Senin, 13 Juni 2016

[PRELIM] 63 - CASTOR FLANNEL | DONAT

CASTOR FLANNEL
oleh : Treize

--

0.1
Capricorn

Seorang pemuda terbangun di sofa kamar apartemennya.

Ia bangkit terduduk dan melihat sekeliling.

Normal.

Sedikit panas. Sepertinya ia lupa menyalakan pendingin ruangan. Tapi itu bukan masalah karena jendela kamarnya terbuka lebar.

Pemuda itu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengecek ruang chat Organisasi Capricorn, melihat apakah ada order baru yang harus dikerjakan.

Bunuh Overlord Arglid.

Dan dengan begitu, jadwalnya hari ini pun sudah dipastikan.



***



Amseraid adalah kota terbesar di bagian utara Bumi.

Kota yang berada dalam pengawasan Arglid, salah satu Overlord yang kini menguasai dunia.

Dengan informasi seperti itu saja, sudah jelas order kali ini bukan misi sembarangan. Menentang Overlord adalah sesuatu yang tidak akan pernah terlintas di pikiran seseorang yang masih memiliki akal sehat.

Tapi ini adalah Organisasi Capricorn. Organisasi teroris yang akan melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa mengenal konsekuensi.

***

Castor Flannel, seorang pemuda berambut oranye yang selalu terlihat mengenakan jaket ungu.

Ia berjalan santai menyusuri tepi Kota Amseraid ditemani robot ikan peliharaannya, Comet. Tujuannya adalah sebuah kafe di mana dua orang rekannya sudah menunggu.

"Apa kita sudah dekat?" tanya pemuda berkacamata berambut oranye itu.

"Sedikit lagi, Kapten! Kafe Crashing Cheetah, berada dua puluh meter dari sini!" jawab si robot ikan yang melayang-layang di udara.

Ini adalah pertama kalinya Castor mengunjungi Amseraid. Apartemennya berada di kota kecil berjarak dua stasiun dari sini. Ia tidak begitu tertarik mengunjungi kota-kota besar, kecuali berkaitan dengan order organisasi.

Kota-kota besar terlalu ramai. Terlalu banyak orang-orang yang membosankan.

Kalau saja ia bisa meledakkan satu atau dua gedung tanpa tertangkap, mungkin semuanya akan lebih menarik.

Tapi melakukan pekerjaan di luar order itu terlalu merepotkan baginya.

***

Dua orang itu duduk di meja kecil yang berada di luar kafe. Seorang pemuda berjaket hitam dengan motif api dan seorang gadis berambut cokelat seleher.

Mereka terlihat bosan setengah mati sambil sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Ah! Akhirnya datang juga!" Salah satu orang itu bangkit berdiri menghampiri Castor yang baru sampai.

"Kaupikir sudah berapa lama kami menunggu! Lakukan pekerjaanmu dengan lebih serius!" seru pemuda berambut hitam itu. Franz Mustang, salah satu rekan Castor dalam melaksanakan order organisasi.

"Kau tahu 'kan tempatku jauh dari sini," balas Castor datar.

"Kalau tahu akan terlambat harusnya kau pergi lebih cepat! Kami sudah dua jam menunggu!"

"Kenapa tidak duluan saja?"

"Karena, kali ini kau orang pentingnya, Cas," jawab si gadis berambut cokelat. Vera Grandis, rekan Castor lainnya.

Perlu diketahui, hubungan mereka bertiga terbatas sebagai 'rekan satu tim'. Tidak ada yang berniat mengenal lebih jauh. Malah, bisa dibilang mereka bertiga membenci satu sama lain.

"Begitukah?" Castor terlihat menyunggingkan senyum. Entah kenapa ia merasa senang ketika disebut 'orang penting'.

"Yah, kau sudah tahu order kali ini 'kan?" ucap Vera.

"Ya. Bunuh Overlord Arglid."

"Kau tahu apa artinya itu?"

Castor terlihat berpikir sejenak. "Misi bunuh diri?"

"Benar."

***

Angin dingin berembus lembut menemani ketiga teroris muda yang sedang mendiskusikan rencana pengeboman mereka di depan sebuah kafe.

Tidak ada seorang pun yang tertarik untuk melirik atau mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan. Semua orang yang melintas akan menganggap ketiga orang itu sedang study group atau semacamnya.

"Yah. Karena itulah kemampuan Cas akan menjadi kunci utamanya," ucap Vera seusai briefing tentang order mereka kali ini.

"Oke, tidak begitu sulit! Kita hanya perlu menyusup, bunuh Overlord Arglid, dan jatuhkan Flas Atgora!" kata Franz bersemangat.

Kastil raksasa yang mengapung di langit, Flas Atgora. Itu adalah kediaman sang Overlord. Mereka tinggal jauh di angkasa, terpisah dari hiruk pikuk manusia yang hidup di permukaan.

Suatu hari di masa lalu, para alien yang mengaku sebagai ilmuwan dari bulan itu datang ke bumi begitu saja, menyatakan akan membawa perdamaian bagi seluruh umat manusia.

Pernyataan itu bukanlah omong kosong.

Hanya dalam beberapa tahun, dunia ini berubah secara drastis. Tidak ada lagi peperangan di muka bumi. Tidak ada lagi kemiskinan, kelaparan, maupun wabah penyakit.

Dunia ini mencapai utopia yang dulu hanya dapat diangan-angankan.

Namun begitu, sejak era utopia dimulai, kemajuan umat manusia seakan terhenti. Stagnan.

Sampai pada akhirnya bermunculan ekstremis-ekstremis yang ingin mendapatkan kebebasan sejati, kebebasan manusia yang berhak melakukan apa pun tanpa harus dibayang-bayangi pihak asing yang tak diundang.

Merekalah yang oleh dunia di labeli dengan sebutan 'teroris'.

Sebagian besar yang ikut dalam gerakan ini mungkin berpikir bahwa mereka adalah orang-orang terpilih yang akan membawa revolusi bagi umat manusia.

Tapi selalu ada seseorang yang berbeda sendiri.

Seperti Castor Flannel.

Ia tidak begitu peduli dengan revolusi atau apa pun itu. Overlord sudah ada seumur hidupnya, dan menurutnya dunia seperti ini tidak begitu buruk.

Ia bergabung dengan Capricorn karena organisasi itu menawarkan imbalan yang fantastis bagi siapa pun yang ikut dalam program mereka. Berkat itu ia dapat hidup mandiri selama 5 tahun belakangan ini.

Dengan bergabung dengan Capricorn juga ia mendapatkan alasan untuk menggunakan kekuatannya.

Menjadikan apa pun yang ia sentuh menjadi bom waktu.

***

"Kau tidak ikut?" tanya Castor pada Vera.

"Aku akan mengarahkan kalian dari sini," balas gadis itu sambil menyerahkan mikrofon kecil pada Castor dan Franz.

