Episode 1 : A BLAST FROM THE PAST
Part 1
Wanita muda itu berdiri di balkon
sebuah ruang dansa mewah dengan segelas sampanye di tangan kanannya, menikmati
pemandangan dan angin malam Texas yang tumben kering dan sepoi-sepoi . Padahal
biasanya pengap dan lembab. Hotel Belmont Ballroom memang terkenal akan
pemandangan Dallas Skyline-nya yang strategis. Gedung-gedung pencakar langit
yang berpendar warna-warni di kegelapan malam menarik perhatiannya. Ia bahkan
bisa melihat gedung apartment-nya dari sini.
"Mengapa kau menyendiri di
sini? Padahal kalau ingin melihat pemandangan indah kau seharusnya tinggal
bercermin saja, Nona Fort".
Wanita muda tadi berbalik
perlahan saat mendengar namanya disebut. Cahaya lembut dari lampu gantung di
ruangan menerangi setengah profilnya, sementara yang setengahnya lagi
diselimuti kegelapan yang misterius. Ditambah dengan gaun koktail berwarna rose
gold yang kontras dengan rambut gelapnya yang tergerai ditiup semilir, ia
terlihat seperti femme fatale dari film-film noir lama.
Beautiful,
yet deadly.
"Pemenang divisi terbaik
tiga tahun berturut-turut seharusnya dikerumuni para pengagum."
Yang berbicara adalah Camden
Scott, CEO dari Texas Electric Company (disingkat Tex-El) di mana Daytona bekerja sebagai
salah satu eksekutif senior. Malam ini adalah malam yang istimewa karena
merupakan agenda pesta tahunan
perusahaan.
Malam ini juga untuk ketiga
kalinya, Divisi Marketing yang dipimpin Day dianugerahi penghargaan Divisi
terbaik.
"Ah, tidak apa-apa.
Lagipula, seperti yang Anda lihat, Tuan Scott, aku tidak begitu dikagumi."
Day memberi isyarat halus ke arah
gerombolan wanita yang berbisik-bisik sambil memandangnya sinis, persis
sekawanan hyena yang memandang sirik kepada kawanan singa. Jelas sekali
membicarakan dirinya.
Sembari menghela napas ia berkata
maklum, "Yah, bukan salahku kalau mereka tidak cukup kompeten dalam
bidangnya."
Cam tertawa pelan seraya mendekat
sehingga Day dapat mencium Sandalwood di aftershave-nya.
"Aku rasa mereka juga tidak menyukaimu karena kau tidur dengan CEO secara
rutin", bisiknya iseng.
"Hey!", bantah Day
main-main. Matanya berkilat jenaka. "Menggunakan batu loncatan itu tidak
ada salahnya selama bisa dipertanggungjawabkan. Bukan salahku juga kalau mereka
tidak punya cukup nyali untuk berusaha maksimal menuju puncak "
Lagipula...", Daytona
mendekatkan bibirnya ke telinga bosnya, tersenyum , dan berbisik dengan suara
altonya "Bukan salahku juga kalau kau menginginkanku".
Camden berdeham karena
tenggorokannya tiba-tiba kering. Tengkuk dan wajahnya sedikit merona sementara
Day hanya tertawa renyah penuh kemenangan.
Setelah pulih dari kikuknya,
Camden ikut tertawa. Sekali lagi, Daytona Fort menang.
"Dengar, aku menyewa salah
satu suite di lantai atas. Kau mau menginap? Kebetulan besok weekend."
Day bisa melihat bahwa ia
berusaha untuk terlihat kasual, namun matanya yang penuh harap itu tidak bisa
bohong.
Day tersenyum.
"Naaah...lain kali saja. Aku
mau pulang", ujarnya seraya menenggak habis minumannya dan menaruh
gelasnya di meja terdekat. Gadis itupun berlalu menuju pintu keluar, tetapi
sebelumnya ia mendaratkan kecupan di pipi Camden Scott di tengah hadirin pesta.
Kode universal untuk 'persetan kalian semua yang sirik kepadaku'.
Ketika Day sampai di apartmentnya
di Dallas Skyline, jam telah menunjukkan pukul 23.25.
Dengan gontai ia pun
menghempaskan bokongnya di sofa. Hampir saja ia menendang lepas sepatunya
sebelum teringat kalau sepasang pump yang ini adalah Jimmy Choo Salt
Flatform seribuan dollar
hadiah dari Cam.Ia pun melepas mereka dengan lebih hati-hati sebelum
meregangkan kakinya di karpet.
Oh, yeah, tidak ada yang lebih baik daripada merasakan
kaki di atas karpet lembut setelah belasan jam berjinjit di atas hak 12 cm.
Day merasa tegang. Seharian ini
ia uring-uringan. Seperti ada bola energi yang membuncah di dalam tubuhnya.
Panas bergelora. Ia ingin sekali melampiaskannya. Ia ingin menggerakkan
tempatnya berpijak, ingin menggeser tembok beton. Ingin menggeram dan
melepaskan tenaganya bersama teriakan dan hentakan kaki dan menyaksikan tanah
di sekelilingnya menggelombang seperti ombak di lautan.
Tetapi pengacaranya sudah
mewanti-wanti bahwa satu pelanggaran lagi dan ia tidak akan bisa lolos dengan
jaminan dan harus mendekam di penjara. Day akan menurutinya kali ini.
Bukannya ia menghormati hukum
yang mengekang kebebasan berekspresi itu, tetapi penjara akan mencegahnya
bekerja dan jika ia tidak bekerja ia tidak akan bisa menyingkirkan dan
menggantikan Jones sebagai CFO.
Lalu ia memikirkan Cam. Cam
dengan rambut blonde-nya, mata hijau dan lesung pipi yang hanya timbul saat ia
tertawa lebar. Cam yang sepakat dengannya bahwa yang ada di antara mereka
berdua hanyalah kesenangan badaniah semata, tetapi sering membawanya makan
malam dan memberinya banyak hadiah, dan menatapnya seperti anak anjing dimabuk
cinta.
Well,
Day menjalin hubungan ini hanya
untuk seks, hadiah, dan liburan ke Eropa. Oh, dan untuk memuluskan jalan
menjadi CFO.
Day tidak boleh menumbuhkan perasaan
dengan bosnya. Ia tidak boleh mencintai. Begitu Day mulai mencintai,ia menjadi
rentan dengan semua kelemahan dan kesengsaraan di dunia yang diluar kendalinya.
Kekecewaan, penghianatan, penolakan,
Kematian...
Tanpa sadar Day mengusap loket
perak yang menggantung di lehernya. Tidak, ia tidak akan menumbuhkan feeling
apa-apa atas apapun atau siapapun. Camden Scott hanyalah alat untuk meraih
tujuan hidupnya.
Ia bangkit dari sofa dan
menenteng sepatunya ke kamar tidur di mana ia akan menanggalkan semua atribut
perangnya, mandi berendam dan merawat diri seadanya sebelum tubuhnya ambruk di
ranjang.
Part 2
"Piyamanya
cantik..."
"Shh.."
