Secarik kertas bergambar masih di genggam Ara yang terbaring lelah menatap langit. Tak jauh darinya, seekor panda berukuran normal tengah memakan batang bambu tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis tersebut. Sebuah fakta bahwa orang tua yang merawatnya bukanlah orang tua kandungnya membuatnya sedikit banyak berfikir untuk pergi ke planet asalnya. Planet Terra. Planet tersebut hanya berjarak sekitar 900 milyar tahun cahaya dari bumi. Namun bisa dicapai dalam waktu beberapa hari, jika keberuntungan berpihak padanya, ia bisa dengan mudah menenggelamkan diri dalam segitiga bermuda di Samudera Atlantik. Jika ia berhasil sebuah portal akan terbuka dan penjaga portal yang akan melemparnya ke dimensi lain, yaitu Planet Terra.
Namun ia yakin kedua orang tuanya tak akan mengijinkannya pergi kemanapun. Sejenak Ara mencoba menutup matanya, mencoba menghilangkan penat dalam pikirannya. Belum sampai semenit ia menutup matanya, suasana di hutan berubah. Suara kicau burung dan nyanyian serangga terhenti. Bahkan desau angin pun seolah tak berhembus. Dengan segera ia bangkit dan menghampiri Harchi yang juga menghentikan acara makannya. Mereka memandang ke segala arah. Mencari penyebab keheningan disana.
Sebuah suara halus terdengar, suara wanita yang berkata lirih nan sayup
Beranikah kau bermimpi?
Suara tersebut terus terdengar, sayup namun lama kelamaan terdengar semakin jelas seiring dengan datangnya kabut ungu dari dalam hutan.
Beranikah kau bermimpi?
"Hey! Siapa disana?"
Beranikah kau bermimpi?
Beranikah kau bermimpi?
kabut berwarna ungu tersebut maknin mendengar, begitupun suara tersebut terdengar semakin lantang. Ara menggenggam tangan Harchi ketika kabut itu semakin dekat. Setidaknya, dia tak ingin berpisah dengan keluarganya. Ketika kabut tersebut menerpa, Ara merasakan ngantuk yang teramat sangat. Tak lama mereka berdua terlelap dan terlempar ke alam mimpi
**
Dua makhluk nampak tergeletak di bawah pohon Rery. Satu gadis remaja dan satu lagi seekor panda yang agak gendut. Sesosok lain menyerupai wanita dengan kepala bantal nampak asyik menatap hasil selfie yang di lakukannya melalui ponsel pintar milik Ara. Entah apa yang membuatnya begitu tertarik dengan ber-selfie ria. Padahal tak banyak gaya yang bisa ia lakukan dengan kepalanya yang berbentuk bantal tersebut.
sebuah buah Rery yang berbentuk menyerupai apel berwana orange jatuh tepat diatas kening Ara. Membuatnya terbangun dan berteriak cukup nyaring untuk mengagetkan wanita bantal yang masih asyik dengan smartphone ditangannya.
"Hey, kau sudah bangun?"
"Kau siapa? Kepalamu aneh? Dan hey… itukan handphoneku! Maling lu ya?"
"eh, bu-bukan. Aku bukan maling? Namaku Ratu Huban. Kau berada dialam mimpi sekarang. Dan aku punya tugas untukmu."
Alam mimpi? Ara melihat di sekelilingnya dan menyadari satu hal. Dia sudah tak lagi di desa. Entah tempat apa ini yang di penuhi buah warna warni serta ada banyak gua disini. Gua yang nampak bercahaya, dengan banyak warna. Ada gua yang memancarkan cahaya biru, ungu, juga merah dan warna lainnya.
Wanita berkepala bantal yang mengaku bernama ratu huban tersebut memberikan tugas kepada Ara dan Harchi untuk menemukan pemanah tampan serta boneka beruang lalu membunuhnya. Jika dia berhasil maka Ratu Huban akan mengabulkan dua permintaan Ara.
"Sudah jelas bukan? Jika kau berhasil maka aku akan kembali kesini membawamu kedunia nyata dan mengabulkan permintaanmu. Tapi aku ingin meminjam handphone mu dulu selama kau bertarung. Oke?"
