Sabtu, 04 Juni 2016

[PRELIM] 38 - MERALD | RAIZEN

oleh : Anastasia

--

[Peringatan : Mengandung konten dewasa]



Mimpi


Sudah lama Merald tidak bermimpi. Sepuluh tahun lalu, dia masih gadis kecil berusia sepuluh tahun yang memiliki mimpi. Mimpi menyandang lima rajah naga di punggung. Sepuluh tahun yang lalu pula, tubuhnya dirajah delapan naga dengan paksa. Sebuah hukuman atas kesalahan orang tuanya yang melarikan diri dan mengkhianati putrinya.

Lima rajah di tubuh adalah batas kekuatan seorang pengendali di Monteina. Dengan delapan rajah tambahan, Merald memiliki sembilan rajah di sekujur punggung dan dadanya. Tidak ada yang menyangka dirinya dapat bertahan hidup setelah dibuang ke tempat terpencil. Dibiarkan mati secara perlahan.

Merald tidak pernah tahu apa kesalahan orang tuanya. Merald tidak pernah tahu mengapa hukumannya teramat berat. Merald tidak pernah tahu mengapa dia sanggup bertahan hidup dan berhasil mengendalikan sembilan naga pada usia tujuh belas tahun.

Kembali ke kawasan tempat tinggalnya dengan luka menganga, Merald membantai orang-orang yang memberinya mimpi buruk. Tapi Merald tidak pernah tahu mengapa dia masih hidup setelah keinginannya membalas dendam terpenuhi.

Apakah karena Merald tidak pernah mengetahui jejak orang tuanya?

Dia berkelana dari satu daerah ke daerah yang lain, melintasi daerah pengendali lainnya. Seorang gadis malang yang tidak memiliki tujuan hidup. Seorang gadis malang yang hidupnya telah dirampas dengan paksa.


Bukankah dia patut dikasihani?



Merald yang kini berusia dua puluh tahun, untuk pertama kalinya bermimpi. Sebuah bunga tidur yang aneh. Dua sosok samar dilihatnya dalam mimpi, mereka menggumamkan sesuatu yang juga samar terdengar. Merald berusaha menggapainya.

Tapi dia terjatuh.

Saat membuka mata, yang pertama kali dilihatnya bukanlah langit-langit kamar sebuah penginapan yang disewanya semenjak dua bulan lalu. Melainkan dedaunan hijau dan batang pohon besar.

Sambil mengumpulkan nyawa, dia bangkit dengan posisi duduk. Pemandangan di sekitarnya serba hijau. Udaranya segar ketika Merald mengambil napas. Pohon berdaun lebat menjulang tinggi di berbagai tempat.

Bagaimana dia bisa berada di hutan? Hutan manakah ini? Apa yang terjadi padanya selama tidur?

Tidak ada yang bisa menjawab semua pertanyaan dalam benak, kecuali dirinya sendiri.

Maka Merald berdiri, bermaksud mencari tahu di mana dirinya berada sekarang. Cahaya matahari menerobos sela-sela dedaunan. Menandakan saat ini pagi hari atau tengah hari, setidaknya bukan malam hari.

Setelah membersihkan baju dan celana yang kotor oleh tanah dan dedaunan, serta memastikan pisaunya masih berada di ikat pinggang bagian kanan, Merald mulai menyusuri hutan. Hutan itu nampak hidup dengan burung-burung kecil yang berterbangan. Dia juga melihat beberapa hewan hutan berloncatan dari satu pohon menuju pohon lain. Kijang terdengar mendengking dari kejauhan. Hutan yang sangat hidup.

Sekitar satu jam berjalan, belum terlihat tanda-tanda manusia. Merald menduga hutan tempatnya berada merupakan hutan yang biasa digunakan orang untuk berburu. Jika dia bersabar dan terus berjalan, pasti bisa bertemu dengan manusia.

Sekitar dua jam berjalan, dia melihat seorang anak laki-laki sedang duduk sambil mengasah pisau pada sebuah batu. Busur dan tabung anak panah tergeletak di sebelahnya.

Merald mendekat. Dia berkata dengan ceria, "Hallo adik manis. Aku lagi tersesat nih. Minta bantuannya dong."

Si anak laki-laki terkesiap. Usianya tidak lebih dari sebelas tahun. Rambutnya cokelat gelap. Mata cokelatnya mengawasi Merald dengan waspada. Ia berdiri sambil mengacungkan pisau ke arah Merald.

"Siapa kamu?" tanya si anak waspada.

Merald mengibaskan rambut hitamnya ke belakang, "Aku lagi tersesat. Mau ngasih tau tempat apa ini?"

Si anak menyipitkan matanya. "Bohong. Tidak ada orang yang tersesat di hutan ini. Kamu pasti penjahat."

"Kamu jangan bikin sebel deh adik manis. Katakan saja aku ini berada di mana."

Merald dan si anak terus seperti itu selama lima belas menit. Dia bertanya, si anak menolak. Merasa sebal, Merald meninju perut si anak dengan kuat hingga pingsan. Lantas mengikatnya ke sebuah pohon menggunakan akar pohon yang menjuntai.




"Hai, udah bangun?" Merald tersenyum hangat.

"Lepaskan aku," jerit si anak.

Merald tertawa lepas. Diambilnya pisau dari sarungnya, lantas dimainkan di tangan kanan.

"Kamu nyebelin, makanya kuikat. Sekarang jawab pertanyaanku. Sekarang kita ada di mana?"

Anak laki-laki yang malang itu meludah ke tanah. "Aku memang masih sebelas tahun, tapi aku tahu bagaimana caranya menjaga daerahku."

"Hah apa maksudmu? Nanti kutusuk pake pisau tajam loh."

Si anak berujar tajam, "Sampai mati pun aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan informasi."

Merald merasakan darahnya memanas. Anak laki-laki itu rupanya berniat untuk bermain-main dengannya.

Mata gelapnya berkilat saat mengatakan, "Kau akan menyesali ucapanmu, adik manis."


Teriakan kencang membelah hutan. Pisau Merald mencungkil bola mata sebelah kanan si anak laki-laki, membiarkannya menggelinding di tanah. Darah segar menetes dari lubang di mata kanan si anak. Jerit kesakitan semakin terdengar keras.

"Kau biadab." Meski menjerit kesakitan, anak laki-laki itu tidak menangis. Merald sangat menyukainya.

"Katakan saja apapun yang kamu tahu atau kucungkil bola matamu yang tersisa."

"Tidak akan. Aku dilatih untuk tidak mengatakan apapun pada orang asing," masih menolak.

Merald tertawa senang. Gairahnya meningkat. Pisaunya yang tajam perlahan mengiris jari telunjuk kanan si anak hingga terpotong. Jerit kesakitan kembali terdengar diiringi tetesan darah membasahi tanah.

Tapi si anak laki-laki tetap menolak buka mulut. Dengan sepenuh hati, Merald memotong empat jari yang tersisa di tangan kanan. Jerit pilu dan kesedihan mengudara. Membuat burung-burung terbang ketakutan. Tupai yang tadinya mengintip, memutuskan untuk bersembunyi sejauh mungkin.

Darah mengucur deras dari tangan kanan si anak laki-laki. Wajahnya menunjukkan penderitaan, tapi Merald memandangnya dengan senyum kebahagiaan.

"B-baiklah. Daerah ini bernama Gilead," napasnya berat saat mencoba menjawab, "daerah yang subur dan makmur. Pertanian dan peternakan berada di sisi timur. Daerah biasa yang penduduknya damai dan tentram."

"Subur, makmur, damai dan tentram?"

Si anak laki-laki mengangguk.

Merald pernah mendengar daerah bernama Gilead, tapi hanya samar-samar. Pernyataan mengenai keadaan Gilead menggelitik hatinya.

"Bagus, adik manis. Siapa pemimpin di sana? Apa punya prajurit? Prajuritnya seberapa kuat?" Suaranya terngiang lembut.

"Yang satu itu aku tidak bisa mengatakannya. Cukup dan lepaskan aku."

Biasanya Merald menjelajahi satu daerah tanpa perlu mengetahui seluk beluk daerahnya terlebih dahulu. Tapi yang satu ini istimewa, karena dia tiba-tiba terbangun di daerah asing.

Merald mendengus kesal. Dia menurunkan celana si anak laki-laki, membiarkan kejantanan mungil terbuka bebas. Si anak meronta, tapi ikatan Merald terlalu kuat. Tubuhnya memucat akibat darah terus keluar dari luka di tubuhnya.

"Kalau kamu nggak mau jawab," Merald memelintir kejantanan si anak dengan jemarinya, "benda ini akan jadi mainanku."

Si anak mulai kehabisan tenaga untuk meronta dan menjerit, bahkan kejantanannya tidak menegang. Sedikit kecewa, jemari Merald memainkan buah zakar. Tapi batang kejantanan si anak tetap lemas.

