Sabtu, 04 Juni 2016

[PRELIM] 35 - GOLD MARLBORO | KEPING MIMPI YANG TERLUPAKAN

GOLD MARLBORO
oleh : Jester

--

KEPING MIMPI YANG TERLUPAKAN


"Mengapa kita bermimpi?" Gadis itu bertanya retoris. "Karena kita memiliki kenangan."
"Manusia begitu akrab dengan konsep mimpi, begitu dekat dan menjadi bagian dari budaya. Namun seperti halnya fenomena yang manusia kira telah mereka pahami betul, mimpi adalah misteri. 'Keinginan bawah sadar yang tak terealisasi,' kata Freud. Ya, itu mungkin saja. Atau pola tidur menyebabkan beberapa daerah di otak aktif. Entahlah.
Kita hanya bisa menyimpulkan dari kedua hal itu, bahwa apapun mimpi itu ia dibangun dari kenangan."

Gold bertanya dalam hati, lalu bagaimana ia—yang bahkan kehilangan seluruh ingatannya—dapat bermimpi segila dan senyata ini?



Kedua orang itu masih setia meringkuk di bawah gerbang benteng Vredeburg, menatap hujan yang turun seperti dicurahkan. Gold dapat melihat beberapa tukang becak pulang, atau satu-dua mampir di sebuah warung seberang jalan. Ia juga dapat merasakan titik air membasahi kulit dan membuat lengannya meremang karena dingin. Sulit dipercaya, bahkan hampir tak mungkin semua yang ada di sekitarnya ini adalah mimpi.
Lelaki itu menoleh, melihat gadis di sampingnya meniup-niup kedua telapak tangan yang ia tangkupkan di depan mulut demi kehangatan. Uap tipis terlihat mengepul dari cuping hidungnya. Mendadak gadis itu menoleh, "Kamu nggak kedinginan, to?"
Gold menggeleng.
"Padahal kamu ini, lho, hanya pakai kaos oblong." Gadis itu kembali menatap jalanan. Mengambil sebatang rokok dari sakunya, memantik, lalu menghisapnya dalam-dalam. "Kenapa lihat-lihat?"

"Aku bener-bener masih penasaran dengan yang kamu bilang," Gold menjawab sejujurnya. "Lebih tepatnya, aku nggak percaya."
"Bahwa ini adalah mimpi?"
Mengikuti sang gadis, Gold menyalakan rokok juga. Ia mengangguk. "Ya."
"Sebenernya aku juga sedikit bingung, bagaimana mimpi yang ini bisa begitu solid, bahkan sensasi dunia nyata juga terbawa sampai sini," ucap gadis itu. Ia membenarkan ikatan rambut sebahunya, baru kembali bicara. "Dan setahuku, kecuali seorang yang bermimpi itu sadar bahwa ia bermimpi, impiannya nggak akan sejelas ini."

Gold menatap gadis itu tengah terlihat berpikir keras. Dan ia mencoba menyimpulkan ekspresi frustasi itu, "Maksudmu, terlalu nyata untuk disebut mimpi?"


***

DUA JAM SEBELUMNYA
Suara seorang pengamen yang serak-serak basah membangunkan lelaki itu dari tidurnya. Ia mendapati dirinya tiduran di sebuah bangku kayu reyot di dalam gang mirip tunawisma. Perlahan, ia duduk. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sampai ia ada di situ. Buram, ia tak ingat apapun. Tapi kan setidaknya ia bisa ingat ini di mana, seharusnya begitu.
Lelaki berambut gondrong itu menoleh ke sekitarnya. Mencoba mencari setidaknya satu hal yang bisa mengingatkan dia tentang- Hei, tunggu! Ada yang salah. Sesuatu mendadak muncul dalam benaknya, dan begitu penting untuk ia lewatkan.

Dia itu… siapa?

"Astaga," desisnya panik. Pandangan lelaki itu kembali berkunang-kunang seperti saat ia baru bangun tadi. Kepalanya begitu berat, nafasnya tersengal. Ia merasa sesuatu jatuh ke dalam perutnya dan mendadak begitu mual.

"HOEEKK!"