"Baiklah. Lagipula aku hanya membawa dua jet pack," kata Franz sambil memasang mikrofon di telinganya.

Telinga Castor bereaksi terhadap kata-kata Franz barusan. "Kau bawa apa?"

"Jet pack," jawab pemuda berambut hitam spiky itu. Ia menunduk dan mengangkat dua buah benda yang tertutup kain putih dari bawah meja kopi.

Ketika kain penutup itu ia singkap, terlihat dua unit jet pack berwarna hitam dengan motif api. Pasti hasil modifikasinya sendiri.

"Ugh." Castor mengeluh. "Apa tidak ada cara lain? Kapal udara? Portal?"

"Kapal udara terlalu mencolok. Dan kau tahu sendiri tidak ada portal menuju kastil Overlord!" kata Franz sambil mendorong salah satu jet pack ke depan dada Castor. Mau tidak mau pemuda berkacamata itu menerimanya.

"Oh, kau tidak tahu ya Franz? Cas itu memiliki hubungan yang tidak baik pada ketinggian," timpal Vera sambil tersenyum jail.

"Jangan banyak bicara, Wanita Kadal."

"Serius?" kata Franz dengan ekspresi tidak percaya yang berlebihan, lalu tertawa terpingkal-pingkal.

Castor menempelkan telapak tangannya pada jet pack yang ia pegang. Sebuah penghitung mundur waktu muncul di permukaannya.

... 000:01:00 ....

... 000:00:59 ....

... 000:00:58 ....

Franz yang menyadarinya langsung kalang kabut merebut jet pack Castor dan menekan penghitung mundur hingga angka-angka itu lenyap.

"Keparat! Kau pikir berapa harga jet pack ini?! Butuh perjuangan untuk mendapatkannya!" Franz memeluk mesin itu seperti anaknya sendiri.

"Habisnya kalian tidak bisa diam."

"Itu bukan alasan untuk mengubah benda milik orang lain menjadi bom seenaknya!"

"Aku tidak mau memakainya. Benda tidak berguna lebih baik diledakkan saja," Castor merajuk.

"Orang ini ...!"

Butuh beberapa menit paksaan lagi sampai akhirnya Castor mau memakai jet pack yang sudah ia terima kembali.

Kedua pemuda itu siap untuk lepas landas. Mau tidak mau.

"Maaf, Cas," Vera mengangguk-angguk meminta maaf.

Castor memunggunginya tak acuh. Ia malah sibuk dengan Comet.

"Kita akan terbang sebentar lagi, kau masuk dulu saja," katanya sambil melebarkan tudung jaketnya.

"Baik, Kapten!" Comet meluncur masuk ke dalam tudung jaket Castor.

"Nah, sekarang semuanya sudah siap. Ayo kita mulai!" Franz mengulurkan tangannya ke arah Castor dan Vera.

"Apa kita harus selalu melakukan ini?" kata Castor malas.

"Ini untuk keberuntungan!" Vera menarik tangan Castor mendekat.

Mereka melakukan 'ritual' yang biasa di lakukan oleh anggota Capricorn sebelum dan sesudah melaksanakan order, yaitu berdiri melingkar dan saling menumpuk tangan di depan.

Mereka pun mengucapkan slogan organisasi teroris tersebut.

"Love."

"Life."

"Liberty."



***

0.2
Flas Atgora

Dari ketinggian ini seluruh kota menjadi terlihat mengecil.

Castor berdiri di tepian kastil terapung Flas Atgora, mengamati batas cakrawala.

Ia merasa ada yang aneh. Ada sesuatu yang ganjil dari kota ini. Sesuatu yang salah, tidak pada tempatnya. Tapi ia tidak bisa memutuskan apa itu.

"Kapten, Wakil Kapten memanggilmu!" kata Comet dari balik tudung Castor.

Pemuda berkacamata itu berbalik, melihat rekannya di kejauhan berteriak-teriak ke arahnya.

"Tidak sabaran."

***

Sejak kedatangan Overlord, ada dua konsep kekuatan baru yang dapat digunakan manusia.

Yang pertama adalah psi. Kekuatan ini bangkit ketika para Overlord menembakkan sinar radiasi misterius yang meliputi seluruh bumi. Akibat radiasi itu, manusia mendapatkan kekuatan super yang didasari oleh keinginan terkuat dan kepribadian masing-masing individu.

Seperti Tick Bomb milik Castor, yang termanifestasi karena keinginannya yang kuat untuk melenyapkan seluruh dunia.

Yang kedua adalah sihir. Semua orang bisa mempelajari sihir, namun tidak semua bisa mempraktikkannya.

Sihir pada dasarnya adalah simbol-simbol gaib yang disusun sedemikian rupa menjadi rapalan atau mantra. Dengan kombinasi yang tepat, mantra ini dapat digunakan manusia untuk memanipulasi alam.

Ada teori yang mengatakan manusia memiliki 'energi jiwa' yang berbeda-beda, sehingga sebagian sihir hanya bisa digunakan sebagian orang.

Namun faktanya masih belum diketahui.

***

"Sama sekali tidak bergerak!" lapor Franz terengah-engah setelah mencoba mendorong gerbang besar serupa dinding beton itu.

"Ini sebabnya aku menjadi orang penting dalam misi ini?" kata Castor berjalan ke sebelah Franz. "Minggir."

Pemuda berambut oranye itu mendekatkan telapak tangannya beberapa senti dari gerbang.

Pendar kebiruan muncul di permukaan gerbang, membentuk simbol-simbol rumit.



"Memang segel sihir," ujarnya pelan.

"Kau bisa membukanya 'kan?" kata Franz sedikit bernada menyuruh, atau seperti itulah yang didengar Castor.

"Jangan berisik," Castor mencibir lalu kembali pada tugasnya.

Ia mengaktifkan Decryption. Kemampuan antisihir tingkat tinggi yang ia pelajari secara otodidak dari internet.

Dengan kemampuan ini ia dapat dengan mudah meretas mantra-mantra sihir sehingga efek yang diterapkan tidak berguna lagi.

Pendar biru pada permukaan gerbang makin menyala terang. Makin banyak simbol-simbol bermunculan. Simbol-simbol itu bergerak-gerak membentuk sebaris kalimat, lalu terpecah, lalu terurut lagi, begitu terus sampai beberapa kali.

Sampai akhirnya seluruh pendar kebiruan lenyap dan tidak ada lagi jejak sihir yang terasa.

"Selesai," ujar Castor seraya melangkah mundur. Secara otomatis gerbang di depannya terbuka perlahan.

***

Sudah lima belas menit Castor dan Franz berjalan dalam lorong-lorong berwarna putih polos yang tak berujung.

Lorong-lorong itu berbelok dan bercabang ke segala arah seperti labirin.

Untung saja Vera memberitahu mereka jalan yang benar lewat mikrofon, sehingga kedua penyusup itu dapat bergerak dalam satu garis lurus menuju ruang kontrol, tempat di mana sang Overlord berada.

