SATU
Bukan Dia Pahlawannya
Seperti ledakan atau dentuman paling terkenal yang terjadi sekitar dua
puluh lima ribu juta tahun lampau, (ketika itu mungkin alam semesta mulai bosan
akan kekosongan dan memutuskan untuk—sayangnya—hidup dengan cara melempar
jasad-jasadnya ke segala arah; menciptakan galaksi) kisah Namol dimulai.
Ya. Kisah Namol dimulai dengan cara yang sama
seperti kisah terciptanya alam semesta ini. Kecerobohan.
Sebuah rumah besar terombang-ambing di dalam
dimensi tanpa nama, tak terlacak, dan tak masuk akal. Semuanya tampak hitam
pekat sekaligus terlihat jelas sampai ke detail terkecilnya, terdistorsi total
tapi jernih bahkan memperkaya pembentukan sudut-sudutnya yang terus bergerak
dalam hitungan cahaya, dimensi abstrak ini—menggunakan analogi terdekat—seperti
kumpulan pecahan kaca yang kesemuanya dilumuri jubah hitam keajaiban dan ditiup
secara konstan oleh kekuatan yang sangat besar. Dan rumah besar itu sendiri,
yang mengambang di antaranya, adalah rumah Namol.
Namol ada di dalam salah satu kamar besarnya
yang didominasi warna abu dan cermin dinding. Meringkuk di antara celah lemari
dan lemari lainnya yang lebih besar. Ia menutup mata dan telinganya santai
sambil mengutuk sekaligus menyalahkan siapa saja dan apa saja yang ia tahu atas
insiden ini. Meski sesungguhnya hanya satu makhluk saja yang harus disalahkan
dan itu bukan Tuhan atau yang lainnya melainkan ayahnya sendiri.
Ayahnya adalah alien eksentrik yang dijuluki
ilmuwan sinting oleh penduduk Regaia setempat. Semua itu memang apa adanya.
Ayahnya jugalah yang bertanggungjawab penuh atas insiden ini. Insiden random
yang melenyapkan sebuah lubang hitam bernama Regaia beserta isinya.
Semua masih baik-baik saja lima menit yang
lalu, pikir Namol pedih dan dangkal. Karena tentu saja semua
hal berubah. Detik per detik tidak diciptakan untuk hidup di tempat,
kebingungan di antara lemari.
Namol mulai menangis. Menangisi sebuah momen
di masa lalu. Lima menit lalu. Ketika semuanya masih normal. Ketika ia baru
pulang dari lapangan meteor terdekat setelah
menonton pertandingan galley antarkota, ia berjalan santai melewati gerbang
rumahnya, bersiul sambil menatap malas kebun logam di sudut halaman depan;
kebun logam yang dirawat ibunya dalam taraf cinta seorang ibu terhadap anak
impian, mendorong pintu masuk tanpa ekspresi di wajah, mendapati ayahnya
berlarian di koridor di depannya sambil meneriakkan, "Eureka!" Namol
mengabaikannya, lalu masuk ke kamar, melompat ke atas kasur, dan, bukannya
tertidur sampai tiba waktunya makan kudapan seperti hari-hari normal, yang
terjadi kemudian malah ledakan. Ledakan besar bergemuruh selama satu menit
penuh. Namol terus terlempar ke sudut-sudut kamarnya sendiri sampai akhirnya ia
merangkak ke celah sempit di antara lemari dan bertahan di sana sampai
sekarang.
"Kita sudah sampai, goblok! Jangan banyak gerak! Hey, Heppow! Diam
dulu!"
Namol berdiri buru-buru. Celingak-celinguk
mencari sumber suara cempreng dan penuh otoriter barusan.
"Heppow, coba yang itu. Hancurkan! Dia
pasti ngumpet di salah satu kamarnya. Pengecut payah."
Ketemu. Dari luar. Suara cempreng itu berasal
dari luar kamarnya. Namol baru saja mau berjalan dengan lutut bergetar ketika
dinding di belakangnya roboh dihantam sesuatu. Beruntung ia bisa menghindari
puing-puing besarnya.
"Siapa di sana?!" tanya Namol
serak.
"Heppow!" gelegar sebuah
suara jenaka yang langsung bikin Namol bertekuk lutut, setengah pingsan.
Dua siluet maju melewati debu, mendekat ke
arahnya. Dua siluet itu adalah seekor cacing raksasa dan sebentuk peri kecil.
"Lihat ke jendela, Namol!" perintah
si peri kecil bersuara cempreng. "Kita sampai. Ini namanya Bumi.
Bangun!"
Katanya Bumi Indah
Kemampuan untuk beradaptasi jelas lebih penting dari oksigen. Kalimat itu
kebetulan kurang berlaku untuk Namol. Alien aneh yang berasal dari sebuah
lubang hitam, turis jauh yang tidak terlalu membutuhkan oksigen Bumi atau
kemampuan berkomunikasi sebagai penyambung nyawanya.
Setelah melewati dimensi abstrak, rumah besar
Namol terdampar di Amerika Serikat, Illinois, Chicago-South Side.
Dengan hari ini, sudah sekitar satu minggu ia
menjalani kehidupan normal selayaknya ras manusia rata-rata.
"Enggak kerasa, ya? Sudah seminggu aja
tinggal di sini," kata Puppis, peri kecil bersuara cempreng, berambut
jabrik, berkulit terang, bersayap empat, pada Namol yang sedang bercermin di
dinding koridor depan.
Namol menyisir rambut oranyenya yang
bergelombang seperti mi dalam advertensi dengan sangat teliti. Selurus
gelombangnya yang berwarna hitam ia tekan sampai rata ke kulit kepala. Kumis
melingkarnya ia tarik-tarik agar sama panjang, janggutnya ia usap-usap sampai
tidak terasa kasar lagi. Kedua mata merahnya menatap malas ke sebuah rompi
berwarna norak—sangat bertabrakan dengan warna kulitnya yang gelap—yang
disediakan oleh kantor tempatnya bekerja, apa ada noda di sana atau semacamnya;
karena pemeriksaan karyawan sangat ketat sampai kadang menegangkan. Dan
ternyata sempurna. Ia siap berangkat.
Dan, ya, Namol sudah dapat kerja.
Satu minggu tinggal di Bumi ternyata tidak
begitu menakutkan. Malah, Namol mulai merasa kalau terdamparnya ia di planet
ini memang merupakan sebuah skenario penuh berkah yang diberikan oleh sang
Takdir untuknya.
"Ya. Enggak kerasa. Kan enggak
dijilat," kata Namol sambil berjalan ke meja kecil yang terbuat dari koral
biru alien di mana nampan berisi sarapannya berada; kristal nebula Brayox
instan dua rasa, dan susu sangat manis Andromeda.
Cacing raksasa—berwarna merah muda dan
mengenakan kaus kaki besar di ekornya—yang tinggi tubuhnya meremukkan
langit-langit koridor, mengendus lapar dan menatap penuh harap ke menu sarapan
Namol.
"Dia lapar," kata Puppis sambil
menunjuk si cacing. "Heppow lapar?"
"Heppow lapar!" respons si cacing.
Suaranya lantang dan kekanakan.
Namol tersenyum manis lalu melahap semua
jatah sarapannya. "Ya. Aku juga lapar, Hepp. Makan dapurnya aja
sana."
Heppow cemberut dengan mata berkaca-kaca.
"Oh, rutinitas drama pagi. Sayang aku
harus berangkat. Dadah!"
"Tunggu!" seru Puppis.
Namol yang tubuhnya baru setengah menembus
pintu keluar berhenti kemudian menoleh sambil menaikkan alis. "Pupp, kalau
manusia lihat setengah badanku di luar pintu ini—"
"Itu bakal jadi berita yang bagus dan
koran yang kaujual akan laku keras. Itu juga kalau mereka bisa lihat dengan
jelas dari gerbang halaman yang jaraknya seratus meter dari sini, dan tempat
kerjamu mengikuti alur zaman," potong Puppis sambil terbang ke depan wajah
Namol. "Dengar," bisiknya, "ini serius."
"Enggak. Ini buang-buang waktu. Dan
napasmu bau ketiak. Biasakan sikat gigi setelah bang—"
Puppis menjambak rambut Namol sampai alien
itu masuk lagi seutuhnya ke dalam rumah.
"Dengar."
"Ya."
"Inti anomali belum bisa terdeteksi.
Padahal aku sudah menggunakan detektor tercanggih Tuan Messier."
"Heppow lapar!"
Namol mendesah. "Mungkin Bumi memang
seperti ini."
"Enggak, Namol! Jangan ngaco."
"Ya, tentu! Itu, kan, tugasmu."
"Heppow lapar!"
Namol dijambak lagi.
"Ayolah! Aku harus berangkat, Pupp!
Sekarang, atau potong gaji! Aku harus jalan enam ratus meter, Demi Tuhan!"
"Demi Tuhan-mu yang mana, eh?"
Namol memutar bola mata lalu balik badan.
"Anomali belum terdeteksi—"
"Terserah."
"—tapi aku mendeteksi hal lainnya yang
mungkin ada hubungannya dengan Regaia. Karena hal itu berasal dari
luar-bumi."
Namol berhenti lagi. Sejenak ia tatap
persilangan tali sepatu ketsnya, tapi kemudian beringsut keluar menembus pintu
tanpa mengatakan apa-apa.
"Heppow lapar!"
"Makan dapurnya sana, cacing
berengsek!"
***
Bukannya tidak peduli terhadap kampung
halaman yang menghilang secara ajaib, atau mau mendustai masa lalu dengan masa
kini yang prospek pribadinya dirasa lebih baik, Namol hanya ingin bahagia dan
hidup cukup sesuai standarnya. Titik. Sesederhana itu saja. Jadi ucapan Puppis
tadi tentang penyelidikan anomali, pencarian jalan pulang ke Regaia, dan
sebagainya, sama sekali tidak diabaikan tapi juga tidak diindahkan.
Namol tidak merasa cukup bahagia di Regaia,
tapi ia cukup bahagia sekarang tinggal di Bumi.
Awal-awalnya memang cukup mengerikan. Seperti
yang kalian tahu rumah besar Namol melintasi dimensi abstrak, lalu Namol
dikejutkan dengan kehadiran Puppis dan Heppow yang ternyata merupakan hasil
eksperimen ayahnya dan diciptakan sebagai semacam petugas keamanan dalam
masa-masa sulit (mereka berdua cerita bagaimana mereka keluar dari ruang bawah
tanah laboratorium yang ramai.
Entah ada apa lagi di bawah sana. Namol tidak merasa harus mengeceknya sekarang).
Itulah awalnya, bagian yang dirasa
mengerikan, dan kini sudah terlewati.
Sekarang bagian menyenangkannya.