Pria itu mengusap bibirnya. Berusaha menenangkan nafasnya yang memburu. Mungkin saja ini hanya efek dari tidurnya barusan dan lama-lama ia akan bisa berkonsentrasi dan mengingat semuanya. Ia hanya perlu fokus, maka semua akan baik-baik saja.
"Ah, masa iya?"
Lelaki itu menengadahkan kepalanya mencari sumber suara, dan betapa kaget ia mendapati di sampingnya telah duduk seorang pria paruh baya. "Apa iya segampang itu, mas?" pria tua itu mengucap lagi.
"M-maksudnya?"

"Kata mas'e yang berkacamata tadi kamu ini lupa ingatan. Di dalam katalognya gitu, katanya." Lelaki tua itu menoleh, tersenyum di balik kumis tebalnya. "Namanya siapa, ya? Nur… nur atau Zainur siapa gitu. Lupa saya."
Apa maksudnya? Dan bagaimana lelaki di depan ini bisa lebih tahu kondisinya yang bahkan dia sendiri tak sadari?

Lelaki tua itu merogoh sakunya, lalu mengambil sesuatu yang dengan cepat ia sabetkan ke lengan sang pemuda. Sebuah benda berkilau terkena lampu jalan, dibasahi oleh darah. "Baru kali ini e, saya disuruh membunuh orang di dalam mimpi."
"Siapa kamu?! Apa maksudnya semua ini?!" cerocos pemuda itu panik, tangannya menggenggam lengan satunya yang terluka.
"Ah, sampai lupa. Nama saya Agus Pramono." Senyum seperti tadi ia berikan lagi. "Dan saya akan cabut nyawa kamu malam ini."

Agus Pramono menerjang, begitu cepat untuk ukuran orang berusia lima puluhan seperti dia. Pisau di tangannya langsung mengincar leher pemuda itu, namun beruntung ia sempat mundur sedikit untuk menghindar. Meski dengan sebuah luka gores di dadanya.
Merasa posisinya tak diuntungkan saat ini, pemuda itu berbalik dan lari sekuat tenaga. Berbelok begitu keluar gang, ia langsung menuju ke arah penjual pakaian yang dikerubuti orang. Berpikir mungkin keberadaannya akan sedikit tersamarkan di situ. Pemuda gondrong itu menoleh ke belakang dengan was-was, namun yang dicarinya tak terlihat. Hanya ada para pembeli pakaian berteriak-teriak menawar harga.

Namun saat ia merasa situasi telah aman, tangannya mendadak ditarik paksa. Ia diseret berlari menjauhi kompleks pasar itu. Masuk kembali ke sebuah gang, lalu keluar di kompleks pasar yang lain. Ia tak dapat melihat orang yang mencengkeram erat tangannya karena jaket hoodie yang dikenakan orang itu, namun ketika mereka masuk ke dalam sebuah gang dan berhenti, ia akhirnya melihat wajah penyeretnya tadi. Seorang gadis tengah menatapnya gelisah.

"Kamu harusnya nggak berada di sini," ucapnya. "Ini semua adalah-"
Ucapan gadis itu terputus, hujan mendadak turun dengan lebat dan ia sudah diseret gadis itu lagi. "Kita harus berteduh dulu!" teriaknya samar, kalah oleh hujan.


Basah kuyup, mereka masuk ke sebuah kompleks bangunan tua setelah melompat pagar. Lelaki itu bisa melihat nama bangunan itu yang diterangi cahaya temaram. Vredeburg.
Setelah mencapai tempat yang tak terguyur hujan, gadis itu berucap. "Namaku Baruna, maaf baru memperkenalkan diri." Gadis itu mengambil sekotak rokok dari saku jaketnya, lalu menyorongkannya ke pemuda itu. Lelaki itu pun menyambutnya.
"Oh iya, nama kamu siapa?"
Pemuda itu menelan ludah, sejenak ia menatap kosong kotak rokok yang masih ia genggam. "G-gold."
"He?" Gadis itu menoleh cepat. "Sopo?"

"Gold. Gold Marlboro," jawabnya ragu.
Gadis itu terdiam sejenak dengan tatapan kesal, sesekali menatap rokoknya di genggaman lelaki itu. "Terserahlah."

"Kamu itu harusnya nggak ada berada di sini Gold."
"Kenapa begitu?" Gold menatap Baruna penuh selidik.

"Kita ini, lho, dalam mimpi."


***


"Maksudmu, terlalu nyata untuk disebut mimpi?"

