasakan hawa aneh, hawa yang tidak enak dan sama sekali tidak aku kenali. Aku mencoba berjalan mendekati jendela. Aku menggapai gorden yang menutupi jendela kamarku. Aku mengucek mataku dan mencoba melihat ke luar. Aku tidak melihat apapun karena gelapnya malam. Aku melihat jam dinding di kamarku menunjukan pukul 3 pagi. Aku memutuskan untuk olahraga pagi seperti biasa memutari bangunan kerajaan. Aku mengambil jaketku dan keluar dari kamarku.

*Ctang*
“Siapa disana?!” teriakku sambil melempar belatiku ke arah ujung lorong lantai
“Zrrrrrt…” terdengar sosok hitam di ujung lorong lantai.
Tiba-tiba sosok hitam itu berlari ke arahku membawa pedang katana yang cukup panjang.

*Zraaash…*
Aku merasakan sakit yang teramat di perutku. Aku melihat ke arah rasa sakit itu dan melihat pedang katana si sosok hitam itu menancap seluruhnya  ke badanku hingga menembus ke punggungku. Aku melihat wajah dari sosok itu yang memakai topeng tengkorak dengan jubah seluruh badan berwarna hitam. Aku merasa tidak berdaya  dan aku pingsan di tempat itu.

“Hah! Ada apa?! Apa yang terjadi?!” Teriakku di tempat tidur sambil merasa kaget setengah mati.
“Hah?! Apa itu tadi?!” Kataku sambil mencoba memegang perutku yang tadinya terasa sakit sekali.

Tidak ada bercak darah atau bekas apapun yang terlihat di perutku. Aku mulai kebingungan dengan apa yang terjadi sebelumnya.

“Tadi mimpi?! Tidak mungkin, itu terasa sangat nyata” kataku.

Aku mencoba berlari ke arah kamar mandi namun aku merasa sangat pusing dan merasa sangat lemah. Aku melihat bayangan diriku di cermin dan mencoba muncubit pipiku apa terasa nyata. Ternyata apapun yang aku lakukan terasa sakit dan nyata.

Aku mencoba berjalan lagi ke arah jendela. Aku melihat hal yang sama, aku tidak dapat melihat apapun di luar Karen gelapnya malam. Aku mengecek jam dinding di kamarku dan melihat sesuatu yang persis sebelumnya. Jam yang menunjukan pukul 3 dini hari. Aku langsung mengambil jaketku dan mencoba untuk keluar dari kamarku siapa tau sosok itu masih ada.

Aku membuka pintu dengan pelan-pelan dan mencoba melihat ke arah 2 ujung lorong. Aku tidak melihat apapun. Aku mencoba berjalan pelan-pelan keluar kamar sambil memegang belatiku dalam keadaan siap. Sekali lagi aku mencoba melihat kanan dan kiri lorong dan tidak menemukan apapun.

“Zrrrrt…” terdengar lagi suara dari sosok yang sama pada sebelumnya.
Sosok itu melakukan hal yang sama seperti tadi. Dia berlari membawa katananya ke arahku. Namun berbeda dengan sebelumnya, aku dengan cepat menangkis pedangnya dengan belatiku.

*Ctaang*
“Hei! Siapa kamu?!” teriakku ke arah sosok itu mencoba berkomunikasi dengannya.
“Ag………Ma……..” kata sosok itu pelan seperti ketakutan lalu berlari ke arah jendela lorong dan meloncat keluar.
“Ah! Sialan, kemana dia?!” teriakku sambil berlari ke arah jendela lorong.

Sosok itu sudah tidak terlihat lagi menghilang di gelapnya malam. Dari yang kuamati, sosok itu mempunyai kekuatan yang unik. Dia memliki kemampuan semacam membuat mimpi atau bisa juga kemampuan manipulasi waktu.

Aku memutuskan untuk mencari sosok itu di luar gedung asramaku. Di luar, sonne sudah tampak muncul kembali dari arah timur. Aku terkejut melihat sesuatu yang berbeda, Sangat berbeda. Aku melihat sungai dan rumah pamanku yang harusnya berada di planet berbeda. Tiba-tiba rumah itu berada di tepat depan asramaku.

“A-apa yang terjadi?!” tanyaku terkaget-kaget.

Aku berjalan pelan mendekati rumah itu untuk mengecek apakah itu memanglah rumah pamanku. Pintu kayu, dinding yang sudah retak-retak, jendela yang pecah, dan papan nama dari kayu yang sudah tidak terlihat lagi tulisannya, semuanya sama dengan ciri-ciri rumah pamanku di planet lain.

*tok-tok-tok*
Sudah menunggu lama, namun pintu tetap saja tidak dibuka. Aku memilih untuk langsung masuk saja jaga-jaga jika ternyata terjadi apa-apa pada paman. Aku membuka pintu yang sudah reyot itu dan berjalan pelan-pelan memasuki ruang tamu.

Aku melihat sekeliling dan semuanya persis seperti yang teringat di pikiranku tentang rumah paman. Rumah kecil ini hanya memiliki 1 ruang tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Aku berjalan kembali menuju ruang tidur satu-satunya di rumah ini. Aku pelan-pelan membuka kamarnya berjaga-jaga siapa tau paman sedang tidur.

*Braak*
“Sial! Paman?! Paman dimana?!” teriakku setelah melihat kamar paman yang berantakan seperti halnya jika ada pencuri yang masuk ke rumah. Aku langsung berlari ke dapur mencari dimana paman. Namun setelah mencari ke seluruh sudut rumah pun hasilnya tetap nihil.

Aku mencoba mencari di luar rumah paman. Namun anehnya lagi, aku merasa dilihat oleh orang-orang di kota itu. Setelah beberapa lama berjalan dan sampai di depan istana, aku melihat sebuah papan raksasa bertuliskan “Magic is a sin”. Yang artinya “Sihir adalah dosa”. Sekarang aku tau kenapa orang-orang melihatku aneh. Kerajaan disini berbeda dengan apa yang seharusnya. Entah kenapa disini sihir itu dilarang. Aku langsung berlari kembali ke arah rumah paman sambil mencoba menghindari kontak mata.