Setelah merasa siap, dengan seluruh
keberaniannya yang tidak seberapa, Namol memutuskan untuk keluar rumah dan
menghadapi Bumi pada hari itu juga—hari kedatangannya. Karena ini bagian yang
menyenangkan jadi semuanya baik-baik saja. Hari pertama, Namol berkenalan
dengan seorang gadis kecil berambut pirang sepinggang. Gadis itu mengikatkan
semacam benang merah tebal yang memanjang melambai di jari kelingkingnya, dan
ia sendiri sedang berjinjit memegangi batangan logam di sisi gerbang halaman,
mengintip, lalu salah tingkah sampai terpeleset jatuh ketika melihat Namol
berjalan menghampirinya. Nama gadis kecil dengan benang merah di jari kelingkingnya
itu adalah Ariadne. Kenalan pertama Namol di Bumi.
Cukup mengganggu sebenarnya, karena meski
Ariadne hanya gadis kecil pemurung yang raut wajahnya menyiratkan seolah-olah
ia akan menangis bila dibentak siapa saja, Ariadne menurut Namol juga merupakan
tipe yang sok kenal. Mereka baru kenal tiga menit tapi gadis kecil itu sudah
menceritakan semua tentang kisah hidupnya.
Ariadne merupakan yatim piatu, tapi tidak
dari lahir. Ibunya, sebelum meninggal karena HIV dan AIDS beberapa tahun silam,
sering bercerita tentang kisah bintang jatuh Eophi yang menyelamatkan Ariadne
ketika ia masih berada di dalam kandungan. "Setelah mengetahui nama
bintang jatuh itu secara tiba-tiba dan natural, Mom berdoa padanya, agar aku
sehat, tidak seperti dia," tutur Ariadne waktu itu. "Keajaiban
ternyata memang ada. Aku sehat dan bersih sampai sekarang sementara Mom kotor
dan akhirnya meninggal karena penyakitnya tidak bisa disembuhkan oleh apa pun
selain uang dan doa. Sementara kami tidak punya dua-duanya."
Namol yang menyimak kisah itu baik-baik sama
sekali tidak peduli. Ia baru peduli ketika Ariadne menjadi berguna, menawarkan
diri untuk mengajak Namol—yang ia duga merupakan warga pindahan—berkeliling.
Memperkenalkan panorama Bumi pertama bagi Namol dan itu adalah panorama di Kenwood,
South Side-Chicago. Melintasi tepian Danau Michigan sambil menceritakan sejarah
pribuminya. Menceritakan rumah bersejarah presiden ke empat puluh empat Amerika
Serikat, Barrack Hussein Obama, yang sekiranya mungkin ada di suatu tempat di
wilayah ini, juga rumah Muhammad Ali, seorang petinju profesional, dan betapa
lucunya—pikir Ariadne—kalau mereka bertukar profesi atau setidaknya tempat
tinggal karena keduanya kurang lebih nyaris identik dari beberapa sudut
pandang.
Terakhir, jasa terbaik Ariadne untuk Namol,
adalah jalan-jalan iseng mereka ke kantor aneh di antara taman kecil dekat
jalan raya utama. "The Old" nama kantornya. Kantor percetakan koran
yang hanya memiliki satu penulis, editor, dan asisten. Kantor yang dikelola
oleh sebuah keluarga.
Namol seketika mematung di seberang The Old,
bersebelahan dengan Ariadne yang sibuk menebak warna mobil di jalanan. Namol
kemudian mendapatkannya.
Ide untuk menetap, untuk hidup normal di tempat baru. Semua itu dimulai di
sini. Ia berlari menyeberang, meninggalkan Ariadne yang kebingungan, lalu ia
masuk ke dalam kantor, melamar pekerjaan, dan diterima dengan senang hati.
Resmilah, Namol bekerja sebagai paperboy atau delivery
man di kantor The Old yang
aneh.
Hari pertama Namol tinggal di Bumi pun
ditutup dengan kebahagiaan. Namol dan Ariadne berjalan pulang, dan di depan
gerbang halaman rumah besarnya Namol mengucapkan terima kasih. "Namaku
Namol Nihilo. Sekarang kita teman, Aria," ujar si alien sambil tersenyum.
"Jangan khawatir. Aku juga yatim piatu. Kita pasti bisa saling mengerti
kalau kita punya luka yang sama. Sampai jumpa lagi."
Begitulah. Ariadne telah memperkenalkan
secuil bagian Bumi, dan secara tidak sengaja memberi tujuan di kehidupan baru
Namol. Dan Namol sendiri telah menjadi sesuatu yang sangat berharga untuk
Ariadne; sosok yang mau menemaninya.
Bagian terbaiknya, kebahagiaan yang menutup
hari pertama tidak berhenti sampai di situ. Karena malamnya, Namol memimpikan
sesuatu. Sesuatu yang aneh. Tentang kedatangan dua sosok yang tak jelas
bentuknya, dan mereka mengatakan sesuatu yang samar terdengar seperti:
"Reveriers ...."
Namol terbangun di hari kedua oleh guncangan
yang diciptakan Heppow dan celotehan Puppis. Hari kedua, adalah hari pertama ia
berangkat kerja dan memulai kenormalan hidupnya. Sekaligus hari di mana
semuanya berubah, dan terus berubah sampai sekarang. Perubahan yang
dikategorikan Puppis sebagai anomali. Perubahan yang diabaikan Namol.
Sampai saat ini. Tujuh hari di Bumi.
Kesenangan pun akan berakhir sebentar lagi.
Karena tentu saja ...
"Selamat pagi, Namol," sapa
Ariadne. Seperti biasa, selama satu minggu penuh, gadis berbenang merah ini
selalu sudah berdiri sambil tersenyum sendu di depan gerbang halaman untuk
menyambut keberangkatan Namol.
"Selamat pagi, Aria."
"Sarapan apa tadi, Namol?"
"Ah. Biasa."
"Ada berita apa hari ini, Namol?"
"Kayaknya masih sama. Seputar kasus
orang hilang."
"Begitu, ya? Kalau begitu, hati-hati di
jalan, ya, Namol?"
"Tentu."
... meski Namol memungkirinya, ia tetap
menelan ludah setiap berjalan melewati gerbang halaman. Melambaikan tangan ke
arah Ariadne, yang juga melambaikan tangan ke arahnya sampai keduanya
dihilangkan jarak, dengan keadaan perut sedingin es. Enggak ada yang berubah, ini
normal, ini Bumi, Namol meyakinkan dirinya sendiri sambil melirik sekitar
dengan jantung yang berdebar liar.
Patung raksasa dengan tangan kanannya yang
memegang semacam obor dan terulur ke depan, melayang puluhan meter di atas
kepalanya, terbang memutar, menciptakan bayangan dingin. Permukaan tanah
beserta gedung-gedung ratusan meter di sebelah baratnya naik dan tenggelam
secara teratur, seperti eskalator. Curahan hujan meluncur horizontal di langit
selatan, kadang membulat dan tumpah dengan sangat berisik, kadang seolah
membeku, dipagari oleh petir yang bergaris-garis.
Bumi berubah sejak hari kedua, sampai
sekarang. Seolah-olah, elemen
Regaia pindah ke sini, pikir Namol muram.
Ia tiba di depan kantor The Old dengan napas
pendek-pendek dan keringat dingin di pelipis. Ia buka pintu kantornya.
"Selamat pag—"
"NAMOL! ARENA PEPERANGAN AKAN DIPENUHI
OLEH DARAH BESOK SIANG!"
Tepat di tengah Arena
"Hah?" Namol mengangkat sebelah alisnya.
"Darah, Namol, darah! Demi para Templar!"
seru laki-laki paruh baya dengan kepala setengah botak dan seperempatnya lagi
dihuni uban. Laki-laki bernama Mike Mills. Pemilik, sekaligus penulis,
sekaligus editor, sekaligus kartunis, percetakan koran The Old.
"Ada apa dengan darah?"
"Dad selalu tergila-gila dengan
pertandingan pembuka," interupsi seorang pemuda belasan tahun. Pemuda
tampan berwajah bersih, berambut cepak, bernama Hopper. Anak tunggal Mike.
"Jangan dihiraukan, oke, Namol?" Hopper tersenyum kemudian kembali
menyibukkan dirinya dengan isi tas sekolah.
"INSPEKSI!" pekik seorang wanita.
Namol menegakkan tubuhnya secara otomatis
sementara wanita yang tadi memekik memelototinya dari puncak kepala sampai
ujung sol sepatu.
"Hm-hm. Bagus! Nol noda. Selalu hindari
makanan basah buat sarapan, Namol. Dan apakah kau bertambah tinggi pagi ini,
anak muda? Berapa tinggimu? Usiamu pasti baru dua puluhan tapi tinggimu sudah
sepinggang Lady Liberty!" kata wanita itu lembut. Wanita bernama Miranda
July, istrinya Mike. Sekaligus asisten satu-satunya yang dimiliki The Old.
Selain Ariadne, tiga manusia ini adalah
satu-satunya kenalan dekat Namol di Bumi.
"Sudah sarapan, Nak?" tanya Mike.
Namol mengangguk.
"Bagus. Ayo bekerja! Menuju pertempuran!
Kita tumbangkan Rothschild!"
"Dad ...."
Garis fajar hampir sepenuhnya menghilang dari
langit, cahaya pagi di awal musim semi masuk berbaris lewat kaca-kaca jendela;
membasahi ruangan kecil dan berantakan tapi sangat beraura nyaman ini dengan
serbuk-serbuk terang. Namol selesai menyusun koran langganan dan siap
mengantarkannya. "Mau bareng lagi berangkatnya, Hopper?" tanya Namol.
"Boleh."
Setelah pamitan, keduanya berangkat.
Namol selalu memanfaatkan waktu keberangkatan
Hopper supaya bisa jalan berdua. Karena akan lebih mudah mengabaikan prasangka
atau tatapan orang-orang jika kita memiliki sesuatu untuk diajak mengobrol
selain diri kita sendiri.
"Jadi, mau ikut nonton besok?"
tanya Hopper. Pemuda itu berjalan santai saja melewati sisi jalan, dan jembatan
oranye sepanjang ribuan meter yang melompat-lompat tanpa menyentuh permukaan
tanah seperti gabungan seorang ahli akrobat dan pesulap beberapa meter di
sampingnya. "Mainnya di lapangan dekat kantor," lanjut Hopper.
"Bukan pertandingan atau kompetisi besar, sih. Hanya sekumpulan saudara
jauh dan beberapa kolega Ayah yang masing-masing dari mereka memiliki dendam
terpendam kemudian ingin melampiaskan semuanya melalui olahraga. Bisbol, pernah
main itu di negara asalmu?"
"Belum," kata Namol. "Tapi
kayaknya menarik."
"Pastinya. Di sini, olahraga jenis itu
adalah keharusan. Whoever wants to know the heart and mind of America had
better learn baseball. Atau begitulah kata Jacques Barzun."
"Ya. Tentu, Jacques Barzun, eh
...." Namol mendongak, kedua matanya terbuka lebar. Saat ini langit telah
ditutupi sepenuhnya oleh tubuh hitam sesosok raksasa kekar. Ia melayang tanpa
bergerak. Kepalanya yang seperti kepala seekor singa menoleh perlahan, mata
bulatnya yang seputih kilatan cahaya menatap kosong ke sepanjang garis cakrawala
di kejauhan.
