Rabu, 08 Juni 2016

[PRELIM] 50 - SERILDA ARTEMIA | KESEMPATAN KEDUA

oleh : Naurah Deatrisya Gitany

--
 

"Kesempatan Kedua"

Dimulai
        Kabut, kabut, dan kabut. Semuanya samar. Tidak ada detail yang jelas. Hanya kabut samar-samar. Gadis itu memandang sekelilingnya. Tak ada tanda-tanda keberadaan orang, atau makhluk, lain di tempat itu. Hingga dua siluet muncul di kejauhan. Yang satu terlihat seperti seorang pria dewasa bermantel dan yang satunya terlihat seperti anak kecil.
        "… reveriers… Mahakarya… Alam Mimpi…," ucap salah satu dari mereka sebelum menghilang.
        Tempat itu seperti meluruh dan menghilang. Berganti dengan kegelapan tidak berujung. Gadis itu mencoba menebak maksud perkataan salah satu sosok tadi hingga hanya dapat berasumsi tadi hanyalah racauan tidak jelas… hingga muncul titik terang.


Terkepung
        "Yang Mulia, bangun! Yang Mulia, bangun!" ucap seseorang hingga membuat gadis itu terbangun.
        "Ada apa, sih, Gri?! Ini masih pagi buta dan aku masih sangat ingin tidur. Sebentar, kenapa kamu menyandang pedang?" tanya gadis itu setengah mengantuk dan kesal kepada dayangnya itu.
        "Yang Mulia, Khilyra dalam bahaya! Sekelompok pemberontak yang ingin membangun Nefar kembali akan menyerang kita hari ini. Temanku di Biro Kepenyihiran, bilang kalau Erissa bangkit lagi dari kematiannya," jawab Griselda, dayang gadis itu.
        "Gila kau! Erissa hidup lagi?! Jiwanya sudah terpecah menjadi jutaan fragmen!" bantah gadis itu, Serilda.
        "Aku juga tidak mengerti, Yang Mulia. Ada yang bilang ia hidup lagi karena simpatisannya mengadakan upacara penyatuan roh dengan badan, tapi menurutku lebih baik kita bersiap menghadapi skenario terburuk," ucap Griselda.
        "Mereka melakukan upacara penyatuan yang terlarang itu?! Sekarang cepat siapkan baju dan peralatan perangku," titah Serilda.
        "Baik, Yang Mulia," jawab Griselda sebelum bergegas mencari zirah, panah, dan perisai kulit milik atasannya itu.
***
        Serilda dan Griselda berjalan cepat sepanjang lorong istana menuju ke lantai bawah tanah. Dari panel-panel kaca di beberapa lorong, terlihat kepulan asap. Katanya dari Amaranth, ibukota Khilyra. Jarak antara Amaranth dan istana lumayan dekat sehingga jika Amaranth luluh lantak, istana akan diserang dalam waktu yang sangat dekat.
        "Yang Mulia, ada kabar bahwa beberapa mata-mata Nefar menyusup ke istana. Tandanya adalah lengkung kehitaman yang berakhir di lengan atas mereka dan hanya dapat dilihat oleh para veteran Perang Khilyra-Nefar. Ini informasi dari temanku di Biro Intelejensi," bisik Griselda.
        "Terima kasih atas informasinya, Gri. Namun, sepertinya ada aura mencurigakan di sana," bisik Serilda sambil menyiapkan belatinya.  
        "Oke, jadi tugasku adalah membunuh si Ratu dan Mata Kabut. Tenang, akan segera ku-," ucap sosok misterius itu.
        "Maksudmu apa, hah?!" seru Serilda sambil meringkus sosok itu dari belakang.
        "Ah… jadi ini si Ratu. Mirip sekali dengan Hippolyta. Tenang, jika kamu berlutut di depan Yang Mulia Ratu Erissa dan menyerahkan takhtamu, kamu akan kami biarkan tetap hidup… sebagai pengemis tentunya," hina sosok yang merupakan seorang gadis muda anggota pemberontak.
        Serilda menodongkan pisau itu lebih dekat, nyaris mengenai leher. Jelas kalau sosok ini adalah salah satu simpatisan Nefar yang menyusup ke dalam istana. Terlalu kurang ajar jika diizinkan keluar dari istana tanpa mendapat pelajaran apapun.
        "Kamu meminta aku berlutut di depan ratu gadunganmu itu?! Kau tahu, tidak pernah tercatat dalam sejarah satu orang anggota klan Artemia yang berlutut di depan musuhnya! Segera beritahu semua informasi yang kamu ketahui atau belati ini akan mengiris nadimu," ancam Serilda.
         "Tidak akan kuberitahu, Yang Mulia. Lagipula, memangnya kamu bisa mengiris nadiku, hah?" tantang gadis itu.
        Nyawa gadis kurang ajar itu mungkin sudah melayang, seandainya ingatan Serilda tentang menggorok orang lain masih jelas. Semuanya seperti hilang dengan perlahan. Sangat aneh bagi sosok yang dikenal cemerlang dalam hal ingatan.
        "Griselda, interogasi dia! Jika kamu sudah mendapat informasi, segera ke ruang rapat. Pastikan dia tidak dalam pengaruh siapapun, tidak melarikan diri, dan berkata jujur. Tidak lupa, kamu menghapus memorinya tentang hal ini. Jaga pedangmu," titah Serilda sambil berbisik.
        "Baik, Yang Mulia," jawab Griselda sebelum memulai sesi interogasi bersama gadis itu.