Suara-suara
itu membangunkan Day, tetapi tidak meyadarkannya. Saat ia membuka mata yang ia
lihat hanyalah dua sosok bayangan samar bergelombang seperti jika kau tenggelam
di kolam renang dan berusaha melihat dari dalam air orang-orang di atasmu.
Antara ia tenggelam atau sedang makan 'jamur'di rumah Camden si CEO lagi.
Mungkin
malah dua-duanya. Waduh!
....Reverier",
salah satu bayangan itu bersuara
"Huh?
Apa?" Bahkan suara yang terdengar pun seperti keluar dari mulut orang yang
dibekap bantal, atau rekaman yang diperlambat. Tebal, tidak terartikulasi
dan benar-benar tidak masuk akal. Ia hanya dapat mendengar beberapa kata.
"....Mahakarya....."
"....Alam
Mimpi...."
Yup.
Sudah pasti sedang fly oleh jamur. Mimpi Day selalu punya
plot yang jelas dari awal.
Entah
mengapa ia menganggap itu lucu dan mulai cekikikan.
"Hey,
Cam, kau harus mengatakan kepadaku di mana kau dapat jamur ini. Aku sangat teler
sekarang." Ia terus cekikikan tidak jelas sampai akhirnya kembali
kehilangan kesadaran.
Kedua
sosok yang mendatanginya terdiam, mungkin karena sedikit bingung.
"...Paman?"
"Ya,
Ratu Huban?"
"Kenapa
ia tertawa?"
"...Sepertinya ia mengira ia
sedang dalam pengaruh halusinogen. Ayo lanjut, kita tak bisa lama-lama di
sini".
Di saat
ia membuka mata dan berdiri lagi yang Day lihat di atasnya adalah
langit-langit cembung berwarna gading. Ia melihat di sekelilingnya dan
mendapati dirinya diatas panggung berkubah setengah lingkaran. Di area depan
adalah undakan-undakan dari konkrit yang di susun melingkari panggung tersebut.
Sebuah amphitheater terbuka.
Sebuah amphitheater terbuka di tengah gurun pasir,
lebih tepatnya.
Hal
terakhir yang ia ingat adalah mimpinya semalam tentang dua sosok samar
memberinya pesan samar. Tiga kata yang ia tangkap adalah Alam mimpi, reverier,
dan mahakarya.
Terdengar
seperti omong kosong dan mungkin sama-sekali tidak berhubungan dengan yang
terjadi sekarang ini.
Day pun
memeriksa dirinya. Tidak ada luka, tidak ada rasa nyeri apapun. Ia bahkan tidak
merasa gerah dan berkeringat mengingat di mana ia berada dan apa yang ia pakai.
Setelan kerja lengkap dengan blazer lengan panjang berwarna hitam, dan, oh,
sepatu kerja favoritnya, Louboutin ungu terong dengan hak metal 10 cm.
Yang
membuat ia memperkirakan bahwa ia baru berada di sini paling lama sepuluh
detik?!
"Apa
kabar, Daysie?",
Darah Day
berdesir dingin sampai ubun-ubunnya. Suara itu? Dan tidak ada orang lain yang
memanggilnya dengan nama itu kecuali...
Ia
berbalik, "Kau.."
Seorang
lelaki tinggi berotot seperti Seperti Superman melayang kira-kira setengah
meter dari lantai. Botak licin dengan otot yang menonjol dari rompi kulit yang
dikenakannya. Mata hitam dengan alis gelap menatapnya lekat-lekat dan cengiran
itu terlihat asing sekaligus familiar.
Ia telah
banyak berubah, namun Day tidak akan pernah melupakan wajah Leonard Snow. Superhuman
yang bisa terbang. Suka terbang. Saking sukanya, terbang menjauh adalah hal
pertama yang ia lakukan saat tahu bahwa Day hamil dan aturan bahwa dua supers
tidak diijinkan negara untuk menikah, apalagi punya anak.
Gigi Day
gemeretak. Amarahnya mendidih, merah dan panas.
"Di
mana aku, Snow? Apa maumu membawaku ke sini?"
Snow
mendarat tanpa suara dan berjalan mendekat. Secara insting Day mundur dan
menyelipkan tangan di balik rok nya untuk mengambil sesuatu dari garter
belt-nya. Tunggu. Apa yang ia cari? Tidak ada apa-apa di situ. Ia merasa bodoh.
Entah mengapa ia mengira kan menemukan senjata si situ.
"Ayolah
Daysie, sudah berapa lama? 13 tahun? Bagaimana kalau sebuah pelukan?"
"Kau
tidak berhak mendapatkan pelukan dariku",Day mulai berkeringat. Tubuhnya
terasa lengket dan menjijikkan.
Sebuah
cengiran lagi. Day ingin sekali menghapusnya.
"Jangan
dingin begitu, kita menciptakan sebuah kehidupan baru bersama.
Ingat?"
Kehidupan
yang berakhir beberapa jam setelah dimulai. Day hanya ingin melupakannya.
Namun apa dikata, memori tidak dapat lenyap begitu saja, begitu juga kalung
perak di balik blus kerah tingginya.
"Jawab
pertanyaanku. Apa maumu? Untuk apa kau membawaku ke sini?"
"Kau
tumbuh menjadi wanita dewasa yang luar biasa. Lihat dirimu, dengan pakaian
mahalmu itu. Ibu Korporat". Di matanya campuran antara kerinduan dan
ejekan.
Bukan
hanya Day saja yang sudah tumbuh. Leonard berusia 17 tahun adalah bocah
kerempeng dengan mohawk yang di cat biru dan attitude bocah punk anti
kemapanan. Sekarang ia persis lelaki yang selalu dikhayalkan Day jika ia sedang
galau dan bertanya-tanya seperti apa cinta pertamanya sekarang.
Huh, sama
persis seperti khayalannya. Mencurigakan.
"Kau
juga sudah berubah. Tampaknya kau mewarisi gen kebotakan dari ayahmu".
Lelaki
tinggi besar itu tertawa sampai dadanya yang bidang bergoncang. Ia kembali
mendekat dan Day segera mengambil ancang-ancang. Sepasang kakinya ia tekuk,
tangan menggantung santai.
"Kau
masih menggemaskan. Sayang sekali aku harus MENGHABISIMU!!!
Snow
melayang dan melesat secepat kilat sambil menarik tinjunya untuk impact yang maksimal.
Berpikir
cepat seperti yang diajarkan di kelas MMA-nya, Day membungkuk menghindar dan
saat lawannya melesat melewatinya ia menangkap salah satu kaki dengan kedua
tangannya, lalu dengan momentum memutar tubuhnya seolah sedang melakukan
olahraga lempar martil dengan tubuh Snow sebagai martilnya. Ia terus berputar
dengan sangat cepat dan akhirnya melepaskan tubuh yang berat itu ke udara.
Berharap lawannya akan kehilangan kendali dan jatuh.
Tetapi
semua gerakan berputar barusan membuatnya sempoyongan dan terduduk. Sementara
itu, dengan kecepatan yang nyaris tidak mungkin Snow kembali tanpa kekurangan
suatu apa.
"Mengapa?!Mengapa
kau lakukan ini?!" Day bangkit berdiri dengan susah payah karena rok
sempit dan hak tingginya.