Gadis itu mengangguk. Lalu obrolan mati, mereka berdua memilih menenggelamkan diri dalam hening pikiran masing-masing. Sudah lima belas menit berlalu dan yang terdengar hanya atap gerbang dihajar guyuran air. Baruna terbatuk.
"Hei." Kedua orang itu berbicara bersamaan. Baruna segera mempersilakan pemuda itu bicara, "Sebenarnya kau tadi menyeretku lari sejauh ini buat apa?"
Baruna tertawa. "Cuma itu?"
"Nggak sih, sebenernya. Masih ada."
"Itu juga sih, yang mau kutanyakan tadi. Aku sempat lihat kau lari keluar dari gang, kau tampaknya dalam bahaya. Kusimpulkan kau lari dari sesuatu, makanya kuseret kau lari sejauh-jauhnya." Gadis itu mematikan rokok, menggosokkan ujungnya ke tanah. "Jadi, giliranku. Siapa yang mengejarmu tadi?"
"Agus Pramono," jawab Gold singkat. "Jangan tanya dia siapa, aku sendiri tak tahu. Begitupun dengan tujuannya melakukan itu."
"Oh."
Pembicaraan mati lagi. Keduanya nampak berusaha terlihat sibuk, mungkin juga sedang mencari topik untuk dibicarakan. Benar-benar canggung.

"Baruna," panggil Gold. "Kamu kelihatan ngerti sekali soal mimpi, ya. Belum lagi jika memang benar ini mimpi, gimana bisa kamu ada di sini?"

Baruna tak langsung menjawab, malah melihat sekeliling dengan gelisah. Gold memanggilnya sekali lagi, namun tetap diabaikan. Ia menatap gadis berhoodie itu kesal, lantas menyambar kotak rokok di sampingnya untuk mengambil sebatang lagi. Namun begitu kulit lelaki itu menyentuhnya, seberkas sinar membutakan mata Gold.

Semuanya nampak samar-samar ketika ia membuka matanya lagi. Telinganya berdengung. Tapi tak lama, pandangan Gold menjadi jelas. Ia kaget menyadari ia tak lagi berteduh di bawah gerbang benteng tadi. Saat ini ia berdiri di dekat toko pakaian yang dikerubuti pembeli. Jelas sekali bahwa itu adalah toko yang ia lewati saat melarikan diri tadi, di sampingnya berdiri Baruna dengan tudung jaket masih menutupi kepala.
Gold mencoba memanggilnya, tapi suaranya tak keluar. Lelaki itu menoleh pada apa yang tengah disaksikan Baruna. Ia tak percaya, di depannya ia melihat dirinya sendiri. Pontang-panting menuju ke arahnya.

"GOLD!" Sebuah suara menyadarkan lelaki itu. Baruna memandanginya cemas. "Kau ini kenapa? Melamun tapi kaya kesurupan gitu?"
Namun yang ditanya hanya memandangi bungkus rokok dan Baruna bergantian. Di dalam hatinya ia menyimpulkan sesuatu. Meski sulit sekali ia percaya.

Gold baru akan menanyakannya pada Baruna ketika seberkas kilau cahaya lewat di depan matanya, dan gadis itu tiba-tiba ambruk. Pekikannya terdengar sekilas. Sebuah pisau telah tertancap di dadanya ketika Gold menoleh.
"Astaga," desis lelaki itu seraya mencabut senjata yang bersarang di dada Baruna. "Jangan bergerak, a-aku akan tekan lukanya."
Samar Gold mendengar langkah kaki di antara deras hujan. Ia terlalu kalut untuk peduli.
"I-ini kan hanya mimpi, Gold," ucap Baruna terputus-putus. Suara kecipak itu terdengar lagi, kali ini plus tetesan di tengkuk pemuda gondrong itu.

"Wah, untung masnya ketemu," suara berat Agus terdengar menggelegar. "Kalau kamu hilang bisa ndak bayaran saya."
"TINGGALKAN AKU!" teriak Baruna.

Gold melompat tepat waktu, sesaat sebelum Agus menghantamkan tangannya menghajar tengkuk pemuda itu. Ia bahkan tak sempat menoleh. Hanya kembali berlari, dan memilih menyelamatkan diri sendiri.