"Apa tidak ada penjagaan di sini?" kata Castor.

"Sepertinya tidak ada. Sejak segel sihir itu lenyap, aku bisa mendeteksi isi seluruh kastil. Di sana hanya ada kalian dan satu keberadaan lagi tepat di tengah kastil," kata Vera.

Setelah melewati satu lorong panjang, mereka sampai di ruangan yang sangat luas. Di sana terdapat jembatan-jembatan putih yang saling silang ke atas dan bawah.

Di seberang, terlihat pintu putih yang menyatu dengan dinding.

"Kau siap?" Castor menggunakan Decryption kembali untuk membuka pintu.

"Tentu saja!" jawab Franz sambil menarik sebilah pedang yang tersampir di pinggangnya.

Ketika menjalankan order, ada beberapa peralatan yang selalu dibawa para anggota Capricorn.

Yang paling populer adalah buzzcutter dan buzzshooter.

Buzzcutter, sebuah benda pipih berwarna hitam seperti remote televisi. Dari ujung alat ini dapat keluar bilah laser panas yang sangat tajam. Buzzcutter biasanya digunakan untuk kepentingan industrial, namun dapat menjadi senjata yang mematikan jika digunakan sebagai pedang.

Lalu buzzshooter, sebuah pistol laser berkekuatan listrik. Ada banyak tipe buzzshooter, namun yang digunakan Castor dan Franz adalah tipe handgun. Setiap tembakan mengandung sengatan listrik yang sangat kuat.

Seperti biasa Franz hanya membawa buzzcutter-nya yang bertipe katana, sementara Castor kini sudah bersiap dengan buzzcutter di tangan kanan, dan buzzshooter di tangan kiri.



Pintu itu terbuka seluruhnya.

Di baliknya, terlihat ruangan putih yang sama seperti yang lainnya, walau tidak terlalu besar. Di sepanjang ruangan itu berjajar seperangkat komputer dengan layar-layar hitam.

Di tengah ruangan, sosok itu berdiri memunggungi mereka berdua.

Makhluk serupa manusia yang mengenakan jas laboratorium putih dan sarung tangan hitam. Kepalanya tertutup dengan apa yang terlihat seperti helm astronot.

"Itu ... Arglid?" ujar Castor, tidak mempercayai matanya sendiri terhadap sosok konyol di depannya itu.

"Ya, tidak salah lagi," jawab Vera dari mikrofon.

"Berhati-hatilah, Kapten," ujar Comet dari balik tudung Castor.

Sang Overlord membalikkan badan menghadap Castor dan Franz.

"Selamat malam, para penyusup."

***

Suara itu terdengar begitu tenang dan berwibawa. Seperti seorang profesor paling bijak dan berwawasan tinggi.

"Selamat datang di kastilku yang sederhana ini," kata sang Overlord.

Membalas sapaan ramah itu, Castor dan Franz menghunus senjata masing-masing.

"Kalian para Overlord menyukai perdamaian, kan? Bagaimana kalau kau diam saja di sana dan biarkan kami memenggal kepalamu," kata Castor.

"Kuakui, aku terkesan kalian dapat sampai sejauh ini. Tapi maaf, permintaan itu tidak bisa kukabulkan. Tanpa supervisi dariku, Flas Atgora akan jatuh. Kalian pikir berapa banyak orang di bawah sana yang akan menjadi korban?"

"Heh," cibir Franz, "memang itu tujuan kami!"

Pemuda berpedang laser itu melesat maju, diikuti Castor dari belakang.

Sang Overlord mendesah. "Kami sudah mengamati umat manusia sejak lama, kalian tahu? Namun masih saja ada hal-hal yang membuat kami terkejut."

Ia menjulurkan tangannya kedepan.

"Derauquitatumr."

Sebuah dinding persegi transparan muncul ditengah-tengah mereka.

Franz menyabetkan buzzcutter-nya, menciptakan percikan api yang dahsyat tercipta ketika bilah laser dan dinding transparan saling menghantam.

Tapi tidak berguna.

"Cih!" pemuda berambut hitam itu mundur, digantikan pemuda yang berambut oranye.

"Rmutatiuquared," Castor menyentuh dinding pelindung itu dengan ujung-ujung jarinya. Dalam sekejap, persegi transparan itu pecah menjadi kepingan-kepingan maya.

"Suatu kesalahan kalau kau mengucapkan mantra sihirmu di depan seorang decryptor, amatir!" pemuda berkacamata itu tersenyum puas. "Sekarang, Franz!"

"Kerja bagus, Juru Kunci!"

Franz melakukan satu lompatan tinggi. Ia menyerang menggunakan buzzcutter-nya dalam satu ayunan lebar.

Namun tidak ada apa pun yang mengenai bilah laser itu.

Ketika serangannya hampir kena, tiba-tiba sang Overlord menghilang.

"Eh?!"

"Aku penasaran. Sebenarnya apa tujuan kalian?"

Dalam sekejap, Arglid sudah berpindah posisi ke belakang Castor.

Teleportasi?!

Dengan sigap Castor mengaktifkan buzzcutter-nya, melakukan tebasan sambil berbalik 180 derajat.

Namun sama seperti Franz, tidak ada yang terkena serangannya.

"Apa kalian menginginkan kebebasan? Bukankah dengan dunia yang sudah kami bangun, seharusnya sudah tidak ada lagi yang perlu kalian khawatirkan?"

Arglid sudah berpindah posisi kembali ke sudut ruangan terjauh dari mereka berdua.

"Sial! Kalau begini kita hanya dipermainkan!" Franz mengepalkan tangannya dengan kesal.

"Ya ... ini benar-benar merepotkan," kata Castor.

Mereka berdua seakan tidak mengindahkan apa yang sedang sang Overlord sampaikan.

"Sepertinya tidak ada gunanya melanjutkan percakapan," Arglid menghela napas panjang di balik helm astronotnya. "Yah, sudah terlalu banyak kekacauan yang kalian buat. Kalau begini terus, peradaban ini hanya akan berjalan mundur."

Mendadak aura dalam ruangan itu berubah. Lantai dan dinding mulai bergetar perlahan.

"Haruskah kita semua mengulangi hari itu? Hari di mana umat manusia akhirnya paham akan ketidakberdayaan mereka. Hari di mana kalian sadar, tidak ada yang bisa kalian lakukan kecuali ...."

"... Patuh."


***

0.3
Overlord Arglid

Hari Peringatan.

Itu adalah hari bersejarah ketika pertama kalinya para Overlord melakukan tindakan yang bisa disebut dengan 'amarah'.

Hari itu ketika dua negara besar di bagian timur bumi menggunakan psi untuk berperang dan memperebutkan wilayah, mengabaikan apa yang sudah para Overlord terapkan.

Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan arus peperangan itu, sampai akhirnya para Overlord mengambil tindakan.