Akibat rasa sakit berlebih kah?


Atau mengalami disfungsi seksual seperti dirinya?


"Aku sudah bersumpah tidak akan mengkhianati raja."

Merald tertawa riang. "Hmm? Itu pilihanmu."

Mata pisau mengiris daging batang kejantanan si anak secara perlahan. Semakin dalam. Dengan sisa-sisa kekuatannya, si anak menjerit kesakitan. Merald begitu menikmati teriakan pedih yang didengarnya. Teriakan keputusasaan.

Darah segar mengucur dari kejantanan yang terpotong. Merald membuang potongannya ke tanah, toh tidak bisa dimakan. Si anak laki-laki menangis pilu. Kemanusiaannya telah dirampas oleh wanita asing. Tubuhnya semakin pucat bersamaan dengan semakin banyaknya darah yang keluar.

Merald kembali melakukan interogasi. Tapi si anak laki-laki hanya menunduk. Jeritannya berhenti. Napasnya terhenti. Dan Merald kecewa.

"Yah, udah mati."



Jura


Matahari mulai condong ke barat. Merald kembali berjalan tanpa mengubur mayat si anak laki-laki. Biarkan saja dimakan burung pemakan bangkai. Jika anak laki-laki itu berada di hutan, berarti kota tidak jauh dari sini. Merald melangkah ringan sambil bersenandung.

Menyenandungkan lagu khas daerahnya.

Terus bersenandung.

Sampai sebuah anak panah menancap di paha kirinya.

Siapa yang melakukannya? Dari mana asalnya?

Sambil menahan nyeri, Merald mencabut anak panah tersebut. Sakit. Perih. Merald ambruk ke tanah. Pandangannya mengabur. Samar-samar dilihatnya beberapa orang berjalan ke arahnya. Ya, pasti anak panahnya beracun.

Lalu semuanya menjadi gelap.



Merald terjaga di dalam sel penjara. Kedua tangannya terikat di belakang. Paha kirinya yang terluka dibalut perban. Kepalanya terasa pening.

Terdengar suara orang bercakap-cakap. Dia berusaha mengumpulkan kesadaran dan mendapati pisaunya menghilang. Tentu diambil waktu dirinya pingsan.

"Wanita itu bangun."

Dua penjaga mendatangi selnya.

"Di mana aku? Sudah berapa lama aku pingsan?" Rasanya lama sekali.

"Di penjara Gilead, sebentar lagi kau akan dipertemukan dengan raja kami." Kedua penjaga itu terkekeh. "Kau tidak sadarkan diri semalaman. Sekarang sudah pagi."

Merald mengumpat dalam hati. Siapa sih raja yang menjadi penguasa Gilead ini.

Seorang penjaga masuk, membawa nampan berisi makanan dan minuman. Penjaga itu melepaskan ikatan di tangan Merald.

"Makanlah, kami akan mengawasaimu. Kau masuk ke wilayah Gilead tanpa ijin, prajurit yang berpatroli melumpuhkanmu dengan racun. Makanan ini bisa menghilangkan efek racun dalam tubuhmu."

Persetan dengan raja dan racun, Merald segera menyantap makanannya. Daging sapi yang dimasak matang, sayur, roti, dan keju. Dia belum pernah menikmati makanan seenak ini selain masakan ibunya.

Bagaimana kelanjutannya dipikir nanti, yang penting mengisi perut dulu.

Selesai makan, tangannya kembali diikat. "Kami akan membawamu menemui raja dalam keadaan terikat. Jangan meronta. Kita akan melewati perumahan penduduk."

Merald diam, tersenyum samar. Akhirnya dia akan melihat daerah subur, makmur, damai dan tenteram seperti yang diceritakan si anak laki-laki.



Keluar dari penjara, Merald digiring melewati perumahan penduduk. Masing-masing empat prajurit berada di sisi kanan dan kirinya.

Benar, Gilead ini daerah yang subur. Merald dapat melihat tanah pertanian yang hijau. Para petani saling bercengkerama dan tersenyum bahagia.

Peternakan berada seberang pertanian. Bermacam hewan ternak terdapat di sana. Menghidupkan suasana pagi hari.

Jalan menuju tempat raja cukup  jauh. Sepanjang jalan Merald mengawasi sekeliling. Anak-anak kecil berlarian sambil bersenda gurau. Pasar ramai oleh penjual dan pembeli. Para penempa pedang sibuk membuat pedang terbaik. Aroma roti tercium harum dari beberapa toko roti yang baru buka.

Sungguh kehidupan yang jauh dari penderitaan.



Merald mengira tempat raja adalah istana megah yang menjulang tinggi. Ternyata sebuah istana berlantai dua yang bangunannya sama dengan bangunan rumah penduduk. Saaat Merald bertanya kepada prajurit, mereka menjawab karena raja tidak mau menghamburkan uang hanya untuk mempercantik istana.

Raja yang bijaksana.

Iring-iringan itu memasuki aula istana. Pada sebuah kursi tinggi, duduklah seorang pria jangkung berambut hitam, tanpa mahkota. Matanya yang kecokelatan menyiratkan kehangatan dan ketenangan.

Seorang prajurit menyuruh Merald bersimpuh di lantai, di hadapan raja.

"Selamat datang di Gilead. Siapa namamu?" Suara raja terdengar penuh kasih, namun sarat kekuatan. Merald tahu harus bersikap bagaimana di depan pria ini.

"Merald."

"Nama yang bagus, meskipun rambut dan matamu berwarna hitam. Namaku Jura, pemimpin Gilead. Ceritakan dari mana kau berasal dan untuk apa datang kemari. Keputusanku bergantung pada jawabanmu."

Sang raja berdiri. Saat membenahi jubahnya, Merald melihat sesuatu yang mengejutkan. Di kedua punggung tangan Jura terdapat rajah burung phoenix.

Jadi dia berada di daerah pengendali phoenix?

Dari pembicaraan orang-orang, daerah pengendali phoenix terletak jauh di utara. Daerah yang luas dan damai. Orang-orang dapat pergi ke sana dengan menaiki kapal laut milik pedagang yang singgah di Gilead. Sebagian orang menganggap daerah tersebut hanya mitos dan bualan semata.

Rumor mengatakan penguasa daerah pengendali phoenix hanya keluar dari daerahnya untuk melakukan rapat antar penguasa. Dan sekarang rumor tersebut menjulang di hadapan.

Jura memiliki kharisma dan daya pikat. Usianya sekitar empat puluh tahun, mungkin lebih karena seorang pengendali memiliki usia yang jauh lebih panjang daripada manusia biasa.

"S-saya," Merald mulai mengarang cerita, "tidak terlalu ingat. Saya menempuh perjalanan panjang menuju Gilead. Tapi suatu saat saya diserang, kepala saya dipukul. Saya tidak ingat siapa yang melakukannya dan di mana saya diserang. M-mungkin saya dibuang di hutan."

Mata Merald berembun, mengais iba. Suaranya sendu seolah sedang bersedih.

Jura mengawasinya. Menimbang apakah perkataan Merald dapat dipercaya.

"Baiklah, lepaskan ikatannya." Perintah Jura.

Merald menahan senyum saat kedua tangannya terlepas.

"Banyak orang yang datang ke sini meminta perlindungan. Kau pasti salah satu dari mereka karena saat patroli menangkapmu, kau tidak membawa senjata. Aku minta maaf atas luka di kakimu. Dan ini pisaumu, pasti sulit bepergian hanya membawa pisau." Jura mengambil pisau dari meja dan memberikannya, Merald menerima dengan sikap khidmat.

Dia tertegun mendengarkan permintaan maaf dari penguasa Gilead. Baginya, Jura adalah sosok penguasa yang rendah hati, mengayomi penduduknya dan berhati emas. Setiap kata yang diucapkannya mengandung kekuatan dan kedamaian.

"Terima kasih, Tuan Raja."

"Panggil saja Jura."

"Terima kasih, Jura. Saya tidak memiliki keahlian menggunakan senjata, jadi saya tidak punya senjata. Pisau ini pemberian dari kakek saya, satu-satunya benda berharga yang saya punya. Setelah kakek meninggal, saya mulai bepergian. Sampai akhirnya saya mendengar tentang Gilead."

Air mata berlinangan ke pipi Merald, tersedu. Dia memeluk pisaunya erat. Merald tahu pria seperti Jura tidak bisa dirayu dengan cara apapun. Lebih baik meminta belas kasihan padanya. Karena dari cerita prajurit, Jura penuh kasih sayang.

Jura berjalan mendekati Merald, memeluknya sambil berkata, "Oh putriku yang cantik, jangan menangis. Kau diterima di sini. Gilead akan memberikanmu kehidupan yang baru. Kami menerima siapapun yang membutuhkan perlindungan. Sudah jangan menangis lagi."