"Ada yang salah, Namol?" Hopper
mengernyitkan dahi melihat ekspresi ketakutan dan tubuh menggigil Namol.
Apa yang dilakukan makhluk keji seperti
Barlaghart di Bumi ...? Ba-bagaimana ini?
"Hey, Namol?"
Namol menelan ludah, pelan-pelan kembali
menatap Hopper.
"Ada apa?" tanya Hopper lagi.
"Oh-ah. E-enggak. Bukan apa-apa."
Ketika Namol mendongak, langit ternyata sudah
kembali kosong. Raksasa itu menghilang.
Syukurlah.
"Jadi, besok jam berapa mainnya?"
tanya Namol dengan nada senormal mungkin.
"Mungkin setelah makan siang. Atau,
yeah, Namol, datang saja dan makan siang bersama kami. Kita berangkat
sama-sama."
"Ya. Akan kuusahakan."
***
Malam harinya di rumah besar Namol. Di aula
belakang, yang dinding-dinding lebarnya dihiasi obor reaksi energi bintang dan
ornamen senjata-senjata kuno, tepatnya. Namol, Puppis, dan Heppow sedang makan
malam kukus rasi Gemini bersama-sama.
"Aku melihat Barlaghart melayang-layang
di atas negara bagian ini," kata Namol.
"Aku melihat kucing memegang senapan
mesin dan tupai yang meledakkan situs suci di internet lalu semua ketawa,"
kata Puppis.
"Pupp, aku serius."
"Oh, masa?" Puppis mengibas rambut
jabriknya ke kanan dan ke kiri, bertingkah seperti gadis remaja yang
menyebalkan. "Kukira kasus anomali ini enggak terlalu berpengaruh untukmu,
Namol?"
"Dulu enggak, sekarang iya. Kalau sampai
ada Barlaghart di Chicago, kita harus pindah."
"Kau menyukai tempat ini, Namol."
"Enggak kalau aku mati."
"Bagaimana kalau melawan? Kau ini masih
bangsa Juvas, kan? Atau jangan-jangan kau diadopsi?!" Puppis mengucapkan
kalimat terakhirnya dengan cepat dan sangat berlebihan.
"Aku, Namol Nihilo, adalah anak kandung
dari Messier Hamal dan Hubble Meissa. Bangsa Juvas asli," tegas Namol.
"Tapi itu bukan berarti aku harus mati di sini. Barlaghart adalah pemangsa
utama di wilayah barat Regaia, hanya berjarak beberapa ratus tahun cahaya dari
peradaban Moruen tempatku tinggal—dulu. Aku tahu apa-apa saja yang bisa
dilakukan makhluk itu, Pupp. Kita harus menjauh."
"Aku tahu semua itu, kok," kata
Puppis dengan mulut penuh cahaya kue kukus. "Tuan Messier menanamkan semua
pengetahuan Regaia ketika beliau menciptakanku. Aku tahu Barlaghart bisa melakukan
apa. Tapi kau kan juga punya kemampuan Hellind!
Menghilang, terbang, meloloskan, menghidupkan elemen. Pakai kemampuan itu,
dasar payah. Lawan!"
"Baiklah. Aku bakal kabur
sendirian." Namol berdiri.
Puppis langsung tiba-tiba ketawa sambil
menepak perut merah muda Heppow.
"Heppow salah apa?" tanya si cacing
bodoh.
"Ada yang lucu, Pupp? Ya. Ketawa aja.
Karena besok atau sejam lagi mungkin Barlaghart bakal ketuk pintu depan pakai
api hitamnya, dan kau bisa lanjut ketawa di Neraka Obilar sedetik
kemudian."
Namol baru berjalan dua langkah gusar ketika
Puppis mengatakan, "Detektor berhasil menangkap hal baru siang tadi. Hal
itu positif seratus persen berasal dari luar-bumi. Dan karena sekarang kau,
Namol tolol, sudah menganggap hasil penyelidikanku tentang anomali ini dengan
lebih serius, mungkin laporan selanjutnya akan sedikit mengejutkan."
"Apa?" tanya Namol sambil kembali
duduk.
Puppis tersenyum penuh kemenangan.
"Semuanya berhubungan. Kasus orang hilang seminggu terakhir ini dan jaringan si pelaku penyebab terjadinya
anomali."
"Berhubungan?" tanya Namol skeptis.
"Jangan pernah remehkan peringatanku
lagi, Namol," desis Puppis. "Dan, ya. Menurut detektor yang berhasil
menangkap gelombang kekuatan si pelaku, ditambah teoriku, semuanya akan klimaks
besok malam. Pikirkanlah. Selama ini yang dihilangkan oleh kekuatan anomali itu
hanya manusia, dan yang berubah hanya pemandangan saja. Bagaimana jika setelah
malam puncak besok semuanya kembali normal? Kita tidak perlu pindah ke
mana-mana, tidak perlu juga repot-repot beradaptasi lagi. Tunggu satu malam
lagi."
"Aku tetap pindah malam ini," kata
Namol datar. "Beradaptasi dengan manusia enggak sesusah beradaptasi dengan
Juvas."
"Manusia berbeda-beda, bodoh. Hanya karena
keberuntungan pemula kau bisa terdampar di wilayah ini dan bertemu dengan
pemandu baik hati sejak hari pertama, bekerja di kantor yang dikelola keluarga
aneh, dan masih hidup atau waras setelah satu minggu tinggal di negara bagian
ini. Ingat juga, rumah ini dilengkapi oleh sistem pertahanan yang tidak bisa
diremehkan—bisa tahan penetrasi jenis apa pun. Jadi Barlaghart sekalipun harus
benar-benar serius untuk menghancurkannya. Dan kalau itu terjadi, kita bisa
kabur lewat rute darurat."
Namol diam sebentar. Memaksakan kemampuan
berpikirnya yang tidak seberapa untuk menimbang semua ocehan Puppis barusan.
"Baiklah," katanya pelan.
"Satu malam."
Puppis tertawa lagi sambil menepuk perut
Heppow. Merasa menang karena berhasil meyakinkan Namol menggunakan kepintaran
yang sangat peri kecil itu banggakan.
"Heppow salah apa?"
***
Namol belum tidur sama sekali, padahal
sebentar lagi fajar menyingsing. Alien itu sibuk membaca ulang kasus orang
hilang di koran The Old selama seminggu terakhir sambil berdoa Barlaghart tidak
benar-benar mengetuk pintu kamarnya.
Michael Bay, Jason Blum, Kevin Feige, David
Heyman, Simon Kinberg, dan puluhan nama lain yang semuanya merupakan
manusia-manusia tua tanpa ikatan satu sama lain. Profesinya pun berbeda-beda.
Kenapa mereka dihilangkan atau diculik oleh anomali? Kenapa berhubungan? Otak
kecil Namol akhirnya menyerah ketika fajar benar-benar menyingsing.
Yah, setidaknya Barlaghart enggak munc—
"NAMOL SARAPAN!"
"HEPPOW JUGA LAPAR!"
Namol melompat panik dan mengutuk tidak jelas
karena kebisingan tiba-tiba dari dua makhluk ajaib itu—Puppis dan Heppow, yang
sedang menggedor entah apa di koridor sana (beruntung rumah besar ini juga
dilengkapi dengan sistem reparasi otomatis).
"JANGAN TERIAK-TERIAK KALAU AKU SEDANG
MEMIKIRKAN SERATUS CARA BARLAGHART UNTUK MENGHANCURKAN PLANET INI!"
***
Karena ada pembukaan pertandingan bisbol
nanti siang, The Old diliburkan. Namol tidak ke mana-mana sepanjang pagi. Ia
berlama-lama diam di rumah sambil berdiskusi dengan Puppis mengenai
kemungkinan-kemungkinan anomali dan Barlaghart.
"Mungkin Bumi masuk daftar planet yang
harus dimakan Regaia?" tanya Namol sambil menatap salah satu cermin di
koridor depan.
Puppis yang melayang-layang di langit-langit
mendesah malas. "Jenius," katanya, "Regaia kan menghilang dan
hanya kita yang tersisa. Mana bisa makan kalau enggak punya otak? Enggak semua
hal hidup sepertimu, Namol. Tapi masih ada kemungkinan juga, sih."
"Tahu alasan kenapa Regaia menghilang,
Pupp?"
"Tentu saja," kata Puppis bangga.
"Itu karena proyek rahasia Tuan Messier berhasil."
"Begitu, eh? Entah aku harus bilang
terima kasih atau memaki Ayahku atas perbuatannya ini."
"Dia itu pahlawan, Namol. Jangan bilang
terima kasih aja, jaga warisannya."
"Ya. Kalau aku tahu warisannya apa, dan
aku memang milih buat bilang terima kasih."
"Heppow lapar!"
Tiba waktunya. Namol pun pamit dengan Puppis
dan Heppow kemudian berangkat. Kepala tertunduk, kening mengerut, sepanjang
perjalanan Namol berpikir dan merasa was-was. Tak terasa, ia tahu-tahu sudah
sampai saja di depan kantor The Old. Mike menyambutnya.
"Ayo, Nak, silakan makan sampai kenyang!
Ini bukan tahun 1916 di mana warna kulitmu merupakan musuh terbesarmu!"
"Terima kasih, masih kenyang," kata
Namol.
Maka Namol menunggu keluarga Mike makan
sampai selesai. Duduk di samping mesin pencetak. Masih mencoba berpikir.
Aktivitas menyusahkan itu terus berlanjut
sampai di sepanjang perjalanan singkat menuju lapangan publik. Sudah cukup
ramai di sana. Namol langsung duduk di tribune atas, melambaikan tangannya ke
tim Hopper hanya demi formalitas kemudian lanjut berpikir.
Cuacanya cukup hangat, permainan bisbol pun
tidak jauh beda dengan permainan galley di Regaia, kudapannya aneh—roti panjang
isi daging panjang dengan tambahan sayur dan cairan kental asam-gurih, minumnya
soda, dan beberapa jenis bir, tapi sungguh bukan itu yang menjadi pokok
permasalahan. Namol terus dan terus memikirkan kejadian apa yang akan terjadi
nanti malam. Sebuah klimaks. Sebenarnya apa atau siapa itu anomali?
Semua pemikiran dan kekhawatiran itu baru
lenyap ketika seseorang mulai berteriak. Lalu darah dan anggota tubuh terpencar
ke segala arah. Amis membekap udara. Dan semuanya bahkan matahari, langit biru
bersama awan besar yang jarang, seolah terisi oleh warna merah dan kegelapan.
Permainan ini tiba-tiba saja menjadi sebuah
ajang pembantaian yang dingin.
Namol membeku. Perutnya seolah terpilin
dengan sangat kasar.
Bukan hanya karena pemandangan mengerikan
yang berlangsung di sekitarnya. Tapi karena pelaku yang melakukan pembantaian
ini adalah dua sosok yang ia kenal. Familier.
Dua sosok itu adalah ayah dan ibunya sendiri.
***
Dilema menghantam.
Apa yang harus dilakukan Namol sekarang?