Hanya dalam rentang 12 jam, dua negara itu lenyap dari peta.

Tak tersisa apa pun selain padang gersang yang terbentang tanpa batas, memberikan dua puluh persen petak kosong di peta dunia.

Hari itu, bisa dibilang, adalah hari favorit Castor.

***

Pemuda berjaket ungu itu gemetaran gembira mendengar apa yang dikatakan Overlord di depannya.

"Kita benar-benar harus membunuhnya cepat, sekarang," ujarnya sambil tersenyum gugup.

"Bagaimana dengan kemampuannya? Kita bahkan tidak bisa mendaratkan satu serangan pun!" sergah Franz.

Castor terdiam sejenak. "Aku punya rencana, tapi akan sedikit berisiko."

"Setidaknya lebih baik dari pada tidak ada sama sekali! Katakan saja!"

Castor mulai menjabarkan apa yang ada dalam pikirannya dengan cepat. Ketika ia selesai, ia bisa melihat rekannya yang mendengarkan itu kehilangan kata-kata. Sudah ia duga.

"Itu ... rencana gila," kata Franz terkekeh pada akhirnya. "Apa tidak ada sedikit pun toleransi dalam hati busukmu itu?"

"Kelihatannya tidak," jawab Castor enteng.

"Sampai sekarang aku masih belum mengerti cara pikirmu." Franz mulai mengaktifkan kembali buzzcutter-nya. "Tapi tidak ada cara lain! Kita coba saja!"

Castor menyunggingkan senyum kemenangan. "Oke, good luck!"

***

Pemuda berjaket hitam dengan motif api itu maju menerjang ke arah sosok berjubah laboratorium dengan helm astronot.

Ia mengangkat pedang lasernya tinggi-tinggi, lalu berseru, "Holography: Jungle!"

Dari tubuhnya keluar sulur-sulur hijau yang merambat dengan cepat memenuhi lantai dan dinding putih ruangan itu. Dari sulur-sulur itu juga menyembul pohon-pohon rindang dan semak belukar.

Dalam sekejap ruangan itu berubah menjadi hutan rimba.

"Jadi ini keputusan kalian? Baiklah, kuhormati itu. Kalian akan menjadi pembuka Hari Peringatan kali ini. Lalu selanjutnya, seluruh wilayah Amseraid," kata sang Overlord.

"Berisik!" Franz mengayunkan pedangnya.

"Derauquitatumr."

Dinding transparan kembali muncul melindungi Arglid. Percikan api memancar ketika bilah laser menghantamnya.

Franz menekan buzzcutter-nya kuat-kuat, tidak mengendurkan tangannya sedikit pun.

"Sampai kapan kau mau bertahan, alien berengsek," geram Franz.

"Satu hal yang menarik, manusia hanya membalas jika kekerasan digunakan. Butuh lebih dari sekadar hukuman fisik untuk membuat kalian jera, sekali dan selamanya."

Sang Overlord menjulurkan tangannya ke depan.

"Tangeunigsm ameomoainr."

Enam bilah pedang muncul dari ketiadaan menembus tubuh Franz. Pemuda berambut hitam itu terbelalak merasakan organ-organ dalam tubuhnya tertusuk benda tajam muncul entah dari mana.

"Uhuk!" Ia memuntahkan darah dan jatuh berlutut.

Dengan panik ia meraba tubuhnya sendiri.

Normal.

Dalam sekejap, pedang-pedang itu lenyap, bahkan tidak ada setitik pun darah di baju dan mulutnya.

"Apa-apaan ...!" Franz mendongak, bersiap menyerang kembali.

Namun baru saja ia ingin mengayunkan buzzcutter-nya, enam pedang gaib itu muncul kembali menusuk seluruh tubuhnya.

"Aaakh!" Franz kembali terjatuh. Napasnya semakin berat. Mungkin pedang dan luka yang ia terima hanya ilusi, tapi rasa sakit itu nyata. "Apa yang kau lakukan, keparat!"

"Mulai sekarang, setiap kali kau menghunus senjata padaku, rasa sakit itu akan kau rasakan kembali," ujar Arglid.

"Berengsek ...."

"Jadi itu kutukan?"

Castor sudah berdiri kembali di sebelah Franz. Ia menepuk punggung rekannya, memunculkan simbol-simbol sihir yang kemudian lenyap.

"Kau masih diperlukan, jangan kalah dulu."

Castor menepuk pundak Franz dan berjalan maju.

"Sekarang giliranku?"

***

"Kemampuan antisihirmu itu, kuakui sangat menarik," kata sang Overlord.

"Kau tidak bisa menggunakannya?" ejek Castor. "Kupikir kalian itu entitas mahakuasa yang bisa melakukan segalanya."

"Itu hanyalah anggapan kalian penduduk bumi. Kami juga memiliki batas apa yang bisa dan tidak bisa kami lakukan."

"Jadi kau mengakui bahwa Overlord itu makhluk fana seperti manusia?" Castor mengacungkan buzzshooter-nya, membidik Arglid.

"Tidak, tidak seperti manusia. Kautahu?" Arglid menggenggam bagian bawah helm astronotnya, lalu mengangkatnya perlahan.

"Pada dasarnya, kami juga manusia."

Itu yang dikatakannya.

Namun setelah helm astronot itu terbuka seluruhnya, apa yang berada di dalam sana membuat Castor menganga kehilangan kata-kata.

Kepala sang Overlord tidak disangkal memang manusia. Tapi tidak sama persis. Ada beberapa fitur yang sangat mencolok yang membedakan mereka dengan manusia biasa.

Arglid memiliki rambut pendek sewarna langit malam. Kedua telinganya lancip dan ia memiliki mata ketiga di dahinya. Ketiga mata itu menatap tajam dengan warna irisnya yang semerah darah.

"Jangan bercanda," ujar Castor. "Tidak ada manusia yang memiliki tiga mata seperti itu!"

"Ini adalah efek dan serum psi tahap awal yang kami kembangkan. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk mengembalikannya. Tidakkah kau merasa beruntung tidak perlu mengalami hal serupa?" Arglid tertawa renyah.

"Omong kosong," Castor menarik pelatuknya. Sebuah peluru plasma kebiruan melesat dari ujung pistol itu.

Arglid mengaktifkan dindingnya, menangkis tembakkan itu dengan sempurna.

"Sepertinya kau juga harus diberi pelajaran agar mengerti. Sihir seperti ini tidak ada gunanya." Castor mencapai dinding transparan itu dan meruntuhkannya dengan sekali tinjuan.

Ia terus berlari menuju Arglid, dan menyabetkan buzzcutter-nya.

Sang Overlord lenyap dari pandangan.

"Begitu juga denganmu. Serangan seperti itu dapat dengan mudah kuhindari, mengerti?" kata Arglid sudah berada di sisi lain ruangan.

"Comet, sekarang!" seru Castor.