Rapat
        Serilda menyusuri tangga dengan cepat hingga sampai di lantai bawah tanah istana. Tempat penyimpanan suplai dan pusat pemerintahan sementara untuk saat ini. Agak gelap dan lembab, namun masih memiliki ventilasi yang lumayan dan cukup bersih.
        Serilda mencari pintu yang berhiaskan lambang tentara Khilyra, ruang rapat antara dia dengan Menteri Pertahanan dan Penasehat Peperangan. Menteri Pertahanan juga menjabat sebagai jenderal untuk pasukan pria dan Penasehat Peperangan menjabat sebagai ahli strategi dan jenderal untuk pasukan wanita.
        Serilda memutar kenop yang ada di pintu dan segera memasuki ruangan rapat. Terlampau sederhana dibandingkan ruang kerjanya. Hanya meja panjang dan kursi dari kayu serta penerangan menggunakan obor. Kedua pejabat yang bersangkutan sudah hadir menunggu kedatangan pimpinan mereka itu.
        "Aku sudah tahu kalau Nefar bangkit kembali. Banyak yang bilang kalau Erissa juga berhasil dihidupkan kembali. Apakah ada perkembangan dari peperangan?" tanya Serilda.
        "Kami sudah menempatkan pasukan pemanah di atap istana. Pasukan pengguna pedang juga sudah siap di balik setiap gerbang benteng. Untuk pengguna sihir, kami meletakkan mereka di daerah dekat istana dan di sekeliling ruang takhta agar Erissa tidak menjadi ratu Khilyra, tanda pendudukan dan aneksasi, secara de facto," jelas Penasihat Peperangan, Cassida Bellonia.
        "Maaf, Yang Mulia. Saya sudah mendapat kabar bahwa diperkirakan pasukan pemberontak Nefar akan sampai dalam waktu sekitar 5 menit. Ada baiknya kita segera bersiap akan hal yang terburuk, Yang Mulia," ucap Menteri Pertahanan, Alastair Aresi.
        "Apa?! Mereka sudah nyaris sampai istana? Sekarang, kalian siapkan pasukan kalian dan kita akan berperang habis-habisan dengan mereka," titah Serilda sebelum Griselda datang membawa kabar.
        "Yang Mulia, saya… tidak berhasil mendapat… informasi dari… gadis itu… ia kehilangan kesadaran. Namun, dari jendela… saya melihat… para simpatisan Nefar… sudah ada yang memasuki… taman istana!" ucap gadis berambut abu itu sambil terengah-engah.
        "Sudah memasuki taman?! Kalian berdua, segera laksanakan perintah!" titah Serilda sebelum meninggalkan ruangan rapat. "Griselda, kamu berjaga di posmu. Aku bisa menjaga diriku, kok."  

Pertempuran Istana Khilyra
        Serilda segera berlari menuju atap istana. Pemimpin pasukan pemanah segera memberi hormat. Serilda membalas hormat dari komandan pasukan memanah dan mencoba mengamati situasi dari salah satu bagian atap.
        "Callisto, sepertinya panah yang kita pakai agak kurang efektif. Segera ganti semua anak panah ini dengan yang bermata seperti ini," ucap Serilda sambil memberikan salah satu anak panahnya. "Mereka tahu mantra duplikasi, 'kan?"
        "Baik, Yang Mulia," jawab Callisto, komandan pasukan pemanah.
        "Bagus," ujar Serilda sebelum kembali ke dalam istana.
***
        Suara jeritan para dayang istana yang bertugas di lantai bawah terdengar jelas. Intuisi Serilda berkata kalau pasukan pemberontak sudah memasuki istana. Serilda segera menuruni tangga hingga ke lantai dua yang memiliki balkon di dekat gerbang masuk.
        Serilda segera menyiapkan panahnya dan memasang kuda-kuda. Matanya harus jeli untuk melihat mana kawan dan mana lawan. Genggaman tangannya juga harus kokoh agar anak panah bisa melesat tepat sasaran, seperti yang ia lakukan saat Perang Khilyra-Nefar.
        Beberapa orang prajurit berhasil ia lumpuhkan, atau mungkin bunuh. Namun ada banyak yang lolos dan sepertinya mengarah ke ruang takhta. Meskipun sudah dijaga dengan lingkaran sihir dan beberapa petarung sihir, ruang takhta masih dapat dibilang sebagai titik terlemah di istana. Seperti jantung bagi seorang manusia.