Hati Merald terasa perih. Jura adalah figur seorang ayah yang sesungguhnya. Tidak seperti ayahnya yang melarikan diri setelah berbuat kesalahan. Jura membuatnya merasakan kenyamanan dan kedamaian.

Ketika Jura melepaskan pelukan, Merald melihat satu rajah phoenix berada di leher Jura sebelah kiri. Sebagai seorang penguasa, pastinya Jura memiliki lima rajah phoenix, atau enam rajah jika pria itu sanggup.

Merald tersenyum bahagia. Kehidupan baru di tanah Gilead akan dimulai.




Gilead


Tiga bulan sudah Merald tinggal di Gilead. Karena tubuhnya tinggi dan menawan, dia mendapatkan pekerjaan di sebuah bar. Pemilik penginapan yang disewanya seorang wanita tua yang baik.

Merald bekerja malam hari. Siang harinya digunakan untuk membaur dengan penduduk. Membantu bekerja di sawah, menggembala ternak, memerah susu sapi, berkuda, dan sebagainya. Jatah libur kerja digunakannya menjelajahi seluruh Gilead, mengagumi keindahannya. Namun semata-mata untuk mengetahui tempat-tempat penting bagi Gilead.


Bukankah tinggal di Gilead sangat menyenangkan?


Tidak bagi Merald.


Penduduk Gilead terlalu bahagia, terlalu hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, terlalu damai dan tentram. Merald jengah melihatnya, tidak menyukainya.

Kehidupan tanpa penderitaan bukanlah kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan tanpa tangis keputusasaan bukankah kehidupan yang indah.

Gilead harus merasakan kepedihan seperti yang dialaminya. Gilead harus merasakan bagaimana kebahagiaan direnggut dalam waktu singkat.


Dan Merald yang akan merenggutnya.


Pada hari ke 97 sejak Merald tinggal di Gilead, dia pergi ke hutan saat matahari belum terbit. Ujung pisau menggores ibu jari tangannya. Darah dari ibu jari diusapkan ke telapak tangan kiri membentuk lingkaran sihir.

Melakukan ritual pemanggilan naga.


"Sebagai tuanmu, aku memanggil naga Rea untuk bertarung di sisiku."


Seekor naga jantan berwarna biru gelap terbang rendah di antara pepohonan. Merald menyilangkan tangan ke depan untuk melindungi matanya dari debu dan daun yang berterbangan saat Rea mendarat di dekatnya.

Rea merendahkan lehernya, sebuah kalung dengan liontin kristal biru gelap menggantung di sana. Merald memeluknya. Kedua sayap terlipat saat Merald mengusap-usap dada naganya.


"Aku akan memanggil naga yang lain, kita akan bersenang-senang."

"Kau menemukan tempat yang bagus, makhluk kecil."


Merald tersenyum. Dia berjalan menjauh dari naga pertama. Menekan ibu jadi kanan agar darah kembali keluar, membuat lingkaran sihir di telapak tangan kiri, Merald memanggil semua naganya satu per satu.

Hutan tidak lagi tenang. Hewan-hewan berlari menjauh begitu mengetahui kedatangan naga. Hutan Gilead memiliki pohon yang rata-rata tingginya lebih dari lima puluh meter. Jadi semua naga tersembunyi dengan cukup baik.

Meski tersembunyi dengan cukup baik, pendaratan mereka tidak cukup baik. Satu naga menabrak pohon hingga tumbang dengan bunyi debuman keras. Satu naga yang mendarat cukup jauh, malah sibuk berburu kijang yang kebetulan terlihat. Dua naga mendarat terlalu berdekatan, membuat mereka saling menabrak dan bertengkar. Satu naga mendarat dengan kesenangan berlebih, mengepakkan sayapnya yang tidak sengaja menghantam Merald sampai terlempar sejauh tiga meter. Tiga naga lain mendarat sempurna tanpa keluhan.

Rea berjalan menghampiri Merald, membantu gadis itu berdiri menggunakan kakinya.

Merald mengusap darah di bibir, akibat hantaman sayap naga tadi. Dia duduk bersandar di tubuh Rea, kelelahan. Kepalanya berdenyut sakit, rajah di tubuhnya terasa panas.

"Kalian semua, mendekat dan berjejer rapi." Perintahnya.

Naga-naga mendekat. Dua naga yang bertengkar tadi memilih berdiri berjauhan. Naga yang berburu kijang mendekat dengan mulut masih mengunyah.

Merald mengatur napas. Kekuatannya seakan terkuras dalam waktu singkat.


"Lea, bekukan semua tanah pertanian dan hancurkan."

Naga berwarna biru cerah membusungkan dada, bangga karena mendapat perintah pertama.


"Xea, bunuh semua hewan di peternakan dan semua hewan yang kamu temui."

Naga berwarna hijau gelap membungkukkan kepala.


"Zea, bunuh semua penduduk."

Naga berwarna merah menyala melengkungkan ekornya ke atas.


"Sea, hancurkan rumah penduduk dan semua bangunan."

Naga berwarna putih membuka sayapnya sejenak.


"Dan kalian berempat, lindungi naga yang lain selagi mereka masih menghancurkan. Dari phoenix."

Semua naga menarik napas terkejut yang berlebihan.


"Kita berada di Gilead, daerah pengendali phoenix. Bersiaplah menghadapi phoenix yang perkasa."

Semua naga mengangguk patuh.


"Aduh capek banget manggil kalian. Selagi kalian bekerja, aku mau istirahat dulu. Ada pertanyaan?"



"Kalau di pertanian ada manusia, boleh dibunuh?


"Boleh melakukan apa saja kan?"


"Boleh menyerobot tugas yang lain kalau tugasku sudah selesai?"


"Jangan menyerobot dong, kan sudah diberi tugas masing-masing."


"Aku tidak tanya kamu, aku tanya Merald."


"Kami semua harus bersiap melawan phoenix kan?"


"Kamu ngajak berantem?"


"Ada berapa phoenix?"


"Ada yang butuh bantuanku nanti?"


"Kamu sok tahu. Keputusan ada di tangan Merald."


"Siapa yang melawan penguasanya nanti?"


"Kita bebas bersenang-senang kan?"


Merald memijat-mijat pelipis. Sakit kepalanya semakin hebat setelah mendengar ocehan dari naga-naganya.


"Ya ya ya kalian boleh bersenang-senang deh. Hati-hati sama phoenix, kudengar ada beberapa pengendali phoenix. Oh jangan lupa patuhi perintah Rea."

Semua naga menatap Rea, yang membalas tatapan mereka.


"Rea, lindungi aku pake sayapmu. Bisa-bisa aku mati kalau mereka terbang bareng."

Kedua sayap Rea tertangkup di depan dada, melindungi Merald.


"Oke. Laksanakan perintahku."


Saat ayam berkokok diiringi munculnya matahari, delapan naga terbang tinggi di atas hutan Gilead. Melesat dengan kecepatan tinggi untuk menghancurkan kehidupan Gilead yang damai.

Merald beristirahat sejenak di balik sayap Rea.




Penghancuran


Selesai beristirahat, Merald kembali ke kota, sementara Rea membakar hutan.

Merald menengadah, dua phoenix merah membara berukuran besar sedang mengejar salah satu naganya. Para penduduk dan prajurit berlarian. Jerit histeris dan ketakutan terdengar di mana-mana.

Rumah-rumah penduduk hancur dilalap api. Mayat-mayat berserakan, darah menggenang di jalanan. Merald merasakan gairahnya memuncak. Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan menikmati penderitaan dan kehancuran.

"Merald, kamu dari mana saja? Syukurlah kamu selamat. Ini, bawa pedang ini untuk melindungimu. Kita diserang oleh naga, semuanya dihancurkan. Para pengendali phoenix sedang berusaha mengalahkan naga yang mengamuk. Padahal tempat naga sangat jauh dari sini."

Wanita tua pemilik penginapan menyerahkan sebilah pedang, cucunya yang berusia lima tahun nampak ketakutan di sebelahnya.

"Terima kasih, ini pedang siapa? Apakah tajam?" Merald menerima pedang, air mukanya menyiratkan kesedihan dan ketakutan atas penyerangan yang terjadi.

"Pedang milik mendiang suamiku. Pedang ini sangat tajam, gunakan baik-baik Merald. Ayo sekarang kita pergi ke tempat pengungsian."

Ledakan api dari naga dan phoenix menghantam sebuah menara batu bata, manusia-manusia di bawahnya berlari untuk menyelamatkan diri dari reruntuhan. Raungan naga dan phoenix memenuhi udara, berlomba dengan raungan manusia di bawah. Semakin banyak phoenix yang bertempur dengan naga di udara.

Wanita tua pemilik penginapan berjalan di depan, si bocah kecil di belakang, Merald berjalan paling belakang. Dengan pedang di tangan kanan, Merald menebas leher si bocah kecil tak berdosa. Kepalanya yang terputus menggelinding ke samping kanan. Darah segar menyembur dari urat yang terputus. Membasahi baju Merald sebelum tubuh kecil tanpa kepala terkulai ke tanah.

