Selasa, 20 September 2016

[ROUND 2] 12 - RU ASHIATA | GADIS TANPA MIMPI


oleh : N.V

----


Catatan dari penulis:
Warna latar belakang yang sering berganti-ganti di entry ini dapat menyebabkan ketidak nyamanan membaca.Bacalah di ruang yang berintesitas cahaya yang tidak terlalu terang ataupun gelap.Dapat juga mensunting cahaya yang tepat pada layar ponsel / monitor kalian demi kenyamanan membaca.
Jagalah kesehatan mata kalian ya? ;)

Entry yang terhubung:
- Ru Ashiata     : CS | Prelim | R1
- Mbah Amut    : CS | Prelim |R1


[ Bab lll – Gadis Tanpa Mimpi ]


[ Chapter 1 ]

"Hei Kehendak, kau senang bermain ya?"


Cahaya gemerlapan lampu gedung-gedung berasitektur kuno di kota modern Hamburg, menghiasi gelapnya langit suatu bingkai mimpi yang selalu gelap tanpa adanya sinar bulan ataupun bintang. Namun keheningan kota ini terganggu oleh suara sirine yang terus bersahutan menelusuri jalan raya.

Empat buah motor dengan tulisan "POLIZEI" tercetak jelas di badan motor, memicu kecepatan paling cepat oleh pengendara berseragam lengkap. Diiringi suara sirine yang dinyalakan keras pada tiap motor tersebut, menandakan mereka berempat sedang mengadakan pengejaran.

Namun aksi pengejaran ini mungkin akan dikatakan aneh. Bila biasanya polisi mengejar penjahat yang sama-sama menaiki kendaraan bermotor seperti mereka, kali ini target yang mereka kejar adalah, domba yang ditunggangi wanita berpakaian serba hitam.

"Setan. Setan. Setan! Lebih cepat!"
"Mbaaa! Berhenti menarik buluku bhaaa!"
"Mereka tepat dibelakang kita tau! Kenapa juga kau membuka portal di tempat yang banyak orang?!"
"Aku sendiri tidak tahu akan ada banyak orang di sana bhaaa!"

Kembalinya Ru dari panggilan para panitia alam mimpi setelah menjalani misi di ronde sebelumnya, gadis ini dibuat kaget dengan keadaan bingkai mimpinya yang berubah drastis semenjak ditinggal pergi. Dari keadaan penghuninya hanya ada dirinya dan adiknya, sekarang para penduduk kota Hamburg sudah berada di bingkai mimpinya.

Para penduduk kota yang masih dibuat kebingungan dengan keadaan mereka sekarang langsung menatap curiga pada si wanita berpakaian gelap ini. Terutama karena muncul tiba-tiba dari lubang portal.

Sialnya Ru malah lari karena panik, daripada diintrogasi pada penduduk dan dianggap biang keladi nasib mereka yang berada bingkai mimpinya. Dalam waktu singkat, wanita ini menjadi buronan di bingkai mimpinya sendiri.

'Aaaaaa! Terkutuk kau Kehendak!!'

[ROUND 2] 11 - AXEL ELBANIAC | ARMAGEDDON

AXEL ELBANIAC VS IRIS LEMMA

oleh :Kakarotomo

--

[Cerita Axel dihapus dari blog atas keinginan authornya
karena akan dirombak dan diterbitkan di tempat lain]
 

>Cerita sebelumnya : 
[ROUND 1 - 2B] 22 - AXEL ELBANIAC | THEATRE OF REDEMPTION
>Cerita selanjutnya : -

[ROUND 2] 10 - NANO REINFIELD | PROTECT FROM NIGHTMARE

FA VS NANO REINFIELD

oleh : Dwi Hendra

--


0 – Prologue


Tiga puluh dua.