Sialan! Siapa yang memutuskan aku
harus menjadi modis di saat-saat begini, sih? Batinnya kesal.
"13
tahun berlalu dan sampai segitu saja kemampuanmu? Kau melempar orang yang bisa
terbang ke udara." Snow menyeringai mengejek. Tubuhnya mengapung rendah.
"Apa
kau yakin kau adalah seorang super? Kapan terakhir kalinya kau menggunakan
kekuatanmu selain untuk mendongkrak mobil mogok, hmm?"
Day
mendengus kesal. Seharusnya dia yang pintar berbicara, tetapi ia tidak bisa
memikirkan apapun yang dapat ia katakan kepada Snow yang tidak akan membuatnya
terdengar seperti mantan pacar yang marah dan cengeng, dan ia tidak suka
dianggap cengeng.
Day
mengepalkan dan merentangkan kedua tangannya. Sepersekian detik kemudian
terdengar suara seperti sesuatu yang retak dan sepasang potongan balok konkrit
segi empat jatuh dari atap kubah dan melayang tepat di atas masing-masing
kepalan tangannya. Snow menoleh ke atas dan benar saja, ada sepasang lubang
berbentuk kotak sempurna di kubah panggung, debu dan remah-remah semen
berjatuhan.
Day
mengacungkan kedua tangannya yang terkepal ke arah Snow dan potongan semen
tersebut terbang ke arahnya. Snow berhasil mengelak.
"Seriously,
inikah putri dari James "The Wall" Fort? Kau membiarkan orang-orang
lemah mengubahmu menjadi seperti mereka 'ya?"
Ini tidak
baik, ia terlalu dekat. Day harus berada di tempat terbuka di mana tidak ada
resiko sesuatu menimpanya. Ia berbalik dan ngacir dari panggung dan
amphitheater.
Untung
saja ia sudah terbiasa berlari dengan sepatu hak tinggi. Salah satu skill yang
wajib dimiliki wanita karir manapun .
Sementara
berlari ia dapat mendengar Snow dibelakangnya, tak diragukan lagi melayang
mengikutinya.
"Kau
tidak akan bisa kabur."
Ia
bukannya mau kabur. Tetapi Snow tidak perlu tahu hal itu
.
"Kau
menyedihkan, Day. Kau membiarkan hukum orang-orang itu mengendalikan hidupmu.
Menukarkan jati dirimu dengan pekerjaan dan status sosial."
Akhirnya
Day merasakan pasir di bawah hak sepatunya. Lembek dan tak stabil. Bagus,
sekarang yang harus ia lakukan hanyalah--
Sisa
napas dalam paru-parunya terhembus paksa saat Snow menerkamnya dan ia jatuh
telungkup di pasir yang panas membakar tangan, wajah dan kakinya. Mereka
melekat di sebagian wajahnya berkat keringat. Day meringis.
Tangan
yang kuat dan keras membalikkan tubuhnya dan membuatnya berhadapan dengan
pria yang menindihnya. Snow menduduki pahanya dan menahan kedua pergelangan
tangannya. Ia terjebak dan sekilas teringat bahwa belasan tahun yang lalu,
mereka berdua pernah dalam posisi yang mirip seperti ini,tengah malam di atas
atap mobil ayahnya.
Sekarang
bukan saatnya nostalgia, Day menyadarkan dirinya sendiri.
Snow menyeringai sembari menekan
tangannya lebih erat sehingga ia tak dapat bergerak. Untuk sejenak yang
terdengar hanyalah napas kedua superhuman itu. Terengah-engah dengan ritme tak
beraturan. Day berusaha mengingat gerakan MMA yang dapat menolongnya dalam
situasi ini.
Ia tak
dapat mengingat satupun. Ada apa ini?
"Pemerintah
takut kepada orang macam kita, Day. Mereka berpura-pura menerima kita di dalam
masyarakat dan menciptakan ilusi seolah-olah kita diperlakukan setara. Nyatanya
mereka melarang kita bereproduksi, mengawasi semua gerak-gerik kita, membatasi
gerak kita-
"Apa
pedulimu?" Day bertanya. Ia memperhatikan bahwa sekarang Snow hanya berbicara
asal-asalan dan memberikan monolog yang tak perlu.
Bagus, biarkan ia bicara.
Sepertinya si botak ini lupa bahwa kekuatan Day tidak selalu memerlukan anggota
badan yang bebas.
"Aku
hanya sedikit sedih untukmu, Day. Mengorbankan identitasmu demi mengikuti hukum
dan aturan manusia yang lebih rendah dari kita."
Bagus,
tetaplah bicara omong kosong.
Snow
menarik napas seolah sedih dan menyatukan kedua tangan Day di atas kepalanya
supaya ia dapat menahannya hanya dengan satu tangannya yang besar.
Tangannya
yang lain ia lingkarkan di sekitar leher Day dan mulai meremas.
Shit! Maki Day dalam hati. Ia akan mencekikku.
"Kau
adalah lelucon bagi kaum superhuman."
Pasir
menyambar wajah Snow dari belakang dan menariknya lepas dari Day. Memasuki
matanya dan membuatnya terjerembab jatuh ke belakang. Meronta dan mengucek
matanya dengan marah.
Day
menggunakan kesempatan rersebut untuk bangun dan berlari menjauh, sejauh yang
diijinkan oleh Louboutin 10 senti dengan hak yang terus tenggelam dalam pasir.
Muak, ia pun berdiri dan mengambil ancang-ancang melebarkan kakinya seperti di
atas papan seluncur.
RRIIPP!...roknya
robek di bagian samping. Dia tidak peduli lagi. Ia ingin setidaknya keluar dari
gurun ini supaya dapat meminta bantuan.
"DAYTONNAAA!!!"
Whew, si
botak terdengar marah. Day memfokuskan energi ke daerah kaki dan merasakan
butir-butir pasir mulai menjadi padat dan bergabung bersama untuk membentuk
papan seluncur sederhana. Dengan satu ayunan tangan ke belakang, ia pun
meluncur di pasir. Ia tidak bisa melakukan yang lebih karena ia harus menghemat
energi sekaligus selalu waspada.
Benar
saja. Setelah kira-kira hampir tiga kilometer, Snow menyusulnya di udara,
mencari waktu yang tepat untuk menerkamnya lagi. Day menambah kecepatan, tetapi
ia mulai lelah. Tenggorokannya kering karena haus dan keringat yang terus
mengucur membuatnya khawatir akan dehidrasi. Ia juga kepanasan minta ampun.
Mereka
melewati sebuah amphitheater.
Tunggu,
itu ampihtheater yang tadi. Ini tak masuk akal, sepertinya dari tadi Day hanya
berputar-putar saja. Itu dan fakta bahwa Snow belum juga melakukan apa-apa. Ia
terus terbang di atasnya seolah-olah tahu kalau usaha lawannya sia-sia. Sial,
Day dipermainkan. Tempat ini mungkin sudah dimanipulasi atau apalah.
Menyadari
bahwa usaha kaburnya tak membuahkan hasil, Day memutuskan untuk kembali
melawan. Ia tak mau kehabisan tenaga untuk hal yang sia-sia jika dia punya
kesempatan untuk bisa menang.