Namol sangat beruntung jika bisa berlari dengan lutut bergetar hebat seperti saat
ini, dan berpikir dengan jernih ketika telinganya berdengung parah dikarenakan
panik. Pelariannya tidak akan mulus. Tapi Namol juga ragu jika ia memilih diam
di sini. Karena apakah ia memang hanya akan
menjadi penonton sampai akhir atau ikut terpecah-pecah menjadi serpihan daging
dan tulang. Ia tidak tahu.
Mereka orang tuaku! Apa yang mereka lakukan?
Namol mengalihkan perhatiannya dari korban ke
tengah lapangan. Ke tempat kedua orang tuanya berdiri.
Gumpalan tanah terlempar ke udara, menyatu
dengan kentalnya hujan darah. Jeritan para manusia yang sekarat tertutup suara
peluru sinar yang melesat tanpa jeda. Di antara semua itu, pelaku pembantaian
berdiri tegap tanpa emosi, senapan asing di tangan mereka tak hentinya
menyalak. Ayah Namol, Messier Hamal, merupakan Namol versi dewasa; mereka
sangat mirip, alien berkulit gelap dengan rambut oranye yang bergelombang.
Sementara ibunya, Hubble Meissa, merupakan alien cantik bertubuh seksi,
berkulit biru.
Mereka sebenarnya mau apa?
"Awas, Namol!"
Namol kaget setengah mati ketika mendengar
suara familier memanggil namanya, lalu sedetik kemudian ia menerima dorongan
yang membuatnya jatuh ke samping. Mike lah pelakunya. Laki-laki paruh baya itu
bersimbah darah orang lain. Ia menjaga agar Namol tetap tiarap.
"Berlindung, Nak, berbahaya!"
Dalam sisa kepanikan, Namol tergagap,
"D-di mana yang lainnya, Mike?!"
Mike menatapnya sejenak dengan tatapan yang
dipenuhi harapan, meski ada jejak air mata yang menghapus noda darah di
pipinya. "Banyak orang tua yang tewas, tapi lebih banyak yang terus
melawan dengan berbagai cara. Miranda, istriku, cintaku ... dia—dia hanya
terluka parah. Ya. Memang tidak bergerak, tapi aku yakin dia masih hidup. Ya. Anak-anak
tersudut di tengah lapangan tapi mereka semua selamat. Mereka pasti bertahan,
kita pasti akan tetap pulang bersama-sama," ujar Mike dengan suara tegar
yang bergetar. "Manusia tidak pernah lemah, Nak. Tidak. Kita hanya butuh
waktu untuk mengerti."
"A-aku mengerti," kata Namol,
seperti terhipnotis. Lalu kata-kata selanjutnya mengalir begitu saja.
"Biarkan aku berdiri, Mike."
"Nak?"
"Aku bisa menghentikan mereka. Mereka
enggak akan bisa melukaiku."
Ya ... aku tahu apa yang harus kulakukan. Namol berdiri, meredam rasa takutnya sekuat tenaga, melenyapkan puluhan
spekulasi tentang munculnya keinginan untuk membenci diri sendiri akibat salah
mengambil keputusan di akhir cerita nanti.
Setelah meminta Mike untuk tetap berada di
posisi aman, ia langsung melompat dari tribune atas, menendang udara satu kali
kemudian terbang. Melesat langsung ke tengah lapangan. Aku harus menghajar kedua
orang tuaku!
Tapi sebelum ketiganya bertemu, sesuatu
meledakkan jarak yang tersisa di antara mereka. Ketiganya terempas ke arah yang
berseberangan.
Dalam sedikit sisa sudut penglihatannya,
Namol melihat beberapa manusia dengan setelan hitam menghambur ke dalam
lapangan. Menembaki kedua orang tuanya.
Lalu semuanya seolah berputar sampai akhirnya
menghilang.
Malam Puncak
"Di mana ini?" tanya Namol setelah sadar dari pingsannya.
"Konsernya Justin Bieber," jawab
Puppis malas. Kemudian ia berteriak tepat di depan lubang telinga Namol,
"DI KAMARMU, LAH, MASA MASIH NANYA! SIAPA LAGI MEMANG YANG PASANG SERATUS
CERMIN DI DINDING KAMAR SELAIN NAMOL NIHILO BELOON!"
Namol menyentil peri kecil itu menjauh
kemudian mengerang sambil mengusap telinganya.
"Yang terbaik itu memang cuma ada satu,
Pupp."
"Bodo amat!" seru Puppis dari
seberang ruangan.
"Kenapa dia jadi temperamen, sih?"
tanya Namol pada Heppow yang hanya muat kepalanya saja di pintu kamar.
"Puppis mungkin lapar," gumam
Heppow sambil nyengir bodoh. "Atau koneksi internet lagi lambat. Harinya
buruk, moodnya juga buruk. Puppis kasihan."
"Ya. Aku punya yang lebih buruk dari
sekadar itu. Ngomong-ngomong siapa yang antar aku pulang?" tanya Namol.
Kemudian ekspresinya berubah muram. "Ng ... kejadian di lapangan itu
nyata, kan? Orang tuaku, dan semua manusia itu, apa mereka—"
Puppis melesat dari seberang ruangan dan
mengerem tepat di depan hidung Namol.
"Berhenti bikin kita khawatir,
goblok," desis peri kecil itu, tiba-tiba dan penuh emosi.
"Hah?"
Puppis pun langsung cerita sambil tahan air
matanya. Namol diantar pulang dalam keadaan terluka parah oleh Ariadne, si
gadis berbenang merah.
"Aria? Kok bisa?"
"Kenapa enggak bisa? Banyak warga yang
mendatangi lapangan setelah insiden gila itu selesai. Aku nonton di internet.
Mungkin gadis baik itu lagi di situ juga terus dia mutusin buat membawamu ke
sini daripada bikin repot petugas yang lagi sibuk sapu-sapu darah sama pecahan
kulit manusia!"
"Ya. Semoga Mike sekeluarga selamat ...
tadi itu mengerikan—"
"Heh! Makanya kalau butuh bantuan
kita, bilang! Jangan sok lawan sesuatu yang berbahaya sendirian!" cerocos
Puppis yang akhirnya nangis juga. "Kalau ada apa-apa denganmu, kita harus
apa? Kita punya program khusus untuk menjagamu, sialan! Laporan apa yang harus
kutulis untuk Tuan Messier kalau anaknya sampai mati di Bumi? Apa?!"
"Ya, lucunya, aku gini gara-gara
dia."
"Jangan salahkan Tuan Messier! Proyek
rahasianya pasti lebih dari sekadar menghilangkan Regaia atau mengasingkan
anaknya ke planet antah-berantah! Tuan Messier lebih baik dari itu!"
Namol menunduk, menarik napas panjang.
"Enggak gitu, Pupp," ujarnya pelan. "Maksudku itu, Ayahku ada di
lapangan bisbol tadi siang. Dia sama Ibu bunuh banyak manusia. Mereka berdua
mungkin adalah inti anomali."
Butuh beberapa menit sampai suara cempreng
Puppis kembali terdengar. "Enggak mungkin," gumamnya. "Atau ...
ada maksud lainnya?"
Namol angkat bahu lalu melompat dari tempat
tidur.
"Hap. Gimana kalau kita tanya langsung?
Malam ini puncaknya, kan? Tahap akhir rencana mereka?"
"Ya. Menurut detektor, memang begitu.
Gelombang kekuatan diprediksi memuncak malam ini. Tapi kalau harus melawan Tuan
Messier—"
"Heppow, mau ikut?" tanya Namol,
mengabaikan Puppis.
Cacing besar yang ditanya mengangguk dengan
senang dan polos.
"Mantap! Ayo berangkat."
Heppow menarik kepala besarnya dari ambang
pintu, Namol berjalan menembus dinding. Baru sampai koridor depan, Puppis
memanggil mereka.
"Hey-hey!" seru si peri kecil.
"Tunggu! Tunggu! Bisa
apa kalian makhluk enggak punya otak lawan Juvas paling keren dan jenius di
seantero Regaia alias Tuan Messier? Kalian bahkan lupa lihat koordinasi ledakan
utama anomali dari detektor, kan? Aku ikut! Jangan sok keren gitu! Hey!"
***
Sejak masih berada di Regaia, Namol kecil
memang lebih suka menonton alien-alien sebayanya bermain daripada
berpartisipasi langsung. Itu bukan karena Namol kecil merupakan tipe alien
lemah atau aneh yang kerap dijauhi dan diperolok oleh teman-temannya. Namol
kecil cukup bersahabat dan diterima di pergaulannya malah, hanya saja Namol
kecil juga tidak pernah benar-benar merasa memiliki sahabat atau mengakui apa
pun sebagai sesuatu yang permanen. Namol kecil, sengaja atau tidak, selalu
berada di posisi netral. Itu karena hal-hal yang terlalu menguntungkan atau
merugikan bagi dirinya hampir selalu dijauhi atau diantisipasi sebelumnya.
Semua kenetralan itu akhirnya terbawa sampai
sekarang. Dan mungkin itulah alasan kenapa Namol malah senang terdampar di Bumi
ketimbang melanjutkan hidup di Regaia.
Di lubang hitam sana ia telah ditakdirkan
hidup terkekang tradisi yang serba permanen: bermain dari seratus satu pagi
sampai seratus satu siang di antara benda langit bercahaya atau selimut kosmis
paling gelap, memakan makanan yang diolah dengan pola sama, tidur terjadwal,
bangun dipaksa. Atau ketika sudah dewasa nanti pemerintah menyediakan program
kerja yang bisa dan wajib dipilih, entah itu jadi pelayan, pencipta, penambang,
petualang, atau prajurit.
Sementara di Bumi semuanya serba temporer dan
bisa bebas dipilih bahkan sebelum disuruh memilih atau pilihan itu sendiri
belum tersedia untuk khalayak ramai. Namol merasa bisa menerapkan standar hidup
normalnya dengan lebih leluasa di planet muda dan kompleks ini.
Jadi sekarang ketika Bumi terancam oleh
sebuah anomali, Namol merasa harus berusaha sekuatnya untuk membantu. Membalas
budi.
Terlebih musuhnya, mungkin, adalah kedua
orang tuanya sendiri. Perhitungan risiko dan keuntungan jelas dimenangkan oleh
keuntungan.
"Siap?"
"Tanyakan itu pada dirimu sendiri,
pecundang."
"Heppow siap!"
Namol berdiri bersebelahan dengan Puppis dan
Heppow di koridor depan. Sebelah tangannya memutar pegangan pintu, pintu
terdorong membuka, dan terbentanglah pemandangan dunia luar yang teracak, yang
menanti untuk dipulihkan.
Langit malam terbagi menjadi lima puluh
tingkat warna hitam, dibagi lagi kemudian oleh gumpalan awan badai yang
terpotong memanjang membentuk kolom serupa chemtrails dan tak hentinya
memproses tarian petir-petir. Ratusan rumah dan gedung melayang-layang di
sekitarnya, bergerak mengitari pusaran kecil tapi padat dari campuran hujan dan
angin yang mengacaukan daratan.
"Sekarang aku tahu kenapa beberapa orang
tua Bumi melarang anak-anaknya keluar malam," gumam Namol.