Tiga puluh dua orang berkumpul di suatu tempat lain, namun bukan Museum Semesta. Yang terlihat hanyalah ratusan gunung yang menjulang tinggi menembus awan. Dimana pusat tempat itu merupakan gunung tertinggi dengan kuil megah berada di puncaknya. Kemegahan itu mengalahkan gereja manapun di Kota Amor. Di sana terdapat banyak patung-patung menawan berbentuk sosok dewa dan dewi. Mirabelle menjelaskan tempat ini adalah bingkai mimpi miliknya dan patung-patung itu adalah para dewa dan dewi yang dijadikan patung oleh [Sang Kehendak].


Semua terheran-heran karena beberapa reverier yang mereka lawan ada di tengah-tengah mereka. Termasuk aku yang terheran melihat gadis berambut bob hitam dengan senyum ramahnya, yang mungkin tidak bisa kulupakan. Aku seketika teringat dengan Mirabelle yang–dengan seijin [Sang Kehendak]–bisa mengembalikan jiwa reverier walaupun tubuh mereka hancur beberapa kali.


Kali ini aku berdiri di barisan belakang. Karena aku tak ingin lama-lama melihat wajah menyebalkan Zainurma itu. Bisa-bisanya dia tersenyum sementara kami harus berjuang mati-matian hanya untuk–setidaknya–terhindar dari kekalahan dan menjadi guci buruk rupa. Mengingat guci buruk rupa, hatiku bertanya-tanya kemana reverier yang lain. Aku mengingat ada 61 reverier–termasuk aku–berkumpul di Museum Semesta. Sekarang separuh dari kami yang tersisa.


Semua menoleh ketika seorang reverier berbentuk naga mengangkat tangannya. Zainurma mempersilahkan naga itu menanyakan sesuatu. Setelah naga itu selesai berujar, sang kurator seperti menantang para reverier untuk pergi ke Museum Semesta. Seketika naga itu terdiam seperti salah mengucapkan sesuatu ke Zainurma.


Rasakan kau, Naga Tua Bangka!, tawaku dalam hati.

Rabu, 14 September 2016

[ROUND 2] 09 - FA | F.F



FA VS NANO REINFIELD

oleh : Bayee Azaeeb

--

Chp 1 : Fake Fairytale
"This is your life, and it's ending one minute at a time." – F.C
 [Fa's POV]



"Welcome back, Monsieur."

Wanita ini pasti bercanda. Apa dia katakan barusan? Welcome back? Manusia macam apa yang menyambut seseorang dengan moncong shotgun ditodongkan ke wajah?

Aku mengangkat bahuku dan menggeleng, "Maaf, aku tak mengenalmu," jawabku ketus.

"Aku Sjena Reinhilde, dan aku tidak nyata."

Lelucon macam apa lagi ini?

Sjena melepaskan shotgunnya, membiarkannya menguap dan menghilang di udara. Ia lalu merebahkan dirinya begitu saja di trotoar, seolah tak peduli dengan sekitarnya. Kacamata sihir yang melayang di sekitar tubuhnya mendarat dengan lembut di sampingnya.

"Dunia ini tidak nyata bukan? Ini di mana? Limbo? Dimensi tertutup? Katakan padaku, Monsieur."

Aksen asingnya yang dibuat-buat membuatku merasa sedikit tidak nyaman. Tapi perlu diakui, dia ada benarnya. Dunia ini tidak nyata, ini hanyalah bingkai mimpi – sebuah tempat yang berdasarkan alam bawah sadar.

Hei, tunggu sebentar. Alam bawah sadar siapa ini? Aku ingat sekali bingkai mimpiku sebelumnya adalah hutan belantara dengan hantu-hantu sialan berkeliaran. Dan aku berhasil lolos dengan membunuh salah satu hantu sialan itu. Tapi kenapa aku sekarang berada di sebuah kota metropolitan? Apa yang sedang terjadi di sini?

"Aku masih mengingat samar-samar sweater abu-abumu itu, ketika aku masih kecil dan dikejar-kejar seorang pemerkosa. Kau menyelamatkanku dengan sebuah cahaya putih yang menghangatkan. Tapi tak berhasil, hahahaha.."

