Sabtu, 30 Juli 2016

[ROUND 1 - 10J] 20 - SHADE | ONCE, A REVERIER LEARNS TO FAIL

oleh : Rakai Asaju

--
[Cerita S.H.A.D.E dihapus dari blog atas keinginan authornya
karena dalam proses untuk dijadikan novel sendiri]

Kamis, 28 Juli 2016

[ROUND 1 - 11K] 19 - AIRI EINZWORTH | SCARLET LILY IN THE WINDY HILLS


oleh : Kagero Yuuka

--


Scarlet Lily In The Windy Hill

Chapter 0 : Furnace Epilogue

Malam itu merupakan malam yang sangat menyakitkan, benar-benar menyakitkan saat seseorang yang baru saja mulai kau sayangi seperti saudaramu sendiri, Hilang, Mati dihadapan mu, karena kesalahan dan kelemahanmu.
“Airi, Ini bukan salah mu, mungkin ini adalah takdir ku, ahaha” sosok itu mencoba tertawa meskipn keadaannya begitu memilukan.
“Maya” aku memanggil namanya pelan.
“Mulai Sekarang Bersamalah Erica yah, kaliah harus saling menjaga diri, aku duluan..”
Kini sosok itu terkulai lemah di pelukan ku, bersimpah darah karena kelemahan ku, karena keterlambatan ku semuanya adalah kesalahan ku.
Aku menitikkan airmata menahan tangis yang sebenarnya tak kuasa ku tahan, sekali lagi semua ini salah ku.
“Mbee~”
“Selamat, Kau sudah melewati ujian mu” Suara Asing itu terdengar dari belakang ku.
“Sepertinya kita sedikit berlebihan Paman Nurma” suara lain lagi terdengar.
“Mungkin, Tapi tidak ada mahakarya yang indah tanpa adanya perjuangan dan rasa sakit Huban” suara laki-laki itu terdengar lagi.
Aku menoleh kan kepalaku dan mendapati sesosok laki-laki tinggi bertopi fedora dengan jubah bulu menutupi tuxedonya, ia nampak seperti seorang mafia, apa lagi dengan kacamata hitam tersemat di hidungnya serta rambutnya yang terlihat klimis dan mengkilat saat ia melepas topinya membuatku benar-benar berpikir kalau ia adalah mafia sungguhan seperti di film-film.
“Ban-Tal?” Erica bersuara pelan menatap sosok kecil di samping laki-laki tinggi itu.
“Ya~Hallo~” sahutnya Riang, “Maaf yah kalian harus mengalami hal ini” lanjut sosok kecil berkepala bantal itu.
“Siapa Kalian berdua?” tanyaku.

[ROUND 1 - 12L] 18 - ARCA | PENJAHAT SESUNGGUHNYA?

oleh : Penulis Dadakan
--


Beberapa hari sebelum turnamen di mulai.

Seorang pria berpakaian serba hitam berjalan cepat di koridor hotel. Pria itu menuju sebuah kamar bernomor 19 yang berada di ujung koridor.

"Tok..tok…tok.." pria itu mengetuk pintu.

Tidak lama pintu itu terbuka dan pria berpakaian serba hitam itu masuk. Kamar itu kosong, tidak ada tempat tidur, kursi, jendela, kamar mandi, atau barang apapun. Kamar itu seperti sebuah bangunan kotak kosong.

Pria berpakaian hitam itu berkomat-kamit sebentar lalu tiba-tiba munculah asap hitam. Berlahan asap hitam itu berkumpul membentuk wujud manusia bermata merah menyala. Si pria hitam segera berlutut bersujud.

"Bangkitlah," si bayangan hitam berkata dengan suara serak. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya.

"Aku ingin membunuh orang ini," kata si pria berpakaian hitam sambil menunjukan sebuah foto bergambar Arca.

[ROUND 1 - 1A] 17 - NANO REINFIELD | BIG TROUBLE IN LITTLE ITALY

oleh : Dwi Hendra

--


0 – Prologue


Aula dengan nuansa keemasan dengan karpet merah menghiasi ruangan yang bernama aula semesta. Nano agak takjub dengan ruangan ini. Sebab istana yang biasa ia tempati tidak semegah dan semewah ini. Namun ia tak sendiri. Ada sekitar 60 makhluk berbagai bentuk dan ras seperti manusia, alien, robot bermata satu, bahkan sampai kaleng besar yang ia tak tahu apa kegunaannya atau bahkan ia tak tahu jika dia salah satu seperti dirinya.