"Heppow lihat bencana!" seru si
cacing merah muda.
"Inti anomali ada di tengah Danau
Michigan," jelas Puppis.
"Hah? Jauh banget?" Namol mendesah.
"Bagaimana caranya kita jalan ke sana? Apalagi kita bawa Heppow!"
"Heppow jalan-jalan!" si cacing
rakasasa meraung girang.
"Tenang, pemalas," kata Puppis
dengan gaya sok tahunya. "Danau Michigan sebentar lagi akan melewati rumah
ini. Ledakan anomali akan terjadi tepat di depan mata kita."
"Hah? Enggak mungkin. Aku pernah
lihat danau itu sama Aria di hari pertama dan danau itu gede banget!"
Puppis memutar bola mata. "Elemen Regaia
bercampur dengan elemen Bumi dan mereka enggak cocok. Sehingga fenomena
terkecil di lubang hitam kita pun malah bikin bencana kayak gini. Ada gedung
melayang dan petir yang tercipta tanpa jeda, Namol, kenapa masih enggak percaya
kalau danau juga bisa terbang?"
Semuanya terbukti tidak sampai dua detik
kemudian.
Selama sesaat pemandangan megah langit malam
tertutup oleh bayangan gelap yang ternyata merupakan sebentuk arus air.
Arus itu bergemuruh ketika bergerak dengan
sangat cepat. Terus dan terus memadat menjadi sebuah bentuk baru; seperti
lambang atom dan molekul. Arus terluarnya menciptakan lintasan melengkung,
mengurung seperti bola berongga, melindungi semacam inti yang berada di titik
tengahnya.
"Itu tujuan kita," kata Puppis.
"Sekarang tinggal pikirin caranya ke sana ...."
"Tunggu. Mungkin harus ada yang kembali
ke dalam rumah dulu," kata Namol. "Ambil gorden atau selimut besar
buat tutupin Heppow. Bakal heboh kalau manusia lihat cacing sebesar ini."
"Lucu, Namol. Dibanding pemandangan ini,
cacing raksasa pasti cuma dianggap CGI murah sama mereka," Puppis
menggumam sambil masih berpikir. Lalu, "Nah, dapat! Kira-kira, beginilah
caranya kita berkunjung ke inti Danau Michigan yang melayang-layang di langit
malam. Dengar."
***
Mengikuti arus. Itulah rencana Puppis.
Setelah memastikan Heppow bisa berdiri,
melompat, mengapung, dan cukup kuat untuk berenang melawan arus terluar danau,
rencana dimulai.
Sambil membawa Namol dan Puppis di atas
kepalanya, Heppow menggeliat di sepanjang taman depan, mendapat pujian dari
Namol ketika cacing itu merusak beberapa taman logam ibunya, hingga akhirnya si
cacing baru mau melewati gerbang setelah sengaja menghancurkan hampir semua
taman logam yang ada.
"Berdiri sekarang, cacing bodoh!"
perintah Puppis.
Si cacing meraung, "Heppow
berdiri!"
Tubuh panjang, fleksibel, dan berwarna merah
muda itu berdiri. Membentuk semacam pilar yang tingginya tidak kurang dari lima
puluh meter.
"Kaus kakimu akan basah nanti,"
kata Namol sambil tersenyum mengejek.
Heppow cemberut sampai nyaris menangis.
"Jangan dihiraukan, bayi gede
cengeng!" bentak Puppis. "Cacing memang enggak seharusnya pakai kaus
kaki! Ayo, naik!"
Si cacing meraung, "Heppow naaaik!"
Kemudian melompat dan membiarkan puncak kepalanya masuk ke dalam arus terluar
danau. Perlahan tapi pasti, tubuh raksasanya pun ikut terbawa.
"Pupp, kita harus ke dalam
sekarang!" kata Namol seraya menyentuh Puppis. Peri kecil itu seketika
tampak berpendar kehitaman selama sepersekian detik. "Tenggelam
sana." Si peri kecil mendengus lalu melesat masuk menembus tubuh Heppow.
Namol mengaplikasikan hal yang sama terhadap dirinya sendiri. Menggunakan
kemampuan Hellind untuk menembus materi.
Keduanya aman berada di dalam tubuh Heppow
sementara cacing itu terombang-ambing di dalam arus terluar, mencoba berenang,
berusaha menstabilkan posisinya di permukaan.
Setelah perjuangan hebat yang tak bisa
dilihat Namol dan Puppis, Heppow pun berhasil memosisikan dirinya di atas
permukaan. Seperti sebuah perahu besar.
"Cacing idiot itu berhasil," kata
Puppis. "Jam berapa sekarang? Ayo kembali ke atas, ledakan akan terjadi
sedetik sebelum tengah malam."
"Kenapa baru bilang sekarang?"
protes Namol sambil memberikan kemampuan menembus materi pada Puppis. "Aku
enggak pakai jam tangan!"
Kembali tiba di atas kepala Heppow, Namol dan
Puppis kini mampu melihat tempat tujuan mereka dengan sangat jelas. Sebuah bola
air seukuran manusia dewasa yang melayang-layang dikelilingi aura merah
kehitaman.
"Ingatkan aku kenapa aku berada di sini
saat ini," gumam Namol.
"Ngobrol sama orang tua?" kata
Puppis. "Ingin menyelamatkan umat manusia kalau tujuan mereka ternyata
pemusnahan massal? Mau jadi pahlawan?"
"Ya. Salah satu cita-citaku memang
menjadi pahlawan sampai akhirnya aku membaca komik pahlawan versi Bumi seminggu
terakhir ini, dan melihat Barlaghart dari jarak yang sangat dekat," kata
Namol merinding. "Jadi, enggak. Aku ke sini cuma buat ngobrol. Obrolan
keluarga yang damai dan bisa menyelamatkan Bumi. Semua bahag—."
"Ini! Ini dia. Tutup mulutmu! Ini
sudah dimulai," Puppis mendesis. "Ledakan inti anomali."
Namol menelan ludah. Tubuhnya menegak secara
otomatis. Kedua tangannya terkepal. Sebentar lagi ia akan berbincang dengan
orang tuanya. Dengan ayahnya yang telah seenak perut mengasingkan dirinya di
sini. Ia nantikan dengan kesabaran dewata dan mulut kering ketika bola air
beraura merah di depannya terbuka ....
Namol berteriak grogi, "Ayah, Ib—"
dan berhenti.
Hanya ada satu sosok yang disembunyikan bola
air itu, dan itu bukan orang tuanya. Tapi Ariadne, si gadis berbenang merah.
***
"Aria?" tanya Namol bingung.
"Namol," kata Ariadne sambil
tersenyum sendu.
"Heppow," gumam Heppow dengan mulut
setengah terendam air.
Puppis mendesah lega. "Syukurlah bukan
Tuan Messier. Dan bagus sekali, Namol. Teman pertamamu di Bumi ternyata bukan
manusia."
Namol melompat dari puncak kepala Heppow
kemudian terbang sampai ke depan Ariadne.
"Ini pertama kalinya kita ketemu malam-malam,"
kata Namol.
Ariadne menggeleng. "Hari pertama kita
main sampai malam, Namol."
"Oh, ya. Maaf aku lupa. Soalnya waktu
itu kita mainnya di darat. Di Bumi yang normal bukan blasteran. Dan danau ini enggak
ada di depan halaman rumahku."
Ariadne tersenyum.
"Sebentar lagi, Namol," katanya.
"Apanya?"
"Hari pengertian."
"Maaf Aria aku belum menghafal semua
tanggal merah di kalender Bumi. Jadi sekarang ada peringatan hari pengertian?
Tentang apa itu? Dan tunggu, sebenarnya ada apa ini? Apa kau mengenal kedua
orang tuaku? Ini semua, anomali ini, perbuatanmu?"
Ariadne mengangguk sambil mengangkat
kelingking berbenang merahnya ke atas kepala. "Aku tahu semuanya, Namol.
Semuanya terikat denganku. Semua ikatan bisa kukendalikan tapi aku selalu
sendirian. Aku benar-benar sendirian sebelum cahaya paling terang mengirimmu ke
sini untuk menemaniku. Keluar dari sebuah rumah tua tak berpenghuni, sesosok
makhluk asing yang akan kujadikan malaikat penjaga selamanya. Hari itu ... hari
pertemuan kita adalah hari terindah dan aku merasa sangat bersyukur bisa tetap
hidup. Semua orang menjauhiku, Namol, karena status Ibuku. Tapi kau berbeda
dengan mereka."
"Jadi manusia melihat rumahku sebagai
rumah tua? Bukan rumah asing yang tiba-tiba jatuh ke tempat kosong? Ayah pasti
sudah merencanakan ini," gumam Namol. Lalu, "Ah, ya, tentu aku
berbeda. Aria, jaga rahasia ini, sebenarnya aku bukan manusia."
"Kau malaikat penjaga, Namol. Aku tahu.
Sejak pertama melihatmu dari balik pagar itu, aku tahu ...." Ariadne maju
memeluk Namol yang langsung salah tingkah. "Sekarang, ayo buat semuanya
mengerti."
"Mengerti?" tanya Namol.
"Ya, Namol. Kita pasti bisa saling mengerti
kalau kita punya luka yang sama."
"Tunggu, Aria, apa maksudnya itu?"
"LIHAT LANGITNYA, TOLOL!" Puppis
berteriak dari belakang.
Namol melepas pelukan Ariadne, langsung
mendongak, dan mendapati langit sudah dipenuhi oleh semacam benang merah yang
berpendar. Benang-benang itu tersebar acak, terhubung pada rumah-rumah dan
tempat-tempat yang tak terlihat dari tempat Namol melayang sekarang.
"Aria, i-ini?"
"Perubahan dunia membuatku takut,
Namol." Pola rumit berwarna merah muncul dari mata kanan Ariadne dan
menyebar sampai ke setengah wajahnya, tubuhnya. "Setiap harinya aku ketakutan
kalau dunia ini akan hancur sebelum aku berhasil membuat mereka semua mengerti.
Jadi aku tidak bisa menculik mereka satu per satu, hanya ini caranya. Jalan
pintasnya. Aku harus, harus,
memberi mereka luka yang sama, seperti yang kaubilang."
Jadi Aria juga bisa melihat perubahan yang
terjadi pada Bumi? Tidak seperti
Hopper atau manusia lain yang sama sekali tidak mempermasalahkan keanehan ini?
"Aria, dengar, maksud perkataanku soal
luk—"
Ariadne melayang maju, mengecup kening Namol.
"Aku akan melepaskannya sekarang. Kemampuan terkutuk yang seharusnya tidak
boleh kugunakan lagi. Sampai bertemu lagi, Namol, malaikat penjagaku, di dunia
yang baru ...."
Pola rumit berwarna merah menciptakan garis
penyelesaiannya di wajah Ariadne, membuat mata gadis kecil itu bersinar merah
dan kosong.
Tubuh mungilnya melesat beberapa meter ke
atas sambil meledakkan aura kehitaman yang segera terhubung dengan jutaan
benang-benang merah.
