Jumat, 03 Juni 2016

[PRELIM] 32 - NANO REINFIELD | FIRST CLUE FROM THE FAKE PARADISE

oleh : Dwi Hendra

--

0 – Prolog


"Pelan-pelan, Kak. Sakit!"


Natera berteriak menahan sakit dan mencengkram bahu Nano, Kakaknya. Nano merasa kesakitan menahan cengkraman adiknya.


"Ini sudah pelan, Natera. Tahan sebentar lagi." kata Nano menenangkan.


"Tapi ini sakit sekali, Kak. Ini pertama kalinya bagiku." Natera terus mengaduh.


Cahaya redup di penginapan itu ikut menemani teriakan Natera di malam yang sepi. Natera terus memeluk tubuh Nano membuat Nano kewalahan dengan tingkah Natera.


"Itu salahmu sendiri karena kau tidak mengukurnya terlebih dahulu sebelum mencobanya." kata Nano menggerutu.


"Kukira ukurannya pas. Aah.. sakit, Kak. Jangan ditekan di bagian itu."


Natera terus meronta dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Tak terasa air mata menetes di pipi yang meronta merah itu.


"Kalau aku tak menekannya, susah untuk memasukkannya. Tahan sedikit, sebentar lagi selesai."


"Aaahh.. Kak. Aahhh.."


Nano berhasil menarik gaun Natera. Sehingga kini Natera sudah memakai gaun tidur kesukaannya. Natera memeluk tubuh kakaknya yang kekar. Seutas senyum terpancar dari bibir Natera.


"Terima kasih, Kakak."


"Sudah selesai. Seharusnya kau mengukur dulu gaunmu sebelum minta dijahitkan. Tubuhmu sudah bukan seperti dulu lagi."


"Jadi Kakak kira aku sudah gemuk, begitu?" tanya Natera cemberut.


"Bukan begitu maksudku. Sudahlah, aku mau tidur sekarang." jawab Nano sambil mencubit pelan pipi Natera kemudian tertidur pulas di kursi panjang.


*** 


Sementara itu, Zainurma dan Ratu Huban terbang melintasi Alam Mimpi. Melewati satu Reverier ke Reverier lain untuk menPangerani dan mengajak mereka ke dalam Bingkai Mimpi.


"Apa kau senang?"


"Tentu saja, Paman Zainurma. Aku sangat menyukainya." jawab Ratu Huban dengan ceria.


Ratu Huban melirik ke arah mimpi milik Nano. Ia menarik-narik setelan jas milik Zainurma agar Zainurma menoleh padanya.


"Kita kesana, Paman. Disitu ada Reverier yang harus kita datangi." kata Ratu Huban menunjuk mimpi milik Nano.


"Hhhmm.. Nano Reinfield, ya?" tegun Zainurma.


"Walaupun dia pernah mengabaikanku, tapi kurasa Mahakaryanya tidak kalah dengan Reverier yang lain."


Ratu Huban dan Zainurma meluncur cepat menuju mimpi milik Nano.


Do you desire dreams?
Or do you fear nightmares?
What if your sweetest dreams
are also your very worst nightmares?
And what if you were told to face them?
And you can't look away from them …
You are the Dreamers, the Reveriers,
and we all want to see your Masterpieces
in these little frame of your dreamland


Get up, Nano.. Get up....


Nano merasa ada yang membangunkan dirinya. Ia membuka mata perlahan dan mengusap kedua matanya, berusaha memperjelas pandangan. Ia terkejut ketika melihat di sekelilingnya gelap gulita dan seperti tiada ujungnya.


"Dimana aku? Apa yang terjadi?" tanya Nano panik melihat sekelilingnya.


Kemudian dua sosok samar-samar berada di depannya. Salah satu sosok itu berseru dengan suara yang menggema.


"Nano.."


Nano tersentak saat salah satu dari sosok itu menyebut namanya.


"Si-siapa kalian? Kenapa kalian tahu namaku?" tanya Nano.


"Nano Reinfield, Kau ..... Revivers, ..... , ......... membuat Mahakarya ....... Alam Mimpi." kata salah satu dari sosok itu samar-samar dan kemudian menghilang. Meninggalkan Nano yang bingung dengan ucapan yang tidak jelas dari salah satu sosok tersebut.


"Hey, tunggu dulu!" seru Nano. "Apa yang kalian katakan? Aku tak mengerti."


Kemudian sinar terang datang menyilaukan mata, menenggelamkan tubuh Nano dan seluruh tempat yang gelap gulita itu.


1 – Bingkai Mimpi


"Kak, bangun kak." kata Natera membangunkan Nano.


Nano terbangun dari tidurnya. Cahaya pagi masuk ke dalam penginapan itu. Ia mengusap kedua matanya dan melihat seorang yang tidak asing baginya.


"Pagi, Pangeran Nano." sapa Kakek Armes sambil mengelap senjata sniper andalannya.


"Kenapa Kakek ada disini?"


"Hamba ditugaskan Baginda Raja untuk menjaga kalian. Tapi yang membuatku heran, jarak dari Amor ke Odojilak sekarang menjadi dekat."


"Benarkah, Kakek?"


"Hamba berangkat dari Amor malam hari. Biasanya Hamba sampai disini 3 hari perjalanan."


Kakek Armes menatap lekat mata Nano.


"Apa Pangeran yakin akan melakukan perjalanan ini untuk mengetahui pelaku pembunuh Putri Dimara?"


"Aku harus melakukannya, Kakek Tua." kata Nano membulatkan tekad. "Aku tak ingin kematian Dimara dilupakan begitu saja."


"Hamba akan mendukung apapun yang Pangeran lakukan." Kakek Armes menghentikan mengelap snipernya. "Tapi alangkah baiknya Pangeran tidak membahayakan diri untuk tujuan itu."


Nano hanya terdiam. Tangannya menggenggam erat saat teringat tentang Dimara.
                                                                                         

"Oh iya, Moka mengirim pesan agar Pangeran pergi ke Sweet Catz. Pangeran pasti akan menemukan sesuatu yang menarik." kata Kakek Armes tersenyum. "Tapi hati-hati dengan penjaganya karena hari ini pengawalannya sangat ketat."


Kakek Armes melemparkan sesuatu ke arah Nano. Nano pun menangkapnya dengan mudah.


"Itu mini headset. Kita bisa saling berkomunikasi dengan alat itu."


"Aku tak butuh alat seperti ini, Kakek Tua." kata Nano memutar mini headset. "Lagipula aku bukan anak kecil lagi yang harus dijaga."


Kakek Armes tertawa lepas. Nano bingung dengan tingkah Kakek Armes.


"Mungkin sekarang Pangeran belum membutuhkannya. Oh iya, Moka sudah menunggu disana."


Nano mengenakan hood biru tuanya dan keluar menuju Sweet Catz.


"Kenapa Kakek membiarkan Kakak pergi? Bukankah itu berbahaya untuknya?"


"Putri tenang saja. Kita akan menyusul nanti."



2 – Fake Paradise


Nano memandang jauh dari tepi tembok. Ia tertegun melihat kota Amor yang sekarang lebih dekat. "Benar kata Kakek Tua itu. Ternyata sekarang jarak Amor dan Odojilak jadi lebih dekat. Apa yang terjadi sebenarnya?"


Nano mengamati bangunan di sekitarnya. Bangunan megah dengan gaya abad pertengahan di kanan dan kiri jalan.


"Kota yang menarik. Entah apa yang kau perbuat untuk kota ini, Ziza."


Nano merasakan ada segerombolan orang sedang mengikutinya. Nano memperkirakan ada enam orang berada di belakangnya.


"Mungkin Moka bisa menunggu lebih lama." katanya pada diri sendiri.


Nano berjalan sekaligus memperhatikan segerombolan orang tersebut dengan hati-hati. Ia pun berpura-pura lari menghindar. Segerombolan orang itu ikut berlari mengejar Nano. Mereka menemukan Nano melihat ke tembok, terjebak dalam jalan buntu.


"Hei, Kau. Serahkan semua uangmu!" teriak salah satu dari gerombolan itu.


Nano hanya diam berdiri memandangi tembok.


"Hei, Kau tuli ya?"


"Percuma saja kau menanyakannya. Dilihat dari penampilannya, sepertinya dia hanya seorang pengemis." timpal orang yang lain.


Salah satu dari mendekati Nano dan memperhatikan dengan seksama. Ia melihat dagger milik Nano yang berada di pinggang.


"Boleh juga."


Nano menggenggam tangan orang itu dan meremasnya dengan keras.


"Jangan sentuh daggerku dengan tangan kotormu!" kata Nano sembari meremas tangan orang itu dengan keras.


"Hei, kenapa kalian diam saja? Cepat habisi orang ini!"


Gerombolan orang itu mengeluarkan senjata masing-masing. Nano melepaskan tangan oang itu dan hanya berdiri.


"Sekarang kau akan tahu berurusan dengan siapa, Bocah!"


Nano hanya tersenyum mendengar perkataan salah satu dari gerombolan itu.


"Bisakah kalian hentikan permainan ini sekarang juga? Aku ada urusan yang lebih penting daripada menghajar sekumpulan pecundang."


Mereka menjadi geram mendengar perkataan Nano.


"Kau akan menyesal menyebut kami pecundang, Bocah."


Berlari mendekati Nano. Nano menggunakan Reflex untuk menhindari setiap serangan. Orang itu menjadi emosi karena Nano selalu menghindari serangannya.


"Apa hanya itu yang kau punya, Bocah?"


Nano mundur beberapa langkah dan melesat mendekat. Nano menendang perut dan membuatnya pingsan.


"Kau akan mati, Bocah!"


Nano berlari dan menghajar salah satu.


"Bisakah kalian berhenti memanggilku bocah?"