Ruang Takhta
        Benar saja, saat Serilda sampai di ruang takhta. Sedang terjadi pertarungan sengit antara para pemberontak dan petarung sihir. Ya, hanya satu yang tersisa dari 8 orang yang mendapat tanggung jawab untuk menjaga lingkaran sihir. Sangat berbanding terbalik meski petarung sihir yang tersisa memiliki kekuatan dari ketujuh kawannya yang sudah gugur.
        Sekali lagi Serilda menyiapkan panahnya dan memasang kuda-kuda. Perisai kulit yang ia bawa dihadapkan ke belakang untuk menghindari serangan assassin yang tidak dapat diduga. Setiap panah yang ia lepaskan cukup untuk melumpuhkan seseorang dan membuat orang tersebut mati kehabisan darah jika panah itu dicabut paksa.
        Ia bisa saja menambah kefatalan panahnya dengan membubuhkan racun yang ada di gelangnya, namun entah kenapa ada rasa enggan yang lama kelamaan membuatnya lupa. Lagipula panah tanpa racun sudah cukup mematikan.
        Semuanya penyerang sudah berhasil ia lumpuhkan, namun tidak sebelum petarung sihir yang terakhir mati. Kini ruang takhta menjadi sangat rawan terhadap penyerangan oleh Erissa, walau Serilda tidak tahu apakah wanita itu memang hidup kembali atau hanya sebagai gelar untuk pemimpin baru Nefar. Ya, Nefar dan Khilyra sama-sama memiliki sistem pemerintahan matriarkis.
        Serilda membuka pintu raksasa ruang takhta setelah bertahun-tahun tertutup. Sebuah singgasana beledru menjadi pusat ruangan. Di dinding ruangan terdapat lukisan-lukisan para ratu beserta patung mereka. Sebuah altar yang didedikasikan untuk Dewi Artemis ada di dekat singgasana dan ada kursi-kursi empuk untuk para tamu kehormatan setiap ada upacara khusus.
        Namun, Serilda merasa ada hal yang aneh di belakangnya. Benar saja, seperti ada bayangan-bayangan berbentuk burung gagak yangmulai menjelma menjadi sebuah sosok. Sosok wanita yang Serilda benci lebih dari para menteri-menteri paling pemalas di parlemen. Erissa Daimona dari Nefar.
        "Akhirnya kita bertemu lagi, Serilda," sapa wanita itu dengan sedikit tekanan di kata "Serilda". "Lama tidak bertemu."
        "Mau apa kau?! Bahkan sejengkal tanah pun tidak akan aku berikan padamu, Pembunuh Ibuku," tantang Serilda sambil menyiapkan panahnya.
        "Singkat saja, takhtamu," ujar Erissa sebelum mengeluarkan semburan api dari tangannya.
        Sial, aku baru ingat kalau Erissa jago sihir, batin Serilda setelah berhasil menghindar.
        Ruang takhta memiliki mekanisme pertahanan dari sihir. Segala jenis karya seni dan patung para ratu akan selamat tanpa bekas jika diserang dalam tingkat tertentu, begitu juga dengan dinding dan karpet. Namun, untuk beberapa benda, gelombang kejut akan diterima dan benda tersebut bisa hancur jika gelombangnya cukup intens.
        "Diam kau, Jalang. Akan kubalaskan dendam keluargaku padamu. Jangan harap aku akan berbelaskasih padamu, Erissa," ancam Serilda sebelum menembakan panah pertamanya.  
        "Coba saja. Kau pikir kamu dapat melukai seorang Erissa Daimona?" tantang Erissa sebelum menghilang.
        Belasan anak panah melayang ke arah Erissa namun Erissa selalu dapat menghindar dengan kekuatan teleportasinya. Anehnya, Erissa seperti tidak dapat berpindah ke ruangan lain. Entah apa yang ada di dalam pikiran Erissa.
        Serilda mencoba memanah dari celah di antara dua kursi. Dengan hati-hati, Serilda membidik Erissa yang sedang menjelma setelah berteleportasi. Panah itu terlepas dari busurnya dan mengarah langsung ke Erissa. Namun, Erissa segera menghilang. Serilda heran melihat hal itu.
        "Kamu pikir kamu bisa membunuhku dengan mudah, Serilda?" bisik sesosok wanita di belakang Serilda.
        Bulu kuduk Serilda berdiri namun badannya seperti membeku. Ketika ia menengok ke belakang, Erissa memandangnya. Hanya dalam sepersekian detik, Erissa menutup mata Serilda dan membawanya berteleportasi.