Aku duduk terdiam di sofa ruang tengah untuk menenangkan pikiranku. Aku berpikir jika pikiranku tenang maka jawaban apapun akan muncul sendirinya. Saat aku sedang menenangkan diri, tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang ganjal, ada sebuah foto dua anak kecil yang sedang berangkulan. Namun foto wajah dari salah satu anak kecil itu dirobek yang terlihat dirobek secara sengaja. Aku mengambil foto itu dan mengeluarkannya dari bingkainya yang sudah berdebu.

“Huh? Aku tidak pernah sadar ada foto ini sebelumnya.” Kataku sambil membuka bingkainya.

Di foto itu terlihat jelas kalau latar tempat foto itu di ambil adalah di depan rumah paman. Terlihat wajah anak kecil yang tidak dirobek itu memakai kacamata. Entah kenapa aku merasa sedikit ikut bahagia setelah melihat senyum anak kecil itu yang sangat terlihat betapa dia sedang senang sekali. Aku melihat belakang foto itu. Terlihat sebuah kata-kata yang aneh,

Meja yang terbakar dalam kamar

Janganlah kamu iri keatas

Tenang dan tetaplah bersyukur

“Meja yang terbakar? Maksudnya apa coba?” tanyaku ke diriku sendiri.

Aku mencoba masuk ke kamar paman yang mungkin dimaksudkan di kata-kata itu. Aku melihat sekeliling kamar paman. Dikamar itu hanya terlihat satu meja yaitu meja yang berada di samping tempat tidur. Tapi aku tidak mengerti maksud dari kata-kata “-yang terbakar”. Meja di kamar paman terlihat biasa saja tanpa bekas apapun. Aku melihat isi meja itu dari atas sampe bawah.

Aku menemukan sebuah ukiran berbentuk lambang sekolah kerajaan yang berupa lambang api. Aku mencoba menggosok dan menekan ukiran itu namun hasilnya nihil dan tidak terjadi apa-apa.

“Hmmm…. Terbakar? Harus aku bakar kah meja ini?” pikirku dalam hati sambil melihat ukiran lambang itu.
“Tidak ada salahnya mencoba.”
“Elementalion…” Pupil mataku yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi putih polos tanpa corak apapun.
“The fire elemen, Flaren..” Setelah aku mengatakan itu, pupil mata kananku berubah menjadi berwarna merah darah.
“Elemen basic, Flaren” bisikku sambil mengedepankan tanganku kedepan. Muncul sebuah api kecil di atas telapak tanganku.
“Fiuh, semoga ini berhasil.” Kataku sambil pelan-pelan memegang logo itu dengan telapak tanganku.

Api dari tanganku dengan cepat merambat ke meja kayu itu. Meja itu terbakar dengan cepat tapi lambang itu terbakar. Lambang itu berubah menjadi merah. Namun tidak terjadi apa-apa selain berubahnya lambang itu. Api yang masih menyala-nyala itu terus merambat sampai ke tempat tidur.

“Aaah… bagaimana ini? Kenapa tidak terjadi apapun dan apinya malah terus menjalar.
“Eeeh… oh tidak, paman akan membunuhku.” Kataku dengan wajah yang ketakutan.
“Ah! Aku tau, Izas!” mata kiriku yang tadinya putih berubah menjadi merah darah menggantikan mata kananku. Sedangkan mata kananku yang tadinya merah berbubah menjadi biru muda.
“Elemen basic, Izas!” teriakku sambil mengedepankan tanganku lagi. Lalu munculah sebuah bongkahan es kecil di tangan kananku.
“Aaaah! Kemampuan sialan! Kenapa cuman sekecil ini saja? Biasanya besar?!” teriakku.
“Tenanglah dan tetap bersyukur? Benar, aku harus tetap tenang, pasti memang ada jawabannnya disini.” Kataku dengan tenang dan menutup mataku.
“Ah! Iri kepada yang lebih bagus, dan bersyukur daripada yang jelek!”
“Bawah?!” teriakku sambil melihat bawah meja.

Terlihat sebuah tombol dari kayu dengan lambang api yang sama dengan yang ada di atas meja. Dengan cepat aku langsung mencoba menekan tombol itu sebelum apinya membesar. Setelah aku menekan tombol itu, api di kamar tiba-tiba mati dan sebuah tangga terbuka di bawah meja itu.

Terlihat sebuah tangga ke bawah tanah yang gelap dan tidak terlihat ujungnya. Aku berjalan perlahan menuruni tangga itu.

Setelah beberapa lama menuruni tangga itu, aku akhirnya sampai di lantai terbawah ruangan itu.

“Basic Flaren.” Aku mengeluarkan apiku agar dapat melihat jelas ruangan itu.
Yang terlihat hanyalah sebuah kotak berwarna hitam. Aku mengambil kotak hitam itu dan membukanya.

Di dalam kotak itu berisi selembar kertas dan sebuah kacamata. Aku membuka kertas itu. Ternyata di dalam kertas itu tertulis sebuah surat bertuliskan,

-+-
Hei, kita sudah lama tidak mengobrol. Bagaimana kabarmu? Disana baik-baik saja? Apa…kau mempunyai teman? Bagaimana kabar pamanmu? Dia baik saja kan?

Maafkan aku ya? Maafkan aku tidak pernah bertemu denganmu…. Maafkan aku meninggalkanmu tanpa bekal apapun…. Maafkan aku telah membuatmu bingung…. Maafkan aku ya, Zaima?

Kalau kau menemukan ini, berarti kamu sudah benar-benar menguasai elementalionmu! Hore! Selamat! Maaf ya aku tidak bisa ikut merayakannya… jaga dirimu baik-baik ya?
-+-

*Tes…*
Suara air mata yang bergelinang di mataku. Aku tidak bisa menahan tangisku. Aku hanya bisa merasakan bahwa aku sangat senang. Untuk pertama kalinya aku mendapatkan sesuatu dari ayah. Aku memegang erat kertas itu lalu melipatnya dan menyimpannya di saku celananya.