Menyadari suara sabetan pedang, wanita tua pemilik penginapan berbalik ke belakang. Menjerit putus asa mendapati cucunya mati mengenaskan dengan Merald bersimbah darah.

Merald menerjang maju, menusuk perut induk semangnya. Wanita tua itu terjatuh ke belakang dengan posisi terlentang. Menatap Merald tidak percaya. Dengan senyuman bak orang suci, Merald menancapkan pedang tepat ke jantung korbannya. Wanita tua yang malang muntah darah. Mati dengan kengerian di wajah.

"Pedangnya tajam juga." Merald tersenyum senang.


Hujan api terus berjatuhan, disusul dengan petir dan duri-duri es. Ledakan terdengar dari segenap penjuru. Asap hitam membubung dari arah hutan yang terbakar. Merald berlari menghindari kekacauan sambil bersenandung.

Di sebuah tembok tinggi yang masih berdiri, Merald bersembunyi. Napasnya terengah-engah. Dia berkonsentrasi memulihkan tenaga sambil menghubungi Rea, mencari tahu keadaan penghancuran dan keberadaan phoenix.

Rea mengabarkan penghancuran titik-titik yang ditugaskan Merald sudah selesai. Sebagian besar naga melawan lima belas phoenix di udara, sisanya bertarung di darat melawan prajurit dan melakukan pembasmian terhadap penduduk. Rea memberi saran para naga diperintahkan untuk membunuh pengendali phoenix agar jumlah phoenix berkurang. Merald memberinya ijin.

Entah mengapa terkadang Rea lebih pintar daripada Merald.

Lima belas phoenix. Merald berkonstrasi meraih kekuatannya yang berarti memberi kekuatan pada naganya. Tinggal sedikit lagi penghancuran selesai. Jura pasti sedang sibuk mencari pengendali naga sekarang.

Suara berdebum membuyarkan konsentrasi Merald. Zea mendarat di dekatnya. Di mulutnya terdapat lima manusia yang sudah tidak bernyawa. Darah mengucur deras membasahi tanah. Naga itu sedang memangsa manusia.

Menyadari kehadiran Merald, Zea mengunyah mangsanya lebih cepat.


"Merald, mau makan juga? Aku masih punya yang lain."

Kaki depannya mencengkeram masing-masing dua manusia yang masih menggeliat. Tubuh mereka koyak, anggota tubuhnya tidak utuh, tapi masih bernapas.


"Nggak deh, makasih. Makan yang banyak."

Merald berdiri, kekuatannya sudah pulih. Pedang masih berada di tangan kanan. Dia berlari menjauhi Zea sambil menghindari reruntuhan dan hujan api.

Gilead tidak lagi tenang dan damai. Api berkobar di berbagai tempat. Penduduk yang mengungsi malah menjadi santapan naga. Dari semua naga milik Merald, hanya Rea yang tidak memakan manusia.

Sibuk menghindari butiran salju yang bisa meledak, Merald menabrak sesosok tinggi menjulang. Tubuhnya terhempas ke tanah dengan pantat lebih dulu.


"Ups, maaf Merald. Kamu tidak apa-apa? Mau makan?"

Naga berkulit putih itu juga sedang menyantap daging segar, manusia. Di sekitar Merald terdapat potongan-potongan tubuh manusia. Kepala seorang prajurit, tangan kanan wanita, kaki anak kecil.


"Nggak deh, makasih. Kalau makan jangan pilih-pilih dong."

Sea menatap Merald malu-malu. Mulutnya mengambil kepala prajurit, lantas mengunyahnya.


Merald ingin memberi pujian, namun seekor phoenix menyambar Sea. Kedua hewan itu berguling, saling melolong. Sea menyuruh Merald untuk lari, sementara ekornya menyabetkan listrik ke tubuh phoenix. Lantas terbang untuk bertarung di udara. Hujan petir dan api segera menyapu daratan.

Tidak ingin terkena petir dan semburan api, Merald berlari menyelamatkan diri. Kekacauan semakin membesar. Jerit keputusasaan semakin keras terdengar.

Suara nyaring phoenix menghentikan larinya. Di atas, seekor phoenix merah membara berukuran paling besar, terbang cepat melintasi kerusuhan di bawahnya. Seorang pria berjubah merah berdiri di punggung phoenix dengan pedang di tangan kanan.

Jura dan tunggangannya.




Visi


Merald mendapati dirinya sangat bersemangat. Dia memanggil Rea agar menjemputnya. Naga jantan berwarna biru gelap terbang rendah, mendarat di dekat Merald dengan perlahan.

Rea merendahkan leher, Merald naik ke punggungnya. Seorang pengendali naga tidak membutuhkan pelana untuk menunggangi naganya.


"Kita akan bertarung dengan Jura. Mohon bantuannya ya Rea."

"Kau harus berhati-hati, makhluk kecil."


Rea melompat, kaki belakangnya menghujam tanah. Tangan kiri Merald berpegangan pada leher Rea, tangan kanannya mencengkeram pedang. Sayap Rea mencakar udara saat ia perlahan-lahan membubung. Urat-urat tendonnya menegang kencang saat berjuang melawan gravitasi.

Angin menerpa wajah Merald ketika Rea terbang semakin tinggi. Rambut hitamnya dimainkan angin, telinganya berdenging. Rea terbang memburu Jura sambil menghindari serangan-serangan udara yang menggila.

Pedang yang dibawa Merald nyaris terjatuh saat Rea tiba-tiba menukik tajam ke kanan menghindari semburan api dari phoenix. Disusul menukik tajam ke kiri menghindari petir dari naga yang lain.

Perut Merald bergolak, perjalanan udara terkadang masih membuatnya mabuk. Merald berusaha menenangkan diri dan berkonsentrasi. Pandangannya mengitari sekitar, mencari sosok Jura.

Rea lebih cepat menemukannya karena Jura dan tunggangannya melaju ke arah mereka, sedangkan Merald malah asyik memandangi salah satu naganya yang dikeroyok tiga phoenix. Untung ukuran naganya lebih besar.


Tapi tidak dengan phoenix di hadapan.


Merald ternganga. Rea memiliki tinggi lima meter, sedangkan phoenix Jura memiliki tinggi sekitar dua puluh meter. Kedua sayap phoenix membentang dengan warna merah membara, sorot matanya tajam, kakinya besar dengan cakar tajam.


"Aduh besar banget, kabur yuk."

"Aku tidak akan kabur."


Rea menggeram, teguh pada pendiriannya. Melihat naganya yang bersemangat, Merald mengalah. Dilihatnya Jura memandang dengan sorot mata kebapakan, namun penuh ancaman.

"Akhirnya aku menemukan pengendali naga-naga yang merusak daerahku. Tidak kusangka kau yang melakukannya Merald. Mana temanmu yang lain?" Suara Jura masih halus dan lembut.

Jarak Rea dengan phoenix sekitar dua meter. Dengan bisingnya kekacauan, Merald harus berteriak agar suaranya terdengar.

"Hanya aku sendiri. Bagaimana jika kita saling menghangatkan sebelum saling membunuh, Jura?" Merald mengedipkan sebelah matanya.

Jura nampak tidak terpengaruh, "Katakan dimana teman pengendalimu yang lain."

Merald menyisir rambut legamnya dengan jemari. "Tidak akan ada yang lain, Jura. Hanya kau dan aku."

"Setelah membunuhmu, aku akan mencari teman-temanmu."


Phoenix mengeluarkan suara yang memekakkan telinga, seperti auman. Tidak mau kalah, Rea melakukan hal serupa. Phoenix menyerang lebih dulu, Rea menukik ke bawah menghindari semburan api yang besar. Jeda waktu dimanfaatkan Rea untuk menyemburkan api ke arah phoenix.

Saling menyemburkan api dan menghindar terjadi di udara. Semburan api kedua hewan itu sama-sama besar. Kalau bukan karena bajunya tahan api, Merald pasti sudah terpanggang.

Merald memejamkan mata sejenak, mengumpulkan tenaga untuk serangan berikutnya. Dalam aba-aba, Rea menerjang maju, menghujamkan tanduknya ke leher phoneix. Phoenix menjerit keras, dua kakinya meraih dan mencabik leher Rea.

Jura menyerang Merald menggunakan pedangnya, Merald berusaha menahan dengan pedang yang diberikan wanita tua pemilik penginapan. Bunga api berhamburan dari pedang keduanya. Dentangan logam beradu saat Merald dan Jura saling menyerang dan menangkis.

Merald yang tidak punya keahlian berpedang, kalah seketika. Pedangnya terlempar ke udara, jatuh melayang ke bawah.


Rea menukik tajam ke bawah.

"Raih pedangnya. Lain kali kau harus belajar menggunakan pedang."