Di satu
titik ia pun berhenti meluncur. Ia lalu melepaskan blazernya dan mengikatnya di
pinggang, menyisakan blus sifonnya yang tipis. Ia juga mengangkat rambutnya dan
menggulung helai-helai bergelombang itu di atas kepalanya. Meninggalkan beberapa
yang terlalu pendek membingkai wajahnya yang berkilau karena alas bedak yang
terkena keringat.
Ia siap.
Leonard
Snow mendarat dengan keras kira-kira lima meter dari Day. Terlihat dari
bagaimana ia harus berjongkok sedikit untuk menahan tubuhnya dan debu pasir
yang dibuat.
Ia
tersenyum ketika ia melihat lawannya mulai serius. Walaupun matanya merah dan
berair karena serangan pasir tadi.
"Hoo
kau mulai serius ya. Bagus sekali. Aku mulai bosan dengan atraksi skateboard-mu
tadi."
Day
tersenyum balik. Senyum manis yang biasa ia berikan saat memasarkan produk
Tex-El.
"Sebelum
kau membunuhku maukah kau menjawab pertanyaanku?"
Senyum
Snow memudar. Wanita yang tersenyum di saat genting selalu mencurigakan.
"Saat
aku bertanya mengapa kau melakukan ini tadi, mengapa kau terus menghindar untuk
menjawabnya?"
"Bukankah
aku bilang kau lelucon bagi para Supers-"
"Aku
juga bertanya mengapa kau peduli". Day tidak akan mau disela.
"Maksudku,
aku bahkan tidak tahu menahu di mana keberadaanmu setelah kau kabur setelah
menghamiliku. Aku bahkan tidak tahu kau hidup atau mati. Kita benar-benar
terpisah. Kau sama sekali tidak punya alasan untuk membunuhku."
Hampir
komikal bagaimana pria yang tadinya berdiri tegak dan waspada melipat tangannya
di depan dada dan mengkerut sedikit. Sebuah gestur yang defensif.
Oh hell
yes! Inilah
kemampuan Day sebenarnya. Mind games untuk membuat lawannya lengah sementara ia
membuat perangkap di belakang mereka. Day menyeringai.
"Untuk
apa repot-repot membunuhku kalau kau bisa saja terus menganggap aku mati.
Hal yang sudah kau lakukan selama 13 tahun ini karena kau seorang
pengecut!"
Yup.
Pengecut. Kata yang selalu memanggil reaksi dari para pria super-alpha yang
merasa kejantanannya diancam. Saat inilah mereka harus dipojokkan.
Day maju
dan mendekati Snow yang terlihat naik pitam dari tangannya yang mengepal.
"Aku
bukan-"
"Kau
pengecut. Banci. Itulah dirimu. Lelaki macam apa yang menghamili kekasihnya
pada usia 17 lalu pergi begitu saja apalagi dalam keadaan dimana bayi mereka
dianggap ilegal dan mungkin tak akan lahir. Huh, Leonard? Atau Leona
sekarang? Leony?"
Mata Snow
yang merah melebar pupilnya sampai hampir terlihat hitam semua. Lebih
murka lagi dan Day mungkin bisa melihat asap keluar dari puncak
kepalanya yang licin.
Tunggu,
kepalanya benar-benar terbakar. Sunburn. Snow lupa memakai sunblock sepertinya.
Ewww...
"JALANG!!"
Ia meraung, lalu bergerak untuk menerkam sang mantan.
Kakinya
tidak dapat bergerak.
Snow
menunduk dan yang dilihatnya adalah sepasang kaki yang sudah tenggelam dalam
pasir padat sampai bawah lutut. Ternyata selama pidato tadi Daytona Fort bukan
hanya merebut kelelakiannya, tetapi juga mobilitasnya. Ia melakukannya dengan
sangat lembut dan pelan sehingga lawannya tidak mendengar suara pasir yang
bergesekan.
Wanita
yang dimaksud sedang tertawa menikmati kemenangannya.
Dan yang membuat lebih buruk,
gundukan pasir itu terus merambati
kakinya. Semakin keras ia
meronta, semakin cepat pula ia terkubur. Snow hanya bisa mengutuk dan memaki.
Marah bukan main karena dikalahkan seorang wanita. Lebih buruk lagi,
mantan pacarnya.
Lawannya
telah terkubur sampai dada saat Day tiba-tiba merasa pusing dan limbung.
Sepertinya dehidrasi dan terik matahari telah menguras staminanya jauh lebih
cepat. Sial.
Padahal
ia berencana untuk mengubur Snow sampai leher agar efek tidak berdayanya lebih
poten dan lebih mudah bagi Day untuk memaksanya memberi tahu bagaimana keluar
dari sini.
Yah,
sampai dada sudah cukup. Ia akan beristirahat sebentar, sekedar menghilangkan
pusing.
Day
mendudukkan diri di pasir yang mulai mendingin karena hari sudah mulai gelap
dan matahari sudah mulai turun ke barat dengan warna jingga keemasan. Jika yang
ia baca di buku pelajaran SMA-nya dulu benar, maka dua jam lagi cuaca akan
sangat dingin dan ia tidak mau membeku di tanah antah berantah ini.
Setelah
bersusah payah menelan ludah demi membasahi tenggorokannya yang kering, ia
bicara kepada Snow yang sudah berhenti bergerak dan diam dengan pasrah.
"Seseorang
menyuruhmu kan? Seseorang membuatmu melakukan ini."
Tidak ada
respon dari pria di depannya, tetapi diamnya sudah merupakan jawaban bagi Day.
"Kau
tahu betapa ironisnya ketika kau menyebutku lemah dan dibatasi oleh hukum
manusia sementara kau mungkin diperintah orang lain untuk menghabisiku? Kau
menyedihkan."
Setelah
cukup yakin bahwa ia tidak akan ambruk, Day kembali berdiri dan menghampiri
lawannya yang terbungkus dalam pasir seperti burrito.
Astaga,
ia mulai lapar.
"Asal
kau tahu, human atau superhuman sama sekali tidak masalah. Yang memegang kuasa
di dunia ini adalah uang dan jabatan. Pekerjaanku memberiku gaji seratus ribu
dollar setahun. Berapa gajimu, Leonard?"
Yang
ditanya cuma menunduk. Day tertawa kecil.
"Kalau
aku mau aku bisa saja menyewa 10 orang sepertimu. Jadi, berapa?"
Day
membasahi bibirnya yang kerontang dengan lidahnya.
"Berapapun
yang dibayar oleh orang yang mengutusmu, akan kubayar dua kali lipat jika kau
membantuku pulang. Aku bahkan tidak akan bertanya siapa dalang di balik semua
ini. Bagaimana?"
Namun
Leonard Snow sudah melejit terbang ke angkasa. Shit! Karena kehabisan tenaga penjara pasir
yang dibuat Day kurang padat sehingga seiring waktu daya cengkramnya semakin
longgar.
Selanjutnya
Day merasakan seseorang mendekapnya dari belakang dengan sangat erat. Tubuhnya
terasa ringan dan ia pun menyadari bahwa Snow telah membawanya terbang.