Dia mengambil kacamata di dalam kotak itu. Terlihat sebuah kertas yang menggantung di kacamata itu bertuliskan “Property of Shirawa Kawanagi.”

“Tentu, tidak masalah kok. Aku baik-baik saja disini. Aku pasti memaafkanmu.” Kataku pelan sambil mengusap air mataku.

Setelah itu aku masuk ke ruangan di belakang kotak itu. Ruangan itu terlihat sangat besar dengan sebuah peti mati ditengahnya. Tulisan di peti itu sudah berdebu dan tulisan namanya sudah tidak jelas lagi.

Aku mengamati peti mati itu dan membersihkannya. Sebuah kata-kata muncul di atas peti itu.
Disini berbaring,
Agma Kawanagi
The Lucias Mage | The Former Grand Magus
w/ mace of clarity
Ternyata peti mati itu adalah peti mati milik pamanku, Agma. Di bawah tulisan itu terlihat sebuah ukiran berbentuk lingakaran yang dibagi 4 berwarna biru, ungu, merah, dan kuning. Memang sudah tertebak kalau 4 bagian lingkaran itu mewakili elemen-elemen dari kemampuan elementalionku. Namun aku tidak mengerti apa maksud dari lingkaran ini. Aku hanya berdiam dan melihat sekeliling peti itu.

—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab 3 : Mimpi oleh waktu-

“Zrrrrt……”
“Kamu lagi! Tunjukan dirimu!” Teriakku sambil melihat sekeliling ruangan dan memegang belatiku.
“Hohoho~ Zauber… Magi… The grand magus abad ini.” Kata pria yang muncul dari kegelapan memakai jubah abu-abu dan mahkota berlambang pedang di kepalanya.

Diiringi muncul seseorang memakai jubah hitam di belakang pria tadi.
Aku mengenal betul siapa pria itu, pria itu adalah patih Napo kerajaan Jakiro. Dia adalah patih dan penasehat raja saat ini. Dia salah satu orang yang melindungi kerajaan saat pamanku Agma menyerang kerajaan. Dia mantan jendral tertinggi di pasukan kerajaan. Memiliki kemampuan bertarung pedang yang sangat tinggi.

“Patih Napo?! Apa yang paman lakukan disini?” Teriakku sambil menurunkan belatiku.
“Halo Zaima…. betapa terhormatnya saya bertemu dengan grand magus kerajaan~” Katanya halus sambil menepukkan kedua tangannya.
“Tapi, saya tidak sudi hormat kepada yang gagal!” Teriaknya sambil menunjuk ke arahku.
“Ahahahaha…. Keponakan dari Agma dan anak dari adiknya, Shira. Grand magus terbaik kerajaan, atau bisa dibilang juga grand magus paling hina dan adiknya yaitu grand magus yang paling lemah! Ahahaha!” Katanya sambil tertawa jahat.
“Apa maksudmu?!” Teriakku sambil menaikkan belatiku kembali.
“Pamanmu! Adalah orang yang gagal, Zaima! Kegagalan!” Teriaknya.
“Dan ayahmu juga! Lemah sekali sampai gagal menjaga kerajaan! Ahahaha!”
“Apa yang kamu lakukan ke kota ini? Apa kamu yang melakukannya?!” Teriakku.
“Lakukan apa? Tentang entah kenapa banyak bangunan dari planet lain yang tercampur disini? Atau tentang kerajaan yang sempurna dimana semua orang benci sihir?!” Tanya pria itu sambil membuka jubahnya.
“Tentang bangunan… entahlah, bukan aku yang pasti. Kalau tentang kerajaan yang benci sihir? Bisa jadi? Ahahaha!” Teriak pria itu lagi.
“Raja itu! Raja pengecut itu! Dia tidak pantas menjadi raja! Sudah jelas terlihat ada anak dari si gagal itu, namun tidak melakukan apapun! Pengecut!” Teriaknya.
“Apa masalahmu?! Hal yang normal membenci Agma, tapi kenapa kamu membenci ayahku juga?!” Teriakku.
“Agma menghancurkan seluruh kota dan membunuh istriku! Sedangkan ayahmu tidak dapat melindungi kota ini, hina!” Teriaknya lagi.
“Tapi belum terlambat, orang disampingku ini bukanlah manusia biasa. Dia adalah sebuah manusia yang di darahnya tercampur DNA milik Agma. Jadi dia juga mempunyai kekuatan Agma juga. Dengan kekuatan itu, aku bisa menghentikan semua sihir di dunia ini!” Katanya sambil menepuk pria di sebelahnya.

Pria disebelahnya itu melepas jubahnya dan terlihat dia memiliki badan kekar yang terlihat sangat kuat. Dia juga memiliki luka di seluruh wajahnya. Di dahinya terlihat lambang jam berwarna biru.

“Manusia ini mempunyai kekuatan yang sama dengan pamanmu, kekuatan manipulasi waktu. Namun tentu belum sempurna sebelum dia memegang mace of clarity milik Agma.” Katanya.
“Diamlah sudah!” Teriakku.
“Elementalion! Izas, izas!” Mataku yang berubah putih berubah menjadi biru keduanya.
“Ice blast!” Teriakku sambil mengarahkan tanganku ke arah patih itu.

*Claar*
Percikan es yang meledak mengenai kedua orang itu.
“Zrrrt… Agma!” Teriak pria yang memakai jubah itu.
Aku tiba-tiba melihat cahaya yang sangat terang membuat mataku tidak dapat melihatn apapun. Aku membuka kembali mataku melihat patih itu tidak terluka sama sekali. Dengan sendirinya, mulutku tiba-tiba berkata dengan sendirinya.
“Elementalion! Izas, izas!” Mataku yang kembali putih dan berubah menjadi biru kembali.
“Ice bla-

*Syaat*
Tiba-tiba pria yang memakai jubah itu ada di sebelahku dan menendang tubuhku. Aku terbanting ke tanah dan mataku berubah menjadi hijau kembali. Pria itu dengan cepat menahan tanganku agar tidak bisa bergerak.