Nano melancarkan serangan bertubi-tubi hingga pingsan. Empat orang yang lain menatap Nano dengan wajah ketakutan. Mereka hanya berdiri mematung tidak bergerak sama sekali.


"Kalian ini memang merepotkan saja." kata Nano sambil memutar bahunya.


Empat orang tersebut langsung membungkuk memberi hormat.


"Maafkan kami, Pangeran. Kami tidak tahu kalau Anda adalah Pangeran Nano."


"Ah, sudahlah. Lagipula sudah lama aku tidak menghajar seseorang." kata Nano santai.


"Sekali lagi maafkan kami, Pangeran. Silahkan lanjutkan perjalanan Pangeran."


Nano berjalan meninggalkan gerombolan itu. Kemudian Nano berhenti dan membuat gerombolan itu kaget dan agak ketakutan.


"Oh iya, aku ingin tahu nama kalian."


Ketakutan mereka semakin menjadi. Mereka berpikir Nano akan melapor ke Raja Muarza.


"Tenang saja. Aku tak akan melaporkan kalian." kata Nano seakan mengerti apa yang gerombolan itu pikirkan.


"Kami menyebut diri kami 'Enam Kancil Loncat'. Dan nama Hamba Rumza, Ketua kelompok ini."


"Enam Kancil Loncat ya?" tanya Nano menahan tawanya. "Sekarang kalian boleh pergi."


"Terima kasih, Pangeran."


Gerombolan Enam Kancil Loncat pergi memapah dua orang lain yang pingsan. Nano masuk ke dalam Sweet Catz, Bar yang terkenal di Daerah Odojilak. Ia berjalan melewati pengawalan yang saat itu terbilang super ketat. Nano bisa bernapas lega karena dirinya sempat dihadang oleh dua prajurit di depan bar itu, namun entah kenapa para prajurit itu mempersilahkan dirinya masuk ke dalam.


"Moka, sehebat apa dirimu di tempat ini?" tanya Nano dalam hati.


Nano mengamati setiap inci bar itu. Terdapat banyak prajurit yang berjaga di sudut dan tempat penting.


"Ternyata benar kata si Kakek Tua itu. Pengawalannya hari ini super ketat. Pasti hari ini akan ada tamu penting." gumamnya pelan.


"Nano, Nano?" suara Kakek Armes terdengar dari mini headset di telinga kiri Nano.


"Iya, Kakek." jawab Nano. "Kau benar, Kakek Tua. Pengawalan di Bar ini super ketat."


"Haha.. Tentu saja, Nano. Hey, jangan sampai terlibat masalah."


"Roger that, Kakek Tua." kata Nano sambil tersenyum.


Nano merasa ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Ia berusaha lolos dari pelukan itu namun pelukan itu seolah lebih kuat.


"Apakah Anda butuh teman, Tuan?"


Nano mengenal suara itu dan berbalik. Seorang wanita bergaun agak terbuka dengan senyum menggoda ada di hadapan Nano.


"Apa kabar, Pangeran Nano?"


"Kau ini membuatku kaget saja."


"Ayolah. Kita santai dulu sejenak. Kau baru saja disini kan?"


Nano melepas pelukan Moka. Moka hanya tersenyum melihat tingkah Nano.


"Maaf, Moka. Aku ada keperluan lain. Nanti kita bertemu lagi."


"Baiklah, Pangeran Tampan. Temui aku di meja dekat bartender jika kau sedang senggang."


Nano berjalan melewati seorang prajurit yang sedang mabuk bersama dua wanita penghibur di dekatnya. Nano duduk di kursi yang membelakangi prajurit itu. "Hari ini aku senang sekali, kalian tahu kenapa?" tanya prajurit itu.


"Kami tidak tahu, Tuan. Coba ceritakan kepada kami." jawab salah satu wanita penghibur itu menggoda prajurit yang mabuk.


"Baiklah, Manis." Kata prajurit itu memeluk kedua wanita penghibur itu. "Beberapa hari lagi kami akan melakukan kudeta ke Istana Muarza."


"Benarkah?" tanya wanita penghibur itu seakan tidak percaya.


"Tentu saja. Muarza sudah lemah karena Kerajaan Wortz tidak stabil, akibat kematian putri kerajaannya. Sungguh tragis sekali."


Nano meninggalkan prajurit yang mabuk dengan wanita penghiburnya dan berjalan menembus kerumunan orang-orang sedang berpesta. Nano berjalan menuju pintu yang dilalui orang-orang mencurigakan. Ia memegang gagang pintu dan coba menariknya.


"Sial terkunci!" umpatnya dalam hati.


Nano melihat bagian dari pintu itu. Ia melihat suatu card scanner yang menempel di salah satu daun pintu.


"Jadi seperti itu. Keamanan tingkat tinggi."


Nano berjalan menuju bartender dan memesan satu minuman.


"Kau tidak akan bisa masuk kesana walau kau sudah mencuri salah satu kartunya." Kata Moka kemudian duduk di samping Nano.


"Aku tak butuh bantuanmu untuk masuk kesana. Aku bisa melakukannya sendiri."


"Kuberi saran saja. Di dapur ada ventilasi udara yang terhubung dengan ruangan itu." Kata Moka tersenyum. "Kau bisa menggunakannya."


"Lanjutkan saja percakapannya."


"Pintu yang membuatmu penasaran itu adalah pintu menuju ruangan khusus Gubernur Ziza dengan para koleganya." Kata Moka sembari memberi isyarat ke bartender. "Kau juga dapat menemukan banyak senjata di gudang."


Nano bergegas pergi, namun tangan Moka mencegah Nano untuk pergi. Moka memandang seakan memohon agar Nano tidak pergi begitu saja.


"Ayolah, Nano. Temani aku minum segelas saja."


"Kau ini selalu begitu." Nano duduk kembali dan meneguk segelas minuman yang ia pesan.


"Hei, hati-hati."


Nano bergegas pergi ke meninggalkan Moka. Moka hanya tersenyum melanjutkan meneguk minumannya. Nano berjalan menuju gudang. Namun langkahnya terhenti di depan pintu oleh seorang prajurit.


"Apa keperluanmu kesini?" tanya prajurit itu.


"Oh, maaf. Kukira itu adalah toilet."


Nano berbalik sebentar lalu memutarkan tubuhnya dan menghajar prajurit itu hingga pingsan. Ia menyeret tubuh prajurit itu menuju ke toilet.


"Oh, maaf. Kukira itu adalah toilet." ulang Nano. "Lain kali Ziza harus menugaskan orang yang kurus. Dia berat sekali."


Nano terus menyeret tubuh prajurit itu dan mengambil sebuah kunci di pinggang prajurit itu. "Aku pinjam kunci ini dulu ya? Nanti aku kembalikan."


Nano bergegas kembali ke pintu menuju ke gudang dan membuka pintu itu.  "Lihat semua senjata-senjata ini." kata Nano lalu memegang salah satu senjata dan mengacungkannya ke atas. Nano meletakkan senjata itu dan berjalan ke arah peti berisikan bom asap. Ia membuka peti itu dan tersenyum. "Hmm.. halo." kata Nano mengambil dua buah dan menaruhnya di balik jubah biru tuanya.


Ia bergegas ingin keluar tapi langkahnya terhenti saat melihat ventilasi udara di bagian bawah tembok. "Mungkin kalau dari sini aku bisa ke ruangan Ziza dan koleganya."


Nano membuka ventilasi udara itu dan masuk ke dalamnya. Ia merangkak menyusuri lorong ventilasi yang lebih besar dari tubuhnya. Ia sampai di atas ruangan Ziza tapi ia melihat Ziza dan koleganya sudah berada di dalam ruangan. "Sial! Aku terlambat!"


Sementara di dalam ruangan Ziza dan koleganya bersulang merayakan sesuatu. Mereka ditemani minuman keras dan wanita penghibur. Para penjaga bersigap mengawal mereka.


"Mari kita bersulang untuk kerjasama kita."


"Apa kau yakin semua akan beres?"


"Kau tenang saja. Daerah ini sudah aman dari pantauan Istana Muarza." "Kita bisa mencari gadis cantik lagi untuk kita jadikan pundi-pundi uang."


"Kau bisa menjamin kesuksesan menaklukkan Muarza?"


"Tentu saja. Setelah melemahkan Wortz, Muarza bisa kita taklukkan."


"Bagaimana dengan Nano Reinfield, si Putra Mahkota?"


"Dia juga lemah setelah kekasihnya terbunuh. Kasihan sekali. Orang-orangku memang hebat untuk membereskan segala sesuatu dengan rapi." Kata Ziza sembari tertawa. "Dengan begini, kita bisa menjalankan bisnis kita di Amor dan seluruh wilayah Muarza."


3 – Kebusukan yang Terkuak


Nano tersentak kaget saat Ziza mengatakan sesuatu tentang Dimara. Amarah dan balas dendam memenuhi hati Nano. "Awas kau, Ziza! Akan kubalas semua perbuatanmu."


Salah satu penjaga menengok ke atas dan melihat Nano dari balik ventilasi udara. "Penyusup! Ada penyusup!" seru penjaga itu.


Nano kaget keberadaannya diketahui oleh salah satu orang di ruangan itu. Ia mengeluarkan salah satu bom asap dan melemparnya ke dalam ruangan. Seketika asap memenuhi seluruh ruangan itu.


"Sial! Dia mengetahui pembicaraan kita! Bunuh orang itu!"


Nano lari dari dapur dan tidak berkutik saat dikepung oleh sekumpulan prajurit bersejata. Tiba-tiba kaca di bar itu pecah. Seorang prajurit tertembak di kepalanya dari kejauhan. Semua pengunjung di bar itu panik dan berlari tak karuan menyelamatkan diri.


"Sepertinya Pangeran tidak bisa menghindar dari masalah sekali saja." Kata Kakek Armes terdengar dari mini headset Nano.