Semuanya tertuju pada suatu dinding yang menempelkan lukisan-lukisan aneh. Mereka lalu mengerubungi dinding itu, termasuk Nano. Ia melihat salah satu lukisan seperti dirinya bertarung di kota Odojilak dan membebaskan para warga yang berada di pemukiman kumuh. Ia baru teringat semua itu, namun yang membuat dirinya heran adalah kenapa kejadian yang ia alami bisa berada di lukisan itu.


Nano hanya menatap bingung dan ngeri saat melihat lima orang menjadi pot tanah liat yang buruk. Ia dan semua reverier terpental ketika wanita berbaju perang bernama Mirabelle menebaskan tombaknya di udara.

[ROUND 1 - 3C] 16 - ASIBIKAASHI | MEREBUT ANATOLIA


By: Zoelkarnaen
Group 3 The Alien - C. The Colony of Rising Sun

---
MEREBUT ANATOLIA

Hawa dingin, langit yang berwarna pelangi, dan gedung-gedung dengan bentuk tak beraturan kembali menyambut penglihatanku. Kami semua dikembalikan ke tempat terkutuk ini, batas mimpi mereka menyebutnya. Segera setelah mereka menunjukkan kekuatan Sang Kehendak—memastikan kalau kami tak memiliki keinginan untuk kabur—dan memastikan tak ada di antara kami yang akan memberontak, mereka mengirim kami semua ke tempat pertarungan awal.

Bagiku dan Asibi, tempat inilah tujuan kami sebelum tempat pertarungan berikutnya.

 Setelah menemukan dataran yang cukup lapang tanpa puing atau reruntuhan gedung, kami mulai duduk. Si Brurung Hantu tua, Asibi, aku, dan Wendigo yang baru saja dipanggil oleh Asibi. Namun ada yang aneh dengan Wendigo, tubuhnya terlihat agak transparan.

Aku yang menyadari Asibi baru saja memanggil Wendigo pun bertanya, "Asibi, kukira kau kehilangan semua kemampuanmu?"

"Aku memang memanggilnya, tapi hanya jiwanya. Entah mengapa aku masih bisa memanggilnya secara fisik."

"Kenapa kau memanggilku?" tanya Wendigo tanpa basa-basi. "Aku bukanlah bagian dari grup ceria kalian."

Rabu, 27 Juli 2016

[ROUND 1 - 6F] 15 - WAMENODO HUANG | PEMIEMPIN ADIL

oleh : Nibelhero

--


Prolog

Berulang kali pisau itu melukai tangan Men. Setiap kali mencoba mengiris bahan makanan apapun, mau itu dilakukan secara pelan, ataupun cepat. Men seakan tidak mampu mengendalikan pisau itu secara penuh.

Hal yang sama terjadi saat Men mencoba menggunakan alat masak lainnya. Mencoba tangkas hanya menambah luka, memperlambat tempo hanya membuatnya makin frustrasi. Dia seakan kehilangan kemampuan masaknya secara total.

Semua kondisi ini membuatnya berakhir dalam tekanan emosional yang belum pernah dirasakannya. Bahkan lebih parah dibanding saat dia mencari impian baru di titik puncak kuasanya.

Yang bisa dia lakukan sekarang? Membanting pisau itu dan menghempaskan semua yang ada di meja persiapan ke lantai.

Teriak, lalu hening. Hanya nafasnya yang tak teratur terdengar di ruangan kosong itu. Dia menjatuhkan dirinya, terduduk bersandar pada meja dapur.

"Pandragon, wujud semula."

Meja persiapan dan seluruh meja dapur itu merombak diri dan berubah menajdi sebuah naga besi yang sangat besar. Dengan satu dengusan, seluruh peralatan masak masuk ke tubuhnya. Kembali rapi. Hanya sampah-sampah bahan makanan yang tercecer di lantai saat ini.

"Maafkan aku, kembalilah ke tempatmu. Aku perlu menenangkan diri. Mungkin belum waktunya memasak dan menggunakanmu saat ini."