"Baik Kapten!" Comet keluar dari semak-semak hologram yang diciptakan Franz. Robot kecil itu berenang dengan cepat mendekati Arglid dari belakang.

"Hm?" Arglid belum sempat menyadari apa yang diteriakkan Castor ketika ia melihat Comet sudah sampai disampingnya.

Di tubuh robot ikan kecil itu terdapat penghitung waktu mundur.

... 000:00:01 ....

... 000:00:00 ....

Kedua makhluk yang bukan manusia itu pun meledak bersama-sama.

***

0.4
Order

5 menit sebelumnya.

"Harus ada seseorang yang mendekatinya. Kalau hanya melempar benda atau menggunakan lantai sebagai bom, dia pasti langsung tahu," kata Castor memberikan arahan.

"Karena itu biar kuubah jaketmu menjadi bom waktu, dan kau dekati dia sampai waktunya meledak," pemuda berkacamata itu menyunggingkan senyum.

"Yang benar saja!" bantah Franz. "Aku tidak mau menjadi bom waktu berjalan hanya untuk itu!"

"Hm ... yah, sudah kuduga. Tapi tidak masalah," Castor melebarkan tudung jaket di punggungnya. Dari sana seekor robot ikan mas kecil melompat keluar.

"Ada yang bisa kubantu, Kapten!" seru robot ikan itu.

"Ya, sedikit," kata Castor. "Dengar baik-baik ...."

***

"Tidak berperasaan," ujar Franz mendekati Castor. "Bukannya dia temanmu satu-satunya?"

"Jangan sok tahu," cibir Castor.

Comet memang sudah menemaninya beberapa tahun ini. Robot ikan itu yang senantiasa merespons apa pun yang pemuda berambut oranye itu gumamkan.

Satu-satunya keberadaan yang membuatnya merasa tidak sendirian.

"Dia itu hanya robot," lanjutnya, berjalan mendekati sisa ledakan. "Aku bisa beli yang baru."

***

Franz mengibaskan tangannya, membuat pemandangan hutan dalam ruangan putih itu lenyap.

Di satu sudut ruangan terlihat noda hitam bekas ledakan kamikaze Comet yang membawa serta Arglid.

Tubuh sang Overlord terlentang di sana tak bergerak.

"Apa dia sudah mati?" kata Franz dari jauh.

Castor memasang wajah apa-kau-serius sambil menengok ke arah rekannya itu. "Kalau mau tahu lihat sendiri!"

"Aku capek! Order kita sudah selesai, ayo pulang!"

Castor tak mengacuhkannya.

Tidak, misi ini belum selesai. Sebelumnya Arglid mengatakan Flas Atgora akan jatuh jika ia mati. Tapi sekarang kastil ini masih mengapung di langit.

Castor mengamati tubuh hangus sang Overlord. Jubah laboratoriumnya sudah compang-camping. Wajahnya menganga dengan ketiga matanya terbuka lebar menunjukkan putih.

Pemandangan yang tidak menyenangkan.

"Yak, mati," ujar Castor.

Ia baru ingin membalikkan badan ketika sudut matanya menangkap satu gerakan.

Tubuh Arglid mengejang sekali.

Castor menyelipkan tangannya ke tas pinggangnya, bersiap menarik buzzcutter.

Jasad itu menyentak dengan keras, dan matanya yang merah muncul kembali di ketiga bola matanya, membelalak ke arah Castor.

Sial!

Tanpa pikir panjang Castor mencabut buzzcutter-nya, mengayunkannya ke bawah untuk memenggal kepala Arglid untuk sekali dan selamanya.

Namun sang Overlord sudah menyadarinya, dan ia pun lenyap dalam sekejap mata.

"Franz! Dia belum mati!" dengan panik Castor membalikkan badan memberitahu rekannya itu.

Tapi terlambat.

Franz menatapnya dengan tatapan hampa. Sebuah tangan bersarung tangan hitam mencuat dari perutnya, meneteskan darah segar.

"H-hei, apa yang terjadi?" ujarnya lemah. Darah menetes dari sudut bibirnya.

Tangan hitam itu ditarik ke belakang, membuat Franz ambruk begitu saja.

Castor mematung di tempat. Sekarang hanya tinggal ia sendiri.

"Inikah yang kalian inginkan? Pertikaian? Pertumpahan darah? Situasi yang membangkitkan adrenalin?" ucap Arglid. Nada suaranya terdengar lebih berat dan mengancam.

"Biar kutunjukkan sendiri."

Arglid membuka ketiga matanya lebar-lebar. Terlihat aura hitam yang keluar dari tubuhnya, membentuk simbol-simbol sihir mengelilinginya.

Seluruh lantai kastil mulai bergetar hebat. Castor nyaris tidak bisa mempertahankan keseimbangannya.

Ah, apa aku akan mati? Ya. Pasti aku akan mati, batin pemuda berambut oranye itu setengah putus asa.

Namun ketika sang Overlord mulai melakukan pergerakan, seluruh panca indranya seakan menjerit, bereaksi puluhan kali lipat lebih peka dari biasanya.

Tidak! Aku tidak mau mati di sini!

Waktu seakan melambat, membentuk ruang privasi untuknya sendiri dan pikirannya.

Ia bisa melihat tubuh Arglid memudar perlahan. Overlord itu sudah bersiap melakukan perpindahan tempat.

Tapi ke mana?

Ke belakang tubuhnya? Apa ia akan membunuhnya dengan cara yang sama seperti yang ia lakukan pada Franz?

Kalau begitu, langkah selanjutnya adalah menghindar!

Waktu kembali berjalan dengan semestinya.

Dalam waktu sepersekian detik itu Castor menjejakkan kakinya kuat-kuat lalu melompat berguling kedepan.

Ia berbalik dan mendongak. Benar saja, Arglid sudah berada di sana dengan tangan terangkat seperti bersiap menusuk.

"Oh ... reaksi yang bagus. Cara yang biasa sepertinya tidak akan berlaku untukmu," kata sang Overlord.

"Spcripinuortium."

Simbol-simbol sihir yang mengelilinginya berubah bentuk menjadi empat buah bola sebesar telur. Bola-bola itu diselumuti api dan mulai bergerak dengan liar.

"Matilah, dan jadilah contoh untuk dunia ini."

Arglid mengibaskan tangannya ke depan. Keempat bola api yang bergerak secepat peluru itu melesat ke arah Castor.

Kejadian itu terulang lagi.

Seluruh indra Castor berfungsi puluhan kali lipat lebih peka, dan waktu kembali melambat bagi dirinya sendiri.

Bola-bola api itu dapat dihindarinya dengan mudah.

Lantai dan dinding yang terkena tembakan liar langsung meledak dan meleleh seperti lava.

Nyaris sudah tidak ada lagi pijakan yang aman di ruangan itu. Sementara kini sang Overlord sudah melayang di udara mengendalikan bola-bola apinya.