***


Dan Gold Marlboro terus saja berlari. Pisau berlumur darah di tangannya tetap ia genggam. Pandangan matanya mulai berkunang-kunang. Terlalu lama berlari, pikirnya. Namun, semuanya makin terlihat kabur.
Bruk. Seseorang menabraknya.
"Reveriers…." Sebuah bisikan terdengar. Gold mendadak merasakan pasir basah di tangannya. Dengan pandangannya yang amat samar, ia melihat siapa yang tadi menabraknya. Di depannya berdiri dua siluet. Satu tinggi dan tegap, satunya lagi pendek dengan kepala tak proporsional.

"Mahakarya…," bisikan itu terdengar lagi. Gold mengerang, "Si…apa itu?"
"Alam mimpi…."

Suara mengembek terdengar, lalu mendadak pipinya seperti dihantam martil. Ia terpelanting, berguling-guling di atas pasir. Gold mendengar ombak.
'Bagaimana bisa mendadak ada di pantai?' batinnya.

Lelaki itu mencoba bangun dengan terhuyung, ia dapati di depannya telah berdiri Agus Pramono sedang memasang kuda-kuda. "Mas, kamu bener-bener nggak kenal sama saya?" ucapnya seraya tersenyum percaya diri.
"Apa harusnya seperti itu?" desis Gold sinis. "Yang kutahu, kamu itu pembunuh."
"Lha memang." Pria tua itu melesat, Gold tak sempat melihat serangannya, bogem mentah pun bersarang di perutnya. Membuat ia menggelepar di kaki sang lawan. Lelaki itu membuka matanya, pandangan mereka beradu. Agus hanya tersenyum meremehkan.

Seberkas cahaya membutakan mata itupun muncul lagi.

Entah bagaimana, Gold Marlboro telah berdiri di sebuah bidang putih. Di sisi kanan dan kiri rak-rak berisi file terlihat disusun berjajar. Sedangkan di depannya ada sebuah meja dengan setumpuk map bertuliskan 'Agus Pramono'.
"Terjadi lagi?" Lelaki gondrong itu mengambil map paling atas dan membukanya, lalu di depannya mendadak muncul sebuah persegi panjang mirip layar bioskop. Gambar-gambar terputar di sana. Ada dirinya yang baru bangun di dalam gang, ada pula adegan pisau terlempar ke arah Baruna. Ia merasakan tengkuknya menebal.
Diambilnya satu map lagi, kali ini ia mengambil tumpukan agak bawah, lantas membukanya. Layar itu berganti gambar, yang pertama kali muncul adalah seseorang dengan hoodie. Suara berat khas Agus Pramono terdengar.

"Kalau perlu, saya ada gambarnya." Di layar lantas muncul sebuah foto, dan itu tak lain adalah Gold sendiri. Namun, ada lagi yang membuat ia makin terkejut. Yaitu suara yang menjawab Agus.
"Iya deh, mungkin saya bakalan perlu."

Lelaki itu mengucap, nyaris tak terdengar. "B-baruna?"


***


"Sepertinya dia sempat pergi sebelum kita sampai di sini", ujar seorang lelaki. Ia mengusap kacamatanya yang berembun lalu mendongak melihat tulisan Vredeburg di gerbang besar itu. "Dasar Oneironaut sialan."
"Gesit juga, ya dia," suara seorang anak perempuan menanggapi. Lelaki berkacamata gelap itu hanya terdiam.
"Memangnya kenapa, sih kalau ada penyusup, Paman?"
Hening. "Paman Zainurma!"
"Kau ini mau tahu saja!" bentak paman-paman yang dipanggil Zainurma itu. Ia berpikir, jika memang ada kemampuan seperti ini, maka ia harus bisa manfaatkan. Dan dengan begitu ia bisa terlepas dari otak sialan itu.

"Sekarang kita mau kemana?" tanya gadis berkepala bantal itu lagi.
Zainurma menghela nafas. Tak menjawab.
"Apa mungkin orang ini menang ya? Kemampuannya lemah begitu."
Helaan nafas makin keras.
"Anu, paman-"

"Oh, astaga! Kenapa bukan Mirabelle saja sih yang memiliki kemampuan teleportasi?!" teriak pria itu frustasi. Anak perempuan di sampingnya tertawa, lantas sebentuk portal muncul di hadapan mereka. Dan keduanya menghilang masuk ke dalamnya.