"Kau pasti salah orang, Sjena," jawabku sambil ikut duduk di sampingnya. Memandang jalanan yang ramai dilewati mobil dan aktivitas manusia.

"Setelah membunuh pria itu, aku merasa tak pantas hidup lagi. Orang tuaku juga tak bisa ditemukan, jadi kuputuskan untuk membunuh diriku sendiri, tapi gagal. Setiap kali aku membunuh diriku, aku selalu terbangun di tempat lain. Menariknya lagi, aku tak bisa keluar dari kota ini. Jadi aku asumsikan, tempat ini tidak nyata bukan?"

Aku menarik nafas panjang sambil menatap langit biru kusam yang menaungi kota asing ini.

"Ya, ini adalah proyeksi alam bawah sadar yang disebut Bingkai Mimpi. Jadi secara teknis, kau adalah proyeksi alam bawah sadar seseorang. Yang aku tak bisa mengerti, kenapa Bingkai Mimpiku bisa terhubung kesini."

"Hei Monsi – "

"Fa. Panggil aku Fa," kataku singkat memotong perkataan Sjena. Jujur, dipanggil Monsieur terasa sangat aneh. Tapi kurasa terjebak di Bingkai Mimpi selama belasan tahun, terjebak dalam loop dan tak bisa mati tentu saja dapat membuatmu gila, sehingga mencampur adukkan bahasa satu dengan lainnya.

"Baiklah Fa, jika aku adalah proyeksi alam bawah sadar, dan seorang proyeksi tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Bisakah kau.. membunuh diriku?"

Wanita ini pasti bercanda.

Sesaat kemudian, sebuah portal muncul tepat di sampingku. Baru saja aku sampai di Bingkai Mimpi, apa tak ada waktu untuk beristirahat sejenak?

"Apa ronde selanjutnya sudah dimulai?" Tanyaku pada Ixephon, domba mungil yang berjaga di samping portal.

"Belum, tapi Zainurma dan Huban mengundangmu untuk melihat sesuatu," jawab Ixephon via telepati.

Aku segera beranjak dari tempatku dan berjalan menuju portal magis itu.

"Hey Fa!" Panggil Sjena.

"Jika proyeksi tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Apa yang akan terjadi apabila proyeksi membunuh Sang Pemimpi?"

Aku sedikit berharap sebuah ucapan sampai jumpa atau semacamnya. Tapi tampaknya aku salah, mengharapkan pertanyaan yang waras dari Sjena adalah sesuatu hal yang tidak waras. Dan entah mengapa, pertanyaan itu terasa sedikit lucu buatku.

"Hahahaha, beri aku 1001 alasan untuk membunuhmu! Kita baru kenal kurang dari 1x24 jam bukan? Jadi aku tidak punya sedikitpun alasan untuk menerima..permintaan bunuh dirimu."

Oke, itu perpisahan paling tidak konvensional dalam genre drama.


(* * *)

Kamis, 08 September 2016

[ROUND 2] 08 - GHOUL | NAMAE NO NAI KAIBUTSU 3




GHOUL VS SATAN RAIZETSU

oleh : Arieska Arief

---


Ringkasan:


"Kalau kau berhasil mencabut name taq ini dariku, maka kau boleh menggunakan nama ini." Ia lalu menunjukkan name taq di dada seragam sekolahnya.

Ghoul menghela napas. "Huft! Begitu, ya? Oke. Sebelum kita mulai, boleh aku tahu siapa nama aslimu agar aku bisa memakamkanmu kelak dengan nama itu?"

Hening. Salju yang turun seolah saling berbisik, namun tak memberi jawaban apa-apa.

Sang lawan menarik napas kemudian memperkenalkan dirinya, "Satan! Satan Raizetsu."