Jeritan sekelam mimpi buruk hanya menjadi
awalnya, karena sedetik kemudian, si penjerit—sesosok makhluk dengan jubah
usang sehalus bayangan yang memegang pedang besar dengan lengkungan
kasar—muncul dari pecahan-pecahan aura Ariadne. Makhluk itu bergerak seperti
peluru di atas tiap benang merah, meluncur ke destinasi masing-masing,
meninggalkan ledakan aura di sekeliling tempat yang sudah mereka singgahi.
Puppis terbang menghampiri Namol yang hanya
celingak-celinguk kebingungan menyaksikan semuanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi,
Pupp?" tanyanya pelan.
Puppis menggeram. "Idiot! Makanya lain
kali hati-hati kalau mau kasih motivasi buat gadis belasan tahun!"
"A-aku enggak—"
"Lihat!" Puppis menunjuk
sekeliling, pada jaringan benang merah yang terus dilintasi oleh
makhluk-makhluk berjubah. "Bukankah sudah jelas situasinya? Kasus orang
hilang di mana yang hilang hanya orang tua saja, motivasi konyolnya, dan
perkataannya tentang perubahan dunia tadi, kehabisan waktu blablabla! Itu semua
mengarah ke sini! Gadis kecil itu ingin membunuh semua orang tua di
dunia!"
"A-apa?"
Gelombang ketakutan dan perasaan bersalah
menghantam Namol seperti ratusan cap dingin di tempurung kepala. Wajahnya
memucat, tubuhnya menggigil. Bencana ini terjadi karenanya. Dan bagian
terparahnya, di antara keadaan langit yang semakin kacau, ditambah carut-marut
benang merah Ariadne, Namol melihat kantor The Old terbang bersama beberapa
bangunan lainnya. Dua benang tersangkut ke kantor itu dan dua makhluk berjubah
sedang bersiap meluncur melintas.
Mike sekeluarga!
Tanpa pikir panjang Namol terbang melesat.
Kecepatan penuh. Beberapa benang merah yang menghalangi menyayat baju dan
kulitnya. Telinganya berdengung karena arus angin. Namol tetap maju. Mendahului
dua makhluk berjubah itu, berhenti tepat di depan pintu masuk The Old,
kemudian membuka mulutnya lebar-lebar.
Tidak ada benturan yang terjadi, karena Namol
menelan—mengisap—dua makhluk berjubah itu mentah-mentah.
Semua adegan cepat itu ditutup kemudian oleh
rentetan ledakan yang berpusat di inti anomali. Tempat Ariadne, Puppis, dan
Heppow berada.
Dengung puluhan pesawat tempur dan kapal-kapal
besar menciptakan kebisingan baru, mereka bermunculan dengan cepat. Mengepung
Danau Michigan. Para manusia dengan setelan hitam yang berbaris di badan kapal
terus menembak dari segala arah sampai jeritan Namol yang memanggil nama
sosok-sosok penting di hidupnya tak lagi bisa terdengar.
Akhirnya, jeritan tanpa suara pun berhenti.
Salah satu misil meledak tidak jauh dari tempatnya berada. Namol jatuh dari
langit.
***
"Namol! Namol!"
Namol membuka matanya, dan mengerang. Kondisi
kepalanya seperti baru saja diangkat dari dalam mesin cuci yang beroperasi
terus selama puluhan tahun. Sekujur tubuhnya panas dan perih. Ia terbaring di
atas tanah. Ada Puppis terbang tepat di depan wajahnya, dan peri kecil itu
sedang menangis.
Kapan aku pingsan? Ah, ya, ada ledakan tadi
....
"Dia sudah sadar," kata Puppis
serak pada seseorang bersetelan hitam. Pria botak berwajah serius, bertubuh
pendek. "Cobalah untuk menjelaskannya dengan sesederhana mungkin,"
lanjut Puppis. "Dia agak payah."
Pria itu mengangguk lalu berjongkok, menaruh
sebelah tangannya di pundak Namol, dan berkata, "Dengar. Makhluk berjubah
yang sedang membantai para orang tua di seluruh dunia saat ini, kami
menyebutnya dengan Shinigami. Ya, nama itu diambil dari bahasa jepang. Intinya,
Shinigami memiliki unsur tak terkalahkan dan hanya bisa dikalahkan dengan
Shinigami lainnya. Kita belum bisa berkomunikasi atau memanipulasi Shinigami,
jadi lupakan rencana adu domba untuk membuat mereka berhenti. Sekarang, cara
kedua, kita bisa meyakinkan Ariadne untuk membuat semua Shinigami menghilang.
Sayangnya kita tahu cara kedua juga tidak bisa digunakan karena Ariadne
kehilangan kesadarannya setelah melepas kekuatan penuh—dan rentetan ledakan
khusus yang kami tembakan di awal tadi ditujukan untuk memberikan segel
temporer padanya, penenang. Status kita jatuh pada keputusasaan. Keadaan
genting ini meninggalkan kita pada cara terakhir. Yaitu membunuh sang
Pengendali. Membunuh Ariadne. Gadis kecil itu mati, semua Shinigami menghilang.
Bagaimana, Nak? Apa kau menyetujui cara itu, atau kau memiliki caramu sendiri?
Karena kami melihatnya tadi, di langit. Kau mengisap Shinigami seperti manusia
normal menyeruput kopi manis Starbucks."
Namol diam sebentar. Menelan ludah yang
rasanya seperti besi.
"Jangan ulangi penjelasan panjang tadi,
oke?" katanya seraya berdiri dengan susah payah. "Dan ... jangan
bunuh Ariadne. Aku punya caraku sendiri."
Pria botak itu menyunggingkan senyum tipis.
"Bagus. Dan kabar baiknya, kami memiliki
teknologi yang mampu memadatkan semua Shinigami selama beberapa menit agar
semuanya bisa kauhancurkan dalam satu pukulan. Ingat, hanya beberapa menit, dan hanya bisa
ditembakkan satu kali dalam jangka waktu yang—sebut saja tidak cukup untuk
menyelamatkan semua anak dari status yatim piatunya. Jadi pergunakan waktu itu
seefektif mungkin, Nak, dan jangan sampai terserang olehnya jika kau masih
menyanyangi nyawamu, atau coba-coba mendiskusikan perdamaian pada
monster-monster berjubah itu. Lakukanlah yang lebih brutal, tapi efisien. Meski
kami tidak tahu identitasmu, atau tujuanmu datang ke planet biru ini karena itu
bisa dibahas baik-baik nanti, aku pribadi tetap percaya. Selamatkan anak-anak
yang masih mencintai orang tuanya dari paksaan perpisahan. Selamatkan
mereka."
Namol menghela napas panjang.
"Ayolah," bisiknya. "Kukira
kita enggak punya banyak waktu."
***
Beruntung, inti permasalahan ini bukan
disebabkan oleh Barlaghart, atau kedua orang tuanya sendiri. Beruntung. Atau
begitulah pikir Namol. Bahwa kunci untuk menyelesaikan semua masalah ini adalah
dengan menyelamatkan seorang teman.
"Ya. Ayo mulai."
Namol berlari menyongsong lawan di depannya,
yang juga berlari ke arahnya.
Bingkai Mimpi, eh?
Tapi sebelum Namol berdiri sendirian di depan
gerbang rumahnya ini, berhadapan dengan makhluk berjubah yang sudah dipadatkan
sehingga ukurannya sekarang seperti gedung pencakar langit, dan mereka berdua
akan bertabrakan sebentar lagi, Puppis membisikkan informasi singkat tentang
orang-orang bersetelan hitam itu.
Mereka adalah Enigma. Salah satu divisi
rahasia di Bumi yang ditugaskan untuk mengurus hal-hal semacam ini.
Bagian menariknya, mereka juga sama seperti
Ariadne. Mereka bisa melihat anomali yang mempengaruhi penampilan Bumi, dan,
mereka tahu alasannya.
Semua perubahan itu tidak disebabkan oleh
kekuatan dewata Ariadne. Tapi karena Bumi memang berubah dengan sendirinya.
Atau lebih tepatnya, hanya berubah untuk Namol. Bumi tempatnya berada saat ini,
Bumi yang teracak, kacau, dan sempit—meski Namol tidak tahu sesempit apa,
disebut sebagai Bingkai Mimpi.
"Maju ke sini, gembel jangkung!"
seru Namol pada Shinigami raksasa di depannya.
Shinigami itu langsung merespons dengan
jeritan yang menulikan dan satu tebasan panjang.
Namol menyelam ke dalam tanah sambil mensyukuri
pergerakannya yang tepat waktu.
Nyaris! Sialan ... jadi, hanya Shinigami yang
bisa bunuh Shinigami. Baiklah ... ini adalah lomba satu serangan. Siapa yang
lebih dulu mendaratkan satu serangan itu, dia yang menang. Aku akan keluar
sekarang, memuntahkan elemen Shinigami yang kutelan tadi, lalu membuatnya
menyerang Shinigami raksasa itu. Ya, cukup mudah! Harusnya!
Membulatkan tekad, Namol kembali muncul ke
permukaan dengan cepat. Beruntung, Shinigami raksasa itu tidak melihatnya. Ini dia! Kesempatan! Kemenangan!
Sekilas ia sengaja menoleh ke arah Puppis, Heppow, Ariadne yang tak sadarkan
diri, dan rombongan manusia bersetelan hitam di sebelah kirinya. Lalu dengan
sangat percaya diri, ia mengacungkan jempol dan menyunggingkan senyum
kemenangan pada mereka semua.
Keluar sekarang, prajurit Shinigami-ku! Bunuh
raksasa itu!
Namol membuka mulutnya lebar-lebar.
Tapi tidak ada yang terjadi.
Namol menusuk bagian dalam mulutnya supaya
muntah secara manual.
Tetap tidak ada yang terjadi.
A-apa?
Shinigami raksasa yang mulai mendeteksi
keberadaannya langsung menebas vertikal, membuat tanah beserta semua yang
tertebas menjadi pucat dan mati.
Namol masih selamat. Ia kembali membuat
dirinya tenggelam ke dalam tanah. Di sana ia berpikir, putus asa, merasa malu,
dan merasa tidak berguna.
Ke-kenapa ... kenapa kemampuan Hellind-ku
menghilang di saat seperti ini? Enggak. Aku masih bisa membuat diriku sendiri
menyelami materi. Kemampuanku masih ada. Atau, mungkin karena aku makan dua
Shinigami barusan? Apa mereka
mematikan sebagian kemampuanku dari dalam? Enggak. ENGGAK! Ini pasti cuma
perasaanku saja! Ya. Aku harus yakin. Yakin. Yakin bisa melakukannya! Sial, aku
memang payah!
Di permukaan, Shinigami raksasa yang mulai
bosan mencari keberadaan Namol segera mengalihkan pedangnya pada rombongan
penonton.
"Apa yang dilakukan si bodoh itu?!"
teriak Puppis panik.
"Heppow takut!" jerit si cacing
besar.
"Semua personel, kembali ke protokol
pertahanan! Misi gagal! Misi gagal! Siapkan sang Pengendali!" seru
beberapa manusia bersetelan hitam.