***


Suara kaca yang retak terdengar, Gold melihat sekelilingnya. Mendadak ruang putih itu pecah seperti cermin. Lelaki itu kembali menatap mata Agus yang memuakkan. Tinju pria itu mengepal lagi, siap menanggalkan geraham Gold kali ini.
Lelaki itu berguling menghindari tinju. Sebuah kilau benda logam terlempar dari tangannya. Tetes darah muncul dari luka di dada Agus Pramono. Lawannya ternyata bukan hanya beruntung, tapi cukup akurat dalam melempar pisau. Bahkan bisa dibilang… seakurat dirinya.
Gold berdiri siaga. Sementara lawannya mengurus luka, ia berkonsentrasi kembali. Berkas cahaya membutakan mata itu kembali. Ia pun berdiri lagi di bidang putih tadi, menghadap meja yang sama. Namun kali ini, ada sebuah map kosong dengan bolpoint di atasnya. Buru-buru Gold membuka map dan menulis besar-besar di halamannya yang kosong. Mendadak ia mengerti apa yang harus dilakukan.

"BUNUH DIRI ADALAH CARA PALING TEPAT UNTUK MENGALAHKAN MUSUH."

Bunyi cermin pecah kembali terdengar. Gold jatuh terduduk di pasir, perutnya serasa diaduk. Ia menoleh ke Agus, melihat apakah yang dia lakukan barusan ada hasilnya. Lelaki tua itu mencabut pisau dari bahunya, lalu menatap lawannya marah. Ia melesat ke arah lawannya yang telah lemas itu, jika yang Gold lakukan tadi tak berefek, maka kematiannya telah dipastikan saat ini.

SREETT!! Suara logam merobek daging terdengar ngilu. Darah menciprat membasahi pasir yang putih. Lalu sesuatu terjatuh menggelinding di dekat kaki Gold, itu adalah kepala Agus Pramono.

"Wow."
Lelaki gondrong itu mendengar suara seseorang dari balik punggungnya, ia menoleh. Matanya mendapati sepasang sosok yang terlihat familiar.
Seorang pria dan anak berkepala tak proporsional.

'Siluet yang tadi, aku pernah bertemu mereka,' Gold membatin.

"Brutal sekali, ya." Lelaki berkacamata itu berkomentar sambil melihat sebuah kepala terpenggal tak jauh dari Gold.
"Paman, aku takut," ucap anak perempuan berkepala bantal di sampingnya. Gold menelan ludah, mungkin ini memang benar-benar sebuah mimpi.

"Yah, oke." Zainurma menepukkan kedua tangannya, lalu tersenyum pada si pemuda gondrong. "Selamat atas kemenanganmu, ya, err…" Ia membuka-buka buku catatan di tangannya.
"Gold. Gold Marlboro." Pemuda perokok itu berdiri dengan masih menatap tajam lawan bicaranya.
"Ada masalah, tuan Marlboro?"
"Apa maksudmu dengan 'Kemenangan'?"
"Hm?" Zainurma menatap dengan ekspresi seolah pertanyaan barusan adalah hal terbodoh yang pernah ia dengar. "Kemenangan itu istilah pada seseorang yang berhasil dalam persaingan. Menurut Wikipedia, sih begitu."
"Apa maksudmu yang barusan kulakukan ini sejenis tes begitu? Semacam tantangan dalam perlombaan?"

Zainurma hanya tertawa kecil. "Huban, buka portalnya." Gold mendecih lirih, ia tahu memang orang ini tak bisa dipercaya. Tapi sepertinya memang tak ada pilihan lain selain menurut.
Untuk saat ini.

"Mbee~" Gold menoleh. Entah sejak kapan, di bawah kakinya ada sebuah bola kapas mengembek.
"Mari," ucap Zainurma. "Jangan lupa dombamu."
Gold tengah menjinjing 'domba' itu dan hendak masuk ke dalam portal buatan Huban ketika Zainurma mendadak bertanya kembali. "Anu, maaf tuan Marlboro."
Gold menoleh.

"Jika nanti kau bertemu kembali dengan Baruna, bisa kau bilang aku ingin bertemu?"