NAMAE NO NAI KAIBUTSU - 3
(Monster "29 Februari" Tanpa Nama – arc.3: Kagome-kagome)

(by: Arieska Arief)


*Rasakan juga sensasi genre arc. sebelumnya!!!
- prolog (FBC: entri ke-15) : genre full action yang akan membuatmu bisa merasakan serunya…
- arc. 1 (prelims: entri ke-31) : genre drama tragedi yang akan membuatmu bersimbah air mata haru…
- arc. 2 (R1: entri ke-23) : genre dark fantasy yang bisa membuatmu merinding sekaligus tegang dan menahan napas…

warming: jangan baca entri horror-thriller seksi ini tengah malam karena akan mengakibatkan insomnia, depresi pernapasan, takikardi, delirium, sianosis, paralisis, dispne… hal ini tak berlaku bagi yang vote (kidding) :p



"Kagome kagome…
 Burung dalam sangkar!
Kapan kau keluar? Saat malam dini hari
Burung jenjang dan penyu tergelincir
Siapa yang ada tepat di belakangmu?"

Sekelompok anak berjumlah lima orang tampak mengitari seorang anak perempuan yang menjadi oni (iblis) di permainan Kagome-kagome itu. Permainan ini cukup popular dimainkan di Jepang sana. Anak-anak itu bernyanyi dengan riang sambil berpegangan tangan dan berjalan mengelilingi anak dalam lingkaran tersebut meski hari di taman sudah senja.

Anak perempuan di tengah lingkaran itu menutup mata dengan tangannya. Begitu lagu itu selesai dinyanyikan, ia pun tampak berpikir sejenak untuk menebak siapa anak yang berada di belakangnya.

"Hm… siapa, ya? Setan! Iya, pasti Setan yang berada di belakangku!" pekiknya penuh keyakinan.

Seorang anak lelaki yang berada tepat di belakangnya tertegun sambil menelan ludah. Ia bukannya takut karena akan mengganti posisi anak perempuan tadi menjadi iblisnya, tapi…

"Benar!" seru anak-anak lainnya. Anak yang menjadi oni tadi tampak kegirangan sambil berbalik ke belakang.

Sementara itu, si anak lelaki tadi mengepalkan tangan sambil tertunduk seolah menahan amarah.

"Setan! Kamu tunggu apa lagi? Sekarang, ayo kamu berdiri di tengah menjadi iblisnya," kata anak perempuan tadi.

"Tidak. Kamu salah…"

Si anak perempuan tadi mengernyit keheranan. "Apanya yang salah? Jelas-jelasnya kan aku berhasil menebakmu dan namamu kan memang Setan!"

Anak lelaki itu menegakkan kembali kepalanya. "Tapi kamu salah mengeja namaku! Maknanya kan jadi lain! Kamu mau merusak namaku, ya?!"

"Loh, memang salahku kalau kamu diberi nama Setan? Kalau kamu risih dengan nama itu, ya udah. Ganti nama saja!" kata si anak perempuan santai. "Dan kau tak perlu menatapku seperti setan sungguhan. Lagian lidah kami kan lebih enak memanggilmu sesuai ejaan kami sendiri—Se-tan!"

"Hahaha!!!" Anak-anak yang lain kemudian tertawa menghina.

Anak lelaki itu menggeram karena namanya dijadikan olok-olok. Tanpa pikir panjang, ia kemudian mengambil batu besar di dekat ayunan, mengerahkan tenaganya untuk mengangkatnya tepat ke muka si anak perempuan tadi. Crot!

Anak perempuan tadi langsung tumbang dengan wajah berlumuran darah. Belum puas, si anak lelaki kembali menghantamkan batu itu ke wajah si anak perempuan hingga tak bergerak lagi. Si anak perempuan mengejang sebelum akhirnya tak sadarkan diri. Namun si anak lelaki masih saja terus merusak wajahnya dengan batu itu. Darah memerciki wajah kelamnya yang kesetanan.

Wajah anak perempuan itu tampak semakin remuk. Darah yang tergenang sudah mengepung mereka berdua di dalam lingkaran merahnya. Tapi si anak lelaki tak berhenti juga meski wajah anak perempuan itu hancur berserakan ke dalam rongga tengkorak.

