oleh : hewan
Ringkasan cerita sebelumnya:
Museum Semesta akan aktif sebentar lagi, Pameran Raya
segera tiba. Untuk menyelenggarakan itu, Sang Kehendak membutuhkan “karya-karya
seni” baru yang akan didatangkannya dari segala penjuru semesta melalui
perantara Alam Mimpi. Bagaimanapun, Zainurma melihat itu sebagai peluang
baginya untuk terbebas dari belenggu Sang Kehendak. Dia pun membujuk Ratu Huban
si penjelajah mimpi.
“Bukan berarti kita tak bisa berbuat apa-apa,” tutur
Zainurma, tersenyum licik.
“Maksud Paman?” balas Ratu Huban.
Kaki kanan Zainurma menginjak-injak tanah Alam Mimpi,
memberi kode. “Artefak brengsek itu tidak tahu potensi sesungguhnya dari Alam Mimpi. Dan Huban … bagaimana kalau
kita jalan-jalan sejenak?”
Maka rencana Zainurma sang Kurator dimulai sudah.
-reveriers-
Ratu Huban, si makhluk kepala bantal nan ajaib, mulai
menggerakkan tongkat permennya yang berbentuk gagang payung. Digerakkanlah
tongkat itu ke atas, ke bawah, kiri dan kanan, lalu diputar-putar, kemudian
diulang lagi gerakan-gerakan itu dari awal. Ratu Huban tampak tertawa menikmati
itu sambil sedikit menari-nari.
“Itu … apa memang perlu semua gerakan itu??” hardik
Zainurma yang berjongkok sambil memasang wajah bosan. “Mestinya kau bisa
membuka portal mimpi dengan satu kali sodokan gagang payung saja.”
Gerakan Ratu Huban terhenti. Rupanya tebakan Zainurma tepat sasaran. “P-Paman
Nurma menguntit aku, ya? Kok bisa tahu detail kemampuanku?” ujar si kepala
bantal.
“Err, bukan menguntit juga sih. Aku hanya mengawasi
gerak-gerikmu,” kilah Zainurma. Kemudian dia mengalihkan pembicaraan, “Dengar,
kita sedang diburu waktu. Kecuali kau mau menunggu Pameran Raya berikutnya yang
entah berapa ratus tahun lagi maka kuminta kau bergegas.”
Kepala bantal Ratu Huban berkerut. Dia tak terlalu
mengerti maksud sindiran sang Kurator tapi setidaknya dia tahu kalau menunggu selama
ratusan tahun itu akan sangat menyebalkan dan membosankan. Kapan dia akan
menemukan mimpinya sendiri jika begitu?
“Baiklah, Paman Nurma. Bersiaplah~”
Ratu Huban menyodokkan gagang payungnya ke udara.
Kemudian kembang api memercik seraya memunculkan sejenis lubang. Itu adalah portal
mimpi.
“Hehehe, bagus,” Zainurma terkekeh, “sekarang kita
harus menandai sejumlah Reverier potensial.”
Zainurma melompat ke dalam lubang portal tersebut,
disusul Ratu Huban.
Mereka pun berkelana dari satu mimpi ke mimpi lainnya
demi mencari siapapun yang layak untuk ditandai. Pencarian demi pencarian
membawa mereka menyelusuri beragam mimpi dari pelbagai makhluk di penjuru
semesta.
Ada sekumpulan manusia dengan otak cerdas, ada pula
yang lebih lihai di teknik membunuh dalam gelap. Beberapa mempunyai keahlian
dalam meniru jurus lawan. Namun yang lebih populer adalah kemampuan
memanipulasi elemen, mulai dari api, angin, air, tanah, bahkan sampai suara dan
cahaya.
Zainurma dan Ratu Huban muncul di mimpi para petarung
itu sebagai sosok yang samar-samar. Zainurma akan mengatakan, “Kau adalah Reverier,
dan dengan itu, mungkin kau bisa membuat Mahakarya terbaik di Alam Mimpi. Mencapai
apa yang tidak mampu kau capai di duniamu.” Setelah itu keduanya menghilang dan
kembali menjelajah mimpi petarung lainnya.
Ratu Huban yang tadinya tidak terlalu bersemangat kini
ekspresinya menjadi lebih ceria. Dia tampak mulai menikmati perjalanan ini.