" hey tunggu! Jangan acak- acak aplikasi milikku!"
Ara segera membangunkan Harchi dan menjelaskan apa yang terjadi. Mereka berdua myusuri hutan tanpa arah dan tujuan. Sesekali Ara memanah buah-buahan yang aneh dan mencoba memakannya. Dimulai dari buah berbentuk chery namun memiliki rasa yang pahit, sampai buah menyerupai semangka yang memiliki rasa manis walau isinya berwarna hitam. Dibawah sebuah pohon yang memiliki buah semacam durian namun berbentu hati dengan kulit berwarna merah marun. Ara dihadang oleh seorang pemuda tampan berambut putih yang menatap Ara dengan curiga.
"Siapakah kamu? Kenapa berada di area terlarang? Apa kau tidak membaca peraturan planet Terra yang mengharamkan kedatangan siapapun kesini?"
Terra? Otaknya berputar menghafalkan kata yang baru saja ia dengar. Tak dapat dipercaya bahwa ia berada di planet Terra. Planet kedua orangtuanya, planet asalnya. Tapi tunggu? Area terlarang?
"maaf sebelumnya atas kelancanganku. Tapi apa maksudmu dengan area terlarang? Memangnya ada apa disini sehingga kalian tak diperbolehkan datang kesini?"
"Kau orang baru ya? Disini kan pertambangan batu mulia. Tak ada penduduk Terra yang diijinkan untuk datang kemari selain para manusia bumi bodoh dan juga para pelanggar aturan."
Banyak pertanyaan yang ingin Ara lontarkan. Namun tanpa tedeng aling-aling pria yang baru dikenalnya yang bernama Astreflika menjelaskan panjang lebar tentang segala hal mengenai planet Terra dan penduduknya. Sedikit banyaknya ia mengetahui segala macam tetekbengek peraturan konyol planet Terra. Seperti hukuman cambuk bagi penduduk Terra yang memasuki areal terlarang. Hingga hukuman dikuliti bagi penduduk terra yang menikahi manusia.
Kau ingat tugas dari Ratu Huban?
pertanyaan Harchi melalui telepati menyadarkannya bahwa ia memiliki tugas untuk menemukan seorang pemanah yang bernama Mahesa serta sebuah bonekaberuang yang bisa bicara. Ditengah perjalanan, Astreflika mohon pamit untuk kembali mengawasi areal terlarang.
Tak lama seorang pemuda nampak dihadapannya, pemuda tampan berambut hitam yang memiliki tinggi sama dngan Ara. Pemuda tersebut menatap Ara dari atas kebawah, memperhatikan Ara dengan lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Harchi yang berada di belakang Ara pun melakukan hal serupa pada pemuda tersebut. Dia melihat sebuah gelang melingkar di tangan sebuah gelang tembaga. Seperti yang diceritakan Ara, bahwa Mahesapun mengenakan gelang tembaga. Info ini ia dapatkan dari Ratu Huban
Berhati-hatilah, dia Mahesa.
Benarkah?
Lihatlah baik-baik. Ciri-cirinya sama seperti yang dijelaskan Ratu Uban.
"Maaf. Anda siapa?" tanya Ara berusaha sesopan mungkin
"Aku Mahesa. Mahesa Werdaya. Dan kau?"
"A-Aku …"
Belum sempat Ara menyelesaikan kata-katanya, sebuah desingan peluru terdengar dari arah kejauhan. Nampak seekor boneka beruang mengarahkan revolvernya kearaah Mahesa.
"Nampaknya kau dikejar sesuatu."
"entahlah. Aku tak ingat aku punya masalah."
Sebuah boneka beruang berwarna coklat berlari dengan kecepatan tak terduga menghampiri mereka.
"Buraaa. Ugly Archery kembalikan kacamata keren milikku?"
Boneka beruang tersebut mengarahkan moncong revolvernya ke arah Mahesa.
"Eh, kacamata mungil ini milikmu? Ambillah!" ujar mahes melemparkan kacamata hitam mungil tanpa merek kewajah boneka lucu tersebut.
"Kurang ajar Buraaaa!"