“Ahahahaha! Lemah! Sama dengan ayahnya!” Teriak patih itu melihat dari jauh.
“Yang aku butuhkan sekarang adalah DNA murni keluarga Agma. Yap, darahmu.” Katanya sambil menyuntik tanganku dan mengambil darahku.

Setelah mengambil beberapa mili darahku, patih itu berjalan ke peti mati milik pamanku dan meneteskan beberapa 4 tetes darah ke 4 bagian lingkaran itu.
Tiba-tiba peti mati itu terbuka  dengan ledakan yang sangat kuat membuatku terpental ke dinging. Terlihat sebuah mayat yang dimumikan menutupi seluruh tubuhnya dengan perban. Tidak salah lagi kalau itu mayat dari Agma pamanku. Mayat itu membawa sebuah tongkat yang pendek dengan jam di ujungnya.

“Mace of clarity! Senjata yang memiliki kekuatan asli dari Agma!” Katanya sambil mengambil tongkat itu.
“Ambilah, dan kekuatannya akan menjadi milikmu.” Katanya pelan sambil memberikannya ke arah pria itu.

Pria itu terlihat ragu-ragu untuk mengambil tongkat itu. Dia perlahan-lahan mendekatkan tangannya ke tongkat itu.
Tanpa pikir panjang, aku harus menghentikan pria itu mengambil tongkat itu.

“Elementalion! Illuks, Flaren!” Teriakku sambil mengarahkan tangan kiriku ke arah tangan pria itu.
“Pyrian Arrow!” Teriakku sambil menarik tali menggunakan cincin crossbowku di tangan kiriku.

Panah yang terbakar itu dengan cepat menuju tangan pria itu. Namun tiba-tiba 2 orang itu hilang dan berpindah tempat. Panahku hanya mengenai dinding dan tidak berguna sama sekali.

“Ahahaha! Menembak kemana? Ahahaha, kekuatan Agma tidak selalu membawamu ke beberapa saat yang lalu, bisa juga hanya orang yang dipilih pengguna saja yang merasakan itu.” Kata patih itu yang masih memegang tongkat itu.
“Zrrrt….aku tidak butuh tongkat itu.” Kata pria itu.
“Apa?” Tanya si patih.
“Aku sudah cukup kuat.” Jawab pria itu.
“Hei! Turuti perintahku!” Teriak patih itu.
Pria itu terlihat kesal dan meninju patih itu sehingga patih itu terpental ke dinding dan pingsan.
—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab 4 : Orang yang sama-

Tiba-tiba pria itu menggores tangan kirinya dengan katananya yang membuat darahnya mengalir di tangannya. Dia berlari ke arahku dengan cepat dengan katana di tangan kanannya dan darah yang masih mengalir di tangan kirinya.

Dia mencoba menyentuh belakang leherku dengan tangan kirinya. Dia mengetahui dengan tepat apa kelemahanku. Dengan cepat aku menghindar dengan cara menunduk lalu memukul dagu pria itu. Namun karena fisikku yang lemah membuat pukulanku tidak terasa sama sekali bagi pria itu. Pria itu masih mencoba mengenai belakang leherku. Dengan refleks aku menyalakan skill cloud walk untuk menghindari pria itu.

“Izas Rox! Cloud Walk!” Dengan cepat uap air menyelimuti tubuhku dan membuat aku tidak terlihat.
“Sial! Dimana kau! Tunjukan dirimu dasar pecundang!” Teriak pria itu setelah kehilangan jejakku.

Aku langsung berlari ke arah tiang terdekat karena waktuku hanya 20 detik saja. Aku melihat sebuah tiang yang cukup tinggi sejauh 10 meter dari dari posisiku sekarang. Aku mencoba berlari sekuat mungkin. Aku bersembunyi di tiang itu sampai waktu cloud walkku habis.

“Ohohoho! Mau bermain petak umpet?” Tanyanya halus sambil melihat dengan teliti ke seluruh sudut ruangan.
“Kaget ya aku mengetahui kelemahan fatalmu? Hahahaha! Ingatlah, kita ini memiliki DNA yang sama, kita bagai orang yang yang sama!” Teriaknya terang-terangan.
“Sama? Artinya dia memiliki kelemahan fatal yang sama denganku?” Pikirku dalam hati.

Aku mengintip melihat pria itu yang kebetulan sedang memunggungi aku. Terlihat jelas bekas jahitan vertikal yang mirip dengan milikku. Setelah berpikir panjang, aku mendapat sebuah rencana untuk mengalahkannya.

“Baik, aku bisa, Flaren Illuks.” Kataku dalam hati.
“Baiklah, aku menyerah.” Kataku sambil berjalan memperlihatkan diriku.
“Ah! Disitu kau rupanya.” Kata pria itu sambil melihat ke arahku.
“Ring of pyrian!” Teriakku sambil melempar lingkaran api itu ke arah pria itu.
Dengan lincah pria itu menghindar dari ketiga lingkaran api itu.
“Forward!” Teriak pria itu sambil bersiap berlari ke arahku.
“Flaren Izas! Icarus shell!” Teriakku membalas pria itu.

Pria itu hilang dari pandangan lalu tiba-tiba muncul di hadapanku. Pria itu terlihat bersiap-siap memukul telak di wajahku. Namun secara bersamaan sebuah pelindung dari lava terbentuk di depanku namun anehnya, kekuatanku tidak kuat menahan pukulan itu dan Icarus shellnya langsung hancur setelah di pukul.

Namun sebelum aku terkena serangan telak di wajah, aku langsung melancarkan seranganku selanjutnya dengan cepat.

“Tertangkap, rox rox! Magnetic field!” Teriakku sambil tersenyum.