Karena terlalu bersemangat, dia memberi tanda ke
sejumlah makhluk aneh. Mulai dari hiu ajaib, kaleng semprotan pewangi ruangan,
ayam jago, pangeran kodok, bahkan segerombolan hantu ataupun sejumlah robot.
Ratu Huban tak lupa menandai kembali sejumlah petarung yang dulu sempat
diajaknya bermimpi untuk melawan petarung tangguh lainnya pada kesempatan
silam. Mulai dari ratu pemanah, pangeran berdansa pisau, hingga manusia biasa
dengan nama aneh “Satan”.
Zainurma lebih berkelas. Dia mengincar beberapa
alkemis, pemburu hantu, monster naga, bahkan perompak udara. Yang paling
disukai sang Kurator adalah sejumlah kandidat yang mengerti tentang seni rupa,
sekalipun mereka itu pemerkosa, bocah jalang, ataupun gadis biang tawuran.
Mengimbangi itu, Ratu Huban menambahkan peri-peri dan Elf dari sejumlah
semesta.
Pada akhirnya, mereka berdua berhasil menandai ratusan
calon Reverier—pemimpi.
Lalu beristirahatlah keduanya di suatu pojok Alam
Mimpi di mana bunga-bunga air sedang berbuah lebat menghiasi pilar-pilar
pepohonan kelabu. Domba-domba putih mengembik di kejauhan, berenang di danau
gulali.
“Aku tidak tahu berapa banyak yang akan benar-benar
diundang oleh artefak sial itu. Tapi semakin banyak yang diundang, maka semakin
besar kesempatan kita,” ujar Zainurma.
Ratu Huban yang sedari tadi masih bingung akhirnya
bertanya, “Memangnya kita menandai para pemimpi itu untuk apakah, Paman Nurma?”
Menyeringailah sang Kurator. “Hehehe, ini adalah
eksperimen. Para pemimpi itu, dan kekuatan sejati dari Alam Mimpi, perpaduan
kedua ini bisa menjadi kunci penting.”
“Apakah dengan begitu aku bisa punya mimpi sendiri?”
raut bantal Ratu Huban menjadi ceria.
“Bisa saja,” jawab Zainurma.
Ekspresi Ratu Huban semakin berseri. “Kalau begitu,
sekalian saja kutandai kecebong imut ini~” dia menunjuk ke arah monster mimpi seperti
kadal kecil yang tampak baru menetas dari telurnya. “Kurasa kalau dikasih
banyak makan, kecebong ini bisa berevolusi jadi naga~~”
“Hah?? Aku tidak yakin monster mimpi masuk hitungan.
Tapi tandai saja kalau kau memang mau.”
“Yeay~”
Bagaimanapun, kesenangan mereka berdua terhenti akibat
Alam Mimpi yang tiba-tiba bergoncang kencang seperti dilanda gempa.
“Ah, sial! Ternyata getarannya sudah menjalar sampai
di sini!” seru Zainurma. Dia menoleh ke arah Ratu Huban, “Kalau begitu, Huban,
aku harus kembali ke Museum.”
Tanpa menunggu persetujuan dari lawan bicaranya,
Zainurma sudah lenyap terbawa aura keemasan. Sosoknya menghilang dalam sekejap dari
Alam Mimpi.
-reveriers-
Saat itu, Mirabelle masih
terpaku sekitar sepuluh meter di hadapan patung gigantik berbentuk otak—Sang Kehendak.
Namun tak lama berselang, sosok Zainurma muncul di belakang sang Dewi.
“Menyingkirlah sebentar,”
ujar Zainurma. “Aku mau bicara dengan
patung otak ini.”
Maka pergilah Mirabelle
secara teratur. Dia melangkah mundur dengan khidmat, seolah tidak ingin
menunjukkan ketidaksopanan barang sedikit pun di hadapan Sang Kehendak.
Sementara itu, Zainurma menggantikan posisi sang Dewi. Pria itu melangkah maju.