Memori Kelam
        Ketika kesadarannya berangsur-angsur kembali, Serilda menyadari tentang apa yang terjadi. Ia berteleportasi bersama Erissa dan berakhir terbelenggu di singgasananya sendiri. Ia mencoba untuk membebaskan dirinya namun belenggu sihir yang menahannya sangat kuat. Erissa hanya menatap sanderanya itu dengan senyuman mengejek.
        "Lepaskan aku, Jalang! Lepaskan!" seru Serilda sambil meronta-ronta melepaskan diri.
        "Tidak semudah itu, Serilda. Serahkan takhtamu dan aku akan melepaskanmu," ucap Erissa sambil mendekatkan wajahnya.
        "Takhta?! Mimpi apa kamu semalam, Pembunuh Ibuku?" tantang Serilda setelah meludahi wajah Erissa.
        "Sepertinya Hippolyta lupa mengajarimu untuk berlaku sopan kepada bibimu ini. Lagipula, jika bukan karena kamu ibumu tentu masih hidup saat ini," ejek Erissa sambil mengelap ludah di wajahnya.
        "Apa maksudmu?!" tanya Serilda.
        "Kamu sudah lupa? Jika bukan karena kamu, ibumu tidak akan mati, Sayang," jawab Erissa sambil membelai pipi Serilda dan menatap netranya untuk mengakses pikiran. "Akan kuceritakan padamu. Dengar baik-baik."
***
        Seorang wanita dewasa terbelenggu di kursinya. Hanya lampu temaram yang membantu penglihatannya. Ia tahu dengan jelas di mana ia berada saat ini. Ruang interogasi di lantai bawah tanah kastel adiknya. Ia meronta namun ia tidak dapat melepaskan dirinya.
        "Akhirnya kita bertemu lagi, Kak," sapa seorang wanita bergaun merah darah.
        "Apa maumu sekarang, Erissa?" tanya wanita itu.
        "Hal yang sederhana, Hippolyta. Sebuah pertukaran sederhana. Penjaga, bawa gadis itu," jawab Erissa, yang kala itu masih lumayan muda.
        Dua orang penjaga masuk ke dalam ruangan itu membawa seorang gadis muda yang masih dalam baju perangnya. Gadis itu langsung terduduk di lantai saat kedua penjaga melepas genggaman mereka. Ia separuh sadar dan sepertinya baru diinterogasi, dengan selingan berupa penyiksaan tentunya.
        "Apa yang kamu inginkan, Erissa?! Lepaskan putriku!" seru Hippolyta.
        "Mari buat sebuah kesepakatan dulu baru aku akan menentukan takdir putrimu," ujar Erissa dengan senyuman licik.
        "Sekali lagi aku tanya, apa yang kamu inginkan, Erissa?" tanya Hippolyta menahan nafsunya untuk menghabisi adik kandungnya itu.
        "Jujur saja, aku sangat iri denganmu. Ibu menjadikanmu penerus beliau sebagai pemimpin para Amazon. Kamu juga ingat bahwa aku cinta mendiang suamimu itu sehidup semati. Namun, kau malah merebutnya dan menjadi ratu Khilyra dan aku hanya berakhir jadi selir si Setan Tua Bangka. Yang aku inginkan adalah kamu menyerahkan nyawa dan takhtamu atau putrimu yang cantik jelita ini mati di tanganku," jawab Erissa.
        "Biar aku klarifikasi. Jika bukan karena dulu dia melamarku, aku tidak akan menikahi mendiang suamiku. Jika bukan karena Ratu Penthesilea, nenek kita, memilihku, aku juga tidak akan mau menjadi seorang ratu. Aku tahu kalau semua hal ini terjadi karena aku, jadi akan kuserahkan nyawaku," jelas Hippolyta.
        "Ibu, lebih baik aku saja yang mati! Seharusnya aku lebih teliti saat merencanakan semua hal dan memastikan tidak ada pengkhianat ataupun mata-mata di pasukan Khilyra. Ini semua salahku. Lebih baik aku saja yang mati daripada Ibu," seru Serilda, tentunya yang masih muda saat itu, ketika ia mendengar perkataan ibunya.
        "Tidak, Nak. Orangtua harusnya mati lebih dulu daripada anaknya," ucap Hippolyta menanggapi ucapan anaknya, "Erissa, keputusanku sudah bulat. Aku yang akan menyerahkan nyawaku. Namun untuk takhta, Serilda akan tetap mewarisi Khilyra."
        "Baiklah kalau begitu, Kak Hippolyta. Penjaga, bawa mereka ke sel masing-masing!" titah Erissa sebelum para penjaga membawa ibu dan anak itu ke sel masing-masing.

Di Atas Angin
        Perlahan Erissa mengambil busur dan anak panah Serilda dan membidik jantung Serilda. Serilda masih terjebak dalam ilusi yang dibuat Erissa. Dengan perlahan Erissa menarik tali busur hingga kencang dan memastikan kalau panah itu akan tembus hingga ke jantung Serilda. Senyuman licik tersungging di mukanya.
        Di balik pintu seorang gadis berambut abu-abu mengintip ke dalam ruang takhta. Firasat yang membawanya ke tempat itu. Ia memasuki ruang takhta sambil mengendap-endap agar Erissa tidak menyadari kedatangannya.
        "Katharizo!"  seru Griselda  yang sontak menghentikan pengaruh sihir Erissa
        Erissa menengok ke arah Griselda dan mengumpulkan kekuatanb untuk melawan sesama pengguna sihir, walau Griselda kadang menggunakan senjata biasa. Serilda segera mendorong Erissa hingga terjatuh dan mengambil senjatanya.
         "Mau ke mana lagi, Erissa?" tanya kedua gadis itu bersamaan.
        "Kalian pikir kalian bisa mengalahkanku, hah?" tantang Erissa.
        Kilatan-kilatan sihir dan anak-anak panah melintasi ruangan. Perisai Catalana milik Serilda sampai rusak parah. Nyaris tidak dapat digunakan karena memang dasarnya tidak dibuat untuk menghadapi serangan sihir. Erissa sendiri terlalu cepat berpindah untuk diserang secara akurat. Setidaknya Serilda tidak akan kehabisan anak panah dalam waktu dekat berkat kekuatan duplikasi Griselda.