Kepalanya berputar dan telinganya berdenging. Seluruh tubuhnya terasa kencang
diterpa deru angin. Kalung loketnya melayang-layang memukul wajahnya. Matanya
tertutup rapat dan wajahnya mengkerut melawan angin keras.
Setelah
kira-kira beberapa menit, semuanya berhenti. Gemetaran, Day membuka mata dan
mendapati dirinya berdiri terapung di udara dan sepasang tangan yang besar
dengan bisep menonjol membungkus pinggangnya. Ia merintih.
Leonard
Snow berbisik di telinganya, lembut seolah mereka masih sepasang kekasih,
"Aku rasa kau harus lebih banyak makan. Beratmu hampir tidak terasa."
Day ingin
membantah dengan cerdas, tetapi ia takut yang akan keluar dari mulutnya
hanyalah muntah.
Lagipula,
sedang memikirkan sebuah rencana.
"Kau
tahu seberapa jauh kita dari permukaan? 1700 kaki. Kira-kira setinggi menara
kembar. Jauh dari elemenmu. Aku penasaran apa yang akan terjadi kepadamu
jika aku menjatuhkanmu dari sini begitu saja."
Day sudah
mengambil keputusan.
"Kau
mau tahu bagaimana aku akan keluar dari sini? Seseorang akan menjemputku saat
matahari terbenam setelah aku membunuhmu. Aku akan mendapatkan upahku sementara
kau terkubur di pasir."
Setelah
itu sunyi sejenak sampai akhirnya Day menyeletuk.
"Hei
Leo?"
"Hmm..."
"Kau
memakai ikat pinggang kan? Gespernya terbuat dari apa? Besi?"
Leonard
Snow membelalak saat ia menyadari kesalahannya.
Terlambat,
ia merasakan ikat pinggangnya lepas, dan berpindah tempat ke lehernya. Sebuah
kekuatan tak terlihat mengunci gespernya kencang, dan secara refleks ia
menjatuhkan muatannya untuk melonggarkan napasnya yang sesak.
Dengan
gesit Day menangkap salah satu kaki Snow. Membuatnya kehilangan keseimbangan
dan mereka berdua sama-sama terjatuh dengan tidak terkendali.
Walaupun
harus mati sekalipun, Daytona Lewis Fort harus mati secara fabulous.
Memanfaatkan
momentum, Day mengayunkan tubuhnya sehingga tubuh Snow berada telentang di
bawahnya. Pria itu terus meronta, tetapi ikat pinggang yang terkunci rapat di
jalan napasnya sepertinya mulai membuatnya lemah.
Day sama
sekali tidak yakin dengan ide ini, tetapi tidak ada ruginya mencoba.
Sembari berusaha menahan
posisinya di atas tubuh lawannya dengan cara menekan tubuhnya sekeras mungkin,
ia memproyeksikan energi tambahan dari adrenalin ke arah tanah. Cukup sulit
mengingat ia tidak bisa melihat dan mendengar apa-apa karena gravitasi
menarik mereka dengan cukup kuat dan cepat.
Di gurun,
semakin dekat Day ke permukaan, pasir tempatnya mendarat menyeruak naik
membentuk gundukan yang semakin lama semakin tinggi dan lebar. Ya, Day sedang
berusaha membuat semacam kantung pasir yang akan meredam dampak dari
pendaratannya.
Kira-kira
100 kaki, dan Day semakin putus asa. Gerakan lawannya semakin lemah. Jika
ia belum mati sekarang, mungkin impact ke tanah akan membunuhnya. Ia pun
menggenjot segenap tenaganya yang tersisa.
Thud.
Itulah
bunyi dari sesuatu yang jatuh dari langit ke atas matras darurat dan itulah
bunyi yang terdengar saat dua orang mendarat di pasir yang lembut.
Pendaratan
barusan jauh dari mulus. Tubuh Day masih menghantam dasar dengan cukup keras.
Untunglah
ada Leo yang berperan menjadi 'matras' tambahan.
Mendadak
merasa seluruh sendinya seperti terbuat dari agar-agar, Day bahkan tidak punya
tenaga untuk menyingkir dengan normal dan ia pun menggulingkan badannya
melewati bukit pasir mini dan membiarkan dirinya berbaring di tengah gurun
begitu saja.
Setelah
beberapa lama, gemetarnya pun berkurang dan ia merangkak ke arah lawannya yang
terbaring tak bergerak.
Day
mengira Snow sudah mati, tetapi saat dihampiri ia masih bernapas.
Dadanya masih naik turun. Rupanya
di satu titik, ia berhasil melepaskan ikat pinggang yang mencekiknya dan hanya
tidak sadarkan diri. Bekas memar berwarna ungu melingkari lehernya dan selain
itu tampaknya tidak ada patah tulang maupun organ yang bergeser. Bajingan
beruntung.
Day
sangat haus, ia sangat-sangat haus. Pada titik ini minum urinnya sendiri pun ia
mau. Tetapi ia sedang tidak kebelet.
Pandangannya
terpaku ke leher Snow. Di balik memar yang kebiruan, ia melihat denyut nadi
yang mengalirkan darah.
Day
merangkak mencari-cari Louboutinnya yang terlepas saat ia berguling tadi. Ia
menemukan keduanya tidak jauh dari tempat mereka mendarat.
Membawa
salah satu sepatunya ke tempat Leonard Snow terkapar,Day menatap tumit metal 10
cm yang melekat pada ujungnya.
Hmm...karena
ini pumps untuk kerja maka heel-nya
bukanlah stilleto yang ekstrim. Day harus...memodifikasinya sedikit dengan
sisa-sisa kekuatannya.
Day
memanipulasi hak metal Louboutin ungunya yang sebelah kiri menjadi
sangat runcing.
Setelah
di rasanya cukup tajam, ia pun menempelkan bagian heel tersebut di leher
Leonard tepat di nadinya.
Kereta
kenangan tiba-tiba menghampiri Day. Musim panas setelah tahun ketiga SMU.
Bercumbu di bawah pohon Willow di taman. Tekstur rambut mohawk di genggamannya,
keras sekaligus licin karena hairgel. Lalu malam itu, sama-sama melepas
keperawanan di track NASCAR yang sepi. Di atas Nissan butut milik ayah Day.
Delapan kata dibisikkan. I
love you, I will never leave you.
Alat tes
kehamilan. Positif. Keluarga yang marah besar. Pengusiran. Leonard menghilang.
Ia sendirian. Rumah singgah.
Ia masih
sendirian, namun tidak kesepian. Ada seorang malaikat menemaninya. Tumbuh di
dalam tubuhnya. Graham Arnorld Fort.
Lalu
semuanya menjadi gelap. Ruang dokter. Osteogenesis Imperfecta tipe II.
Terminal. Caesarean. Graham. Terlalu mungil dan terlalu biru. Malaikat yang
pergi terlalu cepat. Dadanya sesak dengan tangis. Sendiri lagi. Semua orang
meninggalkannya.
Day
menyayat leher yang lebam itu.
Air merah
kehidupan muncrat dari lubang menganga di jugular Leonard Snow, mengingatkan
Day akan sprinkler.