"Bukan salahku, Kakek Tua." Kata Nano sambil menghajar dua prajurit. "Lain kali datanglah dengan cara halus."


"Haha.. itu cara terhalus yang pernah kulakukan. Cari jalan keluar. Hamba akan membantu Pangeran dari sini." Kata Kakek Armes sambil membidik


"Oke, Kakek." Kata Nano menghajar beberapa prajurit yang mengepungnya.


Setelah membereskan beberapa prajurit, Nano berlari mengikuti para kerumunan yang berdesak ingin keluar dari bar itu. Ia berlari berbaur dengan para pengunjung bar agar tidak diketahui. Tapi salah seorang prajurit mengetahui Nano dan menyerangnya dari samping. Ia gunakan Reflex untuk menghindari prajurit itu dan menusukkan daggernya ke punggung prajurit. Ia pun berhasil menumbangkan beberapa diantaranya. Nano berlari menuju pintu keluar dan dihadang barisan pasukan bersenjata. Ia berbalik dan bersembunyi di balik pilar.


"Kakek, aku punya masalah disini."


"Roger that."


Kakek Armes membidik kepala salah satu prajurit. Ia menembak tepat mengenai kepala salah satu prajurit. Prajurit lain mengarahkan tembakannya ke arah datangnya peluru dari Kakek Armes. Nano keluar dari persembunyiannya dan menghajar satu per satu prajurit yang kebingungan. Natera muncul dengan Fireball yang membakar tiga prajurit lainnya.


"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Natera agak cemas.


"Kenapa kau kesini? Cepat kau harus pergi dari sini."


"Dan membiarkan kakak bermain disini sendiri? Kakak tidak adil." Natera mengepalkan tangannya.


Nano hanya menghela napas menghadapi adiknya yang keras kepala.


"Baiklah kalau itu maumu."


Natera berlari dan menendang kepala prajurit yang menghampiri. Ia juga memukul dan menendang perut prajurit lainnya yang datang silih berganti.


"Kita harus pergi dari sini." Kata Nano melempar bom asap yang tersisa.


Asap menyeruak keluar dan memberikan Nano dan Natera kesempatan keluar dari bar itu.


"Darimana kakak punya bom asap itu?"


"Aku hanya meminjamnya saja. Ayo pergi dari sini!"


***


Nano, Natera, Kakek Armes dan Moka berdiskusi di penginapan. Mereka nampak serius sedang memikirkan sesuatu. Makanan yang sedari tadi mereka pesan tidak satupun disentuh. Nano sesekali memainkan kursi dengan menggoyang-goyangkannya.


"Akhirnya kita tahu bahwa daerah Odojilak ini sangat berbahaya." Kakek Armes membuka suara. "Kita harus mengatakannya pada Baginda Raja."


"Tapi bagaimana caranya, Kakek?" tanya Natera. "Gubernur Ziza pastinya punya rencana agar ucapan kita tidak dipercaya Ayahanda."


"Hamba belum memikirkannya. Tapi yang jelas Gubernur Ziza sudah kelewatan."


"Pantas saja setiap bulan Odojilak selalu memberikan upeti yang berlebih untuk istana. Ternyata Gubernur Ziza menggunakan para gadis yang malang menjadi budak nafsu para pelancong." kata Natera kesal.


Nano hanya tersenyum tipis sambil bersandar di kursi.


"Si Ziza itu cerdik juga."


"Kenapa kakak malah memujinya?"


"Aku memujinya karena dia memiliki cara terlicik yang tidak terpikir oleh Ayah kita." kata Nano sambil menyilangkan kakinya di atas meja. "Dan tentu saja Ziza sudah merencanakan kudeta ke istana."


"Apa? Kudeta?"


"Apa kau tak tahu alasan kenapa Ziza memberikan upeti lebih ke istana, Natera? Dia berusaha merebut hati Ayah agar dia dipercaya. Setelah itu Ziza akan menyerang dan mengkudeta dengan segala persenjataan yang ada."


"Darimana Kakak tahu?"


"Tentu saja dari para prajurit yang mabuk di Bar  itu. Memang mudah mendapatkan informasi dari orang mabuk."


Natera mengangguk mengerti, begitu pula Moka.


"Dan kau tentu tahu semua persenjataan di gudang milik Ziza itu dari para elit yang menjadi pelanggan di bar itu kan, Moka?"


"Betul sekali. Banyak dari orang-orang berpakaian aneh datang ke sana dan mejadi kolega Gubernur Ziza. Aku tak begitu jelas melihatnya, tapi sepertinya Gubernur Ziza kenal dekat dengan orang aneh itu."


Semuanya terdiam berpikir dengan pikiran mereka masing-masing.


***


Moka mengajak Nano dan Natera ke suatu pemukiman kumuh.


"Kau mau mengajak kita kemana, Moka?" tanya Nano.


"Ke tempat alasan sebenarnya Gubernur Ziza menjadikan Odojilak sebagai daerah otonom."


Semua orang di pemukiman kumuh itu langsung berlutut memberikan hormat.


"Selamat datang di pemukiman kami, Pangeran."


"Tolong selamatkan putri kami, Pangeran Nano." kata salah satu penduduk.


"Gubernur Ziza mengambil anak kami untuk bisnis haramnya, Pangeran Nano."


"Kami mohon selamatkan putri kami, Pangeran Nano." timpal penduduk yang lain.


Nano tak bisa berkata apa-apa. Dia merasa tidak bisa menanggung semua tanggung jawab yang diberikan para penduduk.


"Kak, kita harus menolong mereka. Kita selamatkan putri mereka dari Adneg Ziza."


"Aku tak ingin tujuanku terganggu karena menolong mereka."


"Tapi kenapa, Kak?"


"Apa kau lupa, Natera? Aku melakukan perjalanan ini untuk mencari pembunuh Dimara. Aku sudah menemukan petunjuknya dan aku tak ingin mengacaukannya."


"Kalau itu mau Kakak, ya silahkan! Aku akan tetap menolong mereka!"


Natera pergi dengan wajah kesal.


"Natera! Tunggu!"



***


Moka berjalan menyusuri lorong Mansion. Pencahayaan yang redup dan wajah para penjaga yang garang tidak menyurutkan Moka untuk terus melangkah. Moka berhenti di depan pintu besar. Ia menarik gagang pintu dan masuk ke dalam sebuah ruangan. Seseorang sedang duduk di kursi membelakangi Moka. Ruangan yang redup menyembunyikan sosok orang tersebut.


"Jadi, apa semuanya sesuai rencana?" tanya orang itu.


"Semua sudah sesuai rencana, Tuan." jawab Moka dengan penuh hormat.


"Hehee.. Reinfield Bersaudara ya? Menarik sekali."


"Lalu bagaimana dengan imbalanku, Tuan?"


Orang itu memutar kursinya dan memandang Moka dengan menyeringai. Moka memalingkan muka mengalihkan pandangannya seakan takut dengan orang itu.


"Kau tenang saja, imbalanmu akan kau dapatkan sebentar lagi."


Moka berusaha ingin mengatakan sesuatu. Namun, ia mengurungkan niatnya dan menunduk.


"Baik, Tuan."


"Sekarang kau boleh pergi. Lanjutkan tugasmu."


Moka meninggalkan ruangan itu dengan hormat.


4 – Penyerangan Pertama


"Natera kemana, Kakek Tua?"


"Mungkin menolong para penduduk itu." jawab Kakek Armes santai.


"Kenapa kau tidak mencegahnya?"


"Buat apa Hamba mencegahnya? Pangeran tahu sendiri sifat Adik Pangeran."


"Sial! Kita harus menyusul Natera." ketus Nano. "Hei, Kakek Tua! Ayo ikut aku menyusul Natera!"


Nano berlari menyusul Natera. Ia menemukan Natera bersembunyi di bangunan tua dekat Mansion Ziza.


"Kau ini. Membuatku gelisah saja. Untung saja kau belum menyerang mereka. Bisa-bisa kau tertangkap."


"Kenapa kakak kesini? Bukankah kakak tidak peduli dengan nasib para penduduk itu?"


"Aku hanya mengkhawatirkanmu."


Natera menatap tajam Nano seakan menghakimi. Nano paling tidak bisa melawan saat Natera menatapnya seperti itu. Ia pun menghela napas


"Baiklah. Aku akan membantumu." Nano mengiyakan keinginan Natera.


"Kita masuk sekarang, Kak."


Saat mereka akan masuk ke Mansion Ziza, mereka disambut para prajurit yang datang menyerang.


"Mereka tahu kita akan menyerang." kata Nano sembari mengeluarkan Wind Shield.


"Tapi darimana mereka tahu? tanya Natera kebingungan.


"Sial!"


Nano menangkis tembakan laser dari prajurit Odojilak dengan Wind Shield. Sementara itu Natera menghalau serangan senjata prajurit lain dengan Fireball miliknya.


"Natera, bagaimana keadaanmu disana?" tanya Nano terus mengeluarkan Wind Shield.


"Tidak lebih baik darimu, Kak." jawab Natera terengah-tengah.


Tiba-tiba, Wind Shield Nano perlahan memudar. Sementara prajurit Odojilak semakin banyak menyerang Nano dan Natera.


"Sial, Kenapa kekuatanku memudar?"


Sebuah sinar laser mengarah ke Nano dan Natera. Terjadi ledakan besar, membuat tubuh Nano dan Natera terpental ke tepi jurang. Natera tersungkur lemah dan Nano berusaha memapah tubuh Natera agar dapat berdiri. Seseorang menodongkan senjata ke arah mereka.


"Akhirnya kita bertemu, Nano dan Natera Reinfield." kata Ziza sambil menodongkan senjatanya. "Maafkan aku jika kita bertemu dengan keadaan seperti ini."


"Akan kubalas apa saja yang kau perbuat kepada Dimara!"