"Kita lihat saja siapa setan sebenarnya di sini! Akan kubuat wajahmu seperti setan yang sesungguhnya. Mungkin dengan begitu, kau tak berani lagi mengolok-olok namaku setelah menjadi setan."

Anak lelaki itu terengah-engah dan menghentikan hantamannya tadi. Ia kemudian berdiri menghela peluh seolah tak melakukan hal yang biadab. Dipandanginya hasil karyanya dengan senyum puas mengerikan. Wajah anak perempuan itu sekarang sudah gepeng. Isi kepalanya berserakan keluar, sebagian wajahnya runtuh ke dalam tengkoraknya sendiri. Wajah imutnya sudah tak bisa dikenali lagi seolah habis digilas ban mobil berkali-kali.

Anak lelaki itu menolehi teman-teman di belakangnya. Mereka menatapnya ketakutan sambil berdiri gemetaran.

"Apa yang kalian lakukan di sana? Ayo kita lanjutkan permainannya dan… jangan pernah salah lagi mengeja namaku!"


Tlep. Pemuda belia berambut hitam itu membelalakkan matanya seketika. Matanya nyalang menatap langit-langit kamarnya yang kelabu. Terlihat warna kedua matanya yang memiliki perbedaan mencolok. Mata kirinya berwarna merah sedangkan sebelah kanannya normal.

Ia kemudian terduduk sambil terengah-engah. Keringat dingin mengalir di kening dan lehernya. Ia menelan ludah. "Mimpi! Rupanya hanya mimpi buruk saja."

Ia mengambil segelas air di meja sebelah ranjangnya kemudian meneguknya sebuas mungkin. Setelah itu, mata redupnya kemudian memandangi suasana di luar jendela kamarnya.

Ia menghela napas. "Tak mungkin kan aku melakukan hal sekeji itu. Sebaiknya aku mandi air dingin dulu lalu keluar untuk jalan-jalan."

Pemuda itu kemudian keluar kamar untuk melakukan Misologi yaitu tradisi mandi air dingin di Jepang untuk menghilangkan ketegangan. Namun ia tak menyadari seperti apa bayangan wajahnya di cermin. Tampak percikan darah menghiasi pipinya!

***

Pemuda itu melangkah gontai di sepanjang jalan. Ia menghela napas karena tak bisa melihat jelas pemandangan di kota itu akibat kabut asap yang kadang menipis dan menebal sewaktu-waktu. Sinar mentari tampak redup dari tempatnya tinggal sekarang hingga panasnya tak begitu menyengat.

Ia terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya di Tokyo—Jepang karena suatu hal. Sebuah bencana besar yang menimpa negerinya membuatnya terpaksa mengungsi ke kota ini. Ini memang hanya untuk sementara, tapi setiap kali ia memperkenalkan diri, ia harus menahan malu karena rata-rata orang di sana akan menertawakan namanya.

Ia melangkah tak tentu arah hingga tibalah ia di area tepi sebuah jurang.

"(AA), tiap tanggal 29 Februari, Ibu pasti selalu menyempatkan diri menengokmu di sini. Apa kabarmu, Nak?"

Pemuda itu berhenti melangkah dan tertegun begitu melihat seorang wanita berdiri tepat di ujung tebing. Ia was-was saja kalau sampai wanita itu berbuat yang tidak-tidak. Dari nada suaranya, wanita itu tampak begitu sedih. Begitulah ia menganalisis suasana mendung di hati wanita itu.

"Padahal seharusnya kau sudah berusia 20 tahun. Tapi kenapa kau harus berakhir di kolam air mendidih di bawah sana?"

Blup blup… suara air mendidih di bawah tebing itu memecahkan suasana.

Wanita itu mengusap air matanya. "Nama yang kuberikan padamu akan tetap abadi di hati Ibu, Nak. Meskipun kau belum sempat mengenakannya sama sekali. Aku akan selalu menyebut namamu dalam doaku agar kau tenang di sisi-Nya, (AA)."

Pemuda di belakangnya itu mengernyit, tampak serius menyimak curahan hati wanita itu.