Ia
menempelkan bibrnya ke luka itu dan menghirup sepuas hatinya.
Part 3
Setelah
semuanya selesai, Day kembali berguling di pasir sambil mendekap
sepatunya, mengambil yang satunya dan memakai mereka kembali, ia juga
mengenakan blazernya karena udara sudah mulai dingin. Kemudian, ia membaringkan
diri secara sembrono di gurun dan menatap matahari terbenam.
Tubuhnya
terasa sangat menjijikkan. Pasir ada di mana mana. Rambutnya, bajunya, baju
dalamnya...
Ia tidak
ingat pernah berkeringat sebanyak ini, pakaian yang dikenakannya lengket di
kulit dan penuh dengan debu, pasir, dan percikan darah. Ewww jijik.
Dan yang
paling buruk, yang ia minum barusan sepertinya mulai mengental di
tenggorokannya. Membuat lapisan seperti dahak tersangkut. Ia terus
berdeham-deham.
Day
meraih kalungnya, membuka loketnya, dan menatap foto di dalamnya
Ia
bertanya-tanya jika Graham tahu bahwa mommy-nya membunuh lalu mengisap darah
ayahnya seperti vampir, apa yang akan ia katakan.
Day tidak
ingat berapa lama ia sudah melamun ketika sebotol air elektrolit disodorkan ke
wajahnya.
Ia
mengangkat kepalanya dan melihat bahwa tangan yang menyodorkan botol itu
adalah milik seorang pria yang berdandan seperti germo kelas atas dari New
York, dengan sunglasses dan mantel bulu.
"Minumlah".
Tanpa
pikir panjang ia langsung duduk dan merebut botol air itu, membuka tutupnya,
menenggak isinya dengan brutal dan menghabiskannya dengan sekali teguk.
Yang paling Day syukuri adalah
bagaimana air minum itu memenuhi mulut dan tenggorokannya. Menyapu bersih jejak
dari apa yang ia konsumsi sebelumnya.
"Kau
terlihat sangat berantakan, Nona." yang berbicara kali ini adalah makhluk
asing berukuran mini berkepala bantal. Ia mengenakan apa yang bisa digambarkan
Day sebagai bencana fashion dalam balutan warna pisang, atau warna muntah. Ia
melirik sepatu bot hujan berwarna kuning kehijauan norak dan bergidik.
Jika
makhluk itu melihat tatapan merendahkan dari Day, ia tidak peduli. Dengan
antusiasme seperi anak-anak ia terus mengoceh.
"Kau
sangat keren, Nona. Dulu kau mungkin masuk klub debat ya, kau sangat pintar
bicara. Aku paling suka pertarungan di udara tadi! Seru sekali!"
Kemudian
mood-nya tiba-tiba terlihat sedikit turun, "Tapi bagian di saat kau
membunuh dan meminum darahnya, itu agak menyeramkan"
.
Day
meringis ketika diingatkan hal itu. Ia memandang lelaki yang berpakaian seperti
germo itu dengan penuh tanda tanya.
"Aku
yakin kau punya banyak pertanyaan. Jangan khawatir, semua akan kami
jelaskan." Suaranya tenang.
Day
teringat akan kata-kata terakhir Snow dan ia langsung mundur beberapa langkah
dan menatap kedua sosok di hadapannya dengan penuh curiga.
"Kalian,
kalian adalah orang yang mengutus Leonard Snow untuk membunuhku?!"
"Well,
sebenarnya--" Si kepala bantal berbicara
"Kami
ke sini untuk menolongmu." Laki-laki itu menyela. " Kami tidak kenal
siapa itu Leonard Snow."
Day
menegakkan diri. Walaupun secara fisik ia merasa seperti korban tabrak lari
yang ditinggalkan di tengah jalan saat hujan, ia tidak akan menyerah tanpa
perlawanan.
"Me-mengapa
aku harus percaya kepada kalian?"
Pria yang
kira-kira sebaya dengan Day itu menghela napas, "Well...itu
terserah padamu sebenarnya. Mau ikut kami, atau tinggal di sini dan membusuk.
Pilihanmu."
Ia
berbicara kepada makhluk aneh berkepala bantal itu, "Ayo kita pergi, Ratu
Huban."
"Tunggu!"
Kedua
orang tersebut berhenti dan menatapnya. Setidaknya begitulah yang dirasakan
Day, mengingat satu orang memakai kacamata hitam dan satunya lagi bahkan tidak
punya mata.
Ia
menarik napas, lalu menghembuskannya untuk menenangkan diri. "Baiklah. Aku
ikut."
Lagipula
dari pakaiannya, tempat paling buruk yang didatangi pria ini mungkin rumah
bordil.
"Bagus
sekali". Si mantel bulu tersenyum.
"Eh,
aku hampir melupakan sesuatu. Ada hadiah untukmu!", makhluk yang dipanggil
Ratu Huban tadi terdengar bersemangat. Ia mengayunkan tongkat aneh yang
dibawanya dan oh, sebuah gumpalan putih seperti awan berkaki empat muncul di
depan Day.
"Baa..."
"Oh!"
Day memekik kaget, matanya berbinar. Namun sesaat kemudian alisnya berkerut.
"A-apa
maksudnya ini?"
"Domba
ini mulai sekarang kuberikan padamu. Kau bisa menungganginya atau mendandaninya
sesukamu. Pakaikan ia topi atau syal mahal dari Armandi atau apalah."
"Maksudmu
Armani." Day bingung, ia hampir meregang nyawa dan yang ia dapatkan cuma
hewan piaraan?
"Ya,
ya, terserah". Si muka bantal itu berbalik dan mengacungkan ujung
tongkatnya ke udara. Percikan kembang api keluar dari ujungnya yang kemudian
berubah menjadi semacam lubang gelap. Sebuah portal. Day pernah melihatnya.
Temannya saat SMU memiliki kemampuan yang sama yaitu membuat portal
antar-dimensi.
Jenna
anak yang baik, tetapi kekuatan supernya dianggap pemerintah terlalu
"mencemaskan". Suatu hari, ia menghilang begitu saja tanpa kabar dan
semua orang dewasa di lingkungan maupun sekolah bertindak seolah tidak terjadi
apa-apa.
Ratu
Huban telah masuk lebih dulu.
"Kau
duluan, Nona Fort". Pimp McShades tersenyum. Well, setidaknya walaupun
benar ia seorang germo, ia seorang gentleman.
Saat Day
dan domba barunya melangkah ke dalam Portal, satu-satunya yang ia pikirkan
adalah berendam di air panas dan pergi ke spa.
END OF EPISODE 1
>Cerita selanjutnya : [ROUND 1 - 10J] 38 - DAYTONA FORT | A SPACE ODDITY
Oooh, saya suka ini. Penuturannya enak, khas gaya cerita barat tapi fleksibel dan bener-bener ngeflesh-out karakter Daytona jadi kegambar jelas. Saya juga iri sama perbendaharaan kata"nya yang lumayan banyak, bikin saya ngerasa nemu sesuatu yang baru sepanjang baca
BalasHapusKarakter wanita kuat emang gampang ngasih daya pikat, ya
Nilai 9
Wah, ini cerita komplit. Karakterisasi terasa unik, limitasi limitasi Bingkai Mimpi dimasukin dengan pas, battlenya seru dengan ending yang klimaks.Salah satu potensi rookie of the year BoR VI sepertinya.