Castor mencabut buzzshooter dan menembak beberapa kali. Tapi semuanya berhasil di tahan dinding transparan.

Sudah tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.

Ia menengok ke belakang.

Kabur?

Pintu masuk ruangan itu masih terbuka lebar.

Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah lari. Selamatkan diri. Lawan di hadapannya itu bukanlah sesuatu yang bisa ia kalahkan.

Castor mengambil satu langkah mundur, bersiap berbalik.

Sampai sebuah tangan menepuk pundaknya.

"Misi kali ini memang lebih spesial dari biasanya, ya."

Castor menoleh.

Franz.

Pemuda berambut spiky hitam itu berdiri dengan susah payah, menekan lubang di perutnya sendiri kuat-kuat.

"Kau ...," ujar Castor kehabisan akal.

"Yah, aku akan mati juga pada akhirnya," kata Franz terengah-engah, "setidaknya ayo selesaikan semua ini!"

Entah dengan kekuatan apa ia berteriak keras-keras dan mulai berlari menerjang Arglid.

"Kau masih hidup? Sekali lagi kalian mengejutkanku." Overlord itu memfokuskan bola-bola apinya ke arah Franz.

"Holography: Clone!" seru Franz dengan sisa tenaganya. Dari tubuhnya keluar piksel-piksel yang membentuk tubuhnya sama persis.

Dalam sekejap ruangan itu terisi penuh oleh hologram-hologram Franz dengan perut berlubang.

"Tidak ada gunanya terus melawan." Arglid mengarahkan bola-bola apinya secara membabi buta, menghancurkan hologram-hologram Franz satu per satu, mencari tubuh aslinya.

"Kena kau!"

Franz yang asli sudah sampai di dekat Arglid. Ia melompat setinggi-tingginya menyambar sang Overlord, menariknya kebawah.

"Sekarang saatnya, keparat!" serunya setengah mati.

Castor mengamati itu semua dengan takjub.

Itukah yang dinamakan kekuatan super sebelum mati?

Sekarang Arglid berada erat dalam cengkraman Franz. Sama sekali tidak terlihat memberontak namun jelas ia tidak bisa bergerak.

Kesempatan.

Castor mengaktifkan buzzcutter-nya. Bilah laser kemerahan itu menyembul keluar dari pegangannya.

Ia kembali memasuki mode gerak lambat.

Ia mulai berlari menuju target misinya. Rencananya untuk kabur sudah disingkirkan jauh-jauh.

Situasi ini lebih menyenangkan dari dugaannya.

Ketika bola-bola api Arglid semakin meliar dan membuat ruangan putih itu membara seperti oven.

Ketika Arglid mulai menyelimuti dirinya sendiri dengan api.

Ketika ia melihat Franz ikut terbakar tapi tidak melepaskan cengkeramannya.

Semuanya yang berada di sini salah. Semuanya kacau dan tidak masuk akal.

Tapi tidak masalah.

Semua itu baru, semua itu tidak biasa, dan semua itu menyenangkan.

Itulah satu-satunya alasan Castor bergabung dengan Capricorn.

"Lihat Franz, kau menyala dengan begitu terang," ujar Castor sambil mengambil ancang-ancang.

"Seperti matahari!"

Dengan satu ayunan lebar, ia memenggal kedua sosok yang terbakar itu.

***

0.5
Mimpi

Pemuda berambut oranye itu duduk sendirian mengamati matahari terbit di atas kastil terapung.

Cahaya keemasan perlahan masuk membanjiri seisi kota.

Ia sudah berhasil membunuh penguasa tertinggi kota ini. Pekerjaannya kali ini selesai.

Walaupun entah mengapa kastil ini masih bisa mengapung di langit setelah kehilangan pengendalinya.

Tapi ini lebih baik.

Castor memeluk lututnya sendiri memosisikan tubuhnya seperti bola. Wajahnya terlihat begitu tenang dan khidmat. Pandangannya lurus ke depan.

Sebuah suara statis terdengar di telinganya.

"Cas, kau bisa mendengarku? Sepertinya kalian sudah selesai. Bagaimana hasilnya?"

Ah. Vera?

Benar, masih ada dia.

"Kau ke mana saja? Keadaannya benar-benar panas tadi," Castor terkekeh.

"Yah, aku tidak ingin mengganggu kalian. Apa jadinya begitu buruk?"

"Hm ... ya, sesuai dugaan, kekuatan Arglid memang jauh di atas kita. Karena itu Franz mati. Comet juga. Aku yang membunuh mereka semua," jawab Castor singkat.

"...," terdengar sunyi dari sisi yang lain. "Oh. Itu bukan kabar yang baik. Tapi kau sendiri baik-baik saja 'kan?"

"Ya."

"Syukurlah," Vera menghela napas lega. "Tapi, sepertinya takdir memang tidak bisa diubah ya."

"Takdir?"

"Ya. Sejujurnya, aku sudah tahu order kali ini tidak akan berjalan dengan baik."

Castor mendengarkan.

"Kalian benar-benar tidak tahu apa-apa, ya?"

Bisa terbayang oleh Castor gadis itu sedang menepuk jidatnya sendiri.

"Tidak tahu apa?"

"Order ini. Kita sudah pernah mengerjakannya."

Mendengar pernyataan itu, suatu arus ingatan yang aneh tiba-tiba melintas di kepala Castor.

"Uh ... benarkah?"

"Ya. Aku bisa mengingatnya dengan jelas. Waktu itu, kita bertiga menyusup ke Flas Atgora bersama-sama dan melawan Arglid. Tapi pada akhirnya ...."

"Kita semua mati?" kata Castor menebak lebih dulu.

"Jadi kau juga tahu," suara gadis itu terdengar serak.

"Itu sebabnya 'kali ini' kau tidak ikut?" Castor membersitkan tawa. "Kau sudah tahu kita semua akan kalah, tapi tidak bilang-bilang dan malah kabur sendiri. Rekan macam apa itu."

"Karena aku sendiri belum terlalu yakin! Ini semua terlalu aneh!" dalih Vera. "Lagi pula kalau ternyata ini dunia nyata, order dari organisasi tidak boleh diabaikan."

"Dunia nyata, ya ... jadi menurutmu sekarang ini kita berada di dunia lain?" Castor melepas lingkaran tangannya pada lutut lalu duduk berselonjor.

Langit di atas sudah terang sepenuhnya, namun ternyata tidak ada matahari yang terbit. Seolah langit gelap malam tergantikan begitu saja dengan cahaya keemasan.

Sekarang ia tahu apa yang aneh dengan kota ini ketika pertama kali melihatnya tadi malam.

Tidak ada apa pun di luar Amseraid. Seakan-akan kota ini adalah pulau terapung di tengah kekosongan tanpa batas.

Secara perlahan bangunan-bangunan dan permukaan kota terkikis menjadi serpihan emas, menyatu dengan langit.