 "Kupastikan kau akan menyusul wanita yang kau cintai itu."


Ziza menodong senjata lasernya ke arah Nano dan Natera. Tiba-tiba sebuah tembakan dari jauh mengenai senjata Ziza dan menciptakan ledakan. Nano dan Natera terjatuh ke jurang dengan aliran sungai yang deras di bawahnya. Nano tersadar dan berusaha berenang ke arah Natera yang terbawa aliran sungai.


"Natera! Natera!" teriak Nano.


Nano menjadi lemas dan pandangannya mulai kabur dan gelap.


***


"Selamat ulang tahun, Nano." ucap Dimara setelah Nano membuka mata.


Nano melihat Dimara memberikan sepasang dagger untuknya. Nano tidak bisa menahan rasa senang dan haru atas hadiah dari tunangannya.


"Darimana kau tahu aku menginginkan dagger ini?" tanya Nano tidak bisa menyembunyikan kegirangannya. "Kau tahu kan kalau dagger ini sangat langka dan pembuatnya enggan untuk membuat untuk seseorang."


"Ayahku sangat mengenal pembuat dagger itu. Dan aku meminta Ayahku agar dibuat dagger sebagai hadiah untukmu." jawab Dimara tersenyum. "Dan aku juga meminta untuk membuatkan ukiran nama kita di masing-masing dagger."


"Terima kasih, Cintaku. Entah apa yang harus kulakukan untuk membalas kebaikanmu."


"Jadilah kuat dan jaga dagger itu. Hanya itu yang kuminta dari calon suamiku."


"Aku mencintaimu, Dimara." kata Nano memeluk tubuh Dimara.


"Aku juga mencintaimu, Nano."


Kedua bibir mereka menyatu berselimut indahnya malam dengan gemerlapan bintang. Tubuh mereka saling merapat menghangatkan diri mereka dan membuat gairah semakin membara. Tiba-tiba Nano berada di kamar Dimara dengan keadaan gelap. Di luar sesekali terlihat cahaya kilat menerangi langit malam itu.


"Dimara! Dimara!" seru Nano mencari Dimara di kamar.


Nano terkejut mendapati Dimara terbujur kaku dengan darah yang mengalir di leher dan tangannya. Ia melihat sesosok orang berpakaian serba hitam berada di balkon membelakangi Nano.


"Siapa kamu? Apa kau yang membunuh Dimara?"


Orang berpakaian serba hitam itu terkekeh dan terus membelakangi Nano.


"Hei, jawab aku!" seru Nano sambil berlari ke arah sosok itu.


Sosok itu menangkis serangan Nano dengan mudah. Ia pun membuat Nano terpelanting membentur tembok. Nano mengeluarkan dual daggernya dan menyerang sosok itu sekali lagi.


"Dagger yang bagus, Anak Muda. Tapi sayang, aku tak berminat dengan mainan anak-anak."


Sosok itu melempar Nano dari balkon kamar Dimara. Seketika Nano siuman dari pingsannya. Kakek Armes merasa lega Nano baik-baik saja setelah pingsan.


"Akhirnya Pangeran siuman, Pangeran Nano." kata Kakek Armes.


"Natera dimana, Kakek?" tanya Nano berusaha bangun dari tempat tidur.


Kakek Armes mencegah Nano bangun. "Pangeran harus istirahat, Pangeran Nano. Tubuh Pangeran belum pulih."


"Dimana Natera, Kakek?"


"Hamba tidak tahu, Pangeran. Hamba hanya menemukan Pangeran di tepi sungai."


"Sial! Moka mengkhianati kita!"


"Apa maksud Pangeran?"


"Dia yang membocorkan informasi penyerangan kita ke Ziza brengsek itu. Aku yakin itu."


Kakek Armes hanya menghela napas.


"Terkadang orang yang kau percaya bisa mengkhianatimu. Tapi jangan jadikan perasaan itu untuk menutup diri dan menanggung semuanya sendirian." Kakek Armes memegang pundak Nano. "Percayalah kita bisa menemukan Putri Natera."


Gerombolan Enam Kancil Loncat masuk ke dalam gubuk itu membawa berbagai obat luka.


"Kalian?" Nano seakan tidak percaya apa yang terjadi.


"Maafkan kami jika tempat kami tidak nyaman untuk Pangeran."


"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."


"Mereka yang memberikan tempat berlindung ini untuk Pangeran. Setidaknya tempat ini tidak terdeteksi oleh Ziza dan prajuritnya." kata Kakek Armes bersandar di kursi.


Nano berpikir sejenak tentang para penduduk di pemukiman kumuh saat itu. Ia berpikir saatnya mengalahkan Ziza dan membebaskan kota ini.


"Apa rencana Pangeran selanjutnya?" tanya Kakek Armes.


"Tentu saja kita harus menghancurkan Ziza sampai berkeping-keping."



5 – Pengkhianatan


Moka berjalan terburu-buru menuju suatu ruangan. Ia menengok ke segala arah memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Sesampainya di ruangan milik Ziza, Moka membuka satu per satu laci yang ada di ruangan itu.


"Hai, Moka. Apa kau mencari ini?" tanya Nano muncul dari balik pilar sambil menunjukkan sesuatu.


Moka terkejut dengan kedatangan Nano yang tiba-tiba. "H-hai, Nano. Apa yang kau lakukan disini? Kau masih hidup?"


Nano hanya tersenyum sambil mendekati Moka. "Harusnya aku yang tanya padamu. Apa yang kau lakukan disini?"


Moka hanya terdiam dan bersiap untuk kabur. Namun, Nano menangkap Moka dari belakang dan menghunuskan daggernya ke leher Moka. "Ooohh.. aku tahu sekarang. Jadi selama ini kau jadi informanku dan kau bekerja untuk si Aziz brengsek itu."


"A-aku bisa jelaskan.."


"Aku tak perlu alasan dari orang bermuka dua sepertimu." teriak Nano. "Ada kata-kata terakhir?"


Nano mengayunkan daggernya ke leher Moka.


"Aku tahu dimana adikmu sekarang!!"


Nano menghentikan ayunan daggernya tepat di samping leher Moka.


"Apa katamu?"


"Aku tahu dimana adikmu sekarang."


"Sepertinya aku tak perlu mempercayai wanita jalang yang hampir melenyapkan nyawaku." Nano.


"Tolong kali ini percaya padaku."


Nano mengembalikan dagger ke tempatnya. Ia duduk di atas meja memperhatikan Moka.


"Cepat katakan! Dimana dia sekarang, Wanita Jalang?


"Di-dia ada di pemukiman warga. Daerah Utara dari Mansion ini"


"Oke. Kali ini aku percaya padamu."


"Apakah kau tak akan membunuhku, Nano?"


"Itu tergantung apa yang akan kau lakukan sekarang. Kurasa ini milikmu. Aku tak butuh benda semacam itu."


Nano pergi meninggalkan ruangan itu dan berlari ke gudang persejataan untuk membawa beberapa peti berisikan senjata.


"Nano Reinfield pergi ke gudang senjata!" teriak salah satu prajurit.


Beberapa prajurit mengejar Nano. Nano menggunakan Sprint Run berusaha lolos dari kejaran para prajurit.


"Sial! Prajurit Ziza memang tidak bisa diremehkan!" umpat Nano.


Seorang prajurit datang dari arah kanan Nano bersiap mengayunkan pedangnya. Nano menghentikan larinya dan mundur dua langkah. Ia memutar tubuhnya dan menendang punggung prajurit itu hingga tersungkur. Ia kembali berlari menuju gudang senjata. Sesampainya disana, Nano mengangkat satu peti besar dan berusaha membawanya keluar. Ia terkepung saat akan mengeluarkan peti dari gudang. Tiba-tiba tembok gudang senjata dihancurkan dari luar, membuat para prajurit kalang kabut. Gerombolan Enam Kancil Loncat masuk ke dalam dan mengangkat peti-peti dengan cepat.


"Ayo, Pangeran Nano. Kita harus secepatnya pergi dari sini."


"Hei, kalian. Aku pinjam senjata milik kalian. Nanti akan kukembalikan."


Nano melempar peti terakhir dan menaiki kereta kuda yang sudah disiapkan gerombolan itu.


"Dia melarikan diri." Umpat salah satu prajurit.


"Apa yang harus kita laporkan ke Gubernur?"


***


Nano dan Enam Kancil Loncat datang ke pemukiman penduduk dengan membawa peti-peti berisi senjata. Para penduduk tertegun dan memandang tak mengerti.


"Kalian ingin menyelamatkan anak kalian bukan?" tanya Nano setelah turun dari kereta.


Para penduduk seakan tak mengerti dengan pertanyaan Nano.


"Kami sangat ingin menyelamatkan anak perempuan kami. Tapi bagaimana caranya?"


Nano mengambil salah satu senjata dari peti dan mengacungkannya ke atas.


"Kita pakai ini." kata Nano menunjukkan senjata yang ia acungkan. "Apa ada diantara kalian yang mempunyai kemampuan menembak?"


"Sebagian besar dari kami adalah mantan prajurit Odojilak yang masih patuh dengan Gubernur sebelumnya."


"Bagi mantan prajurit silahkan kalian membawa senjata dan bom. Dan yang lain bisa membawa apapun yang bisa kalian bawa sebagai senjata kalian."


Nano tersenyum melihat semua penduduk yang antusias.


"Apa kalian ingin anak kalian bebas?"


"Kami ingin, Pangeran."


"Apa kalian ingin menghancurkan Ziza?"


"Kami ingin, Pangeran."


"Baiklah, Para Penduduk. Kita hancurkan Ziza sampai berkeping-keping."


Sorak sorai para penduduk membangkitkan semangat perlawanan semakin membara.


6 – Revolusi


Penjagaan di Mansion Adneg Ziza menjadi lebih ketat setelah Nano merangsek masuk ke dalam. Di setiap sudut terdapat tiga sampai empat prajurit. Ada lima prajurit yang menjaga pintu depan.