Demi Negeriku
        Pertarungan ketiga wanita itu masih sangat sengit. Walau kadang Serilda atau Griselda mendapat luka kecil, mereka masih dapat terus bertarung karena sama-sama memiliki kekuatan regenerasi. Hal yang aneh mengingat mereka, menurut Serilda, bukanlah kerabat. Namun Serilda sendiri tidak peduli.
        Serilda dan Griselda terus berupaya menyerang Erissa. Mereka memang sudah berlatih mengenai skenario ini berkali-kali sejak awal mas pemerintahan Serilda. Namun, perlahan namun pasti, stamina mereka mulai berkurang. Setidaknya kemampuan regenerasi mereka agak membantu dalam kondisi seperti ini, walau prosesnya agak lambat.
        Gila! Staminaku berkurang drastis entah kenapa. Rasanya seperti mau mati. Aku tidak tahan. Maafkan aku, Ibu. Mungkin bukan hari ini, keluh Serilda dengan sisa staminanya.
        "Yang Mulia, kita masih bisa menang! Jangan menyerah dahulu! Ini demi negeri ini!" seru Griselda dengan terengah-engah.
        "Diam kamu, jika kamu masih ingin hidup!" ancam Erissa.
        "Lebih baik mati daripada jadi budakmu, Erissa!" seru Griselda.
        "Oh, jadi kamu lebih ingin mati. Jika itu keinginanmu, baiklah, kau akan mati namun kematianmu tidak akan aku buat mudah, Griselda," ujar Erissa sambil mendekati Griselda. "Agonia!"
        Rasa sakit tidak tertahankan menjalar di tubuh Griselda yang terkapar karena kekuatan mantra itu. Rasanya seluruh saraf pendeteksi rasa sakit milik Griselda diaktifkan dalam waktu yang bersamaan. Terkadang rasa sakit itu berhenti sebentar dan kembali berlanjut ketika kilatan sihir keluar dari jari Erissa.
        Sakit… Yang Mulia, tolong…, batin Griselda dalam kesakitannya.
        Serilda tahu kalau ia harus bertindak. Demi nyawa kaki tangan yang sudah ia anggap sebagai adik dan demi negerinya. Ia sendiri terlalu lemah jika harus menghadapi Erissa sendiri, mengingat mekanisme sihir ruang takhta tidak mengizinkan seorang prajurit untuk masuk jika lingkaran sihir di luar ruang takhta tidak aktif.
        Setelah merasa memiliki cukup stamina untuk bertarung, Serilda menyiapkan busur dan anak panahnya. Setidaknya akan cukup untuk mengalihkan perhatian Erissa dan, jika Griselda bisa menggunakan kekuatan sihirnya, membalikkan anak panah itu ke arah Erissa dan membunuh wanita itu.
        "Erissa Daimona?" panggil Serilda sambil mengarahkan panahnya.
        Ketika Erissa menengok, Serilda melepaskan panahnya. Erissa bisa saja menjelma menjadi bayangan-bayangan berbentuk burung gagak dan kabur, namun tangan Griselda, yang berangsur-angsur pulih, menahannya dari berubah wujud.
        "Reflecto sagittae," ujar Griselda pelan sambil menunjuk panah Serilda dan memutar jalur anak panah tersebut.
        Erissa tidak menyadari kalau anak panah yang nyaris membunuhnya akan berputar arah kembali kepadanya. Genggaman Griselda masih cukup kuat walaupun gadis itu nyaris pingsan. Kombinasi kedua hal itu menyegel takdir Erissa. Ia akan mati di tangan kemenakannya sendiri.
        Serilda berjalan menuju ke arah bibinya yang terkapar dengan anak panah menancap di dadanya. Misi Serilda untuk menjaga kedaulatan negerinya selesai, namun ia akan menambah satu dua hal untuk memuaskan sisi gelapnya, sisi pendendamnya.
        "Maafkan aku, Bi. Namun dosamu terlalu besar untuk kuampuni. Demi rakyatku, prajuritku, dan keluargaku, rasakan pembalasanku, Erissa Daimona!" bisik Serilda kepada Erissa yang sekarat itu.
        Perlahan Serilda menggapai anak panahnya dan akan menggunakan fitur paling mematikan dari panahnya: mata panah yang tidak dapat dilepas. Serilda tahu jelas kalau anak panah itu dicabut paksa secara utuh, maka akan terjadi pendarahan luar biasa dan kematian yang menyakitkan. Kombinasi yang ia anggap pantas bagi seorang pelaku genosida.
        Dengan segenap tenaga yang masih tersisa, Serilda mencabut anak panahnya dengan paksa. Teriakan Erissa menggema ke seluruh ruangan saat sedikit daging, saraf, dan kulitnya terbawa oleh anak panah yang tercabut. Wanita itu meregang nyawa dengan luka menganga di dadanya. Menyamai gaun merah darahnya.
        "Sampai jumpa, Bi," ucap Serilda saat melihat tubuh Erissa terpecah menjadi jutaan fragmen kembali, tanpa kesempatan untuk hidup untuk yang ketiga kalinya.