PRELIMINARY-GOLD MARLBORO
END

17 komentar:

  1. Entri ini rasanya kebalikan sama entri" lain yang baru" ini saya baca : secara teknis penulisan ga gitu ada masalah, tapi ceritanya sendiri banyak ngasih tanda tanya. Kayak, jadi Baruna ini siapa? Agus ini siapa? Dan adegan terakhir battlenya, saya beneran ga ngerti maksudnya gimana. Apa kemampuan Gold ini? Kenapa tau" kepala Agus kepotong?

    Nilai 7

    BalasHapus
  2. hmm...jd yg jadi musuhnya tuh orang yang nggak berkaitan sama sekali? dia suruhan zainurma? br tau kalo kurator bs nyewa orang buat ngebunuh. aligmennya 'fight? withdraw?'. lg galau ya? bner sih dari tadi bnyak lari2nya dan kalau dibilang fight nggak juga. aksinya si gold masih kurang dan cerita ini jadi cerita tak terarah, seperti tak punya tujuan. yang akhirnya membuat ending cerita terkesan memaksa. dan pada akhirnya yang ngebunuh si agus malah zainurma?
    6

    BalasHapus
  3. Hmm ... kok saya gak ngerti ya maksud ceritanya gimana? Yha, kayak terlalu terburu" dan ujug-ujug. Gak ada penjelasannya gitu.

    Yg paling jadu keluhan, kayak kata Kak Sam, itu Agus sama Baruna siapa? Gadis di awal sama si Fraud itu siapa? Terkesan kayak musuh dan orang yang diadain random. Q_Q

    Terus pengaturan paragrafnya kok aneh sekali ya?

    So, titip 7

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
  4. Wah, ternyata kurang memahamkan ya? Kebanyakan masalahnya pada: Siapa Baruna? Sebenernya saya berencana akan ngereveal identitas dia seiring dengan progress Gold (kalo maju R1).
    Dan karena Gold amnesia, saya pikir narasi juga dibuat seolah Agus ini tidak dikenal oleh pembaca. Bad finishing, I know. Baru bisa nulis Deadline -4 kemarin T.T

    Soal alignment challenge, saya memahaminya bahwa di situ OC milih lari atau fight kan? Dan Gold milih lari. Sebelumnya saya mau ambil play/break the rules tapi elemen itu minor banget.

    Terus pertanyaan mas Sam soal gimana bisa kepotong kepala Agus, karena Agus motong kepalanya sendiri setelah memorinya ditambahin sama Gold.

    Di entri ini saya nyoba make alur maju mundur, sayangnya dieksekusi dengan buruk.

    Well, makasih udah mampir :D

    BalasHapus
  5. cukup menghibur walau jalan ceritanya nggak dieksekusi dengan baik. well, so far so good.

    nilai 6 dari saya. semoga sukses..

    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
  6. Sebagai sesama tukang "ngepul", sesama berambut emo, sesama orang krempeng, sesama berfisik lemah dan sesama pemalas seperti Ian, saya merasa wajib mengomentari entri ini.

    Saya suka gaya penulisannya, ditambah dengan alur yang maju-mundur.
    Ceritanya menarik buat saya, terutama bagian Psikometri dan Peretasan Ingatan.

    Hal yang mengganggu buat saya adalah entah kenapa ceritanya terkesan terlalu cepat. Porsi adegan pertarungan juga kurang menurut saya.

    Selain itu, banyak pertanyaan yang muncul di entri ini, sehingga di beberapa bagian terkesan "buram".

    Overall Score: 8

    N.B. Nanti Ian jangan dijadiin bahan nyimeng ya om, :(

    At last, greetings~
    Tanz, Father of Adrian Vasilis

    BalasHapus
  7. Etto... sebenernya saya mau ngomong persis sama kayak yang diatas-atas. Banyak pertanyaan yang muncul setelah membaca cerita ini dan keliatan kayak dibuat terburu-buru? Mungkin firasatku aja sih. Dan katanya bakal dimunculin di babak berikutnya ya soal jawaban pertanyaan-pertanyaan itu? Jadi penasaran juga~

    Untuk sekarang saya kasih 7/10

    Raditya Chema | Zauber Magi

    BalasHapus
  8. Tadinya pengen tanya siapa karakter2 yang muncul di sana. Tapi pas baca comment dari penulisnya langsung, oooh.. masih "to be continue"
    Oooooh~

    Tapi memang alur maju mundurnya memang ga dijelaskan baik. Jadi banyak 'mindblow' di cerita ini.
    Bahkan ane coba baca ulang, masih belum paham sebenernya apa yang terjadi dicerita ini.