BalasHapusSaya beri nilai 9
Fahrul Razi
OC: Anita Mardiani
huo pertarungan sesama super human. lalu knp mantannya harus botak? yg kebayang malah saitama. maafkan imajinasi yg smakin liar ini. yg paling ngeri tuh pas minum darah jd krasa kaya kanibal. nggak mau byangin deh. hmm...hasilnya 9
BalasHapusKuro Godwill
Altem - Po
BalasHapusEntri ini bener2 fresh buatku, selama ini jarang ada yg bisa mengeksplor gaya cerita modern gaul nyaris teenlit tapi malah memadukan itu dengan tema aksi dan superhero/meta-human. Ini aja udah twist yg luar biasa buatku.
Pengenalan sifat2 karakter dilakukan dengan sangat smooth, permainan gertak mental pake dialognya asik, dan pemanfaatan skill earth-bendingnya juga nggak jor-joran tapi tepat banget.
Meski kurasa trik earth-bendingnya ke besi perlu dijelasin lebih gamblang. Mungkin perlu tambahan satu kalimat lagi utk ngejelasin bahwa earth-bendingnya Day itu berlaku jg ke besi. Aku jg agak heran, apa yg bikin Daytona naksir sama Saitama in the first place, kyknya kecerdasan Saitama ngalahin Day dalam adu ejekan kerasa agak kurang natural sebagai penyebab, dalam artian karakter si mantan ini kurang halus build-upnya sebagai org yang witty.
Twist darahnya juga asik. Mudah2an cerita Daytona masih nyimpen kesegaran sepanjang perjalanannya di BoR ini, dan selektif untuk ngeluarin twist2 yg paling nonjok di momen2 babak yg betul2 menentukan.
Nilai 10/10
Jujur saja, impresif. Sepertinya tidak ada yang bisa saya kritisi selain penggunaan kata tak baku yang terasa sangat kontras dengan keseluruhan tulisan.
BalasHapusGaya tulisannya tertata apik, dengan beberapa kosakata yang terkesan baru bagi saya. Bagian yang saya suka ketika Day mengalami kilas balik saat akan mengiris leher Snow dan ketika mendekati ending saat Day dihampiri oleh Zainurma dan Ratu Huban.
Nice work!
Overall score : 8
At last, greetings~
Tanz, Father of Adrian Vasilis
GHOUL: “Baru paragraph awal, dah ada yang ngegombal. Posisi pertarungannya mengingatkannya pada posisi di atas-atap-mobil?” (langsung pik-tor) :=(0 “Kalo aku bertarung dengan wanita ini, bisa jadi aku jadi cowok mesum kalo posisinya begitu!”
BalasHapusSHUI: “Hm soal hubungan orang dewasa dan karir bukan tipe bacaan favoritku sih, jadi aku hanya baca setengah. Tapi kayaknya bagus meski alurnya lamban2 kayak nonton film barat ajah. Bisa jadi ini agak membosankan bagiku…” (nguap dikit).
SUNNY: “Aku suka kalimat gombalnya dan juga gaya bahasanya. Tapi ada awalan di yang sebagai kata pasif malah dipisah jadi kayak kata depan tempat. Hm, banyak tipo nih, baca review di entri2 sebelah ya soal kata ‘dan’ yang dipisah koma.”
GHOUL: “Alurnya sih dramatis, mengalir kayak angle kamera di cinema2. Hm, tapi ada banyak tipo ditemukan oleh Sunny. Kita kasih 8, deh!” :=(D
Saya suka!
BalasHapusGaya penceritaan yang oke, dialog yang asyik, pertarungan yang seru. Detail ada dan takarannya pas, tidak berlebihan dan tidak kurang juga. Day bukan hanya brute, tapi bisa memutar otak juga buat mengalahkan lawannya.
10/10 dari saya
OC: Adolf Castle
Saya juga suka!
BalasHapusWanita dewasa yang kuat memang mengagumkan, apalagi dengan karakterisasi yang halus dan ngena. Pertarungan yang diberi kilasan masa lalu menambah kenikmatan saat membaca. Mungkinkah Day masih cinta dengan mantan pacarnya?
Paling suka saat mereka bercinta di atap mobil. Tapi laki-laki memang menyebalkan ya. Delapan kata yang diucapkannya juga menyebalkan
Nilai : 10
Merald
Wow...
BalasHapusMendapatkan nilai sempurna dari para senpai dan peserta lainnya, ini sebuah kebanggan tersendiri bagi author*bahkan sayapun tak prnah lbih dri angka 8(klo dirata2). Jadi selamat untuk anda, semua nilai diatas benar-benar cocok untuk diberikan ke entri ini. Pembawaan narasi yang smooth namun tetap terkesan elegan sesuai dengan daytona yang notabenenya seorang wanita dewasa nan glamour.
Semuanya terkonsep secara utuh, pembukaan sekaligus pengenalan tentang siapa daytona, penceritaan kehidupan sehari-harinya bahkan sampai konflik percintaan yang melibatkan sebuah pertarungan yang epic.
Entah ini bisa disebut kekurangan atau bukan, saya hanya tidak paham dibeberapa istilah, terutama jenis pakaiannya jadi saya harus googling dlu biar dpet imajinasi tentang pakaian yg ia pakai dan sobek ditengah pertarungan. *_*
Nilai : 9
Mahapatih Seno
Ketika para veteran mendiskusikan Daytona, saya sempat penasaran kenapa Entri Daytona begitu... fenomenal.
BalasHapusDan sepertinya saya udah gak perlu ngejelasin lagi.
Semua aspeknya dapet. Dan sama seperti orangnya, karakterisasi Daytona begitu kuat. Benar-benar wanita tangguh.
Battle dan adu mulutnya juga intensif. Sangat bisa dinikmati.
Saya tidak perlu panjang lebar lagi, karena entri ini sudah menunjukkan kenapa ia pantas mendapat nilai 9/10
semoga saya bisa menyaksikan Mbah adu jotos dengan Daytona
ttd.
Enryuumaru, author Mbah Amut
gaya bahasa menarik dan lain drpd yg lain, ditambah bbrp produk dan kata2 import yg agak nyess sewaktu dibaca
BalasHapusbenar2 menggambarkan kehidupan seorang sales wkwkwk, kemampuan dalam berkata2
dan yg agak menakutkan dan aneh adalah di bagian 'saat menempelkan bibir di leher, lalu menghirupnya sesuka hati' gw jadi berpikir kalau dia minum lewat hidung... dihirup -_-
nilai 9
Samara Yesta
gaya bahasa menarik dan lain drpd yg lain, ditambah bbrp produk dan kata2 import yg agak nyess sewaktu dibaca
BalasHapusbenar2 menggambarkan kehidupan seorang sales wkwkwk, kemampuan dalam berkata2
dan yg agak menakutkan dan aneh adalah di bagian 'saat menempelkan bibir di leher, lalu menghirupnya sesuka hati' gw jadi berpikir kalau dia minum lewat hidung... dihirup -_-
nilai 9
Samara Yesta
Nagih utang komen karena dah lama baca.