Tidak lama lagi kota ini akan musnah.

"Yap. Sudah pasti bukan bumi," pemuda berkacamata itu menambahkan.

"Benar, 'kan? Semua yang terjadi terasa seperti mimpi ...."

"Ah."

Kata-kata Vera barusan kembali menggelitik ingatan Castor.

"Mimpi, ya. Mungkin kau benar. Sekarang aku ingat, ada seseorang yang pernah mengatakan kata-kata aneh padaku. Kalau tidak salah ... Reverier, Alam Mimpi, Mahakarya ...."

"Apa itu?"

"Entahlah. Hanya itu yang kuingat."

Dari mikrofon Vera tertawa. "Enggak jelas! Yah, tapi baguslah kalau ini semua hanya mimpi. Itu artinya kita hanya perlu terbangun, 'kan?"

"Benar."

"Tapi apa tidak apa-apa?" nada suara Vera kembali berat.

"Kalau ada yang kau pikirkan, katakan saja," kata Castor.

"Yah, kita bilang saja ini memang mimpi pengulangan kejadian masa lalu. Kalau semua itu benar dan aku mengingat kita semua mati ... apa yang akan terjadi jika kita bangun?"

Terdengar suara bangunan runtuh dan jeritan tertahan dari mikrofon.

Lalu sunyi.

Castor melepas mikrofon dari telinganya lalu berbaring di lantai. Ia menatap langit keemasan yang bergerak perlahan.

Untuk pertama kalinya ia merasa sendirian.

Comet, Franz, dan Vera ... mereka semua mati.

Mengulang apa yang terjadi di dunia nyata, ya ....

Kalau itu benar, berarti aku selanjutnya?

Jadi ini dunia akhirat? Tidak. Bukankah sudah diputuskan kalau ini adalah dunia mimpi?

Yang benar yang mana?

Ah.

....

Masa bodoh.

Rasa lelah yang terakumulasi dari pertarungan sebelumnya mulai muncul ke permukaan, membuat kelopak matanya terasa berat.

Biarkan aku istirahat sejenak ....

***

-0.X-
Domba

... Atau tidak.

Belum lima detik Castor memejamkan mata, terdengar suara-suara langkah kaki mendekat.

"Paman Nurma, Paman Nurma, kelihatannya Bingkai Mimpi yang satu ini pun sudah sampai pada akhirnya."

"Benar. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang ... aneh."

"Di mana Reverier mimpi ini?"

"Um ... itu dia, pemuda berkepala jeruk yang berbaring di sana."

Merasa dirinya ditunjuk, Castor bangkit duduk.

Di depannya berdiri dua sosok yang beberapa saat yang lalu tidak ada di sana. Seorang gadis kecil berkepala bantal yang mengenakan jas hujan dan seorang pria berkacamata hitam dengan penampilan formal seperti bos mafia.

"Hei, hei! Apa yang sudah terjadi di sini? Apa mimpimu indah?"

Gadis berkepala bantal itu melompat-lompat sambil memutar-mutar tongkat permen yang ia pegang.

"... Kalian siapa? Dari mana kalian datang?"

"Pasti ada banyak pertanyaan yang ingin kau tanyakan. Tapi kita tunda dulu untuk lain waktu. Yang pasti, kau adalah Reverier yang berhasil menyelesaikan Bingkai Mimpi. Karena itu kau berhak maju ke tahap selanjutnya," kata si pria berkacamata hitam secara singkat dan padat.

Reverier? Tahap selanjutnya?

Castor baru mau membuka mulut ketika pria itu menambahkan, "Oi, Ratu Huban! Berikan dia dombanya! Masih banyak Bingkai Mimpi yang harus kita kunjungi!"

"Baik Paman~ Untuk Kepala Jeruk, tangkap ini!"



Si kepala bantal yang dipanggil Ratu Huban itu mengangkat tongkat permennya ke atas. Seperti pertunjukan sulap, seekor domba putih besar terlontar dari ujung tongkat diiringi letupan kembang api.

"Eh? T-tunggu!" Domba itu jatuh menimpa Castor yang masih duduk di lantai.

"Hihihi, awas gepeng~ Tapi domba itu lembut kok!"

"Sudah cukup bercandanya, Ratu Huban."

"Oke, Paman!"

Ratu Huban kembali menyodokkan tongkat permennya ke udara, menciptakan portal dari percikan kembang api yang meletus di ujungnya.

"Berengsek! Kalian ini siapa!" Castor bersusah payah menyingkirkan buntalan wol yang menenggelamkan tubuhnya.

Ketika domba itu tersingkir, sudah tidak ada siapa pun di sana.

Hanya dia dan domba putih yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Apa-apaan itu?"

Di depannya, sebuah portal yang terdiri dari arus-arus keemasan terbuka lebar.

Castor menarik napas panjang. "Ini pintu keluarnya?" ia melirik domba putih. Hewan berkaki empat itu mengembik sebagai jawaban.

"... Masa bodoh."

Ia memutuskan ke mana pun portal ini terhubung, pastinya lebih baik dari pada diam menunggu di tempat tanpa harapan ini.

Kalau saat ini ia memang berada di dunia mimpi, mungkin ia akan segera terbangun dan semua akan kembali seperti sedia kala.

Namun portal ini bukanlah pintu keluar.

Melainkan pintu masuk.

15 komentar:

  1. Itu gifnya bikin sendiri? Keren. Ngingetin saya sama entri Eophi Rasaya taun lalu yang ga pernah absen bertabur ilustrasi, keliatan niat bikinnya

    Ada psi dan sihir bareng di satu universe... Jadi ngingetin konsep novel saya sendiri. Belum lagi settingannya rada kebalikan entri saya, di mana kalo di sini umat manusia mencapai utopia, di saya keadaannya malah lagi distopia

    >belajar sihir dari internet
    Uh, lagi" nemu kemiripan sama oc taun lalu yang juga belajar sihir dari internet : Ariana Maharani

    Sama kayak entri Cathy sebelum ini, entri ini berhasil ngelabuin ekspektasi saya, bahkan dua kali. Saya kira awalnya Franz bakal dikorbanin, eh ternyata Comet. Saya kira udah mau selesai, eh Franz ditusuk. Dan terus Franz ternyata bener" dikorbanin buat bunuh si Overlord, kayak Goku nahan Raditz di Dragon Ball. Bravo

    Nilai 8

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya lupa nambahin sesuatu : style tulisanmu rasanya mirip banget sama saya, kalimat" pendek tiap paragraf. Berasa nemu temen baru satu aliran taun ini

      Hapus
  2. HUBAN IN REAL LIFE.
    Dilihat dari otak2nya Castor, sudah pasti temennya diembat. Tapi gak nyangka sesadis itu. (Lalu lagunya afgan mengalun)
    Ticker Bomb. Kayak Bind Dominator sih.
    Seal Marking, harus disentuh. Hmm, lawan yang susah.