Ucapan Men sangat pilu, membuat naga besi itu menunjukkan ekspresi sedih yang jarang diperlihatkannya.

"Maafkan aku," Ujar Men sambil menunduk.

Pandragon melayang pergi, menghilang dalam kegelapan.

Men hanya bersila, lalu meringkuk terjatuh sambil menutupi kepalanya. Tak ingin siapapun melihat kondisinya saat ini yang kacau.

Tetesan air mata dari si pemimpin bertangan besi. Bahkan Men tidak ingin nafasnya tau dia menangis.

"Apakah pilihan jalanku sudah tepat? Kenapa jadi begini? Apa yang harus kulakukan...? Dewa...."

***

[ROUND 1 - 11K] 14 - SAMARA YESTA | ENTER THE DRAGON


oleh : Chandra Wu

---

ENTER THE DRAGON

Manusia, penyihir, naga, dan pemimpi. Pertempuran antar ras telah menuaikan mayat-mayat di medan perang. Tidak pernah terjadi perang dengan efek sedahsyat ini sebelumnya, walaupun melibatkan banyak pihak sekalipun. Kedua belah pihak yang berseteru mendapat pinjaman kekuatan dari beberapa pemimpi yang membuat perang kali ini menjadi berbeda.

Para pemimpi sebelumnya ditarik ke dalam sebuah museum yang sama, di mana untuk waktu yang singkat, mereka dapat saling melihat satu sama lainnya untuk pertama kali. Setelahnya, masing-masing dikembalikan lagi ke bingkai awal, tempat semuanya bermula.

Adalah dia—Samara Yesta—yang kembali ke bingkainya ditemani seekor domba. Dia ingat betul, itu hanya memakan waktu dua puluh menit, mungkin kurang, tapi keadaan apartemen ini seolah tak terjadi apa-apa. Tidak ada seorangpun yang menyambut kedatangannya di sana. Sepi dan hening.

[ROUND 1 - 2B] 13 - TAL BECKER | AFTERTASTE


oleh : MirorMirors

--
PROLOG
Bisa tidak waktunya dihentikan sebentar saja?
Aku ingin bersamamu sedikit lebih lama


You make me wanna say I do, I do, I do
Colbie Caillat – I Do
LAGOON
masih menyisakan derai tawa di sela obrolan menjelang tengah malam. Sesekali juga terdengar suara Shawn Mendes menggema dari speaker yang sengaja dipasang di setiap sudut café itu, mengalunkan Aftertaste.
            "Sudah kubilang, aku tidak maaaauuuuuu."
Tal sampai memajukan bibirnya beberapa senti. Sengaja menandaskan kalau dia benar-benar tidak mau melakukannya. Aftertaste jadi tidak sempat dia nikmati dengan baik. Sudah dua hari ini dia dihantui oleh hantu pria. Konyol, 'kan? Masa hantu dihantui hantu. Aih, memang itu yang sedang dialaminya. Bagaikan mimpi buruk, eh bukan mimpi buruk juga sih. Soalnya hantu pria itu bisa dibilang bertampang di atas rata-rata. Tahu sendiri di atas rata-rata itu bernilai berapa? Interval delapan hingga sepuluh lah kira-kira.

[ROUND 1 - 9I] 12 - MIA | BLOOD AND STEEL NATION

oleh : meridianna

--
Blood and Steel Nation


Maafkan aku...
Bukan aku musuh kalian...
Gunakan kesempatan ini untuk membuat diri kalian kuat.

"Selamat pagi, Mia. Cuaca cerah sekali hari ini."

"Apa ini? Deja vu..?"

Mata Mia perlahan-lahan membuka dengan susah payah. Dia terbangun di sofa yang ada di depan TV miliknya. Dia menimbang-nimbang untuk terus tidur. Tapi jika dipikirkan itu akan percuma dengan apa yang baru saja dia terima, dia tidak jadi melaksanakan idenya itu. Sebelumnya dia diberitahu bahwa dia adalah suatu karya yang berada di suatu museum, harus menghadapi tantangan jika ingin kekuatannya kembali, di tempat lain dengan menggunakan sebuah domba. Lalu dia dikembalikan di tempat yang disebut Bingkai Mimpi, tempat yang mirip dengan tempat asalnya, oleh sebuah makhluk berkepala bantal. Dia bahkan tidak yakin makhluk itu laki-laki atau perempuan. Walau dipanggil sebagai Putri Huban, bisa saja dia adalah laki-laki yang menyamar jadi seorang putri. Mia terlalu sering melihat hal seperti itu di game-game yang dia mainkan. Bahkan karakter bernama Bridget saja ternyata laki-laki.