“Lama kita tidak
mengobrol, ya? Kau merindukanku?” sapa Zainurma. Matanya berani menatap tajam
patung tersebut namun sang Kurator pun tak bisa menyembunyikan tetesan keringat
dingin pada pelipis dahinya. “Y-yah … kurasa terakhir kali kita bicara itu sekitar 100 tahun lalu? Atau
itu 200 tahun? Berada di semesta yang tak terikat ruang-waktu seperti museum
ini membuat semuanya serba tak pasti.”
Getaran Museum Semesta
bertambah hebat. Zainurma hampir kehilangan keseimbangan pijaknya.
“Hei, hei, t-tolong
hentikan dulu gempa-Mu ini. Aku tahu Kau pasti sedang
bersemangat-bersemangatnya, tapi yah … kubilang tadi ada yang ingin
kubicarakan. Dan ini penting.”
Namun getaran itu malah
semakin dahsyat. Akhirnya Zainurma terpelanting dengan belakang kepala
membentur permukaan rumput. Kacamata gelapnya terjatuh.
Dengan ekspresi kesal dan
mengaduh, dia bangkit sembari menyeka debu dari jas necisnya. Lalu disapanya
lagi, “Baiklah. Mungkin aku kurang sopan tadi.” Zainurma mengambil posisi setengah
berlutut. “Wahai, Sang Kehendak yang kehendak-Nya meliputi seluruh Museum
Semesta dan Alam Mimpi. Mohon berkenan untuk mendengarkan apa yang hendak
kusampaikan.” Nada bicara Zainurma terdengar lebih khusyuk sekarang.
Dan ajaib, intensitas
gempa menjadi lebih pelan. Lama-lama getaran itu berhenti juga.
“Terima kasih, wahai Sang
Kehendak.” Lalu dia melanjutkan di dalam hati, Kenapa tidak dari tadi, dasar artefak brengsek!
Zainurma bangkit. Dia merapikan
lagi setelan jasnya yang berantakan lalu menyisiri rambutnya kembali hingga
klimis kemudian kacamata semi-gelapnya pun sudah tersemat kembali di wajah.
Situasi menjadi lebih
kondusif untuk berbincang-bincang.
“OK, langsung saja.
Apakah Kau tidak bosan menggunakan cara biasa untuk mengumpulkan karya-karya
seni?” seru Zainurma. “Setidaknya berilah aku, sebagai Kurator Museum Semesta
ini, kesempatan untuk menawarkan yang lebih baik.
“Daripada mengumpulkan
jutaan karya seni kelas A, B, dan C, bukankah menurut-Mu lebih bagus
mengumpulkan ratusan saja, namun kelasnya adalah S dan SS? Aku menawarkan karya
seni yang tercipta melalui tetesan darah, keringat, dan air mata, oleh mereka-mereka
yang terbaik di semesta masing-masing. Aku menawarkan MAHAKARYA!”
Seringai percaya diri Zainurma
menutup pembicaraannya itu.
-reveriers-
Setelah momen itu, sejumlah petarung tangguh dari segala penjuru semesta
akan mengalami mimpi yang sangat aneh.
Mereka telah ditandai.
Mereka semua akan dipanggil ke Alam Mimpi.
Mereka adalah Reverier yang akan saling bertarung untuk menciptakan
Mahakarya.
[]
Eh sialan... ahahah gw ngakak!!! Satan dibawa-bawa.... Ahahahaha
BalasHapusBtw, bagaimana kita tahu Ratu Huban bisa mengkerut? Apakah permukaan bantal yang dimaksud?
Yap, kerutan bantal bisa menyampaikan sejuta ekspresi~
HapusSejuta Ekspresi Ratu Kepala Bantal
Hapusi want that book immediatly
Entah kenapa, ngebaca tingkah Ratu Huban, yang kebayang beneran Kana ._.
BalasHapustingkah ratu huban bikin ketawa '-'
Hapus"pangeran berdansa pisau". sepertinya pernah kenal dengan yang satu itu ._.
BalasHapussemua telah dimulai (^w^)
BalasHapusdi mullaaaiiii~~~
BalasHapus*dimulai
Hapuspenulisan awalan di- itu harus disambung~
Ratu pemanah... OC saya dibawa-bawa nih. Ngomong-ngomong, sub OC ditandai atau tidak?
BalasHapusNdak. Yang ditandai cuman si OC. Tapi sub-OC nempel dan bisa kebawa di pertarungannya si OC
Hapus