Langit mendung dan sedikit berkabut menyelimuti Mansion itu. Sesekali terdengar suara gemuruh dan cahaya kilat yang saling beradu.


"Sepertinya hari ini akan hujan." kata salah satu prajurit penjaga pintu gerbang.


"Aku punya firasat buruk tentang ini."


Para penjaga melihat sesuatu terlempar ke arah mereka. Mereka mendekati benda itu dan terkejut melihat benda tersebut adalah sebuah bom.


"Ada bom! Lari!!" teriak salah satu penjaga pintu gerbang.


Bom itu meledak membuat para penjaga terlempar dan merusak pintu gerbang. Segerombolan penduduk keluar dari lapisan kabut yang pekat dan bergerak masuk ke dalam Mansion.


"Serang!" seru beberapa penduduk bergerak masuk ke Mansion Ziza.


Segerombolan penduduk memasuki halaman Mansion. Prajurit Odojilak bersiap menembak dengan senjata masing-masing. Para penduduk yang sebagian mantan prajurit mengarahkan senjatanya tepat mengenai prajurit Odojilak.


Di tempat berbeda, penduduk yang lain menggeledah setiap bangunan yang ada. Moka memberti tahu penduduk tempat penyekapan para gadis.


"Mereka menyekapnya disana." Tunjuk Moka ke arah bawah tanah.


Moka membantu para penduduk berharap salah satu gadis yang disekap adalah adiknya. Para penduduk turun ke bawah tanah dan melihat banyak gadis berada di dalam kurungan. Satu per satu gembok dihancurkan oleh penduduk dan pintu kurungan terbuka.


"Ayo, cepat kalian pergi dari sini." kata Moka setelah pintu kurungan dibuka.


Para gadis yang disekap langsung lari menyelamatkan diri. Moka terkejut melihat salah satu yang keluar dari kurungan itu adalah Adiknya.


"Kakak!"


Moka terharu dan memeluk erat Adiknya itu.


"Syukurlah kau baik-baik saja." ucap Moka terharu.


Prajurit Odojilak semakin terpojok dengan perlawanan para penduduk. Banyak diantaranya tewas dan tertangkap. Para prajurit tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.


"Mereka mempunyai senjata kita!"


"Pasti Nano Reinfield membagikannya kepada para penduduk."


"Mundur!" seru salah satu prajurit.


Prajurit yang tersisa mundur ke dalam Mansion. Para penduduk bersorak dan berusaha mengejar prajurit yang mundur.


"Kalian semua, berhenti!" seru seseorang dengan keras.


Para penduduk berhenti dan melihat ke sumber suara. Mereka terkejut dan langsung berlutut karena orang itu adalah Raja Ronald, Ayahanda Nano.


"Turunkan senjata kalian!"


Penduduk menurunkan senjata mereka. Prajurit Muarza mengambil semua senjata dari para penduduk.


"Anak itu. Baru saja dua minggu dia dan adiknya meninggalkan istana, tapi sudah membuat onar seperti ini." kata Raja Ronald menggelengkan kepalanya. "Sekarang kami yang akan ambil alih dari sini."


Kakek Armes menghampiri seraya berlutut di hadapan Raja Ronald.


"Apa yang terjadi disini, Kakek? Kenapa mereka menyerang pimpinan mereka sendiri?"


"Maafkan Hamba, Baginda. Mereka adalah penduduk yang anak gadisnya disekap Gubernur Ziza untuk menjalankan bisnis kotornya."


"Benar apa yang dikatakan Kakek, Ayahanda." kata Natera berdiri diantara para penduduk. "Mereka adalah korban kekejaman Adneg Ziza."


"Kami melawan karena Gubernur Ziza sudah menyengsarakan kami dan mengambil anak gadis kami, Baginda." Salah satu penduduk membuka suaranya.


"Betul, Baginda." timpal penduduk yang lain.


"Mohon jangan hukum kami, Baginda."


7 – Adneg Ziza is Done


Nano bertemu dengan Moka di jalan menuju Mansion Ziza.


"Moka, kita harus mengalahkan Ziza." Kata Nano bergegas ingin pergi.


"Tunggu, Nano. Dia tidak ada disana." Moka memegang tangan Nano berusaha mencegah.


"Dia tidak ada disana? Lalu dimana dia?" tanya Nano.


"Dia mempunyai tempat persembunyian sebelah barat daerah ini."


"Baiklah. Oh iya, Adikmu dikurung di gedung dekat Sweet Catz. Kau harus segera kesana."


"Semoga berhasil, Nano."


"Hati-hati, Moka."


Nano berlari menuju tempat yang diberi tahu oleh Moka. Sesampainya disana, Nano menendang pintu masuk sebuah gedung hingga engselnya terlepas. Pintu itu jatuh dan menimbulkan suara keras.


"Ziza!" teriak Nano.


"Akhirnya kau datang juga, Nano Reinfield."


"Cepat katakan! Siapa yang membunuh Dimara?"


Ziza tertawa dengan lantang membuat Nano menjadi geram.


"Bagaimana kalau aku tidak memberitahukannya?" tanya Ziza dengan nada ejekan.


Nano berlari dan melompat ke arah Ziza. Ia menghunuskan daggernya ke arah Ziza. Ziza menangkis serangan dagger Nano dengan pedang miliknya.


"Ayo menarilah, Penari Dagger dari Muarza."


Nano dan Ziza saling memberi dan menangkis serangan. Suara dua senjata yang beradu memenuhi seluruh ruangan. Nano menangkis serangan untuk membuka pertahanan Ziza. Nano menendang perut Ziza hingga tersungkur. Ziza merangkak menjauhi Nano. Ketakutan menghiasi wajah Ziza. Nano berjalan mendekati Ziza.


"Sini kau, Ziza!" teriak Nano.


"Maafkan aku, Nano. Tolong maafkan aku." Ziza terus mengiba.


"Heh, kau masih bisa meminta belas kasihan walaupun ajalmu sudah tiba." Kata Nano menggenggam kerah baju Ziza. "Sekarang jawab pertanyaanku. Kenapa kau membunuh Dimara? Dan kau bekerja untuk siapa?"


"Aku akan mengatakannya. Bukan orangku yang membunuh Dimara." Jawab Ziza agak tercekik. "Orang itu yang membunuhnya."


"Siapa dia?"


"Aku tidak tahu. Aku hanya tahu ia dari dunia yang aneh."


Nano melepas kerah baju Ziza dan mendorongnya ke lantai. Ia berdiri dan pergi meninggalkan Ziza. Ziza bangkit dan mengambil sepucuk pistol di dekatnya. Nano membalikkan tubuhnya.


"Dasar bodoh!"


Ziza menodongkan pistolnya tepat di dahi Nano. Namun, Nano bisa menghindar dari tembakan pistol berkat kemampuan Reflex dan memukul bagian belakang leher Ziza. Tembakan pistol Ziza mengenai lampu minyak, menciptakan api kecil yang perlahan merambat ke tong berisi bahan peledak. Nano berusaha melarikan diri keluar dari bangunan itu. Namun, tong itu meledak dengan cepat. Sehingga bangunan itu runtuh dan masuk ke dalam jurang.



***


Sebuah portal muncul di atas bangunan yang runtuh itu. Zainurma dan Ratu Huban terjun mengejar tubuh Nano yang tidak sadarkan diri.


"Cepat, Paman Zainurma. Kita harus membawa Nano ke Alam Mimpi."


"Kenapa kau baru membuka portalnya? Seharusnya kau bisa melakukannya sebelum bangunannya runtuh."


"Maafkan aku, Paman Zainurma. Aku tidak tahu kalau akan seperti ini hasilnya." Jawab Ratu Huban.


Zainurma menangkap tubuh Nano yang terjun bebas di antara reruntuhan bangunan yang jatuh ke jurang.


"Ayo cepat buat portalnya."


Ratu Huban membentuk portal dengan ujung gagang payungnya. Zainurma memapah Nano meluncur masuk ke dalam portal terlebih dahulu kemudian disusul Ratu Huban.


8 – Epilog


Nano terbangun dan mendapati dirinya berada di suatu dunia yang aneh.


"Paman, Paman. Dia sudah sadar." Ucap Ratu Huban kegirangan.


Nano merasa aneh dengan makhluk berkepala bantal itu. Ratu Huban merasa risih diperhatikan Nano dan lari bersembunyi di balik tubuh Zainurma.


"Siapa kau? Dan dimana ini? Kemana adikku?" tanya Nano kebingungan.


"Kau terlalu banyak pertanyaan. Aku jadi bingung menjawabnya." jawab Ratu Huban mengerutkan kepala bantalnya.


Nano masih mencerna apa yang terjadi pada dirinya. Yang dia ingat hanyalah dia berhasil mengalahkan Adneg Ziza dan mengetahui Ziza bekerja untuk seseorang.


"Ini adalah dunia mimpi, dimana semua bisa saja terjadi. Dan yang kau alami tadi itu adalah bingkai mimpi." kata Ratu Huban. "Tapi selamat kau sudah menyelesaikan tugasmu."


"Tugas? Apa maksudmu?" tanya Nano tidak mengerti.


"Nanti kau juga akan mengerti. Sebagai hadiah aku akan memberikanmu sesuatu, sebuah domba." kata Ratu Huban ceria.


Nano tidak mengerti apa maksud dari perkataan makhluk berkepala bantal itu. Lalu Zainurma mendekati Nano.


"Jadi, Mahakarya apa yang ingin kau capai?"


"Mahakarya?" tanya Nano kebingungan.


"Iya, Mahakarya. Sesuatu yang ingin kau capai, bahkan yang tidak bisa kau capai di duniamu." jawab Zainurma menjelaskan.