Dalam kemarahannya boneka Ursa berubah menjadi seekor beruang berwarna putih disertai hawa dingin disekitarnya. Hal tersebut tak disia-siakan oleh Ara dan harchi untuk bersembunyi didalam sebuah gua berwarna merah.
Kita tunggu siapa yang menang. Setelah itu baru kita selesaikan sisanya.
Ara dan Harchi tersenyum licik sambil memakan mie lidi dan menonton pertarungan di depan mereka.
Ursa yang telah berubah menjadi beruang kutub inipun menghembuskan nafas pembekuannya ke arah Mahesa, namun Mahesa yang cekatan dengan sigap segera menghindar sehingga serangan nafas pembeku Ursa hanya mengenai angin. Mahes bergerak lincah menuju keatas sebuah pohon tak jauh dari beruang Ursa berada, membelakanginya. Dengan segera gelang ditangannya berubah menjadi sebuah busur, dan Mahesa sehera mengarahkan panahnya kearah Ursa yang terus mengamuk sembari menghancurka batangan pohon di hadapannya. Sebuah rantai tampak muncul dari arah panah Mahesa dan dengan segera membelit tubuh Ursa. Namun ternyata rantai tersebut bukanlah tandingannya. Dengan mudahnya Ursa memutuskan rantai tersebut dengan hentakkan tubuhnya. Ursa memutar tubuhnya dan melihat Mahesa bertengger diatas pohon. Dengan geram Ursa memanggil sebuah badai salju dan menarik Mahesa kedalam badai tersebut. Namun belum sempat Mahesa terjatuh, sebuah panah melesat kearah Ursario dan memenggal kepala boneka tangguh tersebut. Ternyata ketika Ursa lengah, Mahesa memanfaatkan waktu untuk merapal ajian pasopati. Namun hal tersebut ternyata menguras tenaganya sehingga Mahesa terjatuh dari pohon dengan posisi tertelungkup.
tanpa membuang kesempatan, Ara segera membidikkan sebuah panah berwarna kuning kearah sebuah pohon yang berada sekitar satu meter dari Mahesa. Tanpa rasa belas kasihan dan iba, Ara melepaskan panah tersebut dan membuat ledakan. Tubuh lemah Mahesa ikut terkena imbas dari panah tersebut karena daya ledaknya mampu mencapai radius tiga meter.
Ara tak percaya, dia menatap Harchi dan menangis. Dia baru saja membunuh seorang manusia demi ambisinya bertemu kedua orangtua kandungnya. Dia menhambur kedalam pelukan Harchi dan saling terdiam sampai Ratu Huban datang.
"Kau berhasil menyelesaikan tugasmu" ujar Ratu Huban yang entah muncul darimana
"Tapi aku hanya membunuh satu. Bukan keduanya seperti yang kau katakan."
"Tak apa. Yang penting mereka mati. Ya walaupun mimpimu ini kurang menarik. Kau tahu? Pertarungan dalam mimpimu terlalu terburu-buru. Macam orang dikejar deadline."
"Memang. Aku hanya ingin segera merealisasikan janjimu. Menagih permintaan yang mampu kau kabulkan."
"Ya ya ya baiklah. Jadi apa maumu?"
"Dimana orang tuaku? Kau tahu?"
"Kau yakin ingin mengetahui tentang ini?"
"Ayahmu mati. Dalam sebuah pertempuran melawan para prajurit istana ketika menyelamatkanmu. Lalu ibumu, dia ditangkap oleh prajurit istana ketika kembali kerumah Ayah angkatmu. Dia tidak mati, namun kau tak bisa menemuinya."
"Kenapa?"
""dia tak ada disini. Dia ada di sebuah tempat yang terlihat terang dari bumi. Planet itu bersinar setiap fajar. Kau bisa menemuinya disana. Tapi kau tak akan bisa kembali. Dia bisa bertahan hidup disana karena sebuah anugerah atau kutukan. Jika kau menemuinya. Dia akan mati"
Kenyataan yang pahit. Perjalanannya, pembunuhan yang ia lakukan hanya untuk mengetahui sebuah fakta yang menyakitkan. Tragis!!!
"Aku akan membawamu kembali keduniamu. Tidurlah!"