    Pembahasannya singkat, padat jelas.
    Kamu sukses bikin saya benci karakterisasi Castor.
    Kaminari: pengen dibejek
    Nora: aku gak mau meledak, Kami-san.

    Well, 8 deh.
    OC: Kaminari Hazuki

    BalasHapus
  3. Jadi mimpinya ini saya rasa semacam "time lapse" begitu ya? mengulangi kejadian yang sama untuk mencegah kehancuran total. Ide yang bagus.

    Adapun narasinya tidak begitu padat, namun tidak singkat juga sih. Tapi saya suka.

    Karakter Castor sendiri cukup parah ya. Sebegitunya lho... www

    Pertunjukan berantemnya boleh juga, tapi masih kurang.

    Saya titip 8 deh buat Castor.

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
  4. Pembawaan ringan dan tidak bertele-tele. Pertama saya kira mereka bertiga nyerang bareng, eh salah. Kedua saya kira Franz yang dikorbanin, eh salah lagi. Ketiga saya kira tarungnya dah selesai, dan salah lagi. Cerita yang sangat tidak mudah ditebak alurnya.

    8 dariku
    -=AI=-

    BalasHapus
  5. Halo saya Manya mampir ke sini buat ngisi kuota komen, nuwun sewu.

    entrinya ringan, tapi nakal. Saya gak akan bilang saya tidak terkecoh. Tapi saya terkhianati sih.

    Oh, kalau boleh komentar di luar narasi. Saya suka .gif nya, lucu. Tapi kurang mendukung karangannya yang banyak memakai kiasan jahat. Walau bisa menambah kesan "gula-gula" ke tulisannya.

    Maaf kalau komentar saya biasa2 aja.

    Saya beri angka 8 ya.

    -Bukan Alpacapone

    BalasHapus
  6. Halo saya Manya mampir ke sini buat ngisi kuota komen, nuwun sewu.

    entrinya ringan, tapi nakal. Saya gak akan bilang saya tidak terkecoh. Tapi saya terkhianati sih.

    Oh, kalau boleh komentar di luar narasi. Saya suka .gif nya, lucu. Tapi kurang mendukung karangannya yang banyak memakai kiasan jahat. Walau bisa menambah kesan "gula-gula" ke tulisannya.

    Maaf kalau komentar saya biasa2 aja.

    Saya beri angka 8 ya.

    -Bukan Alpacapone

    BalasHapus
  7. Sejak CS Castor ini sudah menunjukkan kalau impresi pertama tak selalu benar, ya.
    Tampang anak baik2 tapi ternyata pingin menghancurkan dunia (dan sudah melakukannya), lalu sekarang plot twist di entri.

    Saya suka penggambaran karakter Castor. Bukan cuma rekan kerja, teman sendiri (Comet) pun gak segan2 dikorbanin demi tugas (atau kehancuran dunia?).

    Saya penasaran, kenapa judulnya donat?

    Oh ya, gif-nya unyu xD

    Nilai 8 untuk Teroris Kepala Jeruk
    ---
    Marietta Sullivan

    BalasHapus
  8. gifnya seru!
    Itu yang pertama kali ada di otak saya. Penggambaran Castorpun apik, apatisnya kerasa.
    Dan kedua hal itu bisa menyatu dengan baik, entri ini kesannya jadi nakal-nakal lucu(?) gitu.

    8

    Gold Marlboro

    BalasHapus
  9. Jika seno ketemu sama nih kepala jeruk, bisa jadi castor bakalan diceramahin dulu nih karena bersikap seperti itu tak peduli lawan atau kawan...
    Sifat dan penampilan fisik yg bertolak belakang serta cerita yg banyak hal-hal tak terduga bikin saya happy bacanya, meskipun ada rasa kesal krena sikapnya si kepala jeruk ini. XD

    Nilai : 8 tapi karena ada gift-gift lucunya tak tambahin +1 , jadi 9 buat authornya castor.

    Dan saya penasaran kenapa judulnya donat?
    Mahapatih Seno.
    Silahkan mampir ke lapak saya. XD

    BalasHapus
  10. Setuju sama mereka yang komen sebelumnya, entri ini ringan dan mudah dibaca tapi tetap menghibur. Jalan cerita yang cukup mengecoh bikin cerita ini menarik. Alighment Neutral Evil-nya juga berasa di entri ini, castor benar-benar bakal ngelakuin apapun untuk tujuannya.

    Nilai dari saya, 8
    OC : Catherine Bloodsworth

    BalasHapus
  11. oAo) Kreatif sekali dengan gambar.

    Ah, sayang ane sedikit kurang puas dengan dialognya. Aku kurang bisa bayangkan espresi mereka.

    Lalu tanda petik yang tertinggal di antara paragraf, apa itu sengaja atau typo?

    Kisah tentang robot ikan ditengah-tengah baru muncul kesan feels dari cerita ini selama scroll. Dan battle mulai menegangkan. Dan akhirnya, wah... ane bungkam...

    Ane suka banget gambarnya. Ane paling suka gambar Ratu Huban pas ngeluarin domba xD

    Tapi ada yg ane bingung.. kenapa judulnya donat?
    ----------------
    Rate = 8
    Ru Ashiata (N.V)

    BalasHapus
  12. Wew gifnya bagus~

    Narasinya lancar enak. Karakterisasi Castor digambarkan dengan bagus. Untuk plot benar-benar mengikuti alingnment chalangenya, sampai mengorbankan dua teman Castor buat ngalahin si Arglid.

    Kurang lebih bagitu saja, tidak ada typo yang terlihat. Nilai 9~

    OC : Begalodon

    BalasHapus
  13. Wiw, kalimat dan paragrafnya pendek-pendek. Bikin betah bacanya. Sayang, karena singkatnya itu, saya agak susah membayangkan lingkungannya. Jadi latar suasana, tempat, yg detail" itu kurang jelas. Dan yha, begitu juga dengan perasaan si karakter. Tp hei, Castor lumayan kelihatan beda sifatnya--keluhan sy buat temen-temen dan musuhnya sih.

    Wah, akhirnya kenyataan menunjukkan emang temen"nya dah mati. Ada sentuhan di bagian itu ._.

    Btw, gif-nya bagus. xD

    Titip 8

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
  14. Itu mantep banget Bangg,,,gambarnye gerak-gerak gitu canggih deh. Lucu dan seru pkoknye. Cuman aye rada blepotan baca nama-nama senjata nyang kelewat mutakhir gitu disebutnye. Sedih juga akhir ceritanye,,Bang..tapi satu yang boleh dikata nih ..gaya nulis pendek-pendeknya unik juga tuh,,walau aye rasa kayaknya bisa diseling gitu deh sama paragraf panjang dikit. Biar kagak monoton,,kalo bahasa sononye mah.

    Ponten 10 dari aye.
    Karakter : Harum Kartini

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.