Sebuah persegi muncul di lantai yang mengeluarkan sengat listrik yang bertubi-tubi menyerang pria itu. Namun hal aneh yang sama terjadi lagi, daerah listrik yang harusnya 5 meter menjadi hanya 3 meter x 3 meter saja.

Walaupun daerahnya mengecil, pria itu masih dalam jangkauan listrik itu dan mulai menyengat pria itu. Tapi pria itu berhasil sekali lagi menghilang dan muncul di tempat awalnya tadi yaitu di tengah ruangan. Aku hanya berdiam diri di atas daerah listrik itu untuk beristirahat dan berpikir serangan selanjutnya.

10 detik berlalu, daerah listrik itu mulai menghilang. Terlihat tanpa pikir panjang pria itu muncul di belakangku dan menendangku ke depan sampai terguling.

“Sekarang, mana ayahmu? Apa dia akan menyelamatkanmu? Ahahahaha!” Tertawanya kegirangan.

Aku mulai panik dan membuatku tiba-tiba lupa semua kemampuanku atau blank. Pria itu yang sudah mulai kewalahan juga mulai memegang katananya.

“Tenanglah Zaima, tenaaang…” Pikirku dalam hati.
“Ah!” Tiba-tiba aku mendapat ide.
“Ayahku memang tidak ada disini, tapi aku masih ada!” Teriakku sambil menunjuk kaki pria itu.
“Illuks izas! Ice shard!” Teriakku lagi sambil meluncurkan es runcing ke arah pria itu.

Es runcing itu menancap di kaki pria itu membuat kakinya tidak bisa diangkat.

“Sial! Lepaskan es sialan ini!” teriak pria itu.
“Dan untuk serangan terakhir.” Kataku sambil berusaha bangkit.
“Flaren…. Rox, Phoenix meteor!” Teriakku sambil menunduk dan mengangkat tangan kananku ke atas.

Sebuah meteor terbentuk di atas tangan kananku dan mulai terbakar. Lalu aku mengangkat kepalaku dan mengarahkan tangan kananku ke arah pria itu. Meteor itu mulai perlahan jatuh ke atas pria itu.

Meteor itu hancur dan membuat bekas terbakar di bawah pria itu dan perlahan membakar pria itu.

“Dasar bajingan! Aku doakan kau akan mati! Pamanmu membunuh anakku! Pamanmu yang bajingan itu membunuh anakku! Dasar bangsat!” Teriak pria itu sebelum dia mati.
“Paman-pamanku memang tidak waras, maafkanlah mereka.” Kataku sambil mencoba tidak melihat kematian pria itu.

Namun belum sampai situ saja, aku mendengar sebuah gerakan di belakangku. Aku melihat kebelakang dan terlihat patih itu terbangun dan mengambil pedangnya.

“Dia memang tidak berguna, sekarang lawanmu aku, tanpa sihir.” Katanya tenang walaupun wajahnya terlihat babak belur.
“Maafkan aku, aku tidak punya waktu.” Kataku.
“Rox flaren, thunder speed.” Lanjutku sambil mengambil belatiku.

Detak jantungku mulai terasa lebih cepat dan dunia terasa lambat sekali. Aku bisa merasakan kecepatan tubuh yang lebih dari biasanya. Aku langsung berlari ke arah patih itu dan melukai tangannya dan kakinya agar tidak bisa bergerak. Karena kecepatanku 20% dari biasanya. Kekuatan fisikku juga lebih kuat walaupun tidak terlalu kuat. Aku menendang patih itu ke belakang membuatnya terjatuh di lantai.

“Katakan menyerah.” Kataku sambil menunjuk belatiku ke arah patih itu.
“Baiklah, aku menyerah. Tapi aku akan memberitahumu satu hal, mendekatlah.” Katanya.

Aku mendekatkan kepalaku ke arah mulut patih itu.

“Dasar bodoh.” Bisiknya sambil menempalkan tangannya yang berdarah ke belakang pundakku.

Darah dari patih itu terkena lukaku dan mulai terhisap ke dalam tubuhku. Rasa sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhku termasuk mataku. Mataku yang tadinya berwarna ungu dan merah bekas kemampuan thunder speed-ku berubah menjadi hijau kembali. Kemampuan elementalionku ataupun fusion-ku telah hilang sama sekali untuk yang kedua kalinya.

“AAAAAAH! Sial!” Teriakku sambil memegang mataku yang sakit sekali.
“Ahahaha… bodoh…” Kata patih itu sebelum dia meninggal juga.
“Elementalion!” teriakku berusaha mengaktifkan elementalion.

Namun mataku tetap hijau dan tidak berubah menjadi putih seperti biasanya. Aku mulai pusing dan terjatuh dikarenakan kesakitan yang cukup kuat di bagian kepala. Aku hanya tertidur dan melihat ke atas atap sambil memegang kacamata dan surat milik ayahku.
“Whoa, pertarungan yang aneh.” Kataku sambil menutup mataku.
—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab 5 : Mimpi yang sebenarnya-

Pusing kepalaku mulai reda. Aku mulai membuka mataku dan melihat sekeliling. Aku hanya melihat sebuah pria dengan rambut klimis dan sebuah mahluk berkepala bantal di kepalanya.

“Wah wah, sesuai dugaanku, anak ini memang keren.” Kata pria dengan rambut klimis itu sambil tepuk tangan dan berjalan mendekati aku.
“Butuh bantuan?” Tanya pria itu sambil menawarkan pegangan tangan.

Aku langsung memegangnya dan mencoba berdiri.

“Kalian siapa?” Tanyaku tenang namun siaga dengan tangan di dekat kantong belatiku.
“Whoaa…. Kamu bisa gabungin elemen-elemen ya? Kamu bisa gabungin tepung dan telur lalu membuat kue tidak?” Tanya mahluk kepala bantal itu.
“Eeeh… wat?” Tanyaku kebingungan.
“Aah sudahlah, maafkan temanku yang satu ini.” Kata pria itu sambil menarik mahluk itu ke belakang dengan memasang wajah poker face yang sangat buruk.