Tidak ingin mendebat, Merald meraih pedangnya. Rea melesat terbang tinggi saat menyadari Jura dan phoenixnya mengejar. Menambah kecepatan begitu menyadari mereka semakin dekat.

Rea adalah naga paling cepat di Monteina. Jadi tidak sulit memperlebar jarak dengan phoenix sambil membiarkan Merald beristirahat dan menghimpun tenaga.


"Lukamu gimana Rea?"

"Tidak parah. Pegang pedang dengan dua tangan. Fokus untuk menangkis serangan Jura. Aku akan menjatuhkan phoenixnya."


Nada suara Rea terdengar serius, Merald tidak bisa membantah. Dia memegang pedang dengan kedua tangannya. Saat tenaganya cukup pulih, Rea menukik berputar ke belakang. Melesat menuju phoenix Jura yang masih mengejar.

Phoenix dan Rea kembali mengaum sebelum saling menyemburkan api dan saling menerjang. Bunga api memercik saat pedang Rea kembali menangkis pedang Jura.

Tapi gerakan Jura semakin cepat dan lincah. Mata pedangnya menggores lengan kanan Merald di dua bagian. Darah mengalir bersamaan dengan perih.

Merald berhenti menangkis untuk mengatur napas. Jura memanfaatkan kesempatan dengan menusuk perut Merald hingga tembus ke punggung. Darah muncrat dari mulutnya, juga dari perutnya. Tidak berhenti sampai di situ, Jura kembali menusukkan pedangnya ke dada Merald di antara tulang rusuk. Tubuh merald terhuyung ke samping, jatuh dari naganya. Rea menghentikan serangan, berbalik mengejar Merald untuk menangkap gadis itu.

Saat phoenix menukik turun mengejar Rea, seekor naga setinggi dua puluh meter menerjang phoenix. Lea menyerang phoenix dan Jura dengan duri-duri es serta menyemburkan embun yang membentuk es runcing, berusaha membekukan lawannya.

Sementara Lea bertarung dengan phoenix dan Jura, Rea berhasil menangkap Merald. Dibawanya Merald menuju darat yang cukup aman dari kekacauan. Rea menghubungi naga lain, memberitahukan kondisi Merald.



Merald tergeletak di tanah, pandangannya mengabur. Darah mengalir dari perut dan dadanya yang terluka. Satu kaki depan Rea mengguncang tubuh Merald perlahan agar Merald tetap sadar, tapi malah membuat darah semakin banyak keluar. Menggenang di tanah.

Gilead hancur, tapi bisa bangkit jika Jura dibiarkan hidup. Karena Jura sosok pemimpin yang agung. Sedangkan visi Merald menghancurkan Gilead tanpa bisa bangkit kembali.


Satu naga mendarat di dekat mereka, mulutnya membawa seekor phoenix yang terkapar. Bulu indah phoenix basah oleh darah, dadanya mengembang dan mengempis secara perlahan.


"Apa yang kau lakukan?"

"Air mata phoenix dapat menyembuhkan luka."


Naga yang membawa phoenix berusaha meraih benak si phoenix, menyuruh hewan malang itu untuk meneteskan air mata ke luka Merald. Si phoenix menolak, namun naga itu memberikan janji kebebasan dan bujuk rayu sampai si phoenix bersedia.

Air mata menetes dari kedua mata phoenix yang cemerlang. Jatuh sedikit demi sedikit di perut Merald. Perlahan luka di perut Merald mulai disembuhkan, daging yang koyak mulai menyatu. Merald mengerjapkan mata, menarik napas dalam.

Selesai dengan perut, si phoenix diarahkan agar meneteskan air mata ke dada Merald. Darah berhenti mengalir, daging kembali menyatu. Rea memandang takjub, betapa istimewa kekuatan air mata phoenix.

Setelah luka-luka kecil lainnya disembuhkan, si phoenix meminta pembebasan. Tanpa pemberitahuan, gigi tajam naga menggigit lehernya. Si phoenix mati dikhianati.


"Kita harus bergegas."

Rea mengangguk, dan naga pembasmi phoenix pun terbang tinggi memburu phoenix yang lain.


Merald membuka mata, tubuhnya tidak lagi perih. Dia meraba perut dan dada, lukanya menghilang seolah tidak pernah tertusuk. Satu kaki depan Rea membantunya duduk. Tubuh Merald basah oleh darah, rambutnya pun basah.

Dia memandang mata Rea, meminta penjelasan. Rea berbicara melalui benak Merald, menjelaskan situasi yang terjadi sambil membantu Merald naik ke punggungnya.

Pedang tergenggam erat di tangan Merald, Rea membentangkan sayap, terbang menuju phoenix Jura untuk melanjutkan pertarungan.




Ingatan


Merald tidak pernah tahu mengapa air mata phoenix dapat menyembuhkan luka, tapi merasa senang karena naga-naganya ternyata pintar. Dengan semangat dan tenaga baru, Merald menyalurkan tenaganya untuk mendukung para naga.

Dilihat dari atas, Gilead nampak seperti lautan api. Di tengah kota terlihat ratusan mayat manusia yang ditumpuk menggunung, entah naga mana yang iseng melakukannya.

Phoenix yang bertempur di udara kini tinggal phoenix milik Jura, ada lima phoenix yang bertarung dengan lima naga, dan satu phoenix yang ditunggangi Jura. Merald tahu semua naganya terluka.

Melihat kedatangan Merald, satu naga yang semula bertarung dengan Jura, menyisih pergi. Terbang rendah ke bawah untuk memulihkan tenaga sebelum membantu menghadapi phoenix lain.

Jura terkejut melihat Merald masih hidup, penguasa Gilead itu tetap mengira para naga dikendalikan oleh beberapa orang. Lebih terkejut lagi karena melihat Merald dalam kondisi bugar, tidak ada luka di tubuh montoknya.

"Masih berminat untuk menyantap tubuhku, Jura?"

Lagi, Merald mengedipkan satu mata sebagai isyarat nakal.

Jura tersenyum tenang. Merald melihat pakaian Jura terbakar di beberapa bagian. Jubah yang semula dipakainya sudah hilang.

"Aku masih tidak percaya ada seorang pengendali yang mampu mengendalikan lebih dari lima hewan seperti diriku."

"Seandainya kamu menerima tawaranku, akan kuperlihatkan seluruh rajah di tubuhku. Ah Jura, padahal kamu pria yang sangat tampan dan menarik. Aku penasaran apakah benda di pangkal pahamu sama kuatnya dengan dirimu."

Jura tersenyum jumawa. Phoenixnya menerjang ke arah Rea. Rea memiliki kekuatan baru seiring dengan Merald yang mendapatkan kekuatan baru setelah disembuhkan phoenix.

Benturan dua hewan legenda dan raungan keras kembali terdengar, pun dengan dentingan logam yang beradu disertai percikan bunga api. Merald menyabet-nyabetkan pedangnya ke arah Jura, yang langsung ditangkis dengan mudah. Kali ini Rea membantu Merald dalam menghindari serangan Jura.

Tidak seperti Merald yang bugar, Jura mulai kelelahan. Phoenixnya melesat melarikan diri agar Jura dapat beristirahat. Tapi Rea mengejarnya dengan kecepatan tinggi sambil menyemburkan api. Jura mulai kewalahan
.
Merald berada di atas angin.

Keempat kaki Rea mencengkeram tubuh phoenix, mulutnya menggigit bagian tubuh phoenix yang memungkinkan untuk digigit. Merald menyerang Jura semampunya dengan senyum tak berdosa.


Kemudian jeritan tinggi dan panjang membelah udara yang panas. Merald menjerit kesakitan. Rajah di tubuhnya terasa panas membakar. Rasa panas dan perih yang sama seperti saat tubuhnya dirajah paksa.

Merald kembali terjatuh dari naganya. Jerit keputusasaan terus terdengar dari mulutnya. Pandangannya gelap total. Tulang-tulangnya terasa remuk bersamaan. Darahnya memanas seakan mendidih.

Dia ingin mencabik-cabik rajahnya, melepaskan naga yang tersegel dalam dirinya. Merald tidak pernah tahu asal muasal delapan naga yang proses penyegelannya terasa bagai kutukan. Merald tidak pernah tahu mengapa dia tidak dibunuh saja.

Yang Merald tahu, penderitaannya teramat besar menanggung sembilan rajah naga dan bertahan hidup dalam pembuangan.

Erangan kesakitan dari Merald, menghentikan pertarungan udara untuk sesaat.

Merald merasa tubuhnya seakan terbakar api abadi.

Kegelapan total menguasainya.

Kesunyian total menguasainya.

Semua inderanya seakan lumpuh kecuali indera perasa yang senantiasa memberikan impuls panas tak tertahankan.



Dan jeritannya pun berhenti.