BalasHapusGaya penuturan modern, seperti yang saya suka. Tidak perlu banyak penjelesan tak penting, langsung sikat to the point. Apalagi ditambah oleh sisipan-sisipan inggris, pas banget deh jadinya.
Dan, yah, yang paling memorable dari entri ini adalah Daytona yang bener-bener menghisap darah Leonhard dengan lahapnya sampai kerongkongannya serak karena darah. Bener bikin saya kaget but epic af!
Semoga di entri-entri selanjutnya bisa bikin kejutan-kejutan seperti itu lagi.
Nilai 10, karena juga memberi saya sebuah inspirasi.
OC: Alexine E. Reylynn
Ide : Sangat Baik = 2
BalasHapusPlot : Sangat Baik = 2
Tingkat kemudahan di cerna : Sangat Baik = 2
Usaha : Sangat Baik = 2
EYD : Sangat Baik = 2
Ini cerita yang benar-benar keren. Pembendaharaan katanya luar biasa jangan2 sang penulis cerita ini kamus berjalan.
Nilai : 10
Newbiedraft / Revand Arsend
bersetting cerita barat seperti nonton film Hollywood. saya suka dengan penggambaran ceritanya. mantan botak mengingatkanku pada Saitama atau Lex Luthor. alur ceritanya yang halus dan mulus membuat saya tidak berhenti membaca sampe habis.
BalasHapus"Day mengepalkan dan merentangkan kedua tangannya." ini yang membuat saya agak nggak ngeh. untuk akhiran -kan, menurut saya mending digunakan di kata kedua. kalo digunakan di kedua kata jadinya terkesan boros..
oke nilai dari saya 9. semoga sukses..
Dwi Hendra
OC : Nano Reinfield
well, sebagai entri full action.. ini salah satu yang terbaik.
BalasHapuspemaparan konfliknya cukup seru, BGnya Day juga punya potensi besar untuk digali lebih dalam lagi. dan yang terbaiknya tentu saja porsi battlenya.
yah ada sedikit kesalahan minor di penarasiannya, tp itu gak terlalu berpengaruh
9
Hm...
BalasHapusNemu beberapa kesalahan penulisan kecil, but it doesn't matter, saya suka penulisannya, narasinya, dan adegan pertarungannya.
Geh, konflik fisik dan batinnya dengan si botak juga cukup berkesan, though kinda hoped you can spend more time in editing this piece.
This stunning lady deserves 9 points from me!
Asibikaashi
Great scott! Ada beberapa tanda baca yang nyasar, entah itu terdampar di balik tanda kutip atau engga ada sama sekali. Tapi masalahnya itu engga ngaruh ke pembawaan di cerita ini. Mulus dan witty. Pemilihan katanya semanis sekaligus segalak peran Meryl Streep di TDWP. Kalimat-kalimat pendek tentang masalah masa lalunya mbak Day, pas. Yiph, kedepannya agak dirapihin aja naro tanda bacanya dan semua bakalan lebih perfect'. 10/10
BalasHapusOc: Namol Nihilo
sebenernya udah baca lama... tapi... pas itu blom sempet komen dan baru bisa buka leptop setelah sekian lamma //slapp
BalasHapusastaga keren ini bayangan pertama setelah baca, narasinya saya enjoy bacanya, ga ada bosennya... err.. sedikit sih tapi untuk adegan battlnya ini sumpah saya ga bisa berkata apa2... ITS OVAA AMAAAZEEEENNNNNGGGG
9/10
Kagero Yuuka
OC Airi Einzworth
Walaupun harus mati sekalipun, Daytona Lewis Fort harus mati secara fabulous.
BalasHapus>> FAB ALL THE WAY
Plus :
+ Konsep
Konsep superhuman model gini ngingatin saya sama film-film Hollywood yang emang lagi naik daun macam Avengers, apalagi bekerja "untuk pemerintah". Saya rasa di turnamen yang based on Dream ini, kehadiran superhuman jadi variasi tersendiri. At least, di 7 OC pertama saya baca cukup variatif sih.
+ Bahasa
Bahasanya, novel barat, banget. Tapi saya suka. Hahahaha. Saya juga suka beberapa bahasa Inggris yang di-Indonesia-kan macam Jalang, Bajingan beruntung. wkwkwk
Meski saya bacanya pake bahasa Inggris.
+ Battle
Battle saya bedakan dengan konflik. Battle disini cukup intens ya. Si Snow yang akan mendapat upah kalau berhasil bunuh si Day, dan Day yang ngamok karena ditinggal mantan. Daytona Fort : Amarah sang Mantan #bukan
Terus, saya liatnya macam IronMan vs Hulk atau Civil war kemaren. Para superhuman beradu kekuatan. hehehe
+ Konflik
Tadinya, saya pikir Day tipe cewe pemarah, seandainya kereta kenangan itu ga ada. Karena ini di daerah barat (bukannya mau rasis sih) saya sempet mikir 'Halah, hamil ditinggal, move on laaa'. Tapi pas ada kereta kenangan dan apa yang dirasakan Day, saya mendadak paham dengan amarahnya terhadap Snow. Laki-laki gitu harus dihajar emang sih hahaha
TBH ini ngingatin saya sama Hancock, tapi bedanya, di film Hancock si cewe yang kabur dari suaminya dan nikah dengan manusia biasa, dan mereka berdua bener2 tinggal berdua di bumi. Ada typo, tapi ga bikin tensi saya turun. Hal yang ga penting, judul ini mirip tema chorus battle yang pernah saya ikuti Orz
Seriusan ROOKIE OF THE YEAR ini mah
Congrats
SCORE
Basic : 5
Plus : 4
Minus : 0
Total Score : 9
-Odin-
Ini ... saya sebenernya bingung mau nanggepinnya gimana. Di satu sisi kurang suka sama gaya-gaya yang terjemahan bgt (soalnya gaya saya lokal banget, hehe), tp mesti diakui saya banyak belajar dari entri ini. Terutama buat bangun tokoh yang ... keren dan, apa yha istilahnya, berkelas. Yha seriusan, ada rasa kagum yang sulit dijelaskan. Walau jujur, kurang suka sama gaya yg barat banget--apalagi saya emang gak tahu menahu kalau berhubungan dengan karakter tipe Daytona ini.
BalasHapusYah walau bukan selera, kalau secara objektif saya titip 9 karena perfect (ada sih gangguan minor, tapi tak apa).
-Sheraga Asher
YEEESSHHH AKHIRNYA KETEMU JUGA ENTRI PERTAMA YANG SESUAI BANGET DENGAN SELERA SAYA!!!
BalasHapusEhm, plot serta background western yang dibangun sangat kokoh. Sekali lagi saya katakan, entri ini sangat mewakili selera saya jadi menurut saya entri ini flawless!
Komedi yang diusung pun datang dan pergi secara enak dan halus, salute!
Entah apakah faktor selera dapat dijadikan nilai plus, tapi akan tetap saya jadikan nilai plus soooooo......
Walakhir 10 !
Ganzo Rashura