“Namaku Zainurma.” Kata pria itu sambil menawarkan jabat tangan.
“Namaku itu namamu, cuman tanpa cahaya.” Kataku tersenyum sambil menjabat tangan pria yang bernama Zainurma ini.
“Zai…ma? Ya?” Tanya Zainurma setelah berpikir beberapa saat.
“Zaima? Maksudnya tanpa cahaya?” tanya mahluk berkepala bantal itu sambil menyodok pantat Zainurma.
“Nur itu artinya kan cahaya.” Kata Zainurma sambil berbalik badan.
“Hmm? Zai…ma… Wah benar! Pintar sekali!” Teriak mahluk itu.
“Namaku Huban!” Kata mahluk itu sambil mengangkat payungnya sebagai tanda jabat tangan.
“Ya, Zaima.” Jawabku sambil memegang payung itu.

“Ini dimana?” Tanyaku sambil melihat kanan dan kiri.
“Ini di bingkai mimpi. Tempat dimana duniamu masuk ke sini dan membuat sebuah area yang mirip dengan asalmu.” Jelas Zainurma.
“Woow, aku tidak mengerti.” Kataku yang masih melihat sekeliling.
“Bodohnya.” Kata Zainurma sambil menepuk wajahnya.

“Ah iya, pamanku menitip salam.” Kataku sambil melihat ke arah Zainurma.
“Hah? Pamanmu mengenal paman Nurma?” tanya Huban sambil melihatku lalu melihat Zainurma.
“Heh? Pamanmu? Kok bisa tau soal aku? Siapa dia?” Tanya Zainurma.
“Entahlah, pamanku bisa mengetahuimu dan menitip salam buatmu. Namanya Izayoi.” Kataku sambil melihat Zainurma.
“Hah? Izayoi? Kau keponakannya?! Wah pantas saja.” Katanya sambil terkaget.
“Izayoi itu siapa, paman?” Tanya Huban ke Zainurma.
“Ah, dia cuman teman lama.” Jelas singkat Zainurma.

“Hmm, baiklah, sekarang waktunya kamu melanjutkan perjalananmu. Peganglah ini.” Kata Huban sambil memberikan tali yang diikatkan ke sebuah domba.
“Jaga dia ya! Jangan sakiti dia, dia agak sensitif” kata Huban berbisik-bisik.
“O-okay?” Kataku kebingungan sambil memegang tali itu.
“Baiklah domba! Buka portal!” Teriak Huban sambil mengelus domba itu.

Tiba-tiba sebuah portal muncul berbentuk pusaran yang mirip dengan black hole. Aku berjalan pelan-pelan memasuki portal itu untuk melanjutkan petualanganku ini di dunia mimpi.
—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-Bab Bonus : Obrolan mimpi-
[Sebelum bab 1 terjadi]

[PoV Izayoi]

*Syuuut*
“Ada apa kau memanggilku?” Tanyaku ke arah pria yang sedang memunggungiku.
“Oh, kau sudah datang.” Kata pria itu sambil melihat kebelakang.

Pria itu adalah teman lama yang sudah lama tidak aku kunjungi, Zainurma. Dulu kita pernah bertemu saat aku 18 tahun. Sudah bertahun-tahun lamanya terlewati. Aku mulai menua dan sudah cukup tua untuk tertidur di peti, sedangkan Zainurma masihlah sehat dan umurnya tidak bertambah tua.

“Kudengar temanmu itu punya anak ya?” Tanya Zainurma sambil mengelap kacamatanya.
“Iya, dia memiliki kemampuan yang unik.” Kataku.
“Hooo… elementalion ya? Menarik.” Kata Zainurma sambil melihat sebuah kertas di tangannya.
“Kamu mau apa dari keponakanku?!” Teriakku.
“Ohoho, aku tidak mau macam-macam. Aku hanya mau mimpinya.” Kata Zainurma sambil tersenyum.
“Hah? Mimpinya bertemu ayahnya? Hilang dimana? Di mall?” Tanya Zainurma.
“Dia memanglah tidak pernah bertemu ayahnya. Hal yang wajar bagi dirinya untuk ingin bertemu ayahnya.” Kataku.
“Oooh…. Baiklah, aku pinjam keponakanmu sebentar ya?” Katanya sambil menggulung kertas di tangannya.
“Jagalah dia. Aku mohon.” Kataku singkat.
“Tidak masalah, dia akan baik-baik saja!” Kata Zainurma sambil berjalan menjauh dari pandangan dan mulai tidak terlihat.

—Zauber Magi, Battle of Realms 6—
-End-

26 komentar:

  1. Patih? apa nggak sebaiknya pake panglima? karena bagi saya agak aneh pake Patih buat jabatan kerajaan pada umumnya.

    "Meja itu terbakar dengan cepat tapi lambang itu terbakar." ada sedikit typo di kalimat ini. jadinya makna kalimat jadi rancu.

    nilai 8 dari saya.

    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngeliat ini jd pengen bntu jawab. nggak juga kalo aneh misalnya pada jaman2 kerajaan indonesia sdang berjaya. ada kok yang nerima jabatan sbg patih dan terkenal banget. yaitu, Patih Gajah Mada.
      ok ntar aku bc entry ini deh

      Hapus
    2. mungkin orientasi kamu dan author beda makanya menurutmu ini aneh. ibarat kamu berorientasi ke kerajaan universe ala eropa-barat, sementara author orientasinya kerajaan indonesia-jawa

      Hapus
    3. maaf juga kalo salah dan kaya sok tau. hehehe

      Hapus
    4. Uwaaah, iya ada typo. Terima kasih udah mau baca cerita saya dan makasih lagi buat ratingnya.

      Hapus
    5. Sesuai ya dijawab kak Cloud Strife diatas, yap, saya memang mengingat Patih Gajah Mada saat membuat tulisan ini. Jadi saya memutuskan memakai istilah patih. Terima kasih.