          
                           
Dalam kegelapan, dia mencoba mengingat siapa dirinya. Ingatannya samar-samar dan tidak utuh, tapi dia tetap mencoba menggapainya.

'Namaku Merald. Aku bisa mengendalikan lima naga. Terdampar di sebuah daerah yang indah akibat mimpi aneh. Sedang menjalankan suatu visi.'


Cahaya matahari menyilaukan saat Merald membuka mata. Perlahan semua inderanya dapat bekerja kembali. Kepalanya berdenyut sakit. Merald melihat sekeliling. Kepulan asap dan kobaran api menjadi pemandangan utama. Mayat-mayat manusia dan hewan tergeletak di berbagai tempat.

Merald mencari-cari benak Rea untuk berkomunikasi, namun sia-sia. Kelima naganya pasti sudah menghilang ketika dia tidak sadarkan diri. Dia bangkit, panas di sekujur tubuhnya agak mereda, menyisakan panas di bagian tubuh yang terdapat rajah.

Setelah menyesuaikan diri dengan keadaan, dia mulai berjalan menyusuri Gilead yang hancur. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Aroma busuk menguar ke udara. Genangan darah dan ceceran tubuh tersebar di mana-mana.

Merald menemukan sebuah sumur. Menimba airnya untuk melihat apakah sudah terkontaminasi oleh darah. Ternyata masih bersih. Merald minum air sumur tersebut sebanyak yang dia bisa. Menyiram tubuhnya untuk membasuh diri.

Langit kotor oleh asap hitam akibat pembakaran, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan phoenix maupun naga. Merald terbatuk-batuk, napasnya sesak.

Sekitar lima belas menit berjalan tanpa tujuan, Merald mendengar suara batuk-batuk yang bukan berasal dari dirinya. Dari gulungan asap di depan, Jura muncul.

Merald menegang, Jura terkesiap.

"Phoenixku kalah jumlah oleh nagamu. Tapi saat mereka semua menghilang, kupikir kau sudah mati." Jura masih menampakkan sosok penguasa agung. Tidak ada pedang di tangannya.

"Apa yang terjadi? Tadi aku tidur bentar sih, untung nggak kebakar."

Jura tertawa. "Aku jatuh pingsan saat nagamu mengalahkan phoenixku. Mengapa kau menghancurkan Gilead?"

Kali ini Merald yang tertawa. "Kenapa ya? Ingin saja."

Merald berjingkat mendekati Jura. Meski tinggi tubuhnya seratus tujuh puluh tiga sentimeter, Jura tetap lebih tinggi darinya.

Kedua lengannya melingkari leher Jura. Buah dadanya menekan dada Jura.

"Nggak ada yang lihat, cuman ada kita berdua."

Merald berjinjit untuk mencium bibir Jura, tapi pria itu menolak. Sebuah tinju keras mendarat di perut Merald, membuatnya mengerang kesakitan dan terhuyung ke belakang.

Jura berkata dengan ketenangan luar biasa, "Kita sama-sama kehabisan tenaga untuk memanggil hewan legenda, jadi mari kita selesaikan dengan tangan kosong."

Sambil memegangi perut, Merald meringis. Kemampuan berpedangnya memang tidak bagus, tapi dia cukup kuat dalam pertarungan tangan kosong.

"Tangan kosong? Setuju."

Merald menerjang maju. Kedua tinjunya berhasil ditangkis oleh Jura, tapi lututnya sukses menohok perut pria itu. Tak lama sikut Jura memukul wajah Merald, membuat hidungnya berdarah.

Keduanya saling memukul dan menendang. Jura menghantam pipi Merald menggunakan tinjunya hingga robek, Merald menendang kemaluan Jura. Pria itu mengerang.

Jura dan Merald saling bergumul. Tapi penguasa Gilead itu lebih kuat. Kaki Jura menjegal kaki Merald yang langsung jatuh terduduk. Jura melayangkan pukulan ke bawah dagu Merald.

Ambruk dengan posisi terlentang, Merald mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Jura yang duduk di atasnya. Pria itu mulai menunjukkan emosi sambil mengucapkan sumpah serapah. Matanya tak lagi menenangkan, melainkan mata penuh amarah.

"Beraninya kau menghancurkan kehidupan. Kau bukan Tuhan, kau tidak menghancurkan, kau hanya berhak memelihara." Teriak Jura dengan air mata berlinang.

Pukulan Jura mendarat di wajah Merald, dadanya, perutnya. Merald muntah darah, rajahnya tidak lagi panas, tapi rasa sakit lain muncul dari tubuhnya yang terluka dan beberapa tulang yang patah.

Merald tersenyum, menikmati rasa sakit yang diterimanya.

"Wanita jalang. Teganya kau menghancurkan tempat tinggal yang kami bangun bersama-sama." Jura terengah-engah. Pukulannya berhenti. Dia menjerit panjang, menyuarakan keputusasaan.

"Semua orang sudah seharusnya merasakan penderitaan, Jura." Kata Merald serius seolah penghancuran adalah penebusan dosa.

"Ada siang, ada malam. Ada panas, ada hujan. Ada tawa, ada tangisan." Merald masih mendapatkan ketenangannya.

"Jangan kau sesali semua ini, Jura. Mari kita membangun hidup yang baru."

Sambil mengalihkan perhatian Jura dengan berbicara omong kosong, tangan kanan Merald perlahan mengambil pisau di pinggang kanannya yang kebetulan tidak diduduki oleh Jura.

"Hidup berdua di tanah baru setelah kita sama-sama merasakan penderitaan." Merald tersenyum lembut meski wajahnya babak belur.

Jura nampak kacau, menjerit dan menangis. Merald menikmati saat-saat seperti ini, melihat pria penguasa Gilead hancur karena tidak mampu menolong rakyatnya.

"Selamat tinggal, Jura."

Dengan sisa-sisa tenaga, Merald menusukkan pisau ke perut Jura. Pria itu mengerang, tapi kedua tangannya mencengkeram leher Merald, mencekik gadis itu dengan kuat.

Merald menggenggam pisau dengan dua tangan, menusuk perut Jura satu kali lagi, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, sementara napasnya mulai menghilang sedikit demi sedikit.

Jura muntah darah sambil terus mencekik. Merald menggelepar sembari mencacah perut Jura. Keduanya berada di ambang kematian.

Sampai akhirnya tubuh Jura ambruk di atas Merald dengan usus terburai. Merald tersengal, mencoba memanggil kembali napasnya.





Pelangi


Hujan turun di daratan Gilead yang hancur. Menyisakan puing-puing reruntuhan yang hangus terbakar dan tumpukan mayat. Tiga burung pemakan bangkai sibuk menyantap daging manusia, mengabaikan air hujan.

Asap pekat menghilang. Langit nampak biru cerah meskipun hujan tak kunjung berhenti. Kobaran api lenyap, mungkin menyisakan kobaran di dalam hutan. Bau amis darah semakin menusuk terbawa aliran hujan.

Merald duduk bersandar pada sisa tugu. Tenaganya terkuras nyaris tanpa sisa. Sekujur tubuhnya sakit, entah berapa tulangnya yang patah. Dia menengadah, langit tampak lebih dekat dan lebih indah.

Pelangi muncul dengan ketujuh warnanya. Merald pernah mendengar cerita jika pelangi muncul, maka tujuh dewi turun ke daratan untuk menghapus tujuh dosa manusia.

Namun yang dilihatnya saat ini bukan tujuh dewi. Melainkan seorang wanita anggun berambut merah dan seorang makhluk kecil aneh dengan kepala bantal berwarna ungu. Kedua orang asing itu turun dari pelangi, berdiri di hadapan Merald.

"Kamu terluka parah, tapi tenang saja. Aku akan menyembuhkanmu. Perkenalkan, namaku Mirabelle." Wanita yang menyebut dirinya sebagai Mirabelle itu, berkata dengan anggun dan lemah lembut.

"Aku Ratu Huban. Selamat, kamu sudah memenangkan pertarungan. Wah wah, tempatnya sangat hancur. Mana naga-naga milikmu? Oh ya, siapa namamu?" Makhluk berkepala bantal itu ternyata perempuan, suaranya terdengar riang.

Merald terlalu lelah untuk menanyakan siapa mereka berdua.

"Aku Merald. Lima nagaku hanya muncul jika kupanggil."

"Merald, kamu pasti punya banyak pertanyaan. Nanti semua pertanyaanmu akan terjawab. Ratu Huban, berikan dombanya."

Entah mengapa Mirabelle dan Ratu Huban tidak basah oleh hujan.

"Ini domba jantan untukmu. Sekarang kamu resmi menjadi salah satu reveriers."

Ratu Huban memberikan domba putih yang sedari tadi dipegangnya kepada Merald. Domba itu mengembik di samping kiri Merald.

"Aku tidak mengerti, tapi boleh domba ini kuberi nama?" Merald batuk darah.

Mirabelle dan Ratu Huban mengangguk.