    Anyway, i'm enjoy it
    ----------------
    Rate: 7
    Ru Ashiata (N.V)

    BalasHapus
  9. Cerita yang cukup enjoyable.

    Tapi rasanya saya agak-agak gak nangkep poin dari cerita ini. Sebagai pembanding, saya pakai entri Mbak Becker karena saya rasa masalahnya sama: Kekurangjelasan plot. Bedanya kalau di sini peletakan babak adegannya kurang halus, dan fokus ceritanya serasa kurang, menurut saya.

    Narasinya apik, tapi eksekusi plotnya kurang baik. Jadi kurang mantep deh.

    Nilai dari saya 7 deh. Semoga sukses yaa!

    Salam sejahtera dari Mbah Amut dan Enryuumaru

    BalasHapus
  10. Jarak antar paragrafnya sangat menganggu saat baca. Saya jadi enggak tahu ini paragraf yang sama atau enggak.

    Untuk adegan tarungnya saya bingung kok tiba-tibq gini kok tiba-tiba gitu. Tolong ditambahkan penjelasannya

    Ceritanya lumayan, tapi kalau boleh saran POVnya diganti ke POV1 saja. Fokusnnya sudah ke Gold dan dia juga amnesia, jadi cocok pake POV1.

    6 dariku
    -=AI=-

    BalasHapus

  11. Ya ampun, orang Jogja wkwkwk

    Langsung semangat baca begitu tahu ini orang Jogja XD

    Dibuka dengan penjelasan konsep mimpi, aku suka pembukaannya yang langsung menjelaskan premis mimpi menurut OC. Agak mepet2 aja sih, jadi agak gimana bacanya. Next time, di-enter dua kali biar keliatan kepisah di blog XD

    HEEEE AGUS PRAMONO WAAAHT

    Twistnya kampret, dadakan muncul tahu-tahu mau ngebunuh. Masuk langsung konflik, dammit XD

    Alasan Baruna nyelametin agak aneh, imo. Bagaimana pula dia tahu Gold juga bukan bagian dari dunia mimpi itu? Plus di akhir, dia ternyata yang nyuruh Agus buat ngebunuh Gold? Ok, i’m hooked.

    Next, ceritanya membingungkan. Deskripsi di beberapa titik kurang jelas bikin aku harus baca dua kali biar paham. Beruntung, plot yang menarik bikin aku pengen baca ulang dengan senang hati. Mungkin deskripsinya mending ditata ulang biar lebih bisa dimengerti sama yang baca.

    The biggest question is, who the hell is them? Iya, dia hilang ingatan, tapi semuanya begitu penuh teka-teki. Actually, ini jenius di mataku. Kamu bikin saya pengen baca yang berikutnya. Dari segi penulisan yang rapi, aku berharap ceritanya juga sudah direncanakan sedemikian rupa sehingga semua pertanyaan di prelim ini terjawab di ronde2 ke depannya.

    Serius, pertanyaan-pertanyaan ini justru yang membuat saya nge-hook.

    The worst thing is, aku harus memastikan di charsheet lagi untuk tahu perihal apa yang tengah terjadi. Yap, aku menganggap entri ini jenius meski meninggalkan TERLALU BANYAK pertanyaan tanpa ada kejelasan. Aku tahu sih tujuannya memang bikin pembaca bertanya-tanya, tapi ini terlalu banyak dan berisiko ngelepas pembaca yang ga suka cerita yang mindblown. Plus, pace-nya agak terlalu cepat sehingga bikin banyak pembaca bakal mikir, ‘what the hell is going on here?’

    8/10, minus karena pace yang terlalu cepat. Mungkin kalau pace-nya diperlambat bisa membuat pembaca lebih paham apa yang sebenernya terjadi. Ini memengaruhi seluruh cerita, jadi ya....

    Ditunggu di R1 :D

    -J.Fudo pencipta Kaleng Ajaib-

    BalasHapus
  12. Wew! Nih entri mantap banget!