Nano berpikir sejenak hal apa yang ingin dia capai. "Aku ingin mengetahui pembunuh Dimara." kata Nano. "Dan juga aku ingin mencari cinta sejatiku."


Zainurma tidak bisa menahan tertawanya setelah mendengar penjelasan dari Nano. "Maaf, maaf. Aku bukannya menertawakan Mahakaryamu, tapi sepertinya itu terlalu konyol untukku." kata Zainurma meredakan tawanya. "Kau tahu, kami memiliki banyak kandidat yang Mahakaryanya lebih bagus dari Mahakaryamu."


Nano mulai geram dengan tingkah Zainurma. Ia mengepal kuat tangannya dan melayangkan pukulan ke arah Zainurma. Zainurma menangkap kepalan tangan Nano dengan mudah.


"Woow.. santai saja, Anak Muda. Maafkan aku yang meremehkan Mahakaryamu. Tapi menurutku kau orang yang menarik. Kunantikan perjuanganmu untuk mencapai Mahakaryamu itu." kata Zainurma menyeringai.


37 komentar:

  1. Adegan awalnya sukses misleading

    MenPangerani itu apa?

    Kalau mini headset di-italic, kenapa kata asing lain kayak sniper sama dagger ngga?

    Ada beberapa kalimat yang kayaknya diketik kurang lengkap, kayak :
    >Nano berlari dan menghajar salah satu.
    Salah satu apa?
    >Nano melancarkan serangan bertubi-tubi hingga pingsan.
    Jadi Nano yang pingsan?

    Ceritanya lumayan menarik, kayak ya baru kali ini ada oc royalty. Settingnya juga bikin saya ngebayangin magitek, fantasi tapi ada alat" modern. Cuma saya bingung, kalo Nano pangeran dan ayahnya raja, kenapa mesti susah" lawan Ziza? Kenapa ngga laporin aja ke otoritas terus kirim pasukan penyelidik atau apa buat ngeringkus kriminal yang menculik perempuan" + potensi kudeta?

    Tapi bolehlah biar ada kesempatan Nano beraksi. Cuma sayangnya, setiap adegan aksi di entri ini rasanya kayak kepotong singkat banget, sekedar satu-dua kalimat terus udah kelar. Jadi ga kerasa ngegigit dan kurang menarik

    Nilai 8

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah memberi kritik dan saran. untuk typo memang dari kesalahan menulis. untuk kata di-italic itu karena keterbatasan penulis dalam kata serapan bahasa asing.

      akan penulis jadikan masukan buat kedepannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  2. well here my review...

    pembukaannya bikin pikiran orang jadi kotor #eh

    untuk plotnya sendiri, saya suka... ringan dengan banyak selipan kejutan. cuma klo dinalar, kok ga masuk akal aja. terus coba nano dibikin lebih dramatis, misal dia difintah ziza dan dibuang, bersama armes dan adeknya, nano berusaha membongkar kejahatannya.. saya jamin impactnya jauh lebih dahsyat

    betewe biasakan pake kata ganti orang. kalo di kalimat pertama ada nano, jangan ada nano lagi. satu ato dua si ga masalah.. tp kalo banyak cukup annoying juga

    7 dr dukun bajingan

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk plotnya sendiri, penulis sebenarnya mengangkat cerita Nano dan adiknya mengelana ke penjuru negeri untuk mengetahui pelaku pembunuh Dimara, tunangan Nano. namun, saat di suatu kota, terjadi sistem pemerintahan yang tidak adil. mungkin untuk karakter Moka memang agak ganjil jika langsung disebutkan, apalagi yang menyampaikan di luar tokoh utama. tapi akan saya jadikan masukan buat kedepannya. terima kasih sudah memberi kritik dan saran.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  3. aku radak miss pas nano mulai melawan ziza. maksudnya itu di flashback kah? padahal adeknya udah bebas tp kok bilangnya 'dikurung di sana?. tp ceritanya ringan dan enak diikuti. pembukaannya ambigu tp baju seperti apa yg cara pakainya harus di'tekan'? kalau tau kesempitan haruse nggak usah dipake. dan bc ini byangan saya seperti pas jaman2 pemberontakan pemuda. cuma mungkin penyelesaiannya terkesan singkat dan mudah kali ya.
    7

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu memang flashback, tapi penulis membuat porsi flashbacknya agak kurang. makanya terkesan miss. untuk masalah baju, sebenarnya agak dipaksakan sih sama penulis. karena jujur penulis baru pake prolog ambigu seperi ini. untuk ending memang terlalu ringan, apalagi cuma menghindar dari tembakan pistol dan akhirnya bangunannya runtuh karena ledakan. akan penulis jadikan masukan untuk kedepannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  4. -ahahaha, itu opening apa-apaan.

    -weh, ini yang ketarik masuk bingkai mimpi jadinya kota ya. katanya bingkai mimpi itu bagian kota yang disedot benar-benar hilang dari dunia nyata, jadi bisa jadi plot menarik itu.

    -Kalau Nano lolos, dia bisa masuk ke kategori R1 nobility. kayanya cukup banyak noble jagoan di prelim ini.

    -Hubungan Nano dan kakek armes rupanya seperti Alfred-Batman. lumayan unik.

    -Ini plotnya terasa dragging di bagian awal. Menariknya cukup lama.

    -You know, technically selama si Nano masih jadi putera mahkota sah, yang melawan tirani itu Gubernur Ziza. haha

    -Walau sebagian besar isi awalnya world building, tirani Ziza kurang kuat dibangun, IMO. Jadinya momen di mana dia diserang kurang menggigit.

    -Pertarungannya selesai terlalu cepat.

    Gaya narasinya oke, yang jelas. Kadang ada beberapa masalah, seperti penggunaan kata asing yang bisa dengan mudah diganti jadi versi lokalnya. Tapi tetap aja, narasinya lumayan bisa diikuti tanpa bikin tersendat-sendat.

    Ini cerita lain yang saya terpikir untuk kasih 7.5. Tapi memperhitungkan beberapa kelemahannya, saya beri ini 7/10

    Fahrul Razi
    OC: Anita Mardiani

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas kritik dan sarannya. saya mau jelasin

      - untuk opening saya pertama kali pake yang ambigu seperti itu.

      - kotanya terdistorsi dengan kota Amor, Ibukota Muarza. jadinya Ziza memutuskan untuk melakukan kudeta.

      - Nano juga bisa jadi penjahat kok, nggak selamanya jadi pahlawan. karena alignmentnya chaotic neutral.

      - sebenarnya untuk karakter Kakek Armes, saya masukin tokoh pewayangan salah satu punakawan. cuma saya ubah susunan hurufnya (Semar -> Armes). cuma karena keterbatasan saya mengenali sifat semar jadinya kaya Alfred - Batman.

      - Nano sebenarnya sedang melakukan perjalanan mencari pembunuh Dimara, Tunangannya.

      - karakter Ziza itu sebenarnya lemah, cuma karena kekuasaannya jadinya terlihat kuat.

      sekali lagi terima kasih. akan saya jadikan masukan buat kedepannya.

      Hapus
  5. Manis, asem, asin, ra-me ra-sa-nya!

    Huehuehuehuehe. Lupakan yang tadi, mari kita mulai me-ripiuw.

    Entri Nano tergolong ringan, jadi mudah dibaca, mudah dinikmati.

    Plotnya udah oke, penokohan juga mantep.

    Kalau ada kekurangan, paling cuma di porsi adegan yang kurang seimbang aja sih. Sisanya udah enjoyable.

    Saya titip nilai 8 deh, semoga bertemu suatu saat nanti OC-OCnya.

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut.

    BalasHapus
  6. Pertanyaan saya tentang adik Nino yang masih disekap sudah terjawab di atas.

    Ehm... ceritanya menarik, tapi karakter antagonis(Ziza) kurang diperdalam. Jadi agak waktu Ziza taring lawan Nino 1on1, kalau dia memang lemah dia enggak mungkin ngelawan Nino sendirian tanpa bantuan dan rencana licik.

    8 dariku
    -=AI=-

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang disekap bukan Natera, tapi adiknya Moka. makanya Moka mengkhianati Nano berharap adiknya Moka bisa dibebasin.

      untuk Adneg Ziza emang agak kurang penokohannya. mungkin karena penulisnya khilaf.

      terimakasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukan buat ke depannya.

      Hapus
  7. Menurut saya secara keseluruhan sudah bagus

    entry-nya juga mudah dipahami ceritanya

    yang bikin saya bingung sebenarnya darimana Nano bisa tahu Moka berkhianat padahal kayaknya nggak ada petunjuk yang mengarah ke Moka meskipun akhirnya ketahuan juga alasannya

    dari saya 8 deh, semoga bisa lolos

    OC: Snow Winterfeld

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nano tahu setelah mengingat Natera dan dirinya ribut setelah ke pemukiman kumuh dan saat Nano, Natera, Moka dan Kakek Armes berkumpul di penginapan. dan juga saat penyerangan pertama ke Mansion Ziza langsung ketahuan oleh musuh.

      dan sebenarnya itu bagian dari skill prediction dari Nano, tapi maaf lupa saya masukkan skill itu secara gamblang. /plak

      tapi terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukan buat ke depannya

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  8. ikut komen yah... ^_^

    untuk konsep pemberontakan, aku akuin sebagai langkah yang cukup berani. ceritanya ringan dan gampang diikutin

    cuma masalahnya, Nano itu terlihat hampir terlalu jago. logika ceritanya juga masih banyak yg bolong seperti yang dibilang author Snow. Jadi foreshadowingnya musti lebih diasah lagi. jadi twistnya juga bakal lebih dahsyat lagi tanpa membuat pembaca kebingungan di akhir cerita.