Tanah berguncang ketika Shinigami raksasa
berlari ke arah kepanikan. Tebasan pertama pun siap dilayangkan, dan ... gagal.
Namol kembali ke permukaan di saat yang
tepat.
Alien berambut oranye itu muncul dan langsung
melesat terbang memutari targetnya.
Shinigami raksasa meraung murka, bergerak tak
beraturan sambil menebas udara.
Namol membalasnya dengan meneriakkan sesuatu
yang tak bisa didengar siapa-siapa. Kemudian ia terbang menukik, langsung ke
tengah perut Shinigami raksasa, dan menghilang.
Hening seolah membekap dunia. Hening yang
menulikan.
Shinigami raksasa memegangi bagian perutnya
dan tampak bingung selama sesaat. Lalu ... ia berserdawa dengan sangat keras.
Puppis yang menyaksikan itu seketika
menangis, menjerit histeris, dan langsung melesat ke depan, Heppow
mengikutinya.
"BERANINYA KAU MEMAKAN NAMOL, RAKSASA
IDIOT!"
"KEMBALIKAN NAMOL PADA HEPPOW!"
Shinigami raksasa merespons semua itu dengan
melompat sambil meneriakkan jeritan tertinggi, dan satu tebasan menukik. Puppis
dan Heppow tetap menerjang, sementara beberapa agen Enigma sudah siap menembak
kepala Ariadne. Dan pada saat yang sama, Namol sendiri ...
Nikmatilah pengalaman pertamamu sebagai
Shinigami kanibal, psikopat berpedang!
... sedang melakukan langkah terakhir yang
akan memastikan kemenangannya pada pertempuran ini.
Namol, jauh terjebak di dalam perut Shinigami
raksasa, berhasil mengeluarkan dua prajuritnya. Dua elemen Shinigami yang
muncul dan bergerak. Tebas
habis, prajurit-prajuritku!
Tidak ada mata yang tidak tertuju ke langit
saat ini. Pada pemandangan Shinigami raksasa yang meletus dengan kehebohan
serupa seperti hancurnya ribuan balon sekaligus.
Dan di antara serpihan elemen mematikan itu,
Namol Nihilo melayang-layang tak tentu arah, pingsan, lalu terjatuh.
Senyum di wajahnya benar-benar tanpa
penyesalan. Senyum keyakinan. Ia telah menang.
Heppow dan Puppis membantunya agar tidak
terlalu keras membentur permukaan.
Satu Langkah Pergi Menjauh, Satu Langkah
Mendekati Janji untuk Pulang Kembali
Apa yang terjadi di dalam perut Shinigami raksasa, hanya Namol yang tahu.
Tapi akhirnya secara malas-malasan Namol
menceritakannya juga, sesingkat mungkin, pada Puppis yang penasaran setengah
mati, bahwa sewaktu terjebak di dalam perut yang isinya merupakan elemen
kematian itu, Namol sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian kemampuan
Hellind-nya menghilang. Dan ia tetap bertahan hanya karena ia membuat dirinya
sendiri mampu menembus materi. Tapi di situlah, di masa antara hidup dan mati,
sebuah pilihan yang akan mengubah segalanya dimulai. Namol mendapatkan suatu
impuls asing yang baru sekali itu ia rasakan. Impuls untuk keluar dari zona
aman. Untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Untuk mempertaruhkan nyawanya demi
sesuatu yang tak pasti. Untuk melepas aplikasi kemampuan menembus materi pada
dirinya, kemudian mencoba lagi memuntahkan dua prajurit Shinigami.
Kemampuan untuk melepas, mengubah, apa yang
selama ini menjadi bagian dari dirinya, bagian yang paling berharap bahwa kelak
suatu hari nanti akan ada kehidupan yang mampu menerimanya secara utuh. Mungkin
itulah faktor terpenting yang membuat Namol menang. Faktor yang secara ajaib
mengembalikan kemampuan Hellind-nya untuk sementara waktu—karena setelahnya,
sebagian kemampuan penting Namol kembali menghilang.
***
"Jadi, aku enggak bisa ikut pulang ke
Bumi—yang sebenarnya—dengan kalian?" tanya Namol pada agen Enigma
berkepala botak.
"Tidak. Sekuat apa pun kami mencoba.
Bingkai Mimpi ini adalah properti kompleks dengan potensi kekuatan yang belum
diketahui. Mendefinisikan Bumi ini sebagai Bumi yang lain juga agaknya salah,
karena toh kemampuan benang merah Ariadne tetap mampu menembus dinding dimensi
ini dan sudah membunuh, menurut laporan terakhir, lebih dari ribuan orang tua
di Bumi kami. Semuanya tetap berhubungan. Ariadne sendiri berhasil masuk ke
sini, mungkin, hanya karena ikatannya denganmu jauh lebih kuat dari mimpi itu
sendiri. Dan kami bisa menyusulnya karena kami sudah menanamkan sistem
pelacakan khusus di darahnya—itu pun setelah melewati proses tersulit yang
takkan kami ulang jika kondisinya tidak segenting ini. Baiklah, itu saja. Untuk
sementara, Enigma tidak akan menganggapmu sebagai ancaman militer. Satu saranku
sebagai pengganti salam perpisahan, carilah jalan keluar, pergilah ke ujung
Bingkai Mimpi ini. Selesaikanlah apa pun itu permainan yang akan disajikan. Kami
akan menantimu di ujung perjalanan nanti."
Namol mengangguk. Lalu, "Ng, apa boleh
aku mengucapkan salam perpisahan dengan Ariadne?"
Kali ini si agen berkepala botak yang
mengangguk.
Ariadne ada di kapal terbesar. Gadis kecil
berbenang merah itu terbaring lemah di atas kasur putih. Namol bersimpuh di
sampingnya.
"Hey," bisik Namol. "Siapa
sangka teman pertamaku di Bumi merupakan aset penting yang dijaga siang dan
malam sama divisi rahasia pemerintah?"
Ariadne tersenyum lemah.
"Jangan berbuat bodoh lagi selama aku
enggak ada, Aria. Jangan terlalu banyak baca atau nonton segala hal yang berbau
motivasi. Saring semuanya, dan lakukan semuanya itu dengan caramu sendiri.
Oke?"
Ariadne mengangguk.
Namol juga, kemudian ia berdiri dan pamit.
"Maaf dan terima kasih, Namol,"
kata Ariadne nyaris berbisik. "Maaf, aku menggunakan citra ikatanmu dengan
kedua orang tuamu untuk melakukan penyerangan di lapangan. Dan terima kasih ...
aku dengar tadi, teriakanmu untuk Shinigami raksasa. 'Cepatlah kalah supaya
Ariadne tidak perlu mati!' Terima kasih, ya."
Namol tersenyum.
"Kukira enggak ada yang dengar."
***
Bersama Puppis dan Heppow di sampingnya,
Namol menyaksikan keberangkatan divisi Enigma meninggalkan Bingkai Mimpi.
"Dosanya banyak, gadis itu," gumam
Puppis.
"Ya."
"Heppow lapar!"
"Mungkinkah dunia akan memaafkannya?
Atau justru mengadilinya?"
"Aku enggak peduli, Pupp," kata
Namol. "Jika Aria memang harus dieksekusi demi semua hal yang baik. Maka
terjadilah. Semua tindakanku bakal didasari sama keadaan Bumi ketika aku pulang
nanti."
"Heppow lapar!"
"Ya, aku juga. Tapi enggak sekarang,
Hepp. Sekarang kita harus jalan dulu. Semoga ada makanan di ujung Bingkai Mimpi
ini. Tapi kayaknya enggak ada, sih. Ayo."
Ketiganya pun berjalan. Melintasi panorama
Bumi yang terus berubah. Melewati manusia-manusia yang tidak menyadarinya.
Melewati kantor The Old di mana Namol berhenti sebentar, tanpa masuk ke
dalamnya, untuk menitipkan senyum dan harapan. Miranda, istri Mike, ternyata
berhasil selamat dari insiden di lapangan. Terdengar samar perkataan dari
satu-satunya asisten The Old itu, "Dear, tolong inspeksi Namol besok,
kalau aku tidak bisa. Ingatkan padanya untuk selalu rapi jika mau bekerja
dengan total." Semoga
ketiganya selalu bersama di mana pun mereka berada.
Terakhir, tibalah mereka di ujung Bingkai
Mimpi. Ujung yang terletak tidak jauh dari sebuah cerukan besar, yang tadinya
diisi oleh air Danau Michigan.
Di atas sebuah kapal karam, dua sosok berdiri
membelakangi cahaya pertama dari matahari pagi ini.
"Mereka datang~, mereka datang~!"
Sesosok makhluk berkepala bantal melompat dari atas kapal.
Sosok satunya lagi, wanita yang berpenampilan
seperti dewi perang, menyusul di belakangnya dengan lebih tenang, menyapa Namol
dengan senyum tipis dan sebuah perkenalan singkat.
"Nama saya Mirabelle de l'Artemisia.
Anda bisa memanggil saya Mirabelle."
"Ratu Huban~!" kata si kepala
bantal girang.
"Heppow!" sahut si cacing.
"Parade hiperaktif," gumam Puppis.
"Jadi," kata Namol skeptis.
"Kalian berdua—"
"Ah, ini!" potong Ratu Huban.
"Hadiahmu~! Ayo ke sini, jangan malu-malu~! Selamat, ya!"
Hadiah?
Pelan-pelan Namol menggeser pandangannya pada
satu sosok yang bersembunyi di belakang Ratu Huban dan Mirabelle. Dan sosok itu
adalah ... seekor domba putih.
Oh ... makanan mentah.
"Baiklah," kata Namol. "Banyak
yang ingin aku tanyakan pada kalian berdua. Dimulai dari, sekarang apa?"
Ratu Huban dan Mirabelle saling bertukar
pandang.
Satu
Selesai
Seperti biasa, khas kamu bikin entri panjang dengan banyak elemen dari universe sendiri dominan sepanjang cerita. Serasa cerita ini bener" 'dunia'mu sendiri.
BalasHapusSaya bisa bilang Namol ini udah lebih enak diikutin dibanding Eophi di awal". Lumayan kebantu juga gimana dia kayaknya tipe yang go with the flow dan dialog"nya berkesan santai tapi nyambung terus, jadi setiap karakter yang dimunculin gampang ketangkep. Gambaran krisis sama Ariadnenya juga intriguing, saya suka penggunaan 'benang merah' di sini sejak pertama disebut.
Ngeliat interkasi Heppow sama Puppis, keliatannya ke depannya entri Namol ga kalah rame sama Eophi dan alat" tidurnya.
Nilai 8
pertama diajak ke dunia eureka 7 trus mendadak diseret ke dunia spongebob. diajak jalan2 ke amerika. seru juga. trus enak bnget hdupnya lancr, nglamar krj langsung ditrima. hm.,entri ini sdikit berbeda dari yang sudah. lebih banyak menggambarkan keseharian si namol jd panjang. 9
BalasHapusKuro Godwill
-Dunianya benar-benar terbangun baik. World buildingnya malah bikin cerita lamban memang, tapi dunia dan tokoh tokohnya jadi terasa hidup.