[ROUND 1 - 7G] 11 - KURO GODWILL | APOCALYPSE―REVOLUTION?


oleh : Chou-3

--
ApocalypseRevolution?


めくるページは次の章
(meguru pe-ji wa tsugi no shou)
イメージはいつも優勝
(ime-ji wa itsumo yuushou)
勝てないことはない
(katenai koto wa nai)
今日こそ起こそう僕らの革命
(kyou koso okosou bokura no kakumei)
衝撃的な作戦が永遠に
(shougeki teki na sakusen ga eien ni)
昇り続けるステージ
(nobori tsuzukeru sute-ji)



Dibalik halaman terdapat bab selanjutnya
Gambaran sebuah kemenangan
Tak ada yang tak dapat dimenangkan
Mari wujudkan revolusi hari ini
Di sebuah pentas yang terus berlangsung
dengan strategi yang sensaional dalam keabadian
⊡・・・ÊYÍ・・・⊡


Sebuah bait yang tertulis pada dinding udara arktik tak kasat mata di sebuah negeri. Cuaca begitu cerah namun terasa dingin. Para pemimpi itu, masih berpijak di tempatnya, seolah dipaksa untuk membaca bait itu sebelum akhirnya diijinkan menjejakkan langkah lebih dalam, menjelajahi negeri awan-kristal nan surgawi itu.
⊡・・・ÊYÍ・・・⊡


[ROUND 1 - 9I] 10 - SATAN RAIZETSU | PION DI ATAS PAPAN PERMAINAN

oleh : Hyakunosen
--
Pion di Atas Papan Permainan

Bagian 1

Dalam ruangan yang remang, hanya ada satu sumber yang menjadi penerangan kamar ini, sebuah lampu dinding yang memancarkan cahaya jingga seperti senja.

Aku tak begitu menyukai tempat terang, jadi suasana seperti inilah yang paling cocok denganku. Hanya dengan menenggelamkan diriku pada sofa, seluruh otot di kepala dan tubuh mengendur, membuatku merasa tenang.

Aku yang sekarang sedang mengharapkan ketenangan lebih dari siapapun. Aku hanya ingin bisa pulang ke rumah dan melanjutkan game Little Busters yang belum sempat kuselesaikan, lagi.

Tapi, sepertinya itu akan menjadi tujuan yang sangat panjang bagiku. Terlebih karena kejadian barusan yang mungkin akan meningkatkan kadar kegilaan dari dunia yang mereka sebut sebagai "Alam Mimpi" ini.

"Siapa nama dewi yang tadi? Umm ... Mirabelle, bukan?" gumamku sembari menghela napas. "Kenapa semua dewa seperti itu? Mereka selalu merendahkan kami manusia, dan menganggap dirinya lah yang paling kuasa."

Aku bukanlah orang yang menentang konsep "dewa", karena bagaimanapun ini kedua kalinya aku melihat "makhluk" seperti itu. Tapi, kedua "makhluk" itu meninggalkan kesan buruk dalam diriku.

Aku melirik orang yang sedang tertidur di atas kasur yang tak jauh dari sofa yang kududuki. Dia mungkin adalah salah satu orang yang mendapat kesan paling buruk terhadap makhluk bernama dewa.

Selasa, 26 Juli 2016

[ROUND 1 - 7F] 09 - ZEPHYR | IT'S JUST GOOD BUSSINESS

oleh : Denis Novendra


--IT'S JUST GOOD BUSSINES--


××--<>--××


"War is the Statesman's Game, the Priest's Delight, the Lawyer's jest,
,the Hired Assasin's Trade~"


-Percy Bisshe Shelley-


××--<>--××


First Bullet
||| /
...Victory Love Preparation...