Semuanya Baru Dimulai
        "Sebentar. Ada yang aneh. Sejak kapan ada yang namanya upacara penyatuan roh dan sejak kapan ada orang-orang yang menginginkan Nefar jaya kembali? Dan aku… telah membunuh orang lagi. Ya ampun! Apa yang terjadi dengan otakku ini? Apa aku hanyalah seorang wanita gila sekarang?" tanya Serilda kepada dirinya sendiri.
        Gadis itu bingung dengan keadaannya sendiri. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, Griselda, dan sekelilingnya. Aneh dan… sinting. Itu yang dirasakan oleh Serilda. Ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak membunuh lagi namun sekarang ia telah membunuh bibinya sendiri yang ia tahu telah mati.
        Dua pendar cahaya membentuk wujud dua sosok familiar bagi Serilda. Seorang wanita paruh baya dengan muka yang terlihat muda dan sesosok lelaki seumuran dengan Serilda yang memiliki rambut cokelat tua dan wajah, yang banyak wanita anggap, tampan. Hippolyta dan Alexander. Ibu kandung dan tunangan Serilda.
        "Nak, akhirnya kita dapat bertemu lagi setelah sekian lama. Ibu dan Alexander ada di sini untuk menyampaikan sedikit pesan kepadamu," ucap Hippolyta sambil membelai kepala Serilda lembut.
        "Aku tahu kamu merindukan aku dan ibumu. Namun, aku tidka akan berbasa-basi di sini. Ini adalah awal dari perjuanganmu untuk mengubah takdirmu. Perjalanan ini adalah kesempatan keduamu. Manfaatkan dengan baik, ya. Namun untuk sekarang, nikmati perjalanan ini. Sampai jumpa," jelas Alexander sebelum menghilang bersama dengan bayangan Hippolyta.
        Perlahan sekeliling Serilda seperti menghilang dan berubah menjadi suatu ruangan putih yang tidak berujung. Di sana terdapat 2 sosok makhluk menunggunya dan satu ekor… domba? Griselda masih ada di dekat Serilda walau kesadarannya belum pulih. Rasa ingin tahu mendorong Serilda untuk mendekati kedua sosok tersebut.
        "Selamat, Kak. Kakak berhasil melewati cobaan pertama. Ini domba untuk Kakak," ujar sosok anak kecil berkepala bantal sambil menyerahkan seekor domba imut.
        "Masih akan ada beberapa babak selanjutnya sebelum impianmu terwujud. Selamat berjuang. Ngomong-ngomong, namaku Mirabelle dan ini Ratu Huban," ujar sosok gadis berambut merah di dekat makhluk berkepala bantal.
        Sepertinya kegilaannya dimulai dari sekarang, batin Serilda.
~BERSAMBUNG~


23 komentar:

  1. Hmm. Secara umum lumayan menarik, tapi ada yang mengganggu aja secara logika. Istana (saya memandangnya sebagai kastil a la Eropa abad Pertengahan) terlalu cepat jatuh, yang menurut kurang begitu mungkin kecuali memang pihak musuh beroperasi di ibu kota itu sendiri. Pasukan yang dikerahkan juga terbilang... kecil? Atau tidak kompeten? Nampaknya seperti ada faktor lain yang nggak bisa saya liat dari paparan ini aja. Di bagian akhir juga koreografi pertarungannya agak kendor. Saya jadi nggak jelas siapa lagi ngapain.

    Walaupun begitu, masih ada yang bisa digali dari dunia yang sedang dibangun. Masih ada pengembangan karakter yang bisa dilakukan. Konflik ini juga masih bisa dikembangkan.

    Masih ada waktu.

    6/10
    Nazhme Kaikhaz
    Writer Nightpen

    BalasHapus
  2. Sebenernya entri ini lumayan menarik, pertama karena oc yang mainan long-range, kedua karena langsung disuguhin situasi pemberontakan yang udah sampe ke istana. Background dan kemampuan Serilda juga cukup kegambar jelas

    Cuma mungkin poin minusnya karena suasana hectic serangan ke istana itu berasa sekelebat aja. Begitu udah lawan Erissa, kayaknya jadi fokus di satu ruangan aja. Padahal mungkin bisa lebih epik kalo kekacauannya dieksplor

    Nilai 7

    BalasHapus
  3. Begitu baca, yang pertama kali saya notis adalah ... narasinya. Ini, entah saya aja yang merasa atau bukan, agak mengingatkan dgn novel ... terbitan Fantasteen //yea. Tapi itu nggak mengesankan keburukan. Cuma impresi pertama aja.