BalasHapus-Konflik utamanya terasa kurang nendang, seenggaknya menurut saya.
-Heppow dan Puppis itu bener bener imut.
Hmmm nilai pertama yang terbayang sana saya sebenarnya tujuh setengah. Tapi karena harus dibulatkan, saya kaaih cerita ini 8/10.
Fahrul Razi
OC: Anita Mardiani
Cukup melelahkan sebenarnya buat membaca kisah ini sekaligus, tapi bisa dibilang, worth it.
BalasHapusSaya suka dengan gaya penulisannya. Deskripsi semesta kelihatan lebih ditonjolkan disini, tapi penggambaran karakter juga ga diabaikan. Saya nyengir tiap Heppow nyeletuk, dan reaksinya Namol akan itu.
Terlepas dari itu, saya ngerasa penjabaran latar dari tengah sampai mendekati akhir cerita agak susah dibayangkan. Ya, mungkin memang rancangan plot dari anomali yang tercantum, atau mungkin saya yang terlalu lelah membaca. Well, karena elemen-elemen fiksi yang digunakan cukup "berat", deskripsinya mungkin bisa dibuat lebih sederhana, tapi tetap detail.
Overall Score : 7
At last, greetings~
Tanz, Father of Adrian Vasilis
GHOUL: “Aku ga mungkin berhadapan ama alien! Hei, latar yang ada di kartu katalognya itu sidik jari ktp-ku. Ambil dari mana?!” :=(O
BalasHapusSHUI: “Hm soal alien2, bukan tipe bacaan favoritku juga. Jadi alur entri ini harus membuatku tertarik untuk lanjut ampe ting. Aku ga begitu suka prolognya narasi mua, jadi ngantuk bacanya. Hm aku ga begitu suka lagi ama dialog yang bertele2, nguras halaman aja nih, kan bukan komik, kan alurnya jadi lamban. Bagusnya si dialognya yang efektif n ga bosenin tapi nih kebanyakan narasi, padahal banyak dialog yang ga begitu penting, jadi bikin ngantuk. Adegan di tempat lain ga ada tanda pemisahnya misalnya pake tanda bintang2, jadi kayak keterusan, seolah ngomong tanpa titik koma. Huft, jadi aku juga ngritiknya tanpa titik koma pula ampe…” (sesak napasnya pun kambuh!)
GHOUL: “Hm, mule lagi deh bawelnya… di luar muanya, temanya bagus kok. Dari blurp sih bikin penasaran bagaimana petualangan terdamparnya itu. Hanya aja, mungkin alurnya ngebosenin, kayak angle kamera cinema-nya gak jalan, jadi orang malas bayangkan ceritanya adegannya kayak gemana-gemana getuh. Nih kayak cerita full narasi yang cocoknya sih buat komunikasi langsung dua arah. Seni tradisi penulisan komunikasi satu arahnya ilang. Kurang bahasa tubuhlah.” (meneruskan kritikan Shui karena Shui lagi kambuh asmanya saking ngedumelnya). :=(D
SUNNY: “Kata Puppis, peri kecil bersuara cempreng, berambut jabrik, berkulit terang, bersayap empat, pada Namol yang sedang bercermin di dinding koridor depan= kata Puppis—peri kecil bersuara cempreng, berambut jabrik, berkulit terang, bersayap empat—pada Namol yang sedang bercermin di dinding koridor depan.
Kasih tanda pemisah tiap adegan di lain hari/waktu agar ada jedah supaya pembaca tahu nih dah scene lain adegan.”
GHOUL: “Shui nitip 7, tapi karna tata penulisannya lumayan rapi n bikin sunny nyaman bacanya ya tetep aja dikasi 7.” :=(D
Akhirnya baca sampai selesai. Dunia Namol sungguh menarik dengan kehidupan kesehariannya. Membangun ikatan dengan Aria dan anggota The Old. Jalan ceritanya mulus dan nyambung. Untunglah Aria tidak mati dan yang membantai orang-orang di lapangan bukan orang tuanya Namol. True Neutralnya dapet
BalasHapusHeppow dan puppis manis sekalii....
Nilai 9
Merald
Mas Aesop ini world buildingnya kuat sekali. Entri yang sejauh ini menjadi entri dengan rekor jumlah kata terbanyak memang benar-benar dimanfaatkan semua katanya, tak ada yang sia-sia.
BalasHapusSemuanya sangkut paut, harmonis dan sensasi khas Eophi kebawa ke entri Namol.
Konflik dan intrik yang bagus.
Kekurangan cuma kebanyakan kata aja, jadi memang berat untuk dicerna, apalagi buat yang jarang membaca di atas 5000 kata.
Tapi entri Namol yang apik ini patut dapat 8/10
Salam dari Enryuumaru, Mbah Amut sedang tidur.
Ide : Sangat Baik = 2
BalasHapusPlot : Sangat Baik = 2
Tingkat kemudahan di cerna : Sangat Baik = 2
Usaha : Sangat Baik = 2
EYD : Sangat Baik = 2
Tulisan yang cukup panjang, tapi tak apa semuanya memuaskan. Detail backgroundnya bener2 detil, ingin rasanya bisa menulis seperti ini.
Nilai : 10
alien yang terdampar di bumi. entah disengaja atau tidak. menurutku lumayan menarik ceritanya. joke yang dipake ringan dan tidak membuat pembaca mikir terlalu keras.
BalasHapusEnigma disini mengingatkan saya tentang Man in Black yang mengurusi alien-alien. sejauh saya liat ejaannya tidak ada yang typo. salut buat Namol.
nilai dari saya 8. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
alien in part time job :v
BalasHapussaya agak kurang sreg aja pas prolognya diawali dengan paragraf yang lumayan padat. untuungnya juga pembawaan Namol yang santai membuat aye bertahan buat baca sampai abis.
saya juga suka pergolakan yang terjadi selama invasi. si namol bner-bner ga terlalu berdaya dan musti usaha ekstra buat naklukin shinigaminya.
8
Hmm...
BalasHapusWorldbuildingnya oke, sayangnya untuk tipe cerita pendek ini bikin saya bacanya jadi lambat. Well, setidaknya saya jadi punya bayangan soal Namol.
Saya suka interaksi antara Heppow, Puppis, dan Namol. Ketiganya bikin cerita ini terkesan hidup. Sayang battle-nya tidak sekeren worldbuilding-nya, terlalu singkat kalau menurutku.
Kinda curious what happened to Michael Bay in the end though? Just part of the dream?
This illegal alien can get 8 points from me!
Asibikaashi
Ini gaya narasinya nggak bosenin. Asik malah. Satu hal utama buat mancing saya. Tapi di banyak bagian bacanya agak melelahkan. Karena ... kebanyakan kejadian? Atau bagaimana menyebutnya, pokoknya begitu--soalnya saya tipe penikmat pace yg lama dan tenang, dengan pembagian part yg rapat (?) hehe. Saya lumayan suka sama eksplorasi worldbuildingnya yang fun, juga interaksinya. Nggak banyak timbul tanda tanya apa ini atau apa itu karena mudah dimengerti bahasanya. Karakter Namol juga cukup unik, dan penceritaannya ramai seperti biasa.
BalasHapusJadi saya titip 9.
Doh, file komennya ilang orz
BalasHapus==
"BERANINYA KAU MEMAKAN NAMOL, RAKSASA IDIOT!"
"KEMBALIKAN NAMOL PADA HEPPOW!"
>>> unyuw unyuw wow wow
Plus :
+ Konsep
Worldbuildingnya lucu www.. unik... mulai dari alien, dan somehow karena saya liat shinigami besar dan cacing malah keingat Cacing besar Alaska-nya spongebob. Orz
+ Karakterisasi
Saya ngebayangin ini ciri khas kamu banget : karakter yang unyu-unyu karena bentuknya yang chibi. Interaksi antara Namol, Heppow, dan Puppis [heck, nama mereka unyu bet] juga dibangun dengan baik
+ Bahasa
Buat salah satu entry terpanjang [meski ga sepanjang eophi], saya rasa cukup ringan sih, mudah diikuti meski saya agak ngos-ngosan karena paragrapnya mepet
+ Battle
Battlenya sendiri, dibandingkan tegang, saya ngerasa unyu. Mungkin karena mindset saya kali ya. Ngga buruk kok, wehehehe
Minus :
- Dialog
Ada beberapa dialog di awal yang disajikan tanpa penjelas siapa yang bicara. Ingat, kalau pakai karakter banyak, seenggaknya ada penjelasannya. Saya agak ngulang biar tahu siapa yang ngomong heu
SCORE
Basic : 5
Plus : 4
Minus : 1
Total Score : 8
-Odin-
urrgghhh buat awal aku lihat total kata. 8k.. kok mager... cicil pelan2 deh..
BalasHapusbut... eh kok bagus...
daan yang paling ku tangkep disini adalah
HEPPOW LAPARRR!! /slapped
nais done Lia--- eh salah..
9/10
Kagero Yuuka
OC: Airi Einzworth
Wow worldbuildingnya detail! Penulisannya ringan, supaya pembaca mudah mengikuti cerita yang begitu panjang ini. Tapi sayangnya, 'arus' itu tidak bisa menyeret saya yang sudah bosan duluan 1/4 jalan :(
BalasHapus#OOT Namol, saya jadi keingat hero Marvel itu. Namor?
8/10 dari saya.
OC: Adolf Castle
Saya suka heppow...
BalasHapusDia seperti hewan peliharaan yang lucu nan polos, jika saja dia bukan cacing. ._.
Worldbuildinnya keren, interaksi antar karakternya kerasa ,berasa baca novel-novel luar plot menuju masalah-masalah yang dihadapi namol, oke. Sayangnya dibeberapa bagian ada yang lamaa banget kesannya,seperti bagian penjelasannya si om botak dari enigma itu.
Kalo jadi namol, mungkin saya telen dia. Ngeselin. Wkwk
Nilai : 8
Mahapatih Seno
Sebenernya aku dah dari lama baca setengah dari entri ini dan akhirnya kelar juga baca setengahnya lagi huehuehue~~~
BalasHapusIni bukan pertama kalinya saya baca kisahmu, yang pertama bagi saya adalah OC mu di turnamen sebelah dan itu langsung jadi entri favorit saya! Lalu saya lanjut baca entri ini dan akhirnya menemukan banyak kesamaan atau dengan kata lain kamu punya ciri khas tersendiri selain menulis cerita panjang.
Salah satu yang saya suka adalah world buildingnya disini sangat baik, di kisahmu di turnamen sebelah juga tak kalah baik.
Intinya tulisan tulisan kamu bisa jadi potensi, untuk di BoR kali ini saya gabisa jadiin entri ini favorit karena berasa ada yang kurang... tapi apa ya...
Mungkin klimaksnya, disini berasa kurang tapi sebenarnya bisa dikembangkan lebih lanjut lagi.
Kisah namol berpotensi jadi kisah favorit saya di BoR heheehe
Walakhir 9
Ganzo Rashura