Part 01


Beberapa saat setelah pertarungannya dengan RelaxingEnd, Zephyr didatangi oleh seorang mahluk? Dengan tubuh seorang anak kecil dan berkepala bantal yang mengatakan dirinya adalah seorang Reveriers dari sebuah pertandingan Multisemesta bernama Battle of Realms : Masterpiece of Reveriers.


Tentu, awalnya Zephyr tidak percaya. Apalagi saat sebagian besar pertanyannya tidak dijawab oleh gadis berkepal bantal itu yang hanya menjawab dengan : "Maaf kak, sebagian besar pertanyaan mu itu mengandung spoiler!" Heck, siapa yang tidak kesal dan bingung jika pertanyaan serius hanya dijawab enteng seperti itu.


Apalagi gadis yang mengaku bernama Ratu Huban itu juga memberi seekor Domba juga tanpa alasan yang jelas dan bilang itu adalah hadiah karena lolos babak seleksi.


Namun...


Jumat, 22 Juli 2016

[ROUND 1 - 1A] 08 - ODIN | DREAM 01. A MASS ENCOUNTERS

oleh : Dee

--
Warning : Harsh Language, no sexual scene (maybe) but some scene may be not suitable for under 18 years old.  Out of Character is slightly inevitable
(Round 1 Setting starts from Part 03)


"Who shot you ?"  | "No one. No one has shot me."  - Frank Gusenber (Deceased Member from Morran Gang, February 14, 1929)


Whatever in front of your eyes, may trick you.



Part 01. Beginning of a Dream

Ruang Pameran, Museum Semesta

Ruangan tempat Odin berada kini sangat kontras dengan tempat yang ia tinggalkan. Nuansa emas dan merah yang menjadi interior utama mengingatkan Odin pada lukisan Olympus yang pernah ia lihat saat menjajakan lukisannya di pasar kesenian Pomupeii beberapa tahun silam. Sayangnya, ruangan tempat Odin berada sekarang hanyalah sebuah galeri biasa, setidaknya terlihat seperti itu, jika tidak melihat dengan seksama lukisan-lukisan yang tergantung di dinding ruangan dan 'mengelilingi' para pengunjung.

Ya. Bukan hanya Odin yang berada di tempat itu. Ada pria berjubah yang menjemputnya, beserta dengan wanita berkepala bantal dan satu wanita lagi. Tidak hanya mereka, ada puluhan makhluk yang berkumpul di tengah ruangan. Mulai dari robot sampai naga, sesuatu yang hanya Odin dengar dari cerita orang-orang di Pomupeii. Odin tidak jelas mendengar ucapan pengunjung yang lebih mirip dengungan, namun perlahan ia bergerak, mengikuti makhluk-makhluk yang ada di sekelilingnya : memperhatikan lukisan-lukisan yang terdapat di sana.

Mata hijau milik Odin membesar saat ia menemukan sebuah lukisan yang menggambarkan dirinya sedang membunuh Tuan.

Apa? Sejak kapan?

[ROUND 1 - 10I] 07 - ADRIAN VASILIS | I AM BETWEEN A CONFLICT

oleh : Tanz

--

Chapter 2
I Am Between A Conflict




Detak jantung stabil, peralatan sudah steril.

Kerusakan di bagian itu cukup parah, tapi ada orang baik hati yang—

Apa ini mungkin?

Masih untung dia hanya dapat satu luka serius dari kecelakaan itu.

Tolong, jangan katakan ini padanya.

Memulai transplantasi organ.


***

Minggu, 17 Juli 2016

[ROUND 1 - 9I] 06 - LUCAS MASOLEUM | PENYELAMATAN DI STARBRIGHT.INC


oleh : R.J. Marjan

---

The Dream

Aula Museum Semesta, lebih dari enam puluh orang tak sekalipun membuatnya sesak. Mereka berkumpul di atas karpet merah dengan kebingungan dan keterkejutan. Di dinding, di atas permadani berhiaskan benang merah dan emas, berjejer lukisan-lukisan luar biasa. Emas membingkai tiap kanvas besar yang memuat laga-laga penuh drama dan aksi. Para Reveriers.

Lucas berdiri disana, tak memperhatikan apapun selain lukisan yang memuat gambaran dirinya, baru saja menembakan pisau, dan kabel listrik jatuh di depannya. Garis listrik kekuningan yang memercik terasa begitu nyata. Disana, dengan detil terlukis gambaran dari sosok yang tengah menjulurkan tangan, menggeliat. Daniel. Lucas jelas tak menikmatinya. Juga tak menyesalinya.