      Hapus
  2. Saya bingung, sepanjang entri ini ocnya dipanggil Zaima, jadi Zauber Magi itu apa? Nama gelar?

    Paling yang pengen saya kritisin soal kadang" penggunaan kapitalnya salah tempat, dan sfx (meski kalo soal sfx kayaknya terserah penulis sih). Ceritanya lumayan ngegambarin background si Zaima (Zauber?), cuma saya kurang nangkep kenapa cerita ini defy the tyranny - patihnya ga keliatan begitu berkuasa selain karena gelarnya patih

    Spam kata 'orang itu'nya lumayan bikin jenuh juga. Mungkin coba variasi susunan katanya biar ga terlalu monoton. Berlaku juga buat setiap dialog, saya liat di sini hampir semua dialog seolah harus diikutin keterangan '-kata x' atau '-tanya y', padahal ga harus melulu begitu

    Terus, saya ngerasa dialognya mestinya bisa lebih baik lagi. Di sini masih berkesan komikal, jadi berasa kurang natural (saya susah ngegambarin apa yang ngeganjel pas baca, tapi kira" begitulah)

    Nilai 7

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo kak Sam~ makasih udah baca cerita saya dan udah rating. Iya saya juga merasa dan bingung gimana caranya ngebuat kerasa di patihnya yang bekuasa. Saya awalnya mau buat ceritanya itu si rajanya itu semacam boneka yang di gerakin oleh si patih. Tapi kayaknya fail xD. Sarannya pasti saya pakai biar kedepannya lebih baik lagi, sekali lagi terima kasih.

      Ah iya, Zaima itu berasal dari ZAuber MAgi, jadilah ZAIMA.

      Hapus
  3. Halo radit, teman anda Rangga di sini akan mengomentari entrymu!
    *suara tepuk tangan*

    pertama, masih banyak typo di sana-sini seperti karena yang ditulis Karen dan lainnya

    kedua, ada banyak pengulangan kata sosok itu, orang itu, dan lainnya yang bikin jenuh bacanya

    ketiga, nggak tahu disengaja atau typo, tapi ada bagian yang ditulis 'Grand Magnus' yang bikin saya bingung itu typo, beda gelar, atau gelarnya diubah

    tapi ceritanya mudah dipahami dan bikin enjoy pembaca (saya) meskipun agak terkadan agak bingung, bagian bertarungnya juga seru dengan template mainstream 'senjata makan tuan' ditambah 'antagonis menipu MC yang polos' yang membuat ceritanya tambah seru.

    Nilai 8/10

    OC: Snow Winterfeld

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih rangga~ xD
      Makasih masukannya dan sarannya. Pasti saya pakai untuk kedepannya lebih baik. Sekali lagi makasih~

      Hapus
    2. Gak ada komentar apapun soal sosok 'Izayoi'?

      Hapus
  4. ini endingnya masih nggantung ya. itt musuhnya kan belum bnar2 nyerah kok tantangannya udah slsai gtu aja? bukannya berarti tantangannya belum selesai ya? tp, eh malah zainurma dan ratu huban keburu muncul. jd, 7

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh? Saya pengen menyampaikannya si patih setelah memegang belakang leher Zaima langsung pingsan. Apa nggak tersampaikan ya? Kalau gitu maaf >.<

      Makasih masukannya dan ratingnya kak Clood Strife~

      Hapus
  5. Ehm. Halo. /plak


    Penjelasan tentang mimpinya....saya mencium bau motivator disini(?)

    Untuk awalnya bagus, saya sebagai pembaca jadi tau siapa si Zaima ini. Cuman, masuk chapter 2 mulai banyak typo sama penggunaan kata yang kurang efektif. Untuk battlenya, yah. Seperti yang sudah saya pribadi harapkan.

    7/10

    OC : Takase Kojou

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haihai kak Nakano~

      Cerita ini pengerjaannya agak aneh emang. Setelah pengumuman babak preliminary ini muncul, saya langsung cepet-cepet ngerjain chapter 1 (santai). Lalu saya break lama soalnya ada ujian. Setelah itu, sisa 4 hari sampai babak ini ditutup jadinya saya panik. Tulisan mulai kacau. Ehh malah 1 hari sebelum babak ditutup nyadar kalau waktunya cukup. Jadinya inilah hasilnya~ /maaf curhat >.<

      Makasih sarannya dan ratingnya kak Nakano~

      Hapus
  6. Err ... yg paling ganggu itu pola kalimatnya. Depannya kebanyakan aku begini, aku begitu. Iya sih PoV orang pertama. Tapi coba kalimat depannya agak divariasikan misal: kuaktifkan sihir bla bla bla. Setelah itu kuambil bla bla bla.

    Terus, dunianya gak koheren. Nama planet dan beberapa orangnya semacam nama Jepang--tapi kok di tempat yg sama ada nama berbau Jerman, atau kata seperti sonne. Kalau buat saya itu, agak terasa aneh. ._.

    Banyak typo dan pengulangan kata ganti orang. Samaa lah ya kayak kata suhu-suhu di atas.

    Jadi saya titip 7.

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo~

      Sarannya mirip kayak diatas-atas, PoV sama typo. Saya pasti masukin sarannya biar selanjutnya lebih baik.

      Soal nama-namanya, saya cuman milih random aja sih. Saya emang dari awalnya suka anime jadinya namanya jejepangan gitu. Tapi menurut saya terlalu 'anime' banget kalau semuanya jejepangan, jadi saya masukin Jerman biar keliatan gak polos banget.

      Terima kasih saran dan ratingnya~

      Hapus
  7. Ehm... sepertinya sudah banyak diatas yang bahas tentang pengulangan kata, dan typo yang buat pembaca kurang 'nikmat' baca cerita ini.

    Saya akan menambahkan tentang jarak antar paragraf yang tidak konsisten. Di cerita ini banyak saya temukan enter tunggal dan dobel. Entah ini di sengaja oleh penulis atau tidak. Membuat saya kurang nyaman pas baca. Atau karena hp saya?