"Namanya Raizen."



Merald ambruk ke samping kanan. Lalu kehilangan kesadaran.



***



Namaku Merald.

Aku bisa mengendalikan lima naga.

Terdampar di sebuah daerah yang indah akibat mimpi aneh.

Visi yang kujalankan telah selesai.

26 komentar:

  1. Nora Hazuki: Dasar, Shota Killer. Tukang Kebiri.
    Kaminari Hazuki: Kampret. Udah Sadistic. LONTE LAGI. NORA, DIA BOLEH DIGEBET GAK?
    Nora: NO WAY, KAN UDAH PUNYA AKU.

    Author: mari abaikan komentar keduanya.

    Dari balasan kedua OC gue, dapat dilihat ini, emang R18
    implikasinya 2: Guro, Sex, atau apa.
    Ternyata opsi pertama.
    Which is sesuai tebakan saya.
    Pisau.
    Pertama bermimpi. Kurang informasi.
    Jadinya ngegorok anak orang.

    Dugaan sih pas interogasi, usai dikasi tau daerahnya, si anak dicolok di leher, bikin tewas, ternyata enggak. (Kecewa saya. Trait orang selalu: Bertele-tele dalam menghabisi nyawa)

    Overall kisahnya, gue enjoy nikmatin
    perkara Typo atau Grammar or susunan, saya serahkan pada pembaca lainnya.

    level of enjoyment, gue pasang rendah, cause i cant stand enough about blood itself)

    Level of character, gue pasang standar, cause her reason for dreaming, alasan bermimpinya, unik)

    Level of story: gue pasang oke, karena gue dibuai ama sikap twistingnya)

    well, jadi, nilai totalnya: 7
    Final scoring, 7 dariku

    OC: Kaminari Hazuki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kyaaaa senpaiiiii *peluk*

      Seperti biasa, susah sekali memulai tulisan pertama. Senpai, susah sekali memikirkan mengapa Merald bermimpi, apa yang membuatnya jadi gila begitu. Latar belakangnya kurang kuat, perlu belajar banyak. Setelah jadi baru sadar kalau sifat gilanya itu terlalu dipaksakan

      Makasih banyak senpaiiii <3

      Hapus
    2. mulailah dengan cara filosofis, alias tanyakan pada karaktermu. Kenapa dia harus bermimpi?
      like punyaku. Jelas kan alasan dia bermimpi buat apa. (Well krn gue emg mensetting bahwa dia memiliki memori yang jelas sejak FBC. Ibarat sudah pernah ketemu)

      Hapus
  2. Mia: karena penulisku tidak tahu harus berkomentar apa, jadi aku yang wakilkan. kenapa aku mau? karena menolak malah buang2 tenaga jadi ya sudahlah.
    sejujurnya aku termasuk tahan dengan darah atau gore, tapi bkn berarti suka. kalau memang ingin beneran sadis, mungkin lebih baik ditingkatkan saja. kec adegan anak kecil dibunuh, rasanya tidak ada yg lebih mengejutkan lagi. dan nona Merald boleh banget dibikin lebih sadis. dari cerita ini saja aku belum menangkap alasan kenapa dia jadi sadis. kalau cuma karena instingnya 'pure malice' rasanya tidak seru.
    nilai: 7

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya tidak mau dibikin sadis, tapi setelah ceritanya jadi kok malah sadis begini. Sungguh, sebenarnya tidak bermaksud sadis

      Akan lebih diperhatikan kenapa dia jadi sadis

      Makasih banyak sudah mampiiirrr <3

      Hapus
  3. Duh, saya langsung ketawa di bagian Merald sama anak kecil ketemu itu. Kok ya mendadak jadi absurd banget. Makin kocak lagi karena si anak kecil tetep aja nada ngobrolnya biasa, kayak ga ada kesakitan atau apa habis dilukain segitunya

    Dan mendadak timeskip 3 bulan? Lama bener

    Btw ini ga gitu penting, tapi yang dijalankan itu mestinya misi, bukan visi. Visi itu sekedar pandangan yang nganter ke satu tujuan

    Dipikir lagi, Merald ini lumayan imba juga ya kalo all-out. Lima naga yang satunya lima meter, oc yang kemampuannya biasa" aja bakal susah lawan dia

    Sebenernya saya mau ngasih nilai 7 kalo liat plot sama gaya nulisnya, tapi jujur saya lumayan kehibur baca ini. Karakter Merald rasanya rusak banget, entah otaknya, jiwanya, atau dua"nya. Dan itu bikin dia lumayan menarik, cocok banhet nyandang chaotic evil. Jadi bolehlah +1

    Nilai 8

    BalasHapus
    Balasan
    1. Imba karena berada di bingkai mimpi, nanti sudah tidak imba lagi. Sulit sekali menulis, Abang. Harus banyak banyak membaca dan belajar. Yang awal memang absurd banget itu. Sebenarnya yang paling membingungkan itu karakterisasi Merald, antara pembunuh berdarah dingin tanpa emosi dg masokis dg sikap yg nantinya kekanak-kanakan

      Untuk yg rusak, sepertinya otak dan jiwanya sudah rusak

      Makasih banyak Abaaaang <3

      Hapus
  4. tulisan kuningnya nggak kebaca. tp itu bukan baglan penting jd bs diabaikan. ni cewek beneran psycopat, sadistic ya. nggak bs dimaafin nih! ngebunuhny nggak pilih2. dan mungkin bs diperkuat alasannya knp sampe dia pengen ngebunuh org yg berbuat baik padanya padahal awalnya cuma pengen balas dendam kan?.

    zweite: hmm...dendamnya sudah membutakan mata dan hatinya sampe dia nggak bs meliat kebaikan yang diberikan padanya. dan tentunya wanita itu sudah gila. org gila mana ada yg mikir kalo nglakuin sesuatu. masa gtu aja nggak tau sih, thor?

    terserah lu aja dah. yang jelas gue tetep bkal ngasih 7

    BalasHapus
  5. -Sempat mengira si Merald ini tipe princess standar. But no, dia memang chaotic evil, lol.

    -Si Merald mungkin berlebihan, tapi bocah di opening ini juga bikin masalah ngga perlu untuk topik sepele juga sih.

    -Dengan sifat dan kekuatannya, Merald bisa jadi lawan yang oke untuk dihadapi Anita secara all-out. I mean, naga apinya bisa ngebunuh Anita, tapi itu juga akan bikin menarik.

    -Main event dari story-nya, pertarungan akhirnya, sayangnya nggak terasa terlalu nendang.

    Saya beri cerita ini nilai 7/10. Tapi si Merald berpotensi jadi karakter antagonis yang mudah dibangun oleh penulis lain.

    Fahrul Razi
    OC: Anita Mardiani

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan princess lho, hanya perempuan polos yg malang

      :')

      Masih perlu banyak belajar menulis lagi, iya Merald ini asalkan ada kedamaian hati nuraninya ingin menghancurkan

      Makasih banyaakkk <3

      Hapus
  6. Waduh, eneng Merald serem juga.

    Liat-liat lakon eneng ini mbah bergidik ngeri. Eneng teh meuni kejam ke makhluk hidup teh. Kasian atuh. Mereka juga menderita, walau kayaknya gak separah penderitaan eneng kali ya. Kasian... mbah pukpuk mau ga?

    Lakon eneng bagus. Penjiwaan sama adegannya mbah dapet. Tapi mbah rasa agak sedikit terburu-buru dan dipaksakan di beberapa adegan. Seperti di awal-awal kalau menurut mbah.

    Tapi yang paling mbah sayangkan visi Merald ini rasanya terlalu dangkal. Mbah rasa Merald bisa punya motivasi yang lebih bagus buat bikin sebuah penghancuran. Apa mungkin karena latarnya kurang wah kali ya?

    Mbah titip 8 deh. Pengen banget mbah ceramahin eneng Merald biar tobat dan bisa makan tahu bulat.

    Salam Sejahtera dari Mbah Amut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam sejahtera <3

      Memang sangat dipaksakan, itu akibat berusaha keras tidak menggunakan adegan dewasa di awal

      Motivasi dan latarnya, susah sekali membangun itu. Tapi pasti belajar lagi

      Makasih banyak Mbah Naga <3

      Hapus
  7. weh.. anak kecil dikebiri juga sama si Merald. saya bayangin si Merald agak kecewa saat si anak kecilnya mati..

    karakter Merald mengingatkan saya sama Tokisaki Kurumi atau Yuno Gasai. apa karakter Merald terinspirasi dari mereka berdua? :D

    tapi rasanya kurang dalam alasan Merald menghancurkan sesuatu. kaya anak kecil yang nggak suka sama sesuatu dan dihancurin gitu aja. harusnya ada alasan lebih yang mewakili kesadisan Merald.

    ada sedikit typo tapi tidak terlalu mengurangi kenikmatan membaca entry ini..

    well, nilai dari saya 8. semoga sukses..