Ketika mengedarkan pandangan ke sekeliling, dia menyadari tiga sosok di dekat pintu tengah mengamati orang-orang yang kebingungan ini. Salah satu dari mereka terus menjawab tanda tanya dari para reverier. Mereka tau banyak.

Dari ketiga sosok itu, Lucas mengenal salahsatunya, Ratu Huban. Kali ini, dia geram akan mereka yang menahannya dalam mimpi ini. Untuk apa? Dia tak menemukan gagasan masuk akal di benaknya.

"Apa ini? Apa maksudnya semua ini? Siapa kalian?" Dia mengeraskan suaranya.

Mirabelle, Sang Dewi Konservasi sempat menjawab sebelum gempa bumi dan pekik kesakitan melingkupi aula. Beberapa orang menatap langit-langit dengan nanar sementara tubuh mereka perlahan menjadi tanah liat. Lucas menatap Sang Dewi dengan kengerian dan tanda tanya. Yang didapatnya hanyalah kata maaf dari mulut Mirabelle. Pria necis di sampingnya tak berhenti berkilah sementara Ratu Huban, si kepala bantal malah tertawa dibelakangnya.

Kesewenang-wenangan. Sebenarnya Lucas tak begitu peduli. Dia tak peduli pada orang yang kini telah menjadi tembikar. Tapi kekhawatirannya berpusat pada dirinya. Bahkan saat rasa sakit menyelimuti semua reveriers. Lucas mengerang sakit, hingga cahaya membawanya pergi. Dia cemas.

Sabtu, 16 Juli 2016

[ROUND 1 - 3C] 05 - NAMOL NIHILO | DUA

 
oleh : Aesop Leuvea

---
 DUA





Meteor


"Museum ... Semesta ...!" Namol tersedak napasnya sendiri.

Tidak sengaja menyebut dua kata itu, ingatannya otomatis memainkan kejadian semenit lalu.

Pilar berlapis emas, lautan karpet sewarna darah, lantainya yang berundak-undak artistik, lalu sebelas dinding setebal empat jengkal yang mengitari enam puluh enam makhluk bingung. Namol merupakan satu di antara mereka.

Para Reverier.

Dikumpulkan untuk menyaksikan hasil karya masing-masing, dan beberapa kenyataan yang takkan bisa dilupakan.

Patung itu ....

Namol langsung membuka matanya. Terkesiap dan mengumpat seperti pelaut. Sesaat, ia benar-benar merasa masih ada di sana. Keringat dinginnya jatuh, degup jantungnya berpacu.

Betapa saat ini ia sangat menghargai kegelapan dan suasana familier di dalam kamarnya.

"Namol, oi, goblok," sebias suara cempreng memanggilnya dari balik pintu. Suara Puppis, si peri kecil bersayap empat. "Keluar. Makan."

Namol menyahut serak, "Sebent—"

"NAMOL, BANGUN! AYO MAKAN SAMA-SAMA!"

Kegaduhan dari jebolnya tembok kamar Namol mengiringi jeritan kekanakan barusan. Heppow, si cacing-raksasa berkaus kaki, lantas mengintip polos dari lubang hasil sundulannya.

"Sebentar—oh ayolah, Hepp! Jangan mentang-mentang rumah ini punya sistem reparasi otomatis," sambung Namol sambil mendesah panjang. Jengkel.

Tapi kemudian, setelah melihat baik-baik dua makhluk di depannya, ia tersenyum. Peri dan cacing. Meski aneh dan menyebalkan, mereka adalah penjaganya. Atau lebih baik dari itu: mereka adalah sosok yang akan selalu ada.

"Apaan?" Puppis menuntut, ketus. Merasa risi dipandangi. Meski rona pipinya mengatakan hal lain.

"Bukan apa-apa, Pupp. Oh, ya, apa pesannya sudah datang? Belum? Bagus!" Namol bersiul melodius. Berjalan kikuk menembus dinding, langsung ke arah dapur. "Ayo, makan."

Setidaknya menurut Namol, setakut apa pun situasi mampu membuatnya, ia tidak akan pernah sendirian menghadapinya.



***