    Saya lumayan suka konsepnya. Pemerintahan yg matriarkis, pejuangnya cewek-cewek. Unik juga. Dan Serilda juga lumayan tergambar jelas. Keren juga bayangin cewek-cewek tempur--apalagi kalo yg dilawan berupa kerajaan patriarki //plak

    Sayang aja, sama kek kata suhu-suhu di atas, potensi ke-epic-an agak disia-siakan dgn pemberontakan yg sifatnya selintas doang. Coba kekacauannya dideskripsiin dlm beberapa paragraaaf aja. Kayak darah bertumpah, kepala-kepala terbang, kelebatan sinar berseliweran di udara mengincar jiwa, begitu. Mungkin jadi mantep.

    Jadi saya titip 7.

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
  4. ?! ?! Italic. Sering banget lihat itu selama baca. Yang ganggu italicnya itu loh. Kenapa pakai italic buat panggilan? Mungkin itu gaya penulis, tapi saya kurang sreg lihatnya.

    Konflik keluarga kerajaan yang terkesan epic, dan perpindahn tempat yang teratur jelas menjadi nilai plusnya. Tapi ceritanya terlalu singkat.

    Katanya ada pertempuran besar yang terjadi, tapi kok tempurnya sama Erisa aja. Kemana bala bantuan Erissa? Si Serilda aja dibantu Griselda masa lawannya enggak. Ini perang besar buat ngerebut kerajaan kan?

    6 dariku
    -=AI=-

    BalasHapus
  5. Kalau masukan dari saya, ga jauh sama tmn2 di ats sih, cuma lebih dari segi kengerian daripada kekacauan. Pasalnya, entri ini terasa lumayan cerah-cerah saja walaupun ada perang. Jadi mungkin bisa lebih ditambahkan rincian seperti gimana perasaan para karakter di sana, atau tindakan antisipasi mereka di tengah keadaan perang. Juga, kengerian pertarungan utama Serilda; seberapa parah akibat yang timbul kalo Serilda kalah.

    On a more positive note, sejak awal baca narasinya udah bisa nuntun gimana situasi yang ada di cerita. Gimana settingnya istana sentris dengan berbagai keperluan kerajaan yang Serilda sadari dan hadapi udah cukup terkoneksi. Battlenya pun bisa menghadirkan ketegangan tersendiri. Sehingga.

    7/10

    PUCUNG

    BalasHapus
  6. Oke, komentar dimulai.

    Jadi entri Serilda ini epik juga keliatannya.

    Tapi eksekusinya kurang epik. Selain kurangnya pemanfaatan situasi dan kondisi, saya rasa narasinya juga terlalu... optimis :s

    bukan berarti harus disuramkan sih. tapi ya namanya keadaan perang besar berarti harusnya lebih kacau. Ya kurang lebih masukannya sama dengan teman-teman.

    Premis cerita dan karakternya Serilda nilai plus tersendiri. Karena tida banyak yang pilih alignment Crusader, dan tantangannya terlaksana dengan baik.

    Saya titip 8 buat Serilda ya.

    Salam Sejahtera dari Enryuumaru dan Mbah Amut

    BalasHapus
  7. Entah kenapa aku ngerasa alurnya kecepatan... terus suasana perangnya kurang digambarkan jelas jadi berasa "lewat" aja...

    Lebih intens ke pertarungan Serilda ft Griselda vs Erissa mungkin,

    Aku kasi 7 deh~ XD

    Sign,
    Lyre Reinn,

    OC : Eve Angeline

    BalasHapus
  8. Yep, kurangnya ada di dua aspek. Kondisi pemberontakan yang terkesan selintas begitu saja dan penarasian yang tak menggambarkan suasana mencekam sperti halnya suasana pemberontakan.

    Mungkin bisa dijelaskan suasana pertempuran di luar kastil bagaimana, atau tempat-tempat tertentu di dalam kastil dengan Serilda yang tentu membantu prajurit-prajurit yang sedang bertempur.

    Dan selebihnya tentang suasana sudah dijelaskan oleh Pucung dan Mbah Amut.

    Nilai 7

    OC: Alexine E. Reylynn

    BalasHapus
  9. sayang sekali aku tidak melihatnya beraksi di atas kuda
    vvell
    lnajut revievv
    serlida ketiduran lalu masuk alam mimpi. kukira ini bukan peyerangan tapi lebih ke pemberontakan. Serlida ke ruang rapat bertemu petinggi buat ngatur pertahanan. Pergi ke pos masing masing dan... pertahanan runtuh. Serlida sendirian ke ruang tahta. dan.... jendralnya kemana ini? jendralnya mati. sisanya pertarungan epik antara ratu dan bibinya

    > challange... check (melindungi griselda kan?)
    > gaya bertarung masih samar-samar

    1. yang menggangguku adalah ini lebih cocok ke pemberontakan. jendralnya ada mati. ga ada yang bisa mengetahui kelemahan kelemahan kastil selain orang dalam... kan? tapi itu gamasalah. memang sudah digambarkan ada mata mata di dalam istana
    2. Narasinya... vvaktu bertarung yang sangat disayangkan. Seharunya bisa jadi adu sihir dan besi yang epik. tapi deskripsi koreografinya yang kurang. jujur saya kurang bisa bayangin. mungkin bisa ditambah panah melesat, tali busur bergetar, bola api meledak, tembok magis biru transparan dengan ukiran petagon... apapun itulah, menggelinding, melompat, nyaris terpanah, akan terlihat lebih keren

    so 3 poin minus
    buat aku sih masih 7/10
    kedepannya masih bisa lebih keren kalau bisa mendreskripsikan 'siapa sedang apa' dengan lebih ekspresif