"Ibu ingin sekali memanggilmu dengan nama itu, tapi kau keburu tiada. Ibu ingin kau mendengar panggilan ibumu ini di surga sana. Arti namamu sungguh indah. Mungkin kau memang tercipta dari abu, tapi kau bukan sembarang abu. Kau bukan abu yang dengan mudah berserakan diterbangkan oleh angin, tapi kau adalah abu yang bisa kembali mengikat dirimu sendiri menjadi utuh. Ibu ingin kau menjadi orang yang selalu berusaha dengan gigih dan pantang menyerah. Abu yang dihancurleburkan tapi bangkit lagi. Nama itu juga bisa berarti seorang pelindung yang terbuat dari abu. Tapi… arti nama itu sudah tak ada gunanya lagi karena kau harus menyerah oleh keadaan."

Wanita itu kemudian menutup wajahnya dan menangis tersedu-sedu. "(AA)!!!" Ia kemudian meneriakkan nama putranya itu berkali-kali.

Sementara itu, pemuda yang tak disadari kehadirannya itu tersenyum penuh makna. "(AA)? Nama yang bagus! Aku suka nama itu dan artinya. Pemilik nama itu sudah meninggal, bukan? Jadi tak ada salahnya kan kalau…"

***

[ROUND 2] 07 - VENESSA MARIA | REUNION





oleh : Saya Maria Fransiska

---


Reunion
Prolog


Jantung Maria berdesir keras, dadanya terasa seperti diperas hingga seisi darah terkuras. Kelopak mata gadis itu terbuka lebar, memelotot tajam memandangi ukiran langit-langit ruangan. Posisinya terkulai lemas dengan tangan menjuntai bebas.

Bongkahan payudara di dada terlihat naik turun. Mulutnya setengah terbuka, berusaha menggapai oksigen dari udara yang lembab. Napas gadis itu memburu tak karuan. Keringat dingin bahkan mengucur deras bagai disiram air hujan.

Lengannya bergeser pelan, berusaha meyakinkan diri bahwa dia tidak dalam kondisi lumpuh total. Kain seprei terasa lembut menyentuh kulit. Terpaan angin dingin dari penyejuk ruangan membuatnya bergidik.

Kala itu barulah Maria sadar, dirinya sedang berada dalam kondisi telanjang tanpa sehelai pun benang.

Sabtu, 03 September 2016

[ROUND 2] 06 - TAKASE KOJOU | WHITE ASH


oleh : Nakano

--
 

 “Ah, taik.” Ucap Sieg, setelah belasan kali mengumpat di depan layar telepon genggam. Entah game apa yang membuatnya kesal, hingga lelaki berambut putih itu tega membanting ponselnya sendiri.

Sudah sekitar 12 jam Takase meninggalkannya di bingkai mimpi, dan separuh dia habiskan untuk mencari markas Phantom - rumahnya sendiri, yang masih misteri di
mana letaknya. Seperempatnya, untuk berjalan kembali ke supermarket tempatnya menaruh jas. Terlalu panas menggunakannya di siang hari.

Supermarket bernama ‘Indoapril’ Sieg jadikan rumah sementara. Tak masalah harus tidur di lantai kalau kau punya ratusan jenis konsumsi dan barang-barang untuk digunakan dengan gratis. Ia bahkan mengambil uang yang Takase taruh di kasir dan menganggapnya konyol. CCTV? Sudah ia tebas dengan katana.

”Si brengsek itu mana, sih!?”

Akhirnya penasaran juga dia ke
mana perginya si Tukang Palu. Mengintip padang rumput lewat jendela, kebetulan yang ditunggu-tunggu sudah tiba. Menunggang domba dengan perempuan cantik di belakangnya. T-tunggu.....siapa?

“Saus tartar!”

Sieg bergegas keluar, walau pintu kaca bersistem infrared yang lelet terbukanya membuat si rambut putih jatuh menabrak. Sambil memegangi wajah memarnya yang bau kotoran burung, ia melanjutkan larinya. Tapi, baru beberapa meter di depan Indoapril, tanah bergetar hebat.