    Secara keseluruhan ceritanya cukup menarik. Tapi battlenya kurang. Patihnya kalah enggak sih? Dan kalau cuma patih sepertinya kurang mencerminkan pemimpin yang jahat.

    7 dariku
    -=AI=-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, PoV dan typo. Sudah pasti saya ingat sarannya.

      Saya juga agak bingung kenapa jadi kelihatan kayak gitu, space antar paragrafnya 1 kok. Kalau di blok (di drag pake kursor atau hp) keliatan yang terblok cuman 1 spasi di antara paragraf. Tapi saya coba hindari untuk kedepannya.

      Terima kasih saran dan ratingnya~

      Hapus
  8. Cerita yang tergolong ringan menurut saya. :s

    Ada banyak potensi di cerita Zauber. Tapi kayaknya kurang terjelajahi. Seperti konfliknya kurang memuaskan, baik dari sebab-akibat dan cara menyelesaikan konfliknya, dan juga adegan berantemnya masih terlalu biasa. Menurut saya adegan berantemnya padahal bisa dibuat lebih wah.

    PoV 1 nya masih biasa aja, karena terlalu monoton kalau menurut saya. Mungkin bisa dicoba bentuk penyampaian yang lain kalau maju ke R1 nanti.

    Saya titip 7 dulu deh untuk Zaima. Semoga bisa bertemu kedepannya :s

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloo~

      Fun Fact : Kalau seandainya gak sadar, ini lanjutan cerita saya dari BOR tahun lalu. Jadi ini universe dan ceritanya emang besar banget dan saya coba eksplor sebaik mungkin. Tapi makasih sarannya.

      Yap, PoV. Sudah saya ingat~

      Terima kasih sarannya dan ratingnya~

      Hapus
  9. penggunaan kata 'aku' harus ditekan lagi sebanyak mgkn biar gk terlalu merejalela, itu yg harus diperhatikan dr penggunaan pov 1 biar gk jenuh baca aku aku mulu.

    tata bahasa sedikit berantakan di bbrp bagian jadi rancu bacanya.

    'suara air mata bergelinang di mata' < ini terlalu hiperbola, itu mata atau keran emang ampe ada suara? LOL

    sfx mengganggu ditambah bbrp yg sgt tidak sesuai dgn penggambaran yg semestinya. *syatt < lbh cocok untuk adegan tertebas atau sejenisnya, tapi di sini malah suara tubuh yg tertendang -_- aneh

    dialog dari 1 org yang sama mestinya digabung aja dalam 1 paragraf tidak usah dipisah jadi 2, malah terkesan org lain yg bicara. Untungnya masih ada penjelasan siapa yg ngomong.

    suara hari pakai italic aja atau petik satu, bedain ama yg ngomong bersuara langsung

    7

    Samara Yesta~

    BalasHapus
  10. Halo halo~~

    Cerita pakai POV 1 memang paling mudah untuk mnceritakan apa yang dirasakan sama OC. Tapi di sini kesannya kurang, entahlah. Mungkin karena terlalu banyak penggunaan kata 'Aku'.

    Untuk villainnya terlalu bangak ketawa #lah :))) untuk plotnya oke, saya bisa ngikutin.

    Oke. Skor dari saya 7 ya~~
    Oc: Ulrich Schmidt

    BalasHapus
  11. Kaminari: Another Magi. Zauber Magi. Zauber is magic, from Germany. Zauber Magi, Magi the Magician? Zaima the Magician. Kenapa dia magic. Kenapa dia Zauber? like, a fuhrer, with, Her #Halah

    Putting aside, pembawaan konotasi "aku" membuat monoton. Tapi basis sihirnya relatable as a magician itself. Masih menganut konsep "Good Magician" dimana memanggil sumber segala sumber kekuatan.
    Basic Elementalion, Flaren. Flaren ada, next spell. Runtut, but not fast enough untuk narasi diatas.

    Enjoy lumayan
    7

    OC: Kaminari Hazuki

    BalasHapus
  12. ini author izayoi nakama, ya? saya denger dia ikut lagi dgn oc zauber magi.

    impresi saya.. plotnya ringan dan mudah dicerna. cuma cara penyajiannya musti ditingkatkan lagi. saya saranin sih riset secara mendalam ke beberapa entri yang tulisannya rapih dari beberapa veteran. tapi perkembangannya perlu diacungi jempol

    7

    BalasHapus
  13. Ketika saya menemukan Dr. John, saya sangat membutuhkan untuk membawa mantan kekasih saya kembali. Dia meninggalkanku untuk wanita lain. Itu terjadi begitu cepat dan saya tidak punya suara dalam situasi sama sekali. Dia baru saja mencampakkan saya setelah 4 tahun tanpa penjelasan. Saya menghubungi Dr.John melalui situs webnya dan Dia memberi tahu saya apa yang harus saya lakukan sebelum dia dapat membantu saya dan saya melakukan apa yang dia katakan kepada saya, setelah saya memberikan apa yang dia inginkan, dia mengucapkan mantra cinta untuk membantu kami kembali bersama. . Tak lama setelah dia melakukan mantranya, pacar saya mulai mengirimi saya pesan lagi dan merasa tidak enak atas apa yang baru saja ia lakukan. Dia mengatakan bahwa saya adalah orang yang paling penting dalam hidupnya dan dia tahu itu sekarang. Kami pindah bersama dan dia lebih terbuka kepada saya daripada sebelumnya dan kemudian dia mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan saya daripada sebelumnya. Sejak Dr. John membantu saya, pasangan saya sangat stabil, setia dan lebih dekat dengan saya daripada sebelumnya. Saya sangat merekomendasikan Dr. John kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Email: drjohnsoco@gmail.com ATAU drjohnsoco@outlook.com, Panggil dia atau tambahkan dia di Whatsapp melalui: +2348147766277

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.