    OC: Zia Maysa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serilda memang jarang mengadakan open house, kecuali pada momentum tertentu. Narasi, ya. Memang agak susah bikin adegan battle karena senjatanya long range (sebenarnya Griselda nyandang pedang cuma tidak dipakai karena tidak ada yang ingat cara berpedang dan keduanya juga sedang malas memakai pedang).

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  10. ceritanya menarik tentang pemberontakan dimana pihak Serilda yang jadi pihak yang diserang.

    disini skenarionya udah bagus dimana udah dijelaskan daerah sekitar istana diserang dulu baru istananya. tapi sayangnya eksekusi jalan ceritanya terlalu singkat. jadinya terkesan "numpang lewat". harusnya bisa dijelasin apa saja yang terjadi saat pemberontakan. bukan diserang terus ngelawan main boss.

    well, nilai dari saya 7. semoga sukses..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya harus benar-benar belajar lagi untuk narasi. Semoga tidak jatuh di lubang yang sama.

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  11. Karakter Serilda ini unik, seorang ratu Amazon yang tegas dan pemberani. Walaupun demikian, dalam cerita ini karakterisasi Serilda sendiri belum begitu mencolok. Mungkin karena narasinya yang terkesan melompat-lompat, tidak terlalu runut dan beberapa kalimat bahkan sulit untuk dimengerti kalau tidak dibaca dua kali atau lebih.

    Pertarungan dalam ruang singgasana pun terkesan cepat banget, narasinya kurang mungkin ya? Kurang terasa suasana peperangan penuh dengan prajurit, jadi kurang kebayang aja.

    Btw, Serilda dan Griselda itu hampir mirip pelafalannya, saya sering ketuker-tuker.

    Oke, skor dari saya 7

    Naer Sisra
    OC: Ulrich Schmidt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masalah di narasi akan aku coba rapikan. Ngomong-ngomong, nama mereka memang mirip karena termasuk nama dalam bahasa Jerman (meskipun untuk Serilda ada arti dari bahasa Yunani) dan artinya prajurit wanita. Kenapa mirip? Nanti akan saya kasih tahu.

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  12. ...ane bingung harus komentar apa untuk entry ini.

    Dibagian obrolan, narasinya ga lengkap sampai kurang paham kejadiannya. Dari cerita ratu Erissa kukira itu flashback. Eh, ternyata itu adegan asli?

    Banyak narasi yang ke-skip gitu aja. Mungkin karena narasinya yang kurang.
    Padahal dari segi karakter dan cerita ini cukup bagus. Cukup.

    Sayang penjelasannya terlalu.. uhh..
    ----------------
    Rate = 6
    Ru Ashiata (N.V)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke. Jadi ada masalah di narasi. Semoga bisa aku perbaiki.

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. Entrinya dari appetizer langsung masuk ke dessert.

    Malah rasanya ini kayak necessary kill dibanding Protect the people.

    Fokus Lawful.goodnya berubah.

    Still a good story tho.

    6/10 is good for this.

    Nibelhero |Wamenodo Huang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya harus bikin main course yang enak, nih. Awalnya mau pakai forgive the enemy, malah terlalu bertele-tele dan porsinya Serilda berkurang. Lagipula, dia mencoba ngelindungin negerinya, dan nyawanya, dari si Erissa.

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  15. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  16. sebagian besar udah disamapaiin oleh para komentator di atas.
    porsi utk battlenya terbilang sedikit dan juga kadar epiknya sedikit, bukan berarti harus ada sihir menyambar di mana2

    saran keepikan yg bisa diselipkan di entri ini dariku ialah mgkn pas battle berlokasi di dalam istana yg sedang rubuh dengan puing2 berjatuhan dan mereka masih tetap saling menyerang, di mana selain berurusan dgn lawan, mereka jg hrs berurusan dgn istananya sendiri.

    jika oc tak memiliki kemampuan epik, maka ciptakan saja latar yg epik, sekian dariku untukmu.

    7

    Samara Yesta~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jujur, saya sendiri agak menyesal bikin karakter memanah dan malah memakai setting indoor. Untuk ruang takhta, ruangan itu memang diatur sihir jadinya tidak bisa hancur tapi usulmu boleh juga.

      Makasih sudah mampir~

      Hapus
  17. pacenya terlalu cepat..

    konsep long-range itu perlu diacungi jempol. cos saya sendiri gak pernah ambil, apalagi yang sitasinya skala kolosal. saya gak kuat dalam pembagian fokus karakter.

    tp ekskusinya musti dipercantik lagi. di R1, ada kemungkinan Serilda bisa bersinar cos udah ada bocoran OC terlibat dalam kekisruhan :v

    7

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.