”G-gempa bumi!!”

Sieg reflek merunduk menutupi kepala. Bangunan di sekitar berguncang-guncang pelan seperti mesin blender, membuat bola matanya yang melihat ikut bergetar. Beruntung, gempa tadi berlangsung singkat. Berdiri perlahan, Sieg memasang ekspresi penuh pertanyaan.

‘Sempat-sempatnya’, batin Sieg.

Saat itu juga ia lupa mengenakan jasnya, pasti tertinggal di sebelah tumpukan majalah dewasa yang dijadikannya bantal. Adalah kewajiban tampil gagah di depan calon istri, hehehe.

Sialnya, nasib buruk belum berhenti. Tepat saat ia mengambil jasnya, empat pemuda berseragam biru muncul dari udara kosong, menatap Sieg kebingungan.

”Eh?” Sieg kaget.

Delapan mata karyawan itu menangkap benda-benda dan bungkus minuman berserakan di lantai, juga mesin kasir yang kosong.

”T-total berapa?” Celetuk Sieg, mulai berkeringat. Terlihat dua security tinggi besar berjalan mendekat. “beli pulsa sekalian, deh!” lanjutnya, panik.

***

[ROUND 2] 05 - KURO GODWILL | THE NIGHTMARE IS THE REAL ONE

oleh : Chou-3

--




Dalam sebuah bangunan, gerbang utama dari tujuh gerbang yang menjadi pembatas dari sebuah negeri dengan negeri luar, dua puluh penyihir terkuat negeri itu berkumpul. Sepuluh dari mereka menjaga sebuah raga yang terbaring membentuk lingkaran sihir.

Sementara sepuluh lainnya beristirahat, berjaga jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi, menggantikan sepuluh penyihir yang mulai kelelahan menjaga raga selama dua puluh empat jam. Pergantian terus dilakukan untuk menjaga stamina.

Seorang pemuda berada di tengah-tengah lingkaran sihir yang dibentuk oleh sepuluh penyihir itu, berusaha mencabut sebuah keris di dada kiri raga yang terbaring.

Jumat, 02 September 2016

[ROUND 2] 04 - SHADE | ONCE, A REVERIER SEEK FOR HIS PATH



SHADE VS WAMENODO HUANG
oleh : Rakai Asaju

---  


[Cerita S.H.A.D.E dihapus dari blog atas keinginan authornya
karena dalam proses untuk dijadikan novel sendiri]

Jumat, 26 Agustus 2016

[ROUND 2] 03 - IRIS LEMMA | THE WORLD WITHOUT US


oleh : Sam Riilme

--

Hello, dear dreamer.
Gaze upon me with that youthful eyes of yours.
The world is filled with possibilities,
Everyone in it is kind,
And everyone is a friend.
Even the clouds floating in the sky are made of sweet candy!
Sparkling eyes make your world shine brighter.

Goodbye, dear dreamer.
Gaze upon me with those aged eyes of yours.
The world is predictable,
Everything in it is cruel,
And everyone is a tired stranger.
Even that sweet candy is made of filthy smog!
The sparkling world has opened your eyes.

Wonderland is a fairytale world.
Rhymes are the cradle of dreams.
They’re not worth one shilling.
Their warranty doesn’t even last ten years.
Sweet memories soon fade away.
A necessary sweet pain.

Even if you forget what the book was about,
Don’t forget the bookmark placed between your dreams.

~Nursery Rhyme’s Craft Essence, [Wonderland]

*****

==Starting_Up_System_[PRAE.SCRIPTUM]==

“Hai~. Lama tak jumpa. Kulihat kau baik-baik saja.”

Sebuah suara terdengar menyapa dengan riang menggoda.

Iris Lemma, yang tengah bercengkerama(?) dengan dombanya seperti dunia hanya milik berdua, sesaat dikejutkan dengan keberadaan orang ketiga di dalam Bingkai Mimpi yang kosong tanpa penghuni ini.