    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merald terinspirasi dari Eragon, tapi sudah terlanjur milih chaotic evil. Padahal penunggang naga seharusnya pembela kebenaran. Yap alasannya memang sangat kurang, itu poin penting yg harus saya kejar

      Makasih banyak sudah mampir <3

      Hapus
  8. Begitu baca, saya mencak-mencak sama karakter Merald ini. Yah, dia kayak tipe "evil just because she's evil"--atau bagaimana lah istilahnya, pokoknya begitu. Tipe tokoh yang susah bikin saya merasa relate. Kalau alasannya cuma jengah sama kebahagiaan orang dgn ngingat derita sendiri, rasanya masih kurang berkesan. Apa dia sinting? Entahlah. Semoga ke depannya ada pemaparan karakter yang lebih memadai.

    Sama adegan sadisnya yang, menurut saya malah ... lucu. Karena kurang logis. Itu sih poin paling fatal.

    Sisi baiknya, penulisannya bagus dan rapi. Narasinya termasuk mudah dicerna.

    Titip 8 deh, sebab saya mau Merald maju terus.

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya itu dipaksakan banget, bahkan awalnya lagi2 mau bikin adegan dewasa. Tapi tidak jadi. Dan tetap saja gagal di awal. Kalau lolos, mau belajar lagi bagaimana membangun karakter. Semoga nanti tidak sadis2 banget

      Makasih banyaaakkk <3

      Hapus
  9. Kayak yang sudah-sudah, scene nyiksa anak kecil itu bener-bener kerasa lucu dan unnecessary, kerasa cuma buat nyelesaiin alignment challenge yang 'kill brutally'. Cuma masalah sepele sampai digituin, Merald ini juga gak punya penyakit jiwa, 'kan?

    Untuk lawannya, bener-bener kerasa gak ada perlawanan, ya. Saya suka tho sama rajanya yang nangis, gak serta merta terus ngamuk. Manusiawi.

    Overall,

    7/10

    OC : Takase Kojou

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pilihannya destroy everything kok, sebenarnya yg ditekankan itu penghancurannya, tapi entah mengapa yg nampak malah kill brutally. Masih sangat kurang memang

      Makasih banyak Takase yg tampaaannn <3

      Hapus
  10. "Nama yang bagus, meskipun rambut dan matamu berwarna hitam. <--maksudnya apa? Nggak nyambung gini.
    Saya nggak tahu, apakah Jura menutup mata saking baiknya, tapi kan logikanya dia mendapati setidaknya satu rajah naga Merald pas pasukannya nangkep Merald dalam keadaan pingsan?

    Selain itu bagus, narasinya udah enak.

    8

    Gold Marlboro

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu kesalahan saya, sampai ngelantur kalau namanya itu Merald, bukan Emerald. Perlu hati hati lagi. Untuk yg kedua, benar sekali, fatal di bagian itu. Semoga selanjutnya lebih baik lagi

      Makasih banyaakk <3

      Hapus
  11. ...dia kenapa tiba2 ngehabisi anak ga berdosa, Tuhan D:

    EEEEEEEEEEEEE MAK MERALD KOK SADEEEEEES

    MAK ITU BOLA MATA SI BOCAH MAAAK

    I-ITU JUGA “BOLA” SI BOCAH ALAMAAAAK JAAAANG

    A-aku mau nitpick tapi susahh... entrinya enak diikutin dan aku suka interaksi antar naga-nya.. Kalau diperhatikan baik2, sifat antar ‘warna’ naganya tergambar dari dialog meski ga semua kelihatan.. Ugh, semoga kamu gak kebingungan deh buat karakternya imbang satu sama lain. Naga-naga ini banyak jadi aku berharap mereka punya spotlight nya masing2 nanti..

    Jura kalahnya off-screen? Lolwat

    Sayang banget di satu hal sih, kesadisan yang diperlihatkan pas bunuh si bocah itu berasa out of place. Cuma ada untuk menunjukkan karakter tapi sesungguhnya unnecessary. U could just erase it anyway and the plot didn’t change much. Sangat menyayangkan di sini, padahal kamu bisa buat kesadisan itu pas naga bunuh orang atau pas mencabik mayat si Jura..

    Tapi aku enjoy banget sama karakterisasinya, apalagi dengan karakter-karakter naga yang tampaknya bakal susah banget buat dilawan..

    8/10, aku sungguh pengen lihat Merald dan naga-naganya beraksi lebih jauh.

    -J. Fudo sang Pencipta Kaleng Ajaib-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya naga naga lebih pintar daripada Merald. Jadi perlu di spotlight masing masing ya? Catat. Juga belajar menjelaskan latar belakang dan alasan mengapa Merald jadi gila begini. Iya yg bagian anak kecil itu memang terlalu dipaksakan. Akan lebih belajar lagi

      Makasih banyaaaakk <3

      Hapus
  12. Si kancil menandak-nandak senang di tepi sungai, mungkin karena habis makan ketimun. Seekor buaya muara mendekatinya lalu menelannya. Di dalam perut, si kancil menemukan pak tani, yang langsung ditanduknya sampai mati. Si kancil tersenyum lebar sambil menggerogoti perut pak tani, mencabut beberapa tulang rusuknya. Menggunakan tulang rusuk tadi, si kancil menggali keluar dari perut buaya muara. Tapi di luar ternyata sudah ada harimau lapar menunggunya. Si kancil malah bernyanyi, kemudian memakan harimau lapar itu. Setelah kenyang, si kancil tertawa sambil menandak-nandak senang.

    Ini komen apa haha. Keren, menurut saya cerita ini keren, seru, dan jungkir balik. Penasaran banget sama Merald ini. Dia bener-bener patah, bener-bener rusak. Konsepnya asik, santai, sadis. Karena dia senyum dan lempeng-lempeng aja abis numpahin darah, sekonyol apapun alasannya, saya jadi terpaksa nikmatin dan suka. Penulisannya rapi, pemilihan kata sama pace-nya pas. Maju terus Merald~ 9/10

    Oc: Namol Nihilo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya membaca komentarnya seperti membaca karya Eleanor dan saya sangat menyukainya <3

      Benar, Merald ini rusak. Sayang belum digali lebih jauh apa yg menyebabkan dia bisa sampai tahap serusak itu. Nah itu yg paling menyulitkan. Rencananya mau mencari bantuan untuk menuliskan bagian itu

      Makasih banyaaaakk <3

      Hapus
  13. Apa yang terjadi jika Jura menjura? Juraception.

    Apa ini dateng-dateng nge-pun.

    Merald ini karakternya seperti Rubah yang mengusung "don't let them get you." tetep berusaha nggak memperlihatkan sisi lemah. Di narasi pun menutupi itu, walaupun sebenernya Merald emang kewalahan.

    Karena tone yang terbangun di awal, saya jadi baca narasi seolah yang nyeritain adegan battle dengan Jura dan para phoenix itu seorang anak dengan nada riang. Ditambah lagi, deskripsi situasinya banyak berupa kalimat berita yang singkat. Ini bagus banget buat penyederhanaan sih, jatohnya jadi lebih mudah dibayangin.

    Ng... Naga yang kuning pas ngomong agak kurang kelihatan karena warnanya ga kontras. Ngasih kesan naga yang kuning itu suaranya lembut pelan. Beda sama si merah.

    Kerunutan battlenya ciamik. Nggak banyak naik turun kayak roller coaster. Tapi dari awal penyebaran naga, sorotan pertarungan naga vs phoenix, aerial battle dengan Jura, juga (ini nggak disangka) pertarungan tangan kosong di akhir.

    Emosi para karakter kerasa. Merald waktu sama anak kecil di awal, waktu ngebunuh si nenek tua, sampai akhirnya dijelasin gimana Merald sampe bisa berperangai kayak gitu. Keputusasaan Jura juga memorable. Sehingga.

    9/10

    Penasaran kenapa dombanya dinamain Raizen, haha.

    PUCUNG

    BalasHapus
  14. si Merald seorang sadis ya. Gila itu adegan interogasinya, ngilu abis. Gore-nya mantaph.
    ._.

    Buset, si Merald ini usil banget yak.
    Udah ditolong, hidup enak eh malah summon naga. Ckckckckck~
    Antara murni evil, atau emang sakit jiwa ini mah.

    Bisa bermuka dua pula, wkwkwk

    Proses dia mengkhianati segalanya itu... anjaay, twisted mind banget.

    Tapi entah kenapa, dengan semua penghianatan itu, emosi si bapak rasanya kurang kegali. Wajahnya tetap teduh, kalem menghadapi Merald yang terang-terangan nantangin pake naga.
    ._.

    Aligment Chaotic Evil ini emang pantas disematkan pada lonte masokis sadis bermuka dua ini. Rusak dah ni anak.
    >.<

    Point : 9
    OC : Maria Fransiska


    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.