    6 dulu yah ;>

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.. maklum authornya masih newbie dalam kancah cerita action. untuk konsep pemberontakan, author pake konsep-konsep dari film atau novel yang author tahu aja.

      untuk karakter terlalu OP dan logika cerita, mungkin author nggak sadar.

      tapi terima kasih atas kritik dan sarannya, bakal jadi masukan buat ke depannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  9. Hmm ... maaf kalau komennya agak panjang. Saya jabarkan kekurangan dan kelebihan per poin ya.

    Kelebihan:
    - Alur ceritanya mudah dicerna. Pertahankan kejelasan ini.

    - Bahasanya lumayan mudah dimengerti--walau, at some points, I feel bored. Alias diksinya nggak mengesankan.

    - Openingnya barangkali cukup provokatif buat memancing suatu golongan. IYKWIM.

    - Jumlah katanya nggak banyak dan nggak bertele-tele. Yep, saya suka sama yang berjumlah kata sedikit kalau sebagai bacaan (TBH, mempercepat "nambah poin" gitu loh dan nggak harus "skimming doang"--wkwkwk).

    - Ada revolusinya. Lumayan. At least bukan konflik mini.

    Eror:
    - Ada beberapa typo dan (banyak) kesalahan EBI, misalnya preposisi yang digabung (mestinya misah), di dialog tag make titik mestinya koma, elipsis yang titiknya kebanyakan maupun kedikitan, kata asing yang gak diitalic, dsb. Saya gak mood buat point out satu per satu--soalnya lagi sakit gigi. Karena kamu kayaknya masalah banget sama teknis, jadi saya ungkit.

    -Tokohnya ... ampun, terlalu hebat. Bisa dimaklumi sih, kan kalo putra raja mah dilatih sedemikian rupa. Masalahnya, eksekusi battlenya terlalu cepet. Narasi tarungnya ibarat wisata ke kebun binatang tapi dikurung dalam mobil box gelap--alias cuma tau kita lagi wisata tapi gak sempet nikmatin (maaf kalo analoginya ngaco, tapi gitu lah). Coba adegan bak-bik-buk didetailin lagi. Padahal skill OC-nya potensi cool.

    - Ini preferensi pribadi, memang. Tapi naming dalam ceritamu bikin garuk-garuk kepala, maaf. Kayak nggak ada koherensinya alias out of the thin air. Bahasanya Inggris, tapi kok ada nama: Odojilak, Muarza, Dimara, Adneg Ziza, dsb. Saya nggak nemu benang merah budayanya. Saran saya: selaraskan naming dengan bahasa. Kalo nama orangnya nginggris, terapkan hal yg sama u/ nama hal lain.

    - Yah, konflik dgn Ziza maupun pengkhianatan Moka-nya berasa spontan. Impact-nya adalah, saya nggak ada feeling tertentu baik buat dua ybs maupun Nano.

    - Karena pengaruh narasi yang biasa aja, adegan yang mestinya dramatis jadi kurang dramatis. Sebetulnya bisa ditunjang dengan pemilihan diksi yang tepat guna.

    Misalnya juga:

    "Cepat katakan! Dimana dia sekarang, Wanita Jalang?

    "Di-dia ada di pemukiman warga. Daerah Utara dari Mansion ini"

    "Oke. Kali ini aku percaya padamu."

    Menurut saya adegan ini penting dirincikan. Tapi kalo kayak di atas kok kesannya Nano mudah percaya amat?
    :'))))

    - Most important: pendalaman emosinya masih minim. Bahkan sang OC utama nggak ditunjukin ketakutannya, keinginannya (kecuali pengin balas dendam), cita-cita, idealisme, atau ciri khas kepribadian yang menonjol. Berasa flat.

    Nilai yang di pikiran 6,5 sebenernya--soalnya base nilai saya 5 untuk tulisan yang punya cerita utuh. Tapi kalau ditimbang dari beberapa aspek,

    so ...

    7 deh.

    "Mazel tov." -- Sheraga Asher

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih udah dijabarin kelebihan dan kekuarangannya. semoga sakit giginya bisa sembuh. :-)

      hehehe.. maklumin aja masih newbie di kancah cerita action. biasanya sering nulis-nulis roman picisan, jadinya agak ikut kebawa kebiasaannya. /plak

      tapi terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukkan ke depannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
    2. untuk naming sebenarnya agak ngasal juga sih. nyatut dari dunia nyata. contohnya Odojilak kalo dibalik jadi Kalijodo. /plak

      dan untuk bahasa sebenernya referensinya lebih ke italia, jadi karena keterbatasan bahasa italia dan nggak mau tergantung google translate, jadinya pake bahasa inggris dulu. kedepannya bakal pake bahasa italia..

      Hapus
  10. Untung baca ini pas malem ._. Puasa Umi aman ._.

    Hai authornya Nano xD

    Umi lagi setengah ngantuk, dan barusan mau sahur. #gaPenting

    Cerita Nano ini sebenarnya bagus. Build up cerita dari awal sampe akhir juga ndak neko-neko.

    Konfliknya juga dari awal sampe akhir acceptable.

    Tapi, ada yang rasanya kurang manis. Apa aja?
    - Natera nasibnya gimana?
    - kenapa Nano sampai segitunya pengen tahu pembunuh Dimara? Flashback-nya kurang nih
    - hint Moka jadi pengkhianatnya juga kurang. Ujug-ujug dia berkhianat aja ._.
    - Ziza yang kurang asem ._. Kurang kenak karakterisasinya yang ga terkesan jahat ._.

    Well, Umi expect kamu buat lolos jadi

    Nilai : 7/10
    OC : Song Sang Sing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Openingnya cuma agak ambigu. kan nggak ada scene netnot. cuma pakein baju yang "agak" kekecilan aja. /plak

      - Nasib Natera aman kok, kan dia ikut revolusi. dan untuk masuk ke alam mimpi kan cuma OC doang. untuk Sub OC ditinggal di bingkai mimpi. :-)
      - Ya namanya juga udah cinta mati. juga Nano dan Dimara akan menikah dalam waktu dekat. tapi udah dibunuh duluan sama sosok berpakaian hitam.
      - Hintnya cuma satu yang ke Mansion ya? kalo itu baru sadar :P
      - Dia sebenarnya cuma diperbudak kekuasaan, tapi aslinya dia pengecut (di cerita ini). /plak

      gara-gara baca entry Song Sang Sing jadi pengen buat entry yang POV2 n.n

      tapi terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukkan buat ke depannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
    2. Well, I challenge you kalau mau pake PoV 2 xD *nyari temen*

      tapi ya itu, resikonya ._. pembacanya rewel.

      Mana ada yang suka ditunjuk 'kamu', 'kamu', 'kamu' sama orang ._.

      Hapus
  11. Hampir saja saya skip cerita ini karena prolognya, tapi setelah baca ke bawah ternyata biasa saja.

    awalnya saya pikir akan berat karena mengusung tema pemberontakan tapi ternyata alur ceritanya ringan dan dapat dipahami dengan baik.

    Nilai 9

    PenulisDadakan (Arca)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe.. saya pake opening ambigu(?). untuk tema pemberontakan jujur saya baru pertama kali mengusung itu. jadinya saya implementasi sendiri pemberontakan itu lewat imajinasi dan inspirasi dari game.

      terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukkan ke depannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  12. Untuk ceritanya, seperti yang sudah dijabarkan oleh orang-orang mudah dipahami, walau saya pribadi ngerasa agak kecepetan.

    Typo dan pengulangan kata dimana-mana, terutama yang Reverier jadi reviver itu, wakakak xD

    Jujur beberapa bagian saya skip ka

    BalasHapus
    Balasan
    1. -rena bosan. Tapi, bagian menariknya juga berkesan, kayak openingnya(?), waktu nano bilang 'halo' sama bom asap, dll.

      Jadi,

      6/10

      Semangat!

      OC : Takase Kojou

      Hapus
    2. untuk typo dan kesalahan kata mungkin memang human error. soalnya bikin entrynya pas malem doang dan dalam keadaan mata udah 5 watt. /plak

      terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukkan buat ke depannya

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  13. sebagai sebuah entry, entah sengaja atau emang ditahantaan, rasanya terlalu datar. Terlalu banyak deskripsi yang kurang jelas dalam entry ini, terutama di adegan battle, senjata, karakter, suasana, jadi berasa kurang buat saya. Ibarat masakan garammnya kurang, MSGnya nggak ada jadi saya nagih lebih.

    Yang sedikit bikin saya ngerut kening "Eh?" adalah banyaknya kalimat yang tidak menyatu dalam satu paragraf utuh. SEhingga kesatuannya tidak terasa jelas. Contoh:

    Nano melancarkan serangan bertubi-tubi hingga pingsan. Empat orang yang lain menatap Nano dengan wajah ketakutan. Mereka hanya berdiri mematung tidak bergerak sama sekali.

    katanya serangan bertubitubi sampai pingsan, berikutya kok mereka lalu yang menatap wajah ketakutan? Katanya dipukuli tapi kok lalu mematung tak bergerak?

    yang saya sayangkan banget juga penggunaan katakata asing yang sepertinya merupakan istilah game tapi tidak disekripsikan. contohnya, dagger. itu belati, kan? Tapi belatinya kayak apa? Warnanya apa? satu mata atau dua mata, gagangnya dari kayu atau besi? deskripsi tambahan itu perlu juga untuk membangun suasana, membangun karakter, biar ceritanya terasa lebih utuh.

    saya berharap next nano leih baik dari ini. Tetap semangat..!

    titip 7.

    Rakai Asaju, OC Shade

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk suasana memang masih dalam mendalaman, soalnya baru dua kali bikin cerita bergenre action (yang pertama saat FBC).

      untuk kalimat Nano yang melancarkan serangan bertubi-tubi itu sebenarnya untuk kalimat sebelumnya. mungkin karena kesalahan antara penggabungan atau pemisahan paragraf jadinya agak ambigu.

      untuk senjatanya memang itu kesalahan penulis yang memang saat itu fokus ke alur cerita.

      terima kasih atas kritik dan sarannya. bakal jadi masukkan buat kedepannya

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  14. Hai, langsung aja.