    Narasi sip. Pergerakan, perasaan dan ekspresi karakter tersampai baik ke pembaca. Tendangan konflik di sekitar 500 kata awal memancing antusiasme.

    Cerita antara Baruna dan Gold terkesan ambigu dan tidak penting. Yang kulihat disana dia jadi pengganti stage dari pasar ke vila. Sisanya dia cuma jadi filler yang cakap-cakap dengan Gold sebelum ditusuk Agus.

    Inferioritas fisik Gold dibanding Agus tergambar bagus dalam ceritamu, dia hanya bisa bertahan pasif selagi Agus nyerang mati-matian. Sayang akhirnya agak membingungkan, kenapa Agus tiba-tiba bunuh diri tidak dijelaskan, barulah aku tahu kemampuan mind hack Gold habis baca char sheetnya.

    Rapikan tulisanmu dan mungkin di ronde berikutnya kamu bakal dapat sembilan. ;)

    Nilai 8

    OC : Begalodon

    BalasHapus
  13. Gold.
    Kisahmu dalam Drabble harian begitu mengenaskan (Termasuk elu. Bukannya bantuin kasih duit malah diliatin doank)
    Yaudah komentar. Penasaran saya ama karakternya si chain smoker ini.

    PREMANISME AT ITS FINEST WAY.
    Kayak nonton The Raid si Iko Uwais. twisting kultur kumuh.
    Dan keberadaan Baruna ini ibarat Overseer alam mimpi dalam angan Gold. Bukan wilayah Huban Zainurma.

    Mengingatkan saya akan paradox time Prince of Percia, dimana dia dikejar2 Azi Dahaka karena kesalahannya memainkan Sands of Time.
    Dalam entri Gold. Rokoknya.
    Banyak melompat, seperti entri di FBC yang lawan Mima Shiki Reid. Dan dugaan saya benar. Baruna dan Agus adalah Key Character untuk next developement.
    Kenapa Baruna ada?
    Kenapa harus Agus?
    Kenapa pula harus Gold yg diincar?

    Twist oke.
    9 deh.

    OC: Kaminari hazuki

    BalasHapus
  14. ceritanya agak off sih buat saya.sudah aku baca ulang kembali begitu nemu sesuatu yang janggal tapi selanjutnya terulang lagi.

    beruntung karakter Gold nya gak se-off ceritanya. masih bisa terlihat meskipun gak signifikan dan masih belum paham sama kekuatannya.

    selebihnya aku gak bisa komentar banyak. karena pertanyaan tentang siapa Baruna katanya bakal dijawab di entri selanjutnya. jadi...

    7/10 dari Bian Olson.

    BalasHapus
  15. Ceritanya menurut saya sudah lumayan seru tapi masih menimbulkan banyak pertanyaan. Jadi pingin lihat kelanjutannya saya.

    Ceritanya Agus dan Baruna masih 'nggantung' karena nggak ada penjelasan tentang alasan mereka mengejar Gold atau mungkin ada hubungannya dengan Gold sebelum kehilangan ingatannya?

    nilai dari saya 7, semoga lolos

    OC: Snow Winterfeld

    BalasHapus
  16. wah cerita misteri. dilihat dari gaya penceritaan dan alurnya yg campur aduk, ditambah unsur2 hilang ingatan, pengejaran, karakter2 yg belum jelas, meja dan map, bener2 kaya cerita detektif~

    pertamanya agak bingung juga akhir dari battle vs. agus itu, tapi baca komen authornya di atas jadi langsung ngerti. dan ternyata itu juga termasuk kemampuan gold di cs. keren owo

    penulisannya itu sendiri ga ada masalah. mungkin jarak antar paragrafnya aja kalau bisa lebih konsisten lagi (rapat2 dengan indentation first line atau double enter semua). yah tapi itu minor kok :P

    nilai: 8
    oc: castor flannel

    BalasHapus
  17. Gold amnesia, makanya karakter2 yg lain minim deskripsi? Maklum sih, tapi jadi bikin kesulitan memahami alurnya. Untungnya narasi dan deskripsi kereeennn. Rapi dan bikin penasaran. Semacam cerita detektif, tapi Gold terkesan santai dan cool. Di babak selanjutnya pasti ingatan Gold perlahan dimunculkan, kan?

    Rokoknya tidak pernah lepas ya

    Nilai 7
    Merald

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.