    Di beberapa penggunaan sub skill human sense, kenapa nggak dinarasiin aja? Refleks itu sendiri kan bukan semacam sihir kaya Fireball sehingga mesti ditulis "... menggunakan Reflex..."

    Lalu, saya juga nggak terlalu dapet ini setting universenya kaya gimana. Samar gitu aja penggambarannya.

    Terus, peralihan scene pas Nano flashback ke pembunuhan Dimara gak ada aba-aba. Mendadak aja gitu. Saya mesti baca berulang-ulang buat nyari transisinya.

    Ummm... Kayanya juga si Nano sama Moka dendam banget ya, langsung tau aja kalo Moka berkhianat. Haha

    Itu aja sih.

    6

    Gold Marlboro

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf untuk soal sub skill memang nggak dinarasiin karena menurut saya di charsheet udah ada penjelasannya ._.

      untuk transisi antara Dimara ngasih belati ke Nano dan pembunuhan Dimara emang sengaja digabung. maksudnya biar ngisi saat Nano pingsan ._.

      yang tahu pembicaraan di penginapan kan Nano, Natera, Kakek Armes dan Moka. ._.

      terima kasih kritik dan sarannya. bakal jadi masukan buat kedepannya.

      Dwi Hendra (OC : Nano Reinfield)

      Hapus
  15. Nano Nano. jadi lapar :p

    Ceritanya enteng dan lancar diikutin. dan openingnya, apa pula itu.. wkwkwk
    tapi sayangnya karakterisasinya masih belum dapet di saya. padahal tujuan prelim ini kan buat ngenalin bagaimana si OC memandang dunia.

    Battlenya juga kurang di saya. narasinya memang lancar, Zizanya masih acceptable di aku.

    7/10 dari Bian Olson. semoga lebih baik di R1. semangat :)

    BalasHapus
  16. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  17. Openingnya lolwut hahahaha! Sederhana dan lugas narasinya. Jadi ngikutinnya enak. Nggak banyak istilah asing yang muncul dari dunia Nano sendiri. Tapi kebersamaan dengan para penduduk dan temen-temen Nano sangat terasa.

    Kemampuan Nano lebih ke suportif ya. Perkenalan untuk kemampuan Nano ke pembaca udah oke. Konflik sama Ziza juga udah bisa dibangun baik diselingi flashback Nano yang dapet dagger. Agaknya di bagian klimaks dan konklusinya aja perlu dipoles lagi. Jadi Nano vs Ziza ga terkesan tersela oleh campur tangan Zainurma begitu saja. Uniknya di sini langsung ditanya mahakarya sama Zainurma. Jadi tujuan Nano udah jelas. Sehingga

    7/10

    PUCUNG

    BalasHapus
  18. Gus, pembukaannya so misleading wkwkwk

    “Sementara itu, Zainurma dan Ratu Huban terbang melintasi Alam Mimpi. Melewati satu Reverier ke Reverier lain untuk menPangerani dan mengajak mereka ke dalam Bingkai Mimpi.” > lemme guess, Pangeran di sini efek kamu ganti banyak kata pakai find+replace ya sehingga ada kata “menPangerani” yang out of place gini? XD

    Adegan ngehabisi enam kancil itu aneh, so fast i didn’t even know what the heck happened. Cuma dikasih tau kalo Nano ngehabisi para bandit itu, udah. Kamu ga menjelaskan prosesnya dengan enak sehingga kami gatau gimana empat sisanya itu bisa sampe ketakutan dan bisa sampe tahu kalo si Nano ini pangeran.

    Gudang dijaga tapi pintu rahasianya ngga ada penjaga? Hmm... yakin amat sama sistem keamanannya lol

    Menengok ke atas.. what’s the odd, eh? Senggaknya kasih suara2 aneh di atas (krna rutukan Nano atau gerakan Nano membunyikan sesuatu) sehingga si pengawal bakal ngelirik ke atas dan ngelihat ada Nano. Jarang kukira orang nengok ke atas tanpa alasan, apalagi sampe merhatikan lubang ventilasi.

    Tunggu... darimana Nano tahu kalo Moka yang bocorin? Gak ada clue gak ada apa, normalnya ia gak akan seenaknya nuduh Moka. Terus gerombolan enam kancil kenapa tiba2 bantu? Gak jelas ah, proses enemy jadi friend nya gaje XD

    Moka nya juga mendadak memohon ampun, Nano dengan aneh mengampuni, adegan ini juga awkward menurutku. Aku ga sanggup relate soalnya kalo aku di posisi Nano dengan asumsi sifatku kayak dia, aku ga akan mengambil sikap kayak dia. Perubahan sikapnya terlalu timpang di situ, transisinya terkesan dipaksakan.

    Terus... raja datang, lantas pertempuran berhenti? Aneeeeh... Iya aku mengerti kalo raja layak ditakuti, tapi di hadapan pemberontak vs pengikut penguasa lalim, apalah arti seorang raja kalau dua kubu itu sama2 (harusnya) ga hormat sama rajanya? Penduduk harusnya ga respek sama raja krna membiarkan rezim lalim, pengikut rezim lalim jg seharusnya ga respek sama raja krna mereka harusnya bakal kudeta rajanya. Jadi, apa yang membuat mereka tunduk sama raja sekalinya dia datang? Kecuali kamu menjelaskan jumlah prajurit yang dibawa Raja bejibun, okay.

    Lalu... Ziza yang harusnya jadi final boss, bertekuk lutut gitu aja? Plis lah. I didn’t think it’s gonna be worse before and now you give me this? Biarpun plot twist, senggaknya ya ga gini juga perlawanannya.. XD

    Lagipula, karakter Ziza ini kalau memang seorang gubernur bukannya lebih cocok kalau dia dikawal terus menerus? Kenapa dia bertarung sendiri? Aku agak aneh dengan ini, but okay...

    Storyline nya gaje, gak natural flownya kalo menurutku. Poinnya dah kusebut di atas. Narasinya juga plain, beberapa kali ngulang kata malah. Bank katanya gak terlalu banyak, jd narasinya juga ga gitu menarik buatku. Memang mudah dimengerti, tapi ga berasa.

    6/10 karena banyak yg menurutku unnatural. Mungkin karena efek deskripsi juga yang kurang aku ga tahu, tapi plot begini ditambah narasimu yang terlalu datar bikin aku ga bisa menikmati.

    Mungkin bisa 8 kalau plotnya lebih natural, terlalu banyak yg berasa maksa atau ga dijelasin dengan gamblang. 10 kalau narasi dan deskripsinya diperbaiki lagi, terutama masalah pengulangan kata dan diksi. Coba googling thesaurus kalau kamu melihat kata yang diulang2, kata ganti juga bisa jadi opsi.

    Udah gitu aja

    -J. Fudo sang Pencipta Kaleng Ajaib-

    BalasHapus
  19. Kerajaan-kerajaan gini jadi inget Suikoden, bagian pembukanya sih kirain bakal kaya GoT haha. Troll taunya. Soal karakterisasi Nano dan semua tokoh di sini, cukup. Cerita juga dibikin sederhana dan mudah dibaca, cuma mungkin ada beberapa narasi yang kepotong dan maknanya kadang ambigu. Sarannya mungkin, kasih koma buat dialog yang dibarengin sama dialog tag. Terus, kasih deskripsi tambahan buat bagian-bagian yang impact-nya bakal lebih bagus kalo ditulis lebih detil. 8/10

    Oc: Namol Nihilo

    BalasHapus
  20. Hm...

    Masalah teknis sudah ada yang komen, jadi sudahlah. Komentar saya hanya akan menyoroti plot berdasarkan preferensi pribadi.

    Nano itu pangeran, seimba apapun dia, bertindak sendirian itu gegabah. Lalu untuk bagian kudeta Ziza, ini satu gubernur dari satu provinsi, kok bisa kudeta?

    Untuk kudeta itu butuh dukungan militer, terutama royal military kalau ini settingnya kerajaan. Karena sekuat apapun militer yang dikuasai gubernur, tidak akan sekuat royal military.

    Lalu soal Nano, yang notabene statusnya pangeran, kenapa pakai tenaga rakyat untuk meredam kudeta? Rakyat sipil itu pion yang bisa dibuang begitu saja buat Nano?

    Pangeran itu harusnya punya akses ke royal knights, atau setidaknya mercenary groups dari kerajaannya. Alih-alih ngomporin rakyat sipil yang tidak punya pengalaman bertempur untuk melawan militer, lebih baik kalau dia bawa royal knights pribadi atau menyewa mercenaries.

    Terakhir, untuk ukuran kerajaan, divisi intelijen dari militer kerajaannya cukup payah, apalagi kalau perencanaan kudeta Ziza yang serampangan begini bisa lolos dari mata sang raja.

    Well, atas dasar keluhan saya mengenai plot di atas, saya hanya bisa kasih 7 poin.

    Asibikaashi

    BalasHapus
  21. Anjaay, Adegan pembukannya bikin saya mikir yang nggak2
    XD


    Seneng saya kalo OC yang diceritakan berasal dari kalangan kerajaan.
    Settingannya juga oke, nggak selamanya Fantasy itu berbau medieval.

    Bagian Nano ngelawan Ziza saya bingung mz. Transisi antar adegannya masih kurang. Battlenya aja kerasa kayak premature ejaculation. Baru ngegenjot dikit udah crot. Saya jadi punya kesan kalo Nano itu IMBA.
    ._.

    Selebihnya, alur Nano ini ringan. Gak usah pake mikir mendalam buat paham keseluruhan cerita.


    Point : 7
    OC